BAB II
POWER CONTROL PADA SISTEM SELULER CDMA DAN
DIVERSITAS ANTENA
2.1 Karakteristik Kanal Wireless
Pada sistem komunikasi mobile, sinyal yang ditransmisikan melalui kanal
wireless akan mengalami proses propagasi yang melibatkan mekanisme refleksi
(pemantulan), difraksi/shadowing (pembiasan), dan scattering (hamburan) [4], [5]. Pada kenyataannya, jalur komunikasi LOS (Line Of Sight) antara MS dan BS hampir tidak pernah terjadi karena lingkungan propagasi yang cukup padat antara BS dan MS.
Sinyal-sinyal yang diterima BS adalah kombinasi sinyal dengan amplituda dan fasa (delay waktu) yang berbeda, dimana superposisi sinyal-sinyal tersebut bisa bersifat konstruktif maupun destruktif, tergantung dari perbedaan fasa semua sinyal yang diterima. Dengan kata lain, sinyal yang ditransmisikan melalui gelombang radio akan mengalami fluktuasi akibat karakteristik mediumnya yang selalu berubah-ubah. Pada [4] dan [5], fluktuasi tersebut dapat dibagi menjadi dua yaitu:
• Large-Scale Propagation
• Small-Scale Fading (Multipath)
2.1.1 Large-Scale Propagation
Large-scale propagation loss menunjukkan fluktuasi redaman propagasi yang
relatif konstan pada daerah yang luas dan interval waktu yang lama. Terdapat tiga macam mekanisme propagasi yang menghasilkan fluktuasi yaitu refleksi, difraksi, dan
Scattering. Refleksi muncul ketika gelombang radio mengenai benda rata dengan dimensi
yang jauh lebih besar dibandingkan dengan panjang gelombang dari gelombang tersebut. Difraksi timbul jika antara pemancar dan penerima terhalang oleh benda dengan permukaan tajam (sharp edge). Peristiwa difraksi menimbulkan gelombang semu yang
Munculnya gelombang semu ini disebut sebagai shadowing. Scattering timbul jika gelombang radio merambat melalui medium dengan dimensi yang lebih kecil dibandingkan dengan panjang gelombang sinyal. Permukaan medium tersebut biasanya kasar. Scattering menyebabkan gelombang tersebut akan dipantulkan ke bermacam arah.
2.1.2 Small-Scale Fading
Small-Scale Fading merupakan fluktuasi redaman propagasi pada daerah yang
sempit dan interval waktu yang singkat. Model propagasi small scale sangat penting untuk menjelaskan efek propagasi multipath. Ada dua macam perwujudan/manifestasi propagasi multipath [4]:
• Fluktuasi amplitude karena superposisi destruktif atau konstruktif dari jalur sinyal yang diterima (kanal time variant).
• Dispersi waktu (time spreading) dari sinyal yang diterima karena perbedaan waktu kedatangan dari jalur yang berbeda.
2.1.2.1 Time Spreading Sinyal
Time spreading sinyal mengamati fenomena small scale fading dari waktu
transmisi antar symbol dan dispersi symbol yang ditransmisikan. Tidak samanya waktu sampai semua komponen multipath di penerima akan mengkibatkan timbulnya multipath delay spread (τm) yang didefinisikan sebagai perbedaan delay waktu antara kedatangan
komponen pertama sinyal (τ = 0) dan komponen terakhir sinyal (τ = τm). Jika τm lebih
besar dari pada waktu simbol (Tsym), maka tidak semua komponen multipath sampai
sebelum waktu simbol berakhir. Akibatnya sebagian komponen multipath akan mempengaruhi simbol berikutnya. Fenomena ini disebut intersymbol interference (ISI). Distorsi akan terjadi pada simbol selanjutnya. Sebaliknya, jika τm jauh lebih kecil
dibandingkan Tsym, maka semua komponen multipath akan sampai di penerima sebelum
simbol berakhir. Pada peristiwa ini tidak terjadi ISI. τm > Tsym disebut sebagai frequency
selective fading, sementara jika τm << Tsym disebut sebagai flat fading.
Time spreading sinyal juga dapat dilihat dari bandwidth koheren kanal (W0). W0
merupakan pengukuran secara statistik dari suatu range frekuensi di mana kanal dapat dianggap “flat”, yaitu kanal melewatkan semua komponen spektral dengan gain yang rata
rata tetap dan memiliki fasa linear. Bandwidth koheren berbanding terbalik dengan delay spread. Jadi flat fading terjadi jika W0 >> W dan frequency selective fading terjadi jika W0 << W, dimana W merupakan bandwidth sinyal.
2.1.2.2 Time Varying Kanal
Time varying kanal (variasi waktu pada kanal) disebabkan oleh pergerakan antara pemancar dan penerima (jarak MS dan BS yang sedang berubah). Pada fluktuasi ini dikenal istilah waktu koheren (T0) yang didefinisikan sebagai durasi waktu ketika respon
kanal tidak bergantung pada waktu (time invariant). Jika waktu koheren kanal (T0) jauh
lebih kecil dibandingkan waktu durasi simbol (Tsym), disebut sebagai kanal fast fading.
Jika waktu koheren kanal lebih besar dibandingkan waktu durasi simbol, disebut sebagai kanal slow fading.
Frekuensi Doppler (fD) merupakan besaran yang menunjukkan kecepatan gerak
mobile station. Mekanisme fast fading terjadi jika frekuensi Doppler lebih besar
dibandingkan bandwidth kanal. Jika sebaliknya, frekuensi Doppler lebih kecil dibandingkan bandwidth kanal, terjadi mekanisme slow fading.
Pada kanal fast fading akan timbul distorsi pada sinyal yang diterima karena gain
kanal tidak tetap selama periode simbol. Hal ini tidak terjadi pada slow fading karena
gain kanal memiliki rataan yang konstant. Akan tetapi pada slow fading terjadi penurunan SNR akibat fluktuasi sinyal untuk beberapa simbol. Pada fast fading distorsi simbol membuat simbol menjadi tidak sinkron dan turunnya nilai SNR. Penurunan SNR pada fast fading juga disebabkan oleh fluktuasi sinyal seperti halnya slow fading. Penggunaan power control pada fast fading tidak memberikan hasil yang memuaskan mengingat adanya delay pada proses power control. Power control menjadi tidak dapat mengejar kecepatan fading. Sebaliknya, walaupun ada delay, power control memberikan hasil yang bagus pada slow fading mengingat waktu koheren kanal yang cukup lama.
Karakteristik small-scale fading (multipath fading) dapat dipetakan baik pada domain waktu maupun frekuensi seperti yang terlihat pada gambar di bawah.
m
τ
Gambar 2.1 Tipe small-scale fading
2.2 Kanal Fading Rayleigh
Persamaan matematis dari sinyal multipath fading terdistribusi Rayleigh yang diterima di penerima dapat diturunkan sebagai berikut [4]. Pertama, bentuk matematis dari sinyal yang dikirimkan adalah :
x t
( ) ( )
=s t ej(2πf tc) (2.1) dengan s(t) adalah sinyal baseband kompleks dengan bandwidth W, fc = c / λ adalahfrekuensi carrier-nya, c sendiri adalah kecepatan cahaya, dan λ adalah panjang
gelombang sinyalnya. Dari bentuk sinyal yang dikirim tersebut kemudian diturunkan persamaan matematis sinyal yang diterima di penerima dari L buah lintasan (path), yaitu :
(
)
2 ( cos ) 1 ( ) c d l c l L j f f t f l l l y t C s t τ e π⎡⎣ + ψ − τ⎤⎦ = =∑
− (2.2)Kanal fading Rayleigh termasuk kanal tipe flat fading sehingga persamaan (2.2) dapat ditulis menjadi :
(
)
( ) 2 0 1 ( ) l c L j t j f t l l y t s t τ C eφ e π = ⎛ ⎞ = − ⎜ ⎟ ⎝∑
⎠ (2.3) dengan : φl( )
t =2π(
fdcosψlt− fc lτ)
(2.4) yang dapat dimodelkan sebagai variabel acak yang independen dan terdistribusi identik dalam rentang [0,2π] dan didefinisikan :[
]
0 min , maxl l
τ ∈ τ τ (2.5)
Pada persamaan (2.9), ada bagian yang mencerminkan fluktuasi amplitudo dari sinyal baseband, yaitu :
( )
( )( )
( ) 1 l l L j t j t l l r t C eφ α t eφ = =∑
= (2.6)Jika jumlah lintasan (path) L sangat besar, maka berdasarkan Teori Central Limit, r(t) akan mendekati peubah acak kompleks yang terdistribusi Gaussian sehingga α(t) akan memiliki probability density function (pdf) tipe Rayleigh yang persamaan matematisnya adalah :
( )
2exp 2 22 , 0 f α α α α σ σ ⎛ ⎞ = ⎜− ⎟ ≥ ⎝ ⎠ (2.7) dengan : 2 2 2σ = ⎣ ⎦E⎡ ⎤α (2.8) mendefinisikan daya rata – rata dari sinyal yang diterima.2.3 Konsep Dasar Spektrum Tersebar
Konsep sistem spektrum tersebar didasarkan pada hukum Shannon-Hartly untuk kapasitas sistem, yaitu [4]:
⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + = N S W C log2 1 (2.9)
dimana C merupakan kapasitas kanal transmisi (bps), W bandwidth transmisi (Hz), S
level daya sinyal (Watt), dan N merupakan level daya derau / noise (Watt).
Dari (2.9), untuk menambah kapasitas sistem pada kanal transmisi yang terdapat daya derau yang cukup besar dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu menaikkan
bandwidth transmisi jauh melebihi bandwidth informasi (dengan tetap mempertahankan
S/N) atau menaikkan level daya sinyal agar jauh melebihi daya derau (dengan tetap mempertahankan bandwidth transmisi). Faktor pelebaran bandwidth disebut spreading factor atau processing gain (M) yaitu perbandingan antara bandwidth transmisi W dengan
R W
M = (2.10) Gambar 2.2 menunjukkan proses pelebaran bandwidth transmisi akibat simbol yang dikirim mengalami spreading. Pada gambar terlihat bahwa spektrum sinyal setelah proses spreading mungkin lebih kecil dari daya derau. Hal ini memberikan keuntungan dalam menjaga kerahasiaan data yang dikirim.
transmitted symbol spreading despreading recovered symbol Communica tion Channel Spread symbol User 1 User 1 User 2 User lain (bukan CDMA)
Gambar 2.2 Pelebaran bandwidth setelah proses spreading [5]
Teknik spektrum tersebar yang paling banyak digunakan pada sistem selular bergerak adalah direct sequence spread spectrum (DS-SS) dimana sinyal informasi atau data biner dikalikan secara langsung dengan suatu pengkode berupa spreading sequence
yang bersifat acak. Teknik ini digunakan secara komersil pada CDMA, biasa disebut sebagai DS-CDMA (Direct Spread CDMA). Pada DS-CDMA tiap user melakukan proses spread atau membagi symbol/bit data menjadi deretan kode yang unik [4]. Dengan kata lain, sistem CDMA komersil membuat sinyal dari user yang terkumpul pada suatu pita frekuensi sempit menjadi lebar. Proses ini dilakukan dengan membagi rapat daya sinyal pada suatu bandwidth yang lebar dengan menggunakan sebuah kode yang unik. Kode unik tersebut lebih dikenal dengan nama chips, dan hanya diketahui oleh pengirim dan penerima. Data yang telah tersebar (di-spread) bisa dikembalikan ke bentuk aslinya pada penerima dengan melakukan korelasi antara data yang diterima dan kode unik user. Kode unik tersebut bisa merupakan data yang orthogonal (hasil kroskorelasinya 0) atau
data acak dengan nilai kroskorelasi yang rendah. Contoh sederhana penggunaan sistem DS-CDMA oleh satu user bisa dilihat pada gambar 2.3.
Gambar 2.3 Transmisi data baseband DS-CDMA untuk satu user [2]
2.4Model Sinyal CDMA dengan Modulasi QPSK
Gambar 2.4 menunjukkan model sinyal sistem transmisi CDMA dengan modulasi QPSK untuk pemancar dan penerima.
(b)
Gambar 2.4 Model sinyal sistem CDMA bermodulasi QPSK [2]
(a) Modulator (b) Demodulator
Simbol ke-n yang dikirim oleh user ke-k adalah : bk(n)=bk(I)(n)+jbk(Q)(n) ditebar oleh spreding-sequence user ke-k yaitu c m c m c Q m m
{
M}
k I k k( ) ( ) ( ), 1,2,..., ) ( ) ( + ∈ = j .
Sinyal yang ditransmisikan akan mengalami fading dan AWGN, sehingga sinyal dari seluruh k-user yang diterima oleh BS dapat dimodelkan sebagai berikut [2]:
) ( ) ( ) (t t bc n t r k k k k k σ β + =
∑
(2.11) ) (t kβ adalah koefisien kanal fading dan n(t) adalah Additive White Gaussian
Noise dengan standar deviasi σk. Agar simbol dapat dideteksi kembali oleh penerima
maka digunakan spreding-sequence ck(m)yang sama seperti pada pengirim. Spreding-sequence user tersebut merupakan deretan ck(I) ={ck(I)(1),ck(I)(2),...,ck(I)(M)} dan
)} ( ),..., 2 ( ), 1 ( { ( ) ( ) ( ) ) ( M c c c ckQ = k Q k Q kQ .
Dalam sistem riil digunakan kode pseudonoise (PN) spreding-sequenceyang merupakan pendekatan spreding-sequence random,sifat korelasi sinkron dari kode PN ini dapat dinyatakan sebagai [2] :
= =
∑
= M m j k kj c m c m M 1 * ) ( ) ( 1 ) (τ ρ (2.12)Dalam simulasi, amplituda dari spreding-sequence kuadratur dinormalisasi sehingga magnituda dari bilangan kompleks-nya menjadi satu yang dinyatakan sebagai [2]: ) ( 2 1 ) ( 2 1 ) (m c ( ) m c ( ) m ck = k I + j kQ (2.13)
Pada modulasi QPSK, urutan simbol yang ditransmisikan bk(n) dari user ke-k
dapat dinyatakan sebagai [2]
{
B
}
n
e
n
A
n
b
j kn k k(
)
=
(
)
,
∈
1
,
2
,...,
θ (2.14) dimana Ak(n) merupakan faktor skala amplituda simbol,θkn∈{±π/4,±3π/4}adalahmodulasi fasa, dan B adalah jumlah simbol yang ditransmisikan. Jika Ak(n)=1 (daya
pancar yang ternormalisasi menjadi 1), maka urutan simbol yang di-spread
ditransmisikan pada level chip dengan indeks m adalah [2]:
{
MB}
m m b m b m b Q k I k k ( ), 1,2,..., 2 1 ) ( 2 1 ) ( = ( ) + ( ) ∈ j (2.14)dengan bk(I)(m),bk(Q)(m)∈{+1,−1}. Kemudian urutan simbol yang disebar pada level
chip dan dimodulasi dengan frekuensi pembawa kemudian difilter sebelum ditransmisikan melalui kanal.
2.5Model Kanal pada Sistem CDMA
Pada sistem komunikasi selular dikenal adanya kanal downlink atau forward link
dan kanal uplink atau reverse link. Kanal uplink merupakan kanal komunikasi dari MS ke BS sedangkan untuk arah sebaliknya yaitu kanal komunikasi dari BS ke MS disebut kanal downlink. Karakteristik kanal uplink dan downlink pada sistem CDMA multiuser
berbeda, hal ini menyebabkan perlakuan kedua kanal terhadap power control berbeda juga .
1 jika k = j dan τ = 0
2.5.1 Model Kanal Downlink
Pada kanal downlink, sinyal dari setiap user dapat ditransmisikan secara sinkron oleh BS karena dikirim dari lokasi BS yang sama. Sinyal-sinyal tersebut akan melalui kanal multipath yang sama dan mengalami redaman propagasi serta fading secara simultan sehingga pada kanal downlink spreading sequence ortogonal dapat digunakan. Untuk lebih jelas dapat diperhatikan gambar2.5.
bk (n) ck(m) Mobile station Basestation c2 (m) c1 (m) cK (m) b1 (n) b2 (n) bK (n) n(t) All user signals
propagate through the same downlink
channel kth mobile user Gambar 2.5 Model kanal downlink [5]
Data user ke-k, bk(n),yang akan dikirim ditebar oleh spreading sequence user
ke-k itu sendiri, ck(m). Semua data dari setiap user yang telah mengalami spreading dikirim
dalam satu carrier melalui kanal downlink yang sama. Pada MS, sinyal yang diterima mengalami despreading untuk mendapatkan simbol yang dipancarkan oleh BS. Ketika pada kanal komunikasi, sinyal yang dikirim melalui variasi multipath fading yang sama, artinya jika sinyal user yang diamati tinggi maka sinyal interferensi dari user lain juga tinggi, dimana besar daya sinyalnya sama (misal P). Demikian juga ketika level sinyal
user yang diamati rendah, level sinyal user lain juga rendah. Oleh karena itu signal to interference ratio (SIR) pada kanal downlink cenderung tetap.
2.5.2 Model Kanal Uplink
Setiap user yang akan berkomunikasi ke BS melalui kanal uplink memancarkan sinyal dari lokasi yang berbeda-beda bahkan mungkin user tersebut bergerak dengan kecepatan atau percepatan tertentu sehingga sinyal yang diterima BS menjadi tidak sinkron. Hal ini menyebabkan kode ortogonal tidak dapat digunakan pada kanal uplink
karena sifat keortogonalan kode tidak dapat dipertahankan.
c1(m) b1 (n) b2 (n) c2(m) n(t) bK(n) cK(m) Mobile station Basestation c2 (m) c1 (m) cK(m) . . b1 (n) b2 (n)
bK (n) Independent fading channels
Gambar 2.6 Model kanal uplink [5]
Setiap MS berkomunikasi dengan BS dengan menggunakan carrier yang berbeda-beda. Satu carrier membawa satu user. Sinyal pancar dari setiap user mengalami mekanisme propagasi yang berbeda-beda dengan fading yang berbeda juga. Hal ini menyebabkan level sinyal yang diterima di BS menjadi tidak sama untuk setiap user
sehingga menimbulkan MAI. MAI merupakan suatu masalah serius yang harus diatasi karena dapat mengurangi kapasitas sistem secara signifikan.
Pada basestation, sinyal yang dikirim user ke-k akan dideteksi dengan melakukan korelasi silang antara sinyal yang diterima dengan kode dari user ke-k tersebut. Karena pada kanal uplink tidak dapat digunakan kode ortogonal, korelasi silang antara kode user
di BS tidak sama untuk semua user karena masing-masing user memiliki variasi fading
yang berbeda-beda. Hal ini menyebabkan user yang lebih dekat dengan BS akan lebih mendominasi karena level sinyal pancar user tersebut yang diterima oleh BS lebih besar daripada level sinyal pancar user lain yang berada jauh dari BS. Akibatnya sinyal akan mengalami fluktuasi SIR. Itulah sebabnya power control pada kanal uplink sangat diperlukan sehingga dapat dicapai kapasitas sistem yang tinggi. Seperti yang telah dibahas di atas, gambar 2.6 menunjukkan model kanal uplink yang disederhanakan pada sistem CDMA.
2.6 Power Control pada Sistem CDMA
Pada bagian ini akan dibahas tiga jenis algoritma power control yaitu open-loop,
closed-loop, dan outer-loop power control. Pada bagian sebelumnya dijelaskan bahwa
open-loop power control didisain untuk mengatasi masalah near-far, sedangkan closed-loop power control bertujuan untuk mengurangi efek fading Rayleigh. Outer-loop power control digunakan pada closed-loop untuk menyesuaikan SIR target atau kuat sinyal.
2.6.1 Open-loop Power Control
Near-fareffect merupakan permasalahan yang terjadi pada kanal uplink dan dapat diatasi dengan menggunakan open-loop power control. Open-loop power control
didesain untuk memastikan bahwa besarnya daya yang diterima dari tiap user pada BS akan sama (secara rata-rata). Pengukuran level sinyal pada kanal downlink digunakan untuk mengendalikan daya pancar pada kanal uplink sehingga level sinyal yang diterima di BS sama untuk semua user tanpa adanya informasi feedback. Hal ini bisa dilakukan karena redaman propagasi large-scale bersifat timbal-balik pada kanal uplink dan
downlink.
Untuk mengatasi permasalahan efek near-far secara sederhana dapat dikatakan bahwa MS yang berada jauh dari BS seharusnya memancarkan sinyal dengan daya yang lebih besar dibandingkan dengan MS yang lebih dekat ke BS. Sinyal yang dikirim oleh MS harus memiliki daya sebesar [4]:
p off r
t
P
P
P
Pt (dBm) = daya yang harus dipancarkan MS,
Pr (dBm) = daya yang diterima pada MS,
Poff (dB) = parameter offset daya,
Pp (dB) = parameter penyesuaian daya
Parameter offset daya digunakan untuk mengkompensasi band frekuensi/ frekuensi carrier yang digunakan. Untuk fc = 1900 MHz maka Poff = -76 dB, sedangkan
untuk fc = 900 MHz maka Poff = -73 dB [4]. Adapun parameter penyesuaian daya
digunakan untuk mengkompensasi perbedaan dari bentuk dan ukuran sel, daya pancar BS, dan sensitivitas penerima [4].
2.6.2 Closed-loop Power Control
Closed-loop power control dirancang bertujuan untuk mengatasi fluktuasi sinyal
yang diterima yang diakibatkan redaman small scale propagation. Berbeda dengan redaman large scale propagation, redaman small-scale propagation pada uplink dan
downlink tidak memiliki korelasi apapun sehingga untuk mengendalikan fading pada
kanal uplink, informasi kanal uplink harus diestimasi pada BS dan di-feedback ke MS, sehingga MS bisa menyesuaikan daya yang dipancarkan sesuai dengan informasi
feedback. Untuk memperoleh informasi kanal uplink, BS bisa mengestimasi daya sinyal
atau SIR. Pada CDMA power control, estimasi berdasarkan SIR lebih disukai dari pada daya sinyal karena CDMA bersifat interference limited (dibatasi oleh interferensi sistem)[4]. Model closed-loop power control pada uplink bisa dilihat pada gambar 2.7
Gambar 2.7 Model closed-loop power control pada kanal uplink [2]
Pengukuran informasi pada kanal uplink berupa SIRsinyal bukan kuat sinyalnya. SIR tiap MS diestimasi setiap satu time-slot, Tp, dimana Tp merupakan interval dari
power control itu. Pada BS dilakukan pengukuran terhadap SIR sinyal yang diterima. SIR yang diukur dinyatakan dengan γest dan dibandingkan dengan SIR target yang dinyatakan
dengan γt. Perbedaan γest dengan γt, e(t), dikuantisasi sesuai dengan mode kuantisasi yang
digunakan sehingga diperoleh bit PCC yang digunakan untuk memberitahu MS agar menaikkan atau menurunkan daya pancarnya. Oleh BS, bit PCC ditransmisikan melalui kanal downlink untuk memberitahu MS mengubah daya pancarnya pada kanal uplink. Namun pada saat ditransmisikan melalui kanal downlink, bit PCC mengalami delay atau bahkan eror. MS melakukan deteksi bit PCC oleh detector PCC sehingga diperoleh PCC yang merupakan faktor pengali terhadap step-size ∆p yang digunakan untuk menyesuaikan daya pancar MS pada kanal uplink.
Step pada power control dipengaruhi oleh frekuensi Doppler mobile station. Untuk frekuensi Doppler yang rendah, Step size power control tidak boleh terlalu tinggi. Hal ini disebabkan karena fading yang dialami oleh sinyal adalah fading yang lambat. Jadi dengan step size yang kecil power control mampu mengatasi permasalahan fading. Pada frekuensi Doppler yang sangat tinggi, besaran step size juga tidak boleh terlalu
tinggi. Hal ini disebabkan karena variasi sinyal terjadi cukup cepat. Jika menggunakan
step size yang besar, pada suatu saat dapat terjadi keadaan di mana sinyal terkontrol
memiliki SIR melebihi SIR yang diinginkan. Dengan fixed-step yang besar, SIR sinyal terkontrol akan diturunkan secara drastis sehingga fluktuasi sinyal setelah dikendalikan
power control masih bervariasi.
2.6.3 Outer-Loop Power Control
Untuk memperoleh BER yang sama, user dengan variasi SIR tinggi memerlukan nilai Eb/Io yang tinggi juga bila dibandingkan terhadap user dengan variasi SIR rendah. Oleh karena itu untuk memperoleh kinerja yang diinginkan, setiap user memerlukan level SIR yang berbeda dan untuk melakukan hal ini diperlukan outer-loop power control.
Untuk menentukan SIR target yang benar, dilakukan pengukuran BER. BS melakukan pengukuran BER yang akan dibandingkan dengan BER yang diinginkan. Jika BER yang diukur lebih baik dari BER yang diinginkan, SIR target diturunkan. Sebaliknya jika BER yang diukur tidak lebih baik dari BER yang diinginkan, SIR target dinaikkan. Jadi parameter penting yang digunakan pada algoritma ini adalah BER.
2.7 Kinerja Power Control
Kinerja power control dievaluasi dalam BER sebagai fungsi dari Eb/Io. Jika
power control bekerja dengan sempurna maka kinerja yang diperoleh adalah seperti
kinerja AWGN yaitu kinerja maksimum yang sangat mustahil untuk memperolehnya dalam sistem real. Kinerja AWGN untuk modulasi QPSK dapat ditulis sebagai [6]: BER ≈ Q(
γ
)⎟
⎟
⎠
⎞
⎜
⎜
⎝
⎛
=
02
I
E
Q
b 0 1 2 b E e r fc I ⎛ ⎞ = ⎜⎜ ⎟⎟ ⎝ ⎠ (2.17)Sedangkan jika suatu sistem CDMA tidak menggunakan power control maka kinerja yang diperoleh adalah kinerja fading yaitu bila sinyal melewati kanal AWGN dan kanal fading Rayleigh. Untuk kanal fading Rayleigh modulasi QPSK kinerja BER
BER = ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + − 2 / 1 2 / 1 2 1 γ γ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ + − = 0 0 / 1 / 1 2 1 I E I E b b (2.18)
2.8 Pengaruh Power Control terhadap Kapasitas Kanal
Pada bagian ini akan dijelaskan secara umum pengaruh penggunaan power control terhadap kapasitas kanal, baik uplink maupun downlink.
( )
SNRIo Eb
M
K =1+ − 1 (2.19) dimana K adalah jumlah user, M adalah processing gain, dan SNR merupakan perbandingan kekuatan sinyal dengan noise (signal to noise ratio) [6].
2.9Pengukuran SIR dengan Auxiliary Spreading Sequence [2]
Pada [2], diusulkan suatu cara pengukuran SIR dengan menggunakan auxiliary spreading sequence, dimana SIR diukur pada level simbol setelah sinyal di-despreading. Prosesnya ditunjukkan oleh gambar 2.8berikut.:
Pada metode ini, sinyal hasil despreading dari user ke-k diukur dengan menggunakan sinyal kompleks spreading-sequence user ke-k ck*
( )
m =ck( )I( )
m − jck( )Q( )
m,dimana
( )
( )
m,c ( )( )
m ∈{
+1/ 2,−1/ 2}
c Q
k I
k , kemudian MAI diukur dengan despreading sinyal
yang diterima dengan menggunakan auxiliary spreading sequence
( )
m c ( )( )
m jc ( )( )
mca = a I + aQ , dimana ca( )I
( )
m,ca( )Q( )
m ∈{
+1/ 2,−1/ 2}
,[2].Auxiliary spreading sequence dipakai untuk mengukur interferensi dan tidak
ditempatkan pada salah satu user saja di dalam sistem. Namun, semua user menggunakan
auxiliary spreading sequence yang sama untuk mengukur MAI, sehingga spreading
sequence tidak boros.
Ketika chip sequence telah sepenuhnya sinkron dengan sinyal yang diterima dari
user ke-k, variabel akhir
γ
k(n) dapat diperoleh setelah sinyal yang diterima di-despreaddengan spreading-sequence user ke-k dan seluruh chip dari satu periode diterima. Nilai
γ
k(n) dapat diperoleh dari persamaan berikut [2]:( )
[
y n]
M E[ ]
b( )
nE k = . βk . k (2.20)
Dimana M adalah daya proses CDMA, dan βk(t)adalah koefisien kanal fading dan n
adalah indeks simbol. Hasil despreading data dengan Auxiliary spreading sequence yang dihasilkan dalam stau periode symbol akan menghasilkan variabel
γ
a(n), dengan nilai [2]:( )
[
y n]
=0E a (2.21)
Dikarenakan hubungan spreading sequenceyang ditunjukkan pada (2.12) dan dengan mengansumsikan data biner bk(n) mempunyai peluang yang sama antara “+1” dan “-1”.
Dengan demikian,
γ
k(n) danγ
a(n) sama-sama memiliki nilai varians yang bukan nolHasil bagi despread dari sinyal yang diamati dengan selisih MAI dengan sinyal yang diamati (hanya jumlah interferensi user lain) disebut sebagai SIR dan dinyatakan sebagai [2]:
( )
( )
( )
∑
∑
∑
= = =⎥
⎦
⎤
⎢
⎣
⎡
−
⎥
⎦
⎤
⎢
⎣
⎡
=
MB m B n k a B n k kn
y
B
M
n
y
B
n
y
B
1 2 1 2 2 11
1
1
1
γ
(2.22)2.10 Error Random pada Kanal Downlink Sistem CDMA
Dari (2.11), untuk jumlah user maksimum maka kanal downlink CDMA dapat dikatakan sebagai kanal AWGN. Karena nilai interface yang dihasilkan MAI akan maksimum dan lebih mendominasi nilai SIR. Nilai SIR akan cenderung konstan, karena setiap user pada kanal downlink akan mengalami fluktuasi fading dan melalui lintasan yang sama. Karena kanal downlink merupakan kanal AWGN, maka error pada feedback
channel merupakan errror yang terdistribusi random. Dengan probability density
function (pdf) dari Gaussian random variable X dan mean mx serta variance σx2 adalah
[7]: fx(x)=
(
)
⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − − 2 2 2 1 exp 2 1 x x x m x σ πσ (2.23)Persamaan (2.15) merupakan pdf dapat terlihat untuk fx(x) ≥0, dan dari integrasi berikut
[7]
( )
x dx(
x m)
d f x x x x∫
∫
∞ ∞ − ∞ ∞ − ⎥⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − − = 2 2 2 1 exp 2 1 σ πσ (2.24)Dengan mengganti variabel t =
(
)
, 2 x x m x πσ − maka (2.16) menjadi [7]:( )
∫
(
)
∫
∞ ∞ − ∞ ∞ − = − = exp t2 dt 1 dx x fx π (2.25)Fx (x)=
∫
(
)
∞ − ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − − x x x x d m ξ ξ σ πσ 2 2 2 1 exp 2 1 (2.26)Untuk menunjukkan nilai spesifik dari x dapat menggunakan tabel error function yang didefenisikan sebagai berikut [7]:
erf (u) =
∫
u( )
−z dx 0 2 exp 2 π (2.27)dengan nilai erf (0)=0 dan erf (∞)=1.
Dengan menggunakan simetri dari (2.26) didapat [7]:
Fx(x) = ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − + x x m x erf σ 2 1 2 1 (2.28) 2.11 Diversitas
Diversitas adalah teknik untuk mengatasi multiptah fading dengan menggunakan dua atau lebih sinyal yang secara statistik independen (dalam waktu, frekuensi, spatial, atau polarisasi) antara satu dengan lainnya dalam sistem nirkabel. Jadi, teknik diversitas ini mengolah informasi yang sama dari beberapa sinyal yang independen dan tidak saling berkorelasi antara sinyal yang ada dan dikombinasikan oleh susunan penerima. Prinsip dasar dari diversitas adalah sebagai berikut. Jika beberapa sinyal yang membawa informasi yang sama diterima melalui sejumlah kanal dengan fading yang independen, maka ada kemungkinan besar pada saat tertentu minimal satu atau lebih dari sinyal-sinyal yang diterima tidak terkena deep fade, hal ini memberi kemungkinan untuk mengirimkan sinyal yang memadai ke receiver. Tanpa teknik diversitas, pada kondisi noise besar, pengirim harus mengirim level daya yang jauh lebih besar untuk menjaga jaringan komunikasi pada saat terjadi deep fade. Pada sistem nirkabel, daya yang digunakan pada kanal uplink adalah terbatas pada kapasitas batere handphone. Teknik diversitas memegang peranan besar dalam mengurangi besarnya daya kirim sinyal memerlukan margin tambahan [3].
(diversitas ruang). Pada time diversity, beberapa path sinyal yang datang membawa informasi yang sama namun tiba pada time slot yang berbeda, yang kemudian sinyal sinyal tersebut dikombinasikan. Perbedaan waktu kedatangan antara satu path sinyal dengan sinyal lainnya harus tidak saling berkorelasi (uncorrelated) sehingga keuntungan dari penggunaan diversity bisa didapatkan.
Pada frequency diversity, sinyal hasil diversitas frekuensi didapatkan dari beberapa path sinyal yang datang yang membawa informasi yang sama namun menggunakan frekuensi carier yang berbeda yang kemudian sinyal sinyal tersebut dikombinasikan. Pemisahan frekuensi dari beberapa frekuensi carier yang berbeda harus melebihi bandwidth dari kanal tersebut. Pada space diversity atau yang biasa disebut
antenna diversity, sinyal hasil yang didapatkan dari sinyal datang yang membawa
informasi yang sama yang diperoleh dari antena penerima yang berbeda yang kemudian sinyal-sinyal tersebut dikombinasikan. Jarak pemisahan dari satu antena dengan antena lainnya harus melebihi jarak dari kanal tersebut.
Selain dari ketiga teknik diversitas di atas, terdapat metode lain yaitu diversitas polar dan diversitas sudut. Pada diversitas polar, sinyal multipath yang berbeda dan tidak berkorelasi dapat diperoleh dengan mengunakan polarisasi sinyal yang berbeda-beda. Diversitas sudut hampir sama dengan diversitas antena, namun diversitas sudut antenna digunakan untuk memanfaatkan sinyal multipath yang datang dari arah yang berbeda.
2.11.1 Diversitas Antena [2]
Pada sistem selular, diversitas susunan antena biasanya diimplementasikan pada
base station (BTS), karena kemudahannya untuk diimplementasikan dibandingkan jika
diimplementasikan pada mobile station. Penerimaan diversitas pada base station
digunakan untuk mendapatkan gain pada kanal uplink, sedangkan pemancaran diversitas pada base station digunakan untuk mendapatkan gain pada kanal downlink.
Dimisalkan terdapat L buah antena penerima dengan fading yang saling independent. Umumnya, untuk mendapatkan path sinyal yang saling independent, jarak antar elemen antena adalah 10 kali panjang gelombang. Berikut adalah gambar sederhana dari diversitas susunan antena.
Gambar 2.9 Model sederhana diversitas susunan antena [2]
Terdapat beberapa algoritma untuk mengkombinasikan path sinyal yang datang pada receiver, yaitu selective combining, equal gain combining dan maximal ratio
combining. Selective combining (SC), algoritma yang paling sederhana diantara tiga
teknik yang telah disebutkan sebelumnya. Teknik ini hanya memilih sinyal yang memiliki SNR terbaik dan membuang sinyal – sinyal lainnya. Diagram blok dari teknik ini adalah sebagai berikut :
Pada equal gain combining (EGC), berbeda dengan SC yang hanya mengambil satu sinyal terbaik, di EGC, sinyal dari semua antena justru langsung diambil setelah sebelumnya disamakan terlebih dahulu fasanya (cophased). Jadi, sinyal yang masuk demodulator adalah superposisi dari sinyal – sinyal yang ditangkap semua antena. Seperti pada diagram balok berikut:
Gambar 2.11 Diagram blok Equal Gain Combining
Pada maximal ratio combining (MRC), algoritma ini mengkombinasikan seluruh sinyal yang datang dari semua antena seperti pada EGC, namun masing-masing sinyal datang tersebut akan dikalikan dengan koefisien faktor tertentu yang berupa akar kuadrat dari SNR-nya untuk masing masing sinyal. Keluaran hasil combining dari diversitas antena y(t) dapat dinyatakan sebagai berikut [2]:
∑
==
L l l lx
t
w
t
y
1)
(
)
(
, (2.29)dimana xl (t) sinyal dari setiap input diversitas antena. Dengan vektor w = [w1, w2, ...,
wL]T, dengan wldinyatakan sebagai [2]:
∑
= l l l l w γ γ , (2.30)dimana,γl(t) merupakan SIR input pada elemen ke-l dari susuna antena. Dengan SIR output dinyatakan sebagai [2]:
∑
==
L l l MRC 1γ
γ
(2.31)Alogoritma MRC lebih optimal digunakan dari kedua algoritma lainnya [2]. Sehingga pada simulasi pada penelitian ini digunakan algoritma MRC pada diversitas antena dengan susunan dua antena (L=2). Diagram blok MRC adalah sebagai berikut: