• Tidak ada hasil yang ditemukan

REMITANSI : Determinan dan Dampak Terhadap Pembangunan Daerah Asal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "REMITANSI : Determinan dan Dampak Terhadap Pembangunan Daerah Asal"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

REMITANSI : Determinan dan Dampak

Terhadap Pembangunan Daerah Asal

Tugas Mobilitas Penduduk

Kelompok 6 : Dahlia Triyanti Fransiska E. Moko Toma Afriandi

PROGRAM PASCASARJANA KAJIAN STUDI KEPENDUDUKAN DAN

KETENAGAKERJAAN TAHUN 2013 UNIVERSITAS INDONESIA

(2)

KAJIAN TEORI : REMITANSI, DETERMINAN DAN DAMPAK

TERHADAP PEMBANGUNAN DAERAH ASAL

I. PENDAHULUAN

Remitansi sebagai salah satu sumber pemasukan pendapatan bagi negara-negara, khususnya negara berkembang, sekarang ini memainkan peran yang penting dalam pembangunan negara. Hodinott (1994) mengemukakan bahwa migrasi dapat dipandang sebagai suatu proses yang membantu pemerataan pembangunan yang bekerja dengan cara memperbaiki ketidakseimbangan hasil faktor produksi antar daerah. Hasil studi tersebut menunjukkan adanya dampak positif dari migrasi desa kota yaitu aliran remitansi dari migran ke daerah asal.

Menurut data Bank Dunia pada tahun 2012, jumlah arus remitansi ke negara-negara berkembang diperkirakan mencapai $406 juta, meningkat 6,5 persen dari $381 juta pada tahun 2011. Jumlah sebenarnya dari arus remitansi ini diperkirakan lebih besar dari jumlah yang tercatat saat ini, mengingat adanya aliran pengiriman uang lewat jalur informal yang jumlahnya cukup besar. “Remitansi merupakan sumber yang penting dalam dukungan keuangan yang secara langsung meningkatkan pendapatan rumah tangga migran. Remitansi mendukung investasi rumah tangga dalam kesehatan, pendidikan, dan usaha kecil rumah tangga” (World Bank, 2012). Migrasi melalui remitansi pada akhirnya akan mempengaruhi kesejahteraan keluarga migran dan pembangunan daerah asal.

Tulisan ini mencoba untuk mengkaji berbagai hasil penelitian yang dilakukan di berbagai negara untuk melihat hubungan antara migrasi, remitansi, dan pembangunan daerah asal, dan ingin menjawab pertanyaan faktor apa saja yang menyebabkan migran mengirimkan remitansi ke keluarga di daerah asalnya, mengapa terjadi perbedaan pengiriman besarnya remitansi dari migran, dan dampak pengiriman remitansi tersebut terhadap kesejahteraan keluarga dan pembangunan di daerah asal migran.

II. PENGERTIAN REMITANSI

Migrasi bukanlah fenomena baru dan itu adalah tindakan utama yang dilakukan melawan kemiskinan dan sebagian besar dampak langsung dari migrasi adalah pengiriman uang. Pengertian pengiriman uang yang sekarang dikenal dengan istilah remitansi pada mulanya adalah uang atau barang yang dikirim oleh tenaga kerja ke daerah asal, sementara

(3)

tenaga kerja masih berada di tempat tujuan (Connell et.al dalam Effendi, 2004). Namun kemudian definisi ini mengalami perluasan, tidak hanya uang, barang, tetapi keterampilan dan ide-ide baru yang juga digolongkan sebagai remitan bagi daerah asal. Keterampilan dan ide-ide baru sangat menyumbang pembangunan desanya seperti cara-cara kerja, membangun rumah, dan lingkungannya yang baik, serta hidup yang sehat. Studi tersebut juga menyebutkan bahwa di negara-negara sedang berkembang terdapat hubungan yang sangat erat antara migran dengan daerah asalnya, dan hal tersebut yang semakin memunculkan fenomena remitansi, dan studi mengenai remitan yang difokuskan pada tiga hal yaitu : (1) faktor-faktor penentu remitan; (2) besarnya remitan; (3) pemanfaatan remitan.

Remitan menurut Curson (1981) merupakan pengiriman uang, barang, ide-ide pembangunan dari perkotaan ke pedesaan dan merupakan instrumen penting dalam kehidupan sosial ekonomi suatu masyarakat. Remitansi adalah uang atau barang yang dikirim oleh migran dari daerah tujuan ke daerah asalnya. Remitansi terbagi dua yaitu remitan dari migrasi internasional dan remitan dari migrasi internal (Fitranita, 2009). Dari segi ekonomi keberadaan remitan sangatlah penting karena mampu meningkatkan ekonomi keluarga dan juga untuk kemajuan bagi masyarakat penerimanya. Di samping sebagai salah satu instrumen perubahan ekonomi, remitan juga mempunyai dampak yang luas dalam kehidupan sosial maupun budaya bagi keluarga, masyarakat penerima dan daerah asalnya. Cohen dan Sirkeci (2012) juga menyebutkan remitansi dalam konteks migrasi di negara-negara sedang berkembang merupakan bentuk upaya migran dalam menjaga kelangsungan ikatan sosial ekonomi dengan daerah asal, meskipun secara geografis mereka terpisah jauh. Selain itu, migran mengirim remitansi karena secara moral maupun sosial mereka memiliki tanggung jawab terhadap keluarga yang ditinggalkan. Mohapatra dan Ratha (2012) menyebutkan kewajiban dan tanggung jawab sebagai seorang migran, sudah ditanamkan sejak masih kanak-kanak. Masyarakat akan menghargai migran yang secara rutin mengirim remitansi ke daerah asal, dan sebaliknya akan merendahkan migran yang tidak bisa memenuhi kewajiban dan tanggung jawabnya. Senada dengan pernyataan tersebut penelitian yang dilakukan Effendi pada tahun 1991 di Jatianom Jawa Tengah (Effendi, 2004) juga menunjukkan pola yang demikian, yaitu masyarakat lebih menghargai migran yang rutin mengirim remitansi. Ini umumnya mengacu pada uang yang dikirimkan ke rumah tangga oleh para pekerja, karena uang yang dikirim tersebut secara langsung meningkatkan

(4)

pendapatan rumah "keluarga migran”, pengiriman tersebut telah menjadi sumber penting untuk memenuhi kebutuhan konsumsi sehari-hari (McDonal dan Valenzuela, 2011).

Sejak pertengahan tahun 1980an, seiring dengan meningkatnya mobilitas pekerja, terjadi perubahan pola makanan keluarga migran di daerah asal menuju pada pola makanan dengan gizi sehat. Perubahan ini tidak dapat dilepaskan dari peningkatan daya beli keluarga migran di daerah asal, sebagai akibat adanya remitansi. Senada dengan hasil penelitian Sri Rahayu (2007) pada masyarakat Desa Cawaban Tegal Jawa Tengah yang sebagian besar penduduknya adalah pedagang warteg di Jakarta. Pada kehidupan pedagang warteg masyarakat desa Cabawan, remitansi yang dikirim karena pada dasarnya antara keluarga yang ada di kota dan di desa merupakan satu kesatuan ekonomi. Remitansi atau yang lazim mereka sebut “kiriman” selain ditujukan untuk keluarganya juga ditujukan untuk anggota masyarakat desanya dan juga untuk keperluan desa asalnya. Hal tersebut senada dengan McDonal dan Valenzuela (2011), dimana buruh migran dari seluruh dunia mengirimkan uang kepada keluarga mereka di negara asal mereka, juga untuk pengembangan daerah asalnya, pengiriman uang juga telah terbukti menyebabkan lebih banyak investasi di bidang kesehatan, pendidikan, dan bisnis. Di tingkat nasional, penerimaan dalam jumlah besar pengiriman uang dari migran yang diliuar negeri meningkatan percepatan pertumbuhan dan pembangunan.

Namun di sisi lain, remitansi ternyata tidak hanya mempengaruhi pola konsumsi keluarga migran di daerah asal (Ranathunga,2011). Dalam kerangka pemupukan remitan, migran berusaha melakukan berbagai kompromi untuk mengalokasikan sumberdaya yang dimilikinya, dan mengadopsi pola konsumsi tersendiri di daerah tujuan. Para migran akan melakukan "pengorbanan" dalam hal makanan, pakaian, dan perumahan supaya bisa menabung dan akhirnya bisa mengirim remitansi ke daerah asal. Secara sederhana para migran akan meminimalkan pengeluaran untuk memaksimalkan pendapatan. Migran yang berpendapatan rendah dan tenaga kerja tidak terampil, akan mencari rumah yang paling murah dan biasanya merupakan pemukiman miskin di pusat-pusat kota.

Menurut Skeldon (2003), remitansi pada dasarnya adalah bagian dari penghasilan migran yang disisihkan untuk dikirimkan ke daerah asal. Dengan demikian, secara logis dapat dikemukakan semakin besar penghasilan migran maka akan semakin besar remitansi yang dikirimkan ke daerah asal. Remitansi merupakan bentuk keterikatan dan keterkaitan penduduk yang melakukan mobilitas dengan daerah asalnya. Remitansi merupakan

(5)

indikator penting dalam kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat penerimanya karena bisa meningkatkan perekonomian keluarga di daerah asal. Dalam perspektif yang lebih luas, remitansi dari migran dipandang sebagai suatu instrumen dalam memperbaiki keseimbangan pembayaran, dan merangsang tabungan dan investasi di daerah asal. Oleh karenanya dapat dikemukakan bahwa remitan menjadi komponen penting dalam mengaitkan mobilitas pekerja dengan proses pembangunan di daerah asal.

Zohry (2002) menyebutkan bahwa pengiriman uang migran adalah indikator terlihat utama yang dapat digunakan untuk menilai hubungan migrasi dan pembangunan. Pengiriman uang yang dilakukan para pekerja ke keluarganya di negara asal menjadi sumber penting devisa dan pendapatan bagi negara-negara berkembang. Sementara jumlah resmi bantuan asing ke negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah-bawah adalah sekitar $39 miliar dalam tahun 2000, pengiriman uang mencapai lebih dari $43 miliar. Mengingat ukuran aliran ini, pengiriman uang mungkin memberikan dampak besar pada pembangunan ekonomi secara keseluruhan.

Akay, et.al (2012), menyebutkan remitansi merupakan pengiriman uang yang menjadi kas besar seluruh dunia. Di banyak negara dengan mobilitas internal substansial, pengiriman uang juga melimpah di tingkat nasional. Misalnya, perkiraan untuk Cina menunjukkan bahwa hampir US$30 miliar yang ditransfer dari perkotaan ke daerah pedesaan pada tahun 2005. Remitansi sering merupakan bagian besar dari pendapatan yang diperoleh dari migran dan itu diharapkan menjadi kewajiban para migran untuk mentransfer uang kepada keluarga yang ditinggalkan, karena itu memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan keluarga.

(6)

Secara umum, aliran remitan dari migran ke rumah tangga migran di daerah asal dapat digambarkan sebagai berikut :

Proses pengiriman remitan secara umum dapat dilakukan melalui dua cara yakni 1) pengiriman langsung dan 2) pengiriman melalui pihak lain. Pengiriman remitan langsung dalam hal ini merupakan pengiriman remitan yang bukan dalam bentuk barang atau uang, yakni remitan yang berupa gagasan/ide yang diperoleh oleh para migran untuk kemudian diterapkan di daerah asalnya. Pengiriman ini dapat diinformasikan melalui telepon atau lewat pengiriman surat langsung ke penerima manfaat. Sementara itu pengiriman yang dilakukan dengan bantuan pihak lain biasanya berupa barang/uang. Para migran dapat memanfaatkan agen-agen pengiriman remitan yang ada di negara mereka bekerja untuk

1.Sender 4. Beneficiary

- Cash - Cheque - Money order - Bank transfer - Credit, debit card

Transfer order can be made in person, by phone, or via the

internet 2. Sending remittance agent - Cash - Cheque - Money order - Bank transfer - Credit, - Debit card - Good INFORMATION Can be transmitted by phone or letter 3. Paying remittance agent INFORMATION Can be forwarded by e-mail,proprietary system, fax, phone, aor automated clearing house

SETTLEMENT

Can be made in cash or via bank transfers

Sumber : IFAD, 2006

(7)

mengirimkan remitan ke keluarganya di negara asal. Dengan adanya kemajuan teknologi para migran ini bisa menghubungi pihak agen pengiriman remitansi dengan transfer via internet kepada mereka, kemudian pihak agen pengiriman remitan di negara migran bekerja akan melakukan transaksi dengan pihak agen penerima remitan di negara asal para migran, yang pada akhirnya akan disalurkan ke keluarga para migran di negara asal.

III. TEORI REMITANSI

Menurut teori klasik Todaro (2006), keputusan bermigrasi merupakan keputusan individu yang mengharapkan adanya perbedaan pendapatan di daerah asal dengan daerah tujuan. Apabila daerah asal tidak mampu memenuhi harapan individu untuk memenuhi kebutuhannya, maka ia akan mengambil keputusan untuk bermigrasi. Keterbatasan teori tersebut adalah tidak memasukkan pengaruh lainnya selain upah yang diharapkan. Selain itu teori tersebut juga tidak menjelaskan migrasi sementara dan aliran remitansi dari migran ke daerah asalnya.

Pada tahun 1980 dan 1990an, teori The New Economics of Labour Migration (NELM) muncul terutama pada penelitian-penelitian di Amerika sebagai respon terhadap “developmentalist” dan “neoclassical theories” yang dipandang terlalu kaku dalam menjelaskan hubungan yang komplek antara migrasi dan pembangunan. NELM memberikan pandangan yang lebih luas yang mengaitkan hubungan antara migrasi sebagai fenomena pasar kerja yang berbeda dari pasar kerja maupun non pasar kerja lainnya yang pada akhirnya memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai proses ekonomi dan pembangunan (Stark, 1999). Model ini menempatkan migrasi sebagai perilaku membagi resiko antar anggota rumah tangga. Jadi, keputusan bermigrasi bukanlah keputusan individual karena dengan membagi resiko tersebut rumah tangga mampu menciptakan lebih banyak variasi dalam memperoleh pendapatan dalam meminimalkan resiko. Migrasi dianggap sebagai respon rumah tangga terhadap resiko pendapatan ketika remitansi migran berfungsi sebagai asuransi pendapatan bagi rumah tangga di daerah asal. Dalam hal ini, migran dan rumah tangga asalnya membuat semacam pengaturan kontrak. Lebih jauh lagi, teori ini juga menentang anggapan yang cenderung memandang rumah tangga miskin hanya sebagai korban pasif akibat adanya tekanan kapitalis global. NELM mengemukakan bahwa rumah tangga miskin tersebut berusaha untuk aktif dalam meningkatkan

(8)

kesejahteraan hidup mereka. Dalam pandangannya, migrasi dianggap sebagai strategi rumah tangga untuk meningkatkan kehidupan rumah tangga.

Teori ini berasal dari penelitian yang dilakukan oleh Lucas dan Stark (1985) di Botswana. Mereka mempelajari remitansi pada tingkat rumah tangga mengemukakan bahwa motivasi memainkan peranan penting dalam pengambilan keputusan seorang migran untuk mengirimkan remitan ke rumah tangga asalnya. Hasil studi mereka menemukan bahwa determinan remitansi adalah “pure altruism”, “pure self interest”, dan “tempered altruism or enlightened self-interest”. Zanker dan Siegel (2007) mencoba meringkas motivasi dalam pengiriman remitan dan pengaruhnya pada remitansi pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Teori Determinan Remitansi

Effect of..on level of remittances Household income Migrant income Househod shock Migrant risk level Education level of migrant Intent to return No. of migrants in HH time Pure altruism - + + + - - Pure self-interest + + Co-insurance - + + Loan repayment +/- + + +, later - Exchange motives +/- + + Strategic behaviour - + +

Sumber : Zanker dan Siegel, 2007

Altruism merupakan keinginan untuk menyenangkan orang lain yang diturunkan dari utilitas konsumsi rumah tangga dimana migran sangat peduli dengan kemiskinan atau kejadian yang dialami oleh rumah tangga. Dalam hal ini ada hubungan yang positif antara kondisi yang merugikan dari rumah tangga asal yang menerima remitansi dengan jumlah remitansi yang dikirim. Remitansi meningkat dengan meningkatnya pendapatan migran dan

(9)

menurun dengan meningkatnya pendapatan penerima remitansi (Zanker dan Siegel, 2007). Sementara itu, self interest muncul sebagai akibat dari, pertama, adanya aspirasi untuk menerima warisan. Kedua, ketertarikan pribadi dari migran untuk melakukan investasi dalam bentuk aset ke daerah asal dan keinginan untuk dapat memelihara aset tersebut. Ketiga, keinginan untuk kembali ke daerah asal. Motivasi yang terakhir adalah “tempered altruism”. Dalam hal ini, migran dan rumah tangga asalnya saling menerima manfaat dari migrasi melalui beberapa jenis kontrak perjanjian, seperti motif “co-insurance”, “exchange motives”, dan “loan repayment”. Migran dianggap mengirimkan remitan dengan motif insurance apabila digunakan untuk konsumsi keluarga asal atau untuk akumulasi aset. Motif exchange yaitu remitan dianggap sebagai bayaran terhadap service yang diberikan oleh penerima remitan terhadap migran asalnya karena telah membesarkan anak mereka yang tinggal bersama orang tua migran di daerah asalnya. Sementara itu, motif loan repayment dimungkinkan apabila migran memperoleh bantuan dari keluarga mereka dalam membiayai perpindahan dan pendidikan mereka.

Di sisi lain, remitansi dapat memberikan pengaruh yang berlawanan pada ketersediaan tenaga kerja (labour supply) di daerah asal. Dalam banyak studi ditemukan bahwa peningkatan pendapatan non-labour rumah tangga akan menurunkan partisipasi tenaga kerja baik laki-laki maupun perempuan. Dalam model neoklasik pilihan antara bekerja dan waktu luang (labour-leisure choice), Killingsworth (1983), remitansi dipandang sebagai salah satu pendapatan non-labour rumah tangga. Secara teoritis, peningkatan pendapatan non-labour dapat meningkatkan kekuatan daya beli rumah tangga dan upah yang diharapkan (reservation wage), sehingga mengurangi kesempatan kerja dan jumlah jam yang disediakan oleh penerimaan remitansi individu.

IV. PENELITIAN SEBELUMNYA

DETERMINAN REMITANSI

Remitansi dapat berupa berbagai bentuk pengiriman dimana remitansi memungkinkan para migran untuk mengirimkan sebagian dari pendapatan mereka ke keluarga atau negara asal mereka. Motivasi dari pengiriman remitansi ini mungkin berbeda-beda tergantung dukungan dari keluarga di rumah, apakah untuk membeli properti atau untuk di investasikan dalam bentuk uang (tabungan). Dalam kasus migrasi temporer

(10)

biasanya hasil dari remitansi ini akan digunakan untuk berwirausaha saat mereka pulang ke negara asal. Besarnya uang/barang yang dikirimkan migran ke daerah asal menurut beberapa hasil studi juga berbeda-beda antar migran.

Motivasi Pengiriman Remitansi

Ranathunga (2011) dalam penelitiannya di Sri Lanka menemukan, bahwa altruistic remitansi berhubungan positif dengan pendapatan bulanan migran dan berhubungan secara negatif pada pendapatan rumah tangga pertanian baik secara reguler dan tahunan. Studi lain yang dilakukan oleh Niimi et.al (2008) menemukan bahwa kehadiran keluarga terdekat di daerah tujuan mempunyai koefisien negatif yang memberikan bukti terhadap perilaku altruistic dari migran dalam mengirimkan remitan. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku altruistic dari migran dalam mengirimkan remitan.

Terkait dengan self interest, Lucas dan Stark (1985) dalam studinya di Bostwana menunjukkan bahwa anak laki-laki akan mengirimkan remitan yang semakin besar dengan semakin besarnya peternakan dan pendapatan rumah tangga asalnya dikarenakan adanya motivasi untuk mendapatkan warisan dalam pengiriman remitan. Dorantes dan Pozo (2002) mengemukakan alternatif lain untuk mengukur adanya motive insurance, yaitu dengan mengetahui kegunaan akhir dari remitansi tersebut. Migran dianggap mengirimkan remitansi dengan motif insurance apabila digunakan untuk konsumsi keluarga asal atau untuk akumulasi asal. Germenji (2001) menemukan bahwa rumah tangga dan kepala rumah tangga yang berusia lebih dari 50 tahun menerima kiriman remitansi lebih banyak dan menyatakan bahwa remitansi tersebut merupakan exchange antara migran dan kakek yang memelihara cucunya.

Hasil penelitian Fitranita (2009) di empat kota besar di Indonesia (Medan, Tangerang, Makssar,dan Samarinda) menemukan bahwa keputusan mengirimkan remitansi dipengaruhi oleh umur (adanya hubungan yang positif dimana peningkatan umur akan meningkatkan peluang pengiriman remitan, namun pada umur tertentu peningkatan umur justru menurunkan peluang mengirimkan remitan), jumlah anggota rumah tangga (adanya hubungan yang negatif dimana penambahan anggota rumah tangga akan menurunkan peluang pengiriman remitan), tingkat pendidikan (menunjukkan hubungan yang positif dimana semakin tinggi pendidikan akan meningkatkan peluang pengiriman remitan), status perkawinan (adanya hubungan yang negatif dimana status perkawinan (janda/duda) dapat

(11)

menurunkan peluang pengiriman remitan, status pekerjaan (adanya hubungan yang positif, dimana kepala rumah tangga yang statusnya di sektor formal berpeluang mengirimkan remitan yang lebih besar), dan kota tempat tinggal (adanya peluang perbedaan pengiriman remitan antara migran desa-kota di empat kota besar tersebut).

Besar Remitansi yang Dikirim Migran

Salah satu pertanyaan yang sering muncul dalam studi mengenai migrasi dan remitansi adalah mengenai perbedaan besar remitansi yang dikirimkan migran ke daerah asal. Beberapa studi menunjukkan bahwa besar kecilnya remitansi ditentukan oleh berbagai karakteristik migrasi maupun migran itu sendiri. Karakteristik tersebut mencakup sifat mobilitas atau migrasi, lamanya di daerah tujuan, tingkat pendidikan migran, penghasilan migran serta sifat hubungan migran dengan keluarga yang ditinggalkan di daerah asal.

Lamanya migran menetap (bermigrasi) di daerah tujuan mempengaruhi besarnya remitansi yang dikirim migran ke daerah asal. Lucas et.al (1985) mengemukakan bahwa semakin lama migran menetap di daerah tujuan maka akan semakin kecil remitansi yang dikirimkan ke daerah asal. Adanya arah pengaruh yang negatif ini selain disebabkan oleh semakin berkurangnya beban tanggungan migran di daerah asal (misalnya anak-anak migran di daerah asal sudah mampu bekerja sendiri), juga disebabkan oleh semakin berkurangnya ikatan sosial dengan masyarakat di daerah asal.

Tingkat pendidikan migran lebih cenderung memiliki pengaruh yang positif terhadap remitansi. Rempel dan Lobdell dalam Ardana (tanpa tahun)mengemukakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan migran, maka akan semakin besar remitansi yang dikirimkan ke daerah asal. Hal ini pada dasarnya berkaitan dengan fungsi remitansi sebagai pembayaran kembali (repayment) investasi pendidikan yang telah ditanamkan keluarga kepada individu migran. Tinggi rendahnya tingkat pendidikan migran menunjukkan besar kecilnya investasi pendidikan yang ditanamkan keluarga, dan pada tahap selanjutnya berdampak pada besar kecilnya "repayment" yang diwujudkan dalam remitansi. Sebaliknya, Ranathunga (2011) menemukan bahwa pendidikan migran memiliki dampak yang negatif terhadap keputusannya untuk mengirimkan remitansi. Ranathunga menemukan bahwa responden yang berpendidikan tinggi, pendapatan yang diperolehnya digunakan untuk membiayai pendidikan mereka sendiri, sehingga tidak memungkinkan mereka untuk mengirimkan ke keluarga mereka di daerah asal.

(12)

Pengaruh positif juga ditemukan antara penghasilan migran dan remitansi (Wiyono,1994). Remitansi pada dasarnya adalah bagian dari penghasilan migran yang disisihkan untuk dikirimkan ke daerah asal. Dengan demikian, secara logis dapat dikemukakan semakin besar penghasilan migran maka akan semakin besar remitansi yang dikirimkan ke daerah asal.

Besarnya remitansi juga tergantung pada hubungan migran dengan keluarga penerima remitansi di daerah asal. Keluarga di daerah asal dapat dibagi atas dua bagian besar, yaitu keluarga inti (batih) yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak, serta keluarga di luar keluarga inti. Dalam konteks ini, Mantra dalam Ardana (tanpa tahun) mengemukakan bahwa remitansi akan lebih besar jika keluarga penerima remitansi di daerah asal adalah keluarga inti. Sebaliknya, remitansi akan lebih kecil jika keluarga penerima remitansi di daerah asal bukan keluarga inti.

Hasil penelitian Collier (2011) di wilayah Maghreb (Aljazair, Maroko, dan Tunisia) menunjukkan bahwa perbedaan dalam pengiriman uang seluruh migran yang kembali ke wilayah Maghreb dapat dijelaskan oleh kombinasi dari rumah tangga dan karakteristik migran yang diamati. Selain itu, ditemukan beberapa faktor penting yang mempengaruhi keputusan untuk mengirimkan remitansi tapi tidak menjelaskan jumlah yang dikirim. Sebagai contoh yakni pendidikan dan status tenaga kerja mempengaruhi probabilitas untuk mengirimkan tetapi mereka tidak signifikan dalam menjelaskan jumlah yang dikirim. Sementara waktu yang dihabiskan di luar negeri tidak mempengaruhi keputusan untuk mengirimkan tetapi berpengaruh positif pada tingkat pengiriman uang. Selanjutnya, migran yang masuk secara ilegal ke negara tujuan dan investasi setelah kembali secara positif mempengaruhi probabilitas dan tingkat pengiriman uang. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi migran kembali ke negara asalnya, misalnya, memiliki anak sebelum migrasi, bentuk entri (legal maupun ilegal) dan adanya investasi setelah kembali.

Ikatan keluarga juga memberikan efek yang positif dan signifikan dalam keputusan migran dalam mengirimkan remitansi. Sehingga menjaga hubungan dengan keluarga misalnya melalui telpon atau berkirim surat akan berdampak positif pada probabilitas pengiriman remitansi ke negara asal. Dibandingkan dengan para migran yang jarang melakukan kontak dengan keluarga, kemungkinan penyetoran uang (remitansi) sekitar 20 – 28 persen lebih tinggi. Status migran juga memberikan pengaruh dalam pengiriman remitansi dimana para migran yang telah mempunyai anak sebelum keberangkatan memiliki

(13)

pengaruh negatif bila dibandingkan dengan menikah sebelum berangkat. Sementara jumlah keluarga memiliki pengaruh negatif terhadap pengiriman remitansi, semakin banyak anggota keluarga di negara asal maka pengiriman remitansi juga akan menurun.

Dari hasil studinya di Sri Lanka, Ranathunga (2011) menyimpulkan bahwa bonus tahunan yang diterima migran memiliki hubungan yang positif dengan remitansi, semakin besar bonus tahunan yang diterima, semakin besar jumlah remitansi yang dikirimkan, dimana tambahan penghasilan tersebut biasanya dikirimkan ke daerah asalnya untuk tujuan memperbaiki rumah, membeli barang-barang, atau ditabung. Selain itu, migran yang belum menikah lebih mudah cenderung untuk mengirimkan lebih sering. Sebaliknya di Bulgaria, sebuah studi menemukan bahwa pengiriman remitansi akan tinggi pada laki-laki yang telah menikah (Markova dan Reilly, 2006).

Pengiriman remitansi oleh migran ke daerah asal juga dipengaruhi kombinasi teknologi. Contohnya, perbankan bekerjasama dengan lembaga keuangan nonformal lainnya yang memiliki cabang hingga ke daerah perdesaan sehingga memudahkan pengiriman remitansi ke daerah tujuan. Cara pengiriman remitansi biasanya melalui saluran formal seperti bank dan lembaga keuangan bukan bank seperti biro devisa (foreign exchange bureaus) dan operator transfer uang seperti Western Union dan MoneyGram. Saluran informal seperti menigirimkan uang lewat teman, kerabat, atau membawa sendiri. Di Cina, ¾ domestik remitansi Cina dikirimkan melalui China Post (bank komersial dan koperasi kredit desa). Bank komersial memungkinkan untuk melayani jasa pelayanan pengiriman remitansi dikarenakan banyak memiliki cabang di desa-desa (Murphy, 2006).

DAMPAK PENGIRIMAN REMITANSI MIGRAN TERHADAP PEMBANGUNAN DAERAH ASAL

Pengiriman uang (remitansi) dari pekerja ke daerah asal dapat dianggap sebagai salah satu indikator ekonomi yang relevan dengan migrasi. Tujuan pengiriman remitansi akan menentukan dampak remitansi terhadap pembangunan daerah asal. Dalam analisis ekonomi, remitansi dapat memberikan pengaruh mikroekonomi dan makroekonomi. Pada kondisi mikroekonomi remitansi memberikan kontribusi dalam : 1) kesejahteraan rumah tangga penerima dan menyediakan persediaan uang darurat sementara; 2) cenderung meningkat selama krisis ekonomi dan bencana alam; 3) meningkatkan standar kehidupan melalui investasi manusia dan investasi modal (kesehatan, nutrisi, pendidikan) dan membangun aset (seperti real estate, bisnis, tabungan); 4) menghasilkan efek yang

(14)

mempengaruhi keluarga dan masyarakat di luar rumah tangga penerima, sebagian karena peningkatan konsumsi.

Dalam kondisi makroekonomi, remitansi menyediakan aliran dana yang stabil, memberikan sumber devisa yang penting bagi negara, dan mengatasi tekanan pada nilai mata uang lokal dalam kasus aliran remitansi yang tinggi (IFAD, 2006). Berbagai pemikiran dan hasil penelitian telah menemukan keberagaman tujuan remitansi ini. Berikut akan dibahas dampak pengiriman remitansi tenaga kerja migran ke daerah asal berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di berbagai negara.

Remitansi: Investasi konsumsi (Consumptive investment) dan Investasi Produktif

(Productive investment)

Remitansi yang dikirimkan ke rumah tangga asal migran baik secara langsung maupun melalui lembaga perantara keuangan dapat digunakan untuk kebutuhan konsumsi atau investasi. Kedua cara pemanfaatan remitansi ini memberikan dampak terhadap pembangunan daerah asal. Pemanfaatan remitansi untuk investasi konsumsi akan memberikan dampak mikro (micro effect) sedangkan remitansi yang dimanfaatkan untuk investasi produktif akan berdampak secara makro (macro effect) terhadap pembangunan di daerah asal.

Penggunaan remitansi untuk investasi konsumsi mengacu pada pembelian barang-barang dan jasa yang dikonsumsi langsung oleh rumah tangga dan dapat meningkatkan kesejahteraan anggota rumah tangga penerima remitansi. Sementara investasi produktif mengacu pada investasi dalam aktivitas yang meningkatkan kapasitas rumah tangga untuk menghasilkan uang. Di Cina, sebagian besar remitansi digunakan untuk pemenuhan konsumsi. Investasi konsumsi menjadi penting di sana, karena dapat meningkatkan sumber-sumber mata pencaharian dari masyarakat perdesaan, dan juga meningkatkan rasa kepercayaan diri, sehingga mereka dapat berpartisipasi dalam kehidupan sosial masyarakat, termasuk pernikahan (Huang and Zhan, 2005). Penelitian lain yang dilakukan Vladicescu (2008) di Moldova, terdapat perbedaan pendapatan antara rumah tangga penerima remitansi dan bukan penerima remitansi dimana remitansi memberikan sumbangan lebih dari 50 persen terhadap pendapatan keluarga. Remitansi menjadi sumber utama pendapatan mereka. Sebesar 79 persen responden mengungkapkan situasi keuangan keluarga mengalami perkembangan ketika anggota keluarga bermigrasi. Penggunaan

(15)

remitansi untuk konsumsi ditujukan untuk membeli makanan dan pakaian serta memperbaiki rumah.

Banyak studi yang menunjukkan bahwa investasi remitansi terhadap penggunaan produktif masih terbatas jika dibandingkan penggunaannya untuk keperluan konsumsi. Hal ini tida menjadi masalah karena konsumsi tersebut dapat membawa dampak positif pada kesejahteraan dan multiplier effects terhadap ekonomi. Contohnya, penggunaan remitansi untuk konsumsi dapat diinvestasikan untuk makanan yang dapat meningkatkan food security dan status gizi yang pada akhirnya akan bermanfaat pada pembentukan modal manusia (Sander dan Maimbo, 2003). Remitansi juga biasanya dikumpulkan secara kolektif di berbagai komunitas seperti gereja, yang dapat dimanfaatkan untuk pembangunan fasilitas sekolah, gereja, kesehatan, dan sebagainya.

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, remitansi juga dimanfaatkan untuk investasi produktif. Sebuah studi kasus yang dilakukan di Sri Lanka menunjukkan bahwa migrasi dari desa ke kota memiliki peranan yang siginifikan terhadap kepemilikan aset (termasuk kendaraan bermotor dan lahan) di daerah asal migran. Rumah tangga migran yang memiliki lebih banyak lahan pertanian cenderung menggunakan remitansi dengan tujuan untuk investasi. Sementara itu, rumah tangga yang masih memiliki anak usia sekolah cenderung menggunakannya untuk tujuan pendidikan. Ini membuktikan bahwa migrasi desa kota dan remitansi bukan hanya digunakan untuk tujuan konsumsi tetapi juga untuk investasi (Ranathunga, 2011). Demikian halnya dengan studi dari Lukas dan Stark (1985), di Botswana, remitansi biasanya diinvestasikan dalam bentuk modal tetap seperti lahan, ternak, atau rumah.

Dampak adanya investasi remitansi ini sangat terlihat di daerah perdesaan khususnya daerah pertanian. Remitansi menjadi modal dalam investasi di pertanian. Aliran modal remitansi meningkatkan investasi dengan melepaskan kredit dan atau dengan mengurangi biaya kredit. Di daerah yang pasar kreditnya sangat terbatas, remitansi menjadi alternatif yang dapat menggantikan peran kredit tersebut. Studi yang dilakukan Gonzales dan Velosa (2011) di Filipina menunjukkan bahwa migrasi internasional dan remitansi mengubah praktek produktif dalam pertanian. Remitansi meningkatkan ketersediaan modal sehingga rumah tangga pertanian dapat memiliki kesempatan untuk meningkatkan produksinya dengan menggunakan teknologi yang lebih modern. Lebih jauh lagi, studi ini menemukan bahwa peningkatan remitansi sebesar 10 persen meningkatkan peluang lahan

(16)

pertanian untuk menghasilkan produksi sebesar 2-3 persen bila menggunakan hand tractors dan 4-5 persen jika menggunakan threshers. Sebagian kecil lahan padi dangan sistem irigasi sendiri bertumbuh sebesar 2 persen. Penelitian lain yang mendukung hasil tersebut berasal dari Atamanov dan van den Berg (2011) yang melakukan studi terhadap rumah tangga pertanian di Republik Kyrgyz. Migrasi dapat mengurangi hasil panen seiring dengan berkurangnya tenaga kerja di desa yang melakukan migrasi ke luar daerah. Namun, pengiriman uang (remitansi) kembali ke daerah asal meringankan kendala seperti hambatan dan pencairan untuk kredit di perdesaan sehingga dapat mendorong produksi pertanian melalui peningkatan produktivitas. Dampak positif ini berbeda-beda antar petani dengan luas lahan yang berbeda. Pengaruh positif remitansi akan lebih kecil untuk petani yang memiliki lahan yang lebih besar. Penelitian Fitranita (2008) di beberapa kota besar di Indonesia menunjukkan bahwa remitan digunakan untuk: 1. Konsumsi sehari-hari termasuk usaha, pembangunan rumah, dan perkawinan, 2. Biaya pendidikan anak, dan 3. Biaya perawatan orang tua dan saudara.

Remitansi dan Labour Supply

Implikasi ekonomi dari migrasi bagi negara pengirim dan penerima sangat luas dan bervariasi. Negara-negara penerima mungkin mengalami tambahan tenaga kerja murah ke dalam perekonomian sebagai akibat dari upah dan ketersediaan lapangan kerja. Untuk negara pengirim, tampaknya memiliki dampak yang lebih besar. Di satu sisi negara asal mungkin akan dipusingkan dengan proses dan prosedur pengiriman para migran ke negara tujuan sementara di sisi lain manfaat emigrasi yakni dapat mengurangi pengangguran, akumulasi modal manusia (sebagai hasil dari migrasi balik), dan yang paling penting masuknya remitansi ke negara pengirim.

Selain membawa dampak terhadap pembangunan daerah tujuan, adanya migran tenaga kerja juga membawa dampak pada daerah asal tenaga kerja migran. Bagi daerah asal, bermigrasinya tenaga kerja yang potensial menyebabkan berkurangnya pasokan tenaga kerja, khususnya di daerah pertanian. Seperti hasil penelitian yang dilakukan Lucas (1985) di Botswana yang menemukan bahwa dampak remitansi sangat konstektual. Dalam beberapa kasus, migrasi dan remitansi membantu peningkatan investasi rumah tangga pertanian dan produksi pertanian, sementara di sisi lain ketersediaan tenaga kerja untuk produksi pertanian dan nonpertanian akan berkurang ketika ada anggota keluarga

(17)

bermigrasi, khususnya jika rumah tangga pertanian tidak dapat mengatur kembali kekosongan tenaga kerja keluarga atau tidak mampu membayar tambahan tenaga kerja. Besarnya remitansi yang dikirimkan tenaga kerja migran ke daerah asal mungkin tidak dapat menutupi ‘kerugian’ yang ditimbulkan oleh berkurangnya tenaga kerja dalam kegiatan ekonomi. Namun, kekurangan tersebut dapat ditutupi dengan masuknya tenaga kerja yang lebih murah dari luar daerah.

Lebih jauh lagi, remitansi mempengaruhi keputusan bekerja anggota rumah tangga migran. Di Tajikistan sebagaimana hasil studi yang dilakukan Justino dan Shemyakina (2012), remitansi mempengaruhi labour supply di daerah asal migran, dimana remitansi memiliki pengaruh negatif terhadap partisipasi kerja laki-laki dan perempuan. Artinya, semakin besar remitansi yang dikirimkan ke rumah tangga migran di daerah asal, anggota keluarga lebih cenderung memilih untuk tidak bekerja. Hasil studi cross sectional lain di Jamaica memberikan kesimpulan yang sama, bahwa ada hubungan negatif antara pengiriman uang (remitansi) tenaga kerja migran dengan partisipasi tenaga kerja di daerah asal migran. Seseorang yang menerima remitansi dari luar, khususnya dari migran yang bekerja di luar negeri, 3,6 persen kurang cenderung untuk berpartisipasi di pasar kerja (Namsuk Kim, 2007).

Remitansi dan Pertumbuhan Ekonomi

Arus remitansi yang masuk ke negara asal migran merupakan salah satu sumber pemasukan bagi negara. India merupakan negara penerima remitansi terbesar di dunia pada tahun 2012 yaitu sekitar $70 juta, disusul Cina ($66 juta), dan Filipina di posisi ketiga dengan jumlah remitansi sebesar $24 juta. Bahkan di beberapa negara seperti Tajikistan, sebesar 47 persen sumber PDB negara berasal dari remitansi. Di posisi ketiga adalah Liberia sebesar 31 persen, dan Republik Kyrgyz sebesar 29 persen (World Bank, 2012). Berikut ini akan dibahas beberapa hasil studi yang menjelaskan bagaimana remitansi sebagai salah satu sumber PDB dapat berdampak pada pembangunan ekonomi di daerah asal migran.

Untuk memahami bagaimana remitansi dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, menurut Abdullaev (2011) adalah melalui akumulasi modal (capital accumulation), pertumbuhan angkatan kerja, dan total factor productivity (TFP). Capital accumulation dapat dibedakan menjadi modal fisik (mesin atau/dan teknologi yang digunakan dalam proses produksi) dan modal manusia (pengetahuan, keterampilan, dan keahlian tenaga kerja). Jika pembiayaan investasi bergantung pada sumber-sumber pendapatan domestik,

(18)

mungkin akan ada peningkatan langsung dalam akumulasi modal relatif terhadap remitansi. Di samping itu, aliran remitansi dapat meningkatkan kredit ekonomi domestik dan aliran remitansi yang besar akan mengurangi biaya modal, yang memungkinkan pinjaman tambahan untuk berinvestasi dalam negeri.

Remintansi dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi melalui dampaknya terhadap pertumbuhan input tenaga kerja dengan asumsi modal manusia tetap. Dalam hal ini remitansi berdampak pada input tenaga kerja melalui partisipasi tenaga kerja dalam kegiatan ekonomi atau melalui fertilitas, dimana ada hubungan negatif antara remitansi dan partisipasi tenaga kerja. Selanjutnya, remitansi dapat mempengaruhi TFP (total factor productivity) melalui efisiensi dari investasi dalam negeri dan ukuran sektor produktif dalam negeri.

Selain itu, banyak studi yang telah dilakukan mencoba untuk menjelaskan dampak remitansi terhadap pembangunan ekonomi di daerah asal migran. Pembangunan ekonomi diawali dengan adanya investasi yang dapat mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi daerah asal migran dapat terjadi sebagai dampak dari remitansi jika remitansi tersebut tidak digunakan untuk konsumsi langsung barang akhir, melainkan diinvestasikan untuk pembentukan modal kerja, modal fisik, dan modal manusia. Peran remitansi dalam hal ini sebagai berikut, agen perantara keuangan sumbernya berasal dari pendapatan tenaga kerja dan remitansi yang berpotensi dapat disimpan dalam sistem perbankan. Perantara ekonomi (bank) menerima deposito dan mengubahnya menjadi sumber pinjaman bagi banyak pelaku kegiatan ekonomi untuk kebutuhan investasi. Dalam hal ini, pasar keuangan memegang peranan penting dalam menunjang terjadinya pertumbuhan ekonomi (Mundaca, 2012).

Hasil studi empiris yang dilakukan di beberapa negara Asia dan negara bentukan Uni Soviet oleh Abdullaev (2011) menemukan hubungan yang positif antara remitansi dan pertumbuhan ekonomi di negara-negara tersebut. Peningkatan remitansi dua kali lipat akan meningkatkan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 5-9 persen. Selain itu remitansi juga berdampak positif pada modal manusia (human capital) di seluruh negara-negara tersebut, dimana hasil regresi mengindikasikan bahwa peningkatan remitansi sebesar dua kali lipat dapat meningkatkan human capital sekitar 5 persen. Demikian halnya dengan studi yang dilakukan di Sub-Saharan Afrika dimana berdasarkan perhitungan yang dilakukan di daerah penerima remitansi, sebesar 1,3 persen PDB Sub-Saharan Afrika berasal

(19)

dari remitansi (Sander, 2003). Penelitian Subianto (2006) di Kabupaten Cilacap menunjukkan hal yang serupa, bahwa korelasi antara remitan dengan pertumbuhan ekonomi yang ditunjukkan dengan peningkatan PDRB sangat erat dan signifikan, dimana pemanfaatan remitan berdampak pada pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan buruh keluarga migran, kesadaran memperbaiki tingkat pendidikan, penyerapan tenaga kerja baru, kesadaran akses informasi komunikasi, serta transformasi/perubahan sosial (misalnya gaya hidup dan gengsi).

Remitansi dan Kemiskinan

Sebagaimana yang dikemukakan dalam teori NELM (New Economics of Migration Labour) yang menganggap bahwa keputusan bermigrasi bukan semata-mata merupakan keputusan individu melainkan srategi keluarga untuk meningkatkan pendapatan melalui pengiriman uang dari tenaga kerja migran ke keluarga migran tersebut, maka remitansi dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga yang pada akhirnya akan mendorong penurunan kemiskinan. Sebagian besar studi menemukan bahwa uang yang dikirimkan atau dibawa langsung oleh migran ke keluarga di daerah asal dapat membantu keluarga untuk bertahan dari kemiskinan. Rumah tangga migran dapat memanfaatkan remitansi untuk konsumsi yang dapat menunjang kesehatan lebih baik, investasi properti, akses terhadap pendidikan dan kesehatan yang lebih baik, maupun untuk membangun usaha kecil. Apabila remitansi berpengaruh di tingkat mikro, maka remitansi akan berdampak juga pada tingkat makro. Sebagaimana yang dikemukakan Adams dan Page (2005), migrasi internasional dan remitansi memilki hubungan yang kuat dan dampak yang signifikan dalam menurunkan kemiskinan di dunia berkembang. Beberapa studi di bawah ini menunjukkan dampak remitansi terhadap kesejahteraan keluarga dan kemiskinan.

Remitansi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan rumah tangga, dimana 1 persen peningkatan remitansi migran akan mengarahkan pada 0,23 persen perkembangan kesejahteraan rumah tangga. Lebih lanjut lagi, hasil penelitian yang dilakukan oleh Quartey (2006) di Ghana ini menunjukkan bahwa remitansi migran akan mengurangi dampak dari guncangan ekonomi pada kesejahteraan kelompok yang termiskin di antara yang miskin. Rwelamira dan Kirsten (2003) dalam studinya di Provinsi Limpopo, Afrika Selatan menambahkan bahwa remitansi yang dikirimkan ke rumah tangga migran tidak hanya akan mempengaruhi kesejahteraan rumah tangga tersebut, namun memiliki

(20)

potensi untuk meningkatkan pembangunan di daerah tersebut, oleh karena adanya dampak multiplier effect.

Sejalan dengan penelitian tersebut, studi yang dilakukan oleh Lucianawati (2009) di Indonesia memberikan bukti bahwa peningkatan 1 persen migran dalam rumah tangga secara rata-rata akan meningkatkan total pengeluaran rumah tangga sebesar 3,3 persen, yang berarti bahwa migrasi dan remitansi meningkatkan pendapatan rumah tangga yang diukur dari total pengeluaran rumah tangga. Remitansi juga dapat mempengaruhi kesejahteraan jangka panjang dari penerima remitansi melalui pengaruh pembentukan modal manusia. Remitansi migran dapat membantu mengatasi kendala yang membatasi pinjaman fisik rumah tangga miskin dan investasi modal manusia (Acosta, et.al., tanpa tahun).

Dengan menggunakan data migrasi internasional, remitansi, ketimpangan, dan kemiskinan dari 71 negara berkembang, Adams dan Page (2005) mencoba melihat dampak dari migrasi internasional dan remitansi terhadap kemisikinan di negara berkembang. Hasilnya adalah remitansi memiliki pengaruh yang signifikan dan negatif pada kemiskinan yang diukur dengan menggunakan tiga indikator yaitu : angka kemiskinan, ketimpangan kemiskinan, dan ketimpangan kemiskinan kuadrat (squared poverty gap). Secara rata-rata, 10 persen peningkatan porsi migran internasional dalam populasi sebuah negara akan mengakibatkan penurunan 2,1 persen penduduk yang hidup kurang dari $1,00 per hari. Selanjutnya, 10 persen peningkatan remitansi internasional per kapita, secara rata-rata akan mengakibatkan penurunan 3,5 persen penduduk yang tinggal dalam kemiskinan.

Penelitian dari Acosta et.al. (tanpa tahun) terhadap rumah tangga di Amerika Latin menunjukkan dari rata-rata kemiskinan yang diamati, rumah tangga yang anggota rumah tangganya menjadi migran memiliki kecenderungan tingkat kemiskinan yang lebih rendah dari keseluruhan populasi yang diamati. Sebagai contoh di Peru dan Nikaragua, tingkat kemiskinan nasional berdasarkan garis kemiskinan $2,00 masing-masing 16 dan 27 persen, tetapi kemiskinan diantara penerima remitansi adalah, masing-masing 1 dan 13 persen. negara-negara lain yang memiiki kecenderungan yang sama adalah Bolivia, Ekuador, Guatemala, Haiti, dan Honduras. Negara Meksiko merupakan pengecualian, dimana dari keseluruhan populasi yang diamati, tingkat kemiskinan lebih tinggi di rumah tangga migran. Penelitian Mendola (2006) di Punjab menunjukkan bahwa kontribusi remitan ke perdesaan telah menimbulkan akumulasi kapital dan pembelian tanah di kalangan petani menengah

(21)

dan hal ini cenderung memperbesar petani-petani kapitalis. Kondisi yang terakhir ini telah menambah perbedaan kelas di daerah pedesaan atau memperbesar ketimpangan distribusi pendapatan. Studi Lucianawati (2009) di Indonesia mendukung studi yang dilakukan sebelumnya di negara Meksiko tersebut. Koefisien Gini dalam model sebenarnya (actual model) adalah 0,068 poin lebih tinggi dari contrafactual model, yang berarti bahwa migrasi meningkatkan ketidakmerataan distribusi pengeluaran per kapita rumah tangga. Namun studi tersebut juga menemukan bahwa remitansi internasional dapat mengurangi angka kemiskinan dan indeks ketimpangan kemiskinan. Dengan demikian remitan dapat membantu mutu modal manusia, investasi dan tabungan.

V. KERANGKA ANALISIS PENELITIAN

Dari hasil kajian literatur tersebut, dapat dibuat suatu kerangka pikir penelitian mengenai determinan remitansi dan dampaknya terhadap pembangunan daerah asal, sebagai berikut:

Gambar 2. Kerangka Analisis Penelitian

v DETERMINAN - Motivasi - Status kawin migran - Umur - Pendidikan - Ikatan keluarga - Status kerja - Teknologi - Jumlah art REMITANSI - Uang tunai - Barang - Ide/gagasan PEMBANGUNAN DAERAH ASAL - Labour supply - Pertumbuhan Ekonomi - Kemiskinan

(22)

DAFTAR REFERENSI

Abdullaev, Ravshanbek. 2011. Impact of Remittances on Economic Growth in Selected Asian and Former Soviet Union Countries. Lund University School of Economics and Management.

Acosta, Pablo, Pablo Fajnzyiber dan J, Humberto Lopez. The Impact Remittances on Poverty and Human Capital : Evidence from Latin American Household Surveys.

Adams Jr., H. Richard dan John Page. 2005. Do International Migration and Remittances Reduce Poverty in Developing Countries?. World Development Vol. 33, No. 10, pp. 1645-1699, 2005.

Akay, Alpaslan, Corrado Giuletti, Juan D.Robalino dan Klaus F. Zimmermann. 2012. Remittances and Well Being among Rural to Urban Migrants in China. Discussion Paper No. 6631 Juni 2012.

Ardana, I Ketut, I Ketut Sudibia dan I Gusti Ayu Putu Wiratha. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Besarnya Pengiriman Remitan ke Daerah Asal: Studi Kasus Tenaga Kerja Magang Asal Kabupaten Jembrana di Jepang.

Atamanov, Aziz dan Marrit van den Berg. 2011. Heterogeneous Effects of International Migration and Remittances on Crop Income: Evidence from the Kyrgyz Republic. Clarke, R.G George dan Scott J. Wallsten. 2003. Do Remittances Act Like Insurance?

Evidence From a Natural Disaster in Jamaica. Development Research Group The World Bank.

Collier, William, Matloob Piracha dan Teresa Randazzo. 2011. Remittances and Return Migration. Forschungsinstitut zur Zukunft der Arbeit Institute for the Study of Labor. Germany.

Curson, Peter 1981. Remittances and Migration the Commerce of Movement. In Gurdev Singh Gosal (ed), Population Geography Vol 3, No 2: hal 77-95.

Demurger, Sylvie. 2012. Migration, Remittances and Rural Employment Patterns : Evidence from China.

(23)

Dorantes, Catalina Amuedo dan Susan Pozo. 2002. Remittances as Insurance: Evidence from Mexican Migrants.

Effendi, Tadjuddin Noer. 2004. Mobilitas Pekerja, Remitan dan Peluang Berusaha di Pedesaan. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Volume 8, Nomor 2, Nop. 2004 (213-230).

Fitranita. 2009. Determinan Remitan Migrasi Desa Kota dan Pemanfaatannya: Studi Kasus di Kota Medan, Kota Tangerang, Kota Samarinda, dan Kota Makassar. Tesis. Program Studi Pasca Sarjana. Kajian Kependudukan dan Ketenagakerjaan. Universitas Indonesia. Depok.

Germenji, Etleva, Ismail Beka dan Alexander Sarris. 2001. Estimating Remittance Functions for Rural-Based Albanian Emigrants.

Gonzalez, Carolina dan Velosa. 2011. The Effects of Emigration and Remittances on Agriculture: Evidence from the Philippine. Job Market Paper.

Hoddinott, John. 1994. A Model of Migration and Remittances Applied to Western Kenya. Oxford Economic Papers, New Series, Vol. 46, No. 3 (Jul., 1994), pp. 459-476.

Huang, Ping dan Zhan Shaohua. 2005. Internal Migration in China: Linking It to Development. Paper for Regional Conference on Migration and Development in Asia, 14-16 March 2005.

IFAD. 2006. Remittances: Strategic and operational considerations.

Justino, Patricia dan Olga N. Shemyakina. 2012. Remittances and Labour Supply in Post-Conflict Tajikistan. Institute of Development Studies.

Killingsworth Mark R. Labor Supply,1985. Cambridge Surveys of Economic Literatur

Kim, Namsuk. 2007. The Impact of Remittances on Labor Supply: The Case of Jamaica. World Bank Policy Research Working Paper 4120, February 2007.

Lucas E.B., Robert dan Oded Stark. 1985. Motivation to Remit: Evidence from Botswana. Journal of Political Economics, Vol. 93, No.5 (Oct., 1985), pp.161-175.

(24)

Lucianawati, Marlina. 2009. Impacts of Migration and Remittances in The Area of Origin (Evidence from Indonesia 2007). Tesis. Program Studi Pasca Sarjana Ekonomi. Universitas Indonesia. Depok.

Markova, Eugenia dan Barry Reilly. 2006. Bulgarian Migrant Remittances and Legal Status: Some Micro-level Evidence from Madrid. Sussex Migration Working Paper No. 37, Juli 2006. University of Sussex.

McDonald, James and Valenzuela Ma Rebecca. 2012. Why Filipino Migrant Remits? Evidence from a Home-Host Country Matched Sample. Discussion Paper 09/12. Monash University.

Mendola, Mariapia. 2006. Rural Out Migration and Economic Development at Origin. Sussex Migration Working Paper No. 40 (Mei, 2006). University of Sussex.

Mohapatra, Sanket dan Dilip Ratha. 2012. Forecasting Migrant Remittances during the Global Financial Crisis dalam Migration and Remittances during the Gobal Financial Crisis and Beyond, Editor : Ibrahim Sirkeci, Jeffery H. Cohen dan Dilip Ratha. Washington DC: World Bank.

Mundaca, Gabriel. 2012. Remittances Flow, Working Capital Formation, and Economic Growth dalam Migration and Remittances during the Gobal Financial Crisis and Beyond, Editor : Ibrahim Sirkeci, Jeffery H. Cohen dan Dilip Ratha. Washington DC: World Bank.

Murphy, Rachel. 2006. Domestic Migrant Remittances in China: Distribution, Channels and Livelihoods. IOM International Organization for Migration.

Niimi, Yoko, Thai Hung Pham dan Barry Reilly. 2008. Determinants of Remittances: Recent Evidence Using Data on Internal Migrants in Vietnam. Policy Research Working Paper 4586. The World Bank.

Quartey, Peter. 2006. The Impact of Migrant Remittances on Household Welfare in Ghana. AERC Research Paper 158 African Economic Research Consortium. Nairobi.

(25)

Ranathunga P.B., Seetha. 2011. Impact of Rural to Urban Labour Migration and The Remittances on Sending Household welfare : A Sri Lankan Case Stud. MPRA Paper No. 35943, posted 27. January 2012.

Rwelamira, Juliana and Johann Kirsten. 2000. The Impact of Migration and Remittances to Rural Migration Sending Households : The Case of The Limpopo Province, South Africa.

Sander, Cerstin dan Samuel Munzele Maimbo. 2003. Migrant Labor Remittances in Africa: Reducing Obstacles to Development Contributions. Africa Region Working Paper Series No. 64 November 2003.

Skeldon, Ronald. 2003. Migration and Poverty.

http://pum.princeton.edu/pumconference/papers/6-Skeldon.pdf

Sirkeci, Ibrahim, Jeffrey H. Cohen and Dilip Ratha. 2012. Migration and Remittances during the Global Financial Crisis and Beyond. The World Bank.

Sri Rahayu, Maria. Remitan dan Dampaknya dalam Kehidupan Masyarakat Desa Cabawan Kecamatan Margadana Tegal-Jawa Tengah (Dimensi Ekonomi, Sosial, dan Budaya). http://ajs.unud.ac.id/index.php/piramida/article/viewFile/2977/2135.

Stark, Oded. 1999. The Migration of Labor. USA : Basil Backwell.

Todaro, Michael P and Stephen C Smith.2006. Pembangunan Ekonomi Edisi Kesembilan-Diterjemahkan oleh Drs Haris Munandar, MA dan Puji Al,SE dari Buku Economic Dev. Nith Edition. Jakarta:Erlangga

Vladicescu, Natalia. 2008. The Impact of Migration and Remittances on Communities, Families and Children in Moldova. United Nations Children's Fund (UNICEF).

Wiyono, WH. 1994. Mobilitas Tenaga Kerja dan Globalisasi. Warta Demografi. Vol.3 : 8-13. Zanker, Jessica Hagen dan Melissa Siegel. 2007. The Determinants of Remittances. Working

(26)

Zohry, Ayman G. 2002. Rural to Urban Labour Migration: A Study of Upper Egyptian Laborers in Cairo. Thesis. University of Sussex at Brighton.

Gambar

Gambar 1. Aliran Remitansi ke Rumah tangga Migran di Daerah Asal
Tabel 1. Teori Determinan Remitansi
Gambar 2. Kerangka Analisis Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa: (1) pengembangan media ular tangga dibuat menggunakan aplikasi CorelDraw X7; (2) Kelayakan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Model Learning Start With a Question (LSQ) pada dasarnya merupakan suatu model pembelajaran aktif dalam bertanya. Agar siswa aktif dalam bertanya, maka siswa diminta untuk

demokratis, dengan memberikan kontribusi yang sama sebanyak jumlah yang diperlukan, turut serta menanggung risiko yang layak, untuk memperoleh kemanfaatan dari kegiatan usaha, di

Sebagian Ulama mengatakan, bahwa ayat tentang berobat dengan madu ini bersifat khusus. Yaitu sebagai penyembuh untuk sebagian penyakit dan untuk sebagian orang, dan

Standar dari proses Termination adalah membangun sugesti positif yang akan membuat tubuh seorang Client lebih segar dan relaks, kemudian diikuti dengan regresi beberapa

BPRS Asri Madani Nusantara menyajkan laporan laba rugi akan transaksi multijasa sudah sesuai dengan PSAK 101 tentang penyajian laporan keuangan syariah.. Beban yang

Dan berdasarkan pada tabel 1 dan tabel 2 dimana terdapat persamaan market share antara sepeda motor baru dan sepeda motor second yaitu honda ada di posisi

Untuk menggambarkan pengaruh dari penentuan nilai batas ini, maka dalam penelitian ini akan digunakan 2 metode untuk menentukan parameter-parameter distribusi yaitu metode