FOCUS AGROTEKNOLOGI UPMI Page 98 e-ISSN : 2722-6417 Volume 1 Nomor 3 Desember 2020 RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN CABAI PELANGI (Capsicum
Annum Var. Seroja) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK KANDANG AYAM DAN MULSA JERAMI
Indi Sujiwo
Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia
Abstrak
Cabai pelangi (Capsicum annum) lebih dikenal sebagai sayuran untuk dikonsumsi atau sebagai pelengkap masakan, tetapi menurut Djarwaningsih (2005), tanaman cabai pelangi tidak hanya berguna sebagai bumbu masakan, tetapi manfaatannya begitu luas sejalan dengan pandangan masyarakat
yang melebar saat ini. Tanaman cabai pelangi memiliki banyak jenis spesies, sehingga penggunaannya juga bervariasi. Salah satu kegunaan lain dari tanaman cabai pelangia dalah menjadikan tanaman ini sebagai tanaman hias.
.
Keyword
Cabai Pelangi (Capsicum annum)
FOCUS AGROTEKNOLOGI UPMI Page 99
Menurut Bosland et al. (1994), Tanaman cabai pelangi pertama kali populer di Eropa dan diperluas ke Amerika. Keunggulan cabai pelangi meliputi beragam warna dan bentuk buah, kemudahan dalam perbanyakan tanaman, umur tanam yang relatif pendek dan lebih toleran terhadap panas dan kekeringan. Warna dan bentuk cabai pelangi yang unik dan bervariasi mampu memberikan keindahan dan memberi kesan taman yang lebih hidup.
Menanam cabai pelangi memiliki tujuan yang berbeda dengan menanam cabai untuk produksinya seperti tanaman cabai lainnya. Cabai pelangi sebagai tanaman hias harus memiliki tanaman berkualitas yang dapat menambah keindahan. Kualitas yang diharapkan yaitu memiliki tinggi tanaman sebanding dengan pot, memiliki banyak cabang sehingga tanaman terlihat lebih rindang, memiliki banyak buah sebagai daya tarik untuk tanaman hias buah dan memiliki kinerja yang disukai oleh konsumen (Cayanti 2006).
Dengan meningkatnya permintaan dan kurangnya pasokan cabai pelangi dimasyarakat, peningkatan dalam area penanaman diarahkan untuk mencapai keseimbangan pasokan dan permintaan. Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi tanaman cabai dengan pemupukan dan perbaikan lingkungan (Indroprahasto dan Madyasari, 2005).
Penggunaan mulsa sangat berguna dalam hal menjaga kondisi kelembaban tanah dan produksi tanaman yang optimal. Kehadiran mulsa pada permukaan tanah dapat mempengaruhi iklim mikro di sekitar tanaman sehingga dapat meningkatkan perkembangan tanaman. Mulsa dapat menekan pertumbuhan gulma, mengurangi penguapan dan kecepatan air permukaan, sehingga kelembaban tanah dan pasokan air dapat dipertahankan (Wardjito, 2001).
Selain itu, air hujan akan tertahan oleh bahan mulsa sehingga agregat tanah tetap stabil dan menghindari proses penghancuran tanah dari air hujan. Semua jenis mulsa dapat digunakan untuk tujuan mengendalikan erosi dan teknologi mulsa juga dapat mencegah penguapan, sehingga proses penguapan air dari permukaan tanah akan tertahan oleh bahan mulsa dan jatuh kembali ke tanah (Wardjito, 2001 ).
Menurut Kadarso (2008), mulsa organik berasal dari bahan alami yang mudah diterurai seperti puing-puing tanaman (jerami). Keberadaan mulsa organik dapat menahan percikan air hujan, mempertahankan struktur tanah dan menekan pertumbuhan gulma. Keuntungan lain adalah mulsa organik mudah terurai secara hayati, lebih ekonomis dan lebih mudah diperoleh. Contoh mulsa organik adalah mulsa jerami.
FOCUS AGROTEKNOLOGI UPMI Page 100 KAJIAN TEORI
Tanaman Cabai Pelangi
Cabai pelangi (Capsicum annum) adalah anggota keluarga Solanaceae. Genus Capsicum memiliki spesies yang umum di Indonesia yaitu Capsicum frutescens. Cabai termasuk dalam Kerajaan plantae, Divisi Magnoliophyta, Kelas Magnolioside, dan Ordo Solanales (Bosland dan Votava, 1999).
Siemonsma dan Piluek (1994) menyatakan bahwa biji cabai berkecambah pada umur 6-21 hari setelah disemai dan mulai berbunga pada umur 60-90 hari. Bunga mekar selama 2-3 hari dan buah matang pada usia 4-5 minggu setelah berbunga.
Peranan Mulsa Jerami
Mulsa adalah bahan yang digunakan pada permukaan tanah dan berfungsi untuk menghindari kehilangan air melalui penguapan dan menekan pertumbuhan gulma. Salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai mulsa adalah jerami dengan menimbang berat 1 kg/plot, 2 kg/plot dan 3 kg/plot (Wardjito, 2001).
Menurut penelitian Barus (2006), perlakuan penggunaan mulsa memiliki pengaruh terhadap tinggi tanaman, jumlah cabang dan produksi tanaman. Jenis mulsa organik ini dapat menambahkan bahan organik dalam tanah. Bahan organik memiliki pengaruh yang baik terhadap sifat fisik tanah, berfungsi sebagai penyedia nutrisi dan sumber energi untuk mikroorganisme tanah (Thorne D.W 1979). Bahan organik juga mempengaruhi beberapa sifat tanah lainnya seperti kemampuan untuk mengikat air, mempertahankan kelembaban tanah dan sangat menentukan beberapa sifat fisik-kimia tanah seperti kapasitas pertukaran kation dan kapasitas penyangga tanah (Rismaneswati, 2006).
Sisa tanaman yang bisa dijadikan mulsa organik adalah jerami. Mulsa jerami dapat meningkatkan kesuburan tanah, struktur, cadangan air tanah dan menghambat pertumbuhan gulma. Selain itu, mulsa jerami dapat menahan suhu tanah agar tidak terlalu panas dan dingin. Kehadiran kelembaban tinggi di permukaan tanah karena pemberian mulsa jerami dapat menarik cacing tanah untuk hidup di dalamnya. Cacing tanah ini akan membantu meningkatkan kesuburan tanah sehingga pertumbuhan tanaman akan tetap terjaga (Mayun, 2007).
FOCUS AGROTEKNOLOGI UPMI Page 101
Penelitian disusun dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK), dengan perlakuan :
Pemberian mulsa jerami (M) terdiri dari 4 taraf yaitu : M0 : Kontrol
M1 : 1 kg/plot (10 ton kg/ha)
M2 : 2 kg/plot (20 ton kg/ha)
M3 : 3 kg/plot (30 ton kg/ha) HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil uji stastik Pengaruh pemberian mulsa jerami berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman (cm) pada umur 14 hst, 28 hst, dan 42 hst.
Dari tabel 1, pengaruh pemberian mulsa jerami terhadap tinggi tanaman (cm) pada umur 14 hst yang tertinggi terdapat pada perlakuan M2 sebesar 7,00 cm sedangkan yang terendah
terdapat pada perlakuan M0 sebesar 6,44 cm, pada umur 28 hst yang tertinggi terdapat pada
perlakuan M3 sebesar 19,63 cm sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan M0 sebesar
17,36 cm, pada umur 42 hst yang tertinggi terdapat pada perlakuan M3 sebesar 21,63 cm
sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan M0 sebesar 20,04 cm. Tabel 1.
Rataan pengaruh pemberian pupuk kandang ayam dan mulsa jerami terhadap tinggi tanaman (cm) pada umur 14 hst, 28 hst, 42 hst.
Mulsa M0 M1 M2 M3 14 hst 6.11 6.66 6.77 6.11 6.44 6.77 6.27 7.22 6.55 6.33 8.00 6.22 7.66 6.66 7.33 6.72 6.44 a 6.60 a 7.08 a 6.56 a 28 hst 18.22 18.72 18.33 19.88 17.33 20.50 19.22 19.88
FOCUS AGROTEKNOLOGI UPMI Page 102 17.83 18.88 16.72 18.33 16.05 16.61 17.61 20.44 17.36 a 18.68 a 17.97 a 19.63 a 42 hst 20.88 19.27 20.66 21.77 19.94 22.77 21.38 22.05 20.61 21.27 19.44 20.27 18.72 22.44 20.00 22.44 20.04 a 21.44 a 20.37 a 21.63 a
Pengaruh pemberian mulsa jerami berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman (cm) pada umur 14 hst, 28 hst, dan 42 hst hal ini disebabkan bahwa pemulsaan merupakan salah satu teknik budidaya dengan memodifikasi iklim mikro yang bertujuan untuk mencegah kehilangan air dari tanah dapat dikurangi temperatur dan kelembaban tanah yang sesuai dengan kondisi tanaman hal ini dibuktikan dengan hasil pengamatan tinggi tanaman pada lahan yang diberi mulsa memiliki suhu tanah yang cenderung menurun dan kelembaban tanah yang cenderung tanah. Suhu dan kelembaban mempunyai hubungan erat artinya ketika suhu tanah tinggi, maka kelembaban tanah yang dihasilkan rendah (Mulyatri, 2003).
Diameter Batang (mm)
Pengaruh pemberian mulsa jerami berpengaruh tidak nyata terhadap diameter batang (mm) pada umur 14 hst, 28 hst dan 42 hst
Dari (Tabel 2), pengaruh pemberian mulsa jerami terhadap diameter batang (mm) pada umur 14 hst yang tertinggi terdapat pada perlakuan M3 sebesar 0,11 mm sedangkan yang
terendah terdapat pada perlakuan M2 sebesar 0,10 mm, pada umur 28 hst yang tertinggi terdapat
pada perlakuan M3 sebesar 0,20 mm sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan M0
sebesar 0,18 mm, pada umur 42 hst yang tertinggi terdapat pada perlakuan M3 sebesar 0,47 mm
sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan M0 - M2 sebesar 0,46 mm, Tabel 2.
Rataan pengaruh pemberian pupuk kandang ayam dan mulsa jerami terhadap diameter batang (mm) pada umur 14 hst, 28 hst, 42 hst.
mulsa
M0 M1 M2 M3
FOCUS AGROTEKNOLOGI UPMI Page 103
Pemberian mulsa jerami berpengaruh tidak nyata terhadap diameter batang (mm) pada umur 14 hst, 28 hst, 42 hst dan 56 hst. Hal ini disebabkan mulsa jerami tidak dapat mensuplai unsur hara bagi tanaman dan kondisi lingkungan serta tidak mempermudah mineral dalam tanah dan lahan yang di beri mulsa memiliki temperatur tanah yang cenderung menurun (Hamdani, 2009).
Jumlah Daun (helai)
Dari hasil uji stastik pengaruh pemberian mulsa jerami berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun (helai) pada umur 14 hst, 28 hst dan 42 hst
Dari (Tabel 3), Pengaruh pemberian mulsa jerami terhadap jumlah daun (helai) pada umur 14 hst yang tertinggi terdapat pada perlakuan M1 sebesar 10,88 helai sedangkan yang
terendah terdapat pada perlakuan M2 sebesar 9,88 helai, pada umur 28 hst yang tertinggi terdapat
pada perlakuan M3 sebesar 25,00 helai sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan M0
sebesar 19,08 helai, pada umur 42 hst yang tertinggi terdapat pada perlakuan M3 sebesar 28,86
helai sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan M0 sebesar 22,94 helai.
0.10 0.10 0.11 0.10 0.12 0.11 0.11 0.11 0.11 0.12 0.10 0.12 0.13 0.12 0.10 0.11 0.11 a 0.11 a 0.10 a 0.11 a 28 hst 0.17 0.18 0.20 0.20 0.17 0.20 0.20 0.20 0.18 0.20 0.18 0.20 0.20 0.18 0.20 0.20 0.18 a 0.19 a 0.19 a 0.20 a 42 hst 0.45 0.45 0.45 0.50 0.47 0.45 0.50 0.43 0.47 0.43 0.45 0.47 0.45 0.50 0.45 0.50 0.46 a 0.46 a 0.46 a 0.47 a
FOCUS AGROTEKNOLOGI UPMI Page 104 Tabel 3
Rataan pengaruh pemberian pupuk kandang ayam dan mulsa jerami terhadap jumlah daun (helai) pada umur 14 hst, 28 hst, 42 hst.
Pengaruh pemberian mulsa jerami berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun (helai) pada umur 14 hst, 28 hst dan 42 hst. Hal ini disebabkan karena perlakuan yang diberi mulsa jerami belum cukup unsur hara dan belum cukup menekan keberadaan gulma. Mulsa jerami dapat meningkatkan tumbuhnya penyakit seperti jamur dan bakteri (Purwowidodo, 1998).
Mulsa M0 M1 M2 M3 14 hst 9.22 10.00 9.88 9.55 10.22 11.33 8.77 9.55 9.88 11.77 11.33 11.22 10.66 10.44 9.55 10.33 9.99 a 10.88 a 9.88 a 10.16 a 28 hst 16.88 25.55 22.22 24.88 20.55 22.55 24.11 26.11 18.77 19.44 20.11 23.77 20.11 24.00 21.22 25.22 19.08 a 22.88 a 21.91 a 25.00 a 42 hst 20.77 30.55 26.44 28.00 24.33 25.55 28.00 29.44 22.66 23.44 24.77 27.66 24.00 28.55 24.88 30.33 22.94 a 27.02 a 26.02 a 28.86 a
FOCUS AGROTEKNOLOGI UPMI Page 105 KESIMPULAN
Pemberian mulsa jerami berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 14 hst (M2 7,08 cm), 28 hst (M3 19,63 cm), 42 hst (M3 21,63 cm) dan, jumlah daun pada umur 14 hst
(M1 10,88 helai), 28 hst (M3 25,00 helai), 42 hst (M3 28,86 helai). SARAN
Disarankan kepada pembaca untuk melanjutkan penelitian ini terlebih dahulu menganalisis kandungan hara sebelum melakukan penanaman agar lebih efisien untuk kandungan hara yang akan diaplikasikan dan tanah yang berkaitan dengan tingkat kesuburan tanah dan kandungan bahan organik dalam tanah.
DAFTAR PUSTAKA
Bosland, P.W., E.J. Votava. 1999. Peppers : Vegetable and Spice. Capsicum sp. CABI publ. London.
Kadarso. 2008. Kajian Penggunaan Jenis Mulsa Terhadap Hasil Tanaman Cabai Merah
Varietas Red charm. Agros. 10(2) : 134-139.
Mayun, I.A 2007. Efek Mulsa Jerami Padi dan Pupuk Kandang Sapi terhadap Pertumbuhan dan
Hasil Bawang Merah di Daerah Pesisir. Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Bali.
Mulyatri. 2003. Peranan Pengelolahan Tanah dan Bahan Organik Terhadap Konservasi Tanah
dan Air. Jurnal Pertanian. Bandung.
Purwowidodo, 1998. Teknologi Mulsa. Dewa Ruci Press. Jakarta.
Rismaneswati. 2006. Pengaruh Terracottem, Kompos dan Mulsa Jerami terhadap Sifat Fisik
Tanah, Pertumbuhan dan Produksi Kedelai pada Tanah Alfisol. J. Agrivigor 6 (1):49-56