• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYESUAIAN DIRI PADA WANITA REHABILITASI SOSIAL DI PANTI SOSIAL KARYA WANITA GODEAN YOGYAKARTA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENYESUAIAN DIRI PADA WANITA REHABILITASI SOSIAL DI PANTI SOSIAL KARYA WANITA GODEAN YOGYAKARTA."

Copied!
164
0
0

Teks penuh

(1)

PENYESUAIAN DIRI PADA WANITA REHABILITASI SOSIAL DI PANTI SOSIAL KARYA WANITA GODEAN YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh : Budi Lestari NIM 11104241019

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)

PENYESUAIAN DIRI PADA WANITA REHABILITASI SOSIAL DI PANTI SOSIAL KARYA WANITA GODEAN YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Budi Lestari NIM 11104241019

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)
(6)

MOTTO

Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalatmu sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar

(QS. Al-Baqarah: 153)

Jika kita memiliki keinginan untuk memulai, kita juga harus mempunyai keberanian dan keinginan untuk menyelesaikan, bukan hanya untuk mengakhiri.

(7)

PERSEMBAHAN

Sebagai ungkapan rasa syukur serta terima kasih, karya ini dengan setulus hati saya persembahkan untuk :

1. Bapak dan Ibuku tercinta

2. Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

3. Almamaterku Universitas Negeri Yogyakarta

(8)

PENYESUAIAN DIRI PADA WANITA REHABILITASI SOSIAL DI PANTI SOSIAL KARYA WANITA GODEAN YOGYAKARTA

Oleh Budi Lestari NIM 11104241019

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat penyesuaian diri pada wanita rehabilitasi sosial di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Yogyakarta dilihat dari aspek fisik, aspek psikologis dan aspek sosial.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode survei. Subjek penelitian ini berjumlah 36 wanita rehabilitasi sosial, dengan pengambilan subyek keseluruhan atau populasi. Teknik pengumpulan data yang digunakan menggunakan skala. Instrumen yang digunakan adalah skala penyesuaian diri. Validasi instrumen dilakukan menggunakan validasi konstruk berupa expert judgement, sedangkan reliabilitas instrumen menggunakan rumus Alpha Cronbach untuk skala penyesuaian diri sebesar 0,627 yang menunjukkan reliabilitas tinggi. Teknik analisis data yang digunakan yakni dengan statistik deskriptif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat penyesuaian diri pada wanita rehabilitasi sosial di Panti Sosial Karya Wanita secara keseluruhan berada pada kategori sedang yaitu dengan presentase 53%, wanita rehabilitasi sosial mampu menyesuaikan diri di panti tetapi belum secara maksimal. 1) Pada aspek fisik berada pada kategori sedang yaitu sejumlah 17 orang (47%), wanita rehabilitasi

sosial dengan bukti mereka bisa menerima kondisi badan dengan baik. 2) Pada aspek psikologis berada pada kategori sedang yaitu sejumlah 15 orang

(42%), wanita rehabilitasi sosial mampu mengelola emosional tetapi belum secara maksimal. 3) Pada aspek sosial berada pada kategori sedang yaitu sejumlah 17 orang (47%), wanita rehabilitasi sosial mampu menjalin hubungan baik dengan masyarakat, keluarga dan teman dengan baik tapi belum secara maksimal.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan limpahan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi berjudul “Penyesuaian Diri pada Wanita Rehabilitasi Sosial di Panti Sosial Karya Wanita Yogyakarta”.

Sebagai ungkapan syukur, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak atas dukungan dan kerja sama yang baik secara langsung maupun tidak langsung. Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) yang telah memfasilitasi dan memberikan kesempatan untuk menjalani dan menyelesaikan studi.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) UNY yang telah memfasilitasi kebutuhan akademik penulis selama menjalani masa studi.

3. Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah melancarkan proses penyusunan skripsi.

4. Ibu Eva Imania Eliasa, M. Pd sebagai Dosen Pembimbing Skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan selama proses penyusunan skripsi.

5. Bapak Jarwadi dan Ibu Tumini orangtuaku tercinta untuk semua do’a, kasih sayang, didikannya, dukungannya yang diberikan, serta keluarga besarku yang selalu memotivasiku.

(10)
(11)

DAFTAR ISI

1. Pengertian Penyesuaian Diri ... 13

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri ... 15

3. Ciri Penyesuaian Diri... 27

4. Aspek-Aspek Penyesuaian Diri... ... 32

5. Proses Penyesuaian Diri ... 35

(12)

2. Pola Layanan Rehabilitasi ... 41

3. Langkah-Langkah Rehabilitasi... ... 45

4. Program-Program Rehabilitasi Sosial ... 49

C. Kajian tentang Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) 1. Pengertian Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) ... 53

2. Sistem Pelayanan ... 54

D. Penyesuaian Diri pada Wanita Rehabilitasi Sosial di Panti Sosial Karya Wanita ... 60

E. Pertanyaan Penelitian ... 62

BAB III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 64

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 64

C. Variabel Penelitian ... 65

D. Populasi Penelitian ... 65

E. Teknik Pengumpulan Data ... 66

F. Definisi Operasional ... 67

G. Instrumen Penelitian ... 68

H. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian 1. Uji Validitas ... 74

2. Uji Reliabilitas ... 76

I. Teknik Analisis Data ... 77

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Penelitian ... 79

B. Deskripsi Tingkat Kemampuan Penyesuaian Diri pada Wanita di Panti Sosial Karya Wanita ... 80

(13)

1. Deskripsi Aspek Fisik dalam Hal Sistem Utama Tubuh pada

Wanita Rehabilitasi di Panti Sosial Karya Wanita ... 85

2. Deskripsi Aspek Fisik dalam Hal Kesehatan Fisik pada Wanita Rehabilitasi di Panti Sosial Karya Wanita ... 87

D. Deskripsi Tingkat Kemampuan Penyesuaian Diri pada Wanita di Panti Sosial Karya Wanita pada Aspek Psikologis ... 89

1. Deskripsi Aspek Psikologis dalam Hal Kemantapan Suasana Kehidupan Emosional ... 91

2. Deskripsi Aspek Psikologis dalam Hal Kemantapan Suasana Kehidupan Kebersamaan dengan Orang Lain... 94

3. Deskripsi Aspek Psikologis dalam Hal Kemampuan untuk Santai, Gembira, dan Menyatakan Kejengkelan ... 96

4. Deskripsi Aspek Psikologis dalam Hal Sikap dan Perasaan terhadap Kemampuan dan Kenyataan Diri Sendiri ... 98

E. Deskripsi Tingkat Kemampuan Penyesuaian Diri pada Aspek Sosial ... 100

1. Deskripsi Aspek Sosial dalam Hal Kemampuan Hubungan dengan Masyarakat di Sekitar Tempat Tinggal ... 102

2. Deskripsi Aspek Sosial dalam Hal Kemampuan Hubungan dengan Keluarga... 105

3. Deskripsi Aspek Sosial dalam Hal Kemampuan Hubungan dengan Teman di Panti ... 107

F. Pembahasan Hasil Penelitian ... 109

G. Hal Lain yang Ditemukan ... 116

H. Keterbatasan Penelitian ... 117

BAB V. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN A. Kesimpulan ... 119

(14)

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1 Skor Skala Penyesuaian Diri... 73

Tabel 2 Kisi-Kisi Penyesuaian Diri ... 73

Tabel 3 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas ……….... 76

Tabel 4 Standar Kriteria Kategorisasi Penyesuaian Diri ... 77

Tabel 5 Data Subyek Penelitian …….... 78

Tabel 6 Deskripsi Penilaian Tingkat Kemampuan Penyesuaian Diri ….……. 79

Tabel 7 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Tingkat Kemampuan Penyesuaian Diri pada Wanita di PSKW... 80 Tabel 8 Deskripsi Penilaian Tingkat Kemampuan Penyesuaian Diri pada Aspek Fisik ………... 81 Tabel 9 Deskripsi Frekuensi Kategorisasi Tingkat Kemampuan Penyesuaian Diri pada Aspek Fisik ... 82 Tabel 10 Deskripsi Penilaian Aspek Fisik dalam Hal Sistetm Utama Tubuh pada Wanita Rehabilitasi di Panti Sosial Karya Wanita………... 83 Tabel 11 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Fisik dalam Sistem Utama Tubuh ... 84 Tabel 12 Deskripsi Penilaian Aspek Fisik dalam Hal Kesehatan Fisik pada Wanita Rehabilitasi di Panti Sosial Karya Wanita………... 85 Tabel 13 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Fisik dalam Hal Kesehatan Fisik ………... 86 Tabel 14 Deskripsi Penilaian Tingkat Kemampuan Penyesuaian Diri pada Aspek Psikologis………...……….. 87 Tabel 15 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Tingkat Kemampuan Penyesuaian Diri pada Aspek Psikologis……….. 88

Tabel 16 Distribusi Penilaian Aspek Psikologis dalam Kemantapan Suasana Kehidupan Emosional……….. 89

(15)

Tabel 18 Deskripsi Penilaian Aspek Psikologis dalam Kemantapan Suasana

Kehidupan Kebersamaan dengan Orang Lain………. 92

Tabel 19 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Psikologis dalam Kemantapan Suasana Kehidupan Kebersamaan dengan Orang Lain..

93

Tabel 20 Deskripsi Penilaian Aspek Psikologis dalam Kemampuan untuk

Santai, Gembira, dan Menyatakan Kejengkelan……….. 94

Tabel 21 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Psikologis dalam Kemampuan untuk Santai, Gembira, dan Menyatakan Kejengkelan..

95

Tabel 22 Deskripsi Penilaian Aspek Psikologis dalam Sikap dan Perasaan

terhadap Kemampuan dan Kenyataan Diri Sendiri………. 96

Tabel 23 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Psikologis dalam Sikap

dan Perasaan terhadap Kemampuan dan Kenyataan Diri Sendiri…... 97

Tabel 24 Deskripsi Penilaian Tingkat Kemampuan Penysuaian Diri pada

Aspek Sosial……… 98

Tabel 25 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Tingkat Kemampuan Penyesuaian

Diri pada Aspek Sosial……… 99

Tabel 26 Deskripsi Penilaian Aspek Sosial dalam Kemampuan Hubungan

dengan Masyarakat di Sekitar Tempat Tinggal………... 101

Tabel 27 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Tingkat Kemampuan Penyesuaian Diri dalam Kemampuan Hubungan dengan Masyarakat di Sekitar

Tempat Tinggal………

102

Tabel 28 Deskripsi Penilaian Aspek Sosial pada Kemampuan Hubungan

dengan Keluarga……….. 103

Tabel 29 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Sosial pada Kemampuan

Hubungan dengan Keluarga………. 104

Tabel 30 Deskripsi Penilaian Aspek Sosial pada Kemampuan Hubungan

dengan Teman di Panti……… 105

Tabel 31 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Sosial pada Kemampuan

(16)

DAFTAR GAMBAR

hal Gambar 1 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Tingkat Kemampuan

Penyesuaian Diri pada Wanita di Panti Sosial Karya Wanita... 80

Gambar 2 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Tingkat Kemampuan Penyesuaian Diri pada Aspek Fisik Wanita di Panti Sosial Karya Wanita ...

83

Gambar 3 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Fisik dalam Hal Sistem Utama Tubuh ………....

85

Gambar 4 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Fisik dalam Hal Kesehatan Fisik ...

87

Gambar 5 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Tingkat Kemampuan Penyesuaian Diri pada Aspek Psikologis Wanita di Panti Sosial Karya Wanita ………..

89

Gambar 6 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Psikologis dalam Kemantapan Suasana Kehidupan Emosional Wanita Rehabilitasi ….………

91

Gambar 7 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Psikologis dalam Kemantapan Suasana Kehidupan Emosional Wanita Rehabilitasi ...

93

Gambar 8 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Psikologis dalam Kemampuan untuk Santai, Gembira, dan Menyatakan Kejengkelan Wanita Rehabilitasi………

96

Gambar 9 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Psikologis dalam Sikap dan Perasaan terhadap Kemampuan dan Kenyataan Diri Sendiri ...

98

Gambar 10 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Tingkat Kemampuan Penyesuaian Diri pada Aspek Sosial Wanita di Panti Sosial Karya Wanita ………...

100

Gambar 11 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Tingkat Kemampuan Hubungan dengan Masyarakat di Sekitar Tempat Tinggal…….

102

Gambar 12 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Sosial pada

Kemampuan Hubungan dengan Keluarga………... 105

Gambar 13 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Sosial pada Kemampuan Hubungan dengan Teman di Panti……….

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Skala Penyesuaian Diri ... 124

Lampiran 2. Lembar Penilaian Expert Judgement ... 130

Lampiran 3. Instrumen Penelitian Skala Penyesuaian Diri ... 131

Lampiran 4. Rekap Data Penyesuaian Diri Wanita Rehabilitasi Sosial... 137

Lampiran 5. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penyesuaian Diri ... 152

Lampiran 6. Hasil Uji Normalitas ... 156

Lampiran 7. Hasil Analisis Deskriptif Skala Penyesuaian Diri ... 157

(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Wanita dalam filosofi jawa secara ontologis dimaknai sebagai

“perempuan”, yaitu per-empu-an suatu figur mulia yang menjelaskan peranan sebagai guru kebudayaan dan berfungsi menjalankan proses edukasi bagi

generasi masa mendatang. Pada dasarnya seorang wanita yang memiliki ilmu

yang tinggi, maka akan mendidik anak-anaknya dengan baik juga, sehingga

kualitas pendidikan anak tergantung pada didikan dari orang tuanya.

Berdasarkan kenyataan di lapangan mengenai kedudukan wanita yang

semakin bergeser karena seiring dengan perkembangan zaman yang tidak bisa

ditahan. Pergeseran tersebut dapat digambarkan misalnya dengan adanya

kasus-kasus kejahatan terhadap wanita, penyiksaan terhadap wanita, dan

sebagainya. Hal-hal tersebut akan menimbulkan dampak kondisi psikologis

pada wanita terganggu dan mengalami penurunan.

Kasus kekerasan terhadap perempuan banyak terjadi. Data dari Lembaga

Swadaya Masyarakat (LSM) selama 2009 hingga akhir 2014 tercatat ada

1.204 kasus kekerasan terhadap perempuan. Dari jumlah itu kasus kekerasan

terhadap istri (KTI) sebanyak 835 kasus, kekerasan dalam pacaran (KDP) 133

kasus, perkosaan 133 kasus, pelecehan seksual 69 kasus, kekerasan dalam

keluarga 35 kasus, dan trafficking (penjualan perempuan) 5 kasus (sumber:

(19)

Kecenderungan permasalahan terhadap wanita membawa dampak berat

secara keseluruhan, sehingga permasalahan tidak dapat dibiarkan begitu saja.

Sebaiknya upaya penanganan secara terpadu dengan orientasi utama diarahkan

khususnya pada kondisi korban yang mengalami trauma berat. Salah satu

upaya untuk mereduksi resiko hal tersebut maka sebaiknya dilakukan

rehabilitasi dan perlindungan sosial bagi para wanita. Rehabilitas sendiri

sesuai dengan UU Kesos No.11 tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial,

khususnya pada pasal 7 ayat 1. Pada ayat 1 disebutkan bahwa :

Rehabilitas sosial dimaksudkan untuk memulihkan dan mengembangkan kemampaun seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya dengan wajar”.

Menurut Sri Rohimi pekerja sosial, di Panti Sosial Karya Wanita

(PSKW), (wawancara 17 Juni 2015) bahwa pelaksanaan kegiatan rehabilitasi

serta pelayanan klien para pekerja sosial bekerja sama dengan karyawan serta

pengurus Panti Sosial Karya Wanita (PSKW). Pelayanan bimbingan

keterampilan kerja terhadap wanita sebagai salah satu upaya agar semua

komponen yang ada di dalam PSKW saling bekerja sama satu sama lainnya.

Bimbingan keterampilan di PSKW (Panti Sosial Karya Wanita) terdiri

dari empat jenis keterampilan, yaitu keterampilan menjahit, keterampilan olah

pangan atau keterampilan tata boga, keterampilan tata rias dan salon, dan

keterampilan membatik. Pada bimbingan fisik, mental dan sosial meliputi

pemeliharaan kesehatan, olahraga, sarana dan prasarana kebersihan,

bimbingan keagamaan, bimbingan kedisiplinan, bimbingan budi pekerti,

(20)

inggris), bimbingan kesehatan mental, bimbingan seni budaya (musik, tari dan

krawitan) dan muatan lokal. Dalam bimbingan pendampingan pekerja sosial

dan psikologis meliputi, konseling, terapi individu dan kelompok,

pendampingan asrama (wawancara, 17 Juni 2015).

Adapun proses perekrutan yang dilakukan oleh panti yaitu biasanya atas

rujukan dari kepala desa, datang sendiri, dan mendapatkan informasi dari

masyarakat. Jumlah wanita yang tinggal di Panti Sosial Karya Wanita

(PSKW) ada 50 orang, mereka wajib tinggal di asrama yang telah disediakan

oleh panti selama 1 tahun, yang dimana setiap harinya wajib mengikuti

jadwal-jadwal yang sudah ditentukan oleh panti. Mulai bangun pagi

diwajibkan ikut apel pagi; lalu setelah apel masuk kelas masing-masing untuk

kegiatan keterampilan sampai siang yang dimana setiap individu memilih satu

dari empat keterampilan yang diminati; ketika siang hari dimanfaatkan untuk

istirahat dan dilanjutkan jam empat sore untuk melakukan bimbingan fisik,

mental dan sosial. Setelah mereka mahir dalam bidang keterampilannya setiap

individu memiliki kesempatan berupa magang selama satu bulan, magang

tersebut bisa di rumah makan, salon, serta ikut menjai karyawan menjahit dan

batik (wawancara, 17 Juni 2015).

Berdasarkan hasil wawancara terhadap Sri Rohimi, pekerja sosial Panti

Sosial Karya Wanita (PSKW) untuk penyesuaian dirinya kebanyakan pada

awal masuk asrama 90% penghuni panti belum siap untuk lingkungan baru,

bahkan ada beberapa yang sampai meminta pulang atau bahkan hampir

(21)

lingkungan barunya dan merasa bahwa kegiatan di panti membuat dirinya

menjadi terbebani dengan aturan-aturan yang ada di panti yang menurut

mereka sangat berat, sedangkan selama ini mereka hidup diluar luar panti

yang tidak ada aturan-aturan (bebas). Tetapi seiring waktu berjalan dan

bimbingan para pekerja sosial yang selalu memantau perkembangan setiap

individu maka mereka menjadi terbiasa dengan tinggal panti sosial tersebut.

Proses penyesuaian diri yang tidak mudah, dikarenakan didalam

kehidupannya manusia terus diharapkan pada pola-pola kehidupan baru dan

harapan-harapan sosial baru. Periode penyesuaian diri merupakan suatu

periode khusus dan sulit dari rentang hidup individu. Individu diharapkan

mampu memainkan peran-peran sosial baru terutama pada wanita rehabilitasi

sosial, yang dapat mengembangkan sikap-sikap sosial dan nilai-nilai di

masyarakat dengan perkembangan-perkembangan baru. Dalam hal ini

diperkuat oleh pendapat Schneiders dalam Desmita (2009: 192) menyebutkan

bahwa penyesuaian diri adalah suatu proses yang mencakup respon mental

dan tingkah laku, dimana individu berusaha untuk dapat berhasil mengatasi

kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik,

dan frustrasi yang dialaminya, sehingga terwujud tingkat keselarasan atau

harmoni antara tuntutan dari dalam diri dengan apa yang diharapkan oleh

lingkungan dimana ia tinggal. Individu menyadari sepenuhnya siapa dirinya

sebenarnya, apa kelebihan dan kekurangan dan mampu bertindak objektif

sesuai dengan kondisi dirinya tersebut. Keberhasilan penyesuaian diri ditandai

(22)

dongkol, kecewa atau tidak percaya pada kondisi dirinya. Dalam kehidupan

wanita korban kekerasan seksual perlu adanya penyesuaian terhadap

lingkungan, dan penyesuaian diri setelah mampu maka diharapkan dapat

menempatkan dirinya dengan baik.

Sebaliknya kegagalan penyesuaian diri ditandai dengan keguncangan

emosi, kecemasan, ketidakpuasan dan keluhan terhadap nasib yang dialami,

sebagai akibat adanya permasalahan antara individu dengan tuntutan yang

diharapkan oleh lingkungan. Permasalahan ini menjadi sumber terjadinya

konflik yang kemudian berwujud dalam rasa takut dan kecemasan, sehingga

untuk bisa mampu diterima dilingkungan masyarakat individu harus

melakukan penyesuaian diri. Dalam hal ini diperkuat oleh pendapat

Enung (2008: 24) bahwa setiap individu dalam masyarakat terdapat proses

saling mempengaruhi satu sama lain. Pada proses tersebut timbul suatu pola

kebudayaan dan tingkah laku sesuai dengan jumlah aturan, hukum, adat dan

nilai-nilai yang mereka patuhi, demi untuk mencapai penyelesaian persoalan

dalam hidupnya. Hubungan-hubungan tersebut mencakup hubungan dengan

masyarakat disekitar tempat tinggal, keluarga, dan masyarakat luas secara

umum. Dalam hal ini para wanita yang rehabilitasi dan masyarakat sama-sama

memberikan dukungan satu sama lain, agar tercapainya sebuah hubungan

dengan lingkungan yang harmonis.

Menurut (Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial, TT:16) Panti

sosial merupakan salah satu lembaga sosial, baik yang berbadan hukum

(23)

meningkatkan kesejahteraan sosial. Menurut Kementerian Sosial Republik

Indonesia no.50/HUK/2004, panti sosial adalah :

“Lembaga pelayanan kesejahteraan sosial yang memiliki tugas dan fungsi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam memberdayakan penyandang masalah kesejahteraan sosial kearah kehidupan normatif secara fisik, mental, dan sosial”.

Dalam hal ini diperkuat oleh pendapat Moh.Surya (1985: 12) bahwa

dalam memperoleh kelangsungan hidupnya, setiap individu harus berjuang

untuk memenuhi kebutuhannya. Atas dasar prinsip homeostatis

(keseimbangan), maka jika setiap kali terjadi ada kekurangan dalam diri

individu maka timbullah apa yang disebut kebutuhan, jadi kebutuhan itu

timbul sebagai akibat adanya kekurangan dalam diri individu. Kebutuhan ini

kemudian menimbulkan adanya motif atau dorongan yang menyebabkan

individu bertingkah laku untuk mencapai tujuan dalam rangka memenuhi

kebutuhan individu. Selain mendapat tantangan dari dalam dirinya yang

berupa kebutuhan, individu pun mendapat tantangan dari luar dirinya yaitu

lingkungan. Dalam lingkungan terdapat sumber-sumber yang dapat memenuhi

kebutuhan, tetapi dalam lingkungan pun terdapat norma-norma yang mengatur

kemungkinan-kemungkinannya. Individu harus dapat memenuhi tantangan

lingkungan dengan sebaik-baiknya. Berhasil tidaknya dalam menghadapi

tantangan ini, akan berpengaruh kepada keberhasilan memperoleh

kelangsungan hidup.

Menurut hasil wawancara kepada Titin salah satu pekerja sosial, di Panti

(24)

terjadi pada wanita dilakukan upaya penanganan secara terpadu dengan

orientasi utama diarahkan khususnya pada kondisi korban yang mengalami

trauma berat, salah satunya melalui proses rehabilitasi dan perlindungan sosial

bagi wanita korban tindak kekerasan. Panti Sosial Karya Wanita (PSKW)

memberikan pelayanan terhadap masyarakat sosial untuk membantu

memulihkan sikap, perilaku psikologis dan fungsi sosial bagi wanita. Aktivitas

sosial lebih menunjuk pada tatanan hubungan antara individu-individu dalam

aktifitas sosial. Kondisi kesenjangan sangat berpengaruh terhadap kondisi

psikologi para wanita sosial dalam masyarakat, sehingga mereka dapat lebih

berdaya dalam melanjutkan hidup yang lebih baik dari pada sebelumnya.

Tujuan dari Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) adalah sebagai upaya

rehabilitasi dan juga sebagai tindakan preventif bagi mereka agar tidak

melakukan penyimpangan sosial di masyarakat.

Kemantapan dalam suasana menjalin kebersamaan bersama teman panti

dan menyalurkan dorongan emosional pada wanita rehabilitasi sosial di Panti

Sosial Karya Wanita (PSKW) masih banyak yang kurang, hal tersebut terbukti

ketika awal masuk asrama mereka banyak yang menangis, merasa takut,

bahkan ada yang menolak masuk ke lingkungan baru karena tidak bisa

menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Pendapat lain yang dipaparkan

oleh Gilmore dalam Desmita (2009:195) yakni berdasarkan psikologis yang

dimana aspek-aspek dalam penyesuaian diri adalah 1) kematangan emosi,

ditandai dengan banyaknya para wanita rehabilitasi sosial banyak yang

(25)

3) kematangan sosial 4) aspek fisik, dan 5) aspek psikologis. Mampu

menyesuaikan diri dengan baik dapat bereaksi secara efektif terhadap

situasi-situasi yang berbeda, dapat memecahkan konflik-konflik, frustasi-frustasi, dan

masalah-masalah tanpa menggunakan tingkah laku simtomatik. Harapan para

wanita rehabilitasi masuk ke panti sosial yakni agar dapat mengambil hal

positifnya tanpa harus menjadikan beban, sehingga dapat menyelesaikan

konflik yang di alaminya dengan baik.

Pembahasan tentang peran lembaga sosial untuk mencegah serta

menanggulangi permasalahan sosial telah menjadi topik yang menarik di

masyarakat. Pembahasan ini menjadi hal yang menarik bagi para peneliti

untuk melakukan penelitian, salah satunya yaitu penelitian terdahulu yang

dilakukan oleh (Ari Yoga Pamungkas, 2014) yang berjudul “Rehabilitasi sosial klien reguler Panti Sosial Karya Wanita” penelitian ini memfokuskan pada bentuk pelayanan dan bantuan sosial yang ditujukan untuk membatu

pengembalian harga diri klien dan kepercayaan diri klien sehingga mampu

menjalankan fungsi sosial secara wajar dalam tindak lanjut klien di

masyarakat.

Berdasarkan data hasil observasi yang dilakukan peneliti pada tanggal

29 Oktober 2015, diketahui terdapat 4 wanita rehabilitasi yang kurang

semangat mengikuti kegiatan pembinaan, padahal kegiatan tersebut sangat

menyenangkan. Peneliti menanyakan langsung kepada salah satu pengurus

panti mengenai hal tersebut, ternyata hal tersebut sering dijumpai dikarenakan

(26)

maksimal mengikuti kegiatan pembinaan di panti. Berdasarkan data hasil

wawancara kepada salah satu pengurus panti juga menambahkan bahwa bukan

hanya 4 wanita itu saja yang seperti itu, akan tetapi yang lainnya juga

terkadang seperti itu ketika mereka mengingat masa lalunya.

Dari berbagai fenomena yang terjadi terhadap wanita rehabilitasi sosial,

membuat penulis tertarik untuk mengkajinya. Beberapa permasalahan yang

dihadapi oleh para wanita yang mendapatkan rehabilitasi di panti tersebut

dominan mereka mendapatkan perlakuan yang tidak sesuai di luar panti.

Peneliti menyimpulkan bahwa keadaan psikologis wanita yang ada di panti

tersebut saat ini masih memerlukan penyesuaian diri dari kehidupan di luar

lingkungan panti hingga masuk dan tinggal di panti. Keadaan di panti sosial

mendukung untuk perbaikan perilaku dan kebiasaan mereka, sehingga

pengurus panti akan mengusahaakan yang terbaik untuk perkembangan

mereka terutama psikologisnya. Peneliti memfokuskan pada penelitian yang

dibuat yakni mengenai bagaimana tingkat penyesuaian diri pada wanita

rehabilitasi di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW).

B. Identifikasi Masalah

Memperhatikan permasalahan yang telah diuraikan pada latar belakang

masalah, maka perlu diidentifikasikan permasalahan-permasalahan sebagai

berikut :

1. Kasus kekerasan terhadap perempuan masih banyak terjadi, baik

kekerasan terhadap istri, kekerasan dalam pacaran, pemerkosaan,

(27)

2. Kondisi wanita yang direhabilitasi sosial banyak yang terlecehkan secara

fisik maupun psikologis, sehingga mengalami kesulitan dalam

menyesuaikan diri terhadap kehidupan sosial.

3. Para penghuni panti dominan belum siap untuk melakukan penyesuaian

diri pada awal masuk asrama di lingkungan baru, bahkan ada beberapa

yang meminta pulang dan menangis setiap hari.

4. Sulitnya menyesuaikan diri dengan pengalaman yang menyebabkan

permasalahan-permasalahan psikologis seperti permasalahan stres, cemas

yang pada akhirnya mengganggu kondisi wanita rehabilitasi sosial.

5. Penyesuaian diri wanita rehabilitasi sosial di PSKW banyak mengalami

kegagalan.

6. Belum banyak eksplorasi secara deskriptif mengenai penyesuaian diri

ditinjau dari aspek fisik, aspek psikologis dan aspek sosial pada wanita

rehabilitasi sosial dipanti sosial Karya Wanita Yogyakarta (PSKW).

C. Batasan Masalah

Untuk lebih mengarahkan penelitian ini pada permasalahan pokok

sebagaimana telah diuraikan di atas serta untuk menjelaskan ruang lingkup

masalahnya, maka peneliti membatasi penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Belum banyak eksplorasi secara deskriptif mengenai penyesuaian diri

ditinjau dari aspek fisik, aspek psikologis dan aspek sosial pada wanita

(28)

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian batasan masalah, penulis secara lebih tegas

merumuskan permasalahan yang akan diteliti, yaitu bagaimana tingkat

penyesuaian diri pada wanita rehabilitasi sosial di Panti Sosial Karya Wanita

(PSKW) Yogyakarta ditinjau dari aspek fisik, aspek psikologis dan aspek

sosial.

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian

yang ingin dicapai yaitu, untuk mengetahui tingkat penyesuaian diri pada

wanita rehabilitasi sosial di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Yogyakarta

dilihat dari aspek fisik, aspek psikologis dan aspek sosial.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang akan dilakukan baik secara praktis maupun

teoritis yaitu sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan untuk

memahami fenomena terkait penyesuaian diri pada wanita rehabilitasi

sosial di Panti Sosial Karya Wanita Yogyakarta diteliti pada aspek fisik,

aspek psikologis, dan aspek sosial.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Tim Pengurus Panti Sosial Karya Wanita

Penelitian ini diharapkan mampu mendeteksi subyek yang

(29)

dengan kondisi penyesuaian diri yang rendah. Selain itu, diharapkan

pada tim pengurus panti agar mampu merancang pelatihan-pelatihan

khususnya untuk menghadapi permasalahan penyesuaian diri.

b. Bagi Subyek Penelitian

Diharapkan dari hasil penelitian ini mampu meningkatkan pelayanan

dan latihan keterampilan untuk subyek agar mampu menyesuaikan diri

dan mempersiapkan diri dengan tepat untuk menghadapi kehidupan

yang lebih baik.

c. Bagi Dosen dan Mahasiswa Prodi Bimbingan dan Konseling

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber data acuan untuk

mengembangkan teknik bimbingan untuk memberikan alternatif

mereduksi wanita rehabilitasi yang memiliki kemampuan penyesuaian

diri yang rendah. Selain itu, dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk

pengembangan materi bimbingan konseling pribadi, sosial, karir, dan

belajar di bidang non-formal.

d. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan model untuk

mengembangkan lebih lanjut penelitian mengenai penyesuaian diri

pada wanita rehabilitasi sosial dalam aspek fisik, aspek psikologis, dan

aspek sosial. Selain itu, melalui penelitian ini diharapkan dapat

menjadi temuan dasar untuk melakukan treathment terhadap wanita

(30)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Penyesuaian Diri

1. Pengertian Penyesuaian Diri

Menurut A.A.Schneiders (dalam Moh. Surya, 1985: 13) penyesuaian

diri telah tercakup hal-hal (1) penyesuaian diri sebagai adaptasi, (2)

penyesuaian diri sebagai konformitas (kesamaan), (3) penyesuaian diri dan

variasi individu, (4) penyesuaian diri sebagai ketuntasan (mastery).

Keberhasilan penyesuaian diri ditandai dengan tidak adanya rasa benci,

lari dari kenyataan atau tanggung jawab, dongkol, kecewa atau tidak

percaya pada kondisi dirinya. Pada dasarnya proses penyesuaian diri

terhadap lingkungan itu memang tidak mudah. Dalam kehidupan setiap

individu perlu adanya penyesuaian terhadap lingkungan, dan penyesuaian

individu diharapkan mampu dalam menempatkan dirinya.

Pendapat lain menurut Calhoun dan Acocella (dalam Sobur,2003: 526)

menyebutkan bahwa penyesuaian diri dapat didefinisikan sebagai interaksi

Anda yang kontinu dengan diri Anda sendiri, dengan orang lain, dan

dengan dunia Anda. Menurut Desmita (2009:191) menyebutkan bahwa

penyesuaian diri merupakan suatu konstruksi/bangunan psikologi yang

luas dan komplek, serta melibatkan semua reaksi individu terhadap

tuntutan baik dari lingkungan luar maupun dari dalam diri individu itu

(31)

aspek kepribadian individu dalam interaksinya dengan lingkungan dalam

dan luar dirinya.

Menurut Kartini Kartono (2002: 56) mengemukakan bahwa

penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai harmoni pada diri

sendiri dan pada lingkungannya, sehingga rasa permusuhan, dengki, iri

hati, prasangka, depresi, kemarahan, dan lain-lain emosi negatif sebagai

respon pribadi yang tidak sesuai dan kurang efisien bisa dikikis habis.

Pendapat menurut Schneiders dalam Desmita (2009: 192) menyebutkan

bahwa penyesuaian diri adalah suatu proses yang mencakup respon mental

dan tingkah laku, dimana individu berusaha untuk dapat berhasil

mengatasi kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, ketegangan-ketegangan,

konflik-konflik, dan frustrasi yang dialaminya, sehingga terwujud tingkat

keselarasan atau harmoni antara tuntutan dari dalam diri dengan apa yang

diharapkan oleh lingkungan dimana ia tinggal.

Menguatkan pendapat di atas, menurut Gunarsa (dalam Alex

Sobur,2003: 523) menyebutkan bahwa penyesuaian diri merupakan faktor

yang penting dalam kehidupan manusia. Begitu pentingnya hal ini

sampai-sampai dalam berbagai literatur, kita kerap menjumpai

ungkapan-ungkapan seperti “hidup manusia sejak lahir sampai mati tidak lain adalah

penyesuaian diri”. Dalam lapangan psikologis klinis pun, sering kita temui

berbagai pernyataan para ahli yang menyyebutkan bahwa “

kelainan-kelainan pribadi tidak laian adalah kelainan-kelainan-kelainan-kelainan penyesuaian diri”

(32)

kepribadian seseorang, sering dikemukakan istilah “maladjustment” yang

artinya “tidak ada penyesuaian” atau “tidak mampu menyesuaikan diri”.

Pada dasarnya maladjustment terjadi pada semua individu. Namun,

pada beberapa orang, maladjustment itu demikian keras dan menetap

sehingga “menghancurkan” atau mengganggu kehidupan yang efektif.

Macam penyesuaian diri mungkin saja berbeda-beda dalam sifat dan

caranya. Ada sebagian orang menyesuaikan diri terhadap lingkungan

sosial tempat ia bisa hidup dengan sukses, sebagianlain tidak sanggup

melakukan penyesuaian diri tersebut, boleh terjadi mereka mempunyai

kebiasaan yang tidak serasi untuk berperilaku sedemikian rupa, sehingga

menghambat penyesuaian diri dan sosial kurang menolong.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa

menurut peneliti penyesuaian diri adalah kemampuan individu dalam

menghadapi perubahan yang terjadi dalam hidupnya, untuk

mempertemukan tuntutan diri dan lingkungan agar tercapai keadaan atau

tujuan yang diharapkan oleh diri sendiri dan lingkungannya.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri

Menurut Moh. Surya (1985:16) penentu-penentu penyesuaian diri

identik dengan faktor yang menentukan perkembangan kepribadian.

Penentu-penentu tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut :

a. Kondisi jasmani, yang meliputi pembawaan, susunan jasmaniah,

(33)

b. Perkembangan dan kematangan, terutama kematangan intelektual,

sosial, moral dan emosional.

c. Penentu psikologis yang meliputi pengalaman, belajar, pembiasaan,

determinasi diri, frustasi, dan konflik.

d. Kondisi lingkungan terutama rumah, keluarga dan sekolah.

e. Penentu kultural (budaya) dan agama.

Menurut Moh. Surya (1985: 17) yang dimaksud dengan penentu

(deretminan) disini adalah tiap faktor yang mempengaruhi proses

penyesuaian diri yaitu :

1. Kondisi penentu jasmani

Beberapa ciri kepribadian mempunyai hubungan dengan susuan

jasmani yang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor pembawaan. Dalam

beberapa hal, kecenderungan salah suai dapat dipindahkan secara

genetis terutama dengan perantaraan temperamen. Temperamen,

sebagai diposisi yang diwariskan dan aspek perkembangannya secara

intrinsic berkaitan erat dengan susunan tubuh. Sebagai komponen

primer kepribadian, temperamen menentukan karakteristik ini yang

berkenaan dengan penyesuaian diri. Jadi, secara tidak langsung

pembawaan merupakan kondisi dan penentu penyesuaian diri.

Disamping itu dalam kepribadian terdapat faktor lain yang

mempunyai kaitan dengan susunan tubuh, yang dipengaruhi oleh

pembawaan, tetapi hubunganya dengan penyesuaian diri lebih jauh

(34)

intelegensi dan imajinasi yang berperan secara tidak langsung dalam

penyesuaian diri. Karena struktur jasmaniah merupakan kondisi primer

bagi tingkah laku maka dapat diperkirakan bahwa sistem syaraf,

kelenjar, dan otot merupakan faktor yang penting bagi proses

penyesuaian diri.

Penyesuaian diri yang baik hanya dapat diperoleh dan dipelihara

dalam kondisi kesehatan jasmaniah yang baik pula. Ini berarti bahwa

gangguan penyakit jasmaniah yang diderita oleh seseorang akan

mengganggu proses penyesuaian dirinya. Gangguan penyakit yang

kronis dapat menimbulkan kurangnya kepercayaan pada diri sendiri,

peranan rendah diri, ketergantungan, peranan ingin dikasihi dan

lain-lain.

2. Perkembangan, kematangan dan penyesuaian diri

Perkembangan dan kematangan mempunyai hubungan yang erat

dengan proses penyesuaian diri, dalam arti bahwa pencapaian

penyesuaian diri itu akan banyak tergantung dari tingkat

perkembangan dan kematangan yang dicapai. Sesuai dengan hokum

perkembangan, tingkat kematangan yang dicapai berbeda antara

individu yang satu dengan lainnya, sehingga pencapaian pola-pola

penyesuaian diri pun berbeda pula secara individual. Dapat dikatakan

bahwa pola penyesuaian diri dan kesehatan mental senantiasa akan

(35)

dicapainya. Kegagalan dalam perkembangan juga akan mempengaruhi

proses penyesuaian diri.

3. Penentu psikologis terhadap penyesuaian diri

Banyak sekali faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi

penyesuaian diri. Diantaranya adalah faktor pengalaman, belajar,

kebutuhan-kebutuhan psikologis, determinasi diri, frustasi, konflik,

dan iklim psikologis. Meskipun sebenarnya agar sulit untuk

memisahkan satu faktor dengan lainnya akan tetapi dalam bahagia ini

akan dibahas beberapa dari faktor-faktor tersebut serta hubungannya

dengan penyesuaian diri.

4. Lingkungan sebagai penentu penyesuaian diri

a. Pengaruh rumah dan keluarga

Faktor-faktor yang menkondisikan penyesuaiaan diri, tidak ada

satupun faktor yang lebih penting daripada faktor rumah dan

keluarga karena keluarga merupakan satuan kelompok sosial yang

paling kecil. Terdapat karakteristik kehidupan keluarga yang

mempengaruhi penyesuaian diri, karakter tersebut adalah :

1) Susunan keluarga, yaitu besar kecil keluarga, siapa yang lebih

berkuasa, jumlah anak, perbandingan anak perempuan dan anak

laki-laki dan lain-lain.

2) Peran-peran sosial dalam keluarga yaitu setiap peranan sosial

(36)

dipengaruhi oleh sikap dan harapan orang tua terhadap

anaknya, faktor umur, jenis kelamin.

3) Keanggotaan kelompok, yaitu sejauh mana para anggota

keluarga merasakan sebagai bagian dari kelompok.

4) Kohesi keluarga, yaitu kekuatan perpautan antara anggota

keluarga yang satu dengan yang lain.

b. Penentu kebudayaan terhadap penyesuaian diri

Faktor kebudayaan (kultural) mempunyai pengaruh terhadap

pembentukan watak dan tingkah laku individu yang diperoleh

melalui medium pendidikan dalam keluarga, sekolah dan

masyarakat. Proses penyesuaian diri dimulai dari lingkungan

keluarga, sekolah dan kemudian masyarakat secara bertahap

dipengaruhi oleh faktor-faktor kebudayaan. Lingkungan

kebudayaan dimana individu berada dan berinteraksi akan

menentukan pola-pola penyesuaian diri.

c. Agama dan penyesuaian diri

Sebagaimana halnya kebudayaan, agamapun memegang

peranan yang penting sebagai penentu dalam proses penyesuaian

diri. Agama merupakan sumber nilai, kepercayaan, dan pola-pola

tingkah laku yang akan memeberikan tuntunan bagi arti, tujuaan

dan kestabilan hidup umat manusia.

Pengalaman mempengaruhi penyesuaian diri, akan tetapi tidak

(37)

pengalaman sehari-hari yang sedikit sekali hubungannya dengan

penyesuaian diri. Ada pengalaman-pengalaman tertentu yang

secara fundamental mempunyai arti bagi penyesuaian diri.

Pengalaman tersebut dapat berupa pengalaman yang

menyenangkan atau pengalaman trauma. Pengalaman trauma

cenderung akan menimbulkan penyesuaian yang kurang baik atau

mungkin salah suai.

Pendapat lain menurut Lazarus (dalam Daca Aruna Yuda

Trimingga,2008: 34) menguraikan faktor-faktor penyesuaian diri, yaitu :

a. Faktor Stres

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal dalam penyesuaian diri terbagi menjadi dua tuntutan,

yaitu :

1). Tuntutan Fisik

2). Tuntutan Sosial

c. Faktor Internal

Faktor Internal dalam penyesuaian diri terbagi menjadi dua kebutuhan,

yaitu :

1). Kebutuhan jaringan dan pendorong

(38)

Menurut Enung dalam Nofiana (2010: 17) menyebutkan faktor-faktor

yang mempengaruhi penyesuaian diri antara lain :

a. Faktor Fisiologis. Struktur jasmani merupakan kondisi yang primer

dari tingkah laku yang penting bagi proses penyesuaian diri

b. Faktor Psikologis. Banyak faktor psikologis yang mempengaruhi

penyesuaian diri antara lain pengalaman, aktualisasi diri, frustasi,

depresi.

Menurut Mahmud dalam Alex Sobur (2003: 531) mekanisme

penyesuaian adalah berbagai kebiasaan yang biasa dipakai orang untuk

memuaskan motif-motifnya. Termasuk disini ialah mekanisme pemecahan

masalah secara realistis dan mekanisme yang lebih bersifat primitif berupa

sikap agresif melawan hal-hal yang merintangi. Berbagai mekanisme

seperti itu sebenarnya bukanlah sesuatu yang abnormal atau tidaklah

merupakan simtom-simtom abnormalitas. Berikut ini adalah mekanisme

reaksi tipikal pada penyesuaian diri yang dialami oleh orang-orang bila

berupaya menanggulani banyak kekecewaan hidup, yaitu :

1) Rasionalisasi (Rationalization)

Ini terjadi bila seorang individu berupaya member penjelasan yang

menyenangkan (rasional)-tapi tidak usah benar- penjelasan untuk

perilaku yang khusus dan sering tidak diinginkan. Sebenarnya, orang

yang berupaya memberikan perilaku yang dirasakannya tidak

(39)

2) Kopensasi (compensation)

Pada konsep kopensasi ketika membicarakan suatu situasi saat

orang-orang dengan perasaan ketidakcukupan-sesungguhnya atau

dibayangkan-berusaha sendiri dengan upaya tambahan guna mengatasi

perasaan-perasaan tidak nyaman.

c. Negativisme (negativism)

Negativisme adalah suatu reaksi yang dinyatakan sebagai perlawanan

bawah sadar pada orang-orang pada orang lain atau objek-objek orang

lain. Seorang filsuf anonim menyatakan, “seandainya kita semua mau

mengaku saja bahwa kita gelisah, mungkin kita tidak akan menjadi

begitu gelisah”. Orang-orang dengan kegelisahan yang khas, memang

cenderung meyakini bahwa makhluk-makhluk hidup yang tidak sama

merasa sama seperti mereka tetapi hanya sedikit saja dari kita yang

bisa hidup tenang, terlepas dari penanpilan “luar”.

d. Kepasrahan (resignation)

Kepasrahan adalah istilah psikologi yang umumnya merujuk pada

suatu tipe kekecewaan mendalam yang sangat kuat, yang ada kalanya

dialami oleh individu-individu. Kondisinya mungkin berlangsung lama

atau sementara. Kepasrahan dapat dinyatakan sebagai keadaan

menyerah, menarik diri dari krtertiban seseorang dari keadaan khusus.

e. Pelarian (flight)

Reaksi penyesuaian pada kekecewaan yang disebut pelarian, boleh jadi

(40)

yang lebih jauh, yaitu melarikan diri dari situasi khusu yang

menyebabkan kekecewaan atau kegelisahan. Pelarian dapat

mengakibatkan seseorang mengambil suatu pekerjaan baru sebagai

sarana untuk melarikan diri dari pekerjaan yang sekarang, melamun,

lari dari rumah, bahkan meminim obat-obatan yang melebihi dosis.

f. Represi (repression)

Jika tanpa diketahui, seorang mengeluarkan pengalaman atau perasaan

tertentu dari kesadarannya, beearti ia melakukan suatu reaksi

penyesuaian yang disebut represi.

g. Kebodohan semu (pseudostupidity)

Dalam beberapa hal tindakan lupa, sebaliknya dari represi

peristiwa-peristiwa secara tidak sadar, adalah disengaja dan digunakan sebagai

alaht untuk menghindarkan tipe-tipe kegiatan tertentu. Disebut sebagai

kebodohan semu. Dengan sadar berupaya member kesan menjadi

pelupa.

h. Pemikiran obsesif (obsessif thinking)

Reaksi penyesuaian lain disebut pemikiran obsesif. Istilah ini dirujuk

pada perilaku seseorang yang mempebesar ukuran realistis dari

masalah atau situasi yang dialami.

i. Pengalihan (displacement)

Pengalihan dapat didefinisikan sebagai proses psikologis dari

perasaan-perasaan terpendam yang kemudian dialihkan kearah

(41)

situasi khusu memengaruhi perasaan keaamanan seseorang, dia dapat

bereaksi dengan menyerang, baik dengan kata-kata ataupun secara

fisik pada orang-orang lain.

j. Perubahan (conversion)

Istilah konversi digunakan untuk melambangkan suatu proses

psikologis, dalam hal kekecewaan-kekecewaan emosional

diekspresikan dalam gejala-gejala jasmani yang sakit atau tak

berfungsi sebagaimana mestinya.

Menurut Fahmi dalam Alex Sobur (2003: 537) banyak faktor lain yang

mempunyai pengaruh besar dalam menciptakan penyesuaian diri pada

individu, antara lain adalah :

1) Pemuasan kebutuhan pokok dan kebutuhan pribadi. Yang dimaksud

dengan kebutuhan pokok adalah kebutuhan jasmani atau fisik, seperti

kebutuhan makan, minum dan beristirahat. Pemuasan kebutuhan itu

termasuk hal yang mutlak perlu karena tanpa pemuasan individu akan

binasa.

2) Hendaknya ada kebiasaan-kebiasaan dan keterampilan yang dapat

membantu dalam pemenuhan kebutuhan yang mendesak. Tidak

diragukan lagi bahwa kecakapan dan kebiasaan-kebiasaan itu terbentuk

pada tahap-tahap pertama dari kehidupan individu. Oleh karena itu,

dapat kita katakana bahwa penyesuaian diri itu sebenarnya adalah hasil

dari semua pengalaman dan percobaan yang dilalui oleh individu, yang

(42)

kebutuhan-kebutuhannya dan bergaul dengan orang lain dalam

kehidupan sosial.

3) Hendaknya dapat menerima dirinya. Pandangan orang terhadap dirinya

merupakan faktor terpenting, yang mempengarihi kelakuannya.

Apabila pandangan tersebut baik, penuh dengan kelegaan, hal itu akan

mendorong untuk bekerja dan menyesuaikan diri dengan anggota

masyarakat dan akan membawanya pada kesuksesan, yang sesuai

dengan kemampuan.

4) Kelincahan. Yang dimaksud dengan kelincahan disini ialah, agar orang

bereaksi terhadap perangsang-perangsang baru dengan cara yang

serasi. Orang yang kaku, tidak lincah tidak dapat menerima perubahan

yang terjadi atas dirinya. Oleh karena itu, penyesuaian dirinya

tergantung dan hubungannya dengan orang lain goncang, apabila ia

pindah kelingkungan baru, yang cara hidupnya berbeda dengan cara

yang telah biasa dialaminya. Bagi orang yang lincah ia akan bereaksi

terhadap lingkungan baru dengan cara yang serasi, yang menjamin

penyesuaian dirinya dengan lingkungan akan mudah untuk bergaul. Ini

erarti penyesuaian diri akan lebih mudah, apabila orang tersebut lincah

dan sebaliknya semakin kurang lincahan seseorang, semakin kurang

kemampuannya untuk menyesuaikan diri dengan suasana dan

lingkungan yang baru.

5) Penyesuaian dan persesuaian. Sesungguhnya menyerah dianggap

(43)

terutama lingkungan kebudayaan sosial. Orang yang gagal dalam

menyesuaikan terhadap peraturan, dianggap gagal pula dalam

menyesuaikan terhadap peraturan.

Penyesuaian diri merupakan suatu proses yang sangat sulit. Pertama,

banyak kesulitan dalam menyesuaikan diri bersumber pada diri kita

sendiri. Kedua, pengaruh-pengaruh yang ikut membentuk kepribadian kita,

berada diluar kita demikian pula banyak sarana untuk menyelesaikan

tugas-tugas. Ketiga, usaha-usaha kita untuk memenuhi keperluan dalam

tuntunan luar dari lingkungan itu harus sesuai dengan tujuan hidup kita.

Maka itu, “penyesuaian diri yang baik” bisa kita rumuskan sebagai “memenuhi keperluan, hasrat dan keinginan kita, serta tuntunan wajar dari

lingkungan secara semestinya dan semakin mendekatkan kita kepada

tujuan dan maksud sebenarnya hidup”.

Menurut Sunarto dan Hartono (2008: 229) bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi penyesuaian diri, yaitu:

a. Kondisi-kondisi fisik termasuk di dalamnya keturunan, konstitusi fisik, susunan saraf, kelenjar, dan sistem otot, kesehatan, penyakit, dan sebagainya.

Kesehatan dan penyakit jasmaniah juga berhubungan dengan penyesuaian diri. Kualitas penyesuaian diri yang baik hanya dapat diproleh dan dipelihara dalam kondisi kesehatan jasmaniah yang baik pula. Hal ini berarti gangguan penyakit jasmaniah akan mengganggu proses penyesuaian diri.

b. Perkembangan dan kemat angan, khususnya kematangan intelektual, sosial, moral, dan emosional.

c. Penentu psikologis, termasuk di dalamnya pengalaman, belajarnya, pengkondisian, penentuan diri, frustasi, dan konflik.

(44)

Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas maka penetiti menarik suatu

kesimpulan bahwa secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi

penyesuaian diri individu dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

1. Faktor Internal. Yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu,

meliputi : kondisi jasmani atau fisik, emosi, kematangan intelektual,

moral dan religius, sosial, serta motivasi untuk belajar.

2. Faktor Eksternal. Yaitu faktor-faktor yang berasal dari lingkungan atau

dari luar diri individu, meliputi kondisi lingkungan yaitu lingkungan

rumah, lingkungan keluarga, dan lingkungan sekolah, modelling dari

orangtua.

Maka peneliti juga dapat menyimpulkan bahwa penelitian ini akan

dilihat dari aspek fisik, aspek psikologis, dan aspek sosial. Hal ini

diperkuat oleh teori Moh.surya dan Desmita. Dalam hal ini menurut

Desmita yang dimana aspek-aspek dalam penyesuaian diri yaitu

psikologis, fisik, sosial dan lain-lain.

3. Ciri Penyesuaian Diri

Dalam melakukan penyesuaian yang normal, individu akan

melakukannya dalam berbagai bentuk. Menurut Moh. Surya (1985:28)

bentuk-bentuk penyesuaian yang normal antara lain :

a. Penyesuaian dengan menghadapi masalah secara langsung. Dalam situasi ini individu secara langsung, menghadapi masalahnya dengan segala akibat-akibatnya. Yang melaksanakan segala tindakan-tindakannya sesuai dengan masalah yang dihadapinya.

(45)

c. Penyelesaian masalah dengan trial and error atau coba-coba. Dalam cara ini individu melakukan suatu tindakan coba-coba, dalam arti kalau menguntungkan diteruskan dan bila gagal tidak diteruskan.

d. Penyesuaian dengan substitusi (mencari pengganti). Jika individu merasa gagal dalam menghadapi suatu masalah, maka ia dapat memperoleh penyesuaian dengan jalan mencari pengganti.

e. Penyesuaian diri dengan menggali kemampuan pribadi. Dalam situasi seperti ini individu mencoba menggali kemampuan-kemampuan khusus dalam dirinya, dan kemudian dikembangkan sehingga dapat membantu penyesuaian diri. f. Penyesuaian dengan belajar. Dengan belajar individu akan

banyak memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang dapat membantu dalam menyelesaikan diri.

g. Penyesuaian dengan control diri. Penyesuaian diri akan lebih berhasil jika disertai dengan kemampuan memilih tindakan yang tepat dan control diri secara tepat pula.

h. Penyesuaian dengan perencanaan yang cermat. Dalam situasi ini tindakan yang dilakukan merupakan keputusan yang diambil berdasarkan perencanaan yang cermat.

Menurut Alex Sobur (2003: 527) lingkungan merupakan salah satu

faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri karena lingkungan merupakan

kekuatan yang melingkungi individu yang dapat mempengaruhi

kegiatan-kegiatanuntuk mencapai ketenangan jiwa dan raga dalam kehidupan.

Hal-hal lingkungan yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri adalah :

1) Lingkungan alamiah adalah alam luar dan semua yang melingkungi

individu yang vital dan alami, seperti pakaian, tempai tinggal,

makannan dan sebagainya.

2) Lingkungan sosial dan budaya adalah masyarakat dimana individu itu

hidup, termasuk anggota-anggotanya, adat kebiasaanya dan

peraturan-peraturan yang mengatur hubungan masing-masing individu antara

(46)

3) Lingkungan adalah diri (the self), tempat individu harus mampu

berhubungan dengannya dan seyogiannya mempelajari bagaimana cara

mengaturnya, menguasainya dan mengendalikannya keinginan serta

tuntutannya apabila tuntutan dan keinginan tersebut tidak patur atau

tidak masuk akal.

Apa yang dimaksud lingkungan ini mencakup¸baik hubungan fisik,

yaitu alam benda-benda yang konkret, maupun lingkungan psikis yaitu

jiwa raga orang-orang dalam lingkungan, ataupun lingkungan

rohaniah, yaitu objektif geist, berarti berbagi keyakinan, ide, filsafat,

yang terdapat dalam lingkungan individu itu, baik yang dikandung

oleh orang-orang sendiri dilingkungan maupun yang tercantum dalam

buku-buku atau hasil kebudayaan lain. Ada empat jenis hubungan

antara individu dan lingkungan yaitu (1) individu dapat bertentangan

dengan lingkungan (2) individu dapat menggunakan lingkungan

(3) individu dapat berpatisipasi (ikut serta) dengan lingkungan dan

(4) individu dapat menyesuaiakan diri dengan lingkungan. Dalam

kehidupan sehari-hari, orang biasanya terus menerus menyesuaikan

diri dengan cara-cara tertentu, sehingga penyesuaian tersebut

merupakan suatu pola. Bisanya, seseorang dapat memenuhi dan

memuaskan kebutuhannya dengan cara-cara yang dapat diterima oleh

(47)

Menurut Gunarsa (dalam Sobur, 2003: 529) bentuk-bentuk

penyesuaian diri ada dua antara lain:

a. Adaptive

Bentuk penyesuaian diri yang adaptif sering dikenal dengan istilah

adaptasi. Bentuk penyesuaian diri ini bersifat badani, artinya

perubahan-perubahan dalam proses badani untuk menyesuaikan diri

terhadap keadaan lingkungan. Misalnya, berkeringat adalah usaha

tubuh untuk mendinginkan tubuh dari suhu panas atau dirasakan

terlalu panas. Adaptabilitas atau kemampuan untuk beraadaptasi,

merupakan kunci kemampuan bertahan dari semua spesies

tumbuhan-tumbuhan dan binatang termasuk manusia.

Pada dasarnya, pengertian luas mengenai proses penyesuaian itu

terbentuk sesuai dengan hubungan individu dengan lingkungan

sosialnya, yang dituntut dari individu, tidak hanya mengubah

kelakuannya dalam menghadapi kebutuhan-kebutuhan dirinya dari

dalam dan keadaan di luar, dalam lingkungan tempat ia hidup, tetapi ia

juga dituntut untuk menyelesaikan diri dengan adanya orang lain dan

macam-macam kegiatan mereka. Maka, orang yang ingin menjadi

anggota dari suatu kelompok, ia berada dalam posisi dituntut untuk

menyesuaikan diri dengan kolompok itu.

b. Adjustive

Bentuk penyesuaian diri yang lain bersifat psikis, artinya

(48)

lingkungan ini terdapat aturan-aturan atau norma. Misalnya, jika kita

harus pergi ke tetangga atau teman yang tengah berduka cita karena

kematian salah seorang anggota keluarganya, mungkin sekali wajah

kita dapat diatur sedemikian rupa, sehingga menampilkan wajah duka,

sebagai tanda ikut menyesuaikan terhadap suasana sedih dalam

keluarga tersebut.

Karena tersangkutnya kehidupan psikis dalam penyesuaian yang

adjustive ini, dengan sendirinya penyesuaian ini berhubungan dengan

tingkah laku. Sebagaimana kita ketahui, tingkah laku manusia sebagian

besar dilator belakangi oleh hal-hal psikis ini, kecuali tingkah laku

tertentu dalam bentuk gerakan-gerakan yang sudah menjadi kebiasaan

atau gerakan-gerakan refleks. Maka penyesuaian diri ini adalah

penyesuaian diri tingkah laku terhadap lingkungan yang dalam

lingkungan ini terdapat aturan-aturan atau norma-norma.

Menurut Enung dalam Nofiana, (2010: 17) karakteristik penyesuaian

diri antara lain:

a. Tidak menunjukkan adanya ketegangan emosional yang berlebihan.

Mampu mengontrol emosi dan memiliki kesabaran dalam menghadapi

berbagai kejadian dalam hidup.

b. Tidak menunjukkan adanya mekanisme pertahanan diri yang salah.

Mempunyai mekanisme pertahanan diri yang positif sehingga masalah

(49)

c. Tidak menunjukkan adanya frustasi pribadi. Tidak mengalami frustasi

dan gejala-gejala kelainan jiwa.

d. Memiliki pertimbangan yang rasional. Langkah apapun yang ingin

ditempuh, selalu berdasarkan pemikiran yang rasional.

e. Mampu belajar dari pengalaman. Pengalaman hidup dapat menempa

mentalnya menjadi lebih kuat dan tahan banting.

f. Bersikap realistik dan objektif. Melihat berbagai kejadian atau masalah

didasarkan pada realita dan pemikiran objektif.

Jadi dari serangkaian pendapat para ahli di atas, peneliti menarik suatu

kesimpulan bahwa individu dikatakan mampu menyesuaikan diri secara baik

jika individu dapat memenuhi segala kebutuhan dirinya dan tuntutan dari

lingkungan sekitarnya, serta mampu mengatasi segala hambatan yang

dihadapi. Kriteria penyesuaian diri yang baik anfara lain, adanya penampilan

nyata dari individu, penyesuaian diri terhadap berbagai kelompok, memiliki

sikap sosial, dan adanya kepuasan pribadi terhadap kontak sosial yang

dilakukan.

4. Aspek-Aspek Penyesuaian Diri

Individu memiliki kemampuan berpikir dan melakukan

pertimbangan terhadap masalah atau konflik serta kemampuan

mengorganisasi pikiran, tingkah laku dan perasaan untuk memecahkan

masalah, dalam kondisi sulit sekalipun menunjukkan penyesuaian yang

normal. Individu tidak mampu melakukan penyesuaian diri yang baik

apabila individu dikuasai oleh emosi yang berlebihan ketika berhadapan

(50)

Menurut Fromm dan Gilmore (dalam Desmita,2009: 195) ada empat

aspek kepribadian dalam penyesuaian diri yang sehat antara lain :

a. Kematangan psikologis, yang mencakup aspek-aspek : 1) Kemantapan suasana kehidupan emosional

2) Kemantapan suasana kehidupan kebersamaan dengan orang lain

3) Kemampuan untuk santai, gembira dan menyatakan kejengkelan

4) Sikap dan perasaan terhadap kemampuan dan kenyataan diri sendiri

b. Kematangan intelektual, yang mencakup aspek-aspek : 1) Kemampuan mencapai wawasan diri sendiri

2) Kemampuan memahami orang lain dan keragamannya 3) Kemampuan mengambil keputusan

4) Keterbukaan dalam mengenal lingkungan c. Kematangan sosial, yang mencakup aspek-aspek :

1) Hubungan dengan masyarakat 2) Hubungan dengan keluarga

3) Hubungan dengan lingkuan sekitar

d. Tanggung jawab, yang mencakup aspek-aspek : 1) Sikap produktif dalam mengembangkan diri

2) Melakukan perencanaan dan melaksanakannya secara fleksibel

3) Sikap empati, bersahabat dalam hubungan interpersonal 4) Kesadaran akan etika dan hidup jujur

Penyesuaian diri memiliki dua aspek yaitu penyesuaian pribadi dan

penyesuaian sosial menurut Fatimah (2006: 207-208).

a. Penyesuaian pribadi adalah kemampuan seseorang untuk menerima

diri demi tercapainya hubungan yang harmonis antara dirinya dan

lingkungan sekitarnya.

b. Penyesuaian sosial, dalam kehidupan di masyarakat terjadi proses

saling mempengaruhi satu sama lain yang terus-menerus dan silih

berganti. Dari proses tersebut, timbul suatu pola kebudayaan dan

(51)

nilai, dan norma sosial yang berlaku dalam masyarakat. Proses ini

dikenal dengan istilah proses penyesuaian sosial.

Menurut Schneiders (dalam Achlis Nurfuad, 2013: 21) juga

mengemukakan bahwa ada dua macam bentuk penyesuaian diri yang

dilakukan oleh individu berdasarkan pada kontak situasional respon,

yaitu :

1). Penyesuaian diri personal

Penyesuaian diri personal adalah penyesuaian diri yang

diarahkan kepada

diri sendiri. Penyesuaian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:

1) Penyesuaian Diri Fisik

Dikatakan oleh Schneiders bahwa kesehatan fisik

berhubungan erat dengan kesehatan emosi. Aspek-aspek yang

berkaitan dengan kondisi fisik serta dapat mempengaruhi

penyesuaian diri adalah a) sistem utama tubuh b) kesehatan

fisik.

Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam kesehatan

emosi dan penyesuaian diri, yaitu ; adekuasi emosi,

kematangan emosi, dan kontrol emosi.

2) Penyesuaian Diri Seksual

Merupakan kapasitas yang bereaksi terhadap realitas

seksual (impuls-impuls, nafsu, pikiran, konflik-konflik,

(52)

memerlukan perasaan, sikap sehat yang berkenaan dengan seks,

kemampuan menunda ekspresi seksual, orientasi heteroseksual

yang adekuat, kontrol yang ketat dari pikiran dan perilaku,

identifikasi diri yang sehat.

3) Penyesuaian Moral dan Religius

Moralitas adalah kapasitas untuk memenuhi moral

kehidupan secara efektif dan bermanfaat yang dapat

memberikan kontribusi ke dalam kehidupan individu.

2) Penyesuaian Diri Sosial

Dikatakan Schneiders bahwa rumah, sekolah dan masyarakat

merupakan aspek khusus dari kelompok sosial. Hal ini berarti

melibatkan pola-pola hubungan diantara kelompok tersebut dan

saling berhubungan secara integral diantara ketiganya

Jadi dari beberapa teori, maka peneliti menarik kesimpulan bahwaa

aspek-aspek penyesuaian diri yang sehat meliputi empat aspek yaitu:

kematangan emosional, kematangan intelektual, kematangan sosial, dan

tanggung jawab, penyesuaian pribadi. Aspek-aspek tersebut kaitannya

dalam penelitian ini yaitu dapat digunakan peneliti sebagai bahan atau

materi untuk mengetahui bagaimana tingkat penyesuaian diri.

5. Proses Penyesuaian Diri

Menurut Moh Surya (1985: 21) menyebutkan bahwa dalam proses

(53)

fase-fase awal dan berlangsung terus sepanjang hayat dan diperkuat dengan

kematangan.

Beberapa jenis belajar yang dipengaruhi proses penyesuaian diri adalah :

a. Trial and error, yaitu jika respon individu berhasil atau memuaskan,

maka cenderung akan tetap dan secara bertahap akan menjadi

pola-pola kebiasaan, dan cirri-ciri kepribadian, yang kemudian akan

menjadi penentu penyesuaian diri.

b. Conditioning, yaitu suatu proses belajar dimana perangsang yang

berbeda dapat menimbulkan respons yang berbeda.

c. Inhibition, yaitu pola belajar dimana individu mengadakan seleksi

respons-respons tertentu terhadap rangsangan-rangsangan yang

diterimanya sehingga menimbulkan suatu pola tingkah laku tertentu.

Dalam proses penyesuaian diri, inhibisi ini penting dalam

pembentukan self-control.

d. Association, yaitu proses mempertautkan sesuatu pengertian atau

konsep dalam memberikan arti sesuatu respons terhadap suatu

perangsang. Dalam memberikan respon kepada suatu perangsang,

individu akan memberikan arti tertentu dengan mempertautkan kepada

pengalaman atau pengertiannya.

e. The law of effect, yaitu respon-respon yang akan diperkuat jika

mendatangkan kepuasan, dan akan diperlemah atau ditekan jika

menimbulkan kekecewaan. Law of effect ini akan mempengaruhi

(54)

f. Rational learning, yaitu proses belajar yang menuntut adanya

pemikiran yang rasional. Belajar rasional ini mempunyai peranan

dalam pertumbuhan intelektual, moral dan keagamaan. Dengan belajar

rational ini individu akan banyak memperoleh pengetahuan yang

berguna dalam proses penyesuaian diri.

Dalam proses penyesuaian diri terdapat faktor kekuatan yang

mendorong untuk mencapai sesuatu yang baik atau buruk, untuk mencapai

taraf penyesuaian yang tinggi dan untuk destruksi diri dan merusak

mental. Keberhasilan atau kegagalan penyesuaian diri akan banyak

ditentukan oleh kemampuan individu dalam mengarahkan dan

mengendalikan dirinya.

Dalam melakukan penyesuaian yang normal, individu akan

melakukannya dalam berbagai bentuk. Menurut Moh Surya (1985: 27)

bentuk-bentuk mekanisme penyesuaian diri yang normal tidak selamanya

individu berhasil dalam melakukan penyesuaian diri, karena

kadang-kadang ada rintangan-rintangan terbentuk yang menyebabkan tidak

berhasil melakukan penyesuaian diri. Rintangan-rintangan itu mungkin

terdapat dalam dirinya atau mungkin diluar dirinya.

Jika berhasil melakukan penyesuaian diri maka ia akan merasa puas

dan bahagia. Akan tetapi sebaliknya jika gagal maka ia akan merasakan

kekecewaan dan ketidakpuasan. Mereka yang berhasil menyesuaikan diri,

Gambar

Tabel 1. Skor Skala Penyesuaian Diri
Tabel 6. Deskripsi Penilaian Tingkat Kemampuan Penyesuaian Diri
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Kategorisasi Tingkat Kemampuan Penyesuaian Diri pada Wanita di PSKW
Gambar 1. Distribusi Frekuensi Kategorisasi Tingkat Kemampuan
+7

Referensi

Dokumen terkait

1 Paket Terwujudnya Peningkatan TPA

Using an introductory remote sensing class at Charles Darwin University, this case study presents a transition from the traditional stand and deliver style

[r]

However a number of industries require more than the Earth observation data that is being pushed to them … they require information tailored to their needs, at a resolution,

Data antropometri ibu hamil meliputi berat badan sebelum dan selama kehamilan, tinggi badan, lingkar pinggang, lingkar pinggul, LLA, dan tinggi fundus.. Berat badan sebelum

Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa tingkat pengembalian atas aktiva-aktiva Telkom adalah baik, yang dapat dilihat dari tingkat return on assets Telkom yang

SAW “ induk dari segala kebaikan adalah akhlak mulia, sedangkan dosa adalah segala perbuatan yang membuat hati gelisah, dan tidak rela di ketahui orang banyak .”

1) Berkaitan dengan wacana Islam, adanya fiqih perempuan dengan perspektif keadilan gender dapat menepis anggapan bahwa agama Islam ikut mengafirmasi ketidakadilan