• Tidak ada hasil yang ditemukan

KIDUNG RANGGALAWE : PEMBERONTAKAN KEKUASAAN KIDUNG RANGGALAWE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KIDUNG RANGGALAWE : PEMBERONTAKAN KEKUASAAN KIDUNG RANGGALAWE"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

KIDUNG RANGGALAWE : PEMBERONTAKAN KEKUASAAN KIDUNG RANGGALAWE

TIKADIYAH WULAN YULIANTI 2611414026

Jurusan Bahasa Jawa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Info Artikel

Abstrak

Sejarah Artikel:

Ronggolawe atau Rangga Lawe (lahir: ?- wafat: 1295) adalah salah saru pengikut Raden Wijaya yang berjasa besar dalam perjuangan mendirikan Kerajaan Majapahit, namun meninggal sebagai pemberontak pertama dalam sejarah kerajaan ini. Nama besarnya.

Pararaton mengisahkan ranggalawe memberontak terhadap Kerajaan Majapahit karena dihasut seseorang penjabat licik bernama Mahapati. Pemberontakan dipicu oleh ketidakpuasan Ranggalawe atas pengangkatan Nambi sebagai rakryan Patih. Menurut Ranggalawe, jabatan patih sebaiknya diserahkan kepada Lembu Sora yang dinilainya jauh lebih berjasa dalam perjuangan daripada Nambi.

Ranggalawe yang bersifat pemberani dan emosional suatu hari menghadap Raden Wijaya di Ibu kota dan langsung menuntut agar kedudukan Nambi digantikan Sora. © 2017UniversitasNegeri Semarang Keyword : Kidung Ranggalawe, pemberontakan kekuasaan Kidung Ranggalawe

(2)

Pendahuluan

Majapahit adalah salah satu kerajaan Hindu Buddha terbesar di Nusantara. Kerajaan ini berhasil menyatukan Nusantara di bawah kekuasaannya. Berkat sumpah Palapa yang sangat terkenal dari patihnya yakni patih Majapahit. Kejayaan kerajaan Majapahit tidak lepas dengan adanya perjuangan yang di lakukan oleh raja pendiri kerajaan Majapahit yakni Raden Wijaya. Sebelum tegak berdirinya sebuah kerajaan yang di beri nama kerajaan Majapahit. Raden Wijaya gigih dalam bertarung melawan beberapa kerajaan yang berdiri pada masanya.

Salah satu peperangan yang membuat berdiri kuatnya Majapahit adalah peperangan yang di lakukan oleh Raden Wijaya bersama Lembu Sora, Ranggalawe, dan Wiraraja dalam melawan kerajaan Daha. Menurut (Wirawangsa, 1979:88) menyatakan bahwa: Lembu Sora, Ranggalawe, dan Wiraraja sangat besar andilnya dalam menggempur Daha. Mereka bertiga tak bedanya benteng dan perisai bagi Raden Wijaya. Ksatria-ksatria yang tahu akan tugas dan menjunjung tinggi prasetyannya demi untuk negara junjungannya. Peranan tokoh Ranggalawe dalam Majapahit sangat besar yakni membantu Raden Wijaya

dalam mengibarkan kekuasaan Majapahit di bumi Nusantara. Berkat jasanya Ranggalawe di angkat oleh Raden wijaya menjadi adipati Tuban. Tuban telah menjadi daerah bawahan dari kerajaan Majapahit.

Pengangkatan Ranggalawe menjadi seorang Adipati dirasa kurang cukup bagi yang berjasa besar dalam setiap peperangan-peperangan yang terjadi. Ranggalawe merasa pengangkatan Nambi menjadi seorang Patih tidak setara dengan apa yang dilakukan olehnya, Lembu Sora, dan Wiraraja. Ranggalawe secara terang-terangan mengatakan bahwa ia tidak setuju dengan pengangkatan Nambi saat menjadi Patih kerajaan Majapahit. Perang antara pasukan Tuban dan pasukan Majapahit tak dapat di hindari. Perang terjadi di Tambakberas (Wirawangsa, 1979:97). Peperangan tersebut menyebabkan kematian Ranggalawe ditangan Kebo Anabrang. Dan Kebo Anabrang tewas terkena kerisnya sendiri.

Dalam penelitian ini pengolahan data dilakukan dengan teknik analisis deskriptif. Penelitian ini menggunakan menggunakan sosiologi sastra yang lebih di dekatkan pada sosiologi pembaca. Wellek dan Werren dalam bukunya Theory of Literature memaparkan

(3)

bahwa lebih mempermasalahkan pada pembaca dan pengaruh sosial karya tersebut, yakni sejauh mana pembaca dapat menganalisis danmmebedah dari suatu karya sastra. (1990:11).

Hal ini dapat menganalisis Metode Penelitian

Jenis Penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, Sumber data dalam penelitian ini adalah Kidung Ranggalawe. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah observasi.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Ranggalawe adalah salah satu tokoh yang berperan penting pada masa pembentukan kerajaan Majapahit. Bersama dengan Lembu Sora, Wiraraja membantu Raden Wijaya dalam menegakkan kekuasaan Majapahit. Ketika Raden Wijaya berhasil mendirikan kerajaan Majapahit maka atas Jasanya Ranggalawe di angkat menjadi adipati Wilwatikta, atau adipati Tuban. Pengangkatan Raden Haryo Ronggolawe sebagai bupati Tuban pada 12 November 1293 (Adji, 2014:329). Dan peristiwa tersebut di gunakan sebagai tanda hari jadi kota Tuban hingga saat ini.

Masyarakat Tuban tidak bisa dipisahkan dari legenda Ronggolawe dan Brandal Lokajaya. Legenda itu begitu kental dan menyejarah sehingga sedikit banyak mewarnai pembentukan sistem nilai pribadi dan sosial. Elite politik sering kali memanfaatkan untuk kepentingan dan pencapaian target politiknya. Legenda Ronggolawe versi masyarakat Tuban berbeda dengan naskah sejarah seperti ditulis kitab Pararaton maupun Kidung Ranggolawe. Menurut Kidung Ranggolawe, tindakan ngraman (berontak) Ronggolawe dilancarkan setelah tuntutannya agar pengangkatan Empu Nambi sebagai Patih Amangkubumi Majapahit dianulir. Rudapaksa politik yang menurut Pararaton terjadi pada tahun 1295 itu berakhir tragis. Raja Kertarajasa Jayawardhana menolak tuntutan Ronggolawe tersebut. Pasukan dikirim untuk menyerang Ranggolawe. Akhirnya Ronggolawe diperdayai untuk duel di Sungai Tambak Beras. Dia pun tewas secara mengenaskan oleh Mahisa Anabrang.

Bagi masyarakat Tuban, Ronggolawe bukanlah pemberontak, tetapi pahlawan keadilan. Sikapnya memprotes pengangkatan Nambi, karena figur Nambi kurang tepat memangku jabatan setinggi itu. Nambi

(4)

tidak begitu besar jasanya terhadap Majapahit. Masih banyak orang lain yang lebih tepat seperti Lembu Sora, Dyah Singlar, Arya Adikara, dan tentunya dirinya sendiri. Ronggolawe layak menganggap dirinya pantas memangku jabatan itu. Anak Bupati Sumenep Arya Wiraraja ini besar jasanya terhadap Majapahit. Ayahnya yang melindungi Kertarajasa Jayawardhana ketika melarikan diri dari kejaran Jayakatwang setelah Kerajaan Singsari jatuh (Kertarajasa adalah menantu Kertanegara, Raja Singasari terakhir).

Ronggolawe ikut membuka Hutan Tarik yang kelak menjadi Kerajaan Majapahit. Dia juga ikut mengusir pasukan Tartar maupun menumpas pasukan Jayakatwang. Bagi masyarakat Tuban, Ronggolawe adalah korban konspirasi politik tingkat tinggi. Penyusun skenario sekaligus sutradara konspirasi politik itu adalah Mahapati, seorang pembesar yang berambisi menjadi patih amangkubumi. Melalui skenarionya, Lembu Sora, paman Ronggolawe yang membunuh Mahisa Anabrang akhirnya dibunuh oleh pasukan Nambi melalui tipu daya yang canggih. Empu Nambi sendiri mati dengan tragis. Dia diserang pasukan Majapahit pada saat pemerintahan Raja

Jayanegara karena bisikan Mahapati bahwa Nambi ngraman. Kidung Sorandaka mencatat, Mahapati menggapai ambisinya dan dilantik menjadi patih amangkubumi tahun 1316.

Ranggalawe adalah salah satu pengikut Raden Wijaya yang berjasa dalam perjuangan mendirikan Kerajaan Majapahit, namun meninggal sebagai “pemberontak” pertama dalam sejarah kerajaan ini. Nama besarnya dikenang sebagai pahlawan oleh masyarakat Tuban, Jawa Timur, sampai saat ini. Pada tahun 1292 Masehi, Ranggalawe diminta untuk membantu Raden Wijaya membuka Hutan Tarik (di sebelah barat Tarik, Sidoarjo sekarang) menjadi sebuah desa pemukiman bernama Majapahit. Konon, nama Ranggalawe sendiri merupakan pemberian Raden Wijaya. Lawe merupakan sinonim dari wenang, yang berarti “benang”, atau dapat juga bermakna “kekuasaan”. Maksudnya ialah, Ranggalawe diberi kekuasaan oleh Raden Wijaya untuk memimpin pembukaan hutan tersebut. Raden Wijaya menjadi raja pertama Kerajaan Majapahit.

Menurut Kidung Ranggalawe, atas jasa-jasanya dalam perjuangan Rangga Lawe diangkat sebagai bupati

(5)

Tuban yang merupakan pelabuhan utama di Jawa bagian timur saat itu Pararaton mengisahkan Rangga Lawe memberontak terhadap Kerajaan Majapahit karena dihasut seorang pejabat licik bernama Mahapati. Kisah yang lebih panjang terdapat dalam Kidung Panji Wijayakrama dan Kidung Rangga Lawe. Ketidak puasan dengan kedudukan yang diperoleh serta nuansa lingkup intrik politik dalam istana, telah menjadikan peristiwa Rangga Lawe ini menjadi sumber timbulnya pemberontakan dalam dua dasawarsa yang pertama dari sejarah kerajaan yang baru tersebut.

Pararaton menyebut

pemberontakan Ranggalawe terjadi pada tahun 1295 Masehi, namun dikisahkan sesudah kematian Raden Wijaya. Menurut naskah ini, pemberontakan tersebut bersamaan dengan Jayanagara naik takhta. Sedangkan menurut Nagarakretagama, Raden Wijaya meninggal dunia dan digantikan kedudukannya oleh Jayanagara terjadi pada tahun 1309 Masehi. Akibatnya, sebagian sejarawan berpendapat bahwa pemberontakan Ranggalawe terjadi pada tahun 1309 Masehi, bukan 1295 Masehi. Seolah-olah pengarang Pararaton melakukan kesalahan dalam penyebutan angka tahun. Nagarakretagama juga

mengisahkan bahwa pada 1295 Masehi Jayanagara diangkat sebagai yuwaraja atau raja muda di istana Daha. Selain itu Kidung Panji Wijayakrama dan Kidung Ranggalawe dengan jelas menceritakan bahwa pemberontakan Ranggalawe terjadi pada masa pemerintahan Raden Wijaya, bukan Jayanagara. Sementara itu, Nagarakretagama sama sekali tidak membahas pemberontakan Ranggalawe. Hal ini dapat dimaklumi karena naskah ini merupakan sastra pujian sehingga penulisnya, Mpu Prapanca, merasa tidak perlu menceritakan pemberontakan seorang pahlawan yang dianggapnya sebagai aib. Diceritakan dalam Kidung Ranggalawe, suatu hari Ranggalawe menghadap Raden Wijaya di ibukota dan langsung menuntut agar kedudukan Nambi digantikan Sora. Namun Sora sama sekali tidak menyetujui hal itu dan tetap mendukung Nambi sebagai patih. Karena tuntutannya tidak dihiraukan, Ranggalawe membuat kekacauan di halaman istana. Sora keluar menasihati Ranggalawe, yang merupakan keponakannya sendiri, untuk meminta maaf kepada raja. Namun Ranggalawe memilih pulang ke Tuban. Oleh Mahapati yang licik, Nambi diberitahu bahwa Ranggalawe sedang menyusun pemberontakan di Tuban. Maka atas

(6)

izin raja, Nambi berangkat memimpin pasukan Majapahit didampingi Lembu Sora dan Kebo Anabrang untuk menghukum Ranggalawe. Sementara itu tentara Majapahit telah dipersiapkan untuk bergerak ke Tuban. Para simpatisan Rangga Lawe yang bergerak ke Tuban, menyeberangi Sungai Tambak Beras.

Banyak di antara mereka yang hanyut dibawa arus air; yang tersusul oleh tentara Majapahit, Rangga Lawe sendiri terlibat dalam peperangan melawan tentara Nambi. Rangga Lawe berhasil menusuk kuda Nambi namun Nambi lepas dari tikaman, cepat-cepat lari ke arah Sungai Tambak Beras bergabung dengan pasukan Majapahit.

Kidung Ranggalawe

Kidung Ranggalawe Pasukan Majapahit kemudian mengepung tentara Tuban dari tiga jurusan, dari timur barat dan utara. Masing-masing pasukan di bawah pimpinan Mahisa Anabrang, Gagak Sarkara dan Mayang Sekar. Pasukan yang menyerang dari jurusan timur, di bawah pimpinan Mahisa Anabrang, segera terlibat dalam pertempuran. Mahisa Anabrang kehilangan kudanya, tentara Majapahit dipukul mundur. Mahisa Anabrang yang berhasil melepaskan diri dari maut,

menghadang Rangga Lawe di tepi Sungai Tambak Beras bersama kuda barunya merendam di dalam air, untuk menyegarkan kembali badannya. Mendadak Ranggalawe, yang mengendarai Nila Ambara, menyambarnya. Kuda Nila Ambara kena tusuk tombak. Rangga Lawe jatuh ke dalam air, namun berhasil memanjat karang padas. Mahisa Anabrang menariknya kembali ke dalam air. Terjadilah Pergumulan antara Mahisa Anabrang dan Rangga Lawe di dalam air. Dalam perkelahian sengit itu, Mahisa Anabrang berhasil mengepit leher Ranggalawe, Rangga Lawe terengah-engah kehabisan tenaga. Dengan mudah Kebo Anabrang mengepitnya lagi di bawah ketiak. Lembu Sora yang menyaksikan pergumulan itu dari dekat, menabuh belas kasihan kepada Ranggalawe. Ia turun ke dalam air untuk menusuk Anabrang dari belakang. Rangga Lawe lepas dari kepitan, namun telah lemas. Rangga Lawe dan Anabrang mati bersama-sama dalam Sungai Tambak Bera.Pembunuhan terhadap rekan sekubu inilah yang kelak menjadi penyebab kematian Lembu Sora pada

(7)

PENUTUP

Dari analisis diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Ranggalawe adalah salah satu tokoh yang berperan penting pada masa pembentukan kerajaan Majapahit. Bersama dengan Lembu Sora, Wiraraja membantu Raden Wijaya dalam menegakkan kekuasaan Majapahit.

DAFTAR PUSTAKA

Budiarjo, Miriam. 1948 “Konsep Kekuasaan: Tinjaun Kepustakaan dalam Miriam Budiarjo. Aneka Pemikiran

Tentang Kuasa dan Wibawa. Jakarta.

Sinar Harapan

http://punakawan- suroboyo.blogspot.co.id/2012/08/kisah-pemberontakan-ronggolawe.html

Referensi

Dokumen terkait