PENYESUAIAN DIRI PADA WANITA REHABILITASI SOSIAL DI PANTI SOSIAL KARYA WANITA GODEAN YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh : Budi Lestari NIM 11104241019
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
PENYESUAIAN DIRI PADA WANITA REHABILITASI SOSIAL DI PANTI SOSIAL KARYA WANITA GODEAN YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Budi Lestari NIM 11104241019
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
MOTTO
Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalatmu sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar
(QS. Al-Baqarah: 153)
Jika kita memiliki keinginan untuk memulai, kita juga harus mempunyai keberanian dan keinginan untuk menyelesaikan, bukan hanya untuk mengakhiri.
PERSEMBAHAN
Sebagai ungkapan rasa syukur serta terima kasih, karya ini dengan setulus hati saya persembahkan untuk :
1. Bapak dan Ibuku tercinta
2. Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan
3. Almamaterku Universitas Negeri Yogyakarta
PENYESUAIAN DIRI PADA WANITA REHABILITASI SOSIAL DI PANTI SOSIAL KARYA WANITA GODEAN YOGYAKARTA
Oleh Budi Lestari NIM 11104241019
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat penyesuaian diri pada wanita rehabilitasi sosial di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Yogyakarta dilihat dari aspek fisik, aspek psikologis dan aspek sosial.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode survei. Subjek penelitian ini berjumlah 36 wanita rehabilitasi sosial, dengan pengambilan subyek keseluruhan atau populasi. Teknik pengumpulan data yang digunakan menggunakan skala. Instrumen yang digunakan adalah skala penyesuaian diri. Validasi instrumen dilakukan menggunakan validasi konstruk berupa expert judgement, sedangkan reliabilitas instrumen menggunakan rumus Alpha Cronbach untuk skala penyesuaian diri sebesar 0,627 yang menunjukkan reliabilitas tinggi. Teknik analisis data yang digunakan yakni dengan statistik deskriptif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat penyesuaian diri pada wanita rehabilitasi sosial di Panti Sosial Karya Wanita secara keseluruhan berada pada kategori sedang yaitu dengan presentase 53%, wanita rehabilitasi sosial mampu menyesuaikan diri di panti tetapi belum secara maksimal. 1) Pada aspek fisik berada pada kategori sedang yaitu sejumlah 17 orang (47%), wanita rehabilitasi
sosial dengan bukti mereka bisa menerima kondisi badan dengan baik. 2) Pada aspek psikologis berada pada kategori sedang yaitu sejumlah 15 orang
(42%), wanita rehabilitasi sosial mampu mengelola emosional tetapi belum secara maksimal. 3) Pada aspek sosial berada pada kategori sedang yaitu sejumlah 17 orang (47%), wanita rehabilitasi sosial mampu menjalin hubungan baik dengan masyarakat, keluarga dan teman dengan baik tapi belum secara maksimal.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan limpahan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi berjudul “Penyesuaian Diri pada Wanita Rehabilitasi Sosial di Panti Sosial Karya Wanita Yogyakarta”.
Sebagai ungkapan syukur, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak atas dukungan dan kerja sama yang baik secara langsung maupun tidak langsung. Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) yang telah memfasilitasi dan memberikan kesempatan untuk menjalani dan menyelesaikan studi.
2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) UNY yang telah memfasilitasi kebutuhan akademik penulis selama menjalani masa studi.
3. Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah melancarkan proses penyusunan skripsi.
4. Ibu Eva Imania Eliasa, M. Pd sebagai Dosen Pembimbing Skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan selama proses penyusunan skripsi.
5. Bapak Jarwadi dan Ibu Tumini orangtuaku tercinta untuk semua do’a, kasih sayang, didikannya, dukungannya yang diberikan, serta keluarga besarku yang selalu memotivasiku.
DAFTAR ISI
1. Pengertian Penyesuaian Diri ... 132. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri ... 15
3. Ciri Penyesuaian Diri... 27
4. Aspek-Aspek Penyesuaian Diri... ... 32
5. Proses Penyesuaian Diri ... 35
2. Pola Layanan Rehabilitasi ... 41
3. Langkah-Langkah Rehabilitasi... ... 45
4. Program-Program Rehabilitasi Sosial ... 49
C. Kajian tentang Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) 1. Pengertian Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) ... 53
2. Sistem Pelayanan ... 54
D. Penyesuaian Diri pada Wanita Rehabilitasi Sosial di Panti Sosial Karya Wanita ... 60
E. Pertanyaan Penelitian ... 62
BAB III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 64
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 64
C. Variabel Penelitian ... 65
D. Populasi Penelitian ... 65
E. Teknik Pengumpulan Data ... 66
F. Definisi Operasional ... 67
G. Instrumen Penelitian ... 68
H. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian 1. Uji Validitas ... 74
2. Uji Reliabilitas ... 76
I. Teknik Analisis Data ... 77
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Penelitian ... 79
B. Deskripsi Tingkat Kemampuan Penyesuaian Diri pada Wanita di Panti Sosial Karya Wanita ... 80
1. Deskripsi Aspek Fisik dalam Hal Sistem Utama Tubuh pada
Wanita Rehabilitasi di Panti Sosial Karya Wanita ... 85
2. Deskripsi Aspek Fisik dalam Hal Kesehatan Fisik pada Wanita Rehabilitasi di Panti Sosial Karya Wanita ... 87
D. Deskripsi Tingkat Kemampuan Penyesuaian Diri pada Wanita di Panti Sosial Karya Wanita pada Aspek Psikologis ... 89
1. Deskripsi Aspek Psikologis dalam Hal Kemantapan Suasana Kehidupan Emosional ... 91
2. Deskripsi Aspek Psikologis dalam Hal Kemantapan Suasana Kehidupan Kebersamaan dengan Orang Lain... 94
3. Deskripsi Aspek Psikologis dalam Hal Kemampuan untuk Santai, Gembira, dan Menyatakan Kejengkelan ... 96
4. Deskripsi Aspek Psikologis dalam Hal Sikap dan Perasaan terhadap Kemampuan dan Kenyataan Diri Sendiri ... 98
E. Deskripsi Tingkat Kemampuan Penyesuaian Diri pada Aspek Sosial ... 100
1. Deskripsi Aspek Sosial dalam Hal Kemampuan Hubungan dengan Masyarakat di Sekitar Tempat Tinggal ... 102
2. Deskripsi Aspek Sosial dalam Hal Kemampuan Hubungan dengan Keluarga... 105
3. Deskripsi Aspek Sosial dalam Hal Kemampuan Hubungan dengan Teman di Panti ... 107
F. Pembahasan Hasil Penelitian ... 109
G. Hal Lain yang Ditemukan ... 116
H. Keterbatasan Penelitian ... 117
BAB V. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN A. Kesimpulan ... 119
DAFTAR TABEL
hal
Tabel 1 Skor Skala Penyesuaian Diri... 73
Tabel 2 Kisi-Kisi Penyesuaian Diri ... 73
Tabel 3 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas ……….... 76
Tabel 4 Standar Kriteria Kategorisasi Penyesuaian Diri ... 77
Tabel 5 Data Subyek Penelitian …….... 78
Tabel 6 Deskripsi Penilaian Tingkat Kemampuan Penyesuaian Diri ….……. 79
Tabel 7 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Tingkat Kemampuan Penyesuaian Diri pada Wanita di PSKW... 80 Tabel 8 Deskripsi Penilaian Tingkat Kemampuan Penyesuaian Diri pada Aspek Fisik ………... 81 Tabel 9 Deskripsi Frekuensi Kategorisasi Tingkat Kemampuan Penyesuaian Diri pada Aspek Fisik ... 82 Tabel 10 Deskripsi Penilaian Aspek Fisik dalam Hal Sistetm Utama Tubuh pada Wanita Rehabilitasi di Panti Sosial Karya Wanita………... 83 Tabel 11 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Fisik dalam Sistem Utama Tubuh ... 84 Tabel 12 Deskripsi Penilaian Aspek Fisik dalam Hal Kesehatan Fisik pada Wanita Rehabilitasi di Panti Sosial Karya Wanita………... 85 Tabel 13 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Fisik dalam Hal Kesehatan Fisik ………... 86 Tabel 14 Deskripsi Penilaian Tingkat Kemampuan Penyesuaian Diri pada Aspek Psikologis………...……….. 87 Tabel 15 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Tingkat Kemampuan Penyesuaian Diri pada Aspek Psikologis……….. 88
Tabel 16 Distribusi Penilaian Aspek Psikologis dalam Kemantapan Suasana Kehidupan Emosional……….. 89
Tabel 18 Deskripsi Penilaian Aspek Psikologis dalam Kemantapan Suasana
Kehidupan Kebersamaan dengan Orang Lain………. 92
Tabel 19 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Psikologis dalam Kemantapan Suasana Kehidupan Kebersamaan dengan Orang Lain..
93
Tabel 20 Deskripsi Penilaian Aspek Psikologis dalam Kemampuan untuk
Santai, Gembira, dan Menyatakan Kejengkelan……….. 94
Tabel 21 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Psikologis dalam Kemampuan untuk Santai, Gembira, dan Menyatakan Kejengkelan..
95
Tabel 22 Deskripsi Penilaian Aspek Psikologis dalam Sikap dan Perasaan
terhadap Kemampuan dan Kenyataan Diri Sendiri………. 96
Tabel 23 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Psikologis dalam Sikap
dan Perasaan terhadap Kemampuan dan Kenyataan Diri Sendiri…... 97
Tabel 24 Deskripsi Penilaian Tingkat Kemampuan Penysuaian Diri pada
Aspek Sosial……… 98
Tabel 25 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Tingkat Kemampuan Penyesuaian
Diri pada Aspek Sosial……… 99
Tabel 26 Deskripsi Penilaian Aspek Sosial dalam Kemampuan Hubungan
dengan Masyarakat di Sekitar Tempat Tinggal………... 101
Tabel 27 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Tingkat Kemampuan Penyesuaian Diri dalam Kemampuan Hubungan dengan Masyarakat di Sekitar
Tempat Tinggal………
102
Tabel 28 Deskripsi Penilaian Aspek Sosial pada Kemampuan Hubungan
dengan Keluarga……….. 103
Tabel 29 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Sosial pada Kemampuan
Hubungan dengan Keluarga………. 104
Tabel 30 Deskripsi Penilaian Aspek Sosial pada Kemampuan Hubungan
dengan Teman di Panti……… 105
Tabel 31 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Sosial pada Kemampuan
DAFTAR GAMBAR
hal Gambar 1 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Tingkat Kemampuan
Penyesuaian Diri pada Wanita di Panti Sosial Karya Wanita... 80
Gambar 2 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Tingkat Kemampuan Penyesuaian Diri pada Aspek Fisik Wanita di Panti Sosial Karya Wanita ...
83
Gambar 3 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Fisik dalam Hal Sistem Utama Tubuh ………....
85
Gambar 4 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Fisik dalam Hal Kesehatan Fisik ...
87
Gambar 5 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Tingkat Kemampuan Penyesuaian Diri pada Aspek Psikologis Wanita di Panti Sosial Karya Wanita ………..
89
Gambar 6 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Psikologis dalam Kemantapan Suasana Kehidupan Emosional Wanita Rehabilitasi ….………
91
Gambar 7 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Psikologis dalam Kemantapan Suasana Kehidupan Emosional Wanita Rehabilitasi ...
93
Gambar 8 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Psikologis dalam Kemampuan untuk Santai, Gembira, dan Menyatakan Kejengkelan Wanita Rehabilitasi………
96
Gambar 9 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Psikologis dalam Sikap dan Perasaan terhadap Kemampuan dan Kenyataan Diri Sendiri ...
98
Gambar 10 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Tingkat Kemampuan Penyesuaian Diri pada Aspek Sosial Wanita di Panti Sosial Karya Wanita ………...
100
Gambar 11 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Tingkat Kemampuan Hubungan dengan Masyarakat di Sekitar Tempat Tinggal…….
102
Gambar 12 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Sosial pada
Kemampuan Hubungan dengan Keluarga………... 105
Gambar 13 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Sosial pada Kemampuan Hubungan dengan Teman di Panti……….
DAFTAR LAMPIRAN
hal
Lampiran 1. Skala Penyesuaian Diri ... 124
Lampiran 2. Lembar Penilaian Expert Judgement ... 130
Lampiran 3. Instrumen Penelitian Skala Penyesuaian Diri ... 131
Lampiran 4. Rekap Data Penyesuaian Diri Wanita Rehabilitasi Sosial... 137
Lampiran 5. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penyesuaian Diri ... 152
Lampiran 6. Hasil Uji Normalitas ... 156
Lampiran 7. Hasil Analisis Deskriptif Skala Penyesuaian Diri ... 157
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wanita dalam filosofi jawa secara ontologis dimaknai sebagai
“perempuan”, yaitu per-empu-an suatu figur mulia yang menjelaskan peranan sebagai guru kebudayaan dan berfungsi menjalankan proses edukasi bagi
generasi masa mendatang. Pada dasarnya seorang wanita yang memiliki ilmu
yang tinggi, maka akan mendidik anak-anaknya dengan baik juga, sehingga
kualitas pendidikan anak tergantung pada didikan dari orang tuanya.
Berdasarkan kenyataan di lapangan mengenai kedudukan wanita yang
semakin bergeser karena seiring dengan perkembangan zaman yang tidak bisa
ditahan. Pergeseran tersebut dapat digambarkan misalnya dengan adanya
kasus-kasus kejahatan terhadap wanita, penyiksaan terhadap wanita, dan
sebagainya. Hal-hal tersebut akan menimbulkan dampak kondisi psikologis
pada wanita terganggu dan mengalami penurunan.
Kasus kekerasan terhadap perempuan banyak terjadi. Data dari Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) selama 2009 hingga akhir 2014 tercatat ada
1.204 kasus kekerasan terhadap perempuan. Dari jumlah itu kasus kekerasan
terhadap istri (KTI) sebanyak 835 kasus, kekerasan dalam pacaran (KDP) 133
kasus, perkosaan 133 kasus, pelecehan seksual 69 kasus, kekerasan dalam
keluarga 35 kasus, dan trafficking (penjualan perempuan) 5 kasus (sumber:
Kecenderungan permasalahan terhadap wanita membawa dampak berat
secara keseluruhan, sehingga permasalahan tidak dapat dibiarkan begitu saja.
Sebaiknya upaya penanganan secara terpadu dengan orientasi utama diarahkan
khususnya pada kondisi korban yang mengalami trauma berat. Salah satu
upaya untuk mereduksi resiko hal tersebut maka sebaiknya dilakukan
rehabilitasi dan perlindungan sosial bagi para wanita. Rehabilitas sendiri
sesuai dengan UU Kesos No.11 tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial,
khususnya pada pasal 7 ayat 1. Pada ayat 1 disebutkan bahwa :
“Rehabilitas sosial dimaksudkan untuk memulihkan dan mengembangkan kemampaun seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya dengan wajar”.
Menurut Sri Rohimi pekerja sosial, di Panti Sosial Karya Wanita
(PSKW), (wawancara 17 Juni 2015) bahwa pelaksanaan kegiatan rehabilitasi
serta pelayanan klien para pekerja sosial bekerja sama dengan karyawan serta
pengurus Panti Sosial Karya Wanita (PSKW). Pelayanan bimbingan
keterampilan kerja terhadap wanita sebagai salah satu upaya agar semua
komponen yang ada di dalam PSKW saling bekerja sama satu sama lainnya.
Bimbingan keterampilan di PSKW (Panti Sosial Karya Wanita) terdiri
dari empat jenis keterampilan, yaitu keterampilan menjahit, keterampilan olah
pangan atau keterampilan tata boga, keterampilan tata rias dan salon, dan
keterampilan membatik. Pada bimbingan fisik, mental dan sosial meliputi
pemeliharaan kesehatan, olahraga, sarana dan prasarana kebersihan,
bimbingan keagamaan, bimbingan kedisiplinan, bimbingan budi pekerti,
inggris), bimbingan kesehatan mental, bimbingan seni budaya (musik, tari dan
krawitan) dan muatan lokal. Dalam bimbingan pendampingan pekerja sosial
dan psikologis meliputi, konseling, terapi individu dan kelompok,
pendampingan asrama (wawancara, 17 Juni 2015).
Adapun proses perekrutan yang dilakukan oleh panti yaitu biasanya atas
rujukan dari kepala desa, datang sendiri, dan mendapatkan informasi dari
masyarakat. Jumlah wanita yang tinggal di Panti Sosial Karya Wanita
(PSKW) ada 50 orang, mereka wajib tinggal di asrama yang telah disediakan
oleh panti selama 1 tahun, yang dimana setiap harinya wajib mengikuti
jadwal-jadwal yang sudah ditentukan oleh panti. Mulai bangun pagi
diwajibkan ikut apel pagi; lalu setelah apel masuk kelas masing-masing untuk
kegiatan keterampilan sampai siang yang dimana setiap individu memilih satu
dari empat keterampilan yang diminati; ketika siang hari dimanfaatkan untuk
istirahat dan dilanjutkan jam empat sore untuk melakukan bimbingan fisik,
mental dan sosial. Setelah mereka mahir dalam bidang keterampilannya setiap
individu memiliki kesempatan berupa magang selama satu bulan, magang
tersebut bisa di rumah makan, salon, serta ikut menjai karyawan menjahit dan
batik (wawancara, 17 Juni 2015).
Berdasarkan hasil wawancara terhadap Sri Rohimi, pekerja sosial Panti
Sosial Karya Wanita (PSKW) untuk penyesuaian dirinya kebanyakan pada
awal masuk asrama 90% penghuni panti belum siap untuk lingkungan baru,
bahkan ada beberapa yang sampai meminta pulang atau bahkan hampir
lingkungan barunya dan merasa bahwa kegiatan di panti membuat dirinya
menjadi terbebani dengan aturan-aturan yang ada di panti yang menurut
mereka sangat berat, sedangkan selama ini mereka hidup diluar luar panti
yang tidak ada aturan-aturan (bebas). Tetapi seiring waktu berjalan dan
bimbingan para pekerja sosial yang selalu memantau perkembangan setiap
individu maka mereka menjadi terbiasa dengan tinggal panti sosial tersebut.
Proses penyesuaian diri yang tidak mudah, dikarenakan didalam
kehidupannya manusia terus diharapkan pada pola-pola kehidupan baru dan
harapan-harapan sosial baru. Periode penyesuaian diri merupakan suatu
periode khusus dan sulit dari rentang hidup individu. Individu diharapkan
mampu memainkan peran-peran sosial baru terutama pada wanita rehabilitasi
sosial, yang dapat mengembangkan sikap-sikap sosial dan nilai-nilai di
masyarakat dengan perkembangan-perkembangan baru. Dalam hal ini
diperkuat oleh pendapat Schneiders dalam Desmita (2009: 192) menyebutkan
bahwa penyesuaian diri adalah suatu proses yang mencakup respon mental
dan tingkah laku, dimana individu berusaha untuk dapat berhasil mengatasi
kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik,
dan frustrasi yang dialaminya, sehingga terwujud tingkat keselarasan atau
harmoni antara tuntutan dari dalam diri dengan apa yang diharapkan oleh
lingkungan dimana ia tinggal. Individu menyadari sepenuhnya siapa dirinya
sebenarnya, apa kelebihan dan kekurangan dan mampu bertindak objektif
sesuai dengan kondisi dirinya tersebut. Keberhasilan penyesuaian diri ditandai
dongkol, kecewa atau tidak percaya pada kondisi dirinya. Dalam kehidupan
wanita korban kekerasan seksual perlu adanya penyesuaian terhadap
lingkungan, dan penyesuaian diri setelah mampu maka diharapkan dapat
menempatkan dirinya dengan baik.
Sebaliknya kegagalan penyesuaian diri ditandai dengan keguncangan
emosi, kecemasan, ketidakpuasan dan keluhan terhadap nasib yang dialami,
sebagai akibat adanya permasalahan antara individu dengan tuntutan yang
diharapkan oleh lingkungan. Permasalahan ini menjadi sumber terjadinya
konflik yang kemudian berwujud dalam rasa takut dan kecemasan, sehingga
untuk bisa mampu diterima dilingkungan masyarakat individu harus
melakukan penyesuaian diri. Dalam hal ini diperkuat oleh pendapat
Enung (2008: 24) bahwa setiap individu dalam masyarakat terdapat proses
saling mempengaruhi satu sama lain. Pada proses tersebut timbul suatu pola
kebudayaan dan tingkah laku sesuai dengan jumlah aturan, hukum, adat dan
nilai-nilai yang mereka patuhi, demi untuk mencapai penyelesaian persoalan
dalam hidupnya. Hubungan-hubungan tersebut mencakup hubungan dengan
masyarakat disekitar tempat tinggal, keluarga, dan masyarakat luas secara
umum. Dalam hal ini para wanita yang rehabilitasi dan masyarakat sama-sama
memberikan dukungan satu sama lain, agar tercapainya sebuah hubungan
dengan lingkungan yang harmonis.
Menurut (Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial, TT:16) Panti
sosial merupakan salah satu lembaga sosial, baik yang berbadan hukum
meningkatkan kesejahteraan sosial. Menurut Kementerian Sosial Republik
Indonesia no.50/HUK/2004, panti sosial adalah :
“Lembaga pelayanan kesejahteraan sosial yang memiliki tugas dan fungsi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam memberdayakan penyandang masalah kesejahteraan sosial kearah kehidupan normatif secara fisik, mental, dan sosial”.
Dalam hal ini diperkuat oleh pendapat Moh.Surya (1985: 12) bahwa
dalam memperoleh kelangsungan hidupnya, setiap individu harus berjuang
untuk memenuhi kebutuhannya. Atas dasar prinsip homeostatis
(keseimbangan), maka jika setiap kali terjadi ada kekurangan dalam diri
individu maka timbullah apa yang disebut kebutuhan, jadi kebutuhan itu
timbul sebagai akibat adanya kekurangan dalam diri individu. Kebutuhan ini
kemudian menimbulkan adanya motif atau dorongan yang menyebabkan
individu bertingkah laku untuk mencapai tujuan dalam rangka memenuhi
kebutuhan individu. Selain mendapat tantangan dari dalam dirinya yang
berupa kebutuhan, individu pun mendapat tantangan dari luar dirinya yaitu
lingkungan. Dalam lingkungan terdapat sumber-sumber yang dapat memenuhi
kebutuhan, tetapi dalam lingkungan pun terdapat norma-norma yang mengatur
kemungkinan-kemungkinannya. Individu harus dapat memenuhi tantangan
lingkungan dengan sebaik-baiknya. Berhasil tidaknya dalam menghadapi
tantangan ini, akan berpengaruh kepada keberhasilan memperoleh
kelangsungan hidup.
Menurut hasil wawancara kepada Titin salah satu pekerja sosial, di Panti
terjadi pada wanita dilakukan upaya penanganan secara terpadu dengan
orientasi utama diarahkan khususnya pada kondisi korban yang mengalami
trauma berat, salah satunya melalui proses rehabilitasi dan perlindungan sosial
bagi wanita korban tindak kekerasan. Panti Sosial Karya Wanita (PSKW)
memberikan pelayanan terhadap masyarakat sosial untuk membantu
memulihkan sikap, perilaku psikologis dan fungsi sosial bagi wanita. Aktivitas
sosial lebih menunjuk pada tatanan hubungan antara individu-individu dalam
aktifitas sosial. Kondisi kesenjangan sangat berpengaruh terhadap kondisi
psikologi para wanita sosial dalam masyarakat, sehingga mereka dapat lebih
berdaya dalam melanjutkan hidup yang lebih baik dari pada sebelumnya.
Tujuan dari Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) adalah sebagai upaya
rehabilitasi dan juga sebagai tindakan preventif bagi mereka agar tidak
melakukan penyimpangan sosial di masyarakat.
Kemantapan dalam suasana menjalin kebersamaan bersama teman panti
dan menyalurkan dorongan emosional pada wanita rehabilitasi sosial di Panti
Sosial Karya Wanita (PSKW) masih banyak yang kurang, hal tersebut terbukti
ketika awal masuk asrama mereka banyak yang menangis, merasa takut,
bahkan ada yang menolak masuk ke lingkungan baru karena tidak bisa
menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Pendapat lain yang dipaparkan
oleh Gilmore dalam Desmita (2009:195) yakni berdasarkan psikologis yang
dimana aspek-aspek dalam penyesuaian diri adalah 1) kematangan emosi,
ditandai dengan banyaknya para wanita rehabilitasi sosial banyak yang
3) kematangan sosial 4) aspek fisik, dan 5) aspek psikologis. Mampu
menyesuaikan diri dengan baik dapat bereaksi secara efektif terhadap
situasi-situasi yang berbeda, dapat memecahkan konflik-konflik, frustasi-frustasi, dan
masalah-masalah tanpa menggunakan tingkah laku simtomatik. Harapan para
wanita rehabilitasi masuk ke panti sosial yakni agar dapat mengambil hal
positifnya tanpa harus menjadikan beban, sehingga dapat menyelesaikan
konflik yang di alaminya dengan baik.
Pembahasan tentang peran lembaga sosial untuk mencegah serta
menanggulangi permasalahan sosial telah menjadi topik yang menarik di
masyarakat. Pembahasan ini menjadi hal yang menarik bagi para peneliti
untuk melakukan penelitian, salah satunya yaitu penelitian terdahulu yang
dilakukan oleh (Ari Yoga Pamungkas, 2014) yang berjudul “Rehabilitasi sosial klien reguler Panti Sosial Karya Wanita” penelitian ini memfokuskan pada bentuk pelayanan dan bantuan sosial yang ditujukan untuk membatu
pengembalian harga diri klien dan kepercayaan diri klien sehingga mampu
menjalankan fungsi sosial secara wajar dalam tindak lanjut klien di
masyarakat.
Berdasarkan data hasil observasi yang dilakukan peneliti pada tanggal
29 Oktober 2015, diketahui terdapat 4 wanita rehabilitasi yang kurang
semangat mengikuti kegiatan pembinaan, padahal kegiatan tersebut sangat
menyenangkan. Peneliti menanyakan langsung kepada salah satu pengurus
panti mengenai hal tersebut, ternyata hal tersebut sering dijumpai dikarenakan
maksimal mengikuti kegiatan pembinaan di panti. Berdasarkan data hasil
wawancara kepada salah satu pengurus panti juga menambahkan bahwa bukan
hanya 4 wanita itu saja yang seperti itu, akan tetapi yang lainnya juga
terkadang seperti itu ketika mereka mengingat masa lalunya.
Dari berbagai fenomena yang terjadi terhadap wanita rehabilitasi sosial,
membuat penulis tertarik untuk mengkajinya. Beberapa permasalahan yang
dihadapi oleh para wanita yang mendapatkan rehabilitasi di panti tersebut
dominan mereka mendapatkan perlakuan yang tidak sesuai di luar panti.
Peneliti menyimpulkan bahwa keadaan psikologis wanita yang ada di panti
tersebut saat ini masih memerlukan penyesuaian diri dari kehidupan di luar
lingkungan panti hingga masuk dan tinggal di panti. Keadaan di panti sosial
mendukung untuk perbaikan perilaku dan kebiasaan mereka, sehingga
pengurus panti akan mengusahaakan yang terbaik untuk perkembangan
mereka terutama psikologisnya. Peneliti memfokuskan pada penelitian yang
dibuat yakni mengenai bagaimana tingkat penyesuaian diri pada wanita
rehabilitasi di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW).
B. Identifikasi Masalah
Memperhatikan permasalahan yang telah diuraikan pada latar belakang
masalah, maka perlu diidentifikasikan permasalahan-permasalahan sebagai
berikut :
1. Kasus kekerasan terhadap perempuan masih banyak terjadi, baik
kekerasan terhadap istri, kekerasan dalam pacaran, pemerkosaan,
2. Kondisi wanita yang direhabilitasi sosial banyak yang terlecehkan secara
fisik maupun psikologis, sehingga mengalami kesulitan dalam
menyesuaikan diri terhadap kehidupan sosial.
3. Para penghuni panti dominan belum siap untuk melakukan penyesuaian
diri pada awal masuk asrama di lingkungan baru, bahkan ada beberapa
yang meminta pulang dan menangis setiap hari.
4. Sulitnya menyesuaikan diri dengan pengalaman yang menyebabkan
permasalahan-permasalahan psikologis seperti permasalahan stres, cemas
yang pada akhirnya mengganggu kondisi wanita rehabilitasi sosial.
5. Penyesuaian diri wanita rehabilitasi sosial di PSKW banyak mengalami
kegagalan.
6. Belum banyak eksplorasi secara deskriptif mengenai penyesuaian diri
ditinjau dari aspek fisik, aspek psikologis dan aspek sosial pada wanita
rehabilitasi sosial dipanti sosial Karya Wanita Yogyakarta (PSKW).
C. Batasan Masalah
Untuk lebih mengarahkan penelitian ini pada permasalahan pokok
sebagaimana telah diuraikan di atas serta untuk menjelaskan ruang lingkup
masalahnya, maka peneliti membatasi penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1. Belum banyak eksplorasi secara deskriptif mengenai penyesuaian diri
ditinjau dari aspek fisik, aspek psikologis dan aspek sosial pada wanita
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian batasan masalah, penulis secara lebih tegas
merumuskan permasalahan yang akan diteliti, yaitu bagaimana tingkat
penyesuaian diri pada wanita rehabilitasi sosial di Panti Sosial Karya Wanita
(PSKW) Yogyakarta ditinjau dari aspek fisik, aspek psikologis dan aspek
sosial.
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian
yang ingin dicapai yaitu, untuk mengetahui tingkat penyesuaian diri pada
wanita rehabilitasi sosial di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Yogyakarta
dilihat dari aspek fisik, aspek psikologis dan aspek sosial.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang akan dilakukan baik secara praktis maupun
teoritis yaitu sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan untuk
memahami fenomena terkait penyesuaian diri pada wanita rehabilitasi
sosial di Panti Sosial Karya Wanita Yogyakarta diteliti pada aspek fisik,
aspek psikologis, dan aspek sosial.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Tim Pengurus Panti Sosial Karya Wanita
Penelitian ini diharapkan mampu mendeteksi subyek yang
dengan kondisi penyesuaian diri yang rendah. Selain itu, diharapkan
pada tim pengurus panti agar mampu merancang pelatihan-pelatihan
khususnya untuk menghadapi permasalahan penyesuaian diri.
b. Bagi Subyek Penelitian
Diharapkan dari hasil penelitian ini mampu meningkatkan pelayanan
dan latihan keterampilan untuk subyek agar mampu menyesuaikan diri
dan mempersiapkan diri dengan tepat untuk menghadapi kehidupan
yang lebih baik.
c. Bagi Dosen dan Mahasiswa Prodi Bimbingan dan Konseling
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber data acuan untuk
mengembangkan teknik bimbingan untuk memberikan alternatif
mereduksi wanita rehabilitasi yang memiliki kemampuan penyesuaian
diri yang rendah. Selain itu, dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk
pengembangan materi bimbingan konseling pribadi, sosial, karir, dan
belajar di bidang non-formal.
d. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan model untuk
mengembangkan lebih lanjut penelitian mengenai penyesuaian diri
pada wanita rehabilitasi sosial dalam aspek fisik, aspek psikologis, dan
aspek sosial. Selain itu, melalui penelitian ini diharapkan dapat
menjadi temuan dasar untuk melakukan treathment terhadap wanita
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Penyesuaian Diri
1. Pengertian Penyesuaian Diri
Menurut A.A.Schneiders (dalam Moh. Surya, 1985: 13) penyesuaian
diri telah tercakup hal-hal (1) penyesuaian diri sebagai adaptasi, (2)
penyesuaian diri sebagai konformitas (kesamaan), (3) penyesuaian diri dan
variasi individu, (4) penyesuaian diri sebagai ketuntasan (mastery).
Keberhasilan penyesuaian diri ditandai dengan tidak adanya rasa benci,
lari dari kenyataan atau tanggung jawab, dongkol, kecewa atau tidak
percaya pada kondisi dirinya. Pada dasarnya proses penyesuaian diri
terhadap lingkungan itu memang tidak mudah. Dalam kehidupan setiap
individu perlu adanya penyesuaian terhadap lingkungan, dan penyesuaian
individu diharapkan mampu dalam menempatkan dirinya.
Pendapat lain menurut Calhoun dan Acocella (dalam Sobur,2003: 526)
menyebutkan bahwa penyesuaian diri dapat didefinisikan sebagai interaksi
Anda yang kontinu dengan diri Anda sendiri, dengan orang lain, dan
dengan dunia Anda. Menurut Desmita (2009:191) menyebutkan bahwa
penyesuaian diri merupakan suatu konstruksi/bangunan psikologi yang
luas dan komplek, serta melibatkan semua reaksi individu terhadap
tuntutan baik dari lingkungan luar maupun dari dalam diri individu itu
aspek kepribadian individu dalam interaksinya dengan lingkungan dalam
dan luar dirinya.
Menurut Kartini Kartono (2002: 56) mengemukakan bahwa
penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai harmoni pada diri
sendiri dan pada lingkungannya, sehingga rasa permusuhan, dengki, iri
hati, prasangka, depresi, kemarahan, dan lain-lain emosi negatif sebagai
respon pribadi yang tidak sesuai dan kurang efisien bisa dikikis habis.
Pendapat menurut Schneiders dalam Desmita (2009: 192) menyebutkan
bahwa penyesuaian diri adalah suatu proses yang mencakup respon mental
dan tingkah laku, dimana individu berusaha untuk dapat berhasil
mengatasi kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, ketegangan-ketegangan,
konflik-konflik, dan frustrasi yang dialaminya, sehingga terwujud tingkat
keselarasan atau harmoni antara tuntutan dari dalam diri dengan apa yang
diharapkan oleh lingkungan dimana ia tinggal.
Menguatkan pendapat di atas, menurut Gunarsa (dalam Alex
Sobur,2003: 523) menyebutkan bahwa penyesuaian diri merupakan faktor
yang penting dalam kehidupan manusia. Begitu pentingnya hal ini
sampai-sampai dalam berbagai literatur, kita kerap menjumpai
ungkapan-ungkapan seperti “hidup manusia sejak lahir sampai mati tidak lain adalah
penyesuaian diri”. Dalam lapangan psikologis klinis pun, sering kita temui
berbagai pernyataan para ahli yang menyyebutkan bahwa “
kelainan-kelainan pribadi tidak laian adalah kelainan-kelainan-kelainan-kelainan penyesuaian diri”
kepribadian seseorang, sering dikemukakan istilah “maladjustment” yang
artinya “tidak ada penyesuaian” atau “tidak mampu menyesuaikan diri”.
Pada dasarnya maladjustment terjadi pada semua individu. Namun,
pada beberapa orang, maladjustment itu demikian keras dan menetap
sehingga “menghancurkan” atau mengganggu kehidupan yang efektif.
Macam penyesuaian diri mungkin saja berbeda-beda dalam sifat dan
caranya. Ada sebagian orang menyesuaikan diri terhadap lingkungan
sosial tempat ia bisa hidup dengan sukses, sebagianlain tidak sanggup
melakukan penyesuaian diri tersebut, boleh terjadi mereka mempunyai
kebiasaan yang tidak serasi untuk berperilaku sedemikian rupa, sehingga
menghambat penyesuaian diri dan sosial kurang menolong.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
menurut peneliti penyesuaian diri adalah kemampuan individu dalam
menghadapi perubahan yang terjadi dalam hidupnya, untuk
mempertemukan tuntutan diri dan lingkungan agar tercapai keadaan atau
tujuan yang diharapkan oleh diri sendiri dan lingkungannya.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri
Menurut Moh. Surya (1985:16) penentu-penentu penyesuaian diri
identik dengan faktor yang menentukan perkembangan kepribadian.
Penentu-penentu tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a. Kondisi jasmani, yang meliputi pembawaan, susunan jasmaniah,
b. Perkembangan dan kematangan, terutama kematangan intelektual,
sosial, moral dan emosional.
c. Penentu psikologis yang meliputi pengalaman, belajar, pembiasaan,
determinasi diri, frustasi, dan konflik.
d. Kondisi lingkungan terutama rumah, keluarga dan sekolah.
e. Penentu kultural (budaya) dan agama.
Menurut Moh. Surya (1985: 17) yang dimaksud dengan penentu
(deretminan) disini adalah tiap faktor yang mempengaruhi proses
penyesuaian diri yaitu :
1. Kondisi penentu jasmani
Beberapa ciri kepribadian mempunyai hubungan dengan susuan
jasmani yang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor pembawaan. Dalam
beberapa hal, kecenderungan salah suai dapat dipindahkan secara
genetis terutama dengan perantaraan temperamen. Temperamen,
sebagai diposisi yang diwariskan dan aspek perkembangannya secara
intrinsic berkaitan erat dengan susunan tubuh. Sebagai komponen
primer kepribadian, temperamen menentukan karakteristik ini yang
berkenaan dengan penyesuaian diri. Jadi, secara tidak langsung
pembawaan merupakan kondisi dan penentu penyesuaian diri.
Disamping itu dalam kepribadian terdapat faktor lain yang
mempunyai kaitan dengan susunan tubuh, yang dipengaruhi oleh
pembawaan, tetapi hubunganya dengan penyesuaian diri lebih jauh
intelegensi dan imajinasi yang berperan secara tidak langsung dalam
penyesuaian diri. Karena struktur jasmaniah merupakan kondisi primer
bagi tingkah laku maka dapat diperkirakan bahwa sistem syaraf,
kelenjar, dan otot merupakan faktor yang penting bagi proses
penyesuaian diri.
Penyesuaian diri yang baik hanya dapat diperoleh dan dipelihara
dalam kondisi kesehatan jasmaniah yang baik pula. Ini berarti bahwa
gangguan penyakit jasmaniah yang diderita oleh seseorang akan
mengganggu proses penyesuaian dirinya. Gangguan penyakit yang
kronis dapat menimbulkan kurangnya kepercayaan pada diri sendiri,
peranan rendah diri, ketergantungan, peranan ingin dikasihi dan
lain-lain.
2. Perkembangan, kematangan dan penyesuaian diri
Perkembangan dan kematangan mempunyai hubungan yang erat
dengan proses penyesuaian diri, dalam arti bahwa pencapaian
penyesuaian diri itu akan banyak tergantung dari tingkat
perkembangan dan kematangan yang dicapai. Sesuai dengan hokum
perkembangan, tingkat kematangan yang dicapai berbeda antara
individu yang satu dengan lainnya, sehingga pencapaian pola-pola
penyesuaian diri pun berbeda pula secara individual. Dapat dikatakan
bahwa pola penyesuaian diri dan kesehatan mental senantiasa akan
dicapainya. Kegagalan dalam perkembangan juga akan mempengaruhi
proses penyesuaian diri.
3. Penentu psikologis terhadap penyesuaian diri
Banyak sekali faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi
penyesuaian diri. Diantaranya adalah faktor pengalaman, belajar,
kebutuhan-kebutuhan psikologis, determinasi diri, frustasi, konflik,
dan iklim psikologis. Meskipun sebenarnya agar sulit untuk
memisahkan satu faktor dengan lainnya akan tetapi dalam bahagia ini
akan dibahas beberapa dari faktor-faktor tersebut serta hubungannya
dengan penyesuaian diri.
4. Lingkungan sebagai penentu penyesuaian diri
a. Pengaruh rumah dan keluarga
Faktor-faktor yang menkondisikan penyesuaiaan diri, tidak ada
satupun faktor yang lebih penting daripada faktor rumah dan
keluarga karena keluarga merupakan satuan kelompok sosial yang
paling kecil. Terdapat karakteristik kehidupan keluarga yang
mempengaruhi penyesuaian diri, karakter tersebut adalah :
1) Susunan keluarga, yaitu besar kecil keluarga, siapa yang lebih
berkuasa, jumlah anak, perbandingan anak perempuan dan anak
laki-laki dan lain-lain.
2) Peran-peran sosial dalam keluarga yaitu setiap peranan sosial
dipengaruhi oleh sikap dan harapan orang tua terhadap
anaknya, faktor umur, jenis kelamin.
3) Keanggotaan kelompok, yaitu sejauh mana para anggota
keluarga merasakan sebagai bagian dari kelompok.
4) Kohesi keluarga, yaitu kekuatan perpautan antara anggota
keluarga yang satu dengan yang lain.
b. Penentu kebudayaan terhadap penyesuaian diri
Faktor kebudayaan (kultural) mempunyai pengaruh terhadap
pembentukan watak dan tingkah laku individu yang diperoleh
melalui medium pendidikan dalam keluarga, sekolah dan
masyarakat. Proses penyesuaian diri dimulai dari lingkungan
keluarga, sekolah dan kemudian masyarakat secara bertahap
dipengaruhi oleh faktor-faktor kebudayaan. Lingkungan
kebudayaan dimana individu berada dan berinteraksi akan
menentukan pola-pola penyesuaian diri.
c. Agama dan penyesuaian diri
Sebagaimana halnya kebudayaan, agamapun memegang
peranan yang penting sebagai penentu dalam proses penyesuaian
diri. Agama merupakan sumber nilai, kepercayaan, dan pola-pola
tingkah laku yang akan memeberikan tuntunan bagi arti, tujuaan
dan kestabilan hidup umat manusia.
Pengalaman mempengaruhi penyesuaian diri, akan tetapi tidak
pengalaman sehari-hari yang sedikit sekali hubungannya dengan
penyesuaian diri. Ada pengalaman-pengalaman tertentu yang
secara fundamental mempunyai arti bagi penyesuaian diri.
Pengalaman tersebut dapat berupa pengalaman yang
menyenangkan atau pengalaman trauma. Pengalaman trauma
cenderung akan menimbulkan penyesuaian yang kurang baik atau
mungkin salah suai.
Pendapat lain menurut Lazarus (dalam Daca Aruna Yuda
Trimingga,2008: 34) menguraikan faktor-faktor penyesuaian diri, yaitu :
a. Faktor Stres
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal dalam penyesuaian diri terbagi menjadi dua tuntutan,
yaitu :
1). Tuntutan Fisik
2). Tuntutan Sosial
c. Faktor Internal
Faktor Internal dalam penyesuaian diri terbagi menjadi dua kebutuhan,
yaitu :
1). Kebutuhan jaringan dan pendorong
Menurut Enung dalam Nofiana (2010: 17) menyebutkan faktor-faktor
yang mempengaruhi penyesuaian diri antara lain :
a. Faktor Fisiologis. Struktur jasmani merupakan kondisi yang primer
dari tingkah laku yang penting bagi proses penyesuaian diri
b. Faktor Psikologis. Banyak faktor psikologis yang mempengaruhi
penyesuaian diri antara lain pengalaman, aktualisasi diri, frustasi,
depresi.
Menurut Mahmud dalam Alex Sobur (2003: 531) mekanisme
penyesuaian adalah berbagai kebiasaan yang biasa dipakai orang untuk
memuaskan motif-motifnya. Termasuk disini ialah mekanisme pemecahan
masalah secara realistis dan mekanisme yang lebih bersifat primitif berupa
sikap agresif melawan hal-hal yang merintangi. Berbagai mekanisme
seperti itu sebenarnya bukanlah sesuatu yang abnormal atau tidaklah
merupakan simtom-simtom abnormalitas. Berikut ini adalah mekanisme
reaksi tipikal pada penyesuaian diri yang dialami oleh orang-orang bila
berupaya menanggulani banyak kekecewaan hidup, yaitu :
1) Rasionalisasi (Rationalization)
Ini terjadi bila seorang individu berupaya member penjelasan yang
menyenangkan (rasional)-tapi tidak usah benar- penjelasan untuk
perilaku yang khusus dan sering tidak diinginkan. Sebenarnya, orang
yang berupaya memberikan perilaku yang dirasakannya tidak
2) Kopensasi (compensation)
Pada konsep kopensasi ketika membicarakan suatu situasi saat
orang-orang dengan perasaan ketidakcukupan-sesungguhnya atau
dibayangkan-berusaha sendiri dengan upaya tambahan guna mengatasi
perasaan-perasaan tidak nyaman.
c. Negativisme (negativism)
Negativisme adalah suatu reaksi yang dinyatakan sebagai perlawanan
bawah sadar pada orang-orang pada orang lain atau objek-objek orang
lain. Seorang filsuf anonim menyatakan, “seandainya kita semua mau
mengaku saja bahwa kita gelisah, mungkin kita tidak akan menjadi
begitu gelisah”. Orang-orang dengan kegelisahan yang khas, memang
cenderung meyakini bahwa makhluk-makhluk hidup yang tidak sama
merasa sama seperti mereka tetapi hanya sedikit saja dari kita yang
bisa hidup tenang, terlepas dari penanpilan “luar”.
d. Kepasrahan (resignation)
Kepasrahan adalah istilah psikologi yang umumnya merujuk pada
suatu tipe kekecewaan mendalam yang sangat kuat, yang ada kalanya
dialami oleh individu-individu. Kondisinya mungkin berlangsung lama
atau sementara. Kepasrahan dapat dinyatakan sebagai keadaan
menyerah, menarik diri dari krtertiban seseorang dari keadaan khusus.
e. Pelarian (flight)
Reaksi penyesuaian pada kekecewaan yang disebut pelarian, boleh jadi
yang lebih jauh, yaitu melarikan diri dari situasi khusu yang
menyebabkan kekecewaan atau kegelisahan. Pelarian dapat
mengakibatkan seseorang mengambil suatu pekerjaan baru sebagai
sarana untuk melarikan diri dari pekerjaan yang sekarang, melamun,
lari dari rumah, bahkan meminim obat-obatan yang melebihi dosis.
f. Represi (repression)
Jika tanpa diketahui, seorang mengeluarkan pengalaman atau perasaan
tertentu dari kesadarannya, beearti ia melakukan suatu reaksi
penyesuaian yang disebut represi.
g. Kebodohan semu (pseudostupidity)
Dalam beberapa hal tindakan lupa, sebaliknya dari represi
peristiwa-peristiwa secara tidak sadar, adalah disengaja dan digunakan sebagai
alaht untuk menghindarkan tipe-tipe kegiatan tertentu. Disebut sebagai
kebodohan semu. Dengan sadar berupaya member kesan menjadi
pelupa.
h. Pemikiran obsesif (obsessif thinking)
Reaksi penyesuaian lain disebut pemikiran obsesif. Istilah ini dirujuk
pada perilaku seseorang yang mempebesar ukuran realistis dari
masalah atau situasi yang dialami.
i. Pengalihan (displacement)
Pengalihan dapat didefinisikan sebagai proses psikologis dari
perasaan-perasaan terpendam yang kemudian dialihkan kearah
situasi khusu memengaruhi perasaan keaamanan seseorang, dia dapat
bereaksi dengan menyerang, baik dengan kata-kata ataupun secara
fisik pada orang-orang lain.
j. Perubahan (conversion)
Istilah konversi digunakan untuk melambangkan suatu proses
psikologis, dalam hal kekecewaan-kekecewaan emosional
diekspresikan dalam gejala-gejala jasmani yang sakit atau tak
berfungsi sebagaimana mestinya.
Menurut Fahmi dalam Alex Sobur (2003: 537) banyak faktor lain yang
mempunyai pengaruh besar dalam menciptakan penyesuaian diri pada
individu, antara lain adalah :
1) Pemuasan kebutuhan pokok dan kebutuhan pribadi. Yang dimaksud
dengan kebutuhan pokok adalah kebutuhan jasmani atau fisik, seperti
kebutuhan makan, minum dan beristirahat. Pemuasan kebutuhan itu
termasuk hal yang mutlak perlu karena tanpa pemuasan individu akan
binasa.
2) Hendaknya ada kebiasaan-kebiasaan dan keterampilan yang dapat
membantu dalam pemenuhan kebutuhan yang mendesak. Tidak
diragukan lagi bahwa kecakapan dan kebiasaan-kebiasaan itu terbentuk
pada tahap-tahap pertama dari kehidupan individu. Oleh karena itu,
dapat kita katakana bahwa penyesuaian diri itu sebenarnya adalah hasil
dari semua pengalaman dan percobaan yang dilalui oleh individu, yang
kebutuhan-kebutuhannya dan bergaul dengan orang lain dalam
kehidupan sosial.
3) Hendaknya dapat menerima dirinya. Pandangan orang terhadap dirinya
merupakan faktor terpenting, yang mempengarihi kelakuannya.
Apabila pandangan tersebut baik, penuh dengan kelegaan, hal itu akan
mendorong untuk bekerja dan menyesuaikan diri dengan anggota
masyarakat dan akan membawanya pada kesuksesan, yang sesuai
dengan kemampuan.
4) Kelincahan. Yang dimaksud dengan kelincahan disini ialah, agar orang
bereaksi terhadap perangsang-perangsang baru dengan cara yang
serasi. Orang yang kaku, tidak lincah tidak dapat menerima perubahan
yang terjadi atas dirinya. Oleh karena itu, penyesuaian dirinya
tergantung dan hubungannya dengan orang lain goncang, apabila ia
pindah kelingkungan baru, yang cara hidupnya berbeda dengan cara
yang telah biasa dialaminya. Bagi orang yang lincah ia akan bereaksi
terhadap lingkungan baru dengan cara yang serasi, yang menjamin
penyesuaian dirinya dengan lingkungan akan mudah untuk bergaul. Ini
erarti penyesuaian diri akan lebih mudah, apabila orang tersebut lincah
dan sebaliknya semakin kurang lincahan seseorang, semakin kurang
kemampuannya untuk menyesuaikan diri dengan suasana dan
lingkungan yang baru.
5) Penyesuaian dan persesuaian. Sesungguhnya menyerah dianggap
terutama lingkungan kebudayaan sosial. Orang yang gagal dalam
menyesuaikan terhadap peraturan, dianggap gagal pula dalam
menyesuaikan terhadap peraturan.
Penyesuaian diri merupakan suatu proses yang sangat sulit. Pertama,
banyak kesulitan dalam menyesuaikan diri bersumber pada diri kita
sendiri. Kedua, pengaruh-pengaruh yang ikut membentuk kepribadian kita,
berada diluar kita demikian pula banyak sarana untuk menyelesaikan
tugas-tugas. Ketiga, usaha-usaha kita untuk memenuhi keperluan dalam
tuntunan luar dari lingkungan itu harus sesuai dengan tujuan hidup kita.
Maka itu, “penyesuaian diri yang baik” bisa kita rumuskan sebagai “memenuhi keperluan, hasrat dan keinginan kita, serta tuntunan wajar dari
lingkungan secara semestinya dan semakin mendekatkan kita kepada
tujuan dan maksud sebenarnya hidup”.
Menurut Sunarto dan Hartono (2008: 229) bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi penyesuaian diri, yaitu:
a. Kondisi-kondisi fisik termasuk di dalamnya keturunan, konstitusi fisik, susunan saraf, kelenjar, dan sistem otot, kesehatan, penyakit, dan sebagainya.
Kesehatan dan penyakit jasmaniah juga berhubungan dengan penyesuaian diri. Kualitas penyesuaian diri yang baik hanya dapat diproleh dan dipelihara dalam kondisi kesehatan jasmaniah yang baik pula. Hal ini berarti gangguan penyakit jasmaniah akan mengganggu proses penyesuaian diri.
b. Perkembangan dan kemat angan, khususnya kematangan intelektual, sosial, moral, dan emosional.
c. Penentu psikologis, termasuk di dalamnya pengalaman, belajarnya, pengkondisian, penentuan diri, frustasi, dan konflik.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas maka penetiti menarik suatu
kesimpulan bahwa secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi
penyesuaian diri individu dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
1. Faktor Internal. Yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu,
meliputi : kondisi jasmani atau fisik, emosi, kematangan intelektual,
moral dan religius, sosial, serta motivasi untuk belajar.
2. Faktor Eksternal. Yaitu faktor-faktor yang berasal dari lingkungan atau
dari luar diri individu, meliputi kondisi lingkungan yaitu lingkungan
rumah, lingkungan keluarga, dan lingkungan sekolah, modelling dari
orangtua.
Maka peneliti juga dapat menyimpulkan bahwa penelitian ini akan
dilihat dari aspek fisik, aspek psikologis, dan aspek sosial. Hal ini
diperkuat oleh teori Moh.surya dan Desmita. Dalam hal ini menurut
Desmita yang dimana aspek-aspek dalam penyesuaian diri yaitu
psikologis, fisik, sosial dan lain-lain.
3. Ciri Penyesuaian Diri
Dalam melakukan penyesuaian yang normal, individu akan
melakukannya dalam berbagai bentuk. Menurut Moh. Surya (1985:28)
bentuk-bentuk penyesuaian yang normal antara lain :
a. Penyesuaian dengan menghadapi masalah secara langsung. Dalam situasi ini individu secara langsung, menghadapi masalahnya dengan segala akibat-akibatnya. Yang melaksanakan segala tindakan-tindakannya sesuai dengan masalah yang dihadapinya.
c. Penyelesaian masalah dengan trial and error atau coba-coba. Dalam cara ini individu melakukan suatu tindakan coba-coba, dalam arti kalau menguntungkan diteruskan dan bila gagal tidak diteruskan.
d. Penyesuaian dengan substitusi (mencari pengganti). Jika individu merasa gagal dalam menghadapi suatu masalah, maka ia dapat memperoleh penyesuaian dengan jalan mencari pengganti.
e. Penyesuaian diri dengan menggali kemampuan pribadi. Dalam situasi seperti ini individu mencoba menggali kemampuan-kemampuan khusus dalam dirinya, dan kemudian dikembangkan sehingga dapat membantu penyesuaian diri. f. Penyesuaian dengan belajar. Dengan belajar individu akan
banyak memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang dapat membantu dalam menyelesaikan diri.
g. Penyesuaian dengan control diri. Penyesuaian diri akan lebih berhasil jika disertai dengan kemampuan memilih tindakan yang tepat dan control diri secara tepat pula.
h. Penyesuaian dengan perencanaan yang cermat. Dalam situasi ini tindakan yang dilakukan merupakan keputusan yang diambil berdasarkan perencanaan yang cermat.
Menurut Alex Sobur (2003: 527) lingkungan merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri karena lingkungan merupakan
kekuatan yang melingkungi individu yang dapat mempengaruhi
kegiatan-kegiatanuntuk mencapai ketenangan jiwa dan raga dalam kehidupan.
Hal-hal lingkungan yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri adalah :
1) Lingkungan alamiah adalah alam luar dan semua yang melingkungi
individu yang vital dan alami, seperti pakaian, tempai tinggal,
makannan dan sebagainya.
2) Lingkungan sosial dan budaya adalah masyarakat dimana individu itu
hidup, termasuk anggota-anggotanya, adat kebiasaanya dan
peraturan-peraturan yang mengatur hubungan masing-masing individu antara
3) Lingkungan adalah diri (the self), tempat individu harus mampu
berhubungan dengannya dan seyogiannya mempelajari bagaimana cara
mengaturnya, menguasainya dan mengendalikannya keinginan serta
tuntutannya apabila tuntutan dan keinginan tersebut tidak patur atau
tidak masuk akal.
Apa yang dimaksud lingkungan ini mencakup¸baik hubungan fisik,
yaitu alam benda-benda yang konkret, maupun lingkungan psikis yaitu
jiwa raga orang-orang dalam lingkungan, ataupun lingkungan
rohaniah, yaitu objektif geist, berarti berbagi keyakinan, ide, filsafat,
yang terdapat dalam lingkungan individu itu, baik yang dikandung
oleh orang-orang sendiri dilingkungan maupun yang tercantum dalam
buku-buku atau hasil kebudayaan lain. Ada empat jenis hubungan
antara individu dan lingkungan yaitu (1) individu dapat bertentangan
dengan lingkungan (2) individu dapat menggunakan lingkungan
(3) individu dapat berpatisipasi (ikut serta) dengan lingkungan dan
(4) individu dapat menyesuaiakan diri dengan lingkungan. Dalam
kehidupan sehari-hari, orang biasanya terus menerus menyesuaikan
diri dengan cara-cara tertentu, sehingga penyesuaian tersebut
merupakan suatu pola. Bisanya, seseorang dapat memenuhi dan
memuaskan kebutuhannya dengan cara-cara yang dapat diterima oleh
Menurut Gunarsa (dalam Sobur, 2003: 529) bentuk-bentuk
penyesuaian diri ada dua antara lain:
a. Adaptive
Bentuk penyesuaian diri yang adaptif sering dikenal dengan istilah
adaptasi. Bentuk penyesuaian diri ini bersifat badani, artinya
perubahan-perubahan dalam proses badani untuk menyesuaikan diri
terhadap keadaan lingkungan. Misalnya, berkeringat adalah usaha
tubuh untuk mendinginkan tubuh dari suhu panas atau dirasakan
terlalu panas. Adaptabilitas atau kemampuan untuk beraadaptasi,
merupakan kunci kemampuan bertahan dari semua spesies
tumbuhan-tumbuhan dan binatang termasuk manusia.
Pada dasarnya, pengertian luas mengenai proses penyesuaian itu
terbentuk sesuai dengan hubungan individu dengan lingkungan
sosialnya, yang dituntut dari individu, tidak hanya mengubah
kelakuannya dalam menghadapi kebutuhan-kebutuhan dirinya dari
dalam dan keadaan di luar, dalam lingkungan tempat ia hidup, tetapi ia
juga dituntut untuk menyelesaikan diri dengan adanya orang lain dan
macam-macam kegiatan mereka. Maka, orang yang ingin menjadi
anggota dari suatu kelompok, ia berada dalam posisi dituntut untuk
menyesuaikan diri dengan kolompok itu.
b. Adjustive
Bentuk penyesuaian diri yang lain bersifat psikis, artinya
lingkungan ini terdapat aturan-aturan atau norma. Misalnya, jika kita
harus pergi ke tetangga atau teman yang tengah berduka cita karena
kematian salah seorang anggota keluarganya, mungkin sekali wajah
kita dapat diatur sedemikian rupa, sehingga menampilkan wajah duka,
sebagai tanda ikut menyesuaikan terhadap suasana sedih dalam
keluarga tersebut.
Karena tersangkutnya kehidupan psikis dalam penyesuaian yang
adjustive ini, dengan sendirinya penyesuaian ini berhubungan dengan
tingkah laku. Sebagaimana kita ketahui, tingkah laku manusia sebagian
besar dilator belakangi oleh hal-hal psikis ini, kecuali tingkah laku
tertentu dalam bentuk gerakan-gerakan yang sudah menjadi kebiasaan
atau gerakan-gerakan refleks. Maka penyesuaian diri ini adalah
penyesuaian diri tingkah laku terhadap lingkungan yang dalam
lingkungan ini terdapat aturan-aturan atau norma-norma.
Menurut Enung dalam Nofiana, (2010: 17) karakteristik penyesuaian
diri antara lain:
a. Tidak menunjukkan adanya ketegangan emosional yang berlebihan.
Mampu mengontrol emosi dan memiliki kesabaran dalam menghadapi
berbagai kejadian dalam hidup.
b. Tidak menunjukkan adanya mekanisme pertahanan diri yang salah.
Mempunyai mekanisme pertahanan diri yang positif sehingga masalah
c. Tidak menunjukkan adanya frustasi pribadi. Tidak mengalami frustasi
dan gejala-gejala kelainan jiwa.
d. Memiliki pertimbangan yang rasional. Langkah apapun yang ingin
ditempuh, selalu berdasarkan pemikiran yang rasional.
e. Mampu belajar dari pengalaman. Pengalaman hidup dapat menempa
mentalnya menjadi lebih kuat dan tahan banting.
f. Bersikap realistik dan objektif. Melihat berbagai kejadian atau masalah
didasarkan pada realita dan pemikiran objektif.
Jadi dari serangkaian pendapat para ahli di atas, peneliti menarik suatu
kesimpulan bahwa individu dikatakan mampu menyesuaikan diri secara baik
jika individu dapat memenuhi segala kebutuhan dirinya dan tuntutan dari
lingkungan sekitarnya, serta mampu mengatasi segala hambatan yang
dihadapi. Kriteria penyesuaian diri yang baik anfara lain, adanya penampilan
nyata dari individu, penyesuaian diri terhadap berbagai kelompok, memiliki
sikap sosial, dan adanya kepuasan pribadi terhadap kontak sosial yang
dilakukan.
4. Aspek-Aspek Penyesuaian Diri
Individu memiliki kemampuan berpikir dan melakukan
pertimbangan terhadap masalah atau konflik serta kemampuan
mengorganisasi pikiran, tingkah laku dan perasaan untuk memecahkan
masalah, dalam kondisi sulit sekalipun menunjukkan penyesuaian yang
normal. Individu tidak mampu melakukan penyesuaian diri yang baik
apabila individu dikuasai oleh emosi yang berlebihan ketika berhadapan
Menurut Fromm dan Gilmore (dalam Desmita,2009: 195) ada empat
aspek kepribadian dalam penyesuaian diri yang sehat antara lain :
a. Kematangan psikologis, yang mencakup aspek-aspek : 1) Kemantapan suasana kehidupan emosional
2) Kemantapan suasana kehidupan kebersamaan dengan orang lain
3) Kemampuan untuk santai, gembira dan menyatakan kejengkelan
4) Sikap dan perasaan terhadap kemampuan dan kenyataan diri sendiri
b. Kematangan intelektual, yang mencakup aspek-aspek : 1) Kemampuan mencapai wawasan diri sendiri
2) Kemampuan memahami orang lain dan keragamannya 3) Kemampuan mengambil keputusan
4) Keterbukaan dalam mengenal lingkungan c. Kematangan sosial, yang mencakup aspek-aspek :
1) Hubungan dengan masyarakat 2) Hubungan dengan keluarga
3) Hubungan dengan lingkuan sekitar
d. Tanggung jawab, yang mencakup aspek-aspek : 1) Sikap produktif dalam mengembangkan diri
2) Melakukan perencanaan dan melaksanakannya secara fleksibel
3) Sikap empati, bersahabat dalam hubungan interpersonal 4) Kesadaran akan etika dan hidup jujur
Penyesuaian diri memiliki dua aspek yaitu penyesuaian pribadi dan
penyesuaian sosial menurut Fatimah (2006: 207-208).
a. Penyesuaian pribadi adalah kemampuan seseorang untuk menerima
diri demi tercapainya hubungan yang harmonis antara dirinya dan
lingkungan sekitarnya.
b. Penyesuaian sosial, dalam kehidupan di masyarakat terjadi proses
saling mempengaruhi satu sama lain yang terus-menerus dan silih
berganti. Dari proses tersebut, timbul suatu pola kebudayaan dan
nilai, dan norma sosial yang berlaku dalam masyarakat. Proses ini
dikenal dengan istilah proses penyesuaian sosial.
Menurut Schneiders (dalam Achlis Nurfuad, 2013: 21) juga
mengemukakan bahwa ada dua macam bentuk penyesuaian diri yang
dilakukan oleh individu berdasarkan pada kontak situasional respon,
yaitu :
1). Penyesuaian diri personal
Penyesuaian diri personal adalah penyesuaian diri yang
diarahkan kepada
diri sendiri. Penyesuaian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
1) Penyesuaian Diri Fisik
Dikatakan oleh Schneiders bahwa kesehatan fisik
berhubungan erat dengan kesehatan emosi. Aspek-aspek yang
berkaitan dengan kondisi fisik serta dapat mempengaruhi
penyesuaian diri adalah a) sistem utama tubuh b) kesehatan
fisik.
Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam kesehatan
emosi dan penyesuaian diri, yaitu ; adekuasi emosi,
kematangan emosi, dan kontrol emosi.
2) Penyesuaian Diri Seksual
Merupakan kapasitas yang bereaksi terhadap realitas
seksual (impuls-impuls, nafsu, pikiran, konflik-konflik,
memerlukan perasaan, sikap sehat yang berkenaan dengan seks,
kemampuan menunda ekspresi seksual, orientasi heteroseksual
yang adekuat, kontrol yang ketat dari pikiran dan perilaku,
identifikasi diri yang sehat.
3) Penyesuaian Moral dan Religius
Moralitas adalah kapasitas untuk memenuhi moral
kehidupan secara efektif dan bermanfaat yang dapat
memberikan kontribusi ke dalam kehidupan individu.
2) Penyesuaian Diri Sosial
Dikatakan Schneiders bahwa rumah, sekolah dan masyarakat
merupakan aspek khusus dari kelompok sosial. Hal ini berarti
melibatkan pola-pola hubungan diantara kelompok tersebut dan
saling berhubungan secara integral diantara ketiganya
Jadi dari beberapa teori, maka peneliti menarik kesimpulan bahwaa
aspek-aspek penyesuaian diri yang sehat meliputi empat aspek yaitu:
kematangan emosional, kematangan intelektual, kematangan sosial, dan
tanggung jawab, penyesuaian pribadi. Aspek-aspek tersebut kaitannya
dalam penelitian ini yaitu dapat digunakan peneliti sebagai bahan atau
materi untuk mengetahui bagaimana tingkat penyesuaian diri.
5. Proses Penyesuaian Diri
Menurut Moh Surya (1985: 21) menyebutkan bahwa dalam proses
fase-fase awal dan berlangsung terus sepanjang hayat dan diperkuat dengan
kematangan.
Beberapa jenis belajar yang dipengaruhi proses penyesuaian diri adalah :
a. Trial and error, yaitu jika respon individu berhasil atau memuaskan,
maka cenderung akan tetap dan secara bertahap akan menjadi
pola-pola kebiasaan, dan cirri-ciri kepribadian, yang kemudian akan
menjadi penentu penyesuaian diri.
b. Conditioning, yaitu suatu proses belajar dimana perangsang yang
berbeda dapat menimbulkan respons yang berbeda.
c. Inhibition, yaitu pola belajar dimana individu mengadakan seleksi
respons-respons tertentu terhadap rangsangan-rangsangan yang
diterimanya sehingga menimbulkan suatu pola tingkah laku tertentu.
Dalam proses penyesuaian diri, inhibisi ini penting dalam
pembentukan self-control.
d. Association, yaitu proses mempertautkan sesuatu pengertian atau
konsep dalam memberikan arti sesuatu respons terhadap suatu
perangsang. Dalam memberikan respon kepada suatu perangsang,
individu akan memberikan arti tertentu dengan mempertautkan kepada
pengalaman atau pengertiannya.
e. The law of effect, yaitu respon-respon yang akan diperkuat jika
mendatangkan kepuasan, dan akan diperlemah atau ditekan jika
menimbulkan kekecewaan. Law of effect ini akan mempengaruhi
f. Rational learning, yaitu proses belajar yang menuntut adanya
pemikiran yang rasional. Belajar rasional ini mempunyai peranan
dalam pertumbuhan intelektual, moral dan keagamaan. Dengan belajar
rational ini individu akan banyak memperoleh pengetahuan yang
berguna dalam proses penyesuaian diri.
Dalam proses penyesuaian diri terdapat faktor kekuatan yang
mendorong untuk mencapai sesuatu yang baik atau buruk, untuk mencapai
taraf penyesuaian yang tinggi dan untuk destruksi diri dan merusak
mental. Keberhasilan atau kegagalan penyesuaian diri akan banyak
ditentukan oleh kemampuan individu dalam mengarahkan dan
mengendalikan dirinya.
Dalam melakukan penyesuaian yang normal, individu akan
melakukannya dalam berbagai bentuk. Menurut Moh Surya (1985: 27)
bentuk-bentuk mekanisme penyesuaian diri yang normal tidak selamanya
individu berhasil dalam melakukan penyesuaian diri, karena
kadang-kadang ada rintangan-rintangan terbentuk yang menyebabkan tidak
berhasil melakukan penyesuaian diri. Rintangan-rintangan itu mungkin
terdapat dalam dirinya atau mungkin diluar dirinya.
Jika berhasil melakukan penyesuaian diri maka ia akan merasa puas
dan bahagia. Akan tetapi sebaliknya jika gagal maka ia akan merasakan
kekecewaan dan ketidakpuasan. Mereka yang berhasil menyesuaikan diri,