• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan Dan Produksi Dua Varietas Kedelai Pada Cekaman Kekeringan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pertumbuhan Dan Produksi Dua Varietas Kedelai Pada Cekaman Kekeringan"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

915 Pertumbuhan Dan Produksi Dua Varietas Kedelai Pada Cekaman Kekeringan

Growth and production of two soybean varieties (Glycine max (L) Merril) in drought stress Josua Simanjuntak, Chairani Hanum*, Diana Sofia Hanafiah

Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian USU, Medan 20114 * Corresponding author: chairani_as@yahoo.com

ABSTRACT

These research conducted in University of Sumatra Utara agricultural faculty in January to April 2014, using factorial randomized block design with two factors. The first factor is the soybean variety (Anjasmoro and Wilis) and the second factor is treatment drought stress (optimum field capacity, and drought stress treatment beginning flowering plant for 14 days).The results of these research showed that drough stress decrease growth and production parameter were leaf area (25,40%), root volume (44,87%), shoot dry weight (38,01%), and dry weight of 100 seeds (23,32%).

Keywords :growth, Anjasmoro, Wilis, drought stress. ABSTRAK

Penelitian dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian USU pada bulan Januari sampai dengan April 2014, menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah Varietas kedelai (Anjasmoro dan Wilis) dan faktor kedua adalah perlakuan pemberian air (Penyiraman optimum dan dengan cekaman kekeringan dimulai setelah tanaman berbunga selama 14 hari). Dari hasil penelitian diperoleh, pemberian cekaman kekeringan menurunkan parameter tumbuh dan produksi yaitu: total luas daun (25,40%), volume akar sebesar (44,87%), bobot basah tajuk (38,01%), dan bobot kering 100 biji(23,32%).

Kata kunci :pertumbuhan, Anjasmoro, Wilis, cekaman kekeringan.

PENDAHULUAN

Kedelai (Glycinemax(L.) Merrill) termasuk komoditas pangan ketiga terpenting setelah padi dan jagung.Kebutuhan nasional kedelai dewasa ini telah mencapai 2,2 ton per tahun, sementaraproduksi dalam negeri baru mampu memenuhi kebutuhan 35-40%, sehingga kekurangannyadipenuhi dari impor. Naiknya harga kedelai di pasar dunia akhir-akhir ini berdampak terhadap kenaikan harga kedelai di dalam negeri, dari Rp. 3.500 per kg pada tahun 2007menjadi Rp 7.500 per kg di awal tahun 2008. Pemerintah terus berupaya meningkatkan produksi kedelai melalui berbagai program (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2012).

Produksi kedelai pada tahun 2012 (ATAP) sebesar 843,15 ribu ton biji kering atau mengalami penurunan sebesar 8,13 ribu ton (0,96 persen) dibandingkan tahun 2011. Produksi kedelai pada tahun 2013 (ARAM I) diperkirakan 847,16 ribu ton biji kering atau mengalami peningkatan sebesar 4,00 ribu ton (0,47 persen) dibandingkan tahun 2012 (BPS, 2013). Sebagai solusi untuk peningkatan produksi kedelai nasional, maka pemerintah telah melakukan upaya intensifikasi dan ekstensifikasi.Intensifikasi dilakukan dengan mengatasi kendala yang terdapat pada areal penanaman yang sudah ada sehingga produksi dapat meningkat. Sebagai contoh pada lahan kering tadah hujan tanpa pengairan teknis, dilakukan upaya pemilihan dan penggunaan varietas yang tahan melalui proses seleksi

(2)

916

benih yang dilakukan oleh para pemulia (Ashri, 2006).

Kekeringan merupakan salah satu faktor penghambat utama produksi tanaman di seluruh dunia. Hal ini sangat berpengaruh terhadap penurunan produksi kedelai, terutama pada awal dan pertengahan fase pengisian biji yang dapat menyebabkan polong hampa akibat terhambatnya proses fisiologis dan metabolisme seperti terhambatnya penyerapan unsur hara, berkurangnya hasil fotosintesis dan terhambatnya transportasi bahan hasil fotosintesis (Ashri, 2006).

Cekaman kekeringan pada setiap tahap pertumbuhan dan perkembangan kedelai akan menimbulkan respons yang berbeda. Ashri (2006) juga menemukan penurunan hasil, bobot kering akar, serta tajuk pada kedelai yang mengalami cekaman kekeringan.Besar kecilnya penurunan pertumbuhan dan produksi kedelai tergantung pada varietas, umur, dan fase hidup tanaman.

Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mempelajari respons pertumbuhan dan produksi kedelai dengan perlakuan cekaman kekeringan selama 14 hari yang dimulai pada fase awal generatif.

BAHAN DAN METODE

Penelitian inidilaksanakan dilahan percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, dengan ketinggian tempat + 25 meter di atas permukaan laut mulai bulan Januari sampai dengan April 2014.Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kedelai varietas Anjasmoro dan Wilis,Decis, dan tanahinceptisol sebagai media tanam kedelai.Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah polibek, cangkul, gembor,meteran, timbangan analitik, Leaf Area Meter,oven, handsprayer, bambu,pacak sampel, plang nama, dan alat tulis.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak kelompok faktorial dengan2 faktor perlakuan. Faktor pertama adalah Varietas (Anjasmoro dan Wilis) dan faktor kedua adalahperlakuan pemberian air (Penyiraman optimum dengan KL=80% dan

dengan cekaman kekeringan dimulai setelah tanaman berbunga selama 14 hari).

Pada awal pelaksanaan penelitian terlebih dahulu dilakukan persiapan lahan,naungan,dan media tanam. Perlakuan cekaman kekeringan diberikan setelah tanaman berbunga selama 14 hari.

Pemeliharaan tanaman meliputi penyulaman yang dilakukan dengan mengganti tanaman yang mati atau pertumbuhannya abnormal dilakukan pada 1 MST.Penyiangan dilakukan secara manual dengan mencabut gulma yang ada dalam polibek dan menggunakan cangkul untuk gulma yang tumbuh di plot dan dilakukan sesuai dengan kondisi gulma yang ada di lapangan. Pengendalian hama penyakit dilakukan dengan cara menyemprotkan insektisida kimia decis 2,5 EC dengan dosis 1g/l air. Panen dilakukan dengan caramemotong 5 cm diatas pangkal batang utama dengan menggunakan gunting. Adapun kriteria panennya ditandai dengan sebagian besar daun sudah menguning tetapi bukan karena serangan hama dan penyakit, batang berwarna kuning agak kecoklatan, polongnya keras bila dipijit dan kulit polong sudah berwarna kuning kecoklatan sebanyak 95%. Polong yang telah dipanen dijemur dibawah sinar matahari selama 4 hari dan biji diambil dari polongnya.

Parameter yang diamati terdiri ataskadar air, total luas daun, volume akar, bobot basah akar, bobot kering akar, bobot basah tajuk, bobot kering tajuk, ratio tajuk/akar, jumlah polong pertanaman sampel, umur panen, dan bobot kering 100 biji.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar air tanah

Kadar air tanah mengalami penurunan sejalan dengan pertambahan waktu setelah dilakukan penyiraman.Jika dibandingkan antara jumlah kadar air tanah polibek yang ditanami varietas Anjasmoro dengan yang ditanami varietas Wilis maka kadar air tanah terendah terdapat pada polibek yang ditanami oleh varietas Wilis.Kadar air tanah sebelum dan sesudah perlakuan cekaman kekeringan dapat dilihat pada tabel 1.

(3)

917

Tabel 1.Kadar air tanah (%)

Perlakuan Saat berbunga 1 minggu setelah cekaman 2 minggu setelah cekaman ( 38 HST ) ( 45 HST ) ( 52 HST ) «««««««««« ... V1P1 80.00% 80.00% 80.00% V1P2 80.00% 71.52% 37.55% V2P1 80.00% 80.00% 80.00% V2P2 80.00% 69.77% 36.25% Total Luas Daun (cm2)

Perlakuan cekaman kekeringan berpengaruh nyata terhadap total luas daun kedelai, sedangkan untuk masing-masing varietas tidak menunjukkan perbedaan respons. Rataan total luas daun terendah terdapat pada kedelai dengan perlakuan cekaman kekeringan (24,99cm2). Jika dibandingkan total luas daun pada kondisi cukup air dengan cekaman kekeringan maka terjadi penurunan luas daun sekitar 25,40%.

Hal ini sesuai dengan Taiz dan Zeiger (2002) yang menyatakan bahwa cekaman kekeringan dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Penghambatan pertumbuhan ini salah satunya dapat dilihat pada perluasan daun.Penurunan luas daun merupakan respon pertama tanaman terhadap kekeringan. Keterbatasan air akan menghambat pemanjangan sel yang secara perlahan akan menghambat pertumbuhan luas daun.

Tabel 2.Total luas daun kedelai (cm2) pada perlakuan pemberian air

Varietas Optimum Cekaman Rataan

««««««««««« FP2«««««««««««

Anjasmoro 34.45 25.91 30.17 Wilis 32.55 24.07 28.30 Rataan 33.50a 24.99b

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang tidak sama pada kelompok baris atau kolom menunjukkan berbeda nyata menurut uji beda rataan Duncan pada taraf 5%

Volume akar kedelai (cm³)

Hasil pada Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan cekaman kekeringan berpengaruh nyata terhadap volume akar kedelai.Rataan volume akar terendah terdapat pada kedelai dengan perlakuan cekaman kekeringan (2,96cm3), sedangkan untuk masing-masing

varietas baik Anjasmoro dan Wilis menghasilkan respons yang sama.Volume akar pada tanaman yang terkena cekaman kekeringan memilki volume akar yang lebih rendah akibat terbatasnya tekanan turgor, bila tanaman kembali melakukan pemulihan maka nilai volume akar cenderung sama dengan

tanaman kondisi optimum (Blanco et al. 2002; Wullschleger et al. 2005)

Tabel 3.Volume akar kedelai (cm3) pada perlakuan pemberian air

Varietas Optimum Cekaman Rataan

««««««««««« FP3«««««««««««

Anjasmoro 4.91 3.41 4.16 Wilis 5.83 2.50 5.41 Rataan 5.37a 2.96b

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang tidak sama pada kelompok baris atau kolom menunjukkan berbeda nyata menurut uji beda rataan Duncan pada taraf 5%

(4)

918

Bobot Basah Akar

Berdasarkan Tabel 4 tampak bahwa perlakuan cekaman kekeringan berpengaruh tidak nyata terhadap bobot basah akar, sedangkan pada masing-masing varietas tidak

menunjukkan perbedaan respons (Tabel 4). Rataan bobot basah akar terendah terdapat pada kedelai dengan perlakuan cekaman kekeringan (3,46 gr), walaupun secara statistik tidak berbeda nyata. Tabel 4.Bobot basah akar (g) kedelai pada perlakuan pemberian air

Varietas Optimum Cekaman Rataan

««««««««««« J««««««««««« ..

Anjasmoro 6.00 3.41 4.27 Wilis 4.18 3.50 3.84 Rataan 5.09 3.46

Bobot Kering Akar

Berdasarkan hasil pada Tabel 5 menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan cekaman kekeringan berpengaruh tidak nyata

terhadap bobot kering akar. Bobot kering akarterendah terdapat pada cekaman kekeringan (3,08). Sedangkan untuk masing-masing varietas Anjasmoro dan Wilis menghasilkan responsyang sama.Hal ini dapat dilihat secara statistik tidak berbeda nyata Tabel 5.Bobot kering akar (g) kedelai pada perlakuan pemberian air

Varietas Optimum Cekaman Rataan

««««««««««« J««««««««««« ..

Anjasmoro 2.63 2.31 2.48 Wilis 3.52 1.46 2.49 Rataan 3.08 1.89

Bobot Basah Tajuk

Berdasarkan Tabel 6 rataan bobot basah tajuk, perlakuan pemberian air berpengaruh nyata terhadap bobot basah tajuk, dimana rataan bobot basah tajuk tertinggi adalah 26,83gr pada perlakuan penyiraman optimum.Rataan bobot basah tajuk terendah terdapat pada perlakuan cekaman kekeringan

yaitu 16,63gr.Hal ini sesuai dengan Ashri (2006) yang menyatakan bahwa, cekaman kekeringan yang diberi cekaman selama 14 hari sejak memasuki fase generatif menurunkan pertumbuhan dan hasil kedelai.Hal ini dapat dilihat dari Tabel bobot basah tajuk. Tabel 6.Bobot basah tajuk (g) kedelai pada perlakuan pemberian air

Varietas Optimum Cekaman Rataan ««««««««««« J«««««««««««

Anjasmoro 25.50 14.83 21.73 Wilis 28.16 18.42 23.29 Rataan 26.83a 16.63b

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang tidak sama pada kelompok baris atau kolom menunjukkan berbeda nyata menurut uji beda rataan Duncan pada taraf 5%

Bobot Kering Tajuk (g)

Berdasarkan Tabel 7 menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan cekaman kekeringan berpengaruh tidak nyata terhadap bobot

kering tajuk. Untuk masing-masing varietas baik Anjasmoro dan Wilis menghasilkan respons yang sama. Apabila kita lihat dari

(5)

919

data diperoleh, sudah terjadi penurunan bobot kering tajuk pada kondisi cekaman dibanding kondisi optimum. Dengan rataan bobot kering tajuk terendah terdapat pada kondisi cekaman

kekeringan sebesar 6,92 g. Tetapi belum mempengaruhi respons tanaman terhadap cekaman kekeringan yang diberikan.

Tabel 7.Bobot kering tajuk (g) kedelai pada perlakuan pemberian air

Varietas Optimum Cekaman Rataan

««««««««««« J««««««««««« ..

Anjasmoro 15.27 6.05 10.09 Wilis 11.26 7.79 9.53 Rataan 13.27 6.92

Perlakuan cekaman kekeringan berpengaruh tidak nyata terhadap ratio tajuk/akar kedelai, dan pada masing-masing varietas juga tidak menunjukkan perbedaan

respons (Tabel 8). Rataan ratio tajuk/akar terendah terdapat pada kondisi cekaman kekeringansebesar 4,57 g. Hal ini dapat dilihat secara statistik tidak berbeda nyata. Tabel 8. Ratio tajuk/akar (g)

Varietas Optimum Cekaman Rataan ««««««««««« J«««««««««««

Anjasmoro 7.40 3.33 5.29 Wilis 4.64 5.80 5.22 Rataan 6.02 4.57

Jumlah Polong Hampa (Buah)

Hasil pada tabel 9 menunjukkan bahwa perlakuan cekaman kekeringan berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah polong hampa. Pada kondisi cekaman, jumlah polong hampa

memiliki hasil yang lebih tinggi sebesar 2,39. Untuk masing-masing varietas baikAnjasmoro dan Wilis menghasilkan respons yang sama.

Tabel 9.Jumlah polong hampa (Buah) kedelai pada perlakuan pemberian air

Varietas Optimum Cekaman Rataan ««««««««««« EXDK«««««««««««

Anjasmoro 1.00 1.45 1.69 Wilis 1.00 3.32 2.16 Rataan 1.00 2.39

Jumlah Polong Berisi (Buah)

Perlakuan cekaman kekeringan berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah polong berisi. Pada masing-masing varietas baik Anjasmoro dan Wilis menghasilkan respons yang sama (Tabel 10). Rataan jumlah polong berisi terendah terdapat pada perlakuan cekaman kekeringan (19,58).

Apabila kita lihat dari data diperoleh, sudah terjadi penurunan jumlah polong berisi pada kondisi cekaman dibanding optimum, tetapi belum mempengaruhi respons tanaman terhadap cekaman yang diberikan.

(6)

920

Tabel 10. Jumlah polong berisi (Buah) kedelai pada perlakuan pemberian air

Varietas Optimum Cekaman Rataan ««««««««««« EXDK«««««««««««

Anjasmoro 19.90 25.05 21.13 Wilis 25.45 14.10 19.78 Rataan 22.68 19.58

Umur Panen (HST)

Pada Tabel 11 dapat dilihat bahwa pengaruh perlakuan pemberian cekaman kekeringan berpengaruh tidak nyata terhadap

umur panen. Pada kondisi cekaman memiliki umur panen yang lebih lama.Untuk masing-masing varietas tidak menunjukkan perbedaan respons.

Varietas Optimum Cekaman

«««««««« KVW«««««.

Anjasmoro 82 84 Wilis 85 87 Bobot Kering 100 Biji

Hasil pada Tabel 12 menunjukkan bahwa perlakuan cekaman kekeringan berpengaruh nyata terhadap bobot kering 100 biji, sedangkan untuk masing-masing varietas baik Anjasmoro dan Wilis menghasilkan respons yang sama. Rataan bobot kering 100 biji terendah terdapat pada kedelai dengan perlakuan cekaman kekeringan (9,14 g).Hal ini sesuai dengan literatur Hendriyani dan Setiari (2009) yang menyatakan bahwa cekaman air pada masa generatif, misalnya

pada saat pengisian polong, akan menurunkan produksi.Cekaman kekeringan yang terjadi pada saatpertumbuhan generatif, misalnya saat pengisian polong, akan menurunkan produksi. Kurangnya ketersediaan air akan menghambat sintesis klorofil pada daun akibat laju fotosintesis yang menurun dan terjadinya peningkatan temperatur dan transpirasi yang menyebabkan disentegrasi klorofil.

Tabel 12. Bobot kering 100 biji (g) perlakuan pemberian air

Varietas Optimum Cekaman Rataan ««««««««««« J«««««««««««

Anjasmoro 10.66 9.33 10.22 Wilis 11.92 8.95 10.44 Rataan 11.29a 9.14b

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang tidak sama pada kelompok baris atau kolom menunjukkan berbeda nyata menurut uji beda rataan Duncan pada taraf 5%

(7)

921 SIMPULAN

Pemberian cekaman kekeringan menurunkan total luas daun (25,40%), volume akar (44,87%),bobot basah tajuk sebesar (38,01%), bobot kering 100 biji (23,32%).

DAFTAR PUSTAKA

Adie M, Krisnawati A. 2007. Biologi Tanaman Kedelai:Teknik Produksi dan Pengembangan. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.

Andrianto, T. T dan Indarto N. 2004.Budidaya dan Analisis Usaha Tani Kedelai, Kacang Hijau, Kacang Panjang.Absolut.Yogyakarta.

Ashri K. 2006. Akumulasi Enzim Antioksidan dan prolin pada beberapa varieatas kedelai toleran dan peka cekaman kekeringan.Institut Pertanian Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Data

Strategis BPS, Badan Pusat Statistik. . . 2013. Data

Strategis BPS, Badan Pusat Statistik. Balai Penelitian dan Pengembangan

Pertanian, 2012.Siaran Pers. Ketersediaan Teknologi dalam Mendukung Peningkatan Produksi Kedelai Menuju Swasembada, Jakarta Selatan.

Blanco MSJ, Rodryguez P, Morales MA, Ortuno MF, Torrecillas A. 2002. Comparative growth and water relations of cistus albidus and cistus monspeliensis plamts during water decifit conditions and recovery. Plant Science 162:107-113.

Damardjati, D. S., Marwoto, D. K. S. Swastika D. M. Arsyad, dan Y. Hilman. 2005. Prospek dan Arah pengembangan Agribisnis Kedelai. Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. Jakarta.

Hapsari, R. T. dan M.M. Adie.2010.Peluang Perakitan dan Pengembangan Kedelai Toleran Genangan. J. Litbang Pertanian. Balai Penelitian

Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian, Bogor. 29 (2):50-51.

Harsono, A., R.D.Purwaningrahayu, A.Taufiq. 2007. Pengelolaan Air dan Drainase Pada Budidaya Kedelai. Teknik Produksi dan Pengembangan. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Hendriyani, I. S dan N. Setiari. 2009.

Kandungan Klorofil dan Pertumbuhan Kacang Panjang(Vigna sinensis) pada Tingkat Penyediaan Air yang Berbeda. J. Sains & Mat. 17(3): 145-150.

Mulyatri dan Firdaus. 2008. Potensi dan Kesesuain Lahan untuk Kedelai. Peneliti Muda pada BPTP Jambi.Diakses dari http://digilib.litbang.deptan.go.id pada tanggal 14September 2013.

Poehlman, J. M. and Sleper.1995.Beerding Field Crops. Pamina Publishing Corporation, New Delhi. pp: 301 and 305.

Prihatman, K. 2000. Kedelai (Glycine max L.). Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.Dikutip dari http://www.ristek.go.id.Diakses pada tanggal 14September 2013.

Purwanto E, 2003. Aktivitas Fotosintesis Kedelai akibat Cekaman Kekeringan. Agrosains 5(1): 3-18

Ramadhani, E. 2011.Kajian Aplikasi Jenis Pupuk Untuk Produksi Dua Varietas Kedelai Secara Organik dengan Sistem Budidaya Jenuh Air pada Dua Musim Tanam [Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Silalahi, H. 2009. Pengaruh Rhizobium dan Pupuk Posfat Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine max L. Merril) [Skripsi]. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Sumarno dan A.G. Manshuri. 2007. Persyaratan tumbuh dan wilayah produksi kedelai di Indonseia, hal 74 ± 103.Teknik Produksi dan Pengembangan.Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor.

(8)

922

Sudaryanto, T dan Swastika, K. S. 2007.Ekonomi Kedelai Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.

Taiz L, Zeiger E. 2002. Plant Physiology.Third edition.Sinaue associaties Inc. Publisher. Massachusetts. 690

Van Steenis, C. G. G. J., Den Hoed D., Bloemberg S., dan Eyma, P.J. 2003. Flora untuk Sekolah di Indonesia. Edisi Kesembilan. PT Pradnya Paramita, Jakarta.

Wullschleger SD, yin TM, Difazio SP, Tschaplinski TJ, Gunter LE, Davis MF. 2005. Phenotypic variation in growth and biomass distribution for two advanced-generation pedigrees of hybrid poplar. Canadian j. For. Res. 35:1779-1789.

Yulianto.2010. Pengkajian Perbenihan Padi danKedelai.http://www.w3.org/1999/h tml.Diakses tanggal 21 November2013

Gambar

Tabel 2.Total luas daun kedelai (cm 2 ) pada perlakuan pemberian air
Tabel 6.Bobot basah tajuk (g) kedelai pada perlakuan pemberian air
Tabel 9.Jumlah polong hampa (Buah) kedelai pada perlakuan pemberian air
Tabel 12. Bobot kering 100 biji (g) perlakuan pemberian air

Referensi

Dokumen terkait

Mampu menyebutkan nama diri, jenis kelamin, tanggal dan bulan kelahiran, dan alamat rumah secara sederhana.. Mampu mengemukakan pikiran dan pendapat melalui kata-kata

Jika kita menilik ‘fungsi dan kedudukan’ ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut dengan kacamata Teori Kritik dari Horkheimer dan Adorno (dalam buku Dialektik der

Jika seorang Apoteker baik dengan sengaja maupun tak sengaja melanggar atau tidak mematuhi kode etik Apoteker Indonesia, maka dia wajib mengakui dan menerima sanksi dari

18 nilai-nilai dalam pendidikan karakter menurut Diknas yang juga sudah diterapkan di lembaga bimbingan belajar Taman Pintar; Sahabat Sekolah Anak adalah nilai

IP Address Versi 4 merupakan salah satu protocol yang berada pada Network Layer dalam TCP/IP yang digunakan untuk pengalamatan perangkat jaringan komputer agar dapat

Cara yang pertama ini merupakan cara yang paling sempurna, terutama dalam hal merumuskan tindak pidana dalam bentuk pokok atau standar dengan mencantumkan

2019, karena abstrak merupakan interpretasi isi dokumen skripsi serta sebagai pengembangan dari penelitian sebelumnya dengan menggunakan metode LSA dan penggalian