• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Dampak Knowledge Sharing Menggunakan Knowledge Management System pada Efektivitas, Efisiensi, dan Inovasi: Studi Kasus Bank Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Dampak Knowledge Sharing Menggunakan Knowledge Management System pada Efektivitas, Efisiensi, dan Inovasi: Studi Kasus Bank Indonesia"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Dampak Knowledge Sharing Menggunakan Knowledge

Management System pada Efektivitas, Efisiensi, dan Inovasi:

Studi Kasus Bank Indonesia

Rizal Pahlevi

Sistem Informasi, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia E-mail: rizal.pahlevi@ui.ac.id dan pahlevi91@gmail.com

Abstrak

Implementasi knowledge management telah dilakukan oleh perusahaan di berbagai bidang tak terkecuali Bank Indonesia. Pada awal implementasi knowledge managament, Bank Indonesia membenahi dari sisi sumber daya manusia agar lebih terbuka dalam melakukan knowledge sharing. Pemanfaatan knowledge management system yang telah dikembangkan kurang maksimal digunakan oleh pegawai Bank Indonesia, ditunjukkan dengan jarangnya pegawai Bank Indonesia mengunjungi knowledge management system tersebut. Selain itu belum pernah dilakukan analisis dampak proses knowledge sharing menggunakan knowledge management system. Dalam penelitian ini dilakukan analisis dampak knowledge sharing yang dilakukan menggunakan salah satu knowledge management system yang dimiliki Bank Indonesia, yaitu BLINK pada aspek proses (efektivitas, efisiensi, dan inovasi). Dampak pada aspek proses tersebut berdasarkan pada model yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu model yang dikembangkan pada tahun 2004 oleh pakar di bidang knowledge management. Responden kuesioner adalah admin BLINK dari masing-masing departemen atau satuan kerja, dengan jumlah data yang didapatkan teknik analisis yang sesuai adalah partial least square. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa knowledge sharing menggunakan BLINK memberikan dampak yang positif pada efektivitas, efisiensi, dan inovasi. Saran yang diberikan adalah perbaikan knowledge sharing pada sisi infrastruktur TI, kepercayaan, sikap, reward system dan dukungan jajaran petinggi.

Analysis Impact of Knowledge Sharing Use Knowledge Management System on Effectiveness, Efficiency, and Innovation: A Case Study of Bank Indonesia

Abstract

Implementation of knowledge management has been done of companies on various sectors, no exception in Bank Indonesia. In initial phase of implementation of knowledge management, Bank Indonesia tried to improve human resource side in order to more easily to do knowledge sharing. Utilization of knowledge management system has been developed by Bank Indonesia is not used as expected, shown at employee is seldom to access knowledge management system. Furthermore, there is not yet analysis of impact knowledge management system on knowledge sharing process. In this research analyzes the impact of knowledge sharing on one of the knowledge management system owned by Bank Indonesia, BLINK, on the process aspects (effectiveness, efficiency, and innovation). Impact on process aspects based on model that used in this research, model which was developed on 2004 by expert in knowledge management. Respondent of questionnaire was system administrator of BLINK from all department. Analytical technique which the most appropriate based on total collected data is partial least square. Based on result of analysis stated that knowledge sharing gives positive impact to effectiveness, efficiency, and innovation. Suggestion to improve knowledge sharing on IT infrastructure, trust, attitude, reward system, and support of top management.

Keywords: efficiency; effectiveness; innovation; knowledge management; knowledge management system; knowledge sharing; partial least square.

(2)

Pendahuluan A. Latar Belakang

Krisis ekonomi global yang terjadi pada tahun 2008 merupakan krisis terburuk yang terjadi pada era modern, krisis tersebut memiliki efek pada mayoritas sektor ekonomi di dunia, terutama pada sektor perbankan (Ali, 2009). Dampak dari krisis ekonomi global antara lain penurunan nilai tukar Rupiah, jatuhnya nilai indeks pasar saham, berkurangnya likuiditas di pasar uang domestik, berhentinya aliran modal dari investor asing, serta penurunan kinerja bank (Biro Riset Bank Indonesia, 2009). Bank Indonesia sebagai bank sentral memiliki peran yang krusial saat terjadi krisis ekonomi global dengan menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter untuk mengatasi dampak krisis ekonomi global di Indonesia. Berdasarkan Laporan Prospek Ekonomi Global pada awal tahun 2013 mengatakan pemulihan ekonomi bukan hanya rapuh, tetapi tidak pasti setelah empat tahun dimulainya krisis ekonomi global (Kamar Dagang dan Industri Indonesia, 2012). Dengan kondisi tersebut, tidak menutup kemungkinan krisis ekonomi global dapat terjadi kembali. Dalam proses menentukan kebijakan, knowledge management system (KMS) dapat berperan penting dengan mengakses knowledge yang digunakan saat menentukan kebijakan sebelumnya sehingga pemegang jabatan yang bertanggung jawab mengambil keputusan dapat mengerti kondisi krisis ekonomi global sebelumnya, dan dapat menentukan kebijakan yang lebih cepat dan tepat.

Terdapat beberapa manfaat yang akan didapatkan dengan penilaian dampak knowledge management (KM), di antaranya adalah dapat mengetahui sejauh mana tujuan dari pengembangan KMS tercapai dan dapat mengetahui bagian dari proses KM yang perlu diperbaiki (Becerra-Fernandez, Gonzalez, dan Sabherwal, 2004). Pada penelitian ini dilakukan analisis dampak KM pada aspek proses yang terdiri dari efektivitas, efisiensi, dan inovasi yang sesuai dengan tujuan pengembangan KMS di Bank Indonesia. Penulis memilih proses knowledge sharing untuk dijadikan fokus perbaikan pada penelitian ini karena Baum dan Ingran (1998) menjelaskan bahwa knowledge sharing dapat memberikan kesempatan bagi perusahaan untuk memaksimalkan kemampuan yang dimiliki (Mathuramaytha, 2012, p. 1), serta Lindsey (2006) menjelaskan bahwa knowledge sharing merangsang individu di dalam organisasi untuk dapat berpikir secara kritis dan kreatif sehingga pada akhirnya dapat menghasilkan knowledge baru yang berguna untuk perusahaan (Aulawi et al., 2009, p. 175). Selain itu, belum pernah dilakukan analisis dampak implementasi KMS di Bank Indonesia terkait knowledge sharing pada efektivitas, efisiensi, dan inovasi.

(3)

Bank Indonesia telah mengembangkan beberapa KMS untuk membantu implementasi KM. Bank Indonesia mengembangkan KM yang lain yaitu Enterprise Content Management (ECM). Ide awal dari ECM tersebut adalah untuk menyederhanakan alur informasi yang sebelumnya berupa dokumen cetak diubah menjadi digital dengan menggunakan website internal yang dapat diakses oleh seluruh karyawan Bank Indonesia. ECM terdiri dari sub bagian untuk mendukung implementasi KM, di antaranya adalah Knowledge Share dan BLINK. Penulis meneliti dampak dari salah satu KMS yang dimiliki oleh Bank Indonesia yaitu BLINK. Alasan penulis memilih BLINK sebagai KMS yang diteliti adalah BLINK dapat diakses oleh seluruh pegawai Bank Indonesia melalui jaringan internal serta di dalam BLINK memiliki fitur untuk mendukung proses KM di Bank Indonesia seperti blog, document sharing dan forum, sedangkan Knowledge Share hanya digunakan oleh satuan kerja tertentu saja. Knowledge sharing di Bank Indonesia sendiri telah dilakukan oleh pegawai melalui blog pribadi pegawai yang terdapat pada BLINK, repository untuk menyimpan knowledge yang didapatkan pegawai setelah mengikuti training yang terdapat pada K-Lynx serta terdapat aktivitas komunikasi informal seperti BroSan (Obrolan Santai) dan Saluran Pengetahuan (SAPA) yang diikuti pegawai Bank Indonesia.

Selama implementasi KM di Bank Indonesia hal yang menjadi kendala adalah change management dan budaya kerja dari pegawai sehingga diperlukannya suatu inisiatif yang dapat membuat pegawai untuk berkontribusi secara aktif dalam implementasi KM. Kurangnya kontribusi pegawai Bank Indonesia dalam implementasi KM terlihat dari log kunjungan BLINK periode tahun 2013 yang menunjukkan bahwa hanya pegawai Bank Indonesia yang memiliki role sebagai admin saja yang aktif mengunjungi BLINK. Salah satu peran spesifik admin BLINK adalah membuat, mengolah, menyajikan, dan memperbarui konten di masing-masing halaman departemen atau satuan kerja yang dikelola.

B. Rumusan Masalah

Terdapat beberapa pertanyaan yang muncul pada penelitian ini, yaitu:

• Bagaimana dampak knowledge sharing melalui KMS (BLINK) pada efektivitas, efisiensi, dan inovasi di Bank Indonesia?

(4)

Tinjauan Teoritis

A. Knowledge, Knowledge Management, dan Knowledge Management System

Probst et Al., (2004) menjelaskan bahwa knowledge adalah seluruh kesadaran jiwa dan keahlian-keahlian yang digunakan untuk memecahkan suatu masalah (Riana, 2008, p. 11). Becerra-Fernandez, Gonzalez, dan Sabherwal (2004) menjelaskan bahwa knowledge merupakan penerapan informasi yang diyakini dapat langsung digunakan untuk mengambil suatu keputusan untuk bertindak. Jika dibandingkan dengan data dan informasi, knowledge memiliki nilai lebih untuk membantu dalam pengambilan keputusan. Becerra-Fernandez, Gonzalez, dan Sabherwal (2004) menjelaskan bahwa KM adalah aktivitas untuk menemukan, menangkap, membagi, dan menerapkan knowledge dengan penggunaan biaya yang efektif yang berdampak pada tercapainya tujuan organisasi.

Becerra-Fernandez, Gonzalez, dan Sabherwal (2004) menjelaskan bahwa knowledge management system (KMS) merupakan integrasi antara KM mechanism dan KM technology yang dikembangkan untuk mendukung empat proses KM. KM mechanism merupakan struktur atau hal yang berhubungan dengan organisasi yang digunakan untuk mempromosikan KM. KM technology merupakan teknologi informasi yang digunakan untuk memfasilitasi KM. KM technology pada dasarnya tidak berbeda dengan teknologi informasi biasa, namun lebih fokus pada KM dibandingkan dengan pengolahan informasi (Becerra-Fernandez, Gonzalez, dan Sabherwal, 2004).

B. Knowledge Sharing

Knowledge sharing merupakan proses explicit dan tacit knowledge dikomunikasikan ke individu lain (Becerra-Fernandez, Gonzalez, dan Sabherwal, 2004). Nonaka (1994) menjelaskan bahwa tacit knowledge adalah knowledge yang tersimpan pada pikiran orang atau melekat di dalam diri seseorang yang diperolehnya melalui pengalaman dan pekerjaanya dalam bentuk intuisi, pertimbangan, kemampuan, nilai dan kepercayaan yang tidak mudah untuk formulasi dalam bentuk dokumen dan dibagi dengan orang lain (Becerra-Fernandez, 2004, p. 26). Nonaka (1994) menjelaskan bahwa explicit knowledge adalah knowledge yang sudah dikodifikasi atau diubah dalam bentuk dokumen atau bentuk lainnya yang disusun secara sistematis, atau berada pada sebuah proses sehingga mudah didistribusikan dan dikelola, bentuknya dapat berupa dokumen, formula, kaset/CD dan audio (Becerra-Fernandez, Gonzalez, dan Sabherwal, 2004, p. 25). Stewart (2000) menjelaskan bahwa knowledge sharing sangat jelas penting pada proses meningkatkan inovasi dan performa organisasi

(5)

(Becerra-Fernandez, Gonzalez, dan Sabherwal, 2004, p. 60). Terdapat dua sub proses dari knowledge sharing, yaitu socialization dan exchange. Pada proses knowledge sharing, socialization dapat dilakukan dengan pertemuan tatap muka, termasuk adanya tanya jawab antara pemberi dan penerima knowledge. Socialization pada proses pencarian knowledge baru, pada pertemuan tatap muka memakan waktu lebih lama untuk debat dan melakukan pemecahan suatu masalah (Becerra-Fernandez, Gonzalez, dan Sabherwal, 2004). Berkebalikan dengan socialization, exchange fokus pada sharing explicit knowledge dalam bentuk dokumen untuk transfer informasi. Grant (1996) menjelaskan bahwa diskusi maupun berbincang-bincang dengan rekan satu grup dapat memfasilitasi knowledge sharing dengan adanya penjelasan dari anggota grup mengenai knowledge yang dimiliki kepada anggota grup lain (Becerra-Fernandez, Gonzalez, dan Sabherwal, 2004, p. 60).

C. Dampak Knowledge Management pada Aspek Proses

Knowledge management juga dapat memperbaiki proses di organisasi seperti pemasaran, produksi, laporan keuangan, dan public relation. Becerra-Fernandez, Gonzalez, dan Sabherwal (2004) menjelaskan bahwa dampak yang diberikan dalam aspek proses terdapat pada tiga dimensi yaitu efektivitas, efisiensi, dan inovasi. Ketiga dimensi tersebut dijelaskan sebagai berikut:

• Efektivitas: melakukan proses yang paling sesuai dan membuat keputusan terbaik dari pilihan yang ada.

• Efisiensi: melakukan proses di organisasi dengan cepat dan hemat biaya.

• Inovasi: melakukan proses dengan kreatif dan baru yang meningkatkan efektivitas dan efisiensi.

Figure 1. Dampak Knowledge Management pada Aspek Proses

(6)

D. Penilaian Knowledge Management

Survei yang dilakukan oleh Ernst & Young (1997) mengindikasikan bahwa hal terpenting yang dihadapi oleh organisasi adalah perubahan perilaku pegawai yang diikuti pengukuran nilai dan kontribusi dari aset knowledge yang dimiliki sebagai hal penting yang dihadapi oleh organisasi (Becerra-Fernandez, Gonzalez, dan Sabherwal, 2004, p. 283). Berikut ini merupakan beberapa alasan yang menekankan pentingnya melakukan penilaian KM:

• Penilaian KM membantu mengidentifikasi kontribusi yang diberikan oleh KM. Hal tersebut membantu menjawab pertanyaan: Apakah KM meningkatkan kemampuan individu atau organisasi untuk melaksanakan berbagai tugas dan meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan inovasi?

• Penilaian KM meningkatkan pemahaman pada kualitas dari usaha yang dilakukan untuk implementasi KM sebanding dengan modal intelektual yang diproduksi melalui usaha tersebut. Hal tersebut membantu menjawab pertanyaan: Apakah usaha menghasilkan modal intelektual yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas yang dimiliki oleh individu atau organisasi?

Implementasi KM tidak dapat dipisahkan dengan KMS. Setelah KMS diimplementasikan, kesuksesan ataupun efektivitas memerlukan penilaian (Jennex dan Olfman, 2008). Menurut Turban dan Aronson (2001) terdapat tiga alasan untuk menilai kesuksesan KMS (Jennex dan Olfman, 2008, p. 34):

• Untuk menyediakan dasar untuk penilaian perusahaan terhadap KMS.

• Untuk mendorong jajaran manajemen agar fokus pada hal penting terkait implementasi KMS.

• Untuk memberikan penjelasan terkait investasi pada aktivitas KM.

Sebagai tambahan, dari sudut pandang akademisi dan praktisi KM, penilaian dari KMS krusial untuk mengerti bagaimana KMS tersebut seharusnya dikembangkan dan diimplementasikan (Jennex dan Olfman, 2008).

Collison dan Parcell (2001) menjelaskan bahwa untuk melakukan penilaian pada knowledge sharing di organisasi adalah dengan fokus pada kegiatan pada unit organisasi dan aktivitas kunci yang dilakukan. Hal yang diukur untuk melakukan penilaian dalam knowledge sharing antara lain informasi yang tersedia di dalam halaman web, informasi yang tersimpan di dalam database, dan jumlah tahunan dokumen yang dihasilkan oleh pegawai (Becerra-Fernandez, Gonzalez, dan Sabherwal, 2004, p. 287-288).

(7)

E. Partial Least Square

Pada PLS terdapat dua jenis model, yaitu measurement model dan structural model (Latan dan Ghozali, 2012) yang dijelaskan pada Figure 2.

Figure 2. Structural Model dan Measurement Model

(Backhaus et. al, 2010)

Structural model dalam Figure 2 terletak pada bagian yang gelap, terdiri dari tiga variabel laten yang berhubungan. Structural model menunjukkan besarnya keterkaitan atau hubungan antar variabel laten, sedangkan measurement model menunjukkan seberapa besar indikator merepresentasikan variabel latennya. Yang dimaksud dengan measurement model of exogenous latent variable adalah variabel laten independen yang memberikan pengaruh kepada variabel laten lainnya sedangkan measurement model of enogenous laten variable variabel dependen yang mendapatkan pengaruh dari variabel laten lainnya (Latan dan Ghozali, 2012). Table 1 menjelaskan mengenai validity type yang terdapat pada evaluasi measurement model, parameter yang digunakan, serta tujuan dari validity type tersebut.

Table 1. Evaluasi Measurement Model

(Cronbach (1951), Nunnaly dan Bernstein (1994), Chin (1998), Urbach dan Ahlemann (2010), Fornell dan Larcker (1981)) Validity Type Parameter Tujuan

Internal consistency reliability

Cronbach’s alpha (CA) dan composite reliability (CR)

Untuk mengetahui hubungan dan makna antara indikator dengan variabel latennya. Nilai minimum dari CA dan CR adalah 0,700.

(8)

Indicator reliability

Indicator loading Untuk mengetahui konsistensi dari variabel atau kumpulan

variabel mengenai hal yang dimaksud untuk diukur. Nilai minimum dari indicator loading adalah 0,707. Convergent

validity

Average variance extracted (AVE)

Untuk mengetahui tingkat tiap indikator mencerminkan kumpulan variabel laten dibandingkan dengan pengukuran indikator dari variabel laten yang berbeda. Nilai minimum dari AVE adalah 0,500.

Discriminant validity

Cross loading dan AVE

Untuk mengetahui tingkat pengukuran pada variabel laten yang berbeda sehingga dapat membedakan variabel laten satu dengan lainnya. Nilai cross loading dan AVE dari indikator ke variabel latennya harus lebih besar dibandingkan dengan variabel laten lain.

Table 2 menjelaskan mengenai validity type yang terdapat pada evaluasi structural model, parameter yang digunakan, serta tujuan dari validity type tersebut.

Table 2 Evaluasi Structural Model

(Cronbach (1951), Huber et al. (2007), Chin (1998), Urbach dan Ahlemann (2010))

Validity Type Parameter Tujuan Coefficient of

determination

Coefficient of determination (R2)

Untuk mengukur hubungan variance yang dimiliki oleh variabel laten dibandingkan dengan total variance yang ada. Nilai minimum dari R2 adalah 0,333.

Path coefficient

Path coefficient Untuk menunjukkan kuat lemahnya hubungan antara dua variabel laten. Nilai minimum dari path coefficient (β) adalah 0,100 dan nilai p kurang dari 0,050.

Effect size Effect size (f2) Untuk mengukur dampak yang dimiliki oleh variabel laten yang independen pada variabel laten yang dependen. Nilai minimum dari effect size adalah 0,350.

(9)

Predictive relevance

Predictive relevance (Q2)

Untuk mengukur sukses tidaknya prediksi yang dilakukan. Nilai minimum dari predictive relevance adalah lebih dari nol atau bernilai positif.

F. Model dan Hipotesis Penelitian

Dalam model penelitian terdapat empat variabel yang diadaptasi dari model dari Becerra-Fernandez, Gonzalez, dan Sabherwal (2004) untuk melakukan penilaian dampak knowledge management pada aspek proses. Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan penelitian pada proses knowledge sharing dan di akhir penelitian memberikan saran untuk memperbaiki proses knowledge sharing di BI. Empat variabel yang terdapat pada model penelitian adalah knowledge sharing, efektivitas, efisiensi, dan inovasi. Knowledge tidak dimasukkan ke dalam model penelitian dikarenakan penelitian ini difokuskan pada dampak langsung yang diberikan knowledge sharing pada aspek proses. Figure 3 menjelaskan model yang digunakan untuk melakukan penelitian ini:

Figure 3. Hipotesis Penelitian

Pada penelitian ini penulis memiliki tiga hipotesis penelitian untuk melakukan analisis dampak knowledge sharing pada aspek proses. Becerra-Fernandez, Gonzalez, dan Sabherwal (2004) menjelaskan bahwa knowledge sharing dapat memberikan dampak pada efektivitas, efisiensi, dan inovasi proses yang dimiliki organisasi, oleh sebab itu penulis membuat hipotesis sebagai berikut:

(10)

H1: Menguji dampak knowledge sharing pada efektivitas

H0: Tidak ada dampak positif knowledge sharing yang dilakukan menggunakan BLINK pada efektivitas.

H1: Ada dampak positif knowledge sharing yang dilakukan menggunakan BLINK pada efektivitas.

H2: Menguji dampak knowledge sharing pada efisiensi

H0: Tidak ada dampak positif knowledge sharing yang dilakukan menggunakan BLINK pada efisiensi.

H1: Ada dampak positif knowledge sharing yang dilakukan menggunakan BLINK pada efisiensi.

H3: Menguji dampak knowledge sharing pada inovasi

H0: Tidak ada dampak positif knowledge sharing yang dilakukan menggunakan BLINK pada inovasi.

H1: Ada dampak positif knowledge sharing yang dilakukan menggunakan BLINK pada inovasi.

Metode Penelitian

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Dipilihnya kedua pendekatan tersebut karena baik pendekatan kualitatif dan kuantitatif diperlukan penulis untuk melakukan analisis dalam penelitian ini. Pendekatan kualitatif digunakan untuk memberikan gambaran mengenai KMS yang digunakan serta implementasi KM pada umumnya. Dengan data yang diperoleh dengan pendekatan kualitatif, penulis dapat mengerti sejauh mana implementasi baik KM maupun KMS sehingga dapat digunakan untuk memberikan saran dan kesimpulan di akhir penelitian. Teknik pengumpulan data untuk pendekatan kualitatif adalah dengan melakukan wawancara kepada Shieddiq Adhityarahman dan Setyo Kuncoro sebagai pengelola KMS di Bank Indonesia, serta dengan studi dokumen buku yang ditulis oleh Miranda Gultom (2008) yang berjudul Mencairkan Gunung Es.

Pendekatan kualitatif digunakan untuk mengukur variabel penelitian yang terdapat pada kuesioner. Variabel pada kuesioner disusun berdasarkan model yang dipakai untuk penelitian ini. Dengan pengukuran yang dilakukan pada variabel tersebut didapatkan hasil seberapa besar dampak knowledge sharing melalui KMS terhadap aspek proses. Teknik pengumpulan data untuk pendekatan kuantitatif adalah dengan melakukan survei secara online pada KMS

(11)

bernama BLINK dengan kuesioner. Periode keseluruhan pengumpulan data kuesioner dilakukan selama satu bulan, dimulai 16 April 2013 sampai 20 Mei 2013, sedangkan wawancara dilakukan dua kali, yaitu pada 28 Februari 2013 dan 9 April 2013.

B. Populasi dan Sampel

Populasi dari pegawai Bank Indonesia sekitar 6000, dan yang menjadi sampel dalam penelitian ini sejumlah 200 pegawai yang memiliki role sebagai admin BLINK dari masing-masing departemen atau satuan kerja. Admin di masing-masing-masing-masing departemen atau satuan kerja dipilih oleh masing-masing departemen tersebut untuk bertugas mengelola halaman departemen tersebut di dalam BLINK. Pada awal penelitian, target responden dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai Bank Indonesia yang dipilih dengan random sampling. Namun berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber, pengunjung BLINK yang aktif saat ini adalah hanya admin dari masing-masing departemen atau satuan kerja. Narasumber kemudian memberikan saran untuk memilih admin sebagai responden penelitian ini yang dianggap dapat merepresentasikan pegawai BI yang menggunakan BLINK. Selain itu, admin memiliki peranan yang sama dalam bertukar informasi di BLINK hanya saja terdapat tambahan tugas admin yang berfungsi juga sebagai mediator dalam membantu pegawai lainnya yang ingin mengelola halaman website departemen atau satuan kerja di BLINK. Kuesioner telah dicoba untuk disebarkan pada mailing list dari mitra perubahan, namun tidak terdapat tanggapan dari pihak yang memiliki akses ke mailing list mitra perubahan tersebut. Profil Perusahaan

A. Visi dan Misi

Visi Bank Indonesia adalah menjadi bank sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil.

Misi Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk pembangunan nasional jangka panjang yang berkesinambungan.

B. Knowledge Management di Bank Indonesia

Sebelum 17 Mei 1999 Bank Indonesia berdiri sebagai lembaga negara yang dependen dengan adanya campur tangan pemerintah ataupun pihak lainnya. Namun setelah pengesahan dan penerapan Undang-Undang (UU) Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999 yang mengubah

(12)

kedudukan Bank Indonesia menjadi lembaga negara yang independen dengan penilaian kinerja dilakukan oleh stakeholder, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Syahril Sabirin sebagai Gubernur Bank Indonesia saat itu merasa adanya tuntutan agar Bank Indonesia menjadi lebih transparan dan akuntabel sehingga memiliki gagasan adanya transformasi dan perubahan mendasar pada Bank Indonesia. Syahril Sabirin mengarahkan Bank Indonesia menjadi lembaga yang berbasis knowledge, maka sejak saat itu gagasan implementasi knowledge management dimulai.

Sebelum implementasi KM di Bank Indonesia, terdapat ketertutupan informasi yang dimiliki antar departemen. Untuk membentuk budaya organsasi yang memiliki keterbukaan, pada tahun 2002 dibentuklah sebuah Unit Khusus Program Transformasi (UKPT) dengan sebuah istilah mitra perubahan. Mitra perubahan sendiri memiliki tanggung jawab untuk membangkitkan dan mengajak semangat knowledge sharing di setiap departemen. Seseorang yang berperan sebagai mitra perubahan sebenarnya tidak memiliki jabatan khusus untuk tanggung jawab yang diembannya, namun lebih berperan sebagai penggerak program transformasi yang dicanangkan oleh Bank Indonesia, mereka berperan sebagai role model untuk knowledge sharing.

Terdapat perubahan keadaan di dunia yang dapat menyebabkan suatu teori yang dikemukakan dahulu tidak berlaku lagi. Teori yang mungkin sudah tidak berlaku lagi tersebutlah yang didapat pegawai Bank Indonesia ketika masih mengenyam pendidikan. Untuk mengatasi hal tersebut, Bank Indonesia menggelar forum rutin yang digelar tiap minggu. Terdapat beberapa forum seperti Forum Reboan, Forum Kamisan, atau Forum Jum’atan. Dalam forum tersebut terdapat salah satu pegawai yang membawakan suatu materi mengenai hal yang sedang hangat dibicarakan terkait dengan pekerjaan seperti keadaan ekonomi Indonesia atau dunia, sedangkan peserta lainnya memberikan feedback, bertanya ataupun memberikan pendapat terhadap topik yang dibahas. Untuk saat ini forum yang diselenggarakan secara berkala tersebut dilakukan satu bulanan atau tiga bulanan, di Kantor Perwakilan Daerah forum ini dilakukan untuk membahas Kajian Ekonomi Regional (KER).

Untuk memperlancar knowledge sharing antar pegawai, Bank Indonesia menyelenggarakan sebuah acara sebagai media komunikasi informal, yaitu Obrolan Santai (BroSan) dan Saluran Pengetahuan (SAPA) yang diminati oleh pegawai Bank Indonesia. Dalam BroSan dan SAPA Anggota Dewan Gubernur turut berbaur dengan pegawai lainnya. Topik yang dibicarakan dapat berupa hot money yang mengalir ke Indonesia yang dapat menyebabkan krisis dan

(13)

langkah-langkah yang ditempuh oleh Bank Indonesia untuk mengatasinya. Dari perbincangan tersebut, pegawai selain Bidang Moneter pun dapat mengetahui hal-hal yang bertemakan moneter. Perbedaan dari BroSan dan SAPA adalah BroSan khusus untuk pihak internal, sedangkan SAPA dimaksudkan untuk melibatkan pihak eksternal. Untuk saat ini baik BroSan dan SAPA masih diselenggarakan untuk membahas isu terkini seperti pemisahan BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Knowledge Lynx (K-Lynx) adalah sebuah web application yang pada tahap awal berfungsi untuk menampung hasil-hasil dari training dan benchmarking. K-Lynx merupakan salah satu usaha Bank Indonesia untuk mengaitkan knowledge dengan strategi organisasi. Tujuan pengembangan K-Lynx adalah memberikan sarana terciptanya perilaku belajar dan berbagi pengetahuan, memberikan sarana penyimpanan dan pemanfaatan pengetahuan organisasi, dan memberikan kemudahan bagi pengguna dalam memanfaatkan modal intelektual yang dimiliki oleh organisasi. Namun untuk saat ini, peraturan untuk mewajibkan pegawai untuk menuliskan hasil program pengembangan pendidikan telah ditiadakan. Hal tersebut menyebabkan tidak semua pegawai bersedia untuk menuliskan knowledge dan kompetensi baru yang didapatkan pada K-Lynx sehingga K-Lynx jarang dikunjungi oleh pegawai BI. Knowledge Share pada dasarnya digunakan untuk memfasilitasi knowledge sharing mengenai pengalaman kerja pegawai saat melaksanakan tugas tertentu. Pegawai yang telah melaksanakan tugas menuliskan pengalamannya, seperti hal baru yang dialami, saran, pelajaran yang didapat selama bertugas, serta petunjuk untuk melaksanakan tugas dengan baik. Dengan adanya hal tersebut, pengalaman yang dimiliki oleh pegawai dapat dibaca dan diambil pelajaran oleh pegawai lain yang akan mengerjakan tugas yang serupa atau sama sehingga memiliki persiapan yang lebih baik. Knowledge Share ini digunakan oleh tiga satuan kerja, namun seiring berjalannya waktu penggunaan Knowledge Share ini tidak berjalan dengan baik dan jarang digunakan dengan alasan sebagai berikut:

1. Terdapat fitur yang tidak cocok untuk digunakan oleh beberapa jenis pekerjaan, namun belum terdapat inisiatif untuk melakukan perbaikan sistem.

2. Terdapat pimpinan dan karyawan senior yang menolak untuk menggunakan Knowledge Share.

3. Terdapat kebijakan rotasi posisi yang menyebabkan budaya knowledge sharing di Knowledge Share tidak dapat dibentuk dengan baik.

(14)

Pada tahun 2009, Dewan Gubernur memutuskan adanya integrasi seluruh website internal yang dimiliki dengan memiliki standar dan saling terhubung. Website internal tersebut bernama Bank Indonesia Layanan Intranet Kita (BLINK), tim pengembang melakukan riset terlebih dahulu mengenai informasi apa saja yang ditampilkan di website dengan menanyakan masing-masing departemen dan kantor cabang, yang kemudian dirumuskan informasi apa saja yang ditampilkan. Pemilihan admin BLINK dipilih oleh pimpinan satuan kerja di masing-masing satuan kerja. Admin BLINK berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No. 12/27/INTERN bertugas untuk mengelola hak akses di level satuan kerja, membuat, mengolah, dan memperbaharui konten, mengusulkan konten satuan kerja menjadi konten BI-wide, dan menyetujui atau menolak usulan konten dari pengguna. BI-wide merupakan halaman utama di dalam BLINK yang menampilkan informasi atau knowledge terkini yang dimiliki BI. BLINK juga digunakan untuk knowledge sharing yang dimiliki masing-masing satuan kerja dan kantor cabang. Terdapat blog internal yang dapat digunakan oleh seluruh karyawan BI untuk knowledge sharing yang dimiliki, namun tidak menutup kemungkinan untuk sharing kendala atau pengalaman pribadinya. BLINK merupakan tempat untuk menyebarluaskan kebijakan moneter dari kantor pusat dan keputusan-keputusan yang diambil oleh Dewan Gubernur. BLINK menyediakan forum diskusi online serta sebagai media untuk menyebarkan kuesioner bagi departemen atau peneliti dari eksternal yang sedang melakukan penelitian di Bank Indonesia.

Pembahasan

A. Data Demografis Responden

Jumlah admin secara keseluruhan berjumlah sekitar 200 pegawai yang menerima email pemberitahuan pengisian kuesioner penelitian, dan responden yang mengisi kuesioner yang disebarkan berjumlah 51 pegawai. Jumlah responden yang mengisi kuesioner ini hanya 25% dari sampel dikarenakan saat periode pengisian kuesioner, BI sedang melakukan reorganisasi besar-besaran yang mendekati jatuh tempo. Berdasarkan masa dinas, responden dikelompokkan menjadi empat kategori, yaitu 1-5 tahun, 6-10 tahun, 11-15 tahun serta lebih dari 15 tahun. Sejumlah 20 responden berusia 1-5 tahun, 18 responden berusia 6-10 tahun, 6 responden berusia 11-15 tahun, serta 7 responden berusia lebih dari 15 tahun.

(15)

Figure 4. Data Demografis Responden (Dalam Tahun)

B. Evaluasi Measurement Model a. Internal consistency reliability

Kriteria minimum untuk memenuhi internal consistency reliability suatu variabel laten memiliki nilai Composite Reliability (CR) dan nilai Cronbach’s Alpha (CA) lebih dari 0,700 (Cronbach, 1951; Werts et al., 1974; Nunally dan Bernstein, 1994). Dari Table 3 terlihat bawah nilai CR dan CA dari keempat variabel laten memenuhi kriteria minimum internal consistency reliability dengan nilai CR di antara 0,937 sampai 0,957, sedangkan nilai CA di antara 0,910 sampai 0,946.

Table 3. Nilai Latent Variable Coefficients

KS I EI EE

R-squared 0,676 0,558 0,510

Composite reliab. 0,947 0,944 0,937 0,957 Cronbach’s alpha 0,929 0,911 0,910 0,946 Avg. var. extrac. (AVE) 0,780 0,850 0,789 0,786 Full Collin. VIF 3,178 4,436 2,956 3,356

Q-squared 0,675 0,561 0,514

b. Indicator Reliability

Suatu indikator dapat dikatakan reliable jika nilai korelasi antara indikator dengan variabel laten yang berkaitan dengannya memiliki nilai loading factor sebesar 0,707 (Chin, 1998; Zeller, 1978). Penghitungan yang dilakukan oleh WarpPLS 3.0 diperoleh nilai loading factor pada variabel sebagai berikut:

(16)

Dari hasil yang didapatkan dari WarpPLS 3.0 terlihat bahwa loading factor dari seluruh indikator yang dimiliki variabel laten memenuhi nilai minimum yang telah ditetapkan oleh Chin (1998) dan Zeller (1978) sehingga tidak ada indikator yang dihapus.Convergent validity Kriteria minimum untuk memenuhi convergent validity adalah suatu variabel laten memiliki nilai AVE lebih besar dari 0,500 (Fornell dan Larcker, 1981). Dari Table 3 terlihat bahwa nilai AVE dari keempat variabel laten memenuhi kriteria minimum convergent validity dengan nilai AVE di antara 0,780 sampai 0,850.

c. Discriminant validity

Kriteria minimum untuk memenuhi discriminant validity adalah akar kuadrat AVE dari suatu variabel laten lebih besar daripada korelasi variabel laten tersebut dengan variabel laten lainnya (Fornell dan Larcker, 1981). Dari Table 4 terlihat bahwa nilai akar kuadrat AVE dari masing-masing variabel laten lebih besar daripada korelasi variabel laten lainnya sehingga memenuhi kriteria minimum discriminant validity.

Table 4. Nilai Akar Kuadrat AVE Masing-Masing Variabel Laten

KS I EI EE

KS (0,883) 0,810 0,724 0,707 I 0,810 (0,922) 0,760 0,806 EI 0,724 0,760 (0,888) 0,760

EE 0,707 0,806 0,760 (0,887)

C. Evaluasi Structural Model a. Coefficient of determination (R2)

Kriteria minimum nilai coefficient of determination (R2) variabel laten endogen melebihi 0,333 (Chin, 1998). Dari Figure 5 terlihat bahwa nilai R2 dari variabel laten endogen di antara 0,500 sampai 0,680 sehingga memenuhi kriteria minimum dari coefficient of determination. b. Path coefficients (β)

Kriteria minimum untuk memenuhi path coefficients adalah nilai path coefficient (β) antara dua variabel laten melebihi 0,100 (Huber et. al., 2007). Serta nilai path coefficient antara dua

(17)

variabel laten dari hasil resampling (p) kurang dari 0,050 yang menjelaskan bahwa memiliki hubungan yang kuat. (Efron, 1979; Efron dan Tibshirani, 1993).

Figure 5. Path Coefficient Model Penelitian

Dari Figure 5 terlihat bahwa nilai β jalur KS à EE (β = 0,70), KS à EI (β = 0,74), dan KS à I (β = 0,83). Serta dari Figure 5 terlihat bahwa nilai p yang kurang dari 0,050 terdapat pada jalur KS à EE (p < 0,1), KS à EI (p < 0,1), dan KS à I (p < 0,1).

c. Effect size (f2)

Kriteria untuk memenuhi effect size (f2) adalah jika nilai f2 di antara 0,020 dan 0,150 memiliki efek yang kecil, jika nilai f2 di antara 0,150 dan 0,350 memiliki efek menengah, dan jika nilai f2 melebihi 0,350 memiliki efek yang besar (Chin, 1998; Cohen, 1988; gefen et. al., 2000). Dari Table 5 terlihat terdapat tiga hubungan, yaitu KS à I (f2 = 0,676), KS à EI (f2 = 0,558), dan KS à EE (f2 = 0,510) yang menunjukkan ketiga hubungan tersebut memiliki efek yang besar.

Table 5. Effect Size for Path Coefficient

KS I EI EE

KS

I 0,676

EI 0,558

(18)

d. Predictive relevance (Q2)

Kriteria minimum untuk memenuhi predictive relevance adalah nilai Q2 lebih dari nol. Dari Table 3 nilai Q2 berada pada kisaran antara 0,514 sampai 0,675 sehingga memenuhi predictive relevance yang menggambarkan seberapa relevan prediksi yang dilakukan oleh model.

D. Pengujian Hipotesis

Berdasarkan hasil dari evaluasi measurement model dan evaluasi structural model dirangkum dalam Table 6, dan diperoleh hasil dari pengujian ketiga hipotesis sebagai berikut:

Table 6. Pengujian Hipotesis

Hipotesis Jalur β p f2 Hasil

H1 KS à EE 0,70 < 0,01 0,510 H0 ditolak H2 KS à EI 0,74 < 0,01 0,558 H0 ditolak H3 KS à I 0,83 < 0,01 0,676 H0 ditolak Kesimpulan dan Saran

A. Diskusi

Knowledge sharing melalui BLINK memberikan pengaruh positif pada aspek proses yang terdiri dari efektivitas, efisiensi, dan inovasi yang terbatas dirasakan oleh pegawai BI yang memiliki role sebagai admin pada BLINK. Peran dan tanggung jawab admin BLINK adalah untuk mengelola hak akses di level satuan kerja, membuat, mengolah, menyajikan, dan memperbarui konten, mengusulkan konten satuan kerja menjadi konten di halaman utama BLINK, dan menyetujui atau menolak usulan konten dari pengguna. Dalam hal efektivitas, membantu dalam pengambilan keputusan, menyelesaikan tugas, serta membantu mencari solusi. Dalam hal efisiensi, mengurangi biaya dan waktu pengambilan keputusan dan penyelesaian tugas, sedangkan dalam hal inovasi, membantu menyelesaikan tugas dengan cara yang inovatif. Hal tersebut dirasakan oleh pegawai yang memiliki role admin pada BLINK, dengan dampak yang baik tersebut sebaiknya tidak hanya admin yang mengunjungi dan memanfaatkan BLINK tetapi juga pegawai lainnya agar mendapatkan dampak dan manfaat yang sama pada aspek proses.

Saran pada penelitian ini disusun berdasarkan analisis pada hasil wawancara terhadap kedua narasumber penelitian. Saran pada proses knowledge sharing terdiri dari infrastruktur TI,

(19)

kepercayaan, sikap, reward system dan dukungan jajaran petinggi. Dalam hal infrastruktur TI, Bank Indonesia dapat menggabungkan beberapa KMS yang dimiliki ke dalam BLINK agar tidak terdapat tumpang tindih dengan KMS lainnya, disertai dengan perbaikan user interface BLINK. Dalam hal kepercayaan dan sikap, Bank Indonesia dapat memaksimalkan program-program yang dimiliki seperti BroSan, SAPA, forum mingguan dan mitra perubahan, serta ditunjang dengan menampilkan hasil diskusi pada BLINK dan menyediakan forum online untuk berdiskusi. Dalam hal reward system, dapat membuat KPI mengenai jumlah tulisan yang ditampilkan di BLINK dan memberikan reward yang diharapkan menarik minat seluruh kalangan pegawai. Dalam hal dukungan jajaran petinggi, dapat dengan pembuatan kebijakan atau peraturan yang mengikat penggunaan BLINK pada seluruh pegawai.

B. Keterbatasan Penelitian

1. Jumlah responden berjumlah 51 menyebabkan hasil dari penelitian ini kurang maksimal. Dengan adanya responden yang lebih banyak, dapat lebih mewakili pegawai yang memiliki role admin pada BLINK.

2. Penyebaran kuesioner dilakukan secara online sehingga tidak terdapat pendampingan pada responden yang dapat menyebabkan adanya missing value dan perbedaan persepsi saat mengisi kuesioner.

3. Wawancara hanya dilakukan pada dua narasumber dikarenakan keterbatasan waktu sehingga tidak terdapat konfirmasi hasil wawancara tersebut ke departemen atau satuan kerja lainnya, konfirmasi hasil wawancara hanya terbatas pada studi dokumen. Daftar Referensi

Ali, N. M. (2009). Krisis Keuangan Global dan Upaya Aktualisasi Ekonomi Islam. Jurnal Ekonomi Islam.Vol. III, No. 1, Juli 2009

Ardianto D. dan Tanner K. (2011). Knowledge Management Governance in Multinational Companies: A Case Study of Siemens. Pacific Asia Conference on Information Systems. July 2011.

Bank Indonesia (n.d). User Guide Knowledge Management System Biro Kebijakan Moneter (BKM).

Bank Indonesia (2006). Surat Edaran Pedoman Operasional Knowledge Lynx. No. 8/87/INTERN.

(20)

Bank Indonesia (2008). Profil Bank Indonesia. Diakses 2 April. http://www.bi.go.id/web/id/Tentang+BI/profil/

Bank Indonesia (2010). Surat Edaran Bank Indonesia Layanan Intranet Kita (BLINK). No. 12/27/INTERN.

Bank Indonesia (2009). Outlook Ekonomi Indonesia 2009-2014. Diakses 25 Maret 2013.

http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/D39BC89A-1079-47E3-9803-BF9CC812E89D/16508/Bab3KrisisEkonomiGlobaldanDampaknyaterhadapPerekon.pdf Becerra-Fernandez I., Gonzalez A. dan Sabherwal R. (2004). Knowledge Management Challenges, Solutions, and Technologies. Pearson Education. Inc. ISBN 0-13-101606-7. Gultom M. (2008). Mencairkan Gunung Es. Raja Grafindo Persada.

Jennex M. E dan Olfman L. Assessing Knowledge Management Success/Effectiveness Models. Hawaii International Conference on System Sciences – 2004.

Kamar Dagang dan Industri Indonesia (2012). Waspada Daya Saing Global, Proyeksi Ekonomi Kadin 2013.

Latan, H. dan Ghozali, I. Partial Least Square: Konsep, Teknik, dan Aplikasi SmartPLS 2.0 M3. Universitas Diponegoro, Semarang 2012.

Mathuramaytha C. (2012). Developing Knowledge-Sharing Capabilities Influence Innovation Capabilities in Organizations - Theoretical Model. International Conference on Education and Management Innovation, IPEDR vol. 30.

Gambar

Figure 1. Dampak Knowledge Management pada Aspek Proses  (Becerra-Fernandez, Gonzalez, dan Sabherwal, 2004)
Figure 2. Structural Model dan Measurement Model  (Backhaus et. al, 2010)
Table  2  menjelaskan  mengenai  validity  type  yang  terdapat  pada  evaluasi  structural  model,  parameter yang digunakan, serta tujuan dari validity type tersebut
Figure 3. Hipotesis Penelitian
+5

Referensi

Dokumen terkait

daerah Dedekind. Contoh lain daerah Dedekind adalah daerah ideal utama tak-nol &#34;Q adalah ideal yang dapat dibalik. Konsep ideal yang dapat dibalik kemudian

Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjakan kehadirat Allah SWT Sang Pencipta, pemilik alam semesta yang telah menganugerahkan kenikmatan, rahmat dan

Kelebihan model Think Pair Share (TPS) adalah: 1) Memiliki prosedur yang ditetapkan secara ekplisit untuk memberi sisa waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab,

Ikatan Ahli Bedah Indonesia cabang JABAR, Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Digestif Indonesia cabang Bandung dan Persatuan Dokter Spesialis Bedah Umum Indonesia

Kekuasaan tersebut dilakukan dalam penerapan hukum dan peradilan terhadap penduduk yang berada di Surakarta, maka pemerintah Belanda membagi tiga kelompok yaitu, pertama

Dalam pertemuan ini dibahas program-program universitas dalam suasana yang lebih santai dimana setiap komponen organisasi bebas untuk berkomunikasi dan berekspresi tanpa

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif (deskriptif) yang akan difokuskan pada kajian potensi batik di Kecamatan Gedangsari, kemudian distrukturkan menjadi materi

Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan: (1) hal-hal yang melatarbelakangi pemakaian bahasa Alay berupa (a) sebagai identitas diri, (b) sebagai ungkapan/ekspresi, (c)