• Tidak ada hasil yang ditemukan

LP Apendisitis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LP Apendisitis"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN APENDISITIS DI BANGSAL DAHLIA RSUD BANYUMAS

Tugas Mandiri

Stase Praktek Keperawatan Medikal Bedah

Disusun oleh :

ANISA DIAH NASTITI 09/282917/KU/13352

PROGRAM PROFESI

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA

(2)

APENDISITIS A. DEFINISI

Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Apendiks adalah bagian ujung dari usus yang kecil dan panjangnya sekitar 10 cm (4inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif, dan lumennya kecil, apendiks cenderung menjadi tersumbat dan rentan terhadap infeksi yang disebut dengan apendisitis. Apendisitis menyebabkan inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari rongga abdomen sehingga memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya.

Gambar 1. Posisi anatomi apendiks B. KLASIFIKASI

Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi 2 yaitu:

a. Apendisitis akut ditandai dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsangan peritoneum lokal. Gejala apendisitis akul adalah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium di

(3)

sekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai dengan mual dan kadang muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke titik McBurney. Pada titik tersebut nyeri akan dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya.

b. Apendisitis kronik yang ditandai dengan adanya riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara makroskopis maupun mikroskopis. Kriteria mikroskopis apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus di mukosa, dan adanya sel inflamasi kronik. C. ETIOLOGI

Terjadinya apendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun terdapat banyak sekali faktor pencetus terjadinya penyakit ini. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang menjadi penyebab selain hiperplasia jaringan limfa, fekalit, tumor apendiks dan cacing askaris yang dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.histolytica. penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semua ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut.

D. PATOFISIOLOGI

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut lokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.

(4)

Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah apendikshingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan pada apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, kerena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, maka dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang sehingga memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.

E. MANIFESTASI KLINIS

Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari : Mual, muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai diperut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah. Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian bawah. Jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,8-38,8 °C. Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok.

F. PEMERIKSAAN FISIK a. Inspeksi

Pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi abdomen.

(5)

b. Palpasi

Pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri. Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. nyeri tekan perut kanan bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah, ini disebut tanda Rovsing (Rovsing sign). Dan apabila tekanan pada perut kiri dilepas makajuga akan terasa sakit di perut kanan bawah, ini disebut tanda Blumberg (Blumberg sign).

c. Pemeriksaan colok dubur

Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis untuk menentukkan letak apendiks apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang meradang di daerah pelvis.

d. Uji psoas dan uji obturator

Pemeriksaan ini dilakukan juga untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas mayor lewat hiperekstensi sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang menempel pada m.psoas mayor,maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan andorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis pelvika (Akhyar Yayan, 2008 ).

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium darah, yang dapat ditemukan adalah kenaikan sel darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000-18.000/mm3. Jika terjadi peningkatan yang lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks sudah mengalam perforasi (pecah).

b. Pemeriksaan Radiologi

Foto polos abdomen dpat memperlihatkan adanya fekalit. Namun pemeriksaan ini jarang membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis. Ultrasonografi (USG) cukup membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis (71-97%),

(6)

terutama untuk wanita hamil dan anak-anak. Tingkat keakuratan yang paling tinggi adalah dengan pemeriksaan CT scan (93-98%). Dengan dilakukan CT scan dapat terlihat jelas gambaran apendiks.

H. PENANGANAN

Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan serta pasien diminta untuk membatasi aktivitas fisik sampai pembedahan dilakukan. Analgetik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum umum atau spinal, secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif. Bila apendiktomi terbuka, insisi Mc.Burney banyak dipilih oleh para ahli bedah. Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan observasi dulu. Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi bisa dilakukan bila dalam observasi masih terdapat keraguan. Bila terdapat laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostik pada kasus meragukan dapat segera menentukan akan dilakukan operasi atau tidak.

I. KOMPLIKASI

Komplikasi yang paling sering adalah perforasi apendisitis. Perforasi usus buntu dapat mengakibatkan periappendiceal abses (pengumpulan nanah yang terinfeksi) atau peritonitis difus (infeksi selaput perut dan panggul). Alasan utama untuk perforasi appendiceal adalah keterlambatan dalam diagnosis dan perawatan. Secara umum, semakin lama waktu tunda antara diagnosis dan operasi, semakin besar kemungkinan perforasi. Risiko perforasi 36 jam setelah onset gejala setidaknya 15%. Oleh karena itu, setelah didiagnosa radang usus buntu, operasi harus dilakukan tanpa menunda-nunda. Komplikasi jarang terjadi pada apendisitis adalah penyumbatan usus. Penyumbatan terjadi ketika peradangan usus buntu sekitarnya menyebabkan otot usus untuk berhenti bekerja, dan ini mencegah isi usus yang lewat. Jika penyumbatan usus di atas mulai mengisi dengan cairan dan gas, distensi perut, mual dan muntah dapat terjadi. Kemudian mungkin perlu untuk mengeluarkan isi usus melalui pipa melewati hidung dan kerongkongan dan ke dalam perut dan usus.

(7)
(8)

Daftar Pustaka

Bulechek, G.M., Butcher, H.K., & Dotcherman, J.M. 2008. Nursing Interventions Classification, 5th ed. St. Louis: Mosby-Year Book.

Herdman, T. H eather dkk. NANDA nursing diagnoses: definitions and classification 2012-2014. Philadelphia: NANDA International.

http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/appendicitis/appendicitis_508.pdf

(diakses pada 06 Januari 2014 pukul 19.20 WIB)

http://www.med.upenn.edu/gastro/documents/BMJappendicitis.pdf (diakses pada 06

Januari 2014 pukul 19.30 WIB)

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M.L., & Swanson, E. 2008. Nursing Outcomes Classification, 4th edition. Mosby Elsevier.

Nurarif, A.H., & Kusuma, H. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis, NANDA, dan N0C-NIC Jilid 1. Yogyakarta: MediAction.

Smeltzer, Suzanna C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & Suddart edisi 8 volume 1,2,3. Jakarta: EGC.

Gambar

Gambar 1. Posisi anatomi apendiks

Referensi

Dokumen terkait

Mengelola pekerjaan yang mempekerjakan pekerja kurang dari 100 orang, akan tetapi menggunakan bahan, proses dan instalasi yang mempunyai risiko yang besar akan terjadinya

Rancangan dari suatu studi kasus bergantung pada keadaan kasus namun tetap mempertimbangkan faktor penelitian waktu. Riwayat dan pola perilaku sebelumnya biasanya dikaji secara

Berdasarkan hasil penelitian tentang keanekaragaman jenis burung di Kilometer Nol Iboih Pulau Weh menunjukkan bahwa terdapat 32 jenis burung yang tergolong kedalam 17

Dalam koefisien determinasi ( ' ) pengaruh variabel lingkungan pergaulan terhadap perilaku keagamaan remaja di Saptamarga II RW.04 Kelurahan Kembangarum Semarang

biopsikososial harusnya digunakan dalam melakukan penanganan LBP kronis dan pemberian latihan pada pasien merupakan rekomendasi terbaik, akan tetapi pada prakteknya

Kt/V urea adalah dimana Kt merupakan jumlah bersihan urea dari plasma persatuan waktu dan V merupakan volume distribusi dari ureum V dalam satuan liter, K adalah klearensi dalam

Tanggapan responden mengenai Konflik mandor dengan pengusaha dapat diketahui bahwa sebanyak 4 responden atau 13,33 % berpendapat tidak setuju, 7 responden atau 23,33 %

Maksud dan tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh konsentrasi nanas bubuk dan madu yang tepat dalam pembuatan cokelat