HUBUNGAN PERSEPSI TERHADAP KOMPENSASI DENGAN MOTIVASI KERJA DI PT SYNCRUM LOGISTICS
NASKAH PUBLIKASI
Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan
Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi
Oleh :
GUGUS ADAB
F.100 080 021
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
HUBUNGAN PERSEPSI TERHADAP KOMPENSASI DENGAN
MOTIVASI KERJA DI PT SYNCRUM LOGISTICS
NASKAH PUBLIKASI
Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1
Psikologi
Diajukan oleh: GUGUS ADAB
F.100 080 021
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013
HUBUNGAN PERSEPSI TERHADAP KOMPENSASI DENGAN MOTIVASI KERJA DI PT. SYNCRUM LOGISTICS
ABSTRAKSI Gugus Adab
Susatyo Yuwono, S.Psi., M.Si.
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiah Surakarta
Tolak ukur karyawan yang produktif adalah tumbuhnya motivasi kerja yang baik dari dalam diri karyawan. Sistem kompensasi yang dibuat diharapkan dapat dipersepsi baik oleh karyawan sehingga karyawan memiliki motivasi kerja yang baik. PT. Syncrum Logistics sebagai tempat penelitian merupakan perusahaan yang menuju kepada pengelolaan kerja yang terstandar. Tujuan utama pada penelitian ini adalah mengetahui hubungan persepsi terhadap kompensasi dengan motivasi kerja di PT Syncrum Logistics dengan hipotesis ada hubungan positif antara persepsi terhadap kompensasi dengan motivasi kerja di PT Syncrum Logistics.
Subjek penelitian ini adalah supir yang bekerja di PT Syncrum Logistics sebanyak 76 orang. Teknik sampling menggunakan purposive sampling. Penelitian menggunakan skala persepsi terhadap kompensasi dan motivasi kerja dan hasil penelitian di uji korelasi dengan teknik product moment.
Hasil penelitian yang didapatkan menunjukan adanya hubungan persepsi terhadap kompensasi yang siginifikan dengan motivasi kerja, dengan hasil analisis koefisien korelasi (r) sebesar 0,264 dengan signifikansi p= 0,021. Hal ini berarti persepsi supir di perusahaan mengenai kebijakan kompensasi yang telah dibuat dapat mempengaruhi motivasi kerja mereka. Kategorisasi supir mengenai persepsi terhadap kompensasi tergolong sedang RE = 50,68 (77,63%) sedangkan motivasi kerja supir tergolong tinggi RE= 33,2 (50%) dan sedang 42,11%. Persepsi terhadap kompensasi mempengaruhi motivasi kerja sebesar 7%.
Kata kunci: Persepsi terhadap Kompensasi, Motivasi Kerja
PENDAHULUAN
Meningkatnya pertumbuhan perindustrian hingga ranah produksi internasional di Indonesia berarti berbicara mengenai pentingnya perhatian kesejahteraan karyawan yang bekerja di suatu perusahaan. Hal ini seperti yang diungkapkan Ibrahim (2006) yaitu tata kelola perusahaan atau Good Corporate Goverenance (GCG) menetapkan dalam menuju keberhasilan visi, misi, dan tujuan perusahaan perlu menjalin hubungan yang baik pada karyawan.
Munculnya motivasi kerja pada karyawan dapat diartikan baiknya suatu perusahaan mengaplikasikan sistem GCG. Motivasi kerja sendiri diartikan oleh Widiyanti dan Anorogo (1993) sebagai sesuatu yang menimbulkan semangat dan dorongan kerja.
Esensi dari pentingnya peran motivasi kerja yang pertama sebagai cara dalam pencapaian tujuan perindustrian. Seperti yang diungkapkan oleh Diyah Dumasari Siregar ST, MM dalam Cokroaminoto (2009) yaitu apabila karyawan memiliki produktivitas dan
motivasi kerja yang tinggi, maka laju roda pun akan berjalan kencang, yang akhirnya akan menghasilkan kinerja dan pencapaian yang baik bagi perusahaan.
Kedua motivasi kerja yang baik juga dapat memenuhi kebutuhan diri karyawan. Hal ini diungkapkan Maslow dalam Hersey, Blanchard (1995) yaitu kemunculan motivasi merupakan kebutuhan beraktualisasi pada diri seseorang sehingga seseorang menjadi tambah profesional dalam bekerja.
Fakta yang terjadi ialah masih rendahnya motivasi kerja dalam perusahaan di Indonesia. Hal ini dapat terungkap pada fenomena PNS yang absen setelah lebaran. Seperti Kalimantan Tengah hanya 2.470 pegawai yang masuk di hari pertama setelah cuti lebaran (RI/B-4, 2011). Manokwari 1.000 lebih pegawai nya bolos kerja (Chia, 2011). DKI Jakarta terdapat 565 pegawainya yang tidak masuk kerja paska lebaran (Harahap, 2011). Permasalahan motivasi kerja ini tentu dapat mengganggu jalannya pelayanan masyarakat.
Permasalahan motivasi kerja juga dapat terlihat pada supir di PT Syncrum Logistics sebagai tempat penelitian. Data yang diberikan pada 13 Mei 2012 selama Februari – 13 Mei yaitu terdapat 9 supir yang absen lebih dari 4 hari bahkan ada yang sampai 11 hari. Sedangkan yang resign mencapai 27 supir. Data tersebut dapat diartikan bahwa perusahaan ini belum dianggap sebagai tujuan supir. Data lain didapatkan permasalahan motivasi kerja yang lain seperti kelalaian kerja dan komunikasi supir antara satu dengan yang lainnya.
Untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan maka perlu
adanya inovasi yang dilakukan. Salah satunya adalah kompensasi. Igales dan Roussel (1999) misalnya, dalam penelitiannya mengenai salah satu inovasi motivasi kerja pada
perusahaan Perancis, mengungkapkan bahwa kompensasi
dalam perusahaan misal pemberian gaji yang fleksibel, keuntungan tambahan, dapat meningkatkan motivasi kerja.
Sistem kompensasi yang diberikan kepada karyawan dapat
dipersepsi beragam pada setiap karyawan. Baik dan buruknya persepsi karyawan tentu dapat mempengaruhi motivasi kerja.
Inovasi kompensasi pada supir yang telah dilakukan HRD pada perusahaan P.T Syncrum Logistics sesungguhnya sudah dilakukan mulai dari gaji pokok sampai tunjangan. Namun masih adanya permasalahan- permasalahan motivasi kerja yang dialami supir di perusahaan ini dapat menimbulkan pertanyaan, apakah ada hubungan persepsi terhadap kompensasi dengan motivasi kerja di PT Syncrum Logistics?
Penelitian ini akan mengetahui hubungan persepsi terhadap kompensasi dengan motivasi kerja, termasuk tingkatan pada masing- masing variabel maupun mengetahui seberapa besar persentase pengaruh persepsi terhadap kompensasi mempengaruhi motivasi kerja.
Penelitian ini bermanfaat sebagai bahan pertimbangan HRD di PT Syncrum Logistics sebagai pembuat kebijakan kompensasi, supir, maupun dapat sebagai
referensi pada ilmuwan psikologi untuk melakukan penelitian selanjutnya.
TINJAUAN PUSTAKA Motivasi Kerja
Pada ranah pekerjaan motivasi kerja sebagai tolak ukur karyawan yang mendorong untuk melakukan kewajiban kerjanya. Sehingga esensi dari motivasi sendiri begitu penting pada diri karyawan. Istilah motivasi diungkapkan Winardi (2001) berasal dari bahasa latin yaitu movere dalam bahasa Inggrisnya diartikan to move merupakan bergerak. Pengertian harfiah didapatkan bahwa motivasi merupakan sesuatu yang menggerakan seseorang untuk melakukan sesuatu.
Pentingnya motivasi dalam suatu pekerjaan karena motivasi sebagai dorongan internal seseorang untuk melakukan sesuatu yang menuju tujuan yang diinginkan. Munandar (2001) mengungkapkan motivasi merupakan suatu proses kebutuhan- kebutuhan yang mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan
yang mengarah ke tercapainya tujuan tertentu.
Beberapa teori motivasi mengungkapkan tidak lepasnya motivasi dari esensi motif sebagai motor seseorang berperilaku tertentu. Sobur (2009) mengungkapkan motivasi sebagai motif yang merupakan dorongan, hasrat, keinginan, dan tenaga penggerak lainnya yang berasal dari dalam dirinya untuk melakukan sesuatu. Motivasinya sendiri diartikan sebagai pembangkit motif.
Sedangkan motivasi kerja didefinisikan dari Anoraga (2009) sebagai sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja.
Motivasi kerja dapat bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar karyawan. Maslow dalam Siagian (2004) yang mengemukakan karyawan membutuhkan motivasi kerja sebagai pemenuhan kebutuhan seperti fisiologis, rasa aman, bersosial, harga diri maupun aktualisasi diri. Hal ini menunjukan seorang pembuat kebijakan harus membuat inovasi peningkatan motivasi kerja supaya terpenuhinya kebutuhan karyawan
karena karyawan juga memiliki keinginan bermotivasi dalam prestasi kerja seperti yang diungkapkan McClelland (1987).
Salah satu inovasi meningkatnya motivasi kerja ialah kompensasi sebagaimana Spector (2008) menyebutkan pendapat Thorndike bahwa peningkatan perilaku dikarenakan adanya reward maupun penguatan dan terjadi penurunan perilaku apabila ada punishment. Reward sendiri dalam dunia industri sebagai kompensasi.
Berdasarkan teori- teori yang telah diungkapkan dapat diambil kesimpulan motivasi ialah penimbul motif sebagai pendorong atau penggerak dari dalam diri seseorang untuk melakukan perilaku tertentu agar tercapainya tujuan tertentu. Esensinya hadirnya motivasi kerja karena karyawan ingin kebutuhan hidupnya terpenuhi seperti fisiologis, rasa aman, sosial, harga diri dan aktualisasi maupun kebutuhan berprestasi.
Persepsi terhadap Kompensasi Sebagaimana yang diungkapkan Siagian (2004) bahwa salah satu
faktor yang mempengaruhi motivasi kerja adalah persepsi karyawan. Maka persepsi dapat menjadi variabel yang dapat mempengaruhi motivasi kerja. Persepsi sendiri didefinisikan Sobur (2009) berasal dari bahasa latin “perceptio” dari “percipere” yang berarti menerima atau mengambil. Secara definisi diartikan persepsi adalah proses
menerima, menyeleksi, mengorganisasikan, mengartikan,
menguji, dan memberikan reaksi kepada panca indera.
Pada prosesnya persepsi diungkapkan Walgito (2010) mulai dari masuknya stimulus oleh alat indera, stimulus yang ditangkap panca indera diteruskan ke otak hingga akhirnya proses masuknya ke otak menjadikan individu sadar sehingga terjadi persepsi dan individu bereaksi mengubah perilakunya.
Tentu terjadinya persepsi dilandasi adanya stimulus yang masuk. Maka seperti fokus pada penelitian ini menjadikan kebijakan kompensasi perusahaan sebagai stimulus yang dipersepsi karyawan. Kompensasi sendiri didefinisikan
Sirait (2006) sebagai hal yang diterima karyawan, baik berupa uang atau bukan uang sebagai balas jasa yang diberikan bagi upaya karyawan yang diberikannya untuk organisasi. Hal ini perlu diberikan karyawan agar tujuan organisasi maupun tujuan diri karyawan sendiri tercapai.
Maka persepsi terhadap kompensasi dapat disimpulkan sebagai cara seseorang memandang dan mengartikan sesuatu melalui panca inderanya mengenai imbalan tempat karyawan bekerja. Kompensasi yang ditawarkan perusahaan kepada karyawan memberikan cara pandang tertentu mengenai ketertarikan mereka dalam memberikan kontribusi di perusahaan.
Hubungan Persepsi terhadap Kompensasi dengan Motivasi Kerja
Tata aturan industrial yang baik adalah terciptanya aturan yang dapat mensejahterakan seluruh jajaran karyawan agar tercapainya tujuan industrial. Setiap karyawan yang bekerja di suatu perusahaan tentu memiliki harapan akan kesejahteraan hidupnya dari tempat
ia bekerja. Maka persepsi karyawan atas kompensasi yang didapatkannya dapat mempengaruhi motivasi kerja mereka sebagaimana motivasi kerja merupakan komponen penting dalam membentuk etos kerja yang menguntungkan perusahaan.
McClelland (1987) menyebutkan munculnya kebutuhan
motivasi berprestasi dalam dunia industri berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi. Kebutuhan ini dapat diartikan bahwa munculnya motivasi kerja karena kebutuhan akan kompensasiyang ingin dicapai.
Faizal dan Fauzi (2005) juga menyebutkan pengaruhnya seseorang berpersepsi bedampak pada penilaian terhadap kebijakan dan aturan perusahaan. Kompensasi sebagai salah satu kebijakan kerja yang langsung bersinggungan dengan kebutuhan ekonomi akan langsung dipersepsikan karyawan. Seorang manajer yang mampu memberikan kebijakan kompensasi dengan tepat dapat dipersepsikan positif sehingga muncul motivasi kerja yang baik dari karyawan.
Diperkuat juga oleh Sobur (2009) bahwa motivasi dapat muncul
tergantung kebutuhan seseorang. Semakin besar kebutuhan seseorang semakin besar pula motivasinya. Maka, dapat diartikan bahwa seseorang bekerja karena butuh imbalan yang diberikan dari perusahaan tempat ia bekerja.
Berdasarkan teori yang disebutkan dapat disimpulkan bahwa persepsi karyawan terhadap kompensasi dengan motivasi kerja merupakan cara seseorang dalam memandang dan mengartikan sesuatu mengenai kompensasi yang di
dapatkannya sehingga mempengaruhi motivasi kerja
karyawan dalam memenuhi tugas kerjanya di perusahaan. Kompensasi merupakan suatu stimulus yang dipersepsikan karyawan sehingga mereka termotivasi untuk bekerja di perusahaan.
Hipotesis
Berdasarkan teori yang ada maka dapat disimpulkan hipotesis pada penelitian ini yaitu ada hubungan positif antara persepsi terhadap kompensasidengan motivasi kerja.
METODE PENELITIAN Identifikasi Variabel
Variabel bebas pada penelitian ini adalah persepsi terhadap kompensasi dan variabel tergantungnya motivasi kerja.
Definisi Operasional Variabel Penelitian
a. Persepsi terhadap kompensasi berkaitan dengan cara karyawan menerima, memandang, dan mengartikan stimulus berupa kompensasi yang diberikan dari perusahaan.
b. Motivasi kerja merupakan penimbul motif sebagai pendorong atau penggerak dari dalam diri karyawan untuk melakukan tugas kerjanya agar tercapainya tujuan.
Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah karyawan yang berperan sebagai supir di PT Syncrum Logistics. Teknik sampling untuk pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling dengan bercirikan Supir yang masuk kerja
pada tahun 2010-2011 dan supir berusia rentang antara 21-40 tahun.
Metode dan Alat Pengumpulan Data
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data ini adalah dengan metode angket menggunakan skala likert. Terdapat 2 angket untuk pengumpulan data yaitu skala persepsi terhadap kompensasi dan motivasi kerja.
Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode analisis product moment dari
Pearson. Perhitungannya menggunakan program komputer
SPSS yang dihitung di Olah Data Fakultas Psikologi Univeritas Muhammadiyah Surakarta.
HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Hipotesis
Perhitungan uji hipotesis pada penelitian ini menggunakan analisis korelasi product moment. Didapatkan p = 0,021 dengan r = 0,264. Hal ini berarti signifikan karena p ≤ 0,05 sehingga adanya hubungan positif yang signifikan
antara persepsi terhadap kompensasi dengan motivasi kerja.
Pembahasan
Hasil analisis adanya hubungan positif yang signifikan antara persepsi terhadap kompensasi dengan motivasi kerja menunjukan bila semakin baik persepsi supir terhadap kompensasi di perusahaan maka semakin tinggi motivasi kerja mereka, hal ini pun berlaku sebaliknya bila semakin buruk persepsi terhadap kompensasi maka semakin rendah motivasi kerja mereka. Rivai dan Mulyadi (2010) berpendapat bila karyawan memiliki persepsi yang baik pada kebijakan kerjanya termasuk kebijakan kompensasi, maka karyawan akan berperilaku baik pada pemberi kebijakan. Persepsi yang diteruskan pada perilaku yang baik ini membuat motivasi kerja meningkat.
Pada penelitian Pedalino dan Gamboa dalam Spector (2008) membuktikan adanya peningkatan motivasi kerja karena baiknya kompensasi yang diterima. Kompensasi tersebut menggunakan kartu pada kehadiran karyawan.
Setiap karyawan yang masuk kerja mengambil kartu yang ada pada salah satu meja. Setiap minggu bila karyawan selalu masuk kerja maka dia memegang paling banyak lima kartu di tangannya. Karyawan yang mendapatkan kartu poker terbaik mendapat 20$. Alhasil penelitian ini dapat menekan tingkat absensi karyawan hingga 18%.
Selanjutnya penelitian Stajkovic dan Luthans dalam Spector (2008) juga memberikan hasil pada peningkatan performance kerja siswa karena baiknya kompensasi. Penelitian itu dilakukan pada 72 siswa yang dieksperimen dalam dua kelas. Didapatkan kedua kelas eksperimen mendapatkan hasil yang sama- sama positif dari kedua perlakuan kompensasi yang berbeda. Keduanya mendapatkan peningkatan performance kerja sebesar (17%) pada kompensasi non materil dan (23%) pada kompensasi materil.
Sumbangan efektif (SE) yang menghasilkan persentasi 7% menunjukan masih banyak faktor- faktor lain sebesar 93% yang mempengaruhi motivasi kerja. Faktor- faktor lain dapat
diungkapkan oleh Siagian (2004) bahwa selain persepsi masih banyak faktor yang mempengaruhi motivasi kerja yaitu kharakter biografi meliputi umur, jenis kelamin, jumlah tanggungan, dan masa kerja, kepribadian, kemampuan belajar, sistem nilai yang dianut, pemahaman sikap bawahan, kepuasan kerja dan kemampuan.
Herzberg dalam Hersey- Blancard (1995) juga mengungkapkan bahwa tidak hanya persepsi terhadap kompensasi saja faktor yang berpengaruh terhadap motivasi kerja. Faktor lain tersebut terbagi menjadi 2 yaitu Hygiene Factors, meliputi status, hubungan antar manusia, supervisi, peraturan- peraturan perusahaan dan administrasi, jaminan dalam pekerjaan, kondisi kerja, gaji, dan kehidupan pribadi. Motivational Factors, meliputi pekerjaannya sendiri, achievement, kemungkinan untuk berkembang, tanggung jawab, kemajuan dalam jabatan, dan pengakuan.
Persepsi terhadap kompensasi tergolong sedang, sedangkan walau motivasi kerja tergolong tinggi
namun masih dominan persentase yang menunjukan motivasi kerja yang tergolong sedang. Hal ini menunjukan perlu adanya peningkatan pada motivasi kerja supir. Pentingnya peningkatan motivasi kerja dijelaskan Munandar (2001) bahwa motivasi merupakan suatu proses kebutuhan- kebutuhan yang mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah ke tercapainya tujuan tertentu. Maka apabila tujuan kerja tercapai membuat perusahaan puas.
Faizal dan Fauzi (2005) menyatakan bahwa penghargaan berguna untuk memberi motivasi pada karyawan supaya berpartisipasi dalam kegiatan pertumbuhan dan perkembangan yang dirancang untuk meningkatkan keseluruhan kinerja. Sirait (2006) juga menguatkan bahwa eksistensi kompensasi karyawan sebagai hal yang diterima pegawai, baik berupa uang atau bukan uang sebagai balas jasa yang diberikan bagi upaya pegawai yang diberikannya untuk organisasi. Pegawai harus diberi imbalan agar tercapai tujuan organisasi dan tujuan mereka sendiri.
Agar terciptanya tata kelola perusahaan yang baik maka penting untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan. Meningkatnya motivasi kerja karyawan membuat terdorongnya karyawan dalam mencapai tujuan perusahaan yang diinginkan sehingga semakin baiknya sistem kompensasi yang dibuat, membuat karyawan semakin berpersepsi positif terhadap kompensasi tersebut yang berdampak pada meningkatnya motivasi kerja.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
1. Adanya hubungan positif yang signifikan antara persepsi terhadap kompensasi dengan motivasi kerja.
2. Persepsi terhadap kompensasi supir rata- rata termasuk dikategori sedang.
3. Motivasi kerja supir menunjukan rata- rata pada kategori yang tinggi. Walaupun rerata tinggi namun banyak motivasi kerja supir yang tergolong sedang.
4. Sumbangan efektif persepsi terhadap kompensasi dengan motivasi kerja didapatkan 7%
yang berarti masih ada 93% yang mempengaruhi motivasi kerja.
Saran
Bagi pimpinan HRD sebagai pemberi kebijakan kompensasi agar hasil penelitian sebagai bahan pertimbangan untuk meningkatkan inovasi kompensasi baik secara isi dari kebijakan tersebut termasuk cara mengkomunikasikan kebijakan tersebut kepada karyawan agar semakin baik persepsi supir terhadap kebijakan kompensasi yang telah diberikan.
Bagi pimpinan operasional sebagai pengawas dan penyalur informasi kepada supir, diharapkan supir semakin paham dan sadar bahwa dibutuhkannya motivasi kerja dalam diri supir agar mereka dapat melakukan pekerjaannya secara optimal
Bagi peneliti selanjutnya, agar penelitian yang telah dilakukan pada supir di PT Syncrum Logistics, Cibitung ini sebagai dasar referensi dalam melakukan penelitian- penelitian yang lain mengenai motivasi kerja bahwa masih banyak faktor motivasi kerja yang dapat
digali selain persepsi terhadap kompensasi seperti kharakter biografi meliputi umur, jenis kelamin, jumlah tanggungan, dan masa kerja, kepribadian, kemampuan belajar, sistem nilai yang dianut, pemahaman sikap bawahan, kepuasan kerja, kemampuan, status, hubungan antar manusia, supervisi, peraturan- peraturan perusahaan dan administrasi, kehidupan pribadi, achievement, kemungkinan untuk berkembang, tanggung jawab, kemajuan dalam jabatan, pengakuan dan komunikasi antara atasan dan bawahan.
DAFTAR PUSTAKA
Anoraga, Panji. 2009. Psikologi Kerja. Jakarta: Rineka Cipta. Anorogo, P. Widiyanti,N. 1993.
Psikologi dalam Perusahaan. Jakarta: Rineka Cipta
Chia. 2011. Hari Pertama Kerja 1000 lebih PNS Bolos. Diakses dari
http://news.okezone.com/read/ 2011/09/05/340/498697/hari-pertama-kerja 1-000-lebih-pns-bolos (diakses 24 April 2012) Cokroaminoto. 2007. Membangun
Kinerja Melalui Motivasi Kerja Karyawan. Diakses dari http://cokroaminoto.wordpress.
com/2007/05/23/meningkatkan -kinerja-karyawan-1/ (diakses 13 April 2012)
Faizal, R dan Fauzi, A. 2005. Performance Appraisal. Jakarta: Raja Grafindo.
Harahap. 2011. Hari Pertama Usai Lebaran 565 PNS DKI Jakarta tak Masuk Kerja. Diakses dari http://news.detik.com/read/201 1/09/05/113738/1715629/10/ha ri-pertama usai-lebaran-565- pns-dki-jakarta-tak-masuk-kerja (diakses 23 April 2012). Hersey, P. Blanchard, K. 1995.
Manajemen Perilaku Organisasi: Pendayagunaan
Sumber Daya Manusia (terjemahan Agus Dharma, Ph. D). Jakarta : Erlangga
Ibrahim, Johannes. 2006. Hukum organisasi perusahaan – Pola Kemitraan dan Badan Hukum. Bandung: PT Refika Aditama
Igales, J. dan Roussel, P. 1999. A Study of the relationships between compensation package, work motivation and job satisfaction. Perancis: Journal of Organizational Behavior.
McClelland, D.C. 1987. Memacu Masyarakat Berprestasi :
Mempercepat Laju Pertumbuhan Ekonomi Melalui
Peningkatan Motif Berprestasi. Jakarta: Intermedia
Munandar, Ashar S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia
RI/B-4. 2011. Ribuan PNS Bolos Kerja di Hari Pertama.
Diakses dari http://www.borneonews.co.id/c
omponent/content/article/9- frontpage/14053-ribuan-pns-
bolos-kerja-di-hari-pertama.html (diakses 24 April 2012)
Rivai dan Mulyadi. 2010. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: Rajawali Pers
Siagian, S.P. 2004.Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta: Asdi Mahasatya
Sirait, J.T. 2006. Memahami Aspek Aspek Pengolahan Sumber Daya Manusia dalam Organisasi. Jakarta: Grasindo
Sobur, Alex. 2009. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia
Spector P.E. 2008. Industrial and organizational behavior. America
Winardi, J. 2001. Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen. Jakarta: Raja Grafindo Persada.