64
HADIS SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM
(Studi Kasus Pandangan Masyarakat Desa Besito-Kudus Terhadap Hadis Larangan Tertawa)
Arim Zufaida Amna
UIN Walisongo Semarang
Email: arimzufaidaamna10@gmail.com
Abstrak
Posisi hadis sebagai sumber hukum Islam telah menjadi perdebatan panjang secara problematis. Problematika posisi sebuah hadis di masyarakat dapat dilihat dengan kualitas hadis tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan sebuah analisis terhadap arti dan makna yang terkandung dalam hadis tertawa serta penerapannya di masyarakat tertentu. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif melalui studi literatur dan studi kasus terhadadap masyarakat desa Besito-Kudus untuk memperoleh sebuah kesimpulan. Pembahasan ini memaparkan argumentasi seputar hadis larangan tertawa sebagai sumber hukum Islam di sebuah masyarakat. Penelitian ini menyimpulkan bahwa problematika seputar sebuah posisi hadis sebagai sumber dasar hukum Islam di masyarakat desa Besito telah melahirkan dinamika positif.
Kata Kunci: Hukum Islam, Hadis.
Abstract
The position of the hadith as a source of Islamic law has become a problematic long debate. The problem with the position of a hadith in society can be seen from the quality of the hadith. This study aims to conduct an analysis of the meanings contained in the laughter hadith and its application in certain societies. This research uses qualitative research methods through literature studies and case studies of the village community of Besito-Kudus to obtain a conclusion. This discussion presents the arguments around the hadith prohibiting laughter as a source of Islamic law in a society. This study concludes that the problems surrounding a hadith position as a basic source of Islamic law in the village community of Besito have generated positive dynamics.
65
A. Pendahuluan
Sebagaimana yang telah kita ketahui, hadis merupakan perkataan,
perbuatan, dan taqir Nabi SAW.1 Secara syara', Hadis merupakan sumber
ajaran Islam kedua setelah al-Qur'an. Keduanya memiliki kedudukan yang berbeda tetapi mempunyai tujuan sama dalam membimbing kehidupan seluruh manusia. Hadis adalah tafsir Al-Qur'an dalam praktek atau monograf Islam. Sebagai sumber kedua, hadis menempati posisi yang sangat penting dalam studi islam. Ketika permasalahan yang ditemukan dalam Al-Quran tidak dijelaskan secara detail, keberadaannya menjadi sangat penting sebagai penjelas dan penguat Qur'an. Oleh karena itu, secara eksistensi diantara al-Quran dan hadis tidak dapat dipisahkan.
Menurut (Hamdani 2015) dalam penelitiannya, hadis merupakan sesuatu yang berfungsi sebagai bayan taqrir yaitu menetapkan, memantapkan, dan mengokohkan apa yang ditetapkan Al-Quran sehingga maknanya tidak perlu dipertanyakan lagi. Selain itu, dalam peneliannya juga dikatakan bahwa hadis juga berfungsi sebagai bayan tafsir yang berarti menjelaskan makna yang samar
dan merinci makna Al-Quran yang begitu luas.2
Mengenai fakta tentang hadis Nabi yang mempunyai fungsi sebagai pedoman hidup, banyak yang merupakan rangkaian dari bahasa arab sehingga untuk memahaminya harus dapat dipahami dengan sebenar-benarnya baik
dalam kosa kata dan strukturnya agar mendapatkan pemahaman yang tepat.3
Salah satunya memahami kata demi kata dan makna yang terkandung dalam hadis-hadis yang berkaitan dengan larangan tertawa yang sering dikaitkan dengan hal yang kelucuan atau humor yang mengakibatkan tertawa secara berlebihan atau tertawa terbahak-bahak.
1 Prof. Dr. Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, (Jakarta: Pustaka Rizki Putra), hal. 5
2 Hamdani Khoirul Fikri, ˝Fungsi Hadits Terhadap Al-Quran˝ 12 No.2, Tasamuh (Juni 2015).
3 Syaikh Manna Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Qran, (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2006), hal. 422
66
Humor dan tertawa sangatlah berkaitan. Humor dapat dikatakan sebagai suatu sikap lucu yang dilakukan seseorang untuk menghibur dan
menjadikan seseorang lainnya merasa gembira dengan cara tertawa.4
Sedangkan tertawa merupakan wujud berseri-serinya wajah sampai terlihatnya
gigi-gigi orang yang melakukannya.5 Tertawa sering dilakukan karena melihat
dan merasakan ada kelucuan. Tujuannya tidak lain adalah untuk kesenangan atau sekedar hiburan. Namun, untuk menjadikan tertawa menjadi berkualitas dan bernilai baik bagi pelaku dan penerimanya maka akhlak dan tata cara pun menjadi suatu hal yang tidak boleh ditinggalkan.
Menurut para ahli dalam bidangnya, tertawa yang dilakukan manusia memanglah mempunyai berbagai manfaat. Berbeda dengan itu, tertawa dalam pandangan Islam lebih cenderung mempunyai sisi negatif bagi pelakunya. Terlebih, banyak hadis yang menyatakan bahwa adanya larangan tertawa karena berdampak negatif. Dalam keseharian, tertawa sering dikaitkan dengan adanya tertawa lepas atau tertawa terbahak-bahak sampai melupakan suatu hal yang ada disekitarnya. Tertawa yang seperti itulah yang dilarang oleh agama. Firman Allah telah menjelaskan bahwa:
َنوُبِسْكَي اوُناَك اَِبِ اءاَزَج اايرِثَك اوُكْبَ يْلَو الًيِلَق اوُكَحْضَيْلَ ف
˝Maka hendaklah mereka tertawa sedikit dan menangis banyak, sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan (Qs. At-Taubah:82).˝ Secara sekilas, ayat tersebut telah memberikan isyarat kepada sang pembacanya untuk mengurangi tertawa. Pada saat manusia sedang tertawa dapat dipastikan bahwa mulut mereka terbuka lebar, terlihat gigi-gigi, dan bersuara keras. Bagi sang pelaku, akan merasakan puas dengan tertawa seperti itu. Akan tetapi setelah manusia tertawa lepas pasti dirasa akan lebih sensitif.
4 Darmansyah, Strategi Pembelajaran Menyenangkan Dengan Humor, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), hal. 66
5 Muhibbin Abdurrahman, Tertawa Ala Nabi Muhammad, (Semarang: Aneka Ilmu, 2009), hal. 2
67
B. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kritik sanad dan matan dalam menganalisis hadis yang tercantum dalam penelitian. Sedangkan metode penulisan menggunakan metode kualitatif sebagai pendekatan dan
penelusuran sehingga dapat mengeksplor dan memahami suatu pusat kajian.6
Dalam metode ini akan dijelaskan secara rinci tentang tema yang akan dibahas dengan menggunakan sumber-sumber yang diambil dari wawancara, observasi, dan dokumentasi yang akan diolah dalam bentuk kata dan bahasa dan bukan dalam bentuk sebuah angka. Adapun narasumber dalam wawancara dalam penelitian adalah masyarakat di Desa Besito-Kudus yang mempunyai gaya tertawa secara berlebihan.
C. Hasil dan Pembahasan
Hadis tentang Larangan Tertawa
Dilarangnya seseorang tertawa tidak lain karena adanya sisi negatif yang harus dihindari dari berbagai kalangan. Berikut ini beberapa hadis yang menjadi rujukan tentang larangan tertawa:
(Sunan at-Tirmidhi)
َأ ْنَع ،َناَمْيَلُس ُنْب ُرَفْعَج اَنَ ثَّدَح :َلاَق ُّيِرْصَبلا ُفاَّوَّصلا ٍل َلًِه ُنْب ُرْشِب اَنَ ثَّدَح
ْنَع ،ِنَسَلحا ْنَع ، ٍقِراَط ِبِ
:َمَّلَسَو ِهْيَلَع َُّللَّا ىَّلَص َِّللَّا ُلوُسَر َلاَق :َلاَق ،َةَرْ يَرُه ِبَِأ
«
ُمِِلَعُ ي ْوَأ َّنِِبِ ُلَمْعَ يَ ف ِتاَمِلَكلا ِء َلَُؤَه ِِنَّع ُذُخَْيَ ْنَم
َّنِِبِ ُلَمْعَ ي ْنَم
»
َنَأ :ُتْلُقَ ف :َةَرْ يَرُه وُبَأ َلاَقَ ف ؟
: َلاَقَو ااسََْ َّدَعَ ف يِدَيِب َذَخَََف ،َِّللَّا َلوُسَر ََ
«
َمِراَحَلما ِقَّتا
انِمْؤُم ْنُكَت َكِراَج َلَِإ ْنِسْحَأَو ،ِساَّنلا َنَْغَأ ْنُكَت َكَل َُّللَّا َمَسَق اَِبِ َضْراَو ،ِساَّنلا َدَبْعَأ ْنُكَت
ِساَّنلِل َّبِحَأَو ،ا
َكِسْفَ نِل ُّبُِتُ اَم
َبْلَقلا ُتيُِتُ ِكِحَّضلا َةَرْ ثَك َّنِإَف ،َكِحَّضلا ِرِثْكُت َلََو ،اامِلْسُم ْنُكَت
»
" Telah menceritakan kepada kami Bisyr bin Hilal Ash Shawwaf Al Bashri telah menceritakan kepada kami Ja'far bin Sulaiman dari Abu Thariq dari
68
Al Hasan dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda: "Siapa yang mau mengambil kalimat-kalimat itu dariku
lalu mengamalkannya atau mengajarkan pada orang yang
mengamalkannya?" Abu Hurairah menjawab: Saya, wahai Rasulullah. beliau meraih tanganku lalu menyebut lima hal; jagalah dirimu dari keharaman-keharaman niscaya kamu menjadi orang yang paling ahli ibadah, terimalah pemberian Allah dengan rela niscaya kau menjadi orang terkaya, berbuat baiklah terhadap tetanggamu niscaya kamu menjadi orang mu`min, cintailah untuk sesama seperti yang kau cintai untuk dirimu sendiri niscaya kau menjadi orang muslim, jangan sering tertawa karena seringnya tertawa itu mematikan hati." Berkata Abu Isa: Hadits ini gharib, kami hanya mengetahuinya dari hadits Ja'far bin Sulaiman dan Al Hasan tidak mendengar apa pun dari Abu Hurairah. Seperti itulah diriwayatkan dari Ayyub, Yunus bin 'Ubaid, 'Ali bin Zaid, mereka berkata: Al Hasan tidak mendengar dari Abu Hurairah. Dan Abu 'Ubaidah An Naji meriwayatkan perkataan Al Hasan pada hadits ini dan ia tidak menyebutkan dari Abu Hurairah dari nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam."7
(Dari Sunan Ibnu Majah)
ْكَم ْنَع ،ٍناَنِس ِنْب ِدْرُ ب ْنَع ،ٍءاَجَر ِبَِأ ْنَع ،َةَيِواَعُم وُبَأ اَنَ ثَّدَح :َلاَق ٍدَّمَُمُ ُنْب ُّيِلَع اَنَ ثَّدَح
َةَلِثاَو ْنَع ، ٍلوُح
:َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُالله ىَّلَص َِّللَّا ُلوُسَر َلاَق :َلاَق :َةَرْ يَرُه ِبَِأ ْنَع ،ِعَقْسَْلْا ِنْب
«
َدَبْعَأ ْنُكَت ،ااعِرَو ْنُك َةَرْ يَرُه َبََأ ََ
ُِتُ اَم ِساَّنلِل َّبِحَأَو ،ِساَّنلا َرَكْشَأ ْنُكَت ،ااعِنَق ْنُكَو ،ِساَّنلا
ْنَم َراَوِج ْنِسْحَأَو ،اانِمْؤُم ْنُكَت ،َكِسْفَ نِل ُّب
َبْلَقْلا ُتيُِتُ ِكِحَّضلا َةَرْ ثَك َّنِإَف ،َكِحَّضلا َّلِقَأَو ،اامِلْسُم ْنُكَت ،َكَرَواَج
»
"Telah menceritakan kepada kami Ali bin Muhammad telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah dari Abu Raja` dari Burd bin Sinan dari
69
Makhul dari Watsilah bin Al Asqa' dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Wahai Abu Hurairah, Jadilah kamu seorang yang wara`, niscaya kamu menjadi manusia yang paling beriabadah. Jadilah kamu menjadi seorang yang merasa kecukupan, niscaya kamu menjadi manusia yang paling bersyukur. Cintailah mmanusia seperti kamu mencintai dirimu sendiri, niscaya kamu akan menja di seorang mukmin. Perbaikilah hubungan dalam bertetangga dengan tetanggamu, niscaya kamu akan menjadi seorang yang berserah diri. Dan sedikitkanlah tertawa, karena banyak tertawa akan mematikan hati."8
(Dari Al-Darimi)
َّمَُمُ َنَرَ بْخَأ
َّجَم اةَكْحَض َكِحَض ْنَم َلاَق ٍْيَْسُح ِنْب ِِيِلَع ْنَع َناَوْزَغ ِنْب ِلْيَضُفْلا ْنَع ٌريِرَج اَنَ ثَّدَح ٍدْيَُحُ ُنْب ُد
ِمْلِعْلا ْنِم اةََّمَ
"Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Humaid telah
menceritakan kepada kami Jarir dari Al fudlail bin Ghazwan dari Ali bin
Husain ia berkata: "Barangsiapa tertawa, lepaslah satu bagian dari ilmu."9
َنْ يَ يُع ُنْب ُناَيْفُس اَنَ ثَّدَح ٍداَّبَع ُنْب ُباَهِش َنَرَ بْخَأ
ُهوُمُتْمِلَع اَذِإَف َمْلِعْلا اوُمَّلَعَ ت ٌّيِلَع َلاَق َلاَق ِِيِداَرُمْلا ٍِيَمُأ ْنَع َة
ُبوُلُقْلا ُهَّجُمَتَ ف ٍبِعَلِب َلََو ٍكِحَضِب ُهوُبوُشَت َلََو ِهْيَلَع اوُمِظْكاَف
"Telah mengabarkan kepada kami Syihab bin 'Abbad telah menceritakan kepada kami Sufyan bin 'Uyainah dari `Umay Al Muradi ia berkata: Ali radliallahu 'anhu berkata: "Hendaklah kalian belajar, jika sudah kalian pelajari, pertahankanlah, dan janganlah kalian mengotorinya dengan
banyak tertawa dan senda gurau, karena hal itu mematikan hati."10
8 Aplikasi Kutubut Tis'ah, Ibnu Majah, Kitab Zuhud Bab Wara dan Taqwa, no. Hadis 4207 9 Aplikasi Kutubut Tis'ah, Ad-Darimi, Kitab Mukaddimah, Bab menjaga ilmu no. Hadis 582 10 Aplikasi Kutubut Tis'ah, Ad-darimi, Kitab Mukaddimah Bab Menjaga Ilmu no. Hadis 581
70
Kajian Sanad Hadis dan Kualitas Perawi
Para ulama klasik maupun kontemporer secara tegas mengatakan bahwa ada dua hal pokok dalam menentukan sebuah hadis yang shahih yaitu pada persoalan sanad dan matan. Untuk mengetahui apakah suatu hadis dapat dipertanggung jawabkan keasliannya dan tingkat validitasnya, maka diperlukan penelitian atau kritik terhadap matan dan sanad hadis-hadis yang
akan diteliti terlebih dahulu.11 Berikut merupakan uraian singkat dari
masing-masing perawi hadis diatas: (Hadis dari Sunan At-Tirmidzi)
1. At-Tirmidzi
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Isa bin Yazid bin Saurah
bin Musa bin ad-Dhohak. (209 H-279 H). Beberapa dari muridnya adalah Abu Bakar Ahmad bin Ismail bin Abu Bakr Ahmad bin Isma’il bin ‘Amir al-Samarqandi, Abu Hamid Ahmad bin ‘Abdullah bin Dawud al-Marwazi, Ahmad bin ‘Ali, Ahmad bin Yusuf an-Nasafi. Kritik dari Ibnu Hibban:
Tsiqqah.12
Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa At-Tirmidzi adalah seseorang yang tsiqqah. Beliau menerima hadis dari Bisyru bin
Hilal dengan simbol "Haddatsana" yang menyatakan bahwa proses
penerimaan hadis secara as-Sama’. Kemudian, diantara At-Tirmidzi dan
Bisyru bin Hilal dapat dikatakan bahwa sanadnya tersambung.
2. Bisyru bin Hilal
Nama lengkapnya adalah Bisyru bin Hilal Al-Sowwafu An-Numairi, kuniahnya adalah Abu Muhammad Al-Basri (w. 247 H). Beberapa dari guru-gurunya adalah Ja’far bin Sulaiman ad-Daba’i, ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdu
al-Somad al-‘Ammi, Yahya bin Said al-Qaththan. Beberapa dari
11 Dr. M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), hal. 4
12 Jamaluddin Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb al-Kamal fi asma'i al-Rijal, (Beirut: Dar al-Fikr), juz 17, hal. 133
71
muridnya adalah Ishaq bin Ibrahim bin Isma’il Al-Qadr, Abu Bakar
‘Abdullah bin Muhammad bin Abi Dunya. Kritik dari Abu Khatim:
Shuduq.13
Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa Bisyru bin Hilal adalah seseorang yang tsiqqah. Beliau telah menerima hadis dari Ja’far
bin Sulaiman dengan simbol "Haddatsana" yang menyatakan bahwa
proses penerimaan hadis secara as-Sama’. Kemudian, diantara
At-Tirmidzi dan Bisyru bin Hilal dapat dikatakan bahwa sanadnya
tersambung.
3. Ja’far bin Sulaiman
Nama lengkapnya adalah Ja’far bin Sulaiman al-Duba’i. Kuniahnya adalah Abu Sulaiman al-Basri (w. 178 H). Gurunya adalah Abi Tariq,
Ibrahim bin ‘Umar bin Kaisan, Malik bin Dinar, ‘Abdullah bin Masna bin ‘Abdullah bin Anas bin Malik, Sa’id bin ‘Iyas Al-Jariri. Murid-muridnya
adalah Ishaq bin Sulaiman ar-Razi, Hibban bin Hilal, ‘Abdullah bin
al-Mubarak. Kritik dari ‘Abdullah bin Ya’qub: Tsiqqah. Sedangkan dari Ibnu Hajar al-’Asqalani: Shuduq.14
Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa Ja’far bin Sulaiman adalah seseorang yang tsiqqah. Beliau telah menerima hadis dari Abi
Tariq dengan simbol "’an". Kemudian, diantara Ja’far bin Sulaiman dan Abi Tariq dapat dikatakan bahwa sanadnya tersambung.
4. Abi Tariq
Nama lengkapnya adalah Abi Tariq as-Sa’adi Basri. Gurunya:
al-Hasan al-Basri. Muridnya: Ja’far bin Sulaiman al-Duba’i. Kritik dari Ibnu Hajar al-’Asqalani: Majhul.15
13 Jamaluddin Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb…, hal. 103 14 Jamaluddin Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb 3…, hal. 400 15 Jamaluddin Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb…, hal. 315
72
Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa Abi Tariq adalah seseorang yang Majhul. Beliau telah menerima hadis dari al-Hasan dengan simbol "’an". Kemudian, antara Abi Tariq dan Al-Hasan dapat dikatakan bahwa sanadnya tersambung.
5. Al-Hasan
Nama lengkapnya adalah Al-Hasan bin Abi al-Hasan al-Basri. Kuniahnya adalah Maula Jabir bin ‘Abdillah (w.110 H). Beberapa dari guru-gurunya adalah Abu Hurairah, ‘Ubay bin Ka’ab, Anas bin Malik,
Anas bin al-Hakim ad-Dabbiyyi, Jabir bin ‘Abdullah al-Anshari, Sa’ad bin ‘Ubadah, sa’ad bin Hisyam bin ‘Amir al-Ansori. Murid-muridnya adalah Yahya bin Muslim, Yunus bin Abi ‘Ubaid, Yunus bin Abi Ishaq. Isma’il bin Muslim al-Makki, Isma’il bin Muslim al-‘Abdi, Basyir bin al-Muhajir. Kritik
dari Abu ‘Abdullah al-Hakim: Tsiqqah.16
Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa Al-Hasan adalah seseorang yang tsiqqah. Beliau telah menerima hadis dari Abu Hurairah dengan simbol "’an". Kemudian, antara Al-Hasan dan Abu Hurairah dapat dikatakan bahwa sanadnya tersambung.
6. Abu Hurairah
Nama lengkapnya adalah Abu Hurairah al-Dusy al-Yamani, dan kuniahnya adalah ‘Abdurrahman Bin Shaqar, ’Abdurrahman bin Ghanam,
‘Abdullah bin ‘Amir atau‘Abdullah bin ‘A’id. (598 H-678 H). Gurunya
adalah Nabi Saw. Murid-muridnya adalah Ibrahim bin Isma’il, Anas bin
Malik. Kritik dari Ibnu Hajar Al-’Asqalani: Masyhur.17
Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa Abu Hurairah adalah seseorang sahabat. Beliau dinyatakan bahwa telah menerima hadis dari Nabi Muhammad SAW secara langsung dengan simbol "Qala" yang berarti bahwa sanadnya tersambung.
16 Jamaluddin Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb…, hal. 297 17 Jamaluddin Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb…, hal. 366
73
Setelah dianalisa lebih lanjut, kualitas sanad dari hadis ini dapat dikatakan tersambung. Sedangkan dari segi kualitas matan, hadis tersebut merupakan hadis Shahih. Dengan kriteria seluruh rawi-rawinya adil dan bersambung sanadnya. Hadis ini merupakan hadis yang marfu’ karena diterima langsung dari Rasululah saw.
(Hadis dari Ibnu Majah)
1. Ibnu Majah:
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Yazid Ruba’i
al-Qazwini. Kuniahnya adalah Abu ‘Abdillah bin Majah al-Qazwini al-Hafidz
(209 H-273 H). Guru-gurunya diantaranya adalah ‘Ulama dari Khurasan, ‘Iraq, Syam, dan Syiria. Murid-muridnya adalah ‘Ali bin Sa’id
‘Abdullah al-Gazdani, Ibrahim bin Dinar al-Haush Abi al-Hamadzani, Ahmad bin Ibrahim al-Qazwani, Abu Thayyib Ahmad bin Rauhi al-Baghdadi, Abu ‘Amr Ahmad bin Muhammad bin Hakim Madani. Kritik dari Abu Ya’la al-Khalil bin ‘Abdullah al-Qazwini: Tsiqqah. Sedangkan dari Kabir, Muttafaqun ‘alaih: Muhtaj bihi.18
Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa Ibnu Majah adalah seseorang yang tsiqqah. Beliau dinyatakan telah menerima hadis dari
Ali bin Muhammad dengan simbol "Haddatsana" yaitu kata yang
menunjukkan proses penerimaan hadis pada as-Sama’. Kemudian, diantara Ibnu Majah dan Ali bin Muhammad dapat dikatakan bahwa sanadnya tersambung.
2. ‘Ali bin Muhammad
Nama lengkapnya adalah ‘Ali Muhammad bin Abi Syaddad. Kuniahnya adalah ‘Ali Muhammad bin Abi Syaddad, ‘Ali bin Muhammad
bin ‘Abdu ar-Rahman (w. 233 H). Guru-gurunya adalah Abi Mu’awiyyah ad-Darir, Ibrahim bin ‘Uyainah, Ishaq bin Sulaiman ar-Razi, Ishaq bin Manshur as-Saluliyyi, Ja’far bin ‘Aun, Hafsh bin ghiyats, ‘Ubaidillah bin
74
Musa, Yahya bin Adam, Al-Walid bin Muslim, Abi Bakar bin ‘Ayyasy.
Murid-muridnya adalah Ibnu Majah, Ibrahim bin Sahlawiyyah al-Mu’addil,
Abu Qudamah Ahmad bin Muhammad bin Sa’id al-Qushairi, Ja’far bin Muhammad bin Hasan ar-Razi, Abu Yahya az-Za’farani, Hasan bin al-’Abbas ar-Razi, Hamid bin Mahmud bin ‘Isa al-Tsaqafi, al-Hasan bin Manshur bin Muqatil, Ziyad bin Ayyub al-Thusi, Ma’ruf bin al-Hasan. Kritik
dari Abu Khatim ar-Razi: Tsiqqah.19
Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa ‘Ali bin Muhammad adalah seseorang yang tsiqqah. Beliau dinyatakan telah menerima hadis dari Abu Mu’awiyah dengan simbol "Haddatsana", kata yang menunjukkan proses penerimaan hadis pada as-sama'. Kemudian, diantara ‘Ali bin Muhammad dan Abu Mu’awiyah dapat dikatakan bahwa sanadnya tersambung.
3. Abu Mu’awiyah
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Khazim at-Tamimi as-Sa’di
Abu Mu’awiyah ad-Dariri al-Kufi. Kuniahnya adalah Abu Dawud al-‘Ami.
(113 H- 195 H). Guru-gurunya adalah Abi Raja’ al-Jazari, Isma’il bin Abi
Khalid, Basyar bin Qidam, Sa’id bin Sa’i, Sahil bin Abi Shalih.
Murid-muridnya adalah Ahmad bin Hambal, Ibrahim bin Sinan Al-Qaththan.
Kritik dari Yahya bin Mu’in: Tsiqqah.20
Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa Abu Mu’awiyah adalah seorang yang tsiqqah. Beliau dinyatakan telah menerima hadis dari Abu Raja’ dengan simbol "’an". Kemudian, diantara Abu Mu’awiyah dan Abu Raja’ dapat dikatakan bahwa sanadnya tersambung.
4. Abu Raja’
Nama lengkapnya adalah Mihraz bin ‘Abdillah Raja’ al-Jazara Maula
Hisyam bin ‘Abdil Malik. Guru-gurunya adalah Burdin bin Sinan
19 Jamaluddin Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb…, hal. 393 20 Jamaluddin Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb…, hal. 233
75
Syami, Syidan bin Abi Salam al-Aswadi, Abi Su’bah Shodaqoh bin Muntashar as-Sa’bani ar-Ramli. Murid-muridnya diantaranya adalah Sufyan ats-Tsauri, Zuhair bin Mu’awiyah, ‘Abdurrahman bin Muhammad al-Mahar.
Kritik dari Ibnu Hajar al-’Asqalani: Shuduq dan dari al-Dhahabi:
Tsiqqah.21
Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa Abu Raja’ adalah seorang yang tsiqqah. Beliau dinyatakan telah menerima hadis dari
Burdi bin Sinan dengan simbol "’an". Kemudian, diantara Abu Raja’ dan Burdi bin Sinan dapat dikatakan bahwa sanadnya tersambung.
5. Burdi bin Sinan
Nama lengkapnya adalah Burdi bin Sinan al-Syami Abu ‘lla
ad-Dimasyqi (w. 135 H). Guru-gurunya adalah Makhul al-Syami, Sulaiman bin Musa ad-Dimasyqi, Muhammad bin Muslim Syihab az-Zuhri, Abi Harun ‘Abdi. Murid-muridnya diantaranya adalah Yahya bin Hamzah al-Hadrami, Sufyan ats-Tsuri, Khatim bin Wirdan. Kritik dari Abu Zar’ah:
Laba’sa Bihi. Sedangkan dari Abu Khatim al-Razi: Shuduq.22
Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa Burdi bin Sinan adalah seorang yang tsiqqah. Beliau dinyatakan telah menerima hadis dari Makhul dengan simbol "’an". Jika dilihat dari tahun lahir dan meninggalnya mereka, dapat dikatakan bahwa Burdi bin Sinan adalah salah satu murid dari Makhul. Kemudian, diantara Burdi bin Sinan dan
Makhul al-Syami dapat dikatakan bahwa sanadnya tersambung.
6. Makhul
Nama lengkapnya adalah Makhul as-Syami Abu ‘Abdillah. Kuniahnya adalah Abu Ayyub, Abu Muslim al-Mahfudz Abu ‘Abdillah
ad-Dimasyqi Faqih (w. 113 H). Gurunya adalah Nabi Saw, Wa’ilah bin al-Asqa’, Anas bin Malik, Abi bin Ka’ab, Al-Haris bin Haris Al-‘Ash’ari, Zubair
21 Jamaluddin Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb…, hal. 465 22 Jamaluddin Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb…, hal. 25
76
bin Nufair al-Hadrami, Junadah bin Abi .Umayyah, al-Haris al-Ash’ari, Ghudaif bin al-Haris, Qabidah bin Dhubaib, Qaza’ah bin Yahya. Muridnya
adalah Burdi bin Sinan, Ibrahim bin Abi Hanifah Al-Yamani, Ibrahim bin
Sulaiman Afthas, Ayyub bin Musa Qurasyi, Usamah bin Zaid al-Laitsayu, Isma’il bin Umayyah al-Qurashi, Isma’il bin Abi Bakr, Bahir bin Sa’ad, Bisyr bin Numair, Tsabit bin Tsauban. Kritik dari al-‘Ijliyyu:
Tsiqqah. Sedangkan dari Ibnu Khiras: Shuduq.23
Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa Makhul as-Syami adalah seorang yang tsiqqah. Beliau dinyatakan telah menerima hadis dari Wailah bin al-Asqa’ dengan simbol "’an". Jika dilihat dari tahun meninggalnya mereka, dapat dikatakan bahwa Makhul al-Syami adalah salah satu murid dari Wailah bin al-Asqa’. Kemudian, diantara Makhul
as-Syami dan Wailah bin al-Asqa’ dapat dikatakan bahwa sanadnya
tersambung.
7. Wailah bin Al-Asqa’
Nama lengkapnya adalah Wailah bin al-Asqa’ bin Ka’ab bin ‘Amir
bin Laits bin Bakr bin ‘Abdi Manah (w.83 H). Gurunya adalah Nabi Saw, Abi Martsad al-Ghanawi, Abu Hurairah, Ummi Salamah. Murid-muridnya
adalah Makhul bin As-Syami, Ibrahim bin Abi ‘Ablah, Sulaiman bin Musa,
al-Gharif bin Ayyas al-Dailami, Abdu al-Rahman bin Abi Qasimah, Yunus bin Ma’isarah bin Halbas, Abu Idris al-Khaulani, Abu Sa’ad al-Himri as-Syami. Kritik dari Abu Khatim: Beliau hidup di Sham. Sedangkan dari
Abu Zur’ah: Beliau hidup di Damasyqus.24
Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa tidak ada seseorang yang mengkritik Wailah bin al-Asqa’. Wailah bin al-Asqa’ menerima hadis dari Abu Hurairah yaitu seorang sahabat Nabi saw
23 Jamaluddin Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb…, hal. 356 24 Jamaluddin Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb…, hal. 351
77
dengan simbol "’an". Kemudian diantara Wailah bin al-Asqa’ dan Abu
Hurairah dapat dikatakan sanadnya tersambung.
8. Abu Hurairah
Nama lengkapnya adalah Abu Hurairah al-Dusy al-Yamani, dan ada yang mengatakan ‘Abdurrahman bin Syaqar, ’Abdurrahman bin Ghanam,
‘Abdullah bin ‘Amir atau ‘Abdullah bin ‘A’id (598 H-678 H). Gurunya
adalah Nabi Saw. Murid-muridnya diantaranya adalah Ibrahim bin
Isma’il, Anas bin Malik. Kritik dari Ibnu Hajar Al-’Asqalani: Masyhur.25
Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa Abu Hurairah adalah seseorang sahabat. Beliau dinyatakan bahwa telah menerima hadis dari Nabi Muhammad SAW dengan simbol "Qala" yang berarti bahwa sanadnya tersambung.
Dari segi kualitas matan, hadis tersebut merupakan hadis shahih dengan kriteria seluruh rawi-rawinya adil dan bersambung sanadnya. Hadis ini merupakan hadis yang marfu’ karena diterima langsung dari Rasululah saw dan dapat dijadikan sebagai hujjah yang kuat.
(Hadis dari Al-Darimi)
1. Al-Darimi
Nama lengkapnya adalah Ahmad bin Sa’id bin Syakhr al-Darimi. Kuniahnya adalah Abu Ja’far al-Sarkhasi al-Naisaburi (w. 253 H). Guru-gurunya diantaranya adalah Ahmad bin Ishaq al-Hadrami, Bishr bin ‘Umar
al-Zahrani, Ja’far bin ‘Aun, Hayyan bin Hilal, Hajjaj bin Nusair.
Murid-muridnya diantaranya adalah Ibrahim bin Abi Thalib al-Naisaburi, Ibrahim
bin Hasyim al-Baghawi, Ahmad bin Muhammad bin al-Azhar Abu al-’Abbas al-Azhari, Abu Yahya Zakariyya bin Dawud bin Bakr al-Khaffaf. Kritik dari Abu al-’Abbas bin ‘Uqdah: Tsiqqah.26
25 Jamaluddin Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb…, hal. 366 26 Jamaluddin Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb…, hal. 142
78
Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa Al-Darimi adalah seorang yang tsiqqah. Beliau dinyatakan bahwa telah menerima hadis dari Muhammad bin Humaid dengan menggunakan simbol "akhbarana". Jika dilihat dari tahun kelahiran dan meninggalnya mereka, dapat dikatakan bahwa Al-Darimi adalah salah satu murid dari Muhammad bin
Humaid. Kemudian, diantara Al-Darimi dan Muhammad bin Humaid
dapat dikatakan bahwa sanadnya tersambung.
2. Muhammad bin Humaid
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Humaid bin Hayyan
al-Tamimi, Abu ‘Abdillah al-Razi (w. 248 H). Guru-gurunya diantaranya
adalah Jarir bin ‘Abdu al-Hamid, Ibrahim bin al-Mukhtar, Hakkam bin Salm,
Hakam bin Bashir bin Salman, Zafir bin Sulaiman. Murid-muridnya
diantaranya adalah Abu Daud, Al-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibrahim bin Malik
Qaththan, Ahmad bin Ja’far bin Nashr Jammal, Ahmad bin Khalid al-Razi. Kritik dari An-Nasai: Laisa bi tsiqqah. Sedangkan dari ‘Ali bin Husain bin Al-Junaid al-Razi: Tsiqqah.27
Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa Muhammad bin
Humaid adalah seorang yang tsiqqah. Beliau dinyatakan bahwa telah
menerima hadis dari Jarir dengan menggunakan simbol "haddatsana", kata tersebut menyatakan bahwa penerimaan hadis secara as-Sama’. Diantara Muhammad bin Humaid dan Jarir dapat dikatakan sanadnya tersambung.
3. Jarir
Nama lengkapnya adalah Jarir bin ‘Abdu al-Hamid Qurthi al-Dabbi (107 -188H). Guru-gurunya diantaranya adalah Fudail bin Ghazwan,
Malik bin Anas, Ibrahim bin Muhammad bin Muntashar, Aslam al-Minqari, Abi Hayyan. Murid-muridnya adalah Ibrahim bin Syammam, Ibrahim bin Musa, Ahmad bin Muhammad bin Musa, Ishaq bin Isma’il, Ishaq
79
bin Musa. Kritik dari Muhammad bin Sa’ad: Tsiqqah. Begitu juga dari An-Nasa’i: Tsiqqah.28
Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa Jarir adalah seorang yang tsiqqah. Beliau dinyatakan bahwa telah menerima hadis dari Fudail bin Ghazwan dengan menggunakan simbol "’an". Jika dilihat dari tahun kelahiran dan meninggalnya mereka, dapat dikatakan bahwa Jarir adalah salah satu murid dari Fudail bin Ghazwan. Kemudian, diantara Jarir dan Fudhail bin Ghazwan dapat dikatakan bahwa sanadnya tersambung.
4. Fudhail bin Ghazwan
Nama lengkapnya adalah Fudhail bin Ghazwan bin Jarir al-Dabbiyyi. Kuniahnya adalah Abu Fadl al-Kufi (w. 141 H). Guru-gurunya diantaranya adalah Zubaid bin Yami, ’Ali bin ‘Abdullah bin ‘Umar, Thalhah
bin ‘Ubaidillah, ‘Ashim bin Bahdalah, Abi Zur’ah bin ‘Amr bin Jarir.
Murid-muridnya diantaranya adalah Ishaq bin Yusuf Azraq, Jarir bin ‘Abdi
Hamid Dabiyyi, Hafsh bin Ghiyats, Abu Usamah, Sa’id bin Muhammad al-Warraq. Kritik dari Ahmad bin Hanbal: Tsiqqah.29
Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa Fudhail bin
Ghazwan adalah seorang yang tsiqqah. Beliau dinyatakan bahwa telah
menerima hadis dari ‘Ali bin al-Husain dengan menggunakan simbol "’an". Jika dilihat dari tahun kelahiran dan meninggalnya mereka, dapat dikatakan bahwa Fudail bin Ghazwan adalah salah satu murid dari ‘Ali
bin Husain. Kemudian, diantara Fudail bin Ghazwan dan ‘Ali bin al-Husain dapat dikatakan bahwa sanadnya tersambung.
5. ‘Ali bin Husain
Nama lengkapnya adalah ‘Ali bin al-Husain bin Waqid al-Qurasyi,
Abu Hasan (Jaddihi Waqid Maula ‘Abdillah bin ‘Amir bin Kuraiz
28 Jamaluddin Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb…, hal. 356 29 Jamaluddin Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb…, hal. 117
80
Qurasyi) (130 H-212 H). Guru-gurunya diantaranya adalah Abihi Husain bin Waqid, Kharijah bin Mus’ab Khurasani, ‘Abdillah bin ‘Amr al-‘Umri, Abi Hamzah al-Sukri. Murid-muridnya diantaranya adalah Ahmad bin Sa’id al-Darimi, Abu ‘Abdullah Ahmad bin ‘Abdu al-Mu’min al-Marwazi, Ahmad bin Muhammad bin Shabawaih al-Khuza’i. Kritik dari Abu Khatim:
Da’if. Sedangkan dari An-Nasa’i: Laisa bihi Ba’s.30
Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa ‘Ali bin al-Husain adalah seseorang yang da’if. ‘Ali bin al-Husain pada hadis ini tidak tersambung dengan Nabi saw. Jadi, hadis tersebut tidak dapat dikatakan bahwa sanadnya tersambung.
Kajian Lughawi (Kebahasaan)
Didalam Kamus al-Munawwir, kata كحض mempunyai arti tertawa.31
Sedangkan tertawa didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan kata yang terdiri dari dua kosa kata, ter dan tawa. Ter mempunyai arti paling dan tawa mempunyai arti ungkapan rasa gembira, senang, geli, dan sebagainya dengan mengeluarkan suara yang pelan, sedang, maupun keras. Jadi tertawa dapat diartikan suatu kegiatan yang dihasilkan dari rasa gembira, senang, geli dan sebagainya dengan cara mengeluarkan suara dari mulut seorang yang
tertawa.32 Sedangkan kata ةرثك dalam hadis-hadis diatas dapat diartikan
banyak didalam kamus al-munawwir. Jadi, jika dianalisis secara mendalam, kata banyak dapat diartikan sebagai sesuatu yang mendekati berlebihan.
Menurut Herbert Spencer, seorang ahli psikolog mengatakan tertawa adalah klep pengaman dan Freud melihat tawa sebagai pelepasan untuk
mengeluarkan energi psikis atau jiwa manusia.33 Sedangkan As'adi
Muhammad dalam bukunya, Tertawalah Biar Sehat, mengartikan tertawa
30 Jamaluddin Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb…, hal. 252
31 A. W. Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya: Pustaka Progressif, 2002), edisi kedua, hal. 813
32 Depdikbud, Kamus Besar bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), hal. 1150 33 Mustamir Pedak, Metode supernol Menaklukkan Stres, (Jakarta: PT. Mizan Publika, 2009), edisi I, hal. 234
81
menjadi beberapa macam bagian yaitu tertawa tanpa suara dan hanya melebarkan bibir disebut tersenyum, tertawa dengan suara keras dinamakan tertawa terbahak-bahak, dan tertawa dengan suara keras dan sampai
memegangi perut dinamakan terpingkal-pingkal atau terkekeh-kekeh.34
Berbeda lagi dengan kata tertawa dalam kamus Oxford, kata tertawa merupakan arti dari kata laugh yang diserap dari kaliamat ˝Laugh makes sounds and a movement of the face and the body that express amusement or happiness. And sometimes, laugh also contempt or anxiety as usually. Dari kalimat tersebut dapat dikatakan bahwa tertawa itu menghasilkan suara dan gerakan pada wajah dan tubuh. Tujuannya, tidak hanya untuk menghibur tetapi juga dapat untuk menghina dan menjadi tanda suatu kegelisahan atau grogi.35
Dampak tertawa secara berlebihan
Tersenyum adalah anjuran dari islam, bahkan tersenyum merupakan suatu hal yang dapat dihitung sebagai ibadah dan sedekah. Tersenyum berbeda dengan tertawa, berbeda pula dengan tertawa secara berlebihan atau tertawa terbahak-bahak. Tersenyum adalah sebuah ibadah, akan tetapi tertawa berlebihan justru mempunyai dampak yang buruk. Pada faktanya, tertawa secara berlebihan hanya akan menimbulkan bahaya tanpa disadari, diantaranya:
Pertama, tertawa berlebihan dapat mengakibatkan matinya hati seseorang. Kedua, Hilangnya cahaya pada wajah. Ketiga, Terkesan tidak dapat diajak serius. Keempat, dapat membuat seseorang selalu berpikir apatis. Kelima, Banyak melupakan akherat. Keenam, tertawa secara berlebihan termasuk melanggar adab yang telah ditetapkan dalam agama Islam. Ketujuh, dapat merusak pertemanan atau persaudaraan dengan orang lain. Kedelapan,
34 As'adi Muhammad, Tertawalah Biar Sehat!, (Yogyakarta: Diva Press, 2011), hal. 8 35 Oxford University, Oxford Advenced Leaner's Dictionary, (Oxford: Oxford University Press, 2011), hal. 8
82
tertawa secara berlebihan hanya menimbulkan suara gaduh. Kesembilan, tertawa berlebihan hanya akan mengganggu kenyamanan orang lain.
Kesepuluh, menjadikan hormon pada tubuh tidak seimbang.36
Adab tertawa yang baik
Sebagai agama yang sempuna, agama Islam selalu memberikan ajaran, ketentuan dan tata cara tersendiri dalam segala hal. Semua tingkah laku dan perbuatan sekecil apapun yang dilakukan oleh kaum muslimin pasti ada aturan dan adabnya. Dimulai dari mandi, tidur, berbicara, tertawa, dan lainnya. Hal-hal tersebut semata-mata tidak hanya dalam Hal-hal larangan, tetapi selalu ada hikmah dan manfaat bagi yang menjalankan aturan-aturan tersebut. Berikut ini beberapa adab tertawa:
1. Tidak tertawa sampai terkekeh-kekeh
2. Tidak tertawa dengan suara yang sangat keras
3. Tidak tertawa ketika sedang makan dan minum
4. Tidak tertawa ketika sedang dihadapan orang sakit
5. Tidak meniru gaya tertawa orang jail
6. Tidak menertawai orang lain
7. Tidak menertawai orang tua
8. Tidak tertawa dengan gelak tawa yang tidak menyenangkan. 37
D. Analisa Hadis Larangan Tertawa Sebagai Hukum Islam di Desa Besito-Kudus
Hadis Nabi saw sebagai sumber hukum Islam yang kedua setelah Al-Quran merupakan penafsiran dari praktek-praktek penerapan ajaran-ajaran Islam secara fakta dan ideal. Kaum muslim dan muslimah diwajibkan mengikuti dan menerapkan ajaran yang telah dikandung didalam hadis.
36 Riyan Hidayat, Islam On The Spot Jilid III, (Jakarta: Gramedia, 2020), hal. 15
37 Abdul Majid S, Tertawa yang Disukai Tertawa yang Dibenci Allah, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), hal. 20
83
Beberapa kajian yang terdapat di dalam hadis pada dasarnya memiliki tujuan agar mampu mendudukkan pemahaman terhadap hadis pada tempat yang proporsional, kapan hadis tersebut dapat dipahami secara kontekstual, tekstual, universal, maupun situasional.
Kedudukan hadis juga dapat dikatakan sebagai sumber yang otoritatif, sumber yang telah diterima di berbagai kalangan: sunni, syi'ah dan aliran Islam
lainnya.38 Oleh karena itu, segala sesuatu yang berkaitan dengan perkataan,
perbuatan, dan ketetapan Nabi dijadikannya sebagai pedoman dan panutan oleh seluruh umat Islam dalam kehidupan sehari-hari yang akan menjadi
jaminan teologis.39
Mengenai pembahasan dalam penelitian ini, tertawa memang dilarang didalam kajian keislaman karena hanya akan berdampak negatif bagi yang melakukannya. Larangan ini, dapat dikaitkan dengan beberapa ilmu-ilmu terkini: Psokologi, Neurologi, dan lain sebagainya. Selaras dengan itu, melalui Al-Manhiyyat karya Abu Abdullah Muhammad bin Ali bin Al-Husain berusaha menguraikan tentang pesan yang terkandung dalam larangan-larangan yang pernah dianjurkan oleh Rasulullah. Abu Abdullah menegaskan bahwa semua larangan yang diberlakukan oleh Rasulullah kepada umatnya
memiliki tujuan yang sangat positif dan dapat dibenarkan.40
Banyak masyarakat kalangan awam yang tidak mengetahui akan hal ini. Lebih-lebih masyarakat di desa Besito-Kudus, mereka minim akan pemahaman tentang hadis larangan tertawa beserta kualitasnya. Mereka hanya memahami bahwa tertawa hanya berdampak positif baginya. Mereka mengatakan bahwa tertawa merupakan suatu hal yang asyik sebagai pelepas penat. Masyarakatt di
38 M.M Azami, Studies in Hadith Methodologi and Literature (Indianapolis: American Trust Publication, 1997), hal. 5
39 Muhammad Arkoun, Rethinking Islam Comon Question Uncomon Answer, terj. Yudian Asmian dan Latiful huluq dengan judul ˝Rethinking Islam˝, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hal. 73
40
84
desa ini juga tidak banyak yang mengkaji secara mendalam akan hal ini walaupun telah banyak ulama-ulama desa yang menyebar. Akan tetapi, setelah mengetahui keberadaan hadis dengan beberapa kualitas hadis yang shahih dan
dla'if, banyak pula masayarakat di desa Besito-Kudus lebih memilih dan
condong terhadap hadis yang shahih sebagai yang digunakan hujjah dalam kehidupan sehari-hari. Mereka percaya bahwa apa yang telah ditetapkan dalam Islam merupakan sebaik-baiknya aturan.
Zaghlul an-Najjar membenarkan dalam pendapatnya, bahwa tertawa juga dapat berakibat fatal hingga matinya hati. Pendapat ini sesuai dengan makna hadis-hadis dalam penelitian ini. Beliau mengatakan, tertawa yang sampai matinya hati dapat dijelaskan secara fisik dan non-fisik manusia. Menurutnya, secara non-fisik hati dapat digunakan untuk mengukur apakah seseorang
memiliki hati nurani atau tidak.41 Abdul Majid S juga mengatakan banyaknya
tertawa dapat menyebabkan pikiran seseorang menyusut. Seseorang yang tertawa sampai berlebihan akan berakibat pada keengganan dalam berpikir
kritis, evaluatif, dan reflektif.42
E. Kesimpulan Dan Saran
Pandangan Masyarakat Desa Besito-Kudus terhadap Hadis larangan tertawa merupakan suatu hal yang baru. Menurut mereka, larangan tertawa dalam perspektif hadis benar adanya setelah mereka mengetahui tentang kualitas hadis dan dampaknya dari aspek keislaman. Tidak ada salahnya jika mereka membenarkan dan menerapkan dalam kesehariannya karena larangan tersebut telah termaktub dalam hadis Nabi sebagai sumber hukum Islam setelah Al-Qur'an.
41 Zaghlul an-Najr, Sains dalam Hadis Mengungkap Fakta Ilmiah dari Kemukjizatan Hadis
Nabi, Terj. Zainal Abidin, dkk, (Jakarta: Amzah, 2011), hal. 147
85
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Muhibbin, Tertawa Ala Nabi Muhammad, (Semarang: Aneka Ilmu, 2009).
Al-Hajjaj, Jamaluddin Abi Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb al-Kamal fi asma'i al-Rijal, (Beirut: Dar al-Fikr), juz 1.
Al-Hajjaj, Jamaluddin Abi Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb al-Kamal fi asma'i al-Rijal, (Beirut: Dar al-Fikr), juz 3.
Al-Hajjaj, Jamaluddin Abi Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb al-Kamal fi asma'i al-Rijal, (Beirut: Dar al-Fikr), juz 4.
Al-Hajjaj, Jamaluddin Abi Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb al-Kamal fi asma'i al-Rijal, (Beirut: Dar al-Fikr), juz 13.
Al-Hajjaj, Jamaluddin Abi Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb al-Kamal fi asma'i al-Rijal, (Beirut: Dar al-Fikr), juz 15.
Al-Hajjaj, Jamaluddin Abi Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb al-Kamal fi asma'i al-Rijal, (Beirut: Dar al-Fikr), juz 16.
Al-Hajjaj, Jamaluddin Abi Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb al-Kamal fi asma'i al-Rijal, (Beirut: Dar al-Fikr), juz 17.
Al-Hajjaj, Jamaluddin Abi Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb al-Kamal fi asma'i al-Rijal, (Beirut: Dar al-Fikr), juz 18.
Al-Hajjaj, Jamaluddin Abi Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb al-Kamal fi asma'i al-Rijal, (Beirut: Dar al-Fikr), juz 19.
Al-Hajjaj, Jamaluddin Abi Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb al-Kamal fi asma'i al-Rijal, (Beirut: Dar al-Fikr), juz 21.
Al-Hajjaj, Jamaluddin Abi Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb al-Kamal fi asma'i al-Rijal, (Beirut: Dar al-Fikr), juz 22.
Al-Qaththan, Syaikh Manna, Pengantar Studi Ilmu Al-Qran, (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2006).
Aplikasi Kutubut Tis'ah, Ad-darimi, Kitab Mukaddimah Bab Menjaga Ilmu no. Hadis 581.
86
Aplikasi Kutubut Tis'ah, Ad-Darimi, Kitab Mukaddimah, Bab menjaga ilmu no. Hadis 582.
Aplikasi Kutubut Tis'ah, Ibnu Majah, Kitab Zuhud Bab Wara dan Taqwa, no. Hadis 4207.
Arkoun, Muhammad, Rethinking Islam Comon Question Uncomon Answer, terj. Yudian Asmian dan huluq, Latiful dengan judul ˝Rethinking Islam˝, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996).
Ash-Shiddiqi, Prof. Dr. Teungku Muhammad Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu
Hadis, (Jakarta: Pustaka Rizki Putra).
'Azami, M.M, Studies in Hadith Methodologi and Literature (Indianapolis: American Trust Publication, 1997).
Darmansyah, Strategi Pembelajaran Menyenangkan Dengan Humor, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012).
Depdikbud, Kamus Besar bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1993).
Fikri, Hamdani Khoirul, ˝Fungsi Hadits Terhadap Al-Quran˝ 12 No.2, Tasamuh (Juni 2015).
https://republika.co.id/berita/p302d3313/larangan-yang-diberlakukan-memiliki-tujuan-positif-dan-benar diakses pada tanggal 03 April 2020,
Pukul 14.32.
Ismail, Dr. M. Syuhudi, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992).
Muhammad, As'adi, Tertawalah Biar Sehat!, (Yogyakarta: Diva Press, 2011). Munawwir , A. W., Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya:
Pustaka Progressif, 2002), edisi kedua.
Oxford University, Oxford Advenced Leaner's Dictionary, (Oxford: Oxford University Press, 2011).
Pedak, Mustamir, Metode supernol Menaklukkan Stres, (Jakarta: PT. Mizan Publika, 2009), edisi I.
87
Riyan Hidayat, Islam sOn The Spot Jilid III, (Jakarta: Gramedia, 2020).
S, Abdul Majid, Tertawa yang Disukai Tertawa yang Dibenci Allah, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004).
Zaghlul an-Najr, Sains dalam Hadis Mengungkap Fakta Ilmiah dari Kemukjizatan