• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDAHULUAN. Latar Belakang"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

22 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia memiliki beragam jenis pangan sumber karbohidrat antara lain beras, jagung, ubi jalar, ubikayu, kentang, sagu, sorgum, jewawut dan sebagainya. Namun pemanfaatan komoditi pangan lokal selain beras belum dilakukan secara optimal. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya diversifikasi pangan dengan memanfaatkan bahan pangan lokal selain beras menjadi produk yang memiliki peluang bisnis dan daya saing tinggi. Diantara komoditi pangan yang berpotensi unggul untuk dikembangkan di Indonesia adalah jewawut dan ubi jalar.

Jewawut berpotensi untuk dikembangkan dalam rangka memperkuat ketahanan pangan sebagai sumber karbohidrat pengganti beras. Tanaman ini tersebar hampir di seluruh Indonesia seperti pulau Buru, Jember, Sulawesi Selatan seperti Enrekang, Sidrap, Maros, Sulawesi Barat yaitu Polewali Mandar, Majene dan daerah lainnya. Jewawut memiliki keunggulan dibanding dengan tanaman sumber karbohidrat lain, seperti dapat tumbuh pada hampir semua jenis tanah termasuk tanah kurang subur, tanah kering, mudah dibudidayakan, umur panen pendek dan kegunaannya beragam (Suherman et al. 2009). Jewawut mengandung karbohidrat 74,16% lebih tinggi dibanding gandum yang hanya 69%. Ini menunjukkan bahwa jewawut berpotensi sebagai sumber pangan fungsional, terutama sebagai sumber energi (Rauf dan Lestari 2009).

Pemanfaatan jewawut di Indonesia belum optimal, bahkan sebagian besar hanya digunakan sebagai makanan burung. Namun di beberapa daerah jewawut dimanfaatkan sama dengan cara pengolahan beras menjadi nasi. Awalnya pengolahan jewawut dijemur, disosoh hingga hanya terdapat bagian daging atau endospermanya saja. Masyarakat Sidrap dan Polewali Mandar membuat makanan tradisional yaitu songkolo, buras dan baje dari jewawut yang dicampur dengan gula merah dan kelapa. Pemanfaatan ini hampir sama dengan beras ketan. Selain itu jewawut dapat diolah menjadi tepung untuk mensubtitusi tepung beras. Hal ini dikarenakan jewawut mengandung vitamin B dan beta karoten. Jewawut dapat pula dijadikan bahan minuman penyegar seperti milo dengan cukup ditambah coklat dan susu. Pemanfaatan jewawut secara tradisional di Lombok kerap kali dijadikan pangan seperti bubur, dodol dan bajet (Suherman et al. 2009). Di luar

(2)

23 negeri seperti Cina jewawut dianggap sebagai suatu makanan bergizi dan sering direkomendasikan untuk ibu hamil dan orang tua. Sejak tahun 1990 jewawut di Cina digunakan untuk membuat keripik, jewawut gulung kering dan tepung untuk makanan bayi. Di Sinegal jewawut diolah menjadi bubur, produk ekstruder atau makanan ringan dan pensubtitusi yogurt. Jewawut yang digunakan sebagai sumber pangan umumnya yang memiliki warna menarik seperti warna kekuningan dan flavor yang tajam (Dykes dan Rooney 2006).

Berdasarkan hasil penelitian, jewawut memiliki kandungan protein yang hampir sama dengan terigu dan bahkan mengandung protein gluten. Gluten adalah protein lengket dan elastis yang dapat membuat adonan menjadi kenyal dan dapat mengembang karena bersifat kedap udara. Sifat elastis gluten pada adonan dapat memudahkan pembentukan makaroni. Disamping itu dapat menambah kekuatan produk akhir untuk mempertahankan bentuknya setelah dimasak (Sari 2010).

Selain jewawut, komoditi lain yang berpotensi untuk dikembangkan adalah ubi jalar. Produktifitas ubi jalar di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 10,8 ton/ha (Deptan 2009). Salah satu jenis ubi jalar yang sedang dikembangkan adalah ubi jalar ungu. Jenis ini memiliki kandungan antosianin yang tinggi, warna yang menarik dan cita rasa yang enak. Antosianin bermanfaat bagi kesehatan karena berfungsi sebagai antioksidan, anti hipertensi dan pencegah gangguan fungsi hati (Suda et al. 2003).

Pemanfaatan ubi jalar sebagai bahan pangan masih terbatas dalam bentuk pangan olahan tradisional, seperti ubi rebus, ubi goreng, kolak, ketuk, timus dan keripik. Pengolahan lebih lanjut jewawut dan ubi jalar ungu menjadi bentuk produk pangan yang mudah dikonsumsi, bercita rasa tinggi dan bergizi akan meningkatkan tingkat konsumsi dan nilai tambah dari komoditi tersebut.

Salah satu produk yang dapat dibuat dari jewawut dan ubi jalar ungu adalah makaroni. Saat ini produk makaroni banyak dimanfaatkan di restoran dan hotel-hotel berbintang karena praktis, mudah disiapkan, tersedia dalam berbagai bentuk dan ukuran serta dapat digunakan dalam berbagai jenis masakan yang disukai oleh berbagai kalangan. Produk makaroni pembuatannya relatif sederhana, mudah dikemas dan awet untuk disimpan.

(3)

24 Berdasarkan uraian sebelumnya, maka perlu dilakukan penelitian pemanfaatan tepung jewawut dan ubi jalar ungu sebagai bahan baku pembuatan makaroni. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan formulasi makaroni jewawut dan ubi jalar ungu, serta kondisi proses yang terbaik.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menentukan formulasi makaroni dari campuran jewawut, ubi jalar ungu dan terigu terbaik berdasarkan hasil uji organoleptik makaroni mentah dan matang.

2. Menentukan lama pengukusan adonan terbaik berdasarkan uji organoleptik makaroni mentah dan matang, menganalisis kadar proksimat dan aktivitas antioksidan.

3. Mengidentifikasi perubahan fisik makaroni yang disimpan pada suhu ruang selama lima minggu.

Manfaat Penelitian ini dapat memberi manfaat :

1. Memberi alternatif produk olahan jewawut dan ubi jalar ungu yang dapat meningkatkan minat, tingkat konsumsi dan nilai tambah komoditi tersebut. 2. Sumber informasi dan bahan pertimbangan dalam pendirian usaha makaroni

(4)
(5)

26 Menurut Singh et al. (2003) pear millet yang banyak dipakai sebagai sumber pangan yang memiliki protein kasar lebih tinggi 1-2% dari sorgum, tetapi rendah kandungan asam amino esensialnya seperti lisin, triptopan, treonin dan asam amino yang mengandung sulfur. Leder (2004) menyatakan protein jewawut memiliki fraksi protein albumin dan globulin sebesar 22-28%, prolamin sebesar 28-35%, glutelin 28-32%. Fraksi prolamin jewawut lebih kecil dari sorgum. Semua jenis jewawut memiliki kandungan asam amino lisin terbatas, pear millet memiliki kandungan lisin lebih tinggi dari jenis millet lainnya. Kandungan lemak umumnya lebih tinggi dari sorgum (3-6%), sebanyak 75% termasuk asam lemak tidak jenuh rantai panjang (PUFA) dengan jenis PUFA yang terbanyak adalah asam linoleat. Kandungan vitamin jewawut umumnya vitamin C, A dan mineral umumnya Fe, Ca, Mg, dan Zn. Kandungan mineral Fe umumnya lebih tinggi dari sorgum. Komposisi kimia jewawut dari beberapa sumber dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Komposisi kimia jewawut

Komponen Nurmala (1997) Leder (2004) Yanuar (2009)

Kadar air (% bb) 12,51 - 7,61 Kadar abu (%) 3,86 - 1,77 Protein kasar (%) 11,38 - 7,29 Lemak (%) - - 1,63 Serat kasar (%) 5,65 2,20 - Karbohidrat (%) - 75,00 81,52

Energi kasar (kal/g) 386,00 363,00 -

P (mg/100g) 50,00 - - Mg (mg/100g) 122,10 - - Fe (mg/100g) 7,80 3,00 - Zn (mg/100g) 3,60 - - Ca (mg/100g) 19,80 - - Vitamin A (mg/100g) 0,023 - - Vitamin C (mg/100g) 26,40 25,00 -

(6)

27 Jewawut mengandung komponen fitokimia yaitu komponen fenolik dan golongan flavonoid (termasuk tanin), tetapi kandungan taninnya lebih rendah dari sorgum. Warna jewawut disebabkan oleh komponen glikosilvitesin, glikosiloritin, alkali-labil dan asam ferulat. Komponen fenolik ini memiliki sifat antioksidan yang dapat menekan reaksi oksidasi yang merugikan bagi tubuh (Leder 2004).

Jewawut juga mengandung senyawa non gizi yaitu asam fitat dan asam oksalat. Proso millet mengandung asam fitat lebih besar dari beras. Asam oksalat dalam bentuk larut air dan dapat membentuk komplek dengan kalsium. Pearl

millet juga mengandung senyawa goitrogen seperti tioamid (Leder 2004). Collet

(2004) menyebutkan jewawut seperti pear millet bebas dari asam sianida (HCN) yang bersifat toksik.

Biji jewawut dikonsumsi sebagai bahan makanan di berbagai negara Asia, Eropa bagian Tenggara dan Afrika Utara. Jewawut biasanya diolah dengan cara dimasak dan dimakan seperti beras, baik utuh maupun dengan dihancurkan. Di Cina bagian Utara, tepung jewawut menjadi bagian dari bahan makanan pokok untuk membuat adonan roti dan mie. Di Rusia dan Burma (Myanmar) jewawut digunakan sebagai bahan untuk membuat cuka, bir dan alkohol (Dykes dan Rooney 2006). Di Sinegal, pear millet dapat diolah menjadi bubur, produk ekstruder atau snack dan pensubtitusi yogurt.

Manfaat kesehatan dari mengkonsumsi pear millet dilaporkan oleh Rooney

et al. (1992) yang menyatakan bahwa dedak pearl millet memiliki kemampuan

menurunkan kadar kolesterol lebih baik dibanding jagung dan gandum. Selain itu, peranan pearl millet dalam mencegah penyakit kardiovaskular dilaporkan oleh

Cho et al. (2000) yang menyatakan bahwa ekstrak heksan pearl millet dapat

menghambat pembentukan 3-hidroksi-3metilglutaril CoA (HMG-CoA) reduktase pada sel hati tikus.

Pemanfaatan jewawut di Indonesia sebagai produk pangan tidak sebanyak di luar negeri. Pemanfaatan sebagai sumber pangan masih terbatas pada pangan tradisional. Jewawut yang digunakan sebagai sumber pangan umumnya yang memiliki warna menarik seperti warna kekuningan dan flavor yang tajam.

(7)
(8)

29 Ubi jalar ungu mengandung vitamin A, B1, B2, C dan E. Mineral kalsium, kalium, magnesium, tembaga dan seng, serat pangan serta karbohidrat bukan serat (Suda et al. 2003). Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, total kandungan antosianin ubi jalar varietas Ayamurasaki bervariari pada setiap tanaman, yaitu berkisar antara 20 mg/100 gram sampai 924 mg/100 gram berat basah (Widjanarko 2008). Pigmennya lebih stabil bila dibandingkan antosianin dari sumber lain, seperti kubis merah, eldeberi, bluberi, dan jagung merah (Kano et al. 2005). Kandungan nutrisi ubi jalar ungu juga lebih tinggi bila dibandingkan ubi jalar varietas lain, terutama kandungan lisin, Cu, Mg, K, Zn yang berjumlah rata-rata 20% (Widjanarko 2008). Tabel 2 menunjukkan komposisi kimia dan karakter fisik ubi jalar ungu.

Tabel 2 Komposisi kimia ubi jalar ungu per 100 gram Sifat kimia dan fisik Jumlah

Kadar air (% bb) 67,77 Kadar abu (%) 3,28 Kadar lemak (%) 0,43 Gula reduksi (%) 1,79 Karbohidrat (% bk) 83,81* Protein (% bk) 2,79* Serat pangan (% bk) 4,72* Kadar antosianin (mg/100 gr) 923,65 Aktivitas antioksidan (%) 61,24 Warna (L) 37,50 Warna (a) 14,20 Warna (b) 11,50

Sumber : Widjanarko 2008; *Susilawati dan Medikasari 2008.

Ubi jalar tidak mempunyai komponen gluten, yaitu suatu massa yang kohesif dan viskoelastis yang dapat meregang secara elastis. Gluten merupakan komponen terpenting dalam tepung terigu yang berupa protein glutenin dan gliadin yang ketika bereaksi dengan air membentuk massa yang elastis dan ekstensibel. Protein gliadin merupakan fraksi massa yang dapat larut dalam air sedangkan protein gluten bersifat lengket dan tidak larut dalam air. Menurut

(9)

30 Astawan (1999) sifat elastis gluten pada adonan menyebabkan makaroni tidak mudah putus pada proses pencetakan dan gelatinisasi. Oleh karena itu dalam penelitian ini diperlukan suatu pengikat agar pasta ubi jalar ungu tidak rapuh dan mudah putus ketika melewati proses pencetakan. Pengikat yang digunakan disini adalah tepung jewawut dan terigu.

Makaroni

Produk-produk pasta (makaroni dan sejenisnya) pertama kali diperkenalkan di Italia pada abad ke-13, tetapi peralatan yang efisien dan bahan baku berkualitas tinggi baru tersedia pada abad ke-20. Sebelum revolusi industri, sebagian besar produk makaroni diproduksi dengan tangan (manual tanpa menggunakan mesin) sebagai hasil industri rumah tangga yang dibuat oleh toko-toko kecil dalam jumlah sedikit. Mekanisasi dalam industri pengolahan makaroni dimulai sekitar tahun 1850 ketika alat pengepres mekanis pertama yang disebut “granola” berhasil dibuat. Mesin ini terdiri atas mixer (pencampur), peralatan pengaduk adonan/pasta dan piston mekanis serta silinder untuk memaksa adonan atau pasta melewati die (lubang keluaran). Bentuk die mempengaruhi jenis bentuk produk yang dihasilkan. Pada saat sekarang produk-produk makaroni dibuat dengan menggunakan alat ekstruder yang bersifat kontinyu dan berkapasitas lebih besar. Dengan alat ini proses pencampuran, pengadukan adonan dan pengepresan melewati die dilakukan dalam satu kesatuan (Koswara 2011).

Bahan utama produk-produk pasta/makaroni adalah gandum jenis durum, air dan telur (untuk produk tertentu), dapat juga ditambahkan bahan pilihan lain untuk meningkatkan rasa atau nilai gizi produk. Ada tiga jenis gandum durum yaitu semolina, granula durum dan tepung durum. Semolina adalah produk butiran hasil gilingan endosperm (bagian berpati) dari gandum durum dan mengandung tepung kurang dari 3 persen. Semolina merupakan jenis gandum durum yang paling banyak digunakan dalam produk-produk pasta di Amerika Serikat karena menghasilkan produk pasta kualitas tertinggi yang memiliki warna kuning cerah. Tepung durum umumnya digunakan hanya untuk membuat mie. Air yang digunakan dalam membuat produk makaroni harus bersih, tidak mempunyai bau yang menyimpang dan bekualitas air minum. Karena makaroni dibuat di bawah suhu pasteurisasi (kurang dari 70oC), jumlah bakteri dalam air

(10)

31 sangat mempengaruhi jumlah bakteri dalam produk akhir. Karena itu, hanya air bersih dengan jumlah mikroba sangat sedikit yang dapat digunakan untuk membuat makaroni (Koswara 2011).

Secara komersil produk-produk makaroni diproduksi menggunakan teknik ekstrusi. Pembuatannya terdiri atas lima tahap, yaitu penggilingan, pencampuran (mixing), ekstrusi/penekanan dan pembentukan, pengeringan dan pengemasan (Midwest Research Institute 1995). Pada proses pencampuran air ditambahkan pada tepung sehingga dihasilkan adonan (pasta) dengan kadar air 31 persen. Pengadukan dilakukan pada wadah pengadukan yang dilengkapi pengaduk yang bekerja secara mekanis untuk menghasilkan campuran yang merata. Hal penting yang perlu diperhatikan dalam pencampuran adalah adonan yang dihasilkan sedapat mungkin tidak mengandung gelembung udara (yang dapat terbentuk karena pengadukan). Jika gelembung udara ini tidak dihilangkan dari adonan atau pasta, dalam produk akhir akan terbentuk gelembung-gelembung kecil dan warna produk menjadi putih atau seperti kapur. Disamping itu, gelembung udara dapat mengurangi kekuatan produk akhir untuk mempertahankan bentuknya setelah dimasak (Koswara 2011).

Setelah pembentukan adonan, proses selanjutnya adalah ekstrusi dengan menggunakan alat yang disebut ekstruder. Dalam ekstrusi terjadi penekanan adonan secara paksa melalui die, pengadukan adonan yang lebih merata serta pengaturan kecepatan produksi dan mutu produk. Suhu terbaik dalam ekstrusi produk-produk makaroni adalah sekitar 51oC. Jika adonan terlalu panas (di atas 74oC) pasta akan rusak. Makaroni yang sudah dicetak dikeringkan dengan tujuan untuk menurunkan kadar air dari sekitar 31% menjadi 12 sampai 13% (Midwest Research Institute 1995). Untuk lebih jelasnya proses pembuatan makaroni secara umum dapat dilihat pada Gambar 3.

Menurut Pomeranz (1978) dalam pembuatan produk pasta dari tepung campuran diperlukan penyesuaian terhadap proses pengolahannya seperti dengan meningkatkan temperatur adonan. Menurut Pagani (1986) untuk bahan baku yang mengandung sedikit protein seperti beras, jagung, ubi jalar dan tapioka atau yang sama sekali tidak mengandung protein, pembuatan produk pasta harus dilakukan dengan merangsang pembentukan struktur yang khusus dari patinya. Dari

(11)

32 penelitian-penelitian yang telah dilakukan untuk pembuatan pasta dari bukan bahan konvensional diperlukan perlakuan pemanasan dengan suhu tinggi terhadap sebagian adonan, kemudian bagian tersebut dicampurkan kembali dengan keseluruhan bagian.

Keistimewaan produk pasta atau produk-produk makaroni antara lain : kaya akan karbohidrat kompleks terutama pati, tinggi kandungan proteinnya dan berlemak rendah (tergantung bahan bakunya). Disamping itu mudah disiapkan dan tersedia dalam ratusan bentuk dan ukuran serta dapat digunakan dalam berbagai jenis masakan. Pembuatannya juga relatif sederhana dan lebih mudah disimpan dibanding produk biji-bijian lain seperti roti dan kue. Juga karena keadaannya kering, maka produk ini awet disimpan (Koswara 2011).

Penambahan air dan bahan lain

Gambar 3 Proses pembuatan produk pasta (makaroni dan sejenisnya) (Midwest Research Institute 1995).

Penepungan

Pencampuran

Ekstrusi

Pengeringan

Makaroni dan sejenisnya

Gambar

Tabel 1  Komposisi kimia jewawut
Tabel 2  Komposisi kimia ubi jalar ungu per 100 gram  Sifat kimia dan fisik  Jumlah

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa: 1) Modul pembelajaran kimia berbasis pendekatan saintifik pada pokok bahasan asam dan basa

perjanjian kerja harus mensyaratkan adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja yang obyek kerjanya tetap ada, walaupun terjadi pergantian perusahaan yang

01 Oktober 2015 Sambas Berita P2KKP Program P2KKP atasi 7 Indikator Permasalahan Kumuh Surat Kabar Harian Borneo Tribune. 04 Oktober 2015 Sambas Berita P2KKP P2KKP selaraskan

Data dalam penelitian ini adalah semiotik yang terdapat dalam antologi puisi “Dari Amerika ke Catatan Langit” karya Dendy Sugono dan Abdul Rozak Zaidan.. Sumber data

Pada penelitian sebelumnya telah dikembangkan sistem informasi perparkiran secara online dimana aplikasi dan datanya diatur oleh setiap lokasi, sehingga pengelola

Berdasarkan dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, buku kecil ini mencoba memberikan gambaran mengenai wilayah negara dan keterkaitannya dengan hukum nasional

[r]

Adapun proses dalam perancangan output yaitu berupa hasil yang diperoleh dari proses pengolahan citra ( image processing ) yang kemudian akan dilanjutkan proses