• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I I KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I I KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

13

BAB I I

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Beberapap penelitian terdahulu yang pernah dilakukan sebelumnya yang menjadi dasar dalam penelitian ini diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Hendrikus Likusina Kaha (2007) dengan judul : “Peran BPD Dalam Pengambilan Keputusan Desa (Studi Kasus di Kelurahan Sumberarum, Kecamatan Moyudan-Sleman)”, Lewat pengkajian permasalahan yang diajukan itu dengan menggunakan teori dan metode penganalisahan data yang secara kualitatif maka dapat ditarik kesimpulan bahwa secara umum peran BPD Sumberarum dalam membuat peraturan desa dan sebagai lembaga legislatif yang memegang fungsi kontrol dan legislasi dalam rangka pengambilan keputusan desa cukup baik dan belum optomal. Belum optimalnya peran BPD ini sebagai akibat dari proses rekrutmen anggota BPD yang kurang demokratis. Sistem keterwakilan dalam pemilihan anggota BPD membuat anggota BPD yang terpilih kesulitan dalam menjaring aspirasi masyarakat. Banyak masyarakat merasa belum terwakili atas pemilihan anggota BPD desa Sumberarum.

Penelitian lainnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Liandy Momongan (2010) yang berjudul : “Peranan Badan Permusyawaratan Desa dalam Penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Desa (Suatu Studi di Desa Kamanga Kecamatan Tompaso)”, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Kamanga secara umum mempunyai dua peran, yaitu peran perencanaan pembangunan di desa.

(2)

14

Berdasarkan data yang telah diperoleh di lapangan, maka peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Kamanga dalam kegiatan perencanaan pembangunan selama ini sudah dapat terlaksana dengan baik, hanya saja masih perlu untuk ditingkatkan lagi mengingat makin luas dan kompleknya permasalahan serta tuntutan yang dihadapi oleh masyarakat khususnya masyarakat tingkat bawah. Peranan kelembagaan desa di desa Kamanga dalam rangka menyusun dan melaksanakan APBDes sudah cukup baik. Meskipun memiliki kelemahan pada bagian lain seperti dalam hubungan antar kelembagaan desa seperti BPD dan Kepala Desa yang terkadang hubungannya tidak harmonis. Kendala pelaksanaan peran kelembagaan desa di desa Kamanga dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa seperti menyusun dan melaksanakan APBDes ; (a) keterbatasan kewenangan desa, sehingga desa sulit untuk melakukan ekstensifikasi sumber pendapatan asli desa, takut bertentangan dengan retribusi yang sudah ditarik oleh kabupaten; (b) kekayaan desa yang minim, cuma ada balai desa, tidak ada tanah kas desa atau pasar desa; (c) sumber daya manusia di level pemerintah desa dan BPD yang terbatas baik kemampuan dan keahlian; (d) sarana dan pra sarana desa yang terbatas, sehingga tidak bisa mengakodomir saran dan partispasi masyarakat lebih luas lagi; (e) belum ada renstra desa yang berlaku 6 tahun, yang ada Cuma rencana kerja tahunan, sehingg kegiatan yang dilakuan sifatnya parsial, namun ini uniknya tidak dianggap mereka sebagai kendala; (f) dana desa terbatas sehingga tidak bisa memberikan bantuan bagi kegiatan kelembagaan desa misalnya PKK, LPM, dan Risma. Sedangkan kendala pelaksanaan peran kelembagaan desa di desa Branti Raya dalam rangka menyusun

(3)

15

dan melaksanakan APBDes, terutama adalah (a) adanya konflik sebagai buntut pemilihan kepala desa yang lalu dan krisis kepercayaan BPD kepada kades terhadap pertanggungjawaban pembangunan desa tahun-tahun sebelumnya.; (b) Lemahnya koordinasi, manajemen, administrasi, dokumentasi, dan pengawasan pembangunan di level pemerintah desa dan BPD.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Gondang Purwantoro Wardoyo (2010) yang berjudul : “Peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Sebagai Agen Demokratisasi (Studi di Desa Batursari KabupatenWonosobo)”, Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa BPD Desa Batursari dalam tugasnya menampung aspirasi masyarakat, telah melaksanakan tugasnya dengan cukup baik, walaupun masih ada beberapa aspirasi dari masyarakat yang belum bisa dilaksanakan. Hal ini dikarenakan adanya persepsi yang berbeda antara Pemerintah Desa dan BPD. Dalam bidang pengawasan BPD Desa Batursari mempunyai fungsi untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa, pengawasan terhadap pelaksanaan APBDES, dan pengawasan terhadap pelaksanaan keputusan kepala desa. Pelaksanaan tugas dan wewenang BPD Desa Batursri tidak lepas dari berbagai hambatan. Hambatan yang dihadapi BPD Desa Batursari yaitu mekanisme kerja dari pemerintah desa yang kurang terbuka kepada BPD, kurangnya pemahaman dari pemerintah atas kedudukan BPD di Desa Batursari, kesibukan anggota BPD diluar aktivitasnya sebagai anggota BPD, dan tidak adanya penghargaan kepada anggota BPD (dana operasional yang tidak mencukupi). Upaya yang dilakukan BPD Desa Batursari dalam mengatasi hambatan-hambatan yang timbul dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya

(4)

16

dengan melakukan berbagai kegiatan seperti mengadakan rapat koordinasi dengan pemerintah desa, diskusi rutin atau pertemuan dengan RT, RW, dan tokoh masyarakat.

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Konsep tentang Persepsi Masyarakat 2.2.1.1. Pengertian Persepsi

Secara etimologis, persepsi berasal dari kata perception (Inggris) dan berasal dari bahasa latin perception; dari percipare yang artinya menerima atau mengambil (Sobur, 2003).

Menurut kamus lengkap psikologi, persepsi adalah :

1. Proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indera,

2. Kesadaran dari proses-proses organis,

3. (Titchener) satu kelompok penginderaan dengan penambahan arti-arti yang berasal dari pengalaman di masa lalu,

4. Variabel yang menghalangi atau ikut campur tangan, berasal dari kemampuan organisasi untuk melakukan pembedaan diantara perangsang-perangsang,

5. Kesadaran intuitif mengenai kebenaran langsung atau keyakinan yang serta merta mengenai sesuatu (Chaplin, 2006).

Selanjutnya menurut Leavit (dalam Sobur, 2003) persepsi dalam arti sempit adalah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas persepsi adalah pandangan atau pengertian yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu.

Definisi persepsi menurut para ahli sangat beragam, seperti yang dikemukakan berikut ini. Persepsi menurut Epstein & Rogers (dalam Stenberg,

(5)

17

2008) adalah seperangkat proses yang dengannya kita mengenali, mengorganisasikan dan memahami cerapan-cerapan inderawi yang kita terima dari stimuli lingkungan.

Persepsi didefinisikan sebagai suatu proses yang menggabungkan dan mengorganisir data-data indera kita (penginderaan) untuk dikembangkan sedemikian rupa sehingga kita dapat menyadari di sekeliling kita, termasuk sadar akan diri kita sendiri (Shaleh, 2009).

Menurut Wittig (2001) persepsi adalah proses menginterpretasikan stimulus oleh seseorang (perception is the process by which a person interprets sensory stimuli). Persepsi muncul dari beberapa bagian pengalaman sebelumnya.

Definisi persepsi yang diberikan oleh Desiderato (dalam Rakhmat, 2006) adalah :

Pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli). Hubungan dengan persepsi sudah jelas. Sensasi adalah bagian dari persepsi. Walaupun begitu, menafsirkan makna informasi inderawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga atensi, ekspektasi, motivasi, dan memori.

Persepsi dalam pengertian psikologi menurut Sarwono (2002) adalah proses pencarian informasi untuk dipahami. Alat untuk memperoleh informasi tersebut adalah penginderaan (penglihatan, pendengaran, peraba dan sebagainya). Sebaliknya, alat untuk memahaminya adalah kesadaran atau kognisi.

Menurut Moskowitz dan Ogel (dalam Walgito, 2003), persepsi merupakan proses yang integrated dari individu terhadap stimulus yang diterimanya. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa persepsi itu merupakan proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh

(6)

18

organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang integrated dalam diri individu.

Menurut Thoha (2007),bahwa: Persepsi pada hakikatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman, pada dasarnya memahami persepsi bukan suatu pencatatan yang benar terhadap suatu situasi yang dihadapi, melainkan merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi.

Selanjutnya Dimyati dan Mudjiono (2006), mengemukakan dengan adanya persepsi tentang sesuatu, mengakibatkan sikap menerima, menolak, atau bisa juga mengabaikan.

2.2.1.2. Proses Terbentuknya Persepsi

Persepsi menurut Slameto (2010) adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi ke dalam otak manusia. Melalui persepsi manusia terus-menerus mengadakan hubungan dengan lingkungannya. Persepsi dalam pengertian diatas merupakan Proses persepsi individu dituntut untuk memberikan penilaian terhadap suatu obyek, persepsi tersebut dapat bersifat positif atau negatif. Persepsi menjadikan diri berinteraksi dengan sekitarnya, khususnya antar manusia. Kehidupan sosial salah satunya di dalam kelas tidak lepas dari interaksi antara masyarakat dengan masyarakat serta antara masyarakat dan pemerintah. Adanya interaksi antar komponen yang ada menjadikan masing-masing

(7)

19

komponen (masyarakat dan pemerintah) akan saling memberikan tanggapan, penilaian dan persepsinya.

Persepsi penting adanya untuk menumbuhkan komunikasi aktif, sehingga dapat meningkatkan kapasitas interaksi dalam masyarakat. Feigi (dalamYusuf, 2001), menjelaskan proses pembentukan persepsi sebagai pemaknaan hasil pengamatan yang diawali dengan adanya stimuli. Setelah mendapat stimuli, pada tahap selanjutnya terjadi seleksi yang berinteraksi dengan "interpretation", begitu juga berinteraksi dengan "closure". Proses seleksi terjadi pada saat seseorang memperoleh informasi, maka akan berlangsung proses penyeleksian pesan tentang mana pesan yang dianggap penting dan tidak penting. Proses closure terjadi ketika hasil seleksi tersebut akan disusun menjadi satu kesatuan yang berurutan dan bermakna, sedangkan interpretasi berlangsung ketika yang bersangkutan member tafsiran atau makna terhadap informasi tersebut secara menyeluruh.

Menurut Asngari (2004) pada fase interpretasi ini, pengalaman masa silam atau dahulu memegang peranan yang penting. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa dalam persepsi individu mengorganisasikan dan menginterprestasikan stimulus yang diterimanya sehingga stimulus tersebut mempunyai arti bagi individu yang bersangkutan. Dengan demikian, stimulus merupakan salah satu faktor yang berperan dalam pembentukan persepsi. Sejalan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa proses terbentuknya persepsi berawal dari sebuah rangsangan atau stimulus yang kemudian diinterprestasikan sesuai dengan pengenalan, penalaran, dan perasaan individu yang disebut juga sebagai variabel psikologis yang muncul diantara rangsangan dan tanggapan.

(8)

20

Selanjutnya Sobur (2003), mengemukakan dalam proses persepsi terdapat tiga komponen utama yaitu :

1. Seleksi adalah proses penyaringan oleh indra terhadap rangsangan dari luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit.

2. Interpretasi, yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi seseorang.

3. Interpretasi dan persepsi kemudian diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku sebagai reaksi.

Jadi proses persepsi adalah melakukan seleksi, interpretasi, dan pembulatan terhadap informasi yang diterima, sehingga menghasilkan sebuah bentuk tingkah laku sebagai reaksi.

Dalam menelaah proses terbentuknya persepsi sangat dipengaruhi oleh faktor fungsional yang menentukan persepsi seseorang yang berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain termasuk yang kita sebut sebagai faktor-faktor personal (Rakhmat, 2006).

Selanjutnya (2006) menjelaskan yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli,tetapi karakteristik orang yang memberi respon terhadap stimuli. Persepsi meliputi juga kognitif (pengetahuan), yang mencakup penafsiran objek, tanda dan orang dari sudut pengalaman yang bersangkutan. Selaras dengan pernyataan tersebut Krech, dkk. (dalam Sugiharto : 2001) mengemukakan bahwa persepsi seseorang ditentukan oleh dua faktor utama, yakni pengalaman masa lalu dan factor pribadi.

Dalam pengertian diatas secara lebih jauh akan melahirkan lima prinsip dasar tentang persepsi yang perlu diketahui agar menjadi komunikator yang efektif seperti diungkapkan Slameto (2010) yaitu :

(9)

21

1. Persepsi Itu Relatif Bukan Absolut

Artinya: pada dasarnya manusia bukan merupakan instrumen ilmiah yang mampu menyerap segala sesuatu persis seperti keadaan yang sebenarnya.

2. Persepsi Itu Selektif

Artinya : Seseorang hanya memperhatikan beberapa rangsangan dari banyak rangsangan yang ada disekelilingnya pada saat-saat tertentu. Persepsi itu selektif berarti bahwa rangsangan yang diterima akan tergantung pada apa yang pernah dipelajari, pada suatu yang menarik perhatian dan kearah mana persepsi itu mempunyai kecenderungan. Keterbatasan dalam kemampuan seseorang untuk menerima rangsangan.

3. Persepsi Itu Tatanan

Artinya: orang yang menerima rangsangan dilakukan dengan hubungan-hubungan atau kelompok- kelompok. Jika rangsangan datang tidak lengkap maka akan dilengkapi dengan sendirinya sehingga hubungan itu menjadi jelas.

4. Persepsi Dipengaruhi Oleh Harapan dan Kesiapan

Artinya: harapan dan kesiapan penerima pesan akan menentukan pesan yang akan dipilih untuk diterima, selanjutnya pesan yang dipilih akan ditata dan kemudian pesan akan di interpretasi.

5. Persepsi Seseorang atau Kelompok Berbeda dengan Persepsi Orang atau Kelompok Lain Walaupun Situasinya Sama.

Artinya: perbedaan persepsi dapat ditelusuri pada adanya perbedaan-perbedaan individual, perbedaan-perbedaan dalam kepribadian, perbedaan-perbedaan dalam sikap atau perbedaan dalam motivasi.

2.2.2. Fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

Sebelum dikemukakan mengenai fungsi Badan Permusyawaratan. Desa, akan dikemukakan terlebih dahulu mengenai pengertian Badan Permusyawaratan Desa. Di era otonomi daerah ini pemerintah daerah diberi keleluasaan untuk mengurus daerahnya sendiri sesuai dengan prinsip demokrasi. Dalam mewujudkan prinsip demokrasi tersebut maka didalam pemerintahan desa dibentuklah suatu badan yang dapat mewujudkan aspirasi dari masyarakat desa. Badan tersebut dinamakan Badan Permusyawaratan Desa atau sering kita sebut dengan BPD.

(10)

22

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) adalah unsur lembaga dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Peran BPD sangat penting, karena sebagai unsur lembaga yang paling dekat dengan masyarakat. Oleh karena itu, sesuai dengan tujuan dibentuknya BPD diharapkan dapat terwujudnya suatu proses demokrasi yang baik dimulai dari sistem pemerintahan terkecil yaitu desa.

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan lembaga perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dapat dianggap sebagai parlemennya desa. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan lembaga baru di desa pada era otonomi daerah di Indonesia. BPD merupakan salah satu bentuk pemerintahan permusyawaratan yang terdapat di desa.

Menurut Ndraha dalam buku Napitupulu (2007) menjelaskan bahwa : Konsep pemerintahan permusyawaratan dapat dijelaskan dari konsep Governance relationship yaitu terjadinya hubungan pemerintahan diterangkan melalui berbagai pendekatan, mulai dari pendekatan parlementologi, ilmu politik, sosiologi, dan antropologi Pemerintahan Permusyawaratan merupakan lembaga yang berperan aktif dalam menjalankan tugasnya sebagai penghubung antara masyarakat dan pemerintah desa agar pembangunan dapat dilaksanakan secara bersamasama.

Hal tersebut sejalan dengan Napitupulu (2007) yang menyatakan inti dari konsep pemerintahan permusyawaratan itu adalah “rakyat bersamasama membentuk negara dan mengisi jabatan-jabatan negara serta menyusun suatu sistem pemerintahan melalui suatu mekanisme pemilihan tertentu”.

Dengan demikian pemerintah Permusyawaratan akan menjaring aparatur yang benar-benar mewakili seluruh kelompok dalam masyarakat. Praktik

(11)

23

pemerintahan yang demokratis itu akan melembagakan suatu system pemerintahan permusyawaratan yang memberikan kesempatan yang sama kepada semua rakyat untuk memimpin suatu wilayah dalam proses pemerintahan.

Badan Permusyawaratan Desa menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dalam bab XI bagian ketiga pasal 209 bahwa Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.

Badan Permusyawaratan Desa memiliki kedudukan sejajar dengan pemerintah desa, dengan fungsi utama pengawasan kinerja pemerintah desa (fungsi legislasi) meliputi pengawasan pelaksanaan peraturan desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, dan keputusan menetapkan peraturan desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.

BPD terbentuk sebagai salah satu implementasi dari pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah yang erat kaitannya dengan pemerintahan desa dikenal sebagai Badan Perwakilan Desa. Berdasarkan atas pergantian undang-undang tersebut dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 maka kata perwakilan diganti dengan Permusyawaratan dengan demikian BPD berganti nama menjadi Badan Permusyawaratan Desa. Sesuai dengan fungsinya maka BPD ini dapat dikatakan sebagai lembaga permusyawaratan atau DPR kecil yang berada di desa yang mewadahi aspirasi masyarakat desa.

Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah disebutkan bahwa di desa dibentuk pemerintahan desa dan badan Permusyawaratan desa, jadi BPD berkedudukan sebagai bagian dari pemerintah

(12)

24

desa. BPD merupakan badan Permusyawaratan di desa sebagai wahana untuk melaksanakan demokrasi berdasarkan Pancasila.

Kedudukan sejajar sebagai mitra pemerintahan desa ini terlihat dalam pasal 209 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 bahwa, “badan Permusyawaratan desa berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa”. Sebagai sebuah lembaga yang terbentuk dari, oleh, dan untuk masyarakat, maka BPD dapat disebut sebagai lembaga permusyawaratan desa, yang memiliki fungsinya: 1) Pengawasan terhadap pelaksana peraturan desa dan peraturan lainnya. 2) Mengawasi pelaksanaan keputusan kepala desa. 3) Mengawasi pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja desa. 4) Mengawasi kebijakan desa.

Perlu untuk lebih diperjelas soal fungsi dari Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Dalam pasal 34 PP No 72 Tahun 2005 disebutkan bahwa BPD berfungsi menetapkan peraturan desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat dan disamping itu BPD mempunyai fungsi mengawasi pelaksanaan peraturan desa dalam rangka pemantapan pelaksanaan kinerja pemerintah Desa. Dengan fungsi yang demikian kuat, maka BPD sewajarnya berada pada posisi yang setingkat di atas pemerintah desa. Untuk itu kemudian BPD mempunyai wewenang ialah diantaranya :

1. Membahas rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa

2. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa

3. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa. 4. Membentuk Panitia Pemilihan Kepala Desa

5. Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat, dan

(13)

25

Bab II Wewenang BPD Pasal 2 Tentang Tata Tertib Badan Permusyawaratan Desa, memutuskan bahwa:

1. BPD sebagai lembaga permusyawaratan rakyat di desa, merupakan wahana untuk melaksanakan demokrasi berdasarkan pancasila.

2. BPD mempunyai wewenang

a. Melaksanakan pengawasan terhadap:

1) Pelaksanaan peraturan desa dan peraturan perundang-undangan lainnya yang khusus mengatur Penyelenggaraan Pemerintahan Desa.

2) Pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja desa. b. Menampung dan menindak lanjuti aspirasi masyarakat desa.

Yang harus dipikirkan lebih jauh adalah: (a) Mengupayakan standarnisasi penilaian hasil kerja pemerintah desa; (b) Batasan kewenangan pemerintah desa, dan (c) Mekanisme penyelesaian masalah yang terjadi antar lembaga pemerintah desa.

BPD akan berfungsi sebagai sebuah lembaga yang mempersiapkan segala hal yang berkaitan dengan pembangunan di desa, kemudian akan dilaksanakan sepenuhnya oleh Kepala Desa sebagai eksekutif, melalui sebuah mekanisme kontrol dari BPD, hingga pada penerimaan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan kepada BPD. Dengan demikian kelembagaan BPD akan mengatur soal-soal: (a) Mekanisme penampungan serta penggalian aspirasi rakyat; (b) Mekanisme pembuatan peraturan agar aspirasi yang diterima tadi dapat direalisasikan; (c) Mekanisme melakukan kontrol pengawasan agar pelaksanaan dan aspirasi tersebut dapat berjalan sesuai yang diharapkan; (d) Mekanisme penerimaan pertanggung pertanggungjawaban dari hasil-hasil yang telah dilaksanakan (Team work lapera, 2011).

Untuk pelaksanaan fungsi-fungsi ini, biasanya akan dibuatkan suatu aturan tersendiri dalam kelembagaan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Realisasi pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut di atas tentunya memerlukan berbagai sarana

(14)

26

dan prasarana Pendorong, terutama integritas lembaga, kemampuan individu anggota lembaga dan koordinasi antar lembaga sebagai bentuk kerja sama yang sinergis dalam mewujudkan rencana-rencana yang telah dirumuskan dalam bentuk aplikasi kegiatan untuk menuju sasaran yang dihadapi.

Jika suatu keputusan tepat dan pelaksanaannya, maka sukses yang dicapai akan sangat memuaskan. Jika keputusan tepat, sedangkan pelaksanaannya jelek, maka hal itu bisa menghambat tercapainya sasaran, apabila keputusan tidak tepat dan pelaksanaannya baik, hasilnya bisa dua kemungkinan yaitu menyelamatkan kebijaksanaan yang kurang baik atau mempercepat kegagalan. Apabila keputusan tidak tepat dan pelaksanaannya jelek, maka hasilnya adalah kegagalan total. Rumusan ini mengandung makna bahwa suatu keputusan yang tepat harus dibarengi pula dengan pelaksanaannya atau langkah-langkah yang tepat. Jika keduanya sulit tercapai maka kegagalan yang akan diperoleh (Salusu. 2000)

Selain dari faktor teknik pengambilan keputusan dalam konsep kelembagaan, faktor yang harus diperhatikan dalam perumusan keputusan adalah objek penerima kebijaksanaan atau keputusan tersebut yaitu masyarakat. Diharapkan bahwa setiap keputusan yang dibuat harus memperhatikan hasil akhir (dampak) dari pelaksanaan kebijaksanaan tersebut terhadap masyarakat sebagai kelompok sasaran penerima, karena kelompok sasaran tersebut memiliki kondisi dan peranan yang saling berbeda dan beraneka ragam.

Peran strategis Badan Permusyawaratan Desa terletak pada kewenangan memutuskan setiap kebijakan yang akan dijalankan oleh Pemerintah Desa, dimana hal itu sangat terkait dengan konsep pelaksanaan kebijaksanaan yang dalam

(15)

27

kajiannya menelaah sekurang-kurangnya 3 unsur yaitu : (1) Adanya program yang dijalankan; (2) Adanya kelompok masyarakat yang menjadi sasaran serta (3) Adanya unsur pelaksana baik organisasi maupun perorangan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan dan pelaksanaan serta pengawasan dari proses pelaksanaan tersebut Dengan demikian, dalam lembaga Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang menurut ketentuannya adalah perumus suatu kebijakan strategis di Desa dan sekaligus bertindak sebagai pengawas dari pelaksanaan kegiatan tersebut harus mampu membuat keputusan atau kebijakan yang tepat terarah sesuai kondisi dan prioritas dalam masyarakat, serta harus mampu melakukan evaluasi dan pengawasan yang optimal, agar apa yang telah digariskan dalam kebijakan yang permanen tersebut benar-benar bermanfaat bagi masyarakat secara keseluruhan. Untuk hal itu tentunya dibutuhkan kesatuan pemahaman, koordinasi yang mantap antar seluruh unsur atau lembaga di dalam desa dan yang paling utama adalah kemampuan sumber daya anggota Badan Permusyawaratan Desa harus memadai

2.2.3. Faktor–Faktor yang Menjadi Pendorong dan Penghambat Pelaksanaan Fungsi (BPD)

Sebelum dikemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi Pelaksanaan Fungsi BPD, terlebih dahulu akan dikemukakan mengenai pengertian pelaksanaan. Dimana untuk mewujudkan suatu tujuan atau target, maka haruslah ada pelaksanaan yang merupakan proses kegiatan yang berkesinambungan sehingga tercapai tujuan yang diharapkan.

(16)

28

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Sastropoetro (2002) sebagai berikut: pelaksanaan diartikan sebagai suatu usaha atau kegiatan tertentu yang dilakukan untuk mewujudkan rencana atau program dalam kenyataannya.

Selanjutnya dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia yang disusun oleh Poerwadarmita (2000), mengemukakan batasan mengenai pelaksanaan tersebut dengan terlebih dahulu mengemukakan pengertian pelaksanaan sebagai berikut: Pelaksana adalah orang yang mengerjakan atau melakukan rencana yang telah disusun. Sedangkan pelaksanaan adalah perihal (perbuatan, usaha) melaksanakan rancangan.

Berdasarkan batasan dikemukakan oleh Poerwadarmita di atas, maka dapat dibedakan antara pengertian pelaksanaan adalah perbuatan yang dilakukan oleh pelaksana. Jadi dengan demikian kedua pengertian tersebut di atas mempunyai arti yang berbeda namun keduanya berasal dari kata laksana.

Sedangkan pengertian pelaksanaan menurut Gie (2001) sebagai berikut: Usaha-usaha yang dijalankan untuk melaksanakan semua rencana dan kebijaksanaan yang telah dirumuskan dan ditetapkan dengan melengkapi segala kebutuhan alat-alat yang diperlukan, dimana pelaksanaannya, kapan waktunya dimulai dan berakhir, dan bagaimana cara dilaksanakan.

Kemudian Siagian (2004), menyatakan bahwa jika suatu rencana yang terealisasi telah tersusun dan jika program kerja yang “achievement oriented” telah dirumuskan maka kini tinggal pelaksanaannya.

Lebih lanjut, Siagian (2004) mengatakan bahwa dalam pelaksanaan ada beberapa hal pokok yang perlu diperhatikan yaitu :

(17)

29

1. Membuat rencana detail, artinya merubah rencana strategis (jangka panjang) menjadi rencana teknis (jangka pendek) dan mengorganisir sumber-sumber dan staf dan selanjutnya menyusun peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur tertentu.

2. Pemberian tugas artinya merubah rencana teknis menjadi rencana praktis, dan tujuan selanjutnya melakukan pembagian tugas- sumber-sumber

3. Monitor artinya pelaksanaan dan kemajuan pelaksanaan tugas jangan sampai terjadi hal-hal yang berhubungan dengan rencana praktis. Dalam hal ini diperlukan untuk memeriksa hasil-hasil yang dicapai. 4. Review artinya pelaporan hasil-hasil pelaksanaan kegiatan, analisis

pelaksanaan tugas-tugas, pemeriksaan kembali dan penyusunan jadwal waktu pelaksanaan selanjutnya dalam laporan diharapkan adanya saran dan perbaikan bila ditemui adanya perbedaan dan penyimpangan.

Pelaksanaan sebagaimana dikatakan oleh Jones (dalam Idrus, 2002) adalah :

Suatu yang sederhana dan mudah dimengerti, “ambil pekerjaan dan laksanakan”. Suatu definisi yang teramat sederhana karena hanya berbentuk suatu istilah, tetapi “laksanakan” memerlukan keterlibatan banyak orang, uang dan keterampilan organisasi dari apa yang tersedia. Demikian juga kata “kerjakan” juga memerlukan keterlibatan banyak orang, uang dan keterampilan organisasi dari apa yang tersedia. Dengan kata lain pelaksanaan adalah suatu proses yang memerlukan ekstra sumber agar dapat memecahkan masalah pekerjaan.

Pressman dan Widalusky (dalam Mufty, 2002)

memandang pelaksanaan sebagai suatu proses interaksi antara penentuan tujuan dengan tindakan yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan demikian pelaksanaan menjadi jaringan yang mampu untuk mengaitkan hubungan yang menjadi mata rantai hubungan berikutnya yang memungkinkan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Karena itulah unsure yang saling terkait merupakan konsep penting dari pelaksanaan.

(18)

30

Allison (dalam Abdullah, 2004) mengemukakan bahwa konsep pelaksanaan merupakan tahap yang penting dan kritis yang memerlukan kerja sama segenap pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan suatu kebijaksanaan.

Secara garis besar dapat dikatakan bahwa fungsi pelaksanaan itu ialah untuk membentuk suatu hubungan yang memungkinkan tujuan-tujuan ataupun sasaran kebijaksanaan dapat diwujudkan secara “out come” (hasil akhir). Sebab itu fungsi pelaksanaan mencakup pula penciptaan apa yang ada yang biasanya terdiri dari cara-cara atau sarana-sarana tertentu yang dirancang secara khusus serta diarahkan menuju tercapainya tujuan-tujuan dan sasaran yang dikehendaki.

Menurut Abdullah (2008) pengertian dan unsur-unsur pokok dari proses pelaksanaan adalah sebagai berikut:

1. Proses pelaksanaan program (kebijaksanaan) ialah rangkaian tindak lanjut (setelah sebuah program atau kebijaksanaan diterapkan), yang terdiri atas pengambilan keputusan, langkah-langkah strategis maupun operasional yang ditempuh guna mewujudkan suatu program atau kebijaksanaan menjadi kenyataan guna mencapai sasaran dari program (kebijaksanaan) yang ditetapkan.

2. Proses pelaksanaan dalam kenyataan sesungguhnya dapat berhasil, kurang berhasil ataupun gagal sama sekali, ditinjau dari sudut hasil yang dicapai atau “out come”, karena dalam proses tersebut turut bermain dan terlibat sebagai unsur yang pengaruhnya dapat bersifat mendukung maupun menghambat pencapaian sasaran program.

3. Dalam proses pelaksanaan sekurang-kurangnya terdapat tiga unsure penting dan mutlak yaitu: (i) Program (kebijaksanaan) yang dilaksanakan yang dapat menjadi ukuran utama dalam melaksanakan kegiatan; (ii) Target group yaitu kelompok masyarakat yang menjadi sasaran dan diharapkan akan menerima manfaat dari program tersebut; dan (iii) Unsur pelaksanaan (implementer) baik organisasi maupun perorangan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan, pelaksanaan dan pengawasan dari pelaksanaan tersebut.

Faktor pelaksanaan menempati posisi yang paling penting dalam menentukan keberhasilan suatu program untuk diwujudkan. Maka dalam proses

(19)

31

kegiatannya menurut Bintoro (2001) perlu memperhatikan beberapa hal, antara lain adalah :

1. Perlu ditentukan secara jelas siapa atau badan/lembaga mana secara fungsional akan diserahi wewenang mengkoordinasikan program didalam suatu sektor.

2. Perlu diperhatikan penyusunan program pelaksanaan yang jelas dan baik. Dalam program pelaksanaan itu, dasar prinsip fungsional perlu dituangkan kedalam rangkaian prosedur yang serasi, jelas dan ditaati oleh semua pihak yang terlibat dalam hubungan pelaksanaan program tersebut.

3. Perlu dikembangkan hubungan kerja yang lebih baik, antara lain dalam bentuk badan kerjasama atau suatu panitia kerjasama dengan tanggung jawab dan koordinasi yang jelas.

4. Perlu diusahakan koordinasi melalui proses penyusunan anggaran dan pelaksanaan pembiayaannya.

5. Bertolak dari rumusan di atas maka dapatlah diambil sebuah kesimpulan, bahwa pelaksanaan itu adalah suatu kegiatan dalam proses merealisasikan suatu program dengan melalui prosedur dan tata cara yang dianggap tepat.

Selanjutnya perlu ditegaskan bahwa hendaknya suatu pelaksanaan harus dapat dipertanggungjawabkan. Ada beberapa segi yang berpengaruh diantaranya adalah pelaksanaan itu sesuai dengan kepentingan masyarakat.

Seperti yang dikemukakan Bintoro (2001), suatu segi lain dari dapatnya dipertanggungjawabkan suatu pelaksanaan pemerintah adalah apakah pelaksanaannya itu sesuai dengan kepentingan masyarakat. Dengan demikian pelaksanaan sebagai suatu kegiatan untuk merealisasikan tujuan terhadap sebuah sasaran sehingga suatu pelaksanaan akan mengarah kepada usaha yang sesuai dengan kepentingan masyarakat.

Berdasarkan uraian tentang pelaksanaan di atas, maka dapat dikemukakan bahwa terdapat beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan fungsi BPD.

(20)

32

1. Faktor Pendorong

Koordinasi antar lembaga atau jalinan kerjasama yang baik antar lembaga, diperlukan dalam menunjang kegiatan pembangunan (Cause dalam Abdullah, 2001). Selain itu Pengalaman organisasi juga adalah faktor yang sangat berpengaruh dalam proses interaksi individu dalam masyarakat. Dengan pengalaman organisasi yang cukup, dapat melakukan tugas-tugasnya merumuskan keputusan yang tepat bagi organisasi, dan menyusupi keseluruhan cara bertindak organisasi (Salusu, 2004).

Jadi dapat disimpulkan faktor Pendorong pelaksanaan fungsi BPD adalah sebagai berikut

a. Koordinasi/kerjasama antar lembaga

b. Kemampuan pengalaman organisasi kemasyarakatan pengurus. 2. Faktor Penghambat

Masyarakat sepenuhnya belum memahami fungsi yang diemban oleh BPD, hal ini akan mengakibatkan perbedaan pemahaman antara masyarakat dengan anggota BPD dalam merealisasikan fungsinya. Faktor penghambat yang lain adalah sarana dan prasarana yang mutlak diperlukan dalam pelaksanaan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD), tanpa sarana dan prasarana yang memadai, maka tidak mungkin Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dapat melaksanakan fungsinya secara maksimal.

Jadi dapat disimpulkan faktor penghambat pelaksanaan fungsi BPD adalah sebagai berikut :

(21)

33

a. Masyarakat belum sepenuhnya memahami fungsi-fungsi yang diemban oleh BPD,

b. Minimnya sarana dan prasarana penunjang pelaksanaan fungsi.

2.3. Kerangka Pikir Penelitian

Persepsi masyarakat terhadap Badan Permusyawaratan Desa (BPD) tentunya tidak terlepas dari keberadaan dan pelaksanaan fungsi yang di emban oleh BPD sebagai lembaga perwujudan demokrasi yang terbentuk dari, oleh dan untuk masyarakat. Keberadaan BPD akan diterima dan menimbulkan persepsi yang baik di tengah-tengah masyarakat dalam melaksanakan serta mewujudkan kinerjanya jika dalam melaksanakan fungsinya berhasil menetapkan peraturan desa yang dapat dilihat dari beberapa indikator yang telah ditentukan dalam wewenang BPD, siap menampung dan menyalurkan aspirasi dari masyarakat kepada pemerintah desa, dan mampu mengawasi pelaksanaan peraturan desa.

Namun dalam pelaksanaan fungsi BPD tidak terlepas dari faktor pendorong dan penghambat dalam pelaksanaan fungsi tersebut antara lain, faktor pendorong yaitu koordinasi / kerjasama antar lembaga, dan kemampuan / pengalaman organisasi kemasyarakatan pengurus, selain itu ada juga faktor penghambat yakni, masyarakat belum sepenuhnya memahami fungsi-fungsi yang diemban oleh BPD dan minimnya sarana dan prasarana pendukung.

Adapun bagan kerangka pikir mengenai persepsi masyarakat terhadap pelaksanaan fungsi BPD, dapat di gambarkan sebagai berikut :

(22)

34

v

T e

Gambar 2.1

Model Kerangka Pikir Penelitian Persepsi Masyarakat

Tentang Fungsi BPD

Fungsi BPD

1. Menetapkan peraturan desa 2. Menampung dan menyalurkan

aspirasi masyarakat 3. Mengawasi pelaksanaan

peraturan desa Faktor Pendorong dan

Penghambat 1. Faktor Pendorong a. Koordinasi / kerjasama antar lembaga b. Kemampuan/pengalaman organisasi kemasyarakatan pengurus BPD 2. Faktor Penghambat a. Masyarakat belum sepenuhnya memahami

fungsi-fungsi yang diemban

oleh BPD

b. Minimnya sarana dan prasarana

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan ItU, untuk menguJI keberkesanan proses Interpretasl makna uJaran antara penutur dengan pendengar, pendengar harus meruJuk kepada tltlk permulaan

Unsur dari ayat 1 ini terpenuhi jika kehadiran Tersangka pada saat pemeriksaan Saksi telah mengakibatkan saksi akan menggunakan Hak untuk Tidak Memberikan Kesaksiaannya (right

Berkat rahmat dan hidayah- Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Akhir dengan judul “Rancang Bangun Sistem E-Learning Program Studi Teknik Telekomunikasi Berbasis

Dipilihnya Yayasan Hasyim Asy’ari Jombang Jawa Timur karena salah satu pondok pesantren yang mampu mempertahankan keberadaannya dari zaman ke zaman; pesantren

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang uji coba modul teknik pembubutan berbasis pendekatan saintifik pada mata pelajaran teknologi mekanik untuk

1) Kecepatan dan kemudahan (speed), pemanfaatan basis data memungkinkan untuk dapat menyimpan data atau melakukan modifikasi data atas menampilkan kembali data –

PEKERJAAN : : PEMBANGUNAN PEMBANGUNAN JALAN JALAN LINGKAR LINGKAR P. MALUKU MALUKU BARAT BARAT DAYA

Peternak Sapi Bali di Kabupaten Pringsewu belum pernah mengikuti kursus mengenai pemeliharaan Sapi Bali, selama ini pengetahuan beternak yang dimiliki berasal dari