• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. RewardInsentif

1. DefenisiReward

Menurut Simamora (2004)rewardadalah insentif yang mengaitkan bayaran atas dasar untuk meningkatkan produktivitas para karyawan guna mencapai keunggulan yang kompetitif. Menurut Danim dalam Nurmaliza (2010) dikatakan bahwa reward / penghargaan sering juga disebut upah adalah harapan setiap manusia bekerja, meskipun dapat saja berbeda pada setiap kelompok kerja diperusahaan atau di lembaga-lembaga sekolah.

Lebih lanjut dikatakan bahwa pemberian reward pada setiap orang harus disesuaikan dengan hak dan kewajibannya. Perlu ditekankan disini bahwa reward tidak hanya diukur dengan materi, akan tetapi juga dipengaruhi oleh interaksi antara manusia serta lingkungan organisasi, pada saat tertentu manusia terangsang dengan insentif ekonomi atau materi (material incentives) atau keuntungan-keuntungan ekonomi(economic rewards).

Sistem penghargaan finansial di rumah sakit merupakan suatu imbalan atau kompensasi yang diterima oleh pelaksana pelayanan atas jasa yang diberikan kepada pelanggan/konsumen/pasien dalam rangka observasi, diagnosis, pengobatan, konsultan, visite, tindakan medis, rehabilitasi medis atau pelayanan lain yang disebut dengan istilah jasa pelayanan (SKB Menkes dan Mendagri no 883/Menkes/SKB/1998 dan no.060.440-995). Sedangkan menurut Keputusan Menkes RI No.477/Menkes/SK/IV/2004, jasa pelayanan di rumah sakit adalah imbalan yang diterima oleh pelaksanaan pelayanan atas jasa yang diberikan kepada pasien dalam rangka observasi, diagnosis, pengobatan, konsultasi,visite, rehabilitasi medis dan atau pelayanan lainnya. Kompensasi/jasa pelayanan di rumah sakit menjadi hal penting mengingat sebagian besar tenaga kerja di rumah sakit adalah tenaga professional sehingga terdapat dua alasan yang membuat

(2)

kompensasi/gaji masih merupakan faktor penting dalam manajemen kinerja yaitu eksternal dan internal.

Faktor eksternal lain yang terkait adalah standarisasi pendapatan, yang biasanya ditetapkan oleh Labour Union atau perhimpunan profesi misalnya Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Dokter Indonesia (IDI) atau Ikatan Bidan Indonesia (IBI) yang menetapkan standar kompensasi bagi anggota profesinya, namun hal ini belum sepenuhnya terlaksana di Indonesia. Faktor-faktor internal yang mempengaruhi kompensasi imbal jasa pelayanan di rumah sakit antara lain adalah strategi rumah sakit ke depan, kultur kerja organisasi dan sistem pembagian kompensasi di dalam rumah sakit tersebut. Perbedaan kompensasi yang terlalu besar antara tenaga spesialis dengan dokter umum ataupun perawat dapat merusak kinerja sumber daya manusia. Kompensasi yang biasa dituntut oleh tenaga kesehatan di rumah sakit, termasuk perawat adalah memperhitungkan kegiatan pelayanan yang diberikan (Tahir, 2004).

Reward atau yang sering juga disebut sebagai penghargaan adalah sebagai bagian dari fungsi pengarahan dalam pelaksanaan fungsi manajemen memiliki unsur penting yang berkaitan dengan pengembangan kebijakan manajemen, struktur, dan praktik imbalan dalam organisasi didasarkan pada asumsi mengenai cara terbaik untuk memotivasi orang memberikan prestasi terbaiknya. Penghargaan adalah semua pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atau jasa yang diberikan kepada perusahaan (Hasibuan, 2010).

2. Jenis - JenisReward

Hasibuan (2010) mengatakan bahwa penghargaan dibedakan atas penghargaan langsung dan penghargaan tidak langsung. Penghargaan langsung berupa gaji, upah, dan upah insentif. Gaji adalah balas jasa yang dibayar secara periodik kepada karyawan tetap serta mempunyai jaminan yang pasti. Maksudnya, gaji akan tetap dibayarkan walaupun pekerja tersebut tidak masuk kerja. Upah adalah

(3)

balas jasa yang dibayarkan kepada karyawan harian dengan berpedoman atas perjanjian yang disepakati membayarnya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa upah insentif adalah upah tambahan balas jasa yang diberikan kepada karyawan tertentu yang pretasinya diatas prestasi standar. Penghargaan tidak langsung berupa benefit dan service yaitu penghargaan tambahan yang diberikan berdasarkan kebijaksanaan organisasi terhadap karyawannya dalam usaha untuk meningkatkan kesejahteraan mereka seperti tunjangan hari raya, uang pensiunan, pakaian dinas, dan darmawisata.

Menurut Sule dan Saefullah (2005) pengertian reward adalah semua hal yang disediakan organisasi untuk memenuhi satu atau lebih kebutuhan individual. Ada dua jenisrewardyaitu :

a. Extrinsic reward, yang memuaskan kebutuhan dasar (basic needs) untuk survival dan security, dan juga kebutuhan sosial dan pengakuan. Pemuasan ini diperoleh dari faktor-faktor yang ada di sekeliling para karyawan di sekitar pekerjaannya (job content), misalnya : upah (pay), pengawasan (supervisor behavior), co workers dan keadaan kerja (general working condition).

b. Intrinsic reward, yang memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi tingkatannya (higher level needs), misalnya untuk kebanggan (self esteem), penghargaan (achievement), serta pertumbuhan dan perkembangan (growth and development) yang dapat diperoleh (merupakan derivasi) dari faktor-faktor yang melekat (inheren) dalam pekerjaan karyawan itu, seperti : tantangan karyawan atau interest suatu pekerjaan yang diberikan, tingkatan keragaman/variasi dalam pekerjaan, adanya umpan balik, dan otoritas pengambilan keputusan dalam pekerjaan serta signifikansi makna pekerjaan bagi nilai - nilai organisasional.

Sebelum sistem kompensasi dijalankan maka lebih dahulu ketetapan strategi reward dijalankan, dimana merupakan rencana untuk penggabungan dua jenis reward (ekstrinsik dan intrinsik) oleh organisasi kepada anggotanya dengan

(4)

maksud untuk membuat organisasi tersebut lebih maju. Strategi reward dapat pula dipahami sebagiblue printdalam membuatrewardyang akan ditetapkan. Strategi kompensasi adalah bagian dari strategirewardyang merupakan rencana dalam melaksanakan sistem kompensasi, dimana dalam pelaksanaannya memiliki dua aspek kunci yaitu : aspek pertama adalah gabungan dari komponen-komponen kompensasi perusahaan, aspek kedua yaitu jumlah keseluruhan kompensasi yang disediakan untuk individu atau kelompok. Pilihan optimal kedua aspek ini sepenuhnya tergantung pada konteks organisasi serta strategi reward khususnya. Sementara itu menurut Wibowo (2010) dalam perkembangannya sistem kompensasi sendiri mempunyai 3 komponen pokok, yaitu :

a. Upah dasar (based-pay), merupakan komponen upah dasar (pondasi) bagi kebanyakan karyawan. Pada umumnya berdasarkan hitungan waktu, seperti jam, hari, minggu, bulan atau per tahun.

b. Upah berdasar kinerja (performance related-pay), berkaitan dengan monetary rewards. Basis atau ukuran yang digunakan dalam upah didasarkan pada ukuran kinerja individu, kelompok atau organisasi.

c. Upah tidak langsung (indirect pay) dikenal sebagai employee benefit atau keuntungan bagi karyawan. Jenis upah tidak langsung terdiri dari barang-barang jasa non-cash item atau services yang secara langsung memuaskan sejumlah kebutuhan spesifik karyawan, seperti jaminan keamanan pendapatan (income security) termasuk asuransi jiwa, perlindungan kesehatan(health protection)termasukmedical and dental plan dan pensiun (retirement income).

Kompensasi yang berarti penghargaan atau imbalan tidak hanya meliputi pemberian upah atau gaji sebagai akibat pengangkatannya menjadi tenaga kerja sebuah organisasi. Pembagian system penghargaan seperti yang dituliskan oleh Nawawi (2008) dan Simamora (2004) dibagi menjadi dua kategorik yaitu terdiri dari kompensasi langsung (direct compensation) dan kompensasi tidak langsung

(5)

(indirect compensation). Kompensasi finansial langsung terdiri dari bayaran (pay) dalam bentuk gaji, upah, bonus, insentif dan komisi. Kompensasi finansial tidak langsung yang disebut juga tunjangan, meliputi semua imbalan finansial yang tidak tercakup dalam kompenasi langsung. Kompensasi non finansial terdiri atas kepuasan yang diperoleh seorang dari pekerjaan itu sendiri, atau dari lingkungan psikologisnya atau fisik di mana orang tersebut bekerja.

Menurut Ivancevich et all reward dalam Nawawi (2008) penghargaan dibagi menjadi dua jenis yaitu : penghargaan ekstrinsik dan penghargaan intrinsik. Penghargaan ekstrinsik (ekstrinsic rewards) adalah suatu penghargaan yang datang dari luar diri orang tersebut yang terdiri atas penghargaan financial dan penghargaan non financial. Penghargaan finansial antara lain adalah gaji dan upah, tunjangan karyawan seperti dana pensiun dan bonus/insentif adalah tambahan-tambahan imbalan di atas atau di luar gaji/upah yang diberikan organisasi. Penghargaan non finansial antara lain penghargaan interpersonal dan promosi. Penghargaan intrinsik (intrinsic rewards) adalah suatu penghargaan yang diatur oleh diri sendiri antara lain penyelesaian (completion), pencapaian (achievement)dan otonomi (autonomy).

B. Insentif Perawat 1. Defenisi Insentif

Insentif adalah kompensasi yang mengaitkan gaji dengan produktivitas dengan tujuan untuk meningkatkan produktivitas kerja individu maupun kelompok. Insentif merupakan penghargaaan dalam bentuk uang yang diberikan kepada mereka yang dapat bekerja melampaui standar yang telah ditentukan. Fungsi utama dari insentif adalah untuk memberikan tanggung jawab dan dorongan kepada karyawan. Insentif menjamin bahwa karyawan akan mengarahkan usahanya untuk mencapai tujuan organisasi. Kompensasi insentif yang merupakan bagian dari sistem kompensasi finansial adalah program dengan bayaran yang dapat meningkatkan produktivitas.

(6)

Pemberian insentif terhadap kelompok dapat diberikan dengan cara seluruh anggota menerima pembayaran yang sama dengan yang diterima oleh mereka yang paling tinggi prestasi kerjanya, semua anggota kelompok menerima pembayaran yang sama dengan pembayaran yang diterima oleh karyawan yang paling rendah prestasinya dan semua anggota menerima pembayaran yang sama dengan rata-rata pembayaran yang diterima kelompok (Panggabean, 2004). Pemberian insentif jasa perawat merupakan bagian dari sistem remunerisasi atau manajemen imbalan di rumah sakit. Dalam manajemen imbalan tidak ada organisasi yang bebas dari ketidaksetujuan dan ketidakpuasan karyawan. Begitu pula dengan sistem imbalan bagi perawat di rumah sakit, tidak mungkin sistem insentif jasa yang digunakan dapat diterima dan mampu memuaskan semua perawat dalam rumah sakit tersebut. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Awan Sudibwo (2006) yang berjudul “Penyusunan Formula Pembagian Insentif Jasa Perawat Berdasarkan Performance Related Pay” menyatakan bahwa untuk meningkatkan kesejahteraan dan sekaligus memotivasi kerja perawat, maka Rumah Sakit Daerah (RSD) dr. Haryoto Lumajang memberikan kompensasi finansial langsung berupa gaji dan tunjangan insentif jasa pelayanan keperawatan yang dibagikan setiap bulan.

Jumlah insentif jasa keperawatan yang akan diterima tergantung dari banyaknya tindakan dan jenis tindakan keperawatan yang telah dilakukan selama satu bulan dikalikan tarif tiap tindakan berdasarkan kelas rawat inapnya dengan ketentuan 70% kembali ke rumah sakit sebagai jasa alat dan sarana, sedangkan 30% dibagikan keseluruh perawat sebagai kompensasi berupa insentif jasa perawat (SK. Bupati Lumajang No.17 Tahun 2006). Namun demikian, sistem pembagian insentif jasa perawat yang ada saat ini tampaknya masih belum mampu secara maksimal meningkatkan motivasi kerja perawat. Sistem pembagian insentif jasa perawat secara sama rata, masih belum bisa meningkatkan motivasi kerja perawat. Hal ini disebabkan karena insentif jasa yang diterima dianggap masih belum mampu memberikan imbalan sesuai dengan kinerja tiap perawat.

(7)

Subanegara dalam Mutia (2004) mengatakan bahwa pada umumnya rumah sakit pemerintah menetapkan 3 komponen imbalan yang dibayarkan kepada pegawai yaitu :basic salary, insentif dan bonus.Basic salary,merupakan imbalan gaji dan tunjangan yang dibayarkan rutin setiap bulan dengan sumber dana dari kas pemerintah, penghitungannya berdasarkan pangkat, jabatan, pendidikan, lama bekerja dan jumlah anggota keluarga. Insentif, biasanya diberikan setiap bulan dengan sumber dana dari operasional rumah sakit yang telah dianggarkan, dengan dasar penghitungannnya dari keterpaparan tugas, emergency, shift dan beban kerja. Pemberian insentif di rumah sakit didasarkan pada jumlah unit produksi yang dapat dihasilkan dalam satu kurun waktu tertentu oleh institusi rumah sakit. Jika Bed Occupancy Rate (BOR) melebihi jumlah yang telah ditetapkan, maka perawat menerima bonus atas kelebihan jumlah yang dihasilkan itu.

Sebuah sistem insentif biasanya akan memiliki kesempatan sukses yang lebih besar jika semua karyawan di dalam organisasi diberi kesempatan berpartisipasi. Jika beberapa karyawan dikucilkan, mereka mungkin akan menjadi iri dan benci kepada orang-orang yang memiliki kesempatan memperoleh bayaran insentif esktra, dan akibatnya akan kurang mau bekerja sama sampai maksimal. Program insentif yang dirancang dengan baik akan berjalan karena program tersebut didasarkan pada dua prinsip psikologis yang diterima dengan baik, yaitu: motivasi meningkat menyebabkan tingginya kinerja, dan pengakuan merupakan faktor utama dalam motivasi. Sayangnya banyak program insentif yang dirancang secara tidak tepat dan program tersebut akhirnya tersendat-sendat (Panggabean 2004).

2. Tujuan Insentif

Insentif menghubungkan penghargaan dan kinerja dengan memberikan imbalan kinerja tidak berdasarkan senioritas atau jam bekerja. Meskipun insentif diberikan kepada kelompok, mereka sering menghargai perilaku individu. Program insentif dirancang untuk meningkatkan motivasi kerja pekerja. Program

(8)

insentif dapat berupa insentif perorangan, insentif untuk seluruh perusahaan, dan program tunjangan (Wibowo 2012).

Secara lebih spesifik tujuan pemberian Insentif dapat dibedakan dua golongan yaitu bagi perusahaan dan bagi karyawan. Tujuan dari pelaksanaan insentif dalam perusahaan khususnya dalam kegiatan produksi adalah untuk meningkatkan produktivitas kerja karyawan dengan jalan mendorong/merangsang agar karyawan bekerja lebih bersemangat dan cepat, bekerja lebih disiplin dan bekerja lebih kreatif. Dengan adanya pemberian insentif karyawan akan mendapat keuntungan yaitu standar prestasi dapat diukur secara kuantitatif, standar prestasi dapat digunakan sebagai dasar pemberian balas jasa yang diukur dalam bentuk uang, karyawan harus lebih giat agar dapat menerima uang lebih besar (Hadiyanto 2012).

Menurut Heidjrahman Ranupandojo dan Suad Husnan dalam Suwatno dan Juni (2011), sifat dasar pengupahan agar proses pemberian insentif berhasil adalah pembayaran hendaknya sederhana sehingga dapat dimengerti dan dihitung oleh karyawan itu sendiri, penghasilan yang diterima karyawan seharusnya langsung menaikkan output, pembayaran dilakukan secepat mungkin, standar kerja ditentukan dengan hati-hati dan besarnya upah normal dengan standar jam kerja hendaknya cukup merangsang pekerja untuk bekerja lebih giat. Program insentif membayar individu atau kelompok atas apa yang secara persis dihasilkannya, diberikan sewaktu-waktu dan bersifat tidak tetap. Tujuan dasar dari semua program insentif adalah untuk meningkatkan produktivitas para karyawan guna mencapai keunggulan kompetitif, karena insentif sebagai bagian dari keuntungan, maka biasanya akan diberikan pada karyawan yang bekerja secara baik atau berprestasi.

(9)

3. Bentuk, Ukuran dan Cakupan Insentif

Manullang dalam Suwatno dan Juni (2011) menyatakan bahwa pada dasarnya dalam pemberian insentif dapat dibagi menjadi 2 bentuk, yaitu dalam bentuk finansial dan dalam bentuk non finansial. Insentif finansial merupakan insentif yang diberikan dalam bentuk uang berupa bonus, komisi, pembagian laba (profit sharing) dan kompensasi yang ditangguhkan (deffes compensation) serta dalam bentuk jaminan sosial berupa pemberian rumah dinas, tunjangan lembur, tunjangan kesehatan dan tunjangan lainnya. Sementara itu insentif non finansial terdapat 2 elemen utama yaitu : 1) keadaan pekerjaan yang memuaskan yang meliputi tempat kerja, jam kerja, tugas dan rekan kerja, 2) Sikap pimpinan terhadap keinginan masing-masing karyawan seperti jaminan pekerjaan, promosi, keluhan-keluhan, hiburan-hiburan dan hubungan dengan atasan.

Werther dan Davis dalam Wibowo (2012) menunjukkan adanya beberapa bentuk dalam insentif, yaitu sebagai berikut :

a. Piecework merupakan pembayaran diukur menurut banyaknya unit atau satuan barang atau jasa yang dihasilkan.

b. Production bonuses merupakan penghargaan yang diberikan atas prestasi yang melebihi target yang ditetapkan.

c. Commisions merupakan persentase harga jual atau jumlah tetap atas barang yang dijual.

d. Maturity curves merupakan pembayaran berdasarkan kinerja yang dirangking menjadi :marginal, below average, average, good, outstanding. e. Merit raises merupakan pembayaran kenaikan upah diberikan setelah

evaluasi kinerja.

f. Pay-for-knowlodge/pay-for-skills merupakan insentif karena kemampuan menumbuhkan inovasi.

g. Non-monetary incentives,merupakan insentif diberikan dalam bentuk plakat, sertifikat, liburan dan lain-lain.

h. Executive incentives, diberikan karena penempatan seseorang untuk penempatan di luar negeri.

(10)

Sementara itu, ukuran yang dapat dipergunakan untuk memberikan insentif dapat beragam.

a. Ukuran insentif terhadap jumlah keluaran dilakukan dengan menggunakan pembayaran berdasarpiece rateatau komisi penjualan.

b. Ukuran terhadap kualitas keluaran dilakukan dengan menggunakan pembayaran berdasar piece rate hanya untuk yang mencapai standar, atau komisi hanya diberikan untuk penjualan tanpa piutang ragu-ragu.

c. Ukuran insentif atas keberhasilan mencapai tujuan diberikan dalam bentuk bonus untuk penjualan yang mencapai jumlah tertentu dalam waktu tertentu yang ditentukan sebelumnya.

d. Ukuran insentif atas jumlah keuntungan diberikan dalam bentuk profit sharing. Profit sharing merupakan bagian dari keuntungan ekonomi yang dihasilkan bisnis secara keseluruhan yang diberikan kepada pekerja. Keuntungan yang dibagikan secara internal ini mungkin membagi secara adil menurut norma keadilan atau kesamaan.Profit sharingmerupakan suatu sistem yang membagikan kepada pekerja sebagian keuntungan bisnis, baik diberikan dengan segera dalam bentuk bonus tunai, atau pemberiannya ditunda sampai waktu tertentu dalam bentuk saham yang dimiliki pekerja (Wibowo, 2012).

e. Ukuran insentif atas jumlah keuntungan diberikan dalam bentuk gain sharing. Gain sharing adalah bonus yang dikaitkan dengan kenaikan produktivitas yang dapat diukur. Gain sharing menyangkut pengukuran produktivitas dikombinasikan dengan kalkulasi bonus yang dirancang untuk menawarkan pekerja pembagian bersama setiap kenaikan total produktivitas organisasi. Gain sharing merupakan kelompok rencana insentif berdasar formula dimana pekerja berbagi dalam keuntungan keuangan organisasi dari kinerja yang diperbaiki.

f. Ukuran insentif atas keterampilan pekerja diberikan dalam bentuk skill-based pay.

(11)

Insentif yang menghubungkan pembayaran dengan kinerja mempunyai keuntungan dan kerugiannya. Keuntungannya adalah memperkuat kepercayaan, menciptakan persepsi keadilan, memperkuat perilaku yang diinginkan dan mengusahakan dasar yang objektif untuk memberikan penghargaan. Insentif akan meningkatkan kepercayaan pekerja bahwa reward akan mengikuti kinerja tinggi. Sementara itu, kerugiannya adalah meningkatnya biaya, kompleksitas sistem, pembayaran menjadi bervariasi, kemungkinan penolakan dari organisasi pekerja, diterima terlambat, kekakuan sistem dan keterbatasan kinerja. Dengan membawa konsekuensi baik positif maupun negatif (Gibson, Ivancevich, dan Donanally, dalam Wibowo, 2012).

Lebih lanjut dijelaskan bahwa pada dasarnya, setiap pekerja yang telah memberikan kinerja terbaiknya mengharapakan imbalan disamping gaji atau upah sebagai tambahan berupa insentif atas prestasi yang telah diberikannya. Dengan demikian, apabila organisasi dapat memberikannya, akan meningkatkan motivasi, partisipasi dan membangun saling pengertian dan saling mempercayai antara pekerja dan atasan (Wibowo 2007).

Menurut cakupannya, insentif dapat diberikan pada individu atau diperlakukan pada seluruh organisasi.

a. Individual Incentives merupakan insentif yang diberikan secara perorangan atas prestasi kerjanya dan dapat berupa sistem insentif berikut ini :

1) Bonus adalah insentif kinerja individual dalam bentuk pembayaran khusus diatas gaji pekerja.

2) Merit salary system merupakan program insentif berkaitan dengan kompensasi terhadap kinerja dalam bidang pekerjaan yang bukan penjualan.

3) Pay for performance atau variable pay merupakan insentif individual yang memberikan penghargaan kepada individual yang memberikan penghargaan kepada manajer, terutama atas hasil yang produktif.

(12)

b. Companywide incentives merupakan insentif yang dapat berlaku untuk semua pekerja dalam organisasi dan dapat berupa sistem berikut ini :

1) Profit-sharing plan merupakan program insentif yang memberi pekerja keuntungan perusahaan di atas tingkat tertentu

2) Gain-sharing plan adalah program insentif untuk membagikan bonus kepada pekerja yang kinerjanya dapat memperbaiki produktivitas

3) Pay for knowledge plan merupakan program insnetif untuk mendorong pekerja untuk belajar keterampilan baru atau menjadi cakap di pekerjaan berbeda.

C. Motivasi Kerja 1. Defenisi Motivasi

Istilah motivasi (motivation) berasal dari bahasa latin, yakni movereyang berarti “menggerakkan” (to move). Ada macam-macam rumusan untuk istilah motivasi, seperti “motivasi mewakili proses-proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya, diarahkannya, dan terjadinya persistensi kegiatan-kegiatan sukarela (volunter) yang diarahkan ke arah tujuan tertentu” (Micthel, dalam Winardi,J 2002). Para manajer perlu memahami proses-proses psikologikal, apabila mereka berkeinginan untuk membina karyawan mereka secara berhasil, dalam upaya pencapaian sasaran-sasaran keorganisasian. Rumusan lain tentang motivasi diberikan oleh Stephen P.Robbins dan Mary Coulter dalam karya mereka yang berjudul management merumuskan motivasi karyawan (employee motivation) sebagai “ketersediaan untuk melaksanakan upaya tinggi untuk mencapai tujuan-tujuan keorganisasian, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya untuk memenuhi kebutuhan individual tertentu’’(Robbins, dkk., dalam Winardi,J 2002).

Rumusan tersebut menanggapi perbincangan yang berlangsung dalam riset motivasional, tentang mengapa kiranya seseorang dapat bersikap antusias dan persisten, dalam hal melaksanakan tugas. Perlu diingatkan bahwa defenisi yang disajikan mengaitkan motivasi dengan upaya kerja bukan dengan kinerja atau

(13)

performa kerja. Seseorang yang sangat termotivasi, yaitu orang yang melaksanakan upaya substansial guna menunjang tujuan-tujuan produksi kesatuan kerjanya dan organisasi dimana ia bekerja. Seseorang yang tidak termotivasi hanya memberikan upaya minimum dalam hal bekerja. Konsep motivasi merupakan sebuah konsep penting dalam studi tentang kinerja kerja individual. Dengan kata lain, motivasi merupakan sebuah determinan penting bagi kinerja individual (Winardi,J 2002).

Robbins dan Judge dalam Winardi (2002) mendefinisikan motivasi sebagai suatu proses yang menjelaskan intensitas, arah dan ketekunan individu untuk mencapai tujuannya. Pernyataan serupa dinyatakan oleh Siagian dalam Winardi (2002) bahwa motivasi adalah daya dorong bagi seseorang untuk memberikan kontribusi yang sebesar mungkin demi keberhasilan organisasi mencapai tujuannya, dimana hal ini dapat terjadi jika tujuan pribadi anggota organisasi juga tercapai. Lebih lanjut dijelaskan bahwa motivasi merupakan suatu kerelaan untuk berusaha seoptimal mungkin dalam pencapaian tujuan organisasi yang dipengaruhi oleh kemampuan usaha untuk memuaskan kebutuhan pribadi. Pengertian motivasi yang dikemukakan oleh Nursalam (2007) adalah karakteristik psikologis manusia yang memberi kontribusi pada tingkat komitmen seseorang. Hal ini termasuk faktor-faktor yang menyebabkan, menyalurkan dan mempertahankan tingkah laku manusia dalam arah tekad tertentu. Sedangkan menurut Purwanto yang dikutip oleh Nursalam (2007) motivasi adalah segala sesuatu yang mendorong sesorang untuk melakukan sesuatu. Dari berbagai macam defenisi motivasi, menurut Standford yang dikutip oleh Nursalam (2007), ada tiga hal penting dalam pengertian motivasi yaitu hubungan anatar kebutuhan, dorongan dan tujuan. Kebutuhan muncul karena adanya sesuatu yang kurang dirasakan oleh seseorang, baik fisiologis maupun psikologis. Dorongan merupakan arahan untuk memenuhi kebutuhan sedangkan tujuan adalah akhir dari suatu siklus motivasi.

(14)

Motivasi dapat juga didefinisikan sebagai kesiapan khusus seseorang untuk melakukan atau melanjutkan serangkaian aktifitas yang ditujukan untuk mencapai beberapa sasaran yang telah ditetapkan. Secara sederhana urgensi motivasi adalah menciptakan semangat dan gairah kerja sehingga produktivitas kerja meningkat, jadi motivasi adalah sesuatu yang pokok yang menjadi dorongan seseorang untuk bekerja (Ishak Arep dan Tanjung Hendri, 2003). Gilmer yang dikutip oleh Nursalam (2007), berpendapat bahwa bekerja itu merupakan proses fisik dan mental manusia dalam mencapai tujuannya. Akan halnya motivasi kerja adalah sesuatu yang berasal dari internal individu yang menimbulkan dorongan atau semangat untuk bekerja keras dan motivasi kerja juga suatu kondisi yang berpengaruh untuk membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkunga kerja.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut diatas dapat di simpulkan bahwa, motivasi merupakan faktor pendorong, semua tingkah laku memiliki motivasi. Motivasi merupakan interaksi sesorang dengan situasi tertentu yang dihadapinya dan memberikan dorongan penggerak melalui suatu proses untuk mencapai tujuan tertentu yang diinginkan atau menjauhi situasi yang tidak menyenangkan. Motivasi pula yang mengarahkan seseorang melakukan sesuatu dengan tekun baik atas keinginan sendiri (motivasi intrinsik) atau karena ada faktor pendorong dari luar diri orang tersebut (motivasi ekstrinsik).

2. Tujuan Motivasi

Tujuan-tujuan berada diluar seorang individu, kadang-kadang dinyatakan sebagai imbalan-imbalan yang diharapkan ke arah mana motif-motif diarahkan. Tujuan-tujuan tersebut seringkali dinamakan “insentif-insentif” oleh para ahli psikologi. Tetapi menurut Paul Hersey dan Ken Blanchard, sebaiknya jangan menggunakan istilah tersebut dalam konteks yang dikemukakan, mengingat bahwa banyak orang di dalam masyarakat cenderung menyamakan insentif-insentif dengan imbalan-imbalan finansial yang berwujud seperti gaji/upah yang meningkat, sedangkan banyak di antara kita menyetujui pandangan, bahwa

(15)

terdapat banyak imbalan yang tidak berwujud, seperti pujian-pujian atau kekuasaan yang sama pentingnya dalam hal merangsang timbulnya perilaku (Hersey, dalam Winardi.J 2011).

Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan dan kemauannya untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil dan atau mencapai tujuan tertentu. Bagi seorang perawat, tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan atau memacu individu, kelompok, dan masyarakat agar timbul keinginan dan kemauannya untuk dapat berperilaku hidup bersih dan sehat, sehingga tercapai tujuan yang diharapkan dalam upaya meningkatkan peran, fungsi, dan kemampuan individu dalam membuat keputusan untuk memelihara kesehatan.

Setiap tindakan motivasi mempunyai tujuan, makin jelas tujuan yang diharapkan atau yang akan dicapai, maka semakin jelas pula bagaimana tindakan memotivasi itu dilakukan. Tindakan memotivasi akan lebih berhasil apabila tujuan jelas dan didasari oleh yang di motivasi. Oleh karena itu setiap orang yang akan memberikan motivasi harus mengenal dan memahami benar-benar latar belakang kehidupan, kebutuhan serta keribadian orang yang akan dimotivasi.

3. Teori Herzberg (Herzberg’s Two Factors Motivatation Theory)

Herzberg’s Two Factors Motivation Theory sering disebut Teori Motivasi Dua Faktor atau Teori Motivasi Kesehatan atau Faktor Higienis. Menurut teori ini motivasi yang ideal yang dapat merangsang usaha adalah “peluang untuk melaksanakan tugas yang lebih membutuhkan keahlian dan peluang untuk mengembangkan kemampuan”. Herzberg berdasarkan hasil penelitiannya menyatakan ada tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam memotivasi bawahan yaitu :

(16)

a. Hal-hal yang mendorong karyawan adalah “pekerjaan yang menantang yang mencakup perasaan untuk berprestasi, bertanggungjawab, kemajuan dapat menikmati pekerjaan itu sendiri dan adanya pengkuan atas semuanya itu’’. b. Hal-hal yang mengecewakan karyawan adalah terutama faktor yang bersifat

embel-embel saja pada pekerjaan, peraturan pekerjaan, penerangan, istirahat, sebutan jabatan, hak, gaji, tunjangan dan lain-lainnya.

c. Karyawan kecewa, jika peluang untuk berprestasi terbatas. Mereka akan menjadi sensitif pada lingkunganya serta mulai mencari-cari kesalahan. Herzberg menyatakan bahwa orang dalam melaksanakan pekerjannya dipengaruhi oleh dua faktor yang merupakan kebutuhan, yaitu maintenance factorsdanmotivation factors.

1. Maintenance Factors

Maintenance Factors adalah faktor-faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh ketentraman badaniah. Faktor-faktor pemeliharaan ini meliputi hal-hal gaji, kondisi kerja fisik, kepastian pekerjaan, supervisi yang menyenangkan, mobil dinas, rumah dinas dan macam-macam tunjangan lainnya. Menurut Herzberg, maintenance factors bukan alat motivator sedangkan menurut Maslow merupakan alat motivator bagi karyawan.

2. Motivation Factors

Faktor motivator adalah motivator yang menyangkut kebutuhan psikologis seseorang yaitu perasaan sempurna dalam melakukan pekerjaan. Faktor motivasi ini berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang secara langsung berkaitan dengan pekerjaan, misalnya kursi yang empuk, ruangan yang nyaman, penempatan yang tepat dan lain sebagainya.

Dari teori ini timbul pemahaman bahwa dalam perencanaan pekerjaan harus diusahakan agar kedua faktor ini dapat dipenuhi. Pada kenyataannya banyak pemenuhan kebutuhan tidak terpenuhi secara merata, hal ini dapat dipahami

(17)

karena setiap kebutuhan mempunyai pengaruh yang saling terkait. Hal tersebut merupakan suatu tantangan bagaimana suatu pekerjaan direncanakan, sehingga dapat menstimulasi dan menantang si pekerja serta menyediakan kesempatan baginya untuk maju (Hasibuan 2010).

Frederick Herzberg mengembangkan Two-Factor Theory berdasarkan pada “motivators’’ dan ‘’hygiene factors’’. Hygiene factors merupakan kebutuhan dasar manusia, tidak bersifat memotivasi, tetapi kegagalan mendapatkannya menyebabkan ketidakpuasan. Sebagai hygiene factors adalah (a) salary and benefits (gaji dan tunjangan), (b) company policy (kebijakan organisasi), (d) status (kedudukan), (e) job security (keamanan kerja), (f) supervisor and autonomy(pengawasan dan otonomi), (g) office life (kehidupan di tempat kerja), dan (h) person life (kehidupan pribadi. Sedangkan motivators adalah yang sebenarnya mendorong orang untuk mendapatkan kebutuhannya. Inilah yang harus dilakukan manajer untuk memelihara tenaga kerja yang puas. Seberapa banyak orang menikmati prestasi tergantung pada pengakuannya. Kemudian kemampuan untuk mencapai prestasi terletak pada pekerjaan yang menyenangkan, maka semakin banyak individual dapat merasakan kepuasan atas kemajuan. Sebagai motivators adalah (a) achievement (prestasi), (b) recognition (pengakuan), (c) job interest (minat pada pekerjaan, (d) responsibility (tanggung jawab), dan (d) advancement (kemajuan) (Wibowo, 2012) .

Menurut Herzberg, ada dua jenis faktor yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua faktor itu disebutnya faktor higine/ faktor ekstrinsik dan faktor motivator/ faktor intrinsik (Suarli dan Yanyan, 2002; Hasibuan, 2010). Faktor higene, atau ketidakpuasan (dissatisfaction), faktor ini menyangkut kebutuhan “pemeliharaan” (maintenance) yang berhubungan dengan hakikat dari keinginan manusia untuk memperoleh kesehatan, termasuk juga gaji, keselamatan kerja, kondisi pekerjaan, status, prosedur di institusi, kualitas supervise dan hubungan

(18)

interpersonal. Hilangnya faktor-faktor ini akan menimbulkan ketidakpuasan bekerja (dissatisfaction). Faktor-faktor ini berasal dari luar individu (faktor ekstrinsik).

Faktor kepuasan (satifier) atau faktor motivator, berbeda dengan faktor hygiene faktor ini menyangkut kebutuhan “pemeliharaan” (maintenance) kebutuhan psikologis seseorang (Hasibuan, 2010). Faktor kepuasan (satifier) termasuk didalamnya adalah pencapaian, pengenalan, penghargaan/pengakuan, kemajuan tingkat kehidupan, tangung jawab baik pada diri sendiri maupun kepada Tuhan dan pekerjaan itu sendiri. Faktor-faktor ini berasal dari dalam diri individu tersebut (faktor intrinsik). Faktor kepuasan ini berkaitan langsung dengan sifat-sifat dari suatu pekerjaan yang dimiliki oleh tenaga kerja yang isinya meliputi : prestasi, upaya dari pekerjaan atau karyawan sebagai aset jangka panjang dalam menghasilkan sesuatu yang positif di dalam pekerjaannya, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, pengembangan potensi individu.

Motivasi ini memenuhi kebutuhan fisiologis dan psikologis. Ketidakpuasan dan kepuasan dalam bekerja merupakan hal yang terpisah. Kondisi pekerjaan bersifat ekstrinsik yang baik akan menghilangkan ketidakpuasan, tetapi tidak sampai menimbulkan kepuasan. Faktor-faktor ini disebut higene, sedangkan kondisi intrinsik pekerjaan yang bagus akan memunculkan kepuasan dan bisa menjadi motivasi dalam bekerja sehingga disebut faktor pemuas atau faktor motivator. Kesimpulan dari teori ini adalah bahwa setiap orang memiliki motivasi/ pendorong yang berasal dari dalam (motivasi intrinsik) dan dari luar dirinya (motivasi ektrinsik).

(19)

D. Kerangka Konsep

Skema 2.1

Kerangka konsep penelitian yang di gambarkan dalam skema berikut ini :

E. Hipotesis

Ha : Ada hubungan yang signifikan antara Pemberian Reward Insentif dengan Motivasi Kerja Perawat di Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan tahun 2014.

RewardInsentif Motivasi Kerja Perawat

1. Stres Kerja Perawat 3. Pengetahuan Perawat 4. Beban Kerja Perawat

Referensi

Dokumen terkait

From a series of research methodology, analysis and discussion design of a system that has been done then it can be drawn the conclusion, has produced an application

available in regular soil survey reports the use of these properties for defining and mapping ESAs requires the definition of distinct classes with respect to

Selanjutnya berdasarkan hasil observasi awal yang telah dilakukan, menunjukkan sebagian guru sudah ada yang menempuh pendidikan ke jenjang magister (S2). Hal ini

Selanjutnya untuk kelas XI PM 2, hasil penelitian yang diperoleh dari wawancara yang dilakukan pada tanggal 23 Mei 2017 pada aspek pengetahuan yaitu pertanyaan

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Peran Lembaga Swadaya Masyarakat dalam Program Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat dalam Konteks Pembangunan Daerah: Kasus Mitra

mengoptimalkan hal tersebut, pemerintah Jateng dapat mengawinkan tren pariwisata syari’ah dengan basis pariwisata religi.. Namun realitasnya, walaupun kuantitas okupasi

(2) strategi pembelajaran masih sangat terbatas digunakan dalam proses belajar mengajar di kelas; (3) siswa kurang memahami hubungan antara konsep yang dipelajari

Apakah ekspresi RAGE bebas dan kadar testosteron pada kultur sel Leydig yang diinduksi AGE dan diinkubasi dengan gamma mangostin lebih tinggi dibanding