• Tidak ada hasil yang ditemukan

RESPON KERBAU JANTAN PADA PENGGEMUKAN DENGAN PAKAN DEDAK PADI DI SENTRA KERBAU KALIMANTAN SELATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RESPON KERBAU JANTAN PADA PENGGEMUKAN DENGAN PAKAN DEDAK PADI DI SENTRA KERBAU KALIMANTAN SELATAN"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

RESPON KERBAU JANTAN PADA PENGGEMUKAN

DENGAN PAKAN DEDAK PADI DI SENTRA KERBAU–

KALIMANTAN SELATAN

(

Response of Male Buffalo on Fattening by Rice Bran Feed in Buffalo

Center–South Kalimantan)

ENI SITI ROHAENI,A.HAMDAN,A.SUBHAN danR.QOMARIAH

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatanm Jl. Panglima Batur Barat No. 4 Banjarbaru

ABSTRACT

Swamp buffalo is one of large ruminants in South Kalimantan Province which ought to be kept their sustainability and productivity. Swamp buffalo is developed in remote area and moving from one to other areas, keeping traditionally by grazing in herds along year. Buffaloes are known to have better ability to utilize low-quality feed with high roughage such as straw of rice /maize/beans ground to be converted into meat. The purpose of this study was to see the response of male buffalo in fattening with rice bran as concentrate in buffalo center of South Kalimantan. The assessment is carried out in the Village Tabat, District Hulu Sungai Tengah. There are 2 treatments called A: 1 kg rice bran + 5 kg of water hyacinth grasses; and B: control (ad lib local grass). Animals used are 16 male swamp buffaloes with 2 to 3 years old, and each treatment is used 8 heads. Daily body weight gain (PBBH) as one of parameters were observed which represents the difference between final and initial body weight divided by 90 days of activities, weighing every 4 weeks. Data of body weight and PBBH generated were analyzed by T test and continuing analysis by R/C and MBCR for cost and revenues. Threatment A is performed by PBBH with the average of kg/head/day 0.61 in comparing to the treatment B as control that only PBBH of 0.21 kg/head/day. Fattening buffalo gives a profit of Rp. 7.25 million per three months with a scale of 8 male buffaloes per harvest period, the value of R/C 1.13 and MBCR 2.02.

Key Words: Buffalo, Fattening, Rice Bran, Water Hyacinth grasses

ABSTRAK

Kerbau rawa merupakan salah satu ternak ruminansia besar yang berkembang di Provinsi Kalimantan Selatan yang patut dijaga kelestarian dan produktivitasnya. Budidaya ternak kerbau rawa banyak dilakukan di daerah rawa yang dilakukan secara tradisional dengan cara digembalakan di rawa-rawa secara berkelompok sepanjang tahun. Kerbau memiliki kemampuan lebih baik dalam memanfaatkan pakan berkualitas rendah dengan serat kasar tinggi seperti jerami padi/jagung/kacang tanah untuk diubah menjadi daging. Tujuan dari pengkajian ini adalah untuk melihat respon pemberian dedak pada kerbau jantan melalui penggemukan di sentra kerbau, Kalimantan Selatan. Pengkajian dilakukan di Desa Tabat, Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Perlakuan yang diberikan ada 2 yaitu: A: dedak 1 kg + eceng gondok 5 kg + 10% rumput lokal. Perlakuan B kontrol (rumput local secara ad lib). Menggunakan 16 ekor kerbau rawa jantan berumur 2–3 tahun, dengan 8 ekor untuk masing-masing perlakuan. Parameter yang diamati yaitu bobot badan dan pertambahan bobot badan harian (PBBH) yang merupakan selisih bobot badan akhir dan awal kegiatan, penimbangan setiap 4 minggu dengan lama pengamatan 90 hari. Data bobot badan dan PBBH dianalisis dengan uji T dan analisis usaha dilakukan dengan melihat R/C dan MBCR. Perlakuan A memberikan rataan PBBH 0,61 + 0,27 kg/ekor/hari dan kontrol 0,21 + 0,22 kg/ekor/hari. Usaha penggemukan ternak kerbau memberikan keuntungan sebesar Rp 7.250.000 per tiga bulan dengan skala 8 ekor kerbau jantan, nilai R/C 1,13 dan MBCR 2,02.

(2)

PENDAHULUAN

Kerbau rawa merupakan salah satu ternak ruminansia yang berkembang di Provinsi Kalimantan Selatan yang patut dijaga kelestarian dan produktivitasnya. Budidaya kerbau rawa banyak dilakukan di daerah rawa yang relatif terpencil dari daerah lain dan dilakukan secara tradisional dengan cara digembalakan di rawa-rawa secara berkelompok serta berkembang biak secara alami (SADERI et al., 2004). Menurut INDRANINGSIHet al. (2006), kerbau merupakan salah satu ternak penghasil daging yang potensial untuk mendukung program revitalisasi pertanian dan kecukupan daging.

Populasi kerbau rawa di Kalimantan Selatan pada tahun 2009 sebesar 44.603 ekor yang tersebar hampir di semua kabupaten dengan kontribusi daging kebau yang dihasilkan sebesar 1.128.468 kg atau 2,21% dari total produksi daging Kalsel (DISNAK PROV.KALIMANTAN SELATAN, 2009). Populasi ternak kerbau tertinggi berada di Kabupaten Hulu Sungai Utara yaitu sekitar 19,28% dari total populasi kerbau di Kalimantan Selatan. Ternak ini disamping berpotensi sebagai penghasil daging dan sumber pendapatan bagi peternak juga sebagai objek wisata yang unik (pacuan kerbau) pada saat tertentu (DINAS PARIWISATA KALIMANTAN SELATAN, 1996).

Menurut ANGGRAENI dan

TRIWULANNINGSIH (2008), menurunnya populasi kerbau di sejumlah wilayah dapat diakibatkan oleh berbagai faktor seperti laju pemotongan yang terus meningkat namun belum diimbangi oleh perbaikan produktivitas ternak dan juga faktor lingkungan eksternal yang kurang mendukung. Kelebihan ternak kerbau adalah memiliki kemampuan lebih baik dalam memanfaatkan pakan berkualitas rendah dengan serat kasar tinggi seperti jerami padi/jagung/kacang tanah untuk diubah jadi daging atau susu.

Pemberian pakan serat dengan konsentrat berkualitas mampu memberikan laju pertambahan bobot badan harian (PBBH) sampai 1 kg/ekor/hari, hal ini menunjukkan bahwa kerbau merupakan ternak potensial untuk bisa ditingkatkan baik kuantitas maupun kualitas karkasnya melalui usaha penggemukan (ANGGRAENI dan TRIWULANNINGSIH, 2008). Pemberian konsentrat untuk kerbau sangat

membantu perkembangbiakan mikroba rumen sehingga dapat meningkatkan kecernaan pakan (RIANTOet al., 2005). Bahan pakan konsentrat atau pakan tambahan yang cukup potensial di Kalsel yaitu dedak padi.

Tujuan dari pengkajian ini adalah untuk melihat respon penggemukan kerbau jantan terhadap pemberian dedak padi sebagai konsentrat di sentra pengembangan kerbau di Kalimantan Selatan.

MATERI DAN METODE

Pengkajian dilakukan di Desa Tabat, Kecamatan Labuan Amas Utara, Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Ternak dibagi dalam 2 kelompok perlakuan yaitu:

1. Perlakuan A: 1 kg dedak padi + 5 kg eceng gondok + rumput lokal 10%

2. Perlakuan B: kontrol (rumput lokal secara

ad lib)

Tahapan yang dilakukan dalam melakukan kegiatan ini yaitu:

1. Koordinasi dan konsultasi dengan Dinas terkait

2. Penentuan lokasi 3. Survei bahan pakan lokal

4. Sosialisasi dengan peternak kerbau 5. Penentuan kooperator

6. Seleksi ternak 7. Introduksi teknologi 8. Adaptasi dan perlakuan 9. Pengamatan

Ternak yang digunakan adalah kerbau rawa jantan berumur antara 2 – 3 tahun, sejumlah 16 ekor dan masing-masing perlakuan menggunakan sebanyak 8 ekor. Ternak dikandangkan, namun antara jam 9 – 12 siang digembalakan untuk diberikan kesempatan berkubang. Pemberian obat cacing dilakukan sesuai dosis yang diberikan sebelum perlakuan dimulai. Dedak padi dan eceng gondong diberikan pada pagi hari. Parameter yang diamati yaitu bobot badan dan pertambahan bobot badan harian (PBBH) yang merupakan selisih antara bobot badan akhir dan awal kegiatan dibagi selang waktu antara keduanya, penimbangan setiap 4 minggu dan lama pengamatan 90 hari. Data bobot badan dan PBBH yang dihasilkan dianalisis dengan uji T test (STEEL dan TORRIE, 1989) dan analisis

(3)

usaha dilakukan dengan melihat biaya dan penerimaan R/C dan MBCR.

Analisis usahatani

Analisis yang digunakan dengan menggunakan R/C dan MBCR dengan rumus sebagai berikut: A R/C = B A – B MBCR = C – D A : Total penerimaan B : Total biaya

C : Penerimaan kotor cara baru D : Penerimaan kotor cara lama

Menurut MALIAN (2004), MBCR teknologi baru harus mempunyai nilai lebih besar dari 1 agar menarik petani untuk mengadopsi teknologi itu. Bila MBCR sama dengan 1 maka teknologi baru itu tidak berpotensi secara ekonomi. MBCR = 1 mengandung arti bahwa perubahan teknologi atau mengadopsi teknologi baru, tidak memberikan kenaikan MBCR.

HASIL DAN PEMBAHASAN Perbaikan pakan

Berdasarkan hasil survei diketahui bahwa bahan pakan lokal yang potensial di daerah pusat pengembangan kerbau di Kalimantan Selatan (Kalsel) yaitu eceng gondok, keong mas, dedak padi dan jerami padi. Hasil diskusi ditetapkan bahwa pakan tambahan yang akan diberikan yaitu pakan campuran antara eceng gondok, dedak padi dan keong mas. Keong mas yang akan dicoba diberikan adalah yang telah dikeringkan dengan cara dijemur di bawah sinar matahari dan dicoba yang basah (telah digiling), hasil adaptasi selama 1 minggu ternyata kerbau tidak mau mengkonsumsi keong mas, sehingga tidak diberikan. Hasil adaptasi diputuskan bahwa kerbau diberi pakan tambahan berupa dedak padi, eceng gondok dan rumput lokal. Dedak yang diberikan sebanyak 1 kg/ekor/hari yang dicampur air,

pemberian diberikan pada pagi hari. Menurut POERWOTO dan DANIA (2006) perbaikan manajemen ternak kerbau diharapkan dapat meningkatkan produktivitas ternak persatuan ternak, sehingga pendapatan peternak akan meningkat dan pada akhirnya kesejahteraan peternak akan lebih baik.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan diketahui bahwa pemberian dedak padi sebagai konsentrat pada pakan kerbau, memberikan tambahan berat badan antara 0,4 – 0,76 kg/ekor/hari dengan rataan sekitar 0,61 kg/hari sedang kelompok kontrol sebesar 0,21 kg/ekor/hari. Data pada Tabel 1, terlihat bahwa perbaikan pakan memberikan pengaruh yang signifikan antara perlakuan dan kontrol. Hasil penelitian yang dilaporkan PASAMBE et al. (2006) bahwa ternak kerbau yang dipelihara secara digembalakan (kontrol) menghasilkan PBBH 0,34 kg/ekor/hari, sedang kerbau yang diberikan perbaikan pakan berupa konsentrat antara 0,764 – 0,832 kg/ekor/hari. Menurut POERWOTO dan DANIA (2006) produktivitas ternak sangat tergantung dari faktor manajemen yang diterapkan pada ternak tersebut, selain faktor genetik yang dimiliki oleh ternak itu sendiri. Manajemen pemeliharaan sangat tergantung dari kondisi alam maupun kondisi pakan yang tersedia sepanjang waktu.

Hasil penelitian yang dilaporkan DANIA dan POERWOTO (2006) menunjukkan bahwa PBBH sangat nyata dipengaruhi oleh perlakuan pengubangan dan pemberian jerami yang telah diamoniasi. Ternak kerbau memiliki kulit yang tebal, warna kulit dan rambut hitam keabu-abuan dan kelenjar keringat sedikit sehingga kurang tahan terhadap cuaca panas. Untuk membantu termoregulasi tubuh agar fungsi fisiologi tubuh dapat berjalan normal terutama dalam mengatasi cekaman panas dengan jalan berendam dalam air atau lumpur atau melumuri tubuhnya dengan lumpur.

Pada kajian ini dihasilkan PBBH sebesar 0,61 kg/ekor/hari, hasil ini tidak berbeda jauh dengan hasil pengkajian terdahulu (DANIA dan POERWOTO, 2006) bahwa perbaikan pakan dan pemberian kesempatan untuk berkubang menghasilkan PBBH sebesar 0,607 kg/ekor/ hari.

(4)

Tabel 1. Keragaan kerbau penggemukan selama 90 hari pengamatan

Uraian Perbaikan pakan Kontrol Bobot awal (kg) 250,69 + 68,78 231 + 15,12 Bobot akhir (kg) 305,59 + 70,39 249,9 + 16,68 Rataan PBBH (kg) 0,61 + 027 a 0,21 + 0,22 b Konsumsi dedak (kg/ekor/hari) 1 – Konsumsi hijauan (kg/ekor/hari) 25 23 Huruf yang berbeda dalam baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P < 0,05)

Selanjutnya penelitian lain yang dilaporkan RIANTO et al. (2005) menghasilkan PBBH pada kerbau jantan yang diberi pakan jerami padi ad libitum dan konsentrat 1,25% dari bobot badan sebesar 0,378 kg sedang kerbau yang diberikan pakan jerami padi ad libitum, konsentrat 0,625% dan ampas bir 0,625% dari bobot badan dihasilkan PBBH sebesar 0,665 kg. Hasil penelitian lain yang dilaporkan PRIYANTI dan SAPTATI (2006) bahwa kerbau yang diberi pakan berupa jerami fermentasi dan konsentrat dihasilkan PBBH antara 0,82 – 0,87 kg/ekor/hari selama 62 hari penggemukan.

Analisis usaha

Berdasarkan perhitungan dan analisis biaya dan pendapatan diketahui bahwa penggemukan ternak kerbau jantan umur antara 2 – 3 tahun memberikan keuntungan yang cukup baik. Beberapa asumsi yang digunakan yaitu harga dedak Rp. 2.000/kg, harga bobot hidup kerbau Rp. 25.000/kg, harga hijauan pakan ternak lokal dinilai Rp. 100/kg. Penggemukan ternak yang cukup umur dan kondisi yang baik, dapat memberikan keuntungan dengan pemeliharaan selama 3 bulan. Keuntungan yang dihasilkan dalam usaha penggemukan kerbau jantan selma tiga bulan sebesar Rp. 7.250.000 dengan skala 8 ekor (Rp. 302.080/ekor/bulan) sedangkan kelompok kontrol sebesar Rp. 1.634.000 (Rp. 68.080/ekor/bulan). Pemberian konsentrat atau perbaikan pakan yang dihasilkan pada kajian ini memberikan keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan laporan PASAMBE et al. (2006). Hasil penelitian yang dilaporkan PASAMBE et al. (2006) untuk kelompok kontrol dihasilkan keuntungan sebesar Rp. 112.280 per ekor per

bulan sedang untuk ternak yang mendapat perbaikan pakan dihasilkan keuntungan antara Rp. 151.451 – 217.127 per ekor per bulan. Selanjutnya hasil penelitian RUSDIANA dan TALIB (2010) bahwa kerbau jantan yang diusahakan pada hari besar (hari perayaan) diperoleh keuntungan Rp. 2.840.000 per tahun (Rp. 78.880 per ekor per bulan) dengan skala 3 ekor dan nilai B/C 1,2 sedang kerbau yang dijual pada hari biasa diperoleh keuntungan sebesar Rp. 1.340.000 per tahun (Rp. 37.220 per ekor per bulan) dengan nilai B/C 1,1.

Nilai R/C yang dihasilkan untuk ternak kerbau yang diberi pakan tambahan berupa dedak padi sebesar 1,13 sedang kontrol 1,03 dengan nilai MBCR sebesar 2,02 (Tabel 2).

Tabel 2. Analisis biaya dan pendapatan usaha pengemukan kerbau selama 90 hari dengan skala 8 ekor

Kelompok Uraian Perlakuan Kontrol Biaya (Rp) Bakalan 50.138.000 46.200.000 Dedak 1.440.000 – Obat-obatan 240.000 250.000 Hijauan pakan ternak 1.800.000 1.656.000 Penyusutan kandang 250.000 250.000 Jumlah 53.868.000 48.346.000 Penerimaan (Rp) Bakalan 61.118.000 49.980.000 Pendapatan (Rp) 7.250.000 1.634.000 R/C 1,13 1,03 MBCR 2,02 –

(5)

Nilai R/C yang dihasilkan sebesar 1,13 menunjukkan bahwa usaha penggemukan kerbau jantan menguntungkan dan nilai MBCR 2,02 mengandung arti bahwa setiap Rp. 1 akibat biaya yang dikenakan untuk teknologi yang baru menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 2,02. Hasil penelitian yang dilaporkan PASAMBEet al. (2006), kerbau yang diberikan perbaikan pakan berupa konsentrat menghasilkan B/C antara 1,8 – 2 sedang untuk kerbau dengan pemeliharaan cara petani (kontrol) sebesar 1,7. Sementara itu, laporan PRIYANTI dan SAPTATI (2006) melaporkan bahwa kerbau yang diberi pakan jerami fermentasi dan konsentrat dihasilkan B/C antara 1,09 – 1,1.

KESIMPULAN

Penggemukan kerbau berupa perbaikan pakan lokal dengan pakan tambahan berupa pemberian dedak padi sebanyak 1 kg per ekor per hari, 5 kg eceng gondok dan rumput lokal 10% pada kerbau jantan memberikan rataan pertambahan berat badan antara sebesar 0,61 kg/ekor/hari. Usaha penggemukan ternak kerbau jantan memberikan keuntungan sebesar Rp. 7.250.000 per tiga bulan dengan skala 8 ekor kerbau jantan, nilai R/C 1,13 dan MBCR 2,02.

DAFTAR PUSTAKA

ANGGRAENI, A. dan E. TRIWULANNINGSIH. 2008. Keragaan bobot badan dan morfometrik tubuh kerbau Sumbawa terpilih untuk penggemukan. Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau. Jambi, 22 – 23 Juni 2007. hlm. 83 – 89.

DANIA,I.B. dan H.POERWOTO. 2006. Pertambahan berat badan, laju pertumbuhan dan konversi pakan kerbau jantan akibat pemberian kesempatan berkubang dan jerami padi amoniasi. Pros. Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi. Sumbawa, 4 – 5 Agustus 2006. hlm. 99 – 102.

DINAS PARIWISATA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN. 1996. Upaya Pengembangan Kerbau Rawa sebagai Obyek Wisata Agro di Kalimantan Selatan. Makalah disampaikan dalam rangka: Diskusi Kerbau Rawa sebagai Obyek Wisata Agro. Banjarbaru, 25 Maret 1996.

DISNAK PROV. KALIMANTAN SELATAN. 2009. Laporan Tahunan 2009. Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan, Banjarbaru. INDRANINGSIH, R. WIDIASTUTI dan Y.SANI. 2006.

Upaya pengembangan peternakan kerbau dalam menunjang kecukupan daging. Pros. Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau mendukung Program Kecukupan Daging Sapi. Sumbawa, 4 – 5 Agustus 2006. hlm. 110 – 124.

MALIAN, A.H. 2004. Analisis Ekonomi Usahatani dan Kelayakan Finansial Teknologi pada Skala Pengkajian. Makalah pada Pelatihan Analisa Finansial dan Ekonomi di Bogor, 29 Nopember – 9 Desember 2004.

PASAMBE, D., M. SARIUBANG, SAHARDI dan S.N. TAMBING. 2006. Tampilan reproduksi dan produksi kerbau lumpur di Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Pros. Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi. Sumbawa, 4 – 5 Agustus 2006. hlm. 213 – 218.

POERWOTO, H. dan I.D. DANIA. 2006. Perbaikan Manajemen Ternak Kerbau untuk Meningkatkan Produktivitas Ternak. Pros. Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi. Sumbawa, 4 – 5 Agustus 2006. hlm. 96 – 98.

PRIYANTI, A. dan R.A. SAPTATI. 2006. Analisis ekonomi dan tata niaga usaha ternak kerbau. Pros. Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi. Sumbawa, 4 – 5 Agustus 2006. hlm. 142 – 150.

RIANTO,E.,N.MURYANTI dan E.PURBOWATI. 2005. Retensi protein pada kerbau muda jantan yang mendapat ampas bir sebagai pengganti konsentrat. Pros. Seminar Nasional AINI V. Malang, 10 Agustus 2005. hlm. 295 – 307.

(6)

RUSDIANA,S. dan C.TALIB. 2010. Pengaruh periode menjelang hari raya terhadap harga kerbau jantan: analisis ekonomi pendapatan di pedesaan (Studi kasus di Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor). Pros. Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau. Brebes, 11 – 13 Nopember 2009. hlm. 78 – 85.

SADERI, D.I., E.S. ROHAENI, A. DARMAWAN, A. SUBHAN dan A. RAFIEQ. 2004. Profil Pemeliharaan Kerbau Rawa di Kalimantan Selatan. (Studi Kasus di Desa Bararawa dan Desa Tampakang, Kecamatan Danau Panggang, Kabupaten Hulu Sungai Utara). Laporan. BPTP Kalimantan Selatan.

STEEL, R.G.D. dan J.H.TORRIE. 1989. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometrik. Terjemahan. Edisi Kedua. Gramedia, Jakarta.

Gambar

Tabel 2.  Analisis  biaya  dan  pendapatan  usaha  pengemukan  kerbau  selama  90  hari  dengan skala 8 ekor

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui ketersediaan dan pengelolaan kelembagaan masyarakat pesisir kawasan daerah perlindungan laut dalam meningkatkan taraf

Menurut Handoko (2000) semangat kerja karyawan akan tercermin dari karyawan yang selalu menunjukkan sikap dan tingkah laku mau bekerja dengan sungguh-sungguh,

Gambar 5 adalah grafik Sum Square Error (SSE) proses learning Jaringan saraf tiruan (JST) yang digunakan pada sistem ini menggunakan jenis multi layer perceptron.. Lapisan

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, khususnya di Kantor Kepolisian Resort Kota Besar Makassar, dengan menggunakan metode kepustakaan

Dari keterangan di atas, ada dua jenis pemeriksaan berdasarkan lokasi, yaitu pemeriksaan kantor (room audit) dan pemeriksaan lapangan (field audit). Pada pemeriksaan kantor

yang sama bagi subjek tersebut diadakan. Markah akan direkod dalam slip peperiksaan murid. 3) Hanya murid-murid yang mewakili sekolah dalam tempoh peperiksaan dibenarkan untuk

Efisiensi penyisihan tertinggi dalam menurunkan kadar logam Fe yaitu 80,31% pada massa adsorben 2,5 gram dengan waktu kontak 30 menit. Kapasitas adsorpsi terhadap

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasannya, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar kognitif yang signifikan antara Kelas Eksperimen