• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam tinjauan pustaka berisi mengenai pemahaman tentang pajak,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam tinjauan pustaka berisi mengenai pemahaman tentang pajak,"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka

Dalam tinjauan pustaka berisi mengenai pemahaman tentang pajak, klasifikasi pajak, hak dan kewajiban wajib pajak, sistem perpajakan di Indonesia, serta pemahaman tentang pemeriksaan pajak.

2.1.1 Definisi Pajak

Seperti kita tahu bahwa pajak adalah sumber pendapatan terbesar negara yang juga dapat dikatakan sebagai bentuk lain dari sebuah pemaksaan. Pemaksaan disini adalah berupa pungutan yang diwajibkan bagi setiap orang atau perusahaan yang sudah masuk dalam kategori Wajib Pajak. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan disebutkan bahwa Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Selain itu juga terdapat beberapa pengertian mengenangi pajak yang diungkapkan oleh beberapa ahli di bidang keuangan negara, ekonomi, maupun hukum mancanegara untuk menjadi bahan perbandingan antara lain adalah sebagai berikut :

a. C. F. Bastable menyatakan, “Tax is a compulsory contribution of the wealth of a person or body of persons for service of the public powers,” dalam bukunya Public Finance (Safri Nurmantu:2005).

(2)

b. Prof. Dr. P. J. A. Andriani merumuskan:

Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan (R. Santosa Brotodihardjo:2003). c. Handcock dalam Pengantar Ilmu Pajak (1997) menyebutkan bahwa

ciri-ciri pajak adalah sebagai berikut :

“All taxes have some features in common. They are compulsory levy, imposed by government, either on income, expenditure or capital assets, for which the taxpayer receives nothing specific in return. The primary purpose of imposing a tax is to raise for public purposes.” (Dora Handcock:1997)

d. Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH :

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbale (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.” (Rochmat Soemitro: 1991) 2.1.2 Fungsi Pajak

Pajak memegang peranan yang sangat penting bagi suatu negara, karena pajak merupakan sumber pendapatan negara, yang dapat digunakan sebagai alat untuk mengatur kegiatan ekonomi dan sebagai pemerataan pendapatan

(3)

masyarakat. Pajak menurut Santosa (2003), mempunyai fungsi utama sebagai berikut.

a. Fungsi Anggaran (Fungsi Budgeter)

Pajak merupakan sumber pemasukan keuangan negara yang menghimpun dana ke kas negara untuk membiayai pengeluaran negara atau pembangunan nasional. Jadi, fungsi pajak adalah sebagai sumber pendapatan negara, yang bertujuan agar posisi anggaran pendapatan dan pengeluaran mengalami keseimbangan (balance budget).

b. Fungsi Mengatur (Fungsi Regulasi)

Pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial. Fungsi mengatur (regulered) tersebut antara lain: - memberikan proteksi terhadap barang produksi dalam negeri, misalnya PPN (Pajak Pertambahan Nilai); - pajak dapat dipakai untuk menghambat laju inflasi; - pajak dipakai sebagai alat untuk mendorong ekspor, misalnya pajak ekspor barang 0%; - untuk menarik dan mengatur investasi modal yang dapat menunjang perekonomian yang produktif.

c. Fungsi Pemerataan (Fungsi Distribusi)

Pajak mempunyai fungsi pemerataan artinya dapat digunakan untuk menyeimbangkan dan menyesuaikan antara pembagian pendapatan dengan kesejahteraan masyarakat. Dengan kata lain, pajak berfungsi untuk pemerataan pendapatan masyarakat, sebagaimana yang tercantum dalam Trilogi Pembangunan dan Delapan Jalur Pemerataan.

(4)

d. Fungsi Stabilisasi

Pajak dapat digunakan untuk menstabilkan keadaan ekonomi, misalnya dengan menetapkan pajak yang tinggi, pemerintah dapat mengatasi inflasi, karena jumlah uang yang beredar dapat dikurangi. Dan, untuk mengatasi deflasi atau kelesuan ekonomi, pemerintah dapat menurunkan pajak . Dengan menurunkan pajak, jumlah uang yang beredar dapat ditambah sehingga kelesuan ekonomi yang di antaranya ditandai dengan sulitnya pengusaha memperoleh modal dapat diatasi. Dengan demikian, perekonomian diharapkan senantiasa dalam keadaan stabil.

2.1.3 Hak dan Kewajiban Wajib Pajak 1. Hak Wajib Pajak

a. Hak atas kelebihan pembayaran pajak

Wajib Pajak mempunyai hak untuk mendapatkan kembali kelebihan apabila pajak terutang untuk suatu tahun pajak lebih kecil dari jumlah kredit pajak. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dapat dilakukan dengan Wajib Pajak melakukan permohonan dengan menyerahkan Surat Pemberitahuan (SPT) yang ditujukan kepada kepala KPP bersangkutan dan diberikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap. Untuk Wajib Pajak yang masuk kriteria Wajib Pajak Patuh, pengembalian kelebihan pembayaran pajak dapat dilakukan paling lambat 3 bulan untuk PPh dan 1 bulan untuk PPN sejak

(5)

permohonan diterima. Perlu diketahui pengembalian ini dilakukan tanpa pemeriksaan. Apabila Direktorat Jendral Pajak terlambat mengembalikan kelebihan pembayaran maka Wajib Pajak berhak menerima bunga 2% per bulan maksimum 24 bulan (48%).

b. Hak untuk mengajukan keberatan, Banding, dan peninjauan kembali Apabila Wajib Pajak tidak setuju dengan Surat Ketetapan Pajak (SKP)

yang diterbitkan oleh Direktorat Jendral Pajak setelah dilakukan pemeriksaan maka WP dapat mengajukan keberatan atas Surat Ketetapan tersebut. Keberatan dapat dilakukan dengan mengajukan surat secara tertulis kepada Direktorat Jendral Pajak paling lambat 3 bulan sejak dikirim Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan keputusan dari Direktorat Jendral Pajak akan diterbitkan paling lambat 12 bulan sejak surat diterima. Apabila permohonan keberatan ditolak dan Wajib Pajak tidak melakukan Banding maka Wajib pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 50%.

Permohonan banding dapat diajukan oleh Wajib Pajak ke Badan Peradilan Pajak secara tertulis dalam waktu 3 bulan sejak keputusan keberatan ditolak. Pengadilan Pajak harus menetapkn putusan paling lambat 12 bulan sejak surat banding diterima. Apabila permohonan banding ditolak ataupun dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi sebesar 100% dari jumlah pajak berdasarkan putusan banding.

(6)

Apabila Wajib Pajak masih belum puas maka dapat mengajukan Peninjauan Kembali (PK) kepada Mahkamah Agung dengan jangka waktu paling lambat 3 bulan sejak diketahuinya kebohongan putusan Hakim Pengadilan pidana. Atas permohonan tersebut Mahkamah agung akan memberi putusan dalam jangka waktu 6 bulan sejak surat permohonan diterima.

c. Hak hak Wajib Pajak lainnya − Hak kerahasiaan bagi Wajib Pajak

− Hak untuk pengangsuran atau penundaan pembayaran − Hak untuk penundaan pelaporan SPT

− Hak untuk pengurangan PPh pasal 25 − Hak untuk pengurangan PBB

− Hak untuk pembebasan pajak

− Hak pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak − Hak untuk mendapatkan pajak ditanggung pemerintah

− Hak untuk mendapat insntif perpajakan 2. Kewajiban Wajib Pajak

a. Kewajiban Mendaftarkan Diri

Sesuai dengan Self Assesment System yang pada bab sebelumnya telah disebutkan digunakan dalam sistem perpajakan di Indonesia maka Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultan Pajak (KP2P), atau e-register (media elektronik on-line) untuk diberikan

(7)

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Adapun syarat dari kepemilikan NPWP adalah apabila seseorang telah memenuhi syarat subjektif (Orang Pribadi) dan syarat objektif berupa Penghasilan yang telah melewati batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

Tabel 2.1

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

PTKP Sebelumnya Mulai 2015

Wajib Pajak Orang Pribadi Rp 24.300.000,00 Rp 36.000.000,00 Tambahan untuk WP kawin Rp 2.025.000,00 Rp 3.000.000,00 Tambahan untuk tanggungan Rp 2.025.000,00 Rp 3.000.000,00 Tambahan apabila penghasilan

istri digabung dengan suami Rp 24.300.000,00 Rp 36.000.000,00 (Direktorat Jendral Pajak:2015)

Sedangkan bagi UMKM yang telah memiliki NPWP, wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dengan syarat bahwa, pengusaha orang pribadi atau badan tersebut melakukan penyerahan barang atau jasa kena pajak dengan jumlah peredaran bruto diatas Rp 600.000.000,00 setahun.

b. Kewajiban Pembayaran, Pemotongan/Pemungutan, dan Pelaporan Pajak Mekanisme pembayaan pajak bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah

(UMKM) sendiri dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain; membayar sendiri pajak yang terutang, membayar PPh melalui pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain, membayar PPN pada pihak penjual atau pemberi jasa dengan tarif 10%, dan membayar pajak pajak lainnya.

Pembayaran bulanan yang dilakukan dengan mekanisme pemotongan/pemungutan dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan.

(8)

Pihak pemberi penghasilan adalah pihak yang ditunjuk berdasarkan ketentuan perpajakan untuk memotong/memungut, antara lain yang ditunjuk tersebut adalah badan Pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya. Apabila UMKM tergolong sebagai subjek pajak badan dalam negeri, maka diwajibkan juga sebagai pemotong/pemungutan pajak. Adapun jenis pemotongan/pemungutan adalah PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPh Pasal 4 ayat 2, PPh Pasal 15 dan PPN dan PPn BM. Pelaporan dilakuan oleh Wajib Pajak dengan pengisian dan penyerahan surat Pemberitahuan(SPT).

c. Kewajiban memberi data

Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak yang ketentuannya diatur pada Pasal 35A UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Diubah Dengan UU Nomor 16 Tahun 2009.

2.1.4 Sistem Perpajakan di Indonesia

Sistem perpajakan suatu negara terdiri atas tiga unsur, yaitu Tax Policy, Tax Law dan Tax Administration. Sistem perpajakan dapat disebut sebagai metode atau cara bagaimana mengelola utang pajak yang terutang oleh Wajib Pajak dapat mengalir ke kas negara. Menurut Wirawan B. Ilyas

(9)

dan Richard Burton (2007 : 22) sistem pemungutan pajak dapat dibedakan atas:

a. Official Assessment System

Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemungut pajak (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayar (pajak yang terutang) oleh seseorang.

b. Semi Self Assessment System

Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada fiskus dan Wajib Pajak untuk menentukan besarnya pajak seseorang yang terutang.

c. Self Assessment System

Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang penuh kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetorkan, dan melaporkan sendiri besarnya utang pajak.

d. Witholding System

Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong/ memungut besarnya pajak yang terutang

Seperti yang sudah di jelaskan pada bab sebelumnya, pemungutan pajak di Indonesia pada awalnya menggunakan official assessment system dimana tanggung jawab pemungutan pajak sepenuhnya dilaksanakan oleh penguasa pemerintah, lalu pada tahun 1984 pemerintah membuat suatu kebijakan dalam rangka mengoptimalkan penerimaan dalam sektor pajak

(10)

berupa Tax Reform (Reformasi Pajak). dengan mengubah sistem pemungutan pajak yang berlaku menjadi Self Assessment System yang mana sistem pemungutannya memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar atau menyetorkan sendiri besarnya pajak terutang, dan diawasi dalam pelaksanaanya oleh Fiskus. Self Assessment System tersebut berlaku hingga saat ini.

2.1.5 Pemeriksaan Pajak 1. Definisi

Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Pemeriksaan Pajak dapat dilakukan Kelompok Pemeriksa. Pemeriksaan tersebut juga dapat dilaksanakan di Kantor Pajak (Pemeriksaan Kantor) atau di tempat Wajib Pajak (Pemeriksaan Lapangan) meliputi tahun-tahun yang lalu maupun tahun berjalan. Apabila WP tidak melakukan kewajibannya sesuai dengan peraturan berlaku dan menolak memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan, maka pemeriksa pajak berwenang melakukan penyegelan.

(11)

2. Tujuan Pemeriksaan

Tujuan utama dari pemeriksaan pajak sendiri yaitu untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan seperti;

a. SPT lebih bayar termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan pajak.

b. SPT rugi.

c. SPT tidak atau terlambat (melampaui jangka waktu yang ditetapkan dalam Surat Teguran) disampaikan

3. Hak Wajib Pajak Saat Pemeriksaan

a. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan Surat Perintah Pemeriksaan.

b. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan pemberitahuan secara tertulis sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan.

c. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang alasan dan tujuan Pemeriksaan.

d. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Surat Tugas apabila susunan Tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan.

e. Menerima Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan.

f. Menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dalam jangka waktu yang telah ditentukan.

(12)

g. Mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan oleh Tim Pembahas, dalam hal terdapat perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dengan Pemeriksa Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.

h. Memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh Pemeriksa Pajak melalui pengisian formulir Kuesioner Pemeriksaan.

i. Mengajukan pengaduan apabila kerahasiaan usaha dibocorkan kepada pihak lain yang tidak berhak.

4. Kewajiban Wajib Pajak Saat Pemeriksaan

a. Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP, atau objek yang terutang pajak.

b. Memberi kesempatan untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik.

c. Memberi kesempatan untuk memasuki dan memeriksa tempat atau ruangan, barang bergerak dan/atau tidak bergerak yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, uang, dan/atau barang yang dapat memberi petunjuk tentang penghasilan yang diperoleh,

(13)

kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP, atau objek yang terutang pajak serta meminjamkannya kepada Pemeriksaan Pajak. d. Memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan, antara lain

berupa:

− Menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas biaya WP apabila dalam mengakses data yang dikelola secara elektronik memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus − Memberikan kesempatan kepada Pemeriksa Pajak untuk

membuka barang bergerak dan/atau tidak bergerak

− Menyediakan ruangan khusus tempat dilakukannya Pemeriksaan Lapangan dalam hal jumlah buku, cacatan, dan dokumen sangat banyak sehingga sulit untuk dibawa ke kantor Direktorat Jenderal Pajak.

e. Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan.

f. Memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis yang diperlukan.

5. Prosedur Pemeriksaan

a. Petugas pemeriksa harus dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan dan harus memperlihatkannya kepada Wajib Pajak yang diperiksa

b. Wajib Pajak yang diperiksa harus, apabila dalam mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen serta

(14)

keterangan yang diminta, Wajib Pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan

Direktur Jendral Pajak berwenang melakukan penyegelan tempat atau ruangan tertentu, bila Wajib Pajak Tidak memenuhi kewajiban pengungkapan diatas.

2.1.6 Hubungan Sistem Perpajakan di Indonesia dengan Pemeriksaan Pajak

Self Assesment System yang berlaku di Indonesia pada dasarnya sudah mulai diterapkan di Indonesia sejak tahun 1984 lewat Tax Reform yang dibuat oleh pemerintah. Akan tetapi dalam pelaksanaannya ternyata sistem ini tidak membuahkan hasil yang diharapkan, bahkan penerimaan dari sektor pajak justru menurun. Dapat dikatakan bahwa pemungutan pajak dengan sistem ini gagal, karena tidak didukung dengan sikap yang jujur dari Wajib Pajak serta pengawasan yang intensif dan akurat dari pihak pemerintah /administrasi pajak. Selain itu sanksi yang diterapkan juga tidak efektif dijalankan.

Kegagalan sistem tersebut membangun aparatur untuk membuat sistem perpajakan modern dan menjadikan pemerintah dan berbagai kalangan mendukung konsep self assessment ini sebagai sesuatu yang wajar dan prospektif di masa depan sehingga secara konsepsional sistem ini dapat dilaksanakan dengan baik, sebagaimana dikemukakan Suandy:2002, dalam rangka melaksanakan Self Assesment System diperlukan beberapa prasyarat, antara lain;

(15)

a. Kesadaran Wajib Pajak (Tax Consciousness),

Wajib Pajak mau dengan sendirinya melakukan kewajiban perpajakannya seperti mendaftarkan diri, menghitung, membayar, dan melaporkan jumlah pajak terutangnya,

b. Kejujuran Wajib Pajak,

Wajib Pajak melakukan kewajibannya dengan sebenar-benarnya tanpa adanya manipulasi, hal ini dibutuhkan di dalam sistem ini karena fiskus memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang,

c. Kemauan membayar pajak dari Wajib Pajak (Tax Mindedness),

Wajib Pajak selain memiliki kesadaran akan kewajiban perpajakannya, namun juga dalam dirinya memiliki hasrat dan keinginan yang tinggi dalam membayar pajak terutangnya,

d. Kedisiplinan Wajib Pajak (Tax Discipline),

Wajib Pajak dalam melakukan kewajiban perpajakannya dilakukan dengan dengan tepat waktu sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku.

Atas dasar untuk memperbaiki sistem perpajakan yang telah gagal tersebut maka pemeriksaan pajak dilakukan sehubungan untuk menertibkan sistem perpajakan yang berlaku (Self Assesment System) dan untuk menghindari kecurangan atas pelaporan perpajakannya seperti yang sudah terjadi sebelumnya.

(16)

Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajakobjek pajak dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan perundang-undangan pajak. Tabel 2.2 Jenis Jenis SPT No. Dasar Pembagian Uraian Keterangan 1 Waktu SPT Masa SPT Tahunan

SPT Masa terdiri atas, SPT PPN, PPh pasal 21/26, PPh pasal 23/26, PPh pasal 25, PPh pasal 4 ayat (2)

SPT Tahunan terdiri atas, PPh orang pribadi dan SPT tahunan PPh badan

2 Subjek Pajak SPT Wajib Pajak Orang Pribadi SPT Wajib Pajak badan 3 Berdasar pajak yang masih harus dibayar SPT Nihil SPT kurang bayar SPT lebih bayar

SPT Nihil adalah SPT yang tidak ada pajak terutang maupun kredit pajak

SPT kurang bayar adalah SPT yang besaran PPh nya lebih kecil dari pajak terutang sehingga menimbulkan setoran PPh pasal 29

SPT lebih bayar adalah SPT yang besaran PPh nya lebih besar dari pajak terutang sehingga timbul kredit pajak 4 Berdasarkan jenis pekerjaan untuk orang pribadi SPT 1770 SS SPT 1770 S SPT 1770 SPT 1770 SS adalah formulir bagi wajib pajak orang pribadi yang menerima penghasilan dari satu sumber dan tidak melebihi Rp 60 juta

SPT 1770 S adalah formulir bagi WPOP yang menerima penghasilan dari satu sumber atau lebih atau WPOP yang memperoleh penghasilan dalam

(17)

SPT 1770 adalah formulir bagi WPOP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.

5 Sequensi Normal Pembetulan

SPT Normal adalah SPT yang pertama kali disampaikan

SPT Pembetulan adalah SPT yang disampaikan atas pembetulan SPT Normal 6 Jumlah Faktur Pajak (untuk PPN) SPT 1107 SPT 1108 SPT 1111 SPT 1111 DM

SPT 1107 wajib digunakan oleh PKP yang menerbitkan faktur diatas 30 buah

SPT 1108 wajib digunakan oleh PKP yang menerbitkan faktur tidak lebih dari 30 buah

SPT 1111 wajib digunakan oleh PKP yang menggunakan mekanisme pengkreditan pajak dengan pajak keluaran, dan jumlah faktur yang diterbitkan tidak lebih dari 25 buah (berlaku mulai pelaporan masa pajak Januari 2011)

SPT 1111 DM wajib digunakan oleh PKP yang menggunakan pedoman pengkreditan pajak masukan dan menerbitkan faktur tidak lebih dari 25 buah. (berlaku mulai pelaporan masa pajak Januari 2011)

(Yustinus Prastowo:2014)

Pengisian SPT dapat kita lakukan dengan 2 cara, yaitu; pengisian SPT secara Manual dan Elektronik (e-SPT).

a. Pengisian SPT secara Manual dapat dilakukan dengan mesin ketik dengan tinta hitam, menggunakan tulisan tangan dengan huruf cetak dan tinta hitam, atau dengan menggunakan komputer dengan format PDF.

b. Pengisian SPT secara elektronik (e-SPT) dapat dilakukan Wajib Pajak dengan memasukan data pada aplikasi e-SPT,meng- upload induk, dan

(18)

lampiran SPT dalam bentuk softcopy. Kemudian induk SPT dicetak dan ditanda tangani untuk dilaporkan ke KPP.

2.1.8 Surat Ketetapan Pajak (SKP)

Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang dikeluarkan oleh direktorat jendral pajak kepada wajib pajak setelah dilakukannya pemeriksaan atas SPT wajib pajak.

1. SKPKB

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar. SKPKB diterbitkan apabila:

a. Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang atau kurang dibayar

b. Surat Pemberitahuan (SPT) tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran.

c. Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPn) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) ternyata tidak harus dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0%.

(19)

d. Kewajiban menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yangterutang e. Kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau

dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara Jabatan. 2. SKPKBT

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. SKPKBT ini diterbitkan apabila ditemukan data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.

3. SKPLB

Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang adatu seharusnya tidak terutang. Pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak terutang. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar diterbitkan untuk:

a. Pajak Penghasilan apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang.

b. Pajak Pertambahan Nilai apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang. Jika terdapat pajak yang dipungut oleh pemungut Pajak Pertambahan Nilai, jumlah pajak yang

(20)

terutang dihitung dengan cara jumlah Pajak Keluaran dikurangi dengan pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai tersebut.

c. Pajak Penjualan atas Barang Mewah apabila jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang.

4. SKPN

Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok paak sama besarnya dengan jumlah kredit paja atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. SKPN diterbitkan apabila setelah dilakukan pemeriksaan jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang dan tidak ada kredit pajak ataupun pembayaran pajak.

2.2 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.3

Tabel Penelitian Terdahulu Nama dan

Tahun Penelitian

Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian Sari (2009) Pengaruh Self Assesment System Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan di KPP Pratama Medan Barat. Variabel Independen : NPWP terdaftar , SSP PPh pasal 25 perbulan. Variabel dependen : Penerimaan Pajak Penghasilan Secara simultan NPWP dan SSP PPh Pasal 25 berpengaruh secara signifikan positif terhadap penerimaan pajak penghasilan. Vania Yuki Widiyanti (2007) Pengaruh Kepatuhan Wajib Pajak Orang

Pribadi Dan Pendapatan Perkapita Terhadap Penerimaan Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak Madiun Variabel Independen: Kepatuhan Wajib Pajak dan Pendapatan Per Kapita Variabel Dependen: Penerimaan Pajak 1. Dengan Tingkat Kepatuhan yang Semakin Tinggi Maka Penerimaan Pajak Juga Semakin

Besar. 2. Pendapatan Per Kapita Berpengaruh

(21)

Signifikan Terhadap

Penerimaan Pajak

2.3 Kerangka Konseptual

Self Assesment System yang diterapkan di Indonesia merupakan suatu sistem yang memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak terutang sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Dalam pelaksanaan self assesment system tersebut kepatuhan pajak sesuai atau tidaknya dengan peraturan perpajakan akan terlihat dari penerimaan yang diperoleh dari jumlah pajak yang dibayarkan. Sedangkan tingkat kepatuhan Wajib Pajak sendiri dapat dilihat dari pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh fiskus. Oleh karena itu, maka dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan pajakmemiliki pengaruh positif terhadap penerimaan pajak. Dimana Peningkatan pemeriksaan pajak akan meningkatkan jumlah penerimaan pajak. Berdasarkan uraian diatas maka dapat dibuat kerangka konseptual sebagai berikut :

2.4 Hipotesis

Berdasarkan uraian keterkaitan antara Pemeriksaan Pajak dengan Peningkatan Pemeriksaan Pajak diatas yang mengacu pada kerangka pemikiran dan rumusan masalah, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah Pemeriksaan pajak berpengaruh tehadap Peningkatan Penerimaan Pajak. Hipotesis tersebut dapat dijabarkan sebagi berikut :

PEMERIKSAAN PAJAK

PENINGKATAN PENERIMAAN

(22)

Ho : Pemeriksaan Pajak tidak berpengaruh terhadap Peningkatan Penerimaan Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cicadas.

H1 : Pemeriksaan Pajak berpengaruh terhadap Peningkatan Penerimaan Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cicadas.

Referensi

Dokumen terkait

Sistem Pendukung Keputusan (SPK) pemilihan lokasi gudang dengan menggunakan metode Brown Gibson ini memberikan hasil, yaitu alternatif akan menjadi prioritas tertinggi

Roadmap Penelitian Kelembagaan Perkebunan dan Produk Turunannya 2000: Studi Pengembangan Agroestate Kelapa Sawit Skala Kecil di Kawasan Permukiman Transmigrasi 2014:

Hasil tersebut memperlihatkan juga bahwa, meskipun tidak ada perbedaan yang signifikan pada karakteristik keterampilan berpikir kreatif secara umum antara subjek

Alur dan tahapan proses ujian di program doktor (S3) Pendidikan Agama Islam SPs- UMS ini meliputi: ujian kompetensi, ujian seminar proposal, ujian hasil penelitian awal disertasi,

Dalam proses akuntansi diidentifikasikan berbagai transaksi atau peristiwa yang merupakan kegiatan ekonomi perusahaan, yang dilakukan melalui pengukuran, pencatatan, penggolongan,

Terbentuknya kelompok masyarakat tani nelayan yang memiliki usaha olahan buah nipah diharapkan dapat menjadi icon khas oleh- oleh kota Langsa yang belum memiliki

Beberapa informasi yang didapat menunjukkan bahwa kinerja pegawai Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan Komering Ilir belum maksimal, seperti dari segi kualitas

Tujuan kajian ini adalah untuk mengkaji hubungan antara motivasi, persekitaran kerja, kerja berpasukan dan kepimpinan terhadap kepuasan pekerja di kalangan pekerja