• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Variabel Makro Ekonomi Terhadap Tabungan Nasional Di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Variabel Makro Ekonomi Terhadap Tabungan Nasional Di Indonesia"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh:

Diah Okta Ayuningtyas

Staff PT. BPR Wilis Putra Utama Banyuwangi

E-mail/No. Hp: nE_noL25@yahoo.com/085233458525

Abstract

This research aim to know the influence of macro economics variables to national saving in Indonesia and also most dominant influence to national saving in Indonesia. Method which is used in this research is double linear regression Partial Adjustement Model used for perceiving short-range and long-range responsivenees from dependent variable to one changed unit of independent variable value. From result of examination obtained real rate of interest and previous period of the national saving individually having influence significantly to the level of national saving. The influence variable to the level of national saving is the level of previous period national saving model because analysis model that used is adjustment of partial model. Outside independent variable, in the reality variable that influencing to the level of national saving is national income.

Keywords : macro economics, national saving in Indonesia

PENDAHULUAN

Indonesia sebagai negara

berkembang menyadari akan pentingnya

pembangunan dan berusaha untuk

mewujudkan kesejahteraan bangsa.

Pembangunan ini tidak hanya untuk mewujudkan kesejahteraan materiil (lahiriah) saja, tetapi juga kesejahteraan immateriil (rohaniah). Diharapkan dalam pembangunan rakyat ikut berperan serta secara aktif dan positif, karena partisipasi rakyat merupakan dasar bagi keberhasilan pembangunan.

Pembangunan ekonomi merupakan

sebagian dari keseluruhan usaha

pembangunan. Secara definitif,

pembangunan diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan

perkapita penduduk masyarakat

meningkat dalam jangka panjang.

Pembangunan ekonomi di negara-negara berkembang (developing countries)

termasuk didalamnya pertumbuhan

ekonomi yang cukup tinggi, memiliki

dana yang cukup besar. Tetapi di sisi lain, usaha pengerahan sumber dana

dalam negeri untuk membiayai

pembangunan menghadapi kendala

dalam pembentukan modal baik yang bersumber dari penerimaan pemerintah yaitu ekspor barang dan jasa ke luar negeri, ataupun penerimaan pemerintah melalui instrumen pajak.

Di Indonesia, untuk membiayai pembangunan nasional yang mencakup investasi domestik, sumber dananya dapat bersumber dari tabungan nasional dan pinjaman luar negeri. Namun, karena terbatasnya jumlah dana serta pinjaman yang diperoleh dari luar negeri, maka diperlukan tabungan nasional yang lebih tinggi sebagai sumber dana yang utama. (Wahid Saputra, 2008).

Perlunya tabungan nasional ini dibuktikan dengan adanya saving-investment gap yang semakin melebar dari tahun ke tahun yang menandakan 1

(2)

bahwa pertumbuhan investasi domestik

melebihi kemampuan dalam

mengakumulasi tabungan nasional.

Secara umum, usaha pengerahan modal

dari masyarakat dapat berupa

pengerahan modal dari dalam negeri

maupun dari luar negeri.

Pengklasifikasian ini didasarkan pada sumber modal yang dapat digunakan dalam pembangunan.

Pengerahan modal yang bersumber dari dalam negeri berasal dari 3 sumber utama, yaitu : pertama, tabungan sukarela masyarakat. Kedua, tabungan pemerintah, dan ketiga tabungan paksa (forced saving or involuntary saving). Sedangkan modal yang berasal dari luar negeri yaitu melalui pinjaman resmi pemerinyah kepada lembaga-lembaga

keuangan internasional seperti

International Monetary Fund (IMF), Asian Development Bank (ADB), World Bank, maupun pinjaman resmi bilateral dan multilateral, juga melalui foreign direct investment (FDI). (Wahid Saputra, 2008).

Pada Negara Berkembang dan Negara Sedang Berkembang, kondisi yang paling menonjol adalah belum terciptanya kondisi yang mendorong pada iklim dimana kegairahan untuk

menabung dan penanaman modal

menunjukan tingkat yang

menggembirakan. Oleh karenanya kesadaran menabung harus ditanamkan kepada seluruh masyarakat baik pria atau

wanita, tua atau muda. Dengan

menabung dapat diperoleh manfaat ganda, yaitu di satu pihak tabungan dapat sebagai modal pembangunan dan

di pihak lain menabung akan

menumbuhkan kebiasaan hidup

sederhana. Dengan jumlah tabungan yang tinggi dari masyarakat, negara kita yang masih dalam tahap melaksanakan pembangunan ekonomi ini akan dapat mengurangi ketergantungan terhadap pinjaman atau bantuan luar negeri.

Menurut Achmad Subianto (2005)

poin utama yang wajib untuk

diperhatikan sebagai ukuran kesuksesan sebuah negara dalam merencanakan masa depannya adalah berdasarkan skala tabungan nasional bangsa dari segala bidang (baik dari dana pensiun, tabanas

dan sebagainya), yang dimaksud

tabungan nasional adalah sejumlah dana yang berhasil dihimpun oleh pemerintah baik dari sektor swasta maupun sektor pemerintah itu sendiri dalam waktu tertentu yang di kemudian hari ditujukan untuk pendanaan kebutuhan nasional, khususnya untuk menjaga stabilitas kondisi perekonomian suatu bangsa (selain itu biasanya juga digunakan uuntuk pendanaan pembangunan, dan lain sebagainya).

Kalau ditilik dari sejarah Perekonomian Indonesia, pemerintah pernah menetapkan Paket Kebijakan Oktober 1988 atau yang lebih dikenal

GHQJDQ ³3$.72 ´ \DQJ SRNRN -pokok kebijakannya berisi antara lain

untuk mengerahkan dana dari

masyarakat dengan cara memudahkan

pembukaan kantor cabang baru,

pendirian bank swasta baru, keleluasaan

penyelenggaraan tabungan, dan

perluasan kantor cabang bank. Setelah

DGDQ\D ³3$.72 ´ LQL VHPDNLQ

mudahlah bank didirikan dan semakin bervariasi juga bentuk-bentuk tabungan yang ditawarkan oleh bank-bank yang sudah terbentuk baik swasta maupun pemerintah.

Semenjak saat itu, tabungan nasional mulai meningkat drastis. Dalam tahun-tahun sebelumnya tampak adanya

kecenderungan persaingan antar

berbagai negara untuk memperbesar arus investasi baik asing maupun domestik. Persaingan terutama terjadi karena kebutuhan dana yang sangat besar dan

mendesak untuk mendukung

pertumbuhan ekonomi terutama di

(3)

Selain itu pemerintah pernah berusaha untuk menggerakkan minat masyarakat dalam menabung lewat

Gerakan Tabungan Nasional, atau

Tabanas. Walaupun gerakan ini pernah menjadi cukup efektif, tetapi semakin lama makin meredup seiring dengan kecenderungan pola hidup masyarakat yang semakin konsumtif. (Marvel, 2006).

Ketidakcukupan tabungan nasional dalam menjaga kestabilan perekonomian Indonesia terbukti pada tahun 1997,

dimana Indonesia terpaksa harus

bergantung pada pinjaman World Bank dan IMF. Lain dengan Malaysia, salah satu negara tetangga yang secara konsisten menjaga cadangan devisa-nya (tidak lain salah satunya berupa tabungan nasional), hingga bisa recover secara cepat dari Asian Crisis waktu itu. Bahkan Malaysia dapat keluar dari krisis dalam waktu singkat tanpa bantuan dari negara lain.

Ada dua mekanisme yang dapat

dilakukan pemerintah dalam

menghimpun tabungan nasional dari sisi masyarakat. Secara jangka pendek dapat

dengan menggunakan mekanisme

perbankan, karena fluktuatif (dapat diambil kapan pun). Sedangkan secara jangka panjang dapat dengan mekanisme dana pensiun, asuransi, dan program jaminan sosial jangka panjang.

Di sinilah arti pentingnya pembentukan modal dalam negeri yaitu melalui peningkatan tabungan, dalam hal

ini tabungan nasional. Meskipun

perubahan yang akan ditimbulkan tidak secepat bila menggunakan modal luar negeri, tetapi kita tidak terbebani oleh masalah-masalah baru yang akan timbul di kemudian hari Berdasarkan latar belakang masalah di atas, permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah 1) Seberapa besar pengaruh

variabel-variabel makro ekonomi terhadap

tabungan nasional di Indonesia? 2)Dari

variabel-variabel makro ekonomi

tersebut, variabel manakah yang

berpengaruh secara dominan terhadap tabungan nasional di Indonesia?

TINJAUAN PUSTAKA

Menurut pendapat ahli-ahli

ekonom Klasik (dalam Sadono Sukirno, 2004:70) dalam suatu perekonomian yang diatur oleh mekanisme pasar tingkat penggunaan tenaga kerja penuh akan selalu tercapai. Pandangan ini didasarkan pada keyakinan bahwa di dalam perekonomian tidak akan terdapat kekurangan permintaan. Apabila para produsen menaikkan produksi mereka maka dalam perekonomian akan selalu terdapat permintaan terhadap barang-barang tersebut.

Keyakinan ahli-ahli Klasik bahwa penawaran akan selalu menciptakan permintaan dapat dengan jelas dilihat dari pandangan Jean Baptiste Say (1767-1832). Ia mengatakan: ´6XSSO\ FUHDWHV LWV RZQ GHPDQG´ Kebenaran pendapat ini tidak dapat disangkal dalam suatu perekonomian yang terdiri dari dua

sektor dimana penerima-penerima

pendapatan tidak menabung dan para pengusaha tidak menanamkan modal.

Namun dalam perekonomian yang lebih maju, dimana penerima-penerima pendapatan akan menyisihkan sebagian pendapatan mereka untuk ditabung, ahli-ahli ekonomi Klasik tetap berkeyakinan bahwa walaupun rumah tangga akan menabungkan sebagian dari pendapatan yang diperolehnya, kekurangan dalam permintaan tidak akan terjadi dalam perekonomian. Keyakinan itu didasarkan kepada pandangan yang pada hakikatnya mengatakan bahwa semua tabungan sektor rumah tangga yang tercipta pada tingkat penggunaan tenaga kerja penuh akan digunakan oleh para pengusaha untuk investasi.

(4)

Menurut ahli-ahli ekonomi Klasik (dalam Sadono sukirno, 2004:73), mengatakan bahwa:

´Dalam perekonomian suku bunga

akan selalu mengalami perubahan.

Dan perubahan itu akan

menyebabkan seluruh tabungan yang diciptakan sektor rumah tangga pada waktu perekonomian

mencapai tingkat pengunaan

tenaga kerja penuh akan selalu sama besarnya dengan jumlah investasi yang dilakukan oleh para

pengusaha. Oleh karenanya

jumlah seluruh pengeluaran dalam

perekonomian (pengeluaran

agregat), yang meliputi konsumsi oleh rumah tangga dan investasi oleh para pengusaha, akan selalu

sama dengan nilai seluruh

produksi yang diciptakan oleh seluruh sektor perusahaan pada tingkat penggunaan tenaga kerja penuh´.

Selanjutnya menurut ekonom

Klasik, jumlah tabungan ditentukan oleh suku bunga. Oleh karena perkonomian selalu mencapai penggunaan tenaga kerja penuh, jumlah tabungan yang diwujudkan adalah jumlah tabungan ketika perekonomian mencapai tingkat pengunaan tenaga kerja penuh. Hal ini dapat dilihat pada gambar 1 dimana gambar tersebut menunjukkan: (a) apabila tingkat bunga adalah r0 jumlah

tabungan adalah S0 dan (b) apabila suku

bunga adalah r1 jumlah tabungan adalah

S1. Dengan demikian grafik tersebut

menunjukkan pandangan Klasik yang menyatakan makin tinggi suku bunga makin banyak tabungan yang akan dilakukan masyarakat. Begitu pula sebaliknya makin rendah tingkat suku bunga maka makin sedikit tabungan yang akan dilakukan masyarakat.

Menurut Keynes (dalam Sadono Sukirno, 2004:80), besarnya tabungan

yang dilakukan oleh rumah tangga bukan tergantung kepada tinggi rendahnya suku bunga. Namun tergantung kepada besar kecilnya tingkat pendapatan rumah

tangga itu. Makin besar jumlah

pendapatan yang diterima oleh satu rumah tangga, makin besar pula jumlah tabungan yang akan dilakukan olehnya.

Apabila jumlah pendapatan yang

diterima oleh satu rumah tangga itu tidak mengalami kenaikan atau penurunan, perubahan yang cukup besar dalam suku

bunga tidak akan menimbulkan

pengaruh yang berarti terhadap jumlah tabungan yang akan dilakukan oleh rumah tangga itu.

Teori permintaan uang sebenarnya dapat dijelaskan dengan mengunakan teori tentang alokasi sumber-sumber ekonomi yang sifatnya terbatas. Pada prinsipnya, dengan sumber ekonomi yang terbatas, manusia haruslah memilih alokasi yang memberikan kepuasan yang sebesar-besarnya. Dengan pendapatan tertentu, apabila seseorang ingin memperbanyak konsumsi maka jumlah kekayaan akan semakin kecil. Demikian juga apabila dia ingin memiliki salah satu kekayaan lebih banyak maka dengan sendirinya pemilikan bentuk kekayaan yang lain akan menjadi lebih sedikit.

Untuk mengantisipasi hal tersebut,

seseorang akan

membanding-bandingkan hasil (return) dari masing-masing kekayaan. Dari hasil tersebut dia

akan menentukan komposisi dan

proporsi dari masing-masing bentuk kekayaan agar diperoleh hasil yang maksimum. Kekayaan dapat berwujud uang, surat berharga, deposito atau barang. Jadi teori permintaan uang pada dasarnya ingin menjawab pertanyaan mengapa atau alasan-alasan apa yang

menyebabkan seseorang memilih

kekayaannya dalam bentuk uang kas. Dalam hal ini akan diterangkan beberapa teori permintaan uang yaitu:

(5)

Teori permintaan uang Klasik (dalam Nopirin, 1986:124) bermula dari teori tentang jumlah uang yang beredar dalam masyarakat (teori kuantitas uang).

Teori ini tidak dimaksudkan

menjelaskan mengapa seorang atau masyarakat menyimpan uang kas, tetapi

lebih pada peranan uang dalam

perekonomian. Dengan sederhana Irving Fisher merumuskan teori kuantitas uang sebagai berikut:

MV = PT

Dimana, M = Jumlah uang beredar; V = Perputaran uang dari satu tangan ke tangan lain dalam satu periode; P = Harga barang; T = Volume barang yang diperdagangkan.

Menurut kaum Klasik pendapatan nasional akan selalu dalam keadaan full

employment dimana keinginan

masyarakat untuk menabung sama

dengan keinginan perusahaan untuk

melakukan investasi. Dalam

kenyataannya tabungan selalu sama dengan investasi. Namun tabungan sama dengan investasi bukanlah merupakan syarat adanya keseimbangan dalam pendapatan nasional yang selalu dalam

keadaan full employment. Keynes

membantah keadaan ini dan menyatakan

bahwa pendapatan nasional yang

seimbang dapat terjadi pada keadaan kurang dari full employment.

Menurut Klasik (dalam Yuni, 2001:16) akibat dari keadaan dimana

keinginan menabung lebih besar

daripada keinginan investasi akan terjadi

perubahan harga. Karena sektor

perusahaan tidak bisa menjual output yang direncanakan, maka mereka akan menurunkan harga outputnya sampai semua persediaan yang tak diinginkan terjual habis, buruh akan menurunkan tuntutan upahnya, dan tingkat bunga juga akan turun karena keinginan

menabung lebih besar dari pada

keinginan investasi. Turunnya tingkat bunga ini akan menurunkan keinginan

menabung dan mendorong untuk

melakukan investasi dan sektor

perusahaan kembali pada produksi full employment.

Sedangkan keynes mengajukan penyelesaian yang berbeda. Menurut Keynes (dalam Nopirin, 1990:79) harga barang relatif tetap dan mungkin tidak turun meskipun terdapat kelebihan persediaan barang. Demikian pula upah, sangat sukar untuk turun mungkin karena adanya tantangan dari serikat buruh dan yang lebih pentng lagi, bahwa

tingkat bunga tidaklah dapat

menyamakan tabungan dan investasi. Tingkat bunga ditentukan di dalam pasar uang yang membuat permintaan akan uang sama dengan penawarannya.

Keynes juga menambahkan

apabila sektor perusahaan mengalami

tambahan persediaan yang tidak

diinginkan, pengusaha akan

memperkecil atau mengurangi produksi. Output akan turun selama keinginan

menabung lebih besar daripada

keinginan untuk investasi. Proses

turunnya output itu akan terus

berlangsung sampai keinginan

menabung sama dengan keinginan

investasi, dimana pendapatan nasional keseimbangan yang baru, lebih rendah dari semula. (Nopirin, 1990:80).

Hubungan tingkat bunga dan tabungan nasional dapat dijelaskan oleh teori tingkat bunga baik Klasik maupun Keynes. Pada dasarnya teori ini berpendapat sama bahwa tingkat bunga dapat mempengaruhi tabungan dengan hubungan yang positif, artinya kenaikan tingkat bunga akan diikuti dengan kenaikan tabungan, hanya berbeda dalam

asumsi yang digunakan. Klasik

menyebutkan bahwa tinggi (rendah)

tingkat bunga ditentukan oleh

permintaan dan penawaran akan modal, sedangkan Keynes berpendapat bahwa

tingkat bunga ditentukan oleh

(6)

Ahli-ahli ekonomi Klasik (dalam Sadono Sukirno, 2004:73) berkeyakinan bahwa perubahan-perubahan yang dapat dengan mudah berlaku atas suku bunga akan menjamin terciptanya kesamaan diantara jumlah tabungan yang akan disediakan rumah tangga dan jumlah investasi yang akan dilakukan oleh pengusaha. Hal ini dikarenakan menurut pendapat mereka keadaan seperti itu

akan terjadi karena suku bunga

menentukan besarnya tabungan maupun investasi yang akan dilakukan dalam perekonomian. Setiap perubahan dalam

suku bunga akan menyebabkan

perubahan pula dalam tabungan rumah tangga dan permintaan dana untuk

investasi perusahaan.

Perubahan-perubahan dalam suku bunga akan terus-menerus berlangsung sebelum kesamaan di antara jumlah tabungan dengan jumlah permintaan dana investasi tercapai.

METODE PENELITIAN

Beberapa variabel yang digunakan dalam penelitian ini diberi batasan sebagai berikut: Variabel dependen, LS : Log Tabungan nasional, dalam hal ini

digunakan Produk Nasional Bruto

dikurangi total konsumsi rumah tangga.

Digunakan data triwulanan yang

dipublikasikan oleh Bank Indonesia untuk tahun 1997-2007 dimana data ini akan di log-kan terlebih dahulu sebelum diregresikan.

Variabel Independen, LY : Log

Pendapatan nasional disini diartikan sebagai Produk Domestik Bruto, yaitu total output yang diproduksi suatu negara baik oleh warga negara dalam negeri maupun warga negara yang tinggal di luar negeri. Data diambil dari Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Data yang digunakan adalah data PDB atas dasar harga konstan triwulanan pada tahun 1997-2007. PDB atas dasar harga

konstan, dimana data ini akan di log-kan terlebih dahulu sebelum diregresikan.

Lr: Tingkat bunga yang

dipergunakan adalah tingkat bunga riil yamg merupakan tingkat suku bunga yang dikoreksi dengan pengaruh inflasi. Digunakan data tingkat suku bunga deposito 1 bulan yang dipublikasikan

oleh Bank Indonesia. Data yang

digunakan dalam bentuk triwulanan untuk tahun 1997-2007. Tingkat suku bunga riil ini di log-kan terlebih dahulu sebelum diregresikan.

LSt-1: Log Tabungan Nasional periode sebelumnya merupakan syarat utama dalam perhitungan model PAM. Dalam hal ini tabungan nasional sebelumnya adalah uang giral pada periode sebelumnya dimana data ini akan di log-kan terlebih dahulu sebelum diregresikan. Data ini diperoleh dari

Statistik Ekonomi dan Keuangan

Indonesia.

Spesifikasi model dinamik

merupakan satu hal yang penting dalam

pembentukan model ekonomi dan

analisis yang menyertainya. Hal ini karena sebagian besar analisis ekonomi berkaitan erat dengan analisis runtun waktu (time series) yang sering

diwujudkan oleh hubungan antara

perubahan suatu besaran ekonomi di saat yang lain. Hubungan semacam ini telah banyak dicoba untuk dirumuskan dalam Model Linier Dinamik (MLD). Namun tidak dapat dipungkiri bahwa sampai saat ini belum terdapat kesepakatan mengenai model dinamik mana yang paling sesuai untuk analisis ekonomi. Kelangkaan akan adanya kesepakatan tersebut dikarenakan adanya banyak

faktor yang berpengaruh dalam

pembentukan model tersebut; misalnya pengaruh faktor kelembagaaan, peranan penguasa ekonomi dan pandangan si pembuat model mengenai gejala dan situasi ekonomi yang menjadi pusat perhatiannya. (Maria, 2003:33)

(7)

Menurut Damodar Gujarati (1999:98) dalam praktik analisis data, banyak peneliti sering terkecoh oleh nilai R2 yang begitu meyakinkan dan kurang tanggap akan uji diagnostik atau uji terhadap asumsi klasik (terutama autokorelasi, heteroskedastisitas dan linearitas) dari alat analisis yang digunakan. Padahal R2 yang tinggi hanyalah salah satu kriteria dipilihnya suatu persamaan regresi. Namun R2 bukanlah merupakan suatu syarat untuk

mengamati baik atau tidaknya

perumusan suatu model. Karena

sebenarnya dengan tingginya nilai R2 dari hasil regresi atau estimasi suatu model merupakan peringatan bahwa hasil estimasi tersebut terkena regresi lancung (spurious regression).

Sehubungan dengan permasalahan di atas dan selaras dengan perkembangan metode ekonometri, ada dua metode

yang dapat digunakan untuk

menghindari regresi lancung. Pertama, tanpa uji stasioneritas data, yaitu dengan

membentuk MLD seperti Model

Autoregresif Distributed Lag

(Autoregressive Distributed Lag Model),

Model Koreksi Kesalahan (Error

Correction Model = ECM), Model Penyesuaian Parsial (Partial Adjusment Model = PAM), Model Cadangan Penyangga (Buffer Stock Model = BSM) atau Model Penyerap Syok (Shock-Absorber Model = SAM), Model Koreksi Kesalahan dari Insukindro (Insukindro-Error Correction Model = I-ECM). Penggunaan MLD selain dapat terhindar dari regresi lancung juga bisa

digunakan untuk mengamati atau

melihat hubungan jangka panjang antar variabel seperti yang diharapkan oleh teori yang bersangkutan. Metode kedua

adalah dengan menggunakan uji

stasionaritas data. Uji ini pada dasarnya merupakan pengujian terhadap teori dan

merupakan bagian penting dalam

perumusan dan estimasi MLD.

Untuk mengetahui pengaruh

variabel makro ekonomi terhadap

tabungan nasional metode regresi berganda. Dalam penelitian model awal yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

St* = .0 + .1Yt + .2r + et (1)

Dimana, St* = Tabungan nasional jangka

panjang; Yt = Pendapatan Nasional; r =

Tingkat Suku Bunga Riil; r0,r1,r2,r3 =

Konstanta; et = error term.

Karena nilai dari tabungan nasional optimal St* tidak didapatkan

datanya di lapangan maka dideteksi melalui penyesuaian persediaan atau Partial Adjustment Model (PAM). Jika St* adalah tabungan nasional optimal pada periode t dan St adalah nilai actual

tabungan nasional maka model

penyesuaian persediaan atau PAM dapat dijelaskan sebagai berikut

St± St-1 / 6t* - St-1)

St /6t* + St-1±/6t-1

St /6t* + (1- / 6t-1 (2)

Dimana:

St* = Tabungan Nasional Jangka

Panjang; / = Koefisien penyesuaian

besarnya 0 < / < 1.

Agar persamaan (1) dapat dicari

solusinya maka persamaan (1)

disubstitusikan ke dalam persamaan (2)

sehingga menghasilkan persamaan

sebagai berikut: St / .0 .1Yt .2r + et) + (1- / 6t-1 St /.0 /.1Yt /.2 + (1- / 6t-1 /Ht St /.0 /.1Yt /.2r + (1- / 6t-1 + vt (3) Dimana : vt /Ht Jika: /.0 0 /.3 3 /.1 1 (1- / 4 /.2 2 vt

maka persamaan (3) menjadi:

St = 0 + 1Yt 2r + 3St-1 + t (4)

(8)

St = Tabungan Nasional Jangka Pendek;

Yt = Pendapatan Nasional; r = Tingkat

Suku Bunga Riil; 0, 1, 2, 3 = Konstanta;

µt = error term

Agar data berbentuk linier maka dalam penelitian ini semua variabel dilogkan terlebih dahulu sehingga model persamaan jangka pendek menjadi LSt = 0 + 1/<W 2Lr + 3LSt-1 + t

Dimana:

LSt = Log Tabungan Nasional Jangka

Pendek; LYt = Log Pendapatan

Nasional; Lr = Log Tingkat Suku Bunga Riil; 0, 1, 2, 3 = Konstanta; µt = error

term.

Seperti yang terlihat di atas, dalam persamaan regresi linear dimasukkan nilai lag (keterlambatan) variabel terikat sebagai salah satu variabel bebas, sehingga model regresi ini disebut model autoregresif. Dimana dalam model ini melibatkan regresi variabel terikat atas lag variabel itu sendiri untuk periode

waktu tertentu. Menurut Damodar

Gujarati (1997:255), ada beberapa alasan mengapa model ini digunakan antara lain, yaitu alasan psikologis, teknis dan kelembagaan. Sebagai akibatnya, suatu variabel terikat ekonomis mungkin memerlukan waktu untuk menanggapi suatu variabel penentu yang bersifat ekonomis. Dengan kata lain model, autoregresif ini memperhitungkan secara eksplisit peranan dari waktu yang dapat membantu kita untuk membedakan antara respon jangka pendek dan jangka panjang dari variabel terikat terhadap satu unit perubahan pada nilai variabel bebas. Oleh karena itu, dalam penelitian

yang ingin mengetahui pengaruh

variabel makro ekonomi terhadap

tabungan nasional digunakan model autoregresif yang memasukkan variabel tabungan nasional periode sebelumnya sebagai salah satu variabel bebas dan

model di atas dikenal sebagai model penyesuaian parsial (PAM).

Dikarenakan ada kelambanan,

maka koefisien jangka panjang dapat diketahui dengan rumus sebagai berikut:

= ) 1 ( CoeficientVariabelLag bas VariabelBe Coeficient

Untuk mengetahui variabel bebas manakah yang memberi pengaruh paling besar terhadap variabel terikat dilihat dari besarnya probabilitas. Semakin kecil nilai probabilitas, maka semakin besar pula pengaruh yang ditimbulkan variabel bebas tersebut terhadap variabel terikat.

Pada umumya salah satu konsep penting dalam teori ekonometrika adalah anggapan stasioneritas (stationarity). Secara statistik, sebuah data runtun waktu (time series) dikatakan stasioner jika rata-rata dan varians data tersebut konstan dari waktu ke waktu dan nilai kovarian diantara dua periode waktu bergantung hanya pada jarak atau kelambanan antara dua periode waktu tersebut, bukan bergantung pada waktu sesungguhnya saat dihitungnya kovarian. Uji akar-akar unit dapat digunakan untuk menguji stasionaritas data, karena

pada prinsipnya uji tersebut

dimaksudkan untuk mengamati apakah koefisien tertentu dari model otoregresif yang ditaksir mempunyai nilai satu atau tidak. Biasanya uji yang dikembangkan oleh Dickey dan Fuller digunakan untuk menentukan stasioner tidaknya data

runtun waktu, dengan penaksiran

autoregresif berikut ini:

DXt = a0 + a1BXt +

¦

k i 1 biBiDXt«« Dimana: DXt = Xt ± Xt-1; BXt = Xt-1; Xt =

Variabel yang diamati pada periode t; B

= Operasi kelambanan ke hulu

(backward lag operator); k = N1/3

(9)

Dari persamaan (1) di atas, kemudian dihitung nilai statistik DF

(Dickey±Fuller). Nilai DF untuk

hipotesis bahwa a1 = 0 ditunjukkan oleh

nisbah t pada koefisien regresi BXt pada

persamaan diatas. Selanjutnya nilai statistik DF dibandingkan dengan nilai kritisnya, dengan ketentuan sebagai berikut: DF statistik < DF kritis : Terima H0,

nonstasioner; DF statistik > DF kritis : Tolak

H0, stasioner

Dari hasil estimasi di atas, didapatkan data yang stasioner pada derajat integrasi yang sama antara variabel yang satu dengan variabel yang lain, yang memungkinkan bagi

variabel-variabel tersebut untuk saling

berkointegrasi. Hal ini didukung oleh

pendapat Insukindro (1993) yang

menyatakan bahwa untuk dapat

melakukan uji kointegrasi harus diyakini terlebih dahulu bahwa variabel-variabel terkait, telah stasioner pada derajat integrasi yang sama.

Untuk mendapatkan gambaran

mengenai uji kointegrasi, anggaplah kita memiliki satu himpunan variabel runtun waktu X. Komponen X dikatakan berkointegrasi pada derajat d, b atau ditulis ~(d, b) bila: 1) Setiap komponen dari X berkointegrasi pada derajat d atau I(d); 2) Terdapat suatu vektor D yang tidak sama dengan nol (D z 0), sehingga Zt = D1X~I(d, b), dimana b>0 dan D

adalah vektor kointegrasi.

Implikasi penting dari ilustrasi dan definisi di atas adalah bahwa jika dua variabel atau lebih mempunyai derajat integrasi yang berbeda, katakanlah X = I(1) dan Y = I(2), maka kedua variabel tersebut tidak dapat berkointegrasi (Insukindro, 1993: 132).

PEMBAHASAN

Karena sebagian besar analisis ekonomi berkaitan erat dengan analisis runtun waktu (time series) yang sering

diwujudkan oleh hubungan antara

perubahan suatu besaran ekonomi di saat yang lain, maka dalam penelitian ini

digunakan Model Linier Dinamik

(MLD). Model persamaan regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah LSt = 0 + 1LYt + 2Lr + 3LSt-1

Dimana:

LS = Log Tabungan Nasional; LY = Log Produk Domestik Bruto; Lr = Log Tingkat Suku Bunga Riil; LSt-1 = Log

Tabungan Nasional Periode

Sebelumnya; 0 1 2 3 = Konstanta;

et = Standar error.

Dalam hal pembuktian hipotesa maka penulis melakukan pengujian hipotesa serta persamaan regresi secara bersama-sama atau simultan dan parsial, serta melakukan pengujian apakah persamaan yang telah diasumsikan bersifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimator).

Uji akar-akar unit yang dilakukan terhadap data tabungan nasional, pendapatan nasional, tingkat suku bunga menggunakan lag dengan rule of thumb = 3, serta taraf signifikan (significance

level) 5%. Anggapan stasioner diterima

bila nilai absolut Dickey-Fuller Statistic variabel-variabel tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan nilai kritisnya (MacKinnon Critical Value). Tabel 1 di bawah ini menyajikan hasil pengujian akar-akar unit:

Tabel 1. Hasil Uji Akar-akar Unit (Level):

Variabel Tabungan nasional,

Pendapatan Nasional, dan Tingkat Suku Bunga Riil

No Variabel Bebas Nilai DF Statistik Kesimpulan 1. Tabungan Nasional -4.3488 Stasioner 2. Pendapatan Nasional -5.0201 Stasioner 3. Tingkat Suku Bunga Riil -4.1260 Stasioner

Sumber : Data diolah, MacKinnon Critical Value = -1.9498

(10)

Dari hasil analisa terhadap data time series dengan uji akar-akar unit tersebut diatas, terlihat bahwa setiap nilai t hitung ADF dari masing-masing

variabel lebih besar dari t tabel ADF (t hit

ADF > t tabel ADF), maka dapat disimpulkan bahwa seluruh data time series tersebut dalam keadaan stasioner pada derajat ke dua atau I(2). Karena masing-masing variabel telah stasioner pada derajat integrasi yang sama, maka dapat disimpulkan bahwa variabel-variabel tersebut berkointegrasi, sehingga estimasi terhadap persamaan PAM dapat dilakukan.

Dari hasil pengujian model yang digunakan dalam penelitian ini dapat

diketahui bahwa variabel bebas

pendapatan nasional, tingkat suku bunga riil dan tabungan nasional periode

sebelumnya berpengaruh terhadap

variabel terikat tabungan nasional. Hasil

pengujian model regresi dapat

ditunjukkan sebagai berikut :

Tabel 2. Hasil Estimasi Regresi antara Variabel Independen dan

Variabel Dependen Tabungan Nasional Variabel Bebas Koef. Regresi Simp. Baku T Hitung Prob. Konstanta -8,868 2,155 -4,1137 0,0009 LYt 0,1496 0,022 6,7073 0,0000 Lr 0,0860 0,029 2,9227 0,0105 LSt-1 1,1983 0,078 15,2672 0,0000 Sumber: Data diolah

R2 = Koef. Determinasi = 0,9697 R = Adjust Square = 0,9637 Fhitung = 160,1009

Durbin Watson Test = 1,0215

Berdasarkan tabel di atas, hasil analisa regresi dapat ditulis dalam bentuk persamaan regresi sebagai berikut:

LS = -8.8685 + 0.1496LYt + 0,0860Lr + 1,1983LSt-1 + et

(-4,1137) (6,7073) (2,9227) (15,2672)

Dimana masing-masing koefisien regresi variabel bebas menunjukkan besarnya perubahan yang akan terjadi pada variable dependen akibat adanya perubahan sebesar 1 satuan dari masing-masing variabel independen.

Masing-masing koefisien tersebut dapat

dijelaskan sebagai berikut :

0 = -8,8685; berarti nilai tabungan

nasional (LS) sebesar 1,3536 miliar rupiah pada saat pendapatan nasional, tingkat suku bunga riil dan tabungan nasional periode sebelumnya tidak mengalami perubahan atau konstan.

1 = 0,1496; koefisien regresi

variabel pendapatan nasional sebesar 0,1496; berarti ada pengaruh positif antara pendapatan nasional terhadap tabungan nasional sebesar 0,1496. Jadi, apabila pendapatan nasional naik sebesar 10%, maka tabungan nasional akan naik sebesar 1,496%. Sebaliknya, apabila pendapatan nasional turun sebesar 10%, maka tabungan nasional akan turun sebesar 1,496%. Asumsi, variabel yang lain tetap.

2 = 0,0860; koefisien regresi

variabel tingkat suku bunga riil sebesar 0,0860; berarti ada pengaruh positif antara tingkat suku bunga terhadap tabungan nasional sebesar 0,0860. Jadi, apabila suku bunga riil naik sebesar 10%, maka tabungan nasional akan naik sebesar 0,86%. Sebaliknya, apabila tingkat suku bunga riil turun sebesar 10%, maka tabungan nasional akan turun sebesar 0,86%. Asumsi, variabel yang lain tetap.

3 = 1,1983; koefisien regresi

variabel tabungan nasional periode sebelumnya sebesar 1,1983; berarti ada pengaruh positif antara tabungan nasional periode sebelumnya terhadap tabungan nasional sebesar 1,1983. Jadi, apabila tabungan nasional periode sebelumnya naik sebesar 10%, maka tabungan nasional akan naik sebesar 11,983%. Sebaliknya, apabila tabungan

(11)

nasional periode sebelumnya turun sebesar 10%, maka tabungan nasional akan turun sebesar 11,983%. Asumsi, variabel yang lain tetap.

Kemudian dari tabel yang sama

diketahui pula bahwa koefisien

determinasi yang disesuaikan sebesar 0.9637 yang berarti bahwa variabel

terikat tabungan nasional mampu

dijelaskan oleh variabel bebas

pendapatan nasional, tingkat suku bunga

riil, tabungan nasional periode

sebelumnya sebesar 96,37% sedangkan sisanya sebesar 3,63% diterangkan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam model.

Dikarenakan ada kelambanan,

hasil dari kofisien jangka pendek untuk pendapatan nasional sebesar 0.1496, dan suku bunga riil sebesar 0,0860. Sedangkan koefisien jangka panjang sebagai berikut:

Untuk variabel pendapatan

nasional (Yt) 5441 , 7 )) 1,1983 ( 1 ( 1496 , 0 )) 1 ( 1 ( LS Y Coeficient t

Untuk variabel tingkat suku bunga riil (r)

3369 , 4 )) 1,1983 ( 1 ( 0860 , 0 )) 1 ( 1 ( LS Y Coeficient t

Berdasarkan hasil perhitungan koefisien jangka panjang dari persamaan PAM di atas, maka dapat dikemukakan bahwa dalam jangka panjang jika pendapatan nasional naik sebesar 10 persen akan mengakibatkan tabungan nasional mengalami penurunan sebesar 75,441 persen. Begitu pula sebaliknya jika terjadi penurunan pendapatan nasional sebesar 10 persen akan

mengakibatkan tabungan nasional

mengalami peningkatan sebesar 75,441 persen. Sedangkan untuk variabel tingkat suku bunga riil naik sebesar 10 persen akan mengakibatkan tabungan nasional

mengalami penurunan sebesar 43,369 persen dan begitu pula sebaliknya jika tingkat suku bunga riil turun sebesar 10 persen akan mengakibatkan tabungan nasional mengalami peningkatan sebesar 43,369 persen.

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai probabilitas untuk variabel pendapatan nasional, tingkat bunga riil serta tabungan nasional

periode sebelumnya masing-masing

sebesar 0,0000; 0,0105 dan 0,0000. Dengan membandingkan nilai koefisien dari masing-masing variabel dapat diambil kesimpulan bahwa variabel yang mempunyai pengaruh paling dominan terhadap besarnya tabungan nasional adalah tabungan nasional periode

sebelumnya. Hal ini disebabkan

masyarakat cenderung menganalisa

tabungan yang dimiliki periode

sebelumnya serta sesuai dengan model yang digunakan dalam penelitian ini yaitu model penyesuaian parsial (Partial

Adjustment Model).

Variabel lain di luar variabel besarnya tabungan nasional periode sebelumnya yang memiliki pengaruh dominan terhadap besarnya tabungan nasional jika dilihat dari nilai koefisien adalah pendapatan nasional. Hal ini sesuai dengan teori Keynes yang menyebutkan bahwa semakin tinggi pendapatan nasional maka semakin banyak tabungan masyarakat.

PENUTUP

Dari analisa data koefisien determinasi (R2) yang disesuaikan menunjukkan bahwa variasi besarnya tabungan nasional dapat dijelaskan dengan baik oleh variabel pendapatan nasional, tingkat bunga riil serta tabungan nasional periode sebelumnya sebesar 96,37% sedang sisanya 3,63% dijelaskan oleh variabel lain di luar model yang secara implisit tercermin pada variabel pengganggu.

(12)

Dari analisa data yang telah dilakukan menunjukkan bahwa variabel pendapatan nasional, tingkat bunga riil

dan tabungan nasional periode

sebelumnya ternyata secara bersama-sama atau serentak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap besarnya tabungan nasional. Hal tersebut dilihat dari F hitung sebesar 160,1009 lebih besar dari F table yaitu sebesar 2,84.

Variabel pendapatan nasional, tingkat suku bunga riil mempunyai pengaruh positif terhadap besarnya tabungan nasional dalam jangka pendek. Hal ini dilihat dari t hitung dari variabel pendapatan nasional 6,7073 yang lebih besar dari t tabel yaitu 2,021 dan nilai koefisien regresi sebesar 0,1496. Sedangkan untuk variabel tingkat suku bunga riil t hitung sebesar 2,9227 lebih besar dari t tabel yaitu 2,021 serta nilai koefisien regresi sebesar 0,0860.

Yang berarti bahwa dalam jangka pendek kenaikan pendapatan nasional dan tingkat suku bunga riil akan

menyebabkan kenaikan besarnya

tabungan nasional. Sedangkan dalam jangka panjang variabel pendapatan nasional, tingkat suku bunga riil mempunyai pengaruh negatif terhadap besarnya tabungan nasional. Hal ini terlihat dari nilai koefisien regresi variabel pendapatan nasional sebesar -7,5441 dan nilai koefisien regresi variabel tingkat suku bunga riil sebesar -4,3369. Yang berarti bahwa dalam jangka panjang kenaikan pendapatan nasional dan tingkat suku bunga riil akan

menyebabkan penurunan besarnya

tabungan nasional.

Variabel tabungan nasional

periode sebelumnya mempunyai

pengaruh positif terhadap besarnya tabungan nasional. Hal ini dilihat dari t hitung dari variabel tabungan nasional periode sebelumnya t hitung sebesar 15,2672 lebih besar dari t tabel yaitu 2,021 serta nilai koefisien regresi sebesar

1,1983. Yang berarti bahwa kenaikan pendapatan nasional dan tabungan nasional periode sebelumnya akan

menyebabkan kenaikan besarnya

tabungan nasional.

Oleh karena dalam penelitian ini menggunakan model penyesuaian parsial maka sesuai hasil analisa data diketahui bahwa variabel besarnya tabungan nasional periode sebelumnya merupakan variabel yang paling dominan dalam

mempengaruhi besarnya tabungan

nasional. Namun di luar variabel tabungan nasional periode sebelumnya tersebut diketahui bahwa variabel pendapatan nasional adalah variabel yang paling dominan pengaruhnya terhadap besarnya tabungan nasional. Hal ini disebabkan karena masyarakat sebagian besar menyisihkan sebagian pendapatannya untuk ditabung setelah dikurangi dengan pengeluaran untuk konsumsi.

DAFTAR PUSTAKA

Aprilia, Madia N. 2003. Analisis

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Tabungan Nasional di Indonesia.

Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya.

Biro Pusat Statistik, 1996. Laporan

Perekonomian Indonesia, Jakarta.

Boediono, 1997. Ekonomi Makro,

BPFE, Yogyakarta.

D. Nachrowi, Nachrowi. 2006.

Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Jakarta: FE-UI.

Gujarati, Damodar. 1998. Ekonometrika

Dasar Terjemahan, Sumarno Zain.

(13)

Kuncoro, Mudrajad. 1997. Ekonomi

Pembangunan. Yogyakarta: UPP

AMP YKPN.

Nopirin. 1986. Ekonomi Moneter. Yogyakarta: BPFE.

Mankiw, Gregory N. 2006. Pengantar

Ekonomi Makro. Jakarta: Salemba

Empat.

0DUYHO ³Tabungan Indonesia di Masa

yang akan Datang´ 2QOLQH

KWWS ZZZ JRRJOH FRP .XUXUXH¶V

Blogs/Blog Archive/Tabungan

Indonesia di Masa yang akan Datang.htm. (diakses 09 Januari 2009)

Partadiredja, Ace. 1977. Perhitungan

Pendapatan Nasional, Jakarta: PT

Pustaka LP3ES Indonesia.

Purwati, Yuni. 2001. Analisis

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Tingkat Bunga Nominal. Skripsi

tidak diterbitkan. Malang: Fakultas

Ekonomi Universitas

Muhammadiyah Malang.

Samuelson, P. A dan William D.

Nordhaus, 1992. Ekonomi,

Terjemahan, Jaka Wasana

Erlangga, Jakarta: LPFE-UI.

Sukirno, Sadono. 1985. Ekonomi

Pembangunan : Proses, Masalah,

dan Kebijaksanaan. Jakarta:

LPFE-UI.

1996. Pengantar

Teori Makroekonomi Edisi Kedua,

PT RajaGrafindo Pustaka, Jakarta. 2004. Makroekonomi Teori

Pengantar. Jakarta: PT.

RajaGrafindo Persada.

Saputra, Wahid. 2005. Analisis

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Tabungan dan Investasi Swasta di

Indonesia Periode 1983-2003.

Skripsi tidak diterbitkan. Bandung: Fakultas Ekonomi Universitas Padjajaran.

Wahyu, Wing Winarno. 2007. Analisis

Ekonometrika dan Statistika

dengan Eviews. Yogyakarta: UPP

STIM YKPN.

Widarjono, Agus. 2005. Ekonometrika: Teori dan Aplikasi untuk Ekonomi

(14)

Referensi

Dokumen terkait

Undang- Undang nomor 1 Tahun 2009 ten- tang penerbangan juga terdapat ketentuan mengenai open sky yakni terdapat dalam pasal 90 yang menen- tukan bahwa pembukaan pasar

yang harus dilakukan manajemen agar merit pay dapat diterapkan dengan baik, sebab asumsi umum dalam bisnis bahwa merit pay merupakan pembayaran imbalan kepada karyawan

kelola.Beliau mengatakan bila dengan membuka usaha soto saja sudah cukup kerepotan karena cukup ramai dan masih membantu usaha Soto Ayam Pak Moel yang dikelola ibunya di sore

Penulis berharap agar tulisan ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya, khsususnya yang membahas tentang struktur pertunjukan

(5) Pengangkatan kembali dalam Jabatan Fungsional Agen Intelijen sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilakukan dengan menggunakan Angka Kredit terakhir yang dimiliki dan

Identifikasi Boraks dan Kandungan Eschericia coli pada jajanan bakso yang dijual di lingkungan Universitas Negeri Gorontalo.. Jurusan Kesehatan

Pada tahun 1999an beberapa orang melakukan pembukaan lahan di hutan Pakandangan, dan pada tahun 2000 terjadi konflik antara masyarakat kampung yang ada di Desa Tegal Gede dengan

Denpasar.. mengkaji keunikan Pura dari segi struktur, fungsi serta nilai–nilai pendidikan yang terkandung di Pura Tirtha Harum. Penelitian ini adalah penelitian lapangan dengan