ABSTRAK
PENGARUH MOTIVASI TERHADAP HASIL BELAJAR SISW DENGAN MODEL PEMBELAJARAN ELICITING ACTIVITIES
MENGGUNAKAN STRATEGI SCAFFOLDING
Oleh HAMIDAH
Berdasarkan penelitian yang dilakukan masih banyak siswa yang memperoleh nilai di bawah kriteria ketuntasan minimal (KKM). Faktor yang mempengaruhi rendahnya hasil belajar, yaitu media serta penerapan model pembelajaran yang digunakan oleh guru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh motivasi terhadap hasil belajar siswa dengan model pembelajaran eliciting activities menggunakan strategi scaffolding. Penelitian ini dilakukan di SMA
Perintis 1 Bandar Lampung, menggunakan satu kelas yaitu kelas X9 dengan
jumlah sampel 29 siswa dan menggunakan desain One-Shot Case Study. Pada penelitian ini data motivasi diperoleh dengan menggunakan Angket motivasi yang dberikan kepada setiap siswa dengan menilai pendapat setiap siswa pada Angket sesuai dengan matriks penskoran. sedangkan hasil belajar siswa dengan
data motivasi dan hasil belajar siswa dengan sebelumnya menguji terlebih dahulu soal dengan menggunakan uji validitas dan reliabilitas. Pembelajaran dengan menggunakan motivasi selain dapat meningkatkan pemahaman siswa juga dapat menumbuhkan mental siswa. Sehingga penilaian siswa tidak hanya dilihat dari hasil belajar namun keaktifan dalam memberikan pendapat terhadap suatu masalah dalam materi yang dipelajari. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat pengaruh motivasi terhadap hasil belajar fisika linear yang positif dan signifikan dengan kontribusi determinan sebesar 14,7% dan persamaan regresinya adalah Y’= 41,552 + 0,164 X
viii DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR... xii
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 3
D. Manfaat Penelitian ... 4
E. Ruang Lingkup Penelitian ... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA A.Kerangka teoritis 1. Motivasi ... 5
2. Model Eliciting Activities ... 8
3. Strategi scaffolding ... 12
4. Hasil Belajar ... 15
B.Kerangka Pemikiran ... 18
C.Hipotesis ... 20
III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 21
B. Populasi dan Sampel... ... 21
C. Desain Penelitian ... 21
ix
C. Instrumen Penelitian ... 22
D. Data Penelitian... 23
E. Teknik Pengumpulan Data ... 23
F. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 25
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 30
1. Uji Instrumen Penelitian ... 30
a. Uji Validitas Soal ... 31
b. Uji Validitas Angket Motivasi... 31
c. Uji Reliabilitas Soal ... 32
d. Uji Reliabilitas Angket Motivasi ... 33
2. Tahapan Pelaksanaan ... 33
3. Data Hasil Penelitian ... 35
4. Pengujian Hipotesis ... 36
A.Pembahasan ... 41
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 47
B. Saran ... 47
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 1. Pemetaan Standar Kompetensi dan Kompetensi dasar ... 51
2. Silabus ... 53
3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 56
4. Kisi-Kisi Angket Motivasi ... 66
5. Angket Motivasi ... 67
6. Kisi-Kisi Soal Hasil Belajar ... 71
7. LP 1: Soal Hasil Belajar ... 75
8. Buku siswa... 80
x
10.LP 2: Penilaian LKK ... 114
11.LP 3: Penilaian Afektif ... 115
12.Data Hasil Belajar Siswa ... 117
13.Data Angket Motivasi ... 118
14.Data Uji Validitas Soal dan Uji Reliabilitas Soal ... 122
15.Data Uji Validitas Angket dan Uji Reliabilitas Angketl ... 123
16.Hasil Uji Validitas Soal dan Uji Reliabilitas Soal ... 127
17.Hasil Uji Validitas Angket dan Uji Reliabilitas Angket ... 130
18.Hasil Uji Normalitas Motivasi - Hasil Belajar Siswa ... 140
19.Hasil Uji Linearitas Motivasi – Hasil Belajar Siswa ... 141
20.Hasil Uji Korelasi Motivasi – Hasil Belajar Siswa ... 143
21.Hasil Uji Regresi Linier Sederhana Motivasi – Hasil Belajar ... 144
22.Surat Izin Penelitian ... 147
23.Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian ... 148
24.Daftar Hadir Seminar Proposal ... 149
25.Daftar Hadir Seminar Hasil ... 151
I.PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat menuntut sumber daya manusia yang berkualitas. Peningkatan sumber daya manusia juga merupakan syarat untuk mencapai tujuan pembangunan, salah satu wahana untuk
meningkatkan sumber daya manusia tersebut adalah pendidikan yang
berkualitas. Sebagai faktor penentu keberhasilan pembangunan, maka kualitas sumber daya manusia harus ditingkatkan melalui berbagai program
pendidikan yang dilaksanakan secara sistematis dan terarah berdasarkan kepentingan yang mengacu pada kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sebagaimana pendidikan umumnya, kita mengetahui bahwa pendidikan merupakan suatu kegiatan yang universal dalam kehidupan manusia. Dimanapun di dunia ini terdapat masyarakat, dan disana pula terdapat
satu faktor dalam pelajaran fisika yang menyebabkan hasil belajar siswa menjadi rendah.Kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa kurangnya motivasi dan kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal fisika menjadi faktor utama yang menyebabkan nilai-nilai siswa pada mata pelajaran fisika menjadi rendah. Kesulitan-kesulitan tersebut harus segera mendapat penyelesaian secara tuntas sehingga diharapkan siswa dapat menyelesaikan belajarnya secara tuntas atau meminimalkan kesulitan yang dilakukan. Salah satu cara yang digunakan dalam menumbuhkan motivasi sehingga hasil belajar meningkatkan secara otomatis prestasi belajarpun membaik, disesuaikan dengan kondisi tersebut maka dibutuhkan suatu model pembelajaran sehingga hasil dapat tercapai.
Sejalan dengan munculnya model pembelajaran, sebagai guru yang
professional diharapkan dapat memilihnya dengan tepat. Model pembelajaran eliciting activities dengan strategi scaffolding merupakan model pembelajaran
yang ditawarkan dalam pembelajaran fisika. Seperti halnya dengan model pembelajaran yang lain, eliciting activities merupakan pembelajaran yang didasarkan pada situasi kehidupan nyata siswa, bekerja dalam kelompok kecil, dan menyajikan sebuah model matematis sebagai solusi.
menumbuhkan motivasi belajar fisika siswa. Aktivitas siswa tidak cukup hanya mendengarkan dan mencatat apa yang diterangkan guru, tetapi siswa harus berpartisipasi aktif misalnya bertanya, mengemukakan ide, dan maju kedepan kelas. Jika siswa aktif dalam kegiatan tersebut kemungkinan besar mereka akan dapat mengambi pengalaman-pengalaman tersebut. Sebaliknya jika siswa kurang aktif, maka siswa tidak akan mendapat pengalaman dari belajarnya.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka telah
dilakukan penelitian ”Pengaruh Motivasi Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa
dengan Model pembelajaran Eliciting Activities Menggunakan Strategi Scaffolding”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah terdapat pengaruh motivasi terhadap hasil belajar fisika siswa dengan model pembelajaran eliciting activities menggunakan strategi scaffolding?
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Dapat menjadi variasi model belajar bagi siswa
2. Memberikan alternatif model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengoptimalkan hasil belajar fisika siswa.
3. Meningkatkan kreativitas dan pola pikir siswa dalam proses belajar
E. Ruang Lingkup Penelitian
Agar jelas arah penelitian yang dilaksanakan, maka batasan ruang lingkup penelitian ini adalah:
1. Motivasi
2. Pembelajaran model eliciting activities . 3. Pembelajaran strategi scaffolding . 4. Hasil belajar siswa.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teoritis
1. Motivasi
Motivasi belajar merupakan keadaan di dalam diri individu yang
meyebabkan seseorang melakukan suatu kegiatan untuk mencapai suatu tujuan tertentu, dengan motivasi yang kuat seseorang akan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mencapai tujuan tersebut. Jika siswa mempunyai motivasi yang kuat untuk belajar maka ia akan berusaha untuk belajar dengan sebaik-baiknya, jadi jelas jika seorang siswa ingin mencapai tujuan belajar yaitu memperoleh hasil belajar yang memuaskan selain mempunyai akal juga harus mempunyai motivasi belajar.
Motivasi berasal dari kata “motif” yang artinya daya upaya yang mendorong
seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukan
aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Berawal dari kata “motif”,
Menurut Purwanto (2002: 73) motivasi adalah suatu usaha yang disadari untuk menggerakkan, mengarahkan dan menjaga tingkah laku seseorang agar ia terdorong untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu.
Berdasarkan pendapat diatas disimpulkan bahwa motivasi adalah daya penggerak dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu hasil belajar atau tujuan.
Menurut Sardiman (2000: 83) adapun fungsi motivasi belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhi, yaitu:
a. Mendorong manusia untuk berbuat Sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
b. Menentukan arah perbuatan yaitu ke arah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya. c. Menyeleksi perbuatan yaitu menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan yang tidak bermanfaat dengan tujuan tersebut.
Pendapat Sukmadinata (2007: 61), yaitu:
Kekuatan yang menjadi pendorong kegiatan individu disebut motivasi, yang menunjukkan suatu kondisi dalam diri individu yang mendorong atau menggerakkan individu tersebut melakukan kegiatan mencapai suatu tujuan.
Perilaku individu tidak berdiri sendiri, selalu ada hal yang mendorongnya dan tertuju pada suatu tujuan yang ingin dicapainya. Tujuan dan faktor pendorong ini mungkin disadari oleh individu, tetapi mungkin juga tidak, sesuatu yang konkrit ataupun abstrak. Keinginan akan sesuatu, mendorong seseorang untuk berusaha mendapatkan apa yang diinginkannya.
Rohani (2004: 10) menyatakan bahwa:
Perubahan-perubahan yang dipelajari biasanya memberi hasil yang baik bilamana orang/individu mempunyai motivasi untuk
melakukannya; dan latihan kadang-kadang menghasilkan perubahan-perubahan dalam motivasi yang mengakibatkan perubahan-perubahan-perubahan-perubahan dalam prestasi.
Sardiman (2007: 75) menyatakan:
Motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai.
Berdasarkan pernyataan Sardiman, dalam kegiatan belajar mengajar,
motivasi menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi yang ada pada diri siswa, yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan belajar tercapai.
Sehubungan dengan hal tersebut ada tiga fungsi motivasi menurut Sardiman (2007: 85), yaitu:
1) Mendorong manusia untuk berbuat. 2) Menentukan arah perbuatan.
3) Menyeleksi perbuatan.
Motivasi dapat tumbuh di dalam diri siswa disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu faktor yang muncul dari dalam diri siswa itu sendiri (intrinsik) dan faktor yang muncul dari luar diri siswa (ekstrinsik). Hal tersebut
diungkapkan oleh Hakim (2000: 30) motivasi belajar seseorang dapat dibangkitkan dengan mengusahakan agar siswa atau mahasiswa memiliki motif intrinsik dan motif ekstrinsik dalam belajar.
Menurut beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi yang erat kaitannya dengan tujuan atau adanya fungsi untuk menyeleksi arah, perbuatan pada diri seseorang.
Contoh dari faktor intrinsik adalah pemahaman manfaat, minat, bakat, dan pemikiran tentang masa depan. Sedangkan contoh dari faktor ekstrinsik yang dapat menimbulkan motivasi adalah keinginan untuk mendapat nilai yang baik, menjadi juara, lulus ujian, keinginan untuk menang dalam persaingan, keinginan untuk dikagumi, dan lain-lain.
2. Model Eliciting Activities (MEAs)
sebuah model matematis sebagai solusi. MEAs disusun untuk membantu siswa membangun pemecahan masalah dunia nyata mereka ke arah
peningkatan konstruksi matematika dan terbentuk karena adanya kebutuhan untuk membuat siswa menerapkan prosedur matematis yang telah dipelajari sehingga dapat membentuk model matematis. Model yang dibuat oleh siswa selanjutnya diukur tingkat ketepatannya dalam kegiatan presentasi. Beragam tingkat ketepatan ini ditinjau dari aspek representasi model matematis sebagai solusi permasalahan MEAs, kesesuaian model yang dihasilkan dengan permasalahan yang diberikan, ketepatan konsep dan prosedur yang digunakan untuk mengkonstruksi model, kemudahan dalam menafsirkan model, serta generalisasi dari model.
Chamberlin dan Moon (2005: 1) memaparkan keenam prinsip dan empat bagian kegiatan-kegiatan dalam MEAs tersebut sebagai berikut:
1. Prinsip Realitas
Prinsip ini disebut juga prinsip keberartian. Prinsip ini menyatakan bahwa skenario yang disajikan sebaiknya realistis dan dapat terjadi dalam kehidupan siswa. Prinsip ini bertujuan untuk meningkatkan minat siswa dan mensimulasikan aktivitas yang nyata, menerapkan cara matematikawan ketika menyelesaikan permasalahan.
2. Prinsip konstruksi model
Prinsip ini menyatakan bahwa respon yang sangat baik dari tuntutan permasalahan adalah penciptaan sebuah model.
Karakteristik MEAs yang paling penting ini mengusulkan disain aktivitas yang merangsang kreatifitas dan tingkat berpikir yang lebih tinggi.
3. Prinsip Self-Assessment
Prinsip self-assessment menyatakan bahwa siswa harus mampu mengukur kelayakan dan kegunaan solusi tanpa bantuan guru. Siswa dapat menggunakan informasi untuk menghasilkan respon dalam iterasi berikutnya.
4. Prinsip konstruksi dokumentasi
proses berpikir mereka harus didokumentasikan dalam solusi. Prinsip ini berhubungan dengan prinsip self-assessment, yang menghendaki siswa mengevaluasi seberapa dekat solusi mereka dengan dokumentasi.
5. Prinsip Effective Prototype
Prinsip ini membantu siswa belajar bahwa solusi kreatif yang diterapkan pada permasalahan matematis adalah berguna dan dapat digeneralisasikan.
6. Prinsip konstruksi Shareability dan Reusability
Prinsip ini menyatakan bahwa model harus dapat digunakan pada situasi serupa. Jika model yang dikembangkan dapat digeneralisasi pada situasi serupa, maka respon siswa dikatakan sukses. Prinsip ini berhubungan dengan prinsip Effective Prototype.
Kegiatan MEAs terdiri atas empat bagian.
1. Bagian pertama adalah mempersiapkan konteks permasalahan, menyajikan masalah, dan membacakan teks.
2. Bagian ke-dua adalah bagian pertanyaan “siapsiaga”. Pertanyaan -pertanyaan pada bagian ini ditujukan untuk memperoleh jawaban siswa tentang artikel yang telah diberikan pada bagian pertama. 3. Bagian ke-tiga adalah bagian data. Pada bagian ini dapat digunakan
berbagai bentuk diagram, grafik, peta, dan tabel. Bagian ini sering
kali mengacu pada bagian pertanyaan“siap-siaga”.
4. Bagian ke-empat dari MEAs adalah tugas pemecahan masalah. Pada bagian ini siswa diminta untuk menyelesaikan permasalahan matematika yang kompleks.
5. Bahwa siswa menyelesaikan masalah yang diberikan kepada mereka dan mengeneralisasi model yang mereka buat untuk situasi serupa.
Cynthia dan Leavit (2007: 1) menyatakan bahwa MEAs diterapkan dalam beberapa langkah yaitu:
1. Guru membaca sebuah simulasi artikel koran yang mengembangkan konteks siswa;
2. Siswa siap siaga terhadap pertanyaan berdasarkan artikel tersebut; 3. Guru membacakan pernyataan masalah bersama siswa dan
memastikan bahwa setiap kelompok mengerti apa yang sedang ditanyakan;
4. Siswa berusaha untuk menyelesaikan masalah tersebut; 5. Siswa mempresentasikan model matematis mereka setelah
Berdasarkan pendapat diatas bahwa Pembelajaran Model eliciting activities disusun untuk membantu siswa membangun pemecahan masalah dunia nyata mereka ke arah peningkatan konstruksi matematika dan terbentuk karena adanya kebutuhan untuk membuat siswa menerapkan prosedur matematis yang telah dipelajari.
Menurut Chamberlin dan Moon (2008: 1) adapun langkah pembelajaran MEAs yang digunakan, yaitu:
1. Guru menjelaskan materi;
2. Guru memberikan lembar permasalahan MEAs;
3. Siswa siap siaga terhadap pertanyaan berdasarkan permasalahan tersebut;
4. Guru membacakan pernyataan masalah bersama siswa dan memastikan bahwa setiap kelompok mengerti apa yang sedang ditanyakan;
5. Siswa berusaha untuk menyelesaikan masalah tersebut; dan 6. Siswa mempresentasikan model matematis mereka setelah
membahas dan meninjau ulang solusi
Pembelajaran Model-eliciting activities (MEAs) merupakan pembelajaran yang didasarkan pada situasi kehidupan nyata siswa, bekerja dalam
kelompok kecil, dan menyajikan sebuah model matematis sebagai solusi. Realitas dan pemodelan merupakan prinsip penting dalam pembelajaran MEAs. Prinsip tersebut sejalan dengan karakteristik RME (Realistic Mathematics Education) bahwa dalam pembelajaran matematika diawali
Prinsip pemodelan dalam pembelajaran MEAs merupakan salah satu bentuk representasi siswa terhadap suatu konsep, ide, atau gagasan matematika.
Menurut Piaget dalam Mulyana (2009: 1) perkembangan kognitif akan terjadi dalam interaksi antara siswa dengan kelompok sebayanya daripada dengan orang-orang yang lebih dewasa.
Menurut dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran model eliciting activities merupakan pembelajaran yang didasarkan pada situasi kehidupan nyata siswa, bekerja dalam kelompok kecil, dan menyajikan sebuah model matematis sebagai solusi. Realitas dan pemodelan merupakan prinsip penting dalam pembelajaran MEAs.
3. Strategi Scaffolding
Pengertian istilah scaffolding berasal dari istilah ilmu teknik sipil yaitu berupa bangunan kerangka sementara atau penyangga (biasanya terbuat dari bambu, kayu, atau batang besi) yang memudahkan pekerja membangun gedung. Metapora ini harus secara jelas dipahami agar kebermaknaan pembelajaran dapat tercapai. Sebagian pakar pendidikan mendefinisikan scaffolding berupa bimbingan yang diberikan oleh seorang pembelajar
kepada peserta didik dalam proses pembelajaran dengan
persoalan-persoalan terfokus dan interaksi yang bersifat positif. Scaffolding diartikan
ke dalam bahasa Indonesia “perancah”, yaitu bambu (balok dsb) yang
Menurut Poerwadarminta (1983: 735) berpendapat bahwa:
Scaffolding adalah bantuan (parameter, aturan atau saran) pembelajar memberikan peserta didik dalam situasi belajar. Scaffolding
memungkinkan peserta didik untuk mendapat bantuan melalui keterampilan baru atau di luar kemampuannya. Scaffolding
merupakan interaksi antara orang-orang dewasa dan anak-anak yang memungkinkan anak-anak untuk melaksanakan sesuatu di luar usaha mandirinya.
Sedangkan Cazden (1983: 6) mendefinisikan bahwa:
Scaffolding sebagai “kerangka kerja sementara untuk aktivitas dalam
penyelesaian”. Konstruksi scaffolding terjadi pada peserta didik yang tidak dapat mengartikulasikan atau menjelajahi belajar secara
mandiri. Scaffolding dipersiapkan oleh pembelajar untuk tidak mengubah sifat atau tingkat kesulitan dari tugas, melainkan dengan scaffolding yang disediakan memungkinkan peserta didik untuk berhasil menyelesaikan tugas.
Berdasarkan dua pendapat diatas pengertian scaffolding adalah bantuan kepada siswa untuk mendapat keterampilan baru di luar kemampuan siswa, dengan tidak mengubah sifat atau tingkat kesulitan dari tugas yang
diberikan dengan tujuan agar siswa berhasil.
Menurut Wood (2011: 166-167) Scaffolding diartikan sebagai dukungan pembelajaran kepada peserta didik untuk membantunya menyelesaikan proses belajar yang tidak dapat diselesaikan sendiri.
Sedangkan Dahar (1989: 103) berpendapat bahwa:
pengetahuan yang menyertainya, serta menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna.
Menurut dua pendapat diatas, scaffolding dapat diartikan memberikan sebuah bantuan untuk menyelesaikan proses belajar yang tidak dapat diselasaikan sendiri oleh peserta didik, peserta didik juga tergantung pada dukungan pembelajaran untuk mendapat pemahaman.
Menurut Vygotsky dalam Asri ( 2005: 99) Zone of proximal development adalah:
Jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya yang ditunjukkan dalam kemampuan pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat kemampuan perkembangan potensial yang ditunjukkan dalam kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu, hal inilah yang membedakan metode pembelajaran scaffolding dan problem based learning.
Menurt Ibrahim dan Nur (2000: 19) Vigotsky meyakini bahwa interaksi social dengan temen lan memacu terbentuknya ide baru dan mempercaya perkembangan intelektual siswa. Bruner juga menggunakan konsep Scaffolding adalah suatu proses untuk membantu siswa menuntaskan masalah tertentu melampaui kapasitas perkembangannyamelalui bantuan guru, teman atau orang lain yang memiliki kemampuan lebih
pembelajar di sekolah. Dukungan belajar yang dimaksud di sini adalah dukungan yang bersifat konkrit dan abstrak sehingga tercipta kebermaknaan proses belajar peserta didik. Di samping penguasaan materi, pembelajar juga dituntut memiliki keragaman model atau strategi pembelajaran, karena tidak ada satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan belajar dari topik-topik yang beragam. Apabila konsep pembelajaran tersebut dipahami oleh para pembelajar, maka upaya mendesain pembelajaran bukan menjadi beban, tetapi menjadi pekerjaan yang menantang.
Konsep pembelajaran tersebut meletakkan landasan yang meyakinkan bahwa peranan pembelajar tidak lebih dari sebagai fasilitator, suatu posisi yang sesuai dengan pandangan konstruktivistik. Tugas sebagai fasilitator relatif lebih berat dibandingkan hanya sebagai transmiter pembelajaran. Pembelajar sebagai fasilitator akan memiliki konsekuensi langsung sebagai perancah, model, pelatih, dan pembimbing (mentor).
4. Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan suatu hal yang berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menyerap atau memahami suatu materi yang disampaikan. Hasil belajar siswa diperoleh setelah berakhirnya proses pembelajaran.
Menurut Sukardi (2008: 2) hasil belajar merupakan pencapaian
Hal ini berarti hasil belajar diperoleh setelah melakukan kegiatan pembelajaran. Menurut Dimyati dalam Dewi (2010: 14):
Hasil belajar merupakan hasil proses untuk menentukan nilai belajar siswa melalui kegiatan penilaian dan atau pengukuran hasil belajar. Dengan tujuan mengetahui tingkat keberhasilan yang ditandai dengan huruf atau kata atau simbol yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran.
Hasil belajar dapat ditunjukkan dengan huruf atau kata atau simbol setelah siswa tersebut melakukan kegiatan pembelajaran. Hasil belajar ini
merupakan suatu ukuran bahwa siswa tersebut sudah melakukan kegiatan pembelajaran.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009: 3)
Hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi dari tindak belajar dan tindak mengajar. Bagi guru tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya puncak proses belajar. Sedangkan dari sisi guru hasil belajar merupakan suatu pencapaian tujuan pengajaran.
Bagi siswa, bukti hasil belajar dapat terlihat dari perubahan tingkah laku. Menurut Oemar Hamalik (2007: 30-31):
Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, abilitas dan keterampilan. Bukti bahwa seseorang telah belajar ialah terjadinya perubahan tingkah laku, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu. Tingkah laku manusia terdiri dari sejumlah aspek. Hasil belajar akan tampak pada setiap perubahan pada setiap aspek-aspek tersebut. Adapun aspek-aspek itu adalah:
6) Emosional 7) Hubungan social 8) Jasmani
9) Etis atau budi pekerti, dan 10)Sikap
Menurut Howard Kingsley dalam Indra (2009: 1) membagi 3 macam hasil belajar:
a. Keterampilan dan kebiasaan b. Pengetahuan dan pengertian c. Sikapd an cita-cita
Pendapat dari Horward Kingsley ini menunjukkan hasil perubahan dari semua proses belajar. Hasil belajar ini akan melekat terus pada diri siswa karena sudah menjadi bagian dalam kehidupan siswa tersebut.
Hasil belajar dapat dilihat dari nilai yang diperoleh setelah tes dilakukan. Menurut Bloom dalam Sukardi (2008: 75):
Ada tiga taksonomi yang dipakai untuk mempelajari jenis perilaku dan kemampuan internal akibat belajar yaitu:
1. Ranah kognitif
Ranah kognitif terdiri dari enam jenis prilaku, yaitu: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi.
2. Ranah Afektif
Ranah afektif terdiri dari lima prilaku, yaitu penerimaan, partisipasi, penilaian dan penentuan sikap, organisasi, dan pembentukan pola hidup.
3. Ranah psikomotor
Ranah psikomotor terdiri dari tujuh prilaku, yaitu persepi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian gerakan dan kreativitas.
pula bahwa hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai oleh siswa dalam mengikuti program pembelajaran
Berdasarkan pendapat diatas, maka dapat dikatakan bahwa hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. Hasil belajar menunjukkan berhasil tidaknya suatu kegiatan pembelajaran yang dicerminkan melalui angka atau skor setelah melakukan tes maupun non tes.
Kriteria hasil belajar siswa pada penelitian ini menggunakan kriteria dari Arikunto seperti pada Tabel 2.1:
Tabel 2.1 Kriteria hasil belajar siswa
Nilai Siswa Kualifikasi Nilai 80 – 100 Baik Sekali
66 – 79 Baik
56 – 65 Cukup
40 – 55 Kurang
30 – 39 Gagal
(Arikunto, 2007: 249)
B. Kerangka Pemikiran
Pada kenyataannya fisika sering dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit dimengerti karena terlalu banyak rumus. Indikasinya dapat dilihat dari hasil belajar siswa yang kurang memuaskan. Anggapan siswa tentang sulitnya pelajaran fisika terjadi akibat kurangnya pemahaman siswa terhadap konsep-kosep fisika yang ada dan motivasi, sehingga siswa kesulitan dalam
konsep-konsep fisika yang diperoleh siswa akan lebih sulit untuk dilupakan sehingga dapat berpengaruh pada peningkatan hasil belajar siswa. Untuk dapat mencapai hasil belajar dengan optimal siswa harus memiliki
kemampuan awal berupa pengetahuan-pengetahuan dan pengalaman yang telah diterimanya, agar siswa lebih mudah mengembangkan pengetahuan fisika pada tingkatan selanjutnya. Dengan kata lain kemampuan awal merupakan faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar fisika.
Keberhasilan siswa dalam mencapai suatu hasil belajar sangat ditentukan oleh pembelajaran yang diterapkan oleh guru di dalam kelas. Pembelajaran
tersebut tentu saja harus ada interaksi timbal balik antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa. Interaksi yang baik juga menghendaki suasana pembelajaran yang tidak membosankan dan memicu motivasi yang terus-menerus sehingga hasil belajarnya baik pula.
Pembelajaran Model eliciting activities (MEAs) merupakan pembelajaran yang didasarkan pada situasi kehidupan nyata siswa, bekerja dalam kelompok kecil, dan menyajikan sebuah model matematis sebagai solusi. Realitas dan pemodelan merupakan prinsip penting dalam pembelajaran MEAs. Prinsip pemodelan dalam pembelajaran MEAs merupakan salah satu bentuk representasi siswa terhadap suatu konsep, ide, atau gagasan matematika.
Scaffolding adalah bantuan (parameter, aturan atau saran) pembelajar
Pada penelitian ini terdapat tiga bentuk variabel yaitu variabel bebas, variabel terikat, dan variable moderator. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pengaruh motivasi model pembelajaran eliciting activities dengan strategi scaffolding (X), variabel terikatnya adalah hasil belajar fisika siswa (Y),
sedangkan variable moderatornya adalah model pembelajaran eliciting activities menggunakan strategi scaffolding (Z). Untuk mendapatkan
gambaran yang jelas tentang pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat, maka dapat dijelaskan dengan paradigma pemikiran seperti berikut ini:
M
Gambar 2.1 Diagram Kerangka Pemikiran
Keterangan : X = Motivasi
Y = Hasil belajar fisika siswa
M = model pembelajaran eliciting activities dengan strategi
scaffolding
C. Hipotesis
Hipotesis umum dalam penelitian ini adalah:
Ada pengaruh Motivasi terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa dengan Model pembelajaranEliciting Activities menggunakan Strategi Scaffolding.
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2011/2012 antara bulan Mei-Juli 2012 di SMA Perintis 1 Bandar Lampung.
B. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X9 semester genap
SMA Perintis 1 Bandar Lampung pada tahun pelajaran 2011/2012 yang terdiri dari sembilan kelas, yaitu X1 sampai dengan X9. Teknik pengambilan
sampel pada penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling adalah teknik penentuan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu, kemudian yang terambil sebagai sampel adalah kelas X9 yang berjumlah 29 siswa sebagai
kelas ekperimen.
C. Desain Penelitian
Penelitian ini adalah studi eksperimen menggunakan sebuah kelas sampel yaitu kelas X9. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah one shot
case study. Terdapat satu kelas eksperimen, untuk melihat pemahaman belajar
belajar kognitif. Pada akhir sub bahasan, siswa diberikan posttest untuk melihat hasil belajar fisika siswa setelah diberikan perlakuan. Desain One shot case study dapat dilihat pada Gambar 3.1
Gambar 3.1 Desain One shot case study
Keterangan : X : model pembelajaraneliciting activities menggunakan strategi scaffolding
O : Hasil Belajar
(Sugiyono, 2010: 110)
Angket motivasi diberikan kepada siswa untuk mengetahui seberapa besar motivasi belajar siswa sebelum diberikan pembelajaran. Pada akhir
pembelajaran diberikan tes pada akhir pembelajaran berupa soal essay untuk melihat hasil belajar siswa. Setelah itu diberikan kembali angket motivasi untuk mengetahui pengaruh motivasi terhadap hasil belajar fisika siswa dengan model pembelajaran eliciting activities menggunakan strategi scaffolding.
D. Variabel Penelitian
Adapun variabel dalam penelitian ini antara lain variabel bebas adalah motivasi (X), variabel terikat adalah hasil belajar (Y), dan variabel
moderatornya adalah model pembelajaraneliciting activities menggunakan strategi scaffolding (Z).
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan adalah: 1. Angket motivasi
2. Lembar tes soal hasil akhir untuk mengetahui hasil belajar siswa yang berbentuk soal essay.
3. Lembar Kerja Kelompok (LKK) digunakan untuk membantu guru dalam pembelajaran.
F. Data Penelitian
Data penelitian berupa data kuantitatif yang diperoleh dari: 1. Data angket motivasi
2. Data soal hasil belajar
G. Teknik Pengumpulan Data
Teknik test
[image:31.595.146.511.618.748.2]Tes diberikan kepada siswa pada akhir pembelajaran untuk mendapatkan data hasil belajar fisika siswa, dengan memberikan tes berupa 10 soal essay. Dengan tes bentuk essay ini maka akan menuntut kemampuan siswa untuk dapat mengorganisir, menginterprestasikan, menghubungkan pengertian-pengertian yang telah dimiliki, sehingga sangat cocok untuk menguji hasil belajar fisika siswa. Data skor hasil belajar siswa dapat dilihat pada Tabel 3.1
Tabel 3.1 Data Skor Hasil Belajar Siswa
Skor Pada soal ke- Skor
Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Skor tertinggi
10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 100 Skor
Terendah 5 5 5 5 5 5 5 5 5 10 55 Skor rata-rata 9 7 7 7 9 7 7 7 9 10 79
Sedangkan nilai LKK siswa diperoleh dari hasil pengisian LKK pada saat siswa melakukan praktikum. Data Skor LKK Siswa dapat dilihat pada Tabel 3.2
Tabel 3.2 Data Skor LKK Siswa
Skor
Skor per-kegiatan
Skor Total Uji pratikum 1 Uji pratikum 2
Skor tertinggi 85 85 170
Skor terendah 35 35 70
Skor rata-rata 59 66 125
Jumlah 1725 I915 3640
Keterangan :
Pada penilaian hasil pengerjaan LKK model pembelajaran eliciting activities menggunakan strategi scaffolding, indikator yang dinilai ada 2 (
uji pratikum 1, uji pratikum 2), dengan penjelasan sebagai berikut: Uji pratikum 1 dan uji pratikum 2 :
K1 : Skor menjawab pertanyaan sehingga dapat membangun hipotesis pada kegiatan Permasalahan
K2 : Skor menuliskan alat dan bahan serta membuat rencana percobaan pada kegiatan hipotesis
K3 : Skor mentabulasi data dan menjawab pertanyaan berdasarkan hasil percobaan pada kegiatan Percobaan Eksperimen
H. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis
1. Analisis Data
Untuk menganalisis hasil belajar siswa digunakan skor tes hasil belajar. Skor tes hasil belajar merupakan indikator hasil belajar fisika siswa dengan pengaruh motivasi terhadap hasil belajar fisika siswa dengan model
pembelajaran eliciting activities menggunakan strategi scaffolding, sedangkan penilaian Lembar Kerja Kelompok (LKK) dilakukan dengan menilai hasil pengerjaan Lembar Kerja Kelompok (LKK) yang telah diberikan dengan mengacu pada lima aspek yang telah dijelaskan di teknik pengumpulan data. Untuk menganalisis nilai tes hasil belajar digunakan teknik pensekoran, yaitu :
=
�× 100
Keterangan : S = nilai yang diharapkan (dicari)
R = jumlah skor dari item atau soal yang dijawab benar N = jumlah skor maksimum dari tes tersebut
(Purwanto, 2008:12)
Sedangkan pada LKK terdapat 5 kegiatan untuk setiap kegiatan diberi skor maksimal 20, sehingga nilai LKK siswa adalah penjumlahan skor dari setiap kegiatan yang dikerjakan siswa.
2. Pengujian Hipotesis
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan terhadap hasil tes akhir dari hasil belajar dan hasil data nilai Lembar Kerja Kelompok (LKK), menggunakan program komputer. Pada penelitian ini uji normalitas digunakan dengan uji kolmogorov smirnov. Dasar dari pengambilan keputusan uji normalitas,
dihitung menggunakan program komputer dengan metode kolmogorov smirnov berdasarkan pada besaran probabilitas atau nilai signifikasi.
Caranya adalah menentukan terlebih dahulu hipotesis pengujiannya yaitu:
O
H : data terdistribusi secara normal
1
H : data tidak terdistribusi secara normal
Pedoman pengambilan keputusan:
1. Nilai Sig. atau signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05 maka distribusinya adalah tidak normal.
2. Nilai Sig. atau signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05 maka distribusinya adalah normal.
2. Uji Linearitas
Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel
Dua variabel dikatakan mempunyai hubungan yang linear bila signifikansi (Linearity) < 0,05. (Priyatno, 2010: 73)
3. Uji Korelasi
Jika data berdistibusi normal, maka untuk menguji hipotesis dapat digunakan uji Korelasi Product-Moment, dengan menggunakan persamaan berikut ini:
�= � � � − � �
� �2 − � 2 � �2− � 2
(Sugiyono, 2010: 255)
Ketentuannya bila r hitung lebih kecil dari rtabel, maka Ho diterima, dan
H1 ditolak. Tetapi sebaliknya bila r hitung lebih besar dari r tabel
(rh > rt) maka H1 diterima. (Sugiyono, 2010: 261)
Pada penelitian ini, untuk memudahkan dalam menguji hubungan antara variabel dilakukan dengan menggunakan program SPSS 17.0 dengan uji Korelasi Bivariate jika data berdistribusi normal. Namun jika tidak berdistribusi normal, dapat menggunakan Korelasi Rho Spearman.
Tabel 3.3 Tingkat hubungan berdasarkan interval korelasi
Interval Koefisien Tingkat Hubungan 0,00 – 0,199
0,20 – 0,399 0,40 – 0,599 0,60 – 0,799 0,80 – 1,000
Sangat Rendah Rendah
Sedang Kuat
Sangat Kuat (Sugiyono, 2010: 257)
Analisis korelasi dapat dilanjutkan dengan menghitung koefisien determinasi, dengan cara mengkuadratkan koefisien yang ditemukan, untuk melihat pengaruh dalam bentuk persentase.
4. Uji Regresi Linier Sederhana
Uji regresi linier sederhana dilakukan untuk menghitung persamaan regresinya. Dengan menghitung persamaan regresinya maka dapat diprediksi seberapa tinggi nilai variabel terikat jika nilai variabel bebas diubah-ubah serta untuk mengetahui arah hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat apakah positif atau negatif.
′ = +
Dengan:
=
2 −
� 2 − 2
= � −
� 2 − 2
Untuk memudahkan dalam menguji hubungan antara variabel dilakukan dengan menggunakan program SPSS 17.0 dengan uji Reggression Linear.
Adapun hipotesis penelitian yang akan diuji adalah sebagai berikut: Ho : Tidak ada Pengaruh Motivasi Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa
dengan Model pembelajaran Eliciting Activities Menggunakan Strategi Scaffolding
H1 : Ada Pengaruh Motivasi Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa
dengan Model pembelajaran Eliciting Activities Menggunakan Strategi Scaffolding
Kriteria pengujian:
Jika r hitung lebih kecil dari r tabel, maka Ho diterima, dan H1
ditolak,dan jika r hitung lebih besar dari r tabel, maka Ho ditolak dan H1 diterima.
Berdasarkan tingkat signifikansi: Jika nilai sig > � (0,05) maka terima H0
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:
Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara motivasi siswa terhadap hasil belajar fisika siswa SMA sebesar 14,7 % yang merupakan nilai koefisien
determinasi dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,384 yang termasuk dalam
kategori sedang pada materi pokok hukum ohm dan hukum kirchoof.
B.Saran
Berdasarkan hasil pengamatan selama proses pembelajaran berlangsung dan juga analisis terhadap hasil pengamatan, maka penulis memberikan saran sebagai berikut:
1. Pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran eliciting activities menggunakan strategi scaffolding dan motivasi dapat dijadikan salah satu alternatif bagi guru-guru di sekolah sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan hasil belajar fisika siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Bloom dan sukardi. 2008. Taksonomi Kemaampuan Internal Siswa. [On line] tersedia http://file.upi, 17/3/2012.
Cazden. 1983. Konstruksi Scaffolding. FMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. [On line] tersedia http://file.upi, 117/3/22012.
Chamberlin dan Moon. 2005. ‘’Design principles for teacher investigations of student work, ‘’ Manuscript submitted for publication. [On line] tersedia http://litre.ncsu.edu/sltoolkit/MEA.html.Diunduh pada 10/0/3/2012. ---. 2008. ‘’Design principles for teacher investigations of
student work, ‘’ Manuscript submitted for publication. [On line] tersedia http://litre.ncsu.edu/sltoolkit/MEA.html.Diunduh pada 10/0/3/2012. Dahar. 1989. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme
Guru. Jakarta: Raja Grafindo remaja.
Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Dimyati dan Dewi. 2010. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta. Hakim, Thursan. 2000. Belajar Secara Efektif. Jakarta: Puspa Sarana.
Hamlik,oemar. 2007. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Howard kingsley dalam Indra 2009. Hasil Belajar. FMIPAUniversitas Pendidikan Indonesia. [On line] tersedia http://file.upi, 117/3/22012.
Ibrahim dan Nur. 2000. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Raja Grafindo remaja.
Indra.2009. Pengertian Hasil Belajar. [On Line] tersedia http://
Moore, T. 2005. ‘’ Developing Model Eliciting Activities for undergraduate Students Based on Advanced Engineering Content, ‘ Frontiers in Education Conference, Savannah, GA.
http://www.accessmylibrary.com/article-1G1-147245545/model-eliciting activities-tool.html. Diunduh pada 27/10/2010.
Piaget dalam Mulyana. 2009. Perkembangan Kognitif. [On line] tersedia http://file.upi, 17/3/2012.
Poerdinata dan Cazden. 1983. Pemahaman Scaffolding. FMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. [On line] tersedia http://file.upi, 117/3/22012. Priyatno, Duwi. 2010. Paham Analisis Statistik Data dengan SPSS. Yogyakarta:
Media Kom.
Purwanto. 2002. Peningkatan Kemampuan Menulis Deskripsi Melalui Penerapan Strategi Scaaffolding. FMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. [On line]: http://file.upi, 17/3/2012.
Rohani HM, Ahmad.2004. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Sardiman, A.M. 2000. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar: Jakarta. Raja
Gravindo Persada.
---. 2003. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar: Jakarta. Raja Gravindo Persada.
---. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar: Jakarta. Raja Gravindo Persada.
Sudjana. 2002. Statistik Dasar. Bandung: Tarsito.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Sukardi, H.M. 2008. Evaluasi Pendidikan Prinsip dan Operasionalnya. Jakarta: Bumi Aksara.
Sukmadinata. 2007. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Vygotsky dalam Asri. 2005. Metode Pembelajaran Scaffolding dan Problem Based Learning. FMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. [On line]: http://file.upi, 17/3/2012.