• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III METODOLOGI PENELITIAN"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat

− Shaker Incubator VS-8480SN Vision

− Sentrifuge VS-6000CFI Vision

− Oven UN 55 Plus Memmert

− Spektrofotometer UV Mini 1240 Shimadzu

− Autoclave No. 25X Will American

− Neraca analitik AB204-S Mettler Toledo

− Hotplate PC-400D Corning

− Cawan petri Pyrex

− Erlenmeyer 250 ml Pyrex − Vortex − pH meter Milwauke − Labu takar 5 ml MBL − Bunsen − Pipet serologi − Mikropipet

− Pipet volum 1 ml Fisher brand

− Jarum ose − Hockey stick − Botol sampel steril − Tabung reaksi − Pipet tetes

(2)

3.1.2 Bahan

− Tanah TPA Sampah(s)

− Nutrien agar(s) Merck

− Agar-agar(s) Swallow

− Aquades(l)

− Buffer Pospat pH 6,0(aq) − Buffer Pospat pH 6,5(aq) − Buffer Pospat pH 7,0(aq) − Buffer Pospat pH 7,5(aq) − Buffer Pospat pH 8,0(aq) − Alkohol 70%(aq)

− DNS(s) Sigma

− Maltosa monohidrat(s) Merck

− Larutan iodin(aq)

− KH2PO4(s) Merck − MgSO4.2H2O(s) Merck − Starch(s) Merck − Pepton(s) Merck − NaCl(s) Merck 3.2 Metodologi Penelitian

3.2.1 Pengambilan Sampel Tanah

Sampel tanah diambil dari tempat pembuangan akhir sampah dari tiga titik yang berbeda. Sampel tanah diambil dengan kedalaman 15 cm dari permukaan tanah. Sampel tanah diambil sebanyak 30 gram dari tiap titik dan dimasukkan ke dalam plastik klep steril dan diberi label. Selanjutnya sampel tanah di bawa ke Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara, untuk dilakukan isolasi.

(3)

3.2.2 Isolasi Bakteri dari Tanah Tempat Pembuangan Akhir (TPA)

Sebanyak 10 gram sampel tanah dimasukkan kedalam 90 ml larutan NaCl fisiologi (0.85%). Kemudian dikocok diatas shaker selama ± 2 jam. Setelah itu dibuat pengenceran sampai 107. Sebanyak masing-masing 1 mL dari pengenceran 104 sampai 106 dipipet kedalam cawan petri (masing-masing duplo). Kemudian

media PCA dituang sebanyak 12-15 ml pada masing cawan dan dihomogenkan. Setelah memadat diinkubasi pada suhu 30℃ selama 24 – 48 jam. Lalu diamati koloni yang tumbuh. Koloni/biakan yang menunjukkan perbedaan (warna, tepian, dan sebagainya) diinokulasikan kemedia agar miring dan diinkubasi pada suhu 30℃ selama 24 – 48 jam. Selanjutnya biakan murni tersebut diuji kemampuannya dalam menghasilkan enzim amilase secara kualitatif.

3.2.3 Uji Diameter Zona Bening Hasil Hidrolisis Pati

Isolat bakteri disuspensikan dalam larutan NaCl fisiologis sampaikekeruhannya sama dengan kekeruhan Larutan Mac Farland 0,5 standart yangsetara dengan 108 CFU. Dari tiap suspensi bakteri diambil 5 µl suspensi denganmenggunakan mikropipet, lalu diteteskan dengan tepat pada bagian tengah cawanpetri yang sudah berisi media agar pati yang disterilkan. Kultur diinkubasi selama 72 jam pada suhu 30℃. Tiap isolat bakteri yang tumbuh pada media pati tersebutditetesi dengan larutan iodin untuk melihat kemampuan daya amilolitiknya. Isolatyang menghasilkan enzim amilase menghasilkan zona bening pada agar di sekitarkoloninya jika ditetesi dengan larutan iodin. Lebar zona bening yang terbentukdiukur dengan menggunakan jangka sorong (Hartuti, 2006). Isolat terbesarzona beningnnya selanjutnya digunakan dalam penelitian ini untuk pengujianparameter aktifitas enzim amilase kasar.

3.2.4 Pembuatan Larutan Standar Maltosa

Larutan standar maltosa tersebut dibuatdengan membuat larutan-larutan maltosa padaberbagai konsentrasi mulai dari 0-600 ppm.Setiap konsentrasi larutan maltosa

(4)

dididihkan selama 5 menit. Campurandidinginkan dengan air mengalir selama 15 menit,ditambah aquades sebanyak 20 mL, divortex.Campuran lalu diukur absorbansinya pada panjanggelombang 540 nm. Dari tiap hasil absorbansimasing-masing larutan glukosa dengan konsentrasiyang berbeda tersebut dibuat garis regresi yangmenunjukkan hubungan linier antara absorbansi dankadar maltosa. Aktivitas enzim amilase yang akandiuji diplotkan ke kurva standar maltosa agar dapatdiketahui berapa konsentrasi glukosa yang diperolehdari hasil hidrolisis (Miller, 1959).

3.2.5 Optimasi Produksi Enzim Amilase

Pada sejumlah labu erlenmeyer yang diperlukan dan telah diisi media fermentasi masing-masing 100 ml, diinokulasikan 10 ml inokulum. Kondisi optimum ditentukan dengan memvariasikan pH, suhu, dan waktu inkubasi. Variasi pH yang dilakukan adalah 6,0 ; 6,5 ; 7,0 ; 7,5 ; dan 8,0. Variasi suhu inkubasi yang dilakukan 25℃, 30℃, 35℃, 40℃, 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 45℃. Waktu inkubasi dilakukan selama 60 jam dengan interval pengamatan 12, 24, 36, 48, dan 60 jam. Fermentasi dilakukan pada kondisi optimasi diatas dengan kecepatan pengocokan 100 rpm.

3.2.6 Produksi Enzim Amilase

Satu ose kultur bakteri amilolitik dari stok kultur yang berumur 1 haridimasukkan ke dalam media cair steril untuk perangsang pembentukan amilase.Media cair terbuat dari (gram per liter larutan) 6 peptone, 0,5 KCl, 0,5 MgSO4.7H2O, 1 pati. Larutan kemudian disterilisasi. Media yang mengandungkultur bakteri diinkubasi pada kondisi optimum hasil optimasi pada shakerwaterbathdengan kecepatan 150 rpm (Ajayi, 2007).

3.2.7 Ekstraksi Enzim Amilase dari Kultur Cair Bakteri

Setelah diinkubasi, kultur cair bakteri dimasukkan ke dalamtabung centrifuge dan diput ar selama 10 menit dengan kecepatan 10000 rpm.Supernatan yang mengandung ekstrak dari enzim amilase kasar diambil denganmikropipet untuk di uji aktivitasnya (Palmer, 1985).

(5)

3.2.8 Pengukuran Aktifitas Enzim Amilase Kasar

Aktivitas enzim amilase dideterminasi lewat metode DNS denganmenggunakan pati sebagai substrat (Bernfeld, 1951; Bailey, 1988). Supernatandari kultur enzim amilase kasar digunakan sebagai sampel enzim. Aktivitas enzimamilase dihitung berdasarkan data kadar glukosa relatif sebagai mg glukosa yangdihasilkan oleh 1 ml filtrat kasar amilase. Satu Unit aktifitas enzim didefenisikansebagai banyaknya μmol glukosa yang dihasilkan dari hidrolisa pati oleh 1 mlekstrak kasar enzim amilase selama masa inkubasi. Untuk melihat besarnya satuunit aktifitas enzim tersebut digunakan rumus:

𝐀𝐀𝐀𝐀𝐀𝐀𝐀𝐀𝐀𝐀𝐀𝐀𝐀𝐀𝐀𝐀𝐀𝐀 𝛂𝛂 − 𝐀𝐀𝐚𝐚𝐀𝐀𝐚𝐚𝐀𝐀𝐀𝐀𝐚𝐚 = [𝐚𝐚𝐀𝐀𝐚𝐚𝐀𝐀𝐦𝐦𝐀𝐀𝐀𝐀] × 𝐅𝐅𝐅𝐅𝐁𝐁𝐁𝐁 × 𝐕𝐕 × 𝐀𝐀

keterangan :

[maltosa] = konsentrasi atau kadar maltosa (ppm) FP = faktor pengenceran

BM = Berat Molekul maltosa (360.31 dalton) V = volume enzim yang digunakan (1 ml) t = waktu inkubasi (10 menit)

(6)

3.3 Bagan Penelitian

3.3.1 Isolasi Bakteri Amilolitik Tanah TPA Terjun

Sampel tanah TPA Terjun

ditimbang sebanyak 10 gram

dimasukkan dalam 90 ml larutan fisiologis dikocok diatas shaker selama ± 2 jam

dilakukan pengenceran sebanyak 7 kali hingga larutan 107

Larutan hasil pengenceran

dipipet larutan pengenceran 104, 105, dan 106 masing-masing 1 ml dimasukkan kedalam cawan petri berisi 15 ml media NA

diinkubasi pada suhu 30oC selama 24 jam

Kultur campuran bakteri isolat tanah TPA

tiap isolat berbeda diambil satu ose

digores pada media agar selektif amilase (agar + pati) diinkubasi 24 jam pada suhu 30oC

Kultur murni bakteri amilolitik tanah TPA

ditetesi larutan iodin

diamati zona bening yang terbentuk pada media Bakteri penghasilenzim amilase

(7)

3.3.2 Uji Diameter Zona Bening Hasil Hidrolisis Pati Tiap isolat tunggal

diambil dengan ose

dimasukkan dalam larutan fisiologis divortex

disamakan keruhnya dengan larutan Mac Farland 108 Hasil pengenceran

dipipet 5 mikroliter

dimasukkan dalam media agar + pati 1% diinkubasi selama 48 jam pada suhu 30oC Isolat bakteri tumbuh

ditetesi larutan iodin Zona bening

diukur zona bening dengan penggaris

(8)

3.3.3 Pembuatan Larutan Standar Maltosa

Dibuat larutan stok maltosa 1000 ppm sebanyak 100 ml

Diencerkan menjadi berbagai konsentrasidari 0 - 600 ppm

Tiap konsentrasi dibuat dalam tabung reaksi berbeda masing-masing 1 ml

tiap tabung ditambah reagen DNS 2 ml divorteks

didiinkubasi selama 10 menit pada suhu ruang dididihkan selama 5 menit

didinginkan dengan air mengalir selama 15 menit ditambah aquades sebanyak 20 ml

divortex

diabsorbansi pada panjang gelombang 540 nm dengan spektrofotometer

(9)

3.3.4 Optimasi Produksi Enzim Amilase Blanko

ditambahkan aquades

dihomogenisasi

diinkubasi suhu ruang selama 10 menit

ditambahkan 1 ml DNS

dipanaskan suhu 100oC selama 5 menit

didinginkan dengan air keran selama 20 menit

diukur absorbansi panjang gelombang 550 nm

Sampel

dihomogenisasi

diinkubasi suhu ruang selama 10 menit

ditambahkan 1 ml enzim

dipanaskan suhu 100oC selama 5 menit

didinginkan dengan air keran selama 20 menit

diukur absorbansi panjang gelombang 550 nm

Kontrol

dihomogenisasi

diinkubasi suhu ruang selama 10 menit

ditambahkan 1 ml DNS

dipanaskan suhu 100oC selama 5 menit

didinginkan dengan air keran selama 20 menit

diukur absorbansi panjang gelombang 550 nm ditambahkan 1 ml pati 1% ditambahkan 1 ml pati 1% ditambahkan 1 ml pati 1%

(10)

3.3.5 Produksi dan Ekstraksi Enzim Amilase

Isolat bakteri amiolitik diambil satu ose

dilarutkan dalam media cair penghasil amilase steril

diinkubasi pada kondisi optimum hasil optimasi pada shakerincubator dengan kecepatan 150 rpm

Kultur bakteri penghasil enzim amilase

disentrifuse selama 10 menit dengan kecepatan 10000 rpm pada suhu 4 Supernatan mengandung ekstrak

dari enzim amilase kasar

(11)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Isolasi dan Bakteri Terseleksi

Isolasi bakteri dilakukan pada tiga sampel tanah tempat pembuangan akhir

sampah Terjun Medan. Dari hasil isolasi

tersebut, diperoleh sebanyak total 24 isolat

bakteri. Dari 24 isolat bakteri tersebut diperoleh

12 isolat bakteri yang memiliki zona amilolitik.

Aktivitas amilolitik ditunjukkan dengan

terbentuknya zona bening pada media

agar-agar ketika diteteskan dengan larutan iodin.

Gambar 4.1. Zona bening yang terbentuk disekitar isolat

Tabel 4.1 Indeks Amilolitik Isolat TPA Sampah Terjun, Medan Kode Isolat Diameter Koloni (cm) Diameter Zona Bening (cm) Indeks Amilolitik (cm) FM 10 0,40 0,60 0,50 FM 1411 0,40 0,80 1,00

(12)

FM 142 0,20 1,50 2,00 FM 301 3,00 3,00 0,00 FM 04 5,50 5,50 0,00 FM 133 0.30 1,90 5,30 FM 3021 4,00 4,00 0,00 FM 134 0,60 2,00 2,30 FM 1441 0,60 1,90 2,17 FM 132 0,40 1,60 3,00 FM 3022 7,00 7,00 0,00 FM 09 0,60 1,20 1,00

Dari 12 isolat bakteri yang memiliki indeks amilolitik dipilih secara acak tiga isolat untuk produksi amilase. Pemilihan isolat berdasarkan luas zona bening yang paling besar dan indeks amolitik paling tinggi. Isolat yang dipilih adalah FM 133, FM 134, dan FM 3022.

4.1.2 Hasil Pengamatan Morfologi

Pengamatan morfologi meliputi bentuk, tepi, elevasi dan warna.

Tabel. 4.2. Morfologi isolat terpilih

Isolat Bentuk Tepi Elevasi Warna

FM 133 Irregular Undulate Raised Putih kekuningan FM 134 Irregular Entire Raised Putih kekuningan FM 3022 Irregular Entire Flat Putih kekuningan

(13)

Gambar 4.2 Isolat FM 133

4.1.3 Kurva Standar Maltosa

Pada pemeriksaan aktivitas enzim dilakukan pengukuran kadar maltosa untuk pembuatan kurva standar dengan menggunakan pati sebagai substrat. Dari pengukuran secara spektrofotometri diperoleh data sebagai berikut.

Tabel 4.3 Nilai absorbansi larutan standar maltosa Konsentrasi (C) (ppm) Absorbansi 0 0,004 100 0,076 200 0,100 300 0,121 400 0,151 500 0,180 600 0,212

(14)

Gambar 4.3. Kurva standar maltosa

Dari gambar 4.3. diperoleh persamaan matematis 𝑥𝑥 = (𝑦𝑦+0,026)

0,0003 , dimana

𝑥𝑥 adalah konsentrasi maltosa dan 𝑦𝑦 merupakan nilai absorbansi dari maltosa pada panjang gelomb ang 550 𝑑𝑑𝑛𝑛 . 4.1.4 O ptimasi Produk si Enzim Amilas e Optimas i produksi enzim amilase dilakukan terhadap tiga isolat terpilih untuk mendapatkan kondisi terbaik dalam memproduksi enzim dari masing-masing isolat. Kondisi optimum yang ditentukan pada optimasi produksi enzim amilase ini meliputi waktu inkubasi, pH inkubasi, dan suhu inkubasi. Kondisi optimum untuk menghasilkan enzim amilase masing-masing isolat berbeda-beda.

y = 0,000x + 0,026 R² = 0,966 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0 100 200 300 400 500 600 700 A bs o rba ns i Konsentrasi (ppm)

"Kurva Larutan Standar Maltosa"

Absorbansi vs Konsentrasi

(15)

4.1.4.1 Kondisi Optimum Isolat FM 133

Tabel 4.4. Pengaruh pH inkubasi terhadap produksi enzim amilase dari isolat FM 133

Variasi pH Absorbansi Konsentrasi Maltosa [C] (ppm) Aktivitas Amilase (Unit/ml) 6,0 0,1725 488,33 677,66 6,5 0,142 386,67 536,57 7,0 0,1581 440,33 611,05 7,5 0,1547 495,67 595,32 8,0 0,1671 470,33 652,68

Isolat FM 133 memiliki aktivitas amilase terbesar pada pH inkubasi dengan besar aktivitas adalah 677,66 unit/ml. Variasi pH inkubasi dilakukan pada suhu 30℃ dan selama waktu inkubasi 24 jam.

Tabel 4.5. Pengaruh suhu inkubasi terhadap produksi enzim amilase dari isolat FM 133 Variasi Suhu (℃) Absorbansi Konsentrasi Maltosa [C] (ppm) Aktivitas Amilase (Unit/ml) 25 0,1780 507 703,10 30 0,1445 395 548,14 35 0,1036 259 358,95 40 0,1942 561 778,03 45 0,1173 304 422,32

Isolat FM 133 memiliki aktivitas amilase terbesar pada suhu inkubasi dengan besar aktivitas adalah 778,03 unit/ml. Variasi suhu inkubasi dilakukan pada pH 7 dan selama waktu inkubasi 60 jam.

Tabel 4.6. Pengaruh waktu inkubasi terhadap produksi enzim amilase dari isolat FM 133

Variasi waktu (jam)

Absorbansi Konsentrasi Maltosa [C] (ppm)

Aktivitas Amilase (Unit/ml)

12 0,1828 523 725,30

(16)

48 0,1703 481 667,48

60 0,1631 457 634,18

Isolat FM 133 memiliki aktivitas amilase terbesar pada waktu inkubasi 12 jam dengan besar aktivitas adalah 725,30 unit/ml. Variasi waktu inkubasi dilakukan pada suhu 30℃ dan pH 7. Maka diperoleh kondisi optimum produksi enzim amilase untuk isolat FM 133 adalah pada pH inkubasi 6 selama 12 jam dengan suhu inkubasi 40℃.

4.1.4.2 Kondisi Optimum Isolat FM 134

Tabel 4.7. Pengaruh pH inkubasi terhadap produksi enzim amilase dari isolat FM 134

Variasi pH Absorbansi Konsentrasi Maltosa [C] (ppm) Aktivitas Amilase (Unit/ml) 6,0 0,1701 480,33 666,56 6,5 0,1732 490,67 680,90 7,0 0,1785 508,33 705,41 7,5 0,1844 528,00 732,70 8,0 0,1917 552,33 766,47

Aktivitas amilase terbesar diperoleh pada pH inkubasi 8,0 dengan aktivitas sebesar 766,47 unit/ml.

Tabel 4.8. Pengaruh suhu inkubasi terhadap produksi enzim amilase dari isolat FM 134

Variasi Suhu (℃)

Absorbansi Konsentrasi Maltosa [C] (ppm) Aktivitas Amilase (Unit/ml) 25 0,0937 225,67 313,16 30 0,0962 234,00 324,72 35 0,1042 260,67 361,73 40 0,1509 416,33 577,74 45 0,1448 396,00 549,53

(17)

Aktivitas amilase terbesar diperoleh pada suhu inkubasi 40℃ dengan aktivitas sebesar 577,74 unit/ml.

Tabel 4.9. Pengaruh waktu inkubasi terhadap produksi enzim amilase dari isolat FM 134

Variasi waktu (jam)

Absorbansi Konsentrasi Maltosa [C] (ppm) Aktivitas Amilase (Unit/ml) 12 0,1428 389,33 540,28 24 0,1668 469,33 651,29 36 0,1700 480,00 666,09 48 0,1852 530,67 736,40 60 0,1954 564,67 783,58

Setelah diinkubasi selama 60 jam, isolat FM 134 menghasilkan enzim amilase kasar dengan aktivitas tertinggi dengan besar aktivitas adalah 783,58 unit/ml. Maka diperoleh kondisi optimum produksi enzim amilase untuk isolat FM 134 adalah pada pH inkubasi 8 selama 60 jam dengan suhu inkubasi 40℃.

4.1.4.3 Kondisi Optimum Isolat FM 3022

Tabel 4.10. Pengaruh pH inkubasi terhadap produksi enzim amilase dari isolat FM 3022

Variasi pH Absorbansi Konsentrasi Maltosa [C] (ppm) Aktivitas Amilase (Unit/ml) 6,0 0,1021 253,67 352,01 6,5 0,0997 245,67 340,91 7,0 0,0993 244,33 339,06 7,5 0,0897 212,33 294,65

(18)

Untuk isolat FM 3022 pH inkubasi 6,0 menghasilkan enzim amilase dengan aktivitas terbesar yaitu 352,01 unit/ml.

Tabel 4.11. Pengaruh suhu inkubasi terhadap produksi enzim amilase dari isolat FM 3022 Variasi Suhu (℃) Absorbansi Konsentrasi Maltosa [C] (ppm) Aktivitas Amilase (Unit/ml) 25 0,1360 366,67 508,82 30 0,1458 399,33 554,15 35 0,1214 318,00 441,29 40 0,1660 466,67 647,59 45 0,1279 339,67 471,35

Untuk isolat FM 3022 suhu inkubasi 40℃ menghasilkan enzim amilase dengan aktivitas terbesar yaitu 647,59 unit/ml.

Tabel 4.12. Pengaruh waktu inkubasi terhadap produksi enzim amilase dari isolat FM 3022 Variasi waktu (jam) Absorbansi Konsentrasi Maltosa [C] (ppm) Aktivitas Amilase (Unit/ml) 12 0,1350 363,33 504,20 24 0,1693 477,67 662,86 36 0,1830 523,33 726,23 48 0,1812 517,33 717,90 60 0,1304 348,00 482,92

Untuk isolat FM 3022 waktu inkubasi selama 36 jam menghasilkan enzim amilase dengan aktivitas terbesar yaitu 726,23 unit/ml. Maka diperoleh kondisi optimum produksi enzim amilase untuk isolat FM 133 adalah pada pH inkubasi 6 selama 36 jam dengan suhu inkubasi 40℃.

4.1.5 Produksi Enzim Amilase

Setelah diperoleh nilai-nilai pada kondisi optimum, maka dilakukan produksi enzim amilase dalam media fermentasi steril dan diinkubasi menggunakan data

(19)

kondisi optimum yang telah didapatkan. Setelah proses fermentasi selesai, dilakukan pemisahan enzim amilase dari komponen media fermentasi untuk memperoleh ekstrak kasar enzim. Pemisahan ini dilakukan dengan cara sentrifugasi pada kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit pada suhu 4℃.

Tabel 4.13. Produksi Enzim Amilase Menggunakan Kondisi Optimum Kode Isolat Absorbansi Konsentrasi

Maltosa [C] (ppm) Aktiviitas Amilase (Unit/ml) FM 133 0,1718 564 782,66 FM 134 0,2039 593 822,90 FM 3022 0,1931 557 772,95 4.2 Pembahasan

(20)

Dari 24 isolat bakteri yang berhasil diisolasi, terdapat 12 isolat yang memiliki aktifitas α-amilase. Isolat yang menghasilkan amilase ektraseluler terlihat dari pembentukan zona bening disekitar koloni bakteri. Pembentukan zona bening menunjukkan bahwa pati yang terdapat didalam media dihidrolisis oleh enzim

amilase menjadi senyawa yang sederhana seperti maltosa, dekstrin, dan glukosa (Winarno, 1983). Untuk memperjelas adanya zona bening, media pati padat yang telah ditumbuhi bakteri ditetesi larutan iodium. Daerah diluar zona bening akan berwarna biru setelah diiberi larutan ini, warna biru yang terbentuk karena larutan ini bereaksi dengan pati yang tidak dihidrolisis. Zona bening tidak ikut terwarnai karena pada zona tersebut pati sudah terhidrolisis menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti disakarida atau monosakarida. Enzim amilase ekstraseluler yaitu enzim yang dikeluarkan dan menghidrolisis makromolekul seperti pati yang ada dilingkungan luar sel, kemudian hasil hidrolisis diserap kembali kedalam sel (Crueger & Crueger dalam Tresnawati, 2004).

Gambar 4.4. Zona bening dari tiga isolat yang terpilih

Zona bening yang terbentuk diukur indeks amilolitiknya. Indeks amilolitik merupakan uji secara kualitatif berdasarkan zona bening yang dibentuk isolat. Hal ini merupakan gambaran kemampuan isolat bakteri amilolitik dalam merombak pati, dengan membandingkan besarnya diameter zona bening disekitar koloni dengan besarnya diameter koloni. Indeks amilolitik tertinggi tidak selalu berbanding lurus dengan aktivitas enzim yang tinggi karena tidak selalu ada hubungan antara diameter zona bening pada medium agar-agar dengan kemampuan mikroorganisme memproduksi amilase pada kultur terendam (Ward dalam Kurniasih, 2012). Hal ini karena nilai aktivitas enzim amilase ditunjukkan

(21)

dengan semakin lebar zona bening tetapi besarnya aktivitas enzim amilase yang berperan merombak pati dalam medium padat tidak dapat diketahui. Indeks amilolitik merupakan seleksi awal secara kualitatif untuk menentukan adanya aktivitas enzim amilase (Kurniasih, 2012).

4.2.2 Optimasi Produksi Enzim Amilase

Produksi enzim suatu mikroba sangat bergantung pada pertumbuhan bakteri itu sendiri. Dimana bakteri memerlukan enzim untuk kehidupannya, enzim diperlukan untuk metabolisme mikroorganisme tersebut. Hal ini menunjukkan suatu hubungan, dimana faktor yang mempengaruhi produksi enzim pada mikroba beberapa sama dengan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba tersebut, diantaranya : suhu, lama inkubasi, pH awal, jumlah inokulum dan faktor yang berpengaruh lainnya (Pandey et al., dalam Fitriani dkk., 2013).

Suhu optimum produksi enzim baik isolat FM 133, FM 134, maupun FM 3022 terdapat pada suhu 40℃. Hal ini ditunjukkan oleh nilai aktivitas enzim amilase kasar optimum pada suhu 40℃. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Fitriani, A, 2013 bahwa suhu optimum untuk memproduksi enzim amilase dari Bacillus subtilis isolat kawah gunung adalah 40℃. Fitriani, 2013 juga menyatakan hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Gibson dan Gordon, 1974 dalam Drofftner & Yamamoto, 1985) yang menyatakan bahwa Bacillus subtilis dapat hidup direntang suhu 5℃ hingga 55℃.

703,10 548,14 358,95 778,03 422,32 313,16 324,72 361,73 577,74 549,53 508,82 554,15 441,29 647,59 471,35 200,00 400,00 600,00 800,00 1000,00 25 30 35 40 45

(22)

Gambar 4.5. Grafik Pengaruh Suhu Inkubasi terhadap Produksi Enzim Isolat Terpilih

Berdasarkan suhu pertumbuhannya, mikroba digolongkan menjadi lima kelompok, yaitu psikrofil tumbuh pada suhu −5 − 20℃, mesofil tumbuh pada suhu 20 − 45℃, termofil pada suhu 45 − 65℃, termofil ekstrim pada suhu 65 − 85℃, dan hipertermofil suhu 85 − 100℃ (Soeka, Y., dkk, 2011). Karakteristik mikroba menentukan karakteristik enzim yang dihasilkan. Misalnya mikroba yang bersifat mesofil akan menghasilkan enzim yang bersifat mesofil pula.

Dari ketiga isolat terpilih, aktivitas enzim meningkat dari suhu 25℃ dan aktivitas tertinggi dicapai pada suhu 40℃. Tetapi pada suhu setelah 40℃ terlihat aktivitas enzim mulai menurun. Tiap enzim memerlukan suhu dan pH (tingkat keasaman) yang berbeda-beda karena enzim adalah protein, yang dapat mengalami perubahan bentuk jika suhu dan keasaman berubah. Pada umumnya setiap enzim memiliki aktivitas maksimum pada suhu tertentu, aktivitas akan meningkat dengan bertambahnya suhu. Tetapi setelah suhu optimum tercapai kenaikan suhu akan menyebabkan aktivitas enzim menurun karena denaturasi protein. Penelitian yang dilakukan oleh Pujoyuwono et al. (1997) menyatakan bahwa suhu optimum enzim amilase sekitar 25 − 30℃. Menurut Burhan et al. (2003), pengaruh suhu terhadap aktivitas produksi amilase berhubungan dengan pertumbuhan organisme. Rentang suhu yang besar (35 − 80℃) merupakan suhu optimum untuk pertumbuhan dan produksi enzim α-amilase pada bakteri (Kurniasih, 2012).

Karakteristik penting lain yang harus diketahui yaitu pH optimum enzim. Setiap enzim memiliki pH optimum yaitu pH yang dapat menghasilkan aktivitas tertinggi dalam mengkatalisis suatu reaksi. pH akan mempengaruhi sisi aktif enzim dalam membentuk kompleks enzim substrat. pH yang terlalu rendah atau tinggi akan mempengaruhi konformasi enzim sehingga enzim tidak dapat membentuk kompleks dengan substrat (Nangin., dkk, 2015).

(23)

Dari perlakuan suhu 30℃ selama masa inkubasi 24 jam, hasil karakterisasi terhadap pH menunjukkan bahwa enzim amilase yang dihasilkan oleh isolat FM 133 dan FM 3022 tertinggi pada pH 6. Dan semakin menurun sampai pH 8. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Malle et al. 2012 bahwa amilase yang diperoleh memiliki pH optimum pada pH 6,5. Pada pH rendah (4,0) aktivitas amilase juga rendah dan meningkat pada aktivitas maksimumnya pada pH 6,5. Namun, aktivtas tiba-tiba mengalami penurunan pada pH 8,0. Menurut Bozic, N, et al. (2010) dalam Nangin, et al. (2012) Enzim APPM dari isolat Bacillus licheniformis ATCC 9945a memiliki aktivitas tertinggi pada pH 6,5. Sedangkan hasil penelitian lain melaporkan bahwa isolat Streptomyces sp. E-2248 menghasilkan enzim APPM dengan pH optimal pada pH 6 dan memiliki kestabilan yang baik pada pH 5-6.

Gambar 4.6. Grafik Pengaruh pH Inkubasi terhadap Produksi Enzim Isolat Terpilih

Sebaliknya isolat FM 134 memiliki aktivitas yang terus meningkat dari pH 6 dan memiliki aktivitas maksimum pada pH 8. Isolat yang bersifat basa juga diperoleh oleh Kurniasih (2012) dimana hasil karakteristiknya terhadap pH menunjukkan bahwa enzim amilase yang dihasilkan oleh isolat TA 52 tertinggi pada pH 9. Hagihara et al. (2001) menyatakan bahwa amilase dari isolat Bacillus sp. KSM-K38 memiliki rentang pH optimumnya 8-9,5 (Kurniasih, 2012). Hal ini menunjukkan bahwa amilase dari isolat FM 134 merupakan amilase alkali.

677,66 536,57 611,05 595,32 652,68 666,56 680,90 705,41 732,70 766,47 352,01 340,91 339,06 294,65 270,14 200,00 350,00 500,00 650,00 800,00 950,00 6 6,5 7 7,5 8

(24)

Kurva pertumbuhan bakteri dapat dipisahkan menjadi empat fase utama : fase lag (fase lamban atau lag phase), fase pertumbuhan eksponensial (fase pertumbuhan cepat atau log phase), fase stationer (fase statis atau stationary phase) dan fase penurunan populasi (decline). Fase-fase tersebut mencerminkan keadaan bakteri dalam kultur pada waktu tertentu. Di antara setiap fase terdapat suatu periode peralihan dimana waktu dapat berlalu sebelum semua sel memasuki fase yang baru.

Ket : a = fase lag

b = fase eksponensial c = fase stasioner

d = fase kematian populasi

Gambar 4.8. Kurva Pertumbuhan Bakteri (Sumber: Madigan dkk., 1991)

Berdasarkan Gambar 4.7, pengaruh waktu inkubasi 12, 24, 36, 48, dan 60 jam berbeda-beda kepada setiap isolat. Pada isolat FM 133 tidak ditemukan adanya dase lag dan fase ekponensial. Dari awal inkubasi pada jam ke-12, isolat FM 133 telah memiliki aktivitas enzim yang optimum. Hal ini menyatakan bahwa jam ke-12 inkubasi merupakan fase stasioner isolat FM 133 lalu seterusnya memasuki fase kematian populasi yang ditandai dengan menurunnya aktivitas enzim mulai dari jam ke-24 inkubasi hingga jam ke-60. Sebaliknya, isolat FM 134

(25)

terus mengalami peningkatan aktivitas enzim dari awal inkubasi hingga akhir inkubasi. Sesuai dengan kurva pertumbuhan bakteri maka isolat FM 134 telah memasuki fase eksponensial pada jam ke-12 inkubasi dan fase stasioner pada jam ke-60. Karena pengamatan pengaruh waktu inkubasi terhadap produksi enzim hanya dilakukan hingga jam ke-60, maka tidak ditemukan fase kematian populasi pada isolat FM 134. Berbeda dengan dua isolat sebelumnya, isolat FM 3022 memiliki fase pertumbuhan yang lengkap. Dimana pada awal inkubasi hingga jam ke-24 merupakan fase lag. Hal ini ditandai dengan aktivitas enzim yang lambat. Dari jam ke-24 hingga jam ke-36 isolat FM 3022 mengalami fase eksponensial dengan kenaikan aktivitas yang sangat besar. Pada jam ke-36 isolat FM 3022 memiliki aktivitas enzim optimum menandakan fase ini merupakan fase stasioner. Dari jam ke-36 hingga jam ke-60 aktivitas enzim terus mengalami penurunan menandakan isolat mulai mengalami fase kematian populasi.

Gambar 4.7. Grafik Pengaruh Waktu Inkubasi terhadap Produksi Enzim Isolat Terpilih

Pada saat digunakan kondisi biakan rutin, akumulasi produklimbah, kekurangan nutrien, perubahan pH, dan faktor lain yang tidak diketahui akanmendesak dan mengganggu biakan, mengakibatkan penurunan kecepatanpertumbuhan. Selama fase ini, jumlah sel yang hidup tetap konstan untuk periodeyang berbeda, bergantung pada bakteri, tetapi akhirnya menuju periode penurunanpopulasi. Dalam beberapa kasus, sel yang terdapat dalam suatu

725,30 710,50 675,81 667,48 634,18 540,28 651,29 666,09 736,40 783,58 504,20 662,86 726,23 717,90 482,92 250 400 550 700 850 1000 12 24 36 48 60

(26)

abnormal, ataumengalami penyimpangan, suatu manifestasi pertumbuhan yang tidak seimbang. (Madigan, 1991). Hal ini didukung oleh Ashger et al. (2007) yang melaporkan bahwa aktivitas α-amilase B. subtilis JS-2004 terjadi pada jam ke-48 setelah inkubasi atau pada saat sel mengalami fase stasioner. Selain itu Purnama dan Mubarik (2002) menyatakan bahwa aktivitas α-amilase Enterobacter sp. tertinggi pada fase stasioner. Umumnya enzim dihasilkan dalam jumlah yang sedikit pada fase pertumbuhan, tetapi terakumulasi dalam jumlah besar selama fase stasioner (Kurniasih, 2012).

Dari data ini tidak ditemukan adanya fase pertumbuhan pada isolat FM 133 dan FM 134 dapat disebabkan oleh fase pertumbuhan kedua isolat tersebut terjadi sebelum 12 jam waktu inkubasi. Kemudian, pada isolat FM 134 tidak ditemukan fase kematian dapat diketahui bahwa fase tersebut terjadi setelah inkubasi selama 60 jam.

(27)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Isolasi bakteri dari tanah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Terjun Medan menghasilkan 24 isolat. Melalui uji kualitatif, 12 isolat memiliki aktivitas amilase. Dari 12 isolat amilolitik potensial dipilih tiga isolat yaitu FM 133, FM 134, dan FM 3022 untuk optimasi produksi enzim amilase berdasarkan luas zona bening dan indeks amilolitik tertinggi

2. Hasil pengamatan morfologi ketiga isolat terpilih memiliki bentuk irreguler, tepi undulate untuk isolat FM 133 dan entire untuk isolat FM 134 dan FM 3022, elevasi raised untuk isolat FM 133, FM 134 dan flat untuk FM 3022 3. Isolat FM 133 memiliki kondisi optimum produksi amilase pada pH 6 selama

12 jam waktu inkubasi. Isolat FM 134 memproduksi enzim optimum pada kondisi pH 8 dengan waktu inkubasi 60 jam. Sedangkan isolat FM 3022 pada pH 6 dengan waktu inkubasi 36 jam. Untuk ketiga isolat, kondisi optimum untuk produksi enzim amilase diperoleh pada suhu inkubasi 40℃

4. Enzim yang dihasilkan dari isolat FM 133, 134, dan 3022 memiliki aktivitas secara berturut-turut sebesar 782,66 U/ml, 822,90 U/ml, dan772,95 U/ml.

5.2 Saran

Dari penelitian ini perlu dilakukan identifikasi lebih lanjut mengenai jenis isolat bakteri terpilih yang digunakan dalam produksi enzim. Selain itu untuk selanjutnya dapat dilakukan pemurnian enzim amilase yang diperoleh untuk menghasilkan enzim dengan aktivitas enzim yang lebih baik lagi.

Gambar

Tabel 4.1 Indeks Amilolitik Isolat TPA Sampah Terjun, Medan  Kode  Isolat  Diameter Koloni (cm)  Diameter Zona Bening (cm)  Indeks  Amilolitik (cm)  FM 10  0,40  0,60  0,50  FM 1411  0,40  0,80  1,00
Gambar 4.2 Isolat FM 133
Gambar 4.3. Kurva standar maltosa
Tabel 4.5. Pengaruh suhu inkubasi terhadap produksi enzim amilase dari isolat  FM 133
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari data hasil perhitungan kombinasi semua parameter secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa penggunaan fruktosa dan tepung tapioka berpengaruh terhadap

Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat mengalisis bagaimana dan seberapa besar pengaruh variabel inflasi dan pendidikan terhadap tingkat pengangguran di Sumatera

 Analisis data diarahkan untuk penggunaan komponen biaya sesuai klasifikasi; dan penggunaan komponen (masukan) untuk membentuk biaya keluaran (sesuai kinerja atau

Pemetaan lahan garam di Kabupaten Sampang dengan teknik interpretasi visual citra Worldview-1 bertujuan untuk (1) mengetahui akurasi pengukuran dan akurasi

Untuk mengetahui pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Angka Harapan Hidup (AHH) dan Angka Melek Huruf (AMH) terhadap tingkat tingkat kemiskinan

11 Puji Maulana, 2012 Penerapan Strategi Drta Directed Reading Thinking Activity Dalam Pembelajaran Membaca Pemahaman Karya Sastra Dan Berpikir Kritis Siswa Sekolah Dasar : Studi

Bjurselen huippukukinta ja tuleentuminen on niin paljon muita lajikkeita aikaisemmin, että sääolot Bjurselen kukinnan ja korjuun aikaan voivat olla hyvin erilaiset kuin

Pada tanggal 15 Juli 2016, Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa menyetujui peningkatan Modal Disetor dan Modal Ditempatkan Perseroan melalui penambahan modal Perseroan dengan