1
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Radikal bebas diketahui mengandung elektron tidak berpasangan yang dapat bersifat tidak stabil, reaktif, serta dapat menyebabkan kerusakan molekul penting di dalam tubuh (Lobo et al. 2010). Tubuh menghasilkan radikal bebas berbentuk oksigen sekunder yang tidak dapat dihindari karena secara terus-menerus diproduksi sebagai hasil metabolisme (Marius-Daniel et al. 2010). Sel tubuh sebenarnya telah mengimbangi dengan memproduksi antioksidan endogen, namun aktivitasnya dapat menurun apabila terjadi stres oksidatif. Stres oksidatif terjadi apabila jumlah radikal bebas melebihi jumlah antioksidan yang tersedia dalam tubuh. Stres oksidatif dapat menyebabkan kerusakan DNA, protein, lipid, serta memicu ketidakstabilan kromosom, mutasi genetik, dan modulasi pertumbuhan sel yang dapat menyebabkan kanker (Klaunig et al. 2010).
Antioksidan eksogen diperlukan untuk memenuhi kebutuhan antioksidan dalam tubuh demi mengantisipasi peningkatan radikal bebas berlebih.
Antioksidan eksogen dapat diperoleh dari bahan pangan tinggi antioksidan seperti beras hitam dan kacang berpigmen. Beras hitam dan kacang berpigmen menurut beberapa penelitian sebelumnya telah terbukti dapat berfungsi sebagai agen antioksidan. Aktivitas antioksidan beras hitam disebabkan oleh adanya kandungan antosianin. Antosianin merupakan golongan flavonoid yang termasuk turunan polifenol, terdapat pada bagian bekatul beras hitam sebagai pigmen warna hitam keunguan. Bekatul beras hitam juga dilaporkan memiliki keunggulan karena mengandung fenolat, flavonoid, serta aktivitas antioksidan lebih tinggi dibanding bekatul beras putih (Zhang et al. 2010). Kacang berpigmen juga berpotensi sebagai antioksidan. Kacang berpigmen merupakan kacang yang memiliki pigmen atau warna pada lapisan kulit luar. Kacang berpigmen dilaporkan memiliki kandungan komponen bioaktif seperti polifenol dan flavonoid secara umum lebih tinggi dibandingkan kacang tidak berpigmen (Ombra et al. 2016).
Beras hitam dan kacang berpigmen pada penelitian ini diolah menjadi produk pangan fungsional berupa makaroni. Makaroni dipilih karena menyesuaikan kebutuhan masyarakat di era modern yang menyukai pangan instan ready to cook. Selain itu, makaroni merupakan golongan pasta. Pasta terkenal memiliki kemudahan persiapan, biaya murah, karakteristik sensori baik, serbaguna, serta stabilitas penyimpanan kering yang sangat baik (Kumari P. dan Sangeetha 2013). Sementara beras hitam digunakan karena beras pernah digunakan sebagai bahan baku pembuatan makaroni pada penelitian sebelumnya.
Beras dalam bentuk tepung beras pragelatinisasi mendukung polimerisasi dengan menciptakan sebuah struktur fraksi pati belum diolah yang fungsinya mirip seperti gluten, sehingga tidak menyebabkan pasta lengket setelah dimasak (Fernandes et al. 2013). Beras mengandung pati yang dapat membentuk struktur dasar pada pasta makaroni, sehingga dapat memberikan karakteristik yang diinginkan.
Komponen utama pasta adalah pati, namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan serat pangan dan protein dapat meningkatkan kualitas gizi pasta (Lu et al. 2018). Untuk itu, kacang dengan kandungan protein yang baik dapat digunakan sebagai bahan baku pasta makaroni yang sekaligus dapat meningkatkan nilai gizinya.
2
Senyawa-senyawa antioksidan yang terkandung dalam bahan baku diharapkan dapat tetap terjaga selama proses pengolahan agar dapat meningkatkan fungsionalitas makaroni sebagai pangan fungsional. Untuk itu, pengolahan yang dipilih untuk membuat makaroni adalah metode ekstrusi dingin (cold extrusion).
Ekstrusi dingin dilakukan pada suhu rendah, yaitu sekitar 35-50 °C untuk menghindari pembengkakan granula pati dan degradasi protein gluten (Robin dan Palzer 2015). Proses ini juga dapat meminimalisir kerusakan senyawa antioksidan dalam bahan pangan selama proses pengolahan
Peran antioksidan dalam menangkap radikal bebas erat hubungannya dengan penghambatan proliferasi sel kanker. Beras hitam selain menjadi antioksidan juga dilaporkan dapat menjadi antiproliferasi sel kanker. Kandungan antosianin beras hitam yang terdiri dari peonidin 3-glukosida dan sianidin 3- glukosida dilaporkan dapat menjadi agen untuk mencegah kanker (Chen et al.
2006). Kacang berpigmen juga demikian, menurut penelitian sebelumnya dapat menjadi agen antiproliferatif pada sel kanker (Ombra et al. 2016; Park et al. 2015;
Xu dan Chang 2012; Gutiérrez-Uribe et al. 2011).
Penelitian ini berfokus untuk menguji kemampuan makaroni kombinasi beras hitam dan kacang berpigmen sebagai antioksidan dan antiproliferasi pada sel kanker kolon. Kasus kanker kolon di Indonesia menunjukkan jumlah kasus sebesar 15.245 dan menempati peringkat ke enam tertinggi, serta berada pada urutan ke tujuh penyebab kematian akibat kanker di Indonesia (IARC 2018).
Pangan fungsional berupa makaroni dari bahan pangan tinggi antioksidan berupa beras hitam dan kacang berpigmen yang dihasilkan pada penelitian ini diharapkan mampu menjadi alternatif dalam mengurangi peningkatan prevalensi kanker kolon.
Maka, pada penelitian ini dilakukan pengujian antiproliferasi menggunakan sel kanker kolon WiDr untuk mengetahui kemampuan produk makaroni kombinasi beras hitam dan kacang berpigmen dalam menghambat proliferasi sel kanker kolon.
1.2 Rumusan Masalah
Senyawa antioksidan dalam bahan pangan penting dikonsumsi sebagai antioksidan tambahan untuk menetralkan radikal bebas berlebih dalam tubuh akibat peningkatan dari stres, polusi lingkungan, serta konsumsi pangan tidak sehat. Konsumsi antioksidan dari makanan harian dapat diperoleh dengan membuat pangan ready to cook berupa produk makaroni dari bahan pangan tinggi antioksidan berbasis beras hitam dan kacang berpigmen. Pembuatan makaroni bertujuan agar masyarakat lebih mudah memperoleh asupan antioksidan dari makanan dan menjadi lebih praktis saat mengonsumsi makanan harian di era modern. Formulasi makaroni terpilih diharapkan mampu mengoptimalkan potensi sifat fungsionalnya sebagai agen antioksidan dan antiproliferasi pada sel kanker kolon WiDr.
1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian adalah (a) menentukan formulasi terbaik produk makaroni berbahan utama beras hitam dan kacang berpigmen (b) menguji aktivitas antioksidan dari bahan baku, produk makaroni mentah, dan produk makaroni matang, serta (c) menguji aktivitas penghambatan proliferasi pada sel kanker kolon WiDr dari produk makaroni matang kombinasi terbaik.
3 1.4 Manfaat
Manfaat penelitian ini adalah menghasilkan pangan fungsional makaroni ready to cook dari bahan baku nongluten berupa beras hitam dan kacang berpigmen yang memiliki aktivitas antioksidan dan antiproliferasi pada sel kanker kolon WiDr.
1.5 Hipotesis
Kombinasi beras hitam dan kacang berpigmen dapat menghasilkan produk makaroni yang memiliki aktivitas antioksidan dan antiproliferasi pada sel kanker kolon WiDr.
4
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bahan Baku dan Proses Pengolahan Makaroni
Secara umum makaroni merupakan golongan dari pasta yang biasa diolah dari bahan baku tepung terigu. Menurut PerKa BPOM RI Nomor 21 tahun 2016 tentang kategori pangan menyatakan bahwa makaroni instan adalah makoroni kering yang telah mengalami proses pemasakan sehingga terjadi gelatinisasi pada patinya, kemudian makaroni dimasak atau diseduh selama 4 menit dengan air mendidih untuk diperoleh makaroni matang (BPOM RI 2016). Pengembangan makaroni saat ini terus dilakukan dengan mengolah makaroni dari formulasi berbagai tepung untuk membentuk makaroni dengan karakteristik fisik, sensori, serta komponen gizi lebih baik. Produk makaroni sudah memiliki standarisasi persyaratan mutu yang diatur dalam SNI No. 01-3777-1995 (BSN 1995). Syarat mutu makaroni dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Syarat Mutu Makaroni No. Syarat Mutu Besaran
1 Air maksimum 12.5 %
2 Protein minimum 10 %
3 Lemak minimum 9.5 %
4 Abu maksimum 1 %
5 Serat kasar serat kasar 0.5 % BSN 1995
Pada penelitian ini dibuat makaroni dari bahan baku yang mengandung senyawa antioksidan dari beras hitam dan kacang berpigmen. Kombinasi beras hitam dan kacang berpigmen diharapkan dapat menghasilkan makaroni yang mengandung antioksidan sebagai alternatif pangan fungsional ready to cook untuk masyarakat Indonesia di era modern. Beras hitam dipilih sebagai bahan baku karena pada penelitian ini diinginkan produk makaroni dengan kandungan antioksidan. Antioksidan dari beras hitam terutama terlihat pada bagian aleuron beras yang mengandung pigmen antosianin. Antosianin merupakan salah satu jenis antioksidan yang telah dilaporkan memiliki aktivitas penghambatan antiproliferatif sel kanker (Wang et al. 2017; Diaconeasa et al. 2015; Devi et al.
2011).
Makaroni berbasis beras pernah diteliti pada penelitian sebelumnya antara lain pada penelitian pengembangan pasta dari tepung beras, quinoa, dan amaranth (Makdoud dan Rosentrater 2017); pasta tepung beras, amaranth, dan buckwheat (Rosa et al. 2015); serta pasta dari beras melati organik (Suteebut et al. 2009).
Beras direkomendasikan sebagai bahan pembuatan pasta yang aman untuk pasien celiac disease karena tidak memiliki gluten (Fernandes et al. 2013).
Beras hitam dikombinasikan dengan kacang berpigmen seperti kacang merah, kedelai hitam, kacang hijau, dan kacang tolo untuk pembuatan makaroni pada penelitian ini. Kacang berpigmen dipilih karena dapat menambah kandungan protein dalam formulasi makaroni. Selain itu, kacang berpigmen juga dipilih karena memiliki pigmen atau warna yang menandakan adanya kandungan
5 senyawa biaoktif seperti antioksidan yang dapat berperan dalam menghambat radikal bebas. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa kacang berpigmen seperti kacang merah, kedelai hitam, kacang hijau, dan kacang tolo memiliki kandungan senyawa bioaktif yang telah dilaporkan dapat berperan sebagai agen antioksidan (Carbas et al. 2020; Irwan et al. 2020; Wang Q 2015; Sombié et al.
2018).
Makaroni diolah menggunakan metode ekstrusi dingin (cold extrusion).
Ekstrusi dingin terjadi pada suhu rendah sekitar 35-50 °C, terdapat dua proses sekaligus dalam satu alat cetakan yaitu proses menguleni serta membentuk adonan dengan cara adonan di dorong melalui cetakan di bawah tekanan pada kadar air tinggi (sekitar 30%), dan dalam ekstrusi dingin diharapkan kondisi suhu dijaga tetap rendah untuk menghindari butiran pati menjadi bengkak (Robin dan Palzer 2015).
Pengolahan makaroni menggunakan teknologi ekstrusi dingin diharapkan mampu meminimalisir kerusakan komponen antioksidan dan senyawa bioaktif yang terkandung dalam bahan karena suhu yang digunakan tidak terlalu tinggi.
Komponen antioksidan bahan baku diharapkan tetap terjaga sampai diolah bahkan hingga dikonsumsi. Ekstrusi dingin dipilih sebagai metode pengolahan karena dianggap sesuai untuk digunakan pada pembuatan makaroni dari bahan baku tinggi antioksidan. Ekstrusi yang dilakukan pada suhu rendah akan menghasilkan kualitas pasta yang lebih baik dengan cooking loss yang lebih rendah, kerusakan permukaan yang lebih rendah, dan peningkatan sifat viskoelastik adonan (Abecassis et al. 1994).
2.2 Antioksidan Beras Hitam dan Kacang Berpigmen
Antioksidan merupakan suatu senyawa yang memiliki kemampuan mencegah stres oksidatif dalam sel tubuh. Stres oksidatif berbahaya karena mempengaruhi struktur biologis, termasuk membran, lipid, protein, serta asam nukleat (Zitka et al. 2012). Stres oksidatif terjadi akibat ketidakseimbangan jumlah antioksidan dengan jumlah oksidan (radikal bebas) dalam tubuh, sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan beruntun mulai dari sel kemudian dilanjutkan ke kerusakan pada tingkatan lebih tinggi (Nurdyansyah 2017). Radikal bebas dapat terbentuk di dalam maupun di luar sel yang dihasilkan dari proses metabolisme tubuh yang memicu gangguan biokimia dan fisiologis (Susantiningsih 2015). Radikal bebas dapat merusak sel karena mengandung elektron tidak berpasangan pada orbital terluarnya (Regina et al. 2008).
Antioksidan dapat langsung bereaksi dengan radikal bebas reaktif dan menghancurkannya, sementara radikal reaktif tersebut menjadi radikal bebas baru yang bersifat sedikit aktif, tahan lama, dan sedikit berbahaya daripada radikal yang telah dinetralisasi (Zakkar et al. 2015). Tubuh secara alami menghasilkan antioksidan, namun tidak sepenuhnya efektif apabila produksi radikal bebas di udara melimpah dan keefektifannya juga menurun akibat penuaan (Sen et al.
2010). Konsumsi diet kaya antioksidan dari luar seperti dari makanan sangat dianjurkan karena antioksidan dalam makanan dianggap dapat mendetoksifikasi radical oxygen species (ROS) dan reactive nitrogen species (RNS) dalam tubuh manusia (Terashima et al. 2013).
Antioksidan dalam bahan pangan dapat diperoleh dari bahan pangan yang memiliki warna di bagian luarnya, seperti beras hitam dan kacang berpigmen.
6
Beras hitam merupakan beras pecah kulit yang termasuk dalam golongan beras berpigmen. Beras hitam mengandung antosianin sebesar 18−26% pada bagian bekatul beras (Laokuldilok et al. 2011). Antosianin memiliki aktivitas antioksidan (Jun et al. 2012; J. dan J. 2012). Antosianin telah menunjukkan beberapa efek antitoksik dan antikarsinogenik seperti menangkap ROS secara langsung, meningkatkan kapasitas penyerapan oksigen radikal dalam sel, merangsang ekspresi enzim detoksifikasi tahap II, mengurangi pembentukan adduksi oksidatif dalam DNA, mengurangi peroksidasi lipid, menghambat mutagenesis yang disebabkan oleh racun lingkungan dan karsinogen, serta mengurangi proliferasi sel dengan memodulasi jalur transduksi sinyal (Wang dan Stoner 2008). Beras hitam kultivar Cempo Ireng yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan makaroni pada penelitian ini memiliki kandungan antosianin total sebesar 428.38 mg/100 g dan tergolong lebih tinggi dibandingkan dengan kultivar beras hitam lokal Indonesia lainnya (Kristamtini et al. 2014). Beras hitam juga mengandung total fenolik, flavonoid, dan kapasitas antioksidan lebih tinggi dibandingkan dengan beras putih dan beras merah (Shen et al. 2009). Bekatul beras hitam memiliki kandungan fenolik, flavonoid, antosianin, dan aktivitas antioksidan lebih tinggi dibandingkan dengan bekatul beras putih, selain itu juga memiliki aktivitas penangkap radikal bebas DPPH (Apridamayanti et al. 2018; Zhang et al. 2010).
Kacang berpigmen memiliki pigmen warna pada bagian terluar biji yang mengindikasikan terdapat senyawa antioksidan di dalamnya. Kacang berpigmen dalam penelitian ini antara lain kacang merah, kedelai hitam, kacang hijau, dan kacang tolo telah dilaporkan oleh penelitian sebelumnya memiliki kandungan senyawa bioaktif yang dapat berperan sebagai agen antioksidan. Kacang merah memiliki aktivitas antioksidan dengan konsentrasi lebih tinggi di kulit biji daripada di biji, aktivitas antioksidannya berkorelasi dengan kandungan polifenol dan antosianin di kulit biji dan di biji (AquinoBolaos et al. 2016). Kacang merah mengandung antosianin utama berupa pelargonidin-3-glukosida yang bertanggung jawab atas pigmentasi warna merah pada kacang ini (Akond et al. 2011). Senyawa bioaktif lain teridentifikasi juga di dalam kacang merah seperti katekin, myricetin 3-O-arabinosida, epikatekin, asam vanilat, asam siringat, dan asam O-kumarat (Mojica et al. 2015).
Kedelai hitam mengandung senyawa bioaktif seperti γ-tokoferol, isoflavon, flavonoid, dan antosianin, selain itu kedelai hitam juga memiliki komponen fenolik dan aktivitas penangkapan radikal bebas lebih tinggi dibandingkan kedelai kuning (Lee et al. 2020). Isoflavon di dalam kedelai hitam termasuk genistein dan daidzein, isoflavon berperan sebagai antioksidan dengan menghambat radikal bebas (Juliana et al. 2020). Kedelai hitam menunjukkan daidzein paling tinggi dibandingkan kedelai kuning, coklat, hijau, kemerahan, dan oker (Malenčić et al.
2012). 31 genotip dari 34 genotip kedelai hitam menunjukkan kandungan daidzein lebih tinggi dibandingkan genistein, dan 3 lainnya menunjukkan sebaliknya (Sumardi et al. 2017). Selain itu, potensi antioksidan khas dalam kedelai hitam juga disebabkan karena adanya fenolik yang berada di kulit biji. Kulit biji memiliki sekitar 20 senyawa fenolik terutama 6 antosianin yang ada di beberapa varietas kedelai hitam (Ganesan dan Xu 2017). Antosianin yang teridentifikasi dalam kedelai hitam terdiri dari delphinidin-3-glukosida, sianidin-3-glukosida, dan petunidin-3-glukosida (Esteves et al. 2017).
7 Kacang hijau mengandung komponen fenolik seperti asam galat, pyrogallol, asam homogentisat, asam protokatekuat, asam gentisat, asam klorogenat, katekin, asam p-hidroksibenzoat, asam β-resorsilat, asam vanilat, asam kafeat, asam siringat, vanillin, asam p-kumarat, rutin, asam ferulat, asam veratrat, asam m- kumarat, naringin, hesperedin, asam O-kumarat, myricetin, resveratrol, kuersetin, asam t-sinnamat, naringenin, kaempferol, hesperetin, formononetin, dan biochanin A (Kim et al. 2013). Penelitian lain melaporkan kacang hijau mengandung senyawa fenolik berupa katekin, asam klorogenat, asam kafeat, asam p-kumarat, asam t-ferulat, vitexin, biovitexin, myricetin, kuersetin, dan kaempferol, dan asam galat (Meenu et al. 2016). Menurut penelitian sebelumnya, kacang hijau yang diekstraksi dengan 70% etanol dilaporkan mengandung total fenolik sebesar 2.19 mg GAE/g (Yusnawan et al. 2019). Kacang hijau mengandung asam fenolik terikat berupa asam p-kumarat, asam siringat, asam kafeat, dan asam ferulat, sedangkan asam fenolik bebas teridentifikasi dalam kacang hijau antara lain asam kafeat dan asam ferulat (Shi et al. 2016). Beberapa kacang hijau yang diteliti dari beberapa kultivar menunjukkan aktivitas penangkapan radikal bebas DPPH dan ABTS dengan rata-rata masing-masing sebesar 31.77±2.15 µmol TE/g dan 7.43±2.67 µmol TE/g (Shi et al. 2016).
Kacang tolo teridentifikasi mengandung komponen fenolik seperti asam kafeat, asam klorogenat, dan asam neoklorogenat, (Zia-Ul-Haq et al. 2013).
Kacang tolo mengandung asam p-hidroksibenzoat, asam galat, asam protokatekuat, aldehid protokatekuat, asam vanilat, asam trans-p-kumaroilaldarat, asam trans-feruloilaldarat, asam trans-feruloil-metilaldarat, asam kafeat, asam trans-p-kumarat, asam cis-p-kumarat, asam trans-ferulat, dan asam cis-ferulat (Awika dan Duodu 2017). Kacang tolo utuh telah dilaporkan mengandung total fenolik bebas sebesar 75.57±2.59 mg GAE/100 g, flavonoid bebas sebesar 97.50±2.00 mg QE/100 g, kapasitas antioksidan bebas metode ORAC sebesar 12.96±0.55 µmol TE/g, dan kapasitas antioksidan metode ABTS sebesar 4.00±0.57 µmol TE/g (Gutiérrez-Uribe et al. 2011).
2.3 Aktivitas Antiproliferasi Sel Kanker dari Beras Hitam dan Kacang Berpigmen
Kanker merupakan penyakit degeneratif yang perlu diwaspadai. Data prevalensi kanker di Indonesia menunjukkan peningkatan dari 1.4 per 1000 penduduk pada tahun 2013 bertambah menjadi 1.79 per 1000 penduduk pada tahun 2018 (Kemenkes RI 2013; Kemenkes RI 2018). Menurut Anand et al.
(2008) sebanyak 5-10% dari keseluruhan kanker disebabkan oleh mutasi genetik, 90-95% sisanya disebabkan oleh faktor lingkungan dan gaya hidup, seperti makanan (30-35%), tembakau (25-30%), infeksi (15-20%), dan sisanya oleh faktor lain seperti radiasi, stres, aktivitas fisik, dan polutan lingkungan. Hal ini menunjukkan penyakit kanker dapat dicegah dengan cara menghindari faktor pemicu kanker dengan mengubah gaya hidup serta pola makan sehat.
Faktor pola makan tidak sehat merupakan salah satu pemicu kanker, terutama kanker kolon. Makan tidak sehat dapat menyebabkan mutasi gen oleh makanan. Mutagen makanan beraksi melalui dua alur, yaitu jalur agen genotoksik dan non-genotoksik dalam menyebabkan kariogenesis. Agen genotoksik beraksi dengan menyebabkan kerusakan pada tingkat DNA, sedangkan agen non- genotoksik dapat memengaruhi sel melalui promotor tumor sebagai peradangan,
8
imunosupresi, radikal bebas dan sebagainya (Sutandyo 2010). Kanker kolon dapat dicegah dengan konsumsi makanan yang mampu mencegah pertumbuhan sel kanker, yaitu dengan mengonsumsi pangan tinggi antioksidan. Diet sangat mempengaruhi kanker kolorektal, perubahan kebiasaan makan dapat mengurangi hingga 70% dari beban kanker ini (Haggar dan Boushey 2009).
Pertumbuhan sel kanker dapat dicegah dengan memanfaatkan bahan pangan tinggi antioksidan. Antioksidan mampu menjadi agen penghambatan proliferasi (antiproliferasi) terhadap sel kanker. Antioksidan dalam bahan pangan dapat diuji antiproliferasi untuk mengetahui kemampuannya dalam melakukan penghambatan proliferasi terhadap sel kanker. Pengujian antiproliferasi sel kanker pada penelitian ini menggunakan sel kanker kolon WiDr dan dibandingkan dengan sel normal Vero. Antiproliferasi diuji menggunakan uji MTT. Uji MTT digunakan untuk menilai viabilitas sel dan sitotokisitas (Yumrutas et al. 2015). Uji MTT digunakan untuk mengukur aktivitas dehidrogenase mitokondria yang dapat mereduksi MTT menjadi formazan, konsentrasi formazan menujukkan korelasi positif dengan jumlah sel hidup karena aktivitas reduksi hanya terjadi ketika mitokondria reduktase diproduksi oleh mitokondria aktif yang menunjukkan bahwa sel tersebut masih hidup (Sari et al. 2018).
Beras hitam telah dilaporkan dapat mencegah pertumbuhan kanker.
Ekstrak etanol beras hitam mengandung antosianin yang dapat berfungsi sebagai antioksidan dan dapat berperan sebagai antiproproliferasi (Abidin 2016).
Komponen bioaktif dalam bekatul beras mengandung asam ferulat, ℽ-oryzanol, trisin, dan tokotrienol, selain itu asam ferulat dilaporkan dapat berperan sebagai antiproliferasi yang bekerja secara langsung menghambat kanker (Kurniati et al.
2017). Antosianin dalam beras hitam memiliki efek sitotoksik lebih tinggi dilihat dari IC50 lebih rendah dibandingkan beras merah (Vichit dan Saewan 2016).
Peonidin, peonidin 3-glukosida, sianidin 3-glukosida, dan antosianin yang terdapat dalam beras hitam mampu mencegah invasi sel kanker (Chen et al. 2006).
Penelitian lain menyatakan bahwa ekstrak bekatul beras hitam terfermentasi juga memiliki aktivitas sitotoksik terhadap sel kanker WiDr (Zulfafamy et al. 2018).
Kacang merupakan sumber senyawa bioaktif yang baik dan memiliki fraksi kacang yang dapat mencegah perkembangan kanker. Penelitian terdahulu menyatakan bahwa kacang merah secara signifikan dapat menghambat sel epitel kolorektal adenokarsinoma manusia (Caco-2) (Ombra et al. 2016). Kacang lain yaitu kedelai hitam mengandung senyawa antosianin. Antosianin dapat mengurangi stres oksidatif seluler. Stres oksidatif seluler perlu dihambat karena dapat merangsang aktivasi nuclear faktor kB (NFkB), NFkB dapat meregulasi ekpresi COX-2 dan iNOS melalui proses inflamasi (Kim et al. 2008). Banyak kanker kolon manusia meunjukkan peningkatan ekspresi COX-2 dan iNOS (Kim et al. 2008). Hal ini menunjukkan bahwa antosianin dapat digunakan untuk mengurangi proliferasi sel kanker kolon. Penelitian lain juga menyatakan bahwa antosianin diduga menjadi senyawa antikarsinogenik utama yang terdapat di kulit biji kedelai hitam (Park et al. 2015). Selain itu, kacang hijau dan kacang tolo juga telah dibuktikan pada penelitian sebelumnya bahwa dapat menghambat proliferasi sel kanker. Menurut penelitian Xu dan Chang (2012) menyatakan bahwa kacang hijau menunjukkan efek penghambatan proliferasi pada beberapa sel kanker.
Penelitian lain juga membuktikan bahwa kacang tolo utuh adalah sumber fitokimia yang baik dalam menghambat sel kanker (Gutiérrez-Uribe et al. 2011).
9
III METODE
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2019 hingga Maret 2020 di Laboratorium F-Technopark, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor; Laboratorium Kimia Pangan, Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Evaluasi Sensori, dan Laboratorium Biokimia Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor; Pilot Plant, Seafast Center, Institut Pertanian Bogor; serta Laboratorium Mikrobiologi dan Imunologi, Pusat Studi Satwa Primata (PSSP), Institut Pertanian Bogor.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan untuk pembuatan makaroni yaitu hammer mill, pin disc mill, vibrating screen dengan ayakan ukuran 100 mesh, mesin untuk cold extruder menggunakan multifunctional noodle modality machine MS9 (Guangdong Henglian Food Machinery Co. Ltd., Guangdong, China), pengering kabinet (Engginering & Equipment GmbH 6072, Dreieich, Jerman), timbangan digital, dan steamer. Alat yang digunakan untuk analisis yaitu oven listrik, desikator, timbangan analitik, vortex, shaker waterbath GFL 1083 (Thermolab®, Burgwedel, Jerman), centrifuge 5810R (Eppendorf, Hamburg, Jerman), Genesys 150 UV-visible spectrofotometer (Thermo Fisher Scientific, Waltham, USA), cawan alumunium, dan alat-alat gelas.
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan makaroni adalah beras hitam varietas Cempo Ireng diperoleh dari Kelompok Tani Bintang Raya Bara, Kampung Nanggung, Desa Bangun Jaya, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor.
Bahan baku lain yaitu kacang-kacangan berpigmen (kacang merah, kedelai hitam, kacang hijau, dan kacang tolo) diperoleh dari pedagang di Pasar Anyar Kota Bogor. Bahan pendukung yang digunakan adalah tepung tapioka merk Pak Tani dan air. Bahan kimia untuk analisa antara lain etanol p.a, Folin-Ciocalteu, natrium karbonat, AlCl3, asam askorbat, TCA, FeCl3, Na2HPO4 dan NaH2PO4 (Merck Company, Darmstadt, Jerman). Asam galat, kuersetin, asam askorbat, dan DPPH (Sigma-Aldrich Company Ltd., Gilingham, Inggris). Potassium ferricyanide (Kanto Chemical Co. Inc.,Tokyo, Jepang). Bahan uji antiproliferasi menggunakan kultur sel normal Vero (ATCC CCL 81) dan sel kanker kolon WiDr (ATCC CCL 218) diperoleh dari Pusat Studi Satwa Primata (PSSP), Institut Pertanian Bogor.
3.3 Prosedur Kerja
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap sebanyak dua kali ulangan dengan beberapa tahapan seperti pada Gambar 1, yaitu a) Tahap I:
persiapan tepung beras hitam dan kacang berpigmen, b) Tahap II: formulasi dan pembuatan makaroni, c) Tahap III: karakterisasi kimia dan kualitas produk makaroni matang. Skema tahap penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
10
Gambar 1. Tahapan penelitian
- Analisis antiproliferasi sel kanker kolon WiDr
Tahap 3
Karakterisasi kimia dan kualitas produk makaroni matang
Tahap 1 Persiapan bahan baku
- Analisis total fenolik - Analisis total flavonoid - Analisis aktivitas antioksidan
DPPH dan FRAP Makaroni mentah
Formulasi dan pembuatan makaroni beras hitam (BH) dan kacang berpigmen (KB) (Rasio
BH : KB = 32.5 : 55 %)
- Analisis total fenolik - Analisis total flavonoid - Analisis aktivitas antioksidan
2.2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH) dan ferric reducing antioxidant power (FRAP) Beras hitam dan kacang-
kacangan berpigmen
Penepungan dengan disc mill dan diseleksi dengan ayakan ukuran 100 mesh
Tepung beras hitam dan kacang-kacangan
berpigmen
- Analisis total fenolik - Analisis total flavonoid - Analisis aktivitas antioksidan
DPPH dan FRAP
- Analisis kualitas masak makaroni - Analisis karakteristik sensori
Makaroni terbaik Perebusan
(suhu = ±100 oC, waktu = ± 3 menit, makaroni 5 g dalam air
75 mL)
Makaroni matang
Makaroni matang terpilih Tahap 2 Formulasi dan
pembuatan makaroni
11 Tahap I : Persiapan Tepung Beras Hitam dan Kacang Berpigmen
Tahap persiapan tepung beras hitam dan kacang berpigmen yaitu bahan baku beras hitam dan kacang berpigmen diolah menjadi bentuk tepung untuk menyeragamkan ukuran. Bahan baku berbentuk tepung dapat memudahkan proses mencampurkan bahan pada tahap formulasi dan pengolahan makaroni. Bahan baku meliputi beras hitam dan kacang-kacangan berpigmen yang terdiri dari kacang merah, kedelai hitam, kacang hijau, dan kacang tolo diolah menjadi tepung dapat dilihat pada Gambar 2 (pembuatan tepung beras hitam) dan Gambar 3 (pembuatan tepung kacang berpigmen). Tepung bahan baku dilakukan uji total fenolik, total flavonoid, serta aktivitas antioksidan 2.2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH) dan ferric reducing antioxidant power (FRAP).
Proses pengolahan beras hitam menjadi tepung beras hitam ditunjukkan pada Gambar 2. Beras hitam ditepungkan menggunakan mesin penepungan (pin disc mill). Butiran tepung beras hitam diseleksi supaya seragam menggunakan vibrating screen dengan ayakan berukuran 100 mesh. Tepung beras hitam siap digunakan untuk proses selanjutnya.
Proses pengolahan kacang berpigmen menjadi tepung kacang berpigmen ditunjukkan pada Gambar 3. Kacang-kacangan berpigmen dipecah lebih dahulu menggunakan pulverizer yang memiliki hammer mill. Setelah itu, penepungan kacang-kacangan dilanjutkan dengan menggunakan pin disc mill. Butiran tepung kacang diseleksi menggunakan vibrating screen dengan ayakan berukuran 100 mesh. Tepung kacang siap digunakan untuk proses selanjutnya. Tepung beras hitam dan kacang berpigmen disimpan pada suhu freezer -18 oC sampai dilakukan proses analisis.
Gambar 2. Pembuatan tepung beras hitam Pengayakan dengan ukuran sebesar 100 mesh
Penepungan menggunakan pin disc mill Beras hitam pecah kulit
Tepung beras hitam
12
Gambar 3. Pembuatan tepung kacang berpigmen
Tahap II : Formulasi dan Pembuatan Makaroni
Tahap formulasi dan pembuatan makaroni bertujuan untuk menghasilkan makaroni formula dasar terbaik. Formula dasar terbaik diperoleh dari hasil uji pendahuluan. Pembuatan makaroni selanjutnya disesuaikan dengan hasil formula dasar makaroni terbaik yang ditampilkan pada Tabel 2.
Tabel 2 Formulasi bahan pembuatan makaroni
Bahan %
Tepung bahan baku 1) 87.5
Tepung tapioka 12.5
Total tepung Air 2)
100 50
1) Rasio tepung beras hitam dan kacang-kacangan berpigmen = 32.5 % : 55%
2) Penambahan air adalah sebesar 50% dari total tepung keseluruhan (diluar total tepung)
Makaroni diolah dari bahan baku berupa tepung beras hitam dikombinasikan dengan tepung kacang berpigmen. Bahan pendukung pembuatan makaroni berupa tepung tapioka dan air. Formulasi bahan pembuatan makaroni terdiri dari tepung bahan baku sebanyak 87.5% (tepung beras hitam dan tepung kacang-kacangan berpigmen) dengan rasio penambahan tepung beras hitam dan tepung kacang berpigmen sebesar 32.5: 55% untuk masing-masing formulasi.
Variabel perlakuan pada penelitian ini adalah perbedaan jenis kacang berpigmen.
Penambahan tepung tapioka pada pembuatan makaroni adalah 12.5% yang termasuk dalam hitungan total tepung. Makaroni dari bahan baku beras hitam dan kacang berpigmen diolah menjadi 4 kombinasi makaroni dengan bahan kacang berpigmen berbeda seperti yang ditampilkan pada Tabel 3.
Dipecah dengan pulverizer yang memiliki hammer mill
Penepungan dengan pin disc mill
Pengayakan dengan ukuran sebesar 100 mesh Kacang-kacangan berpigmen
Tepung kacang berpigmen
13 Tabel 3 Kombinasi makaroni dari beras hitam dan kacang berpigmen Formulasi Kode makaroni Arti kode
I BHKM Beras hitam dan kacang merah
II BHKH Beras hitam dan kedelai hitam
III BHKJ Beras hitam dan kacang hijau
IV BHKT Beras hitam dan kacang tolo
Pembuatan makaroni mengacu pada penelitian (Mulyawanti et al. 2016).
dengan modifikasi bahan baku dan lama pemanasan. Tepung beras hitam dan tepung kacang-kacangan berpigmen yang telah disiapkan serta bahan lain seperti tepung tapioka dan bahan pendukung lain ditimbang sesuai takaran yang telah ditentukan pada formulasi bahan. Tepung beras hitam dan kacang-kacangan berpigmen dicampurkan dalam satu wadah, sementara dalam wadah lain berisi campuran tepung tapioka dengan air. Setelah tepung tapioka dan air tercampur, kemudian dituangkan ke dalam campuran tepung beras hitam dan tepung kacang- kacangan berpigmen. Pencampuran seluruh bahan dapat dilakukan menggunakan mixer hingga homogen. Adonan kemudian dikukus selama ±15 menit menggunakan steamer pada suhu ±100 oC, setelah itu didinginkan selama ±20 menit supaya ketika dimasukkan ke dalam cold extruder tidak terlalu lengket.
Adonan kemudian dimasukkan ke dalam mesin ekstruder dingin (cold extruder) dengan suhu ≤55 oC untuk dilakukan proses pencetakan makaroni. Makaroni yang telah terbentuk, kemudian dikeringkan dalam pengering kabinet pada suhu 50 oC selama ±4 jam. Masing-masing makaroni kombinasi beras hitam dan kacang berpigmen dianalisis total fenolik, total flavonoid, serta aktivitas antioksidan DPPH dan FRAP.
Tahap III: Karakterisasi Kimia dan Kualitas Produk Makaroni Matang
Tahap karakterisasi kimia dan kualitas produk makaroni matang digunakan untuk menguji produk makaroni matang yaitu setelah dilakukan proses pemasakan dengan cara perebusan selama ±3 menit pada suhu ±100 oC. Waktu pemasakan makaroni instan menurut PerKa BPOM Nomor 21 Tahun 2016 tentang Kategori Pangan menyatakan bahwa waktu pemasakan makaroni instan yang sesuai adalah selama 4 menit (BPOM 2016). Namun, berdasarkan percobaan pendahuluan yang telah dilakukan sebelumnya diperoleh waktu pemasakan makaroni kombinasi beras hitam dengan kacang berpigmen yang sesuai adalah ±3 menit menggunakan metode pemasakan dengan cara perebusan untuk memperoleh makaroni matang.
Makaroni matang dilakukan pengujian total fenolik, total flavonoid, aktivitas antioksidan DPPH dan FRAP, kualitas masak makaroni, serta analisis karakteristik sensori.
Berdasarkan pertimbangan hasil karakterisasi kimia, kualitas masak makaroni, dan analisis karakteristik sensori terhadap makaroni matang, maka makaroni dipilih sebanyak dua produk terbaik. Ekstrak makaroni produk terpilih kemudian dilanjutkan analisis antiproliferasi sel kanker kolon WiDr menggunakan MTT assay. Makaroni dengan nilai IC50 terendah menjadi makaroni terbaik hasil kombinasi beras hitam dan kacang berpigmen dalam penelitian ini.
14
3.4 Prosedur Analisis Ekstraksi Sampel
Ekstraksi sampel dilakukan berdasarkan metode Widyasaputra (2018).
Sampel bahan baku atau makaroni mentah dengan ukuran 100 mesh dan makaroni matang setelah pemasakan ±3 menit ditimbang sebanyak 1 g, selanjutnya dimasukkan ke dalam tabung centrifuge. Etanol 70% ditambahkan sebanyak 10 mL ke dalam tabung centrifuge, kemudian divortex selama ±1 menit.
Perbandingan sampel dan pengekstrak yaitu 1:10. Ekstraksi dilakukan menggunakan shaker waterbath pada suhu ±55 oC selama 3.5 jam. Sampel dicentrifuge pada 3000 rpm selama 10 menit. Filtrat hasil ekstraksi dimasukkan ke dalam botol vial gelap dan digunakan sebagai sampel uji. Sampel uji disimpan pada suhu refrigerator sampai dilakukan analisis.
Analisis Total Fenolik
Analisis total fenolik dilakukan berdasarkan metode Chen et al. (2016) dengan modifikasi. Ekstrak sampel diambil sebanyak 0.1 mL, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi gelap berpenutup. Folin-Cioceltau 50%
sebanyak 0.1 mL ditambahkan ke dalam tabung dan divortex. Setelah 8 menit, larutan natrium karbonat (Na2CO3) 2% sebanyak 2 mL dimasukkan dan divortex.
Inkubasi dilakukan selama 30 menit. Absorbasi sampel diukur pada λ= 750 nm menggunakan spektrofotometer. Total fenolik dinyatakan sebagai miligram gallic acid equivalent (mg GAE)/g berat kering.
Analisis Total Flavonoid
Analisis total flavonoid dilakukan berdasarkan metode Chahardehi et al.
(2010) dengan modifikasi. Ekstrak sampel diambil sebanyak 1.5 mL dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi gelap berpenutup. Sampel direaksikan dengan aluminium trichloride (AlCl3) 2% sebanyak 1.5 mL dan divortex. Inkubasi dilakukan selama 10 menit. Absorbansi sampel diukur pada λ= 415 nm. Total flavonoid ditanyatakan sebagai milligram quercetin equivalent (mg QE)/g berat kering.
Analisis Aktivitas Antioksidan 2.2-Diphenyl-1-Picrylhydrazyl (DPPH)
Analisis DPPH dilakukan berdasarkan metode Baba dan Malik (2015) dengan modifikasi. Ekstrak sampel sebanyak 0.2 mL dimasukkan ke dalam tabung reaksi gelap berpenutup. Sampel direaksikan dengan reagen DPPH 0.06 mmol sebanyak 3.8 mL dan divortex. Inkubasi dilakukan selama 1 jam.
Absorbansi diukur pada λ= 517 nm. Asam askorbat digunakan sebagai kontrol positif. Hasil absorbansi dihitung berdasarkan persamaan:
% inhibisi DPPH =
Aktivitas antioksidan metode DPPH dinyatakan sebagai miligram ascorbic acid equivalent (mg AAE)/g berat kering.
15 Analisis Aktivitas Antioksidan Ferric Reducing Antioxidant Power (FRAP)
Analisis FRAP berdasarkan metode Tejpal et al. (2017) dengan modifikasi. Ekstrak sampel sebanyak 0.4 mL dimasukkan ke dalam tabung reaksi gelap berpenutup. Sampel ditambahkan 1 mL buffer fosfat 0.2 M (pH 6.6) dan 1 mL potassium ferricyanide [K3Fe(CN6)] 1%, kemudian larutan divortex. Inkubasi dilakukan selama 30 menit pada suhu 50 oC, setelah itu ditambahkan trichloroacetic acid (TCA) 10% sebanyak 1 mL dan divortex. Sampel dipindahkan sebanyak 1 mL ke dalam tabung reaksi lain, selanjutnya ditambahkan 1 mL aquades dan 0.2 mL 0.1% FeCl3 dan divortex. Inkubasi dilakukan selama 10 menit. Absorbansi sampel diukur menggunakan spektrofotometer pada λ= 700 nm. Aktivitas antioksidan dalam sampel menggunakan uji FRAP dinyatakan sebagai milligram ascorbic acid equivalent (mg AAE)/g berat kering.
Analisis Cooking Quality
Kualitas masak dianalisis berdasarkan metode dengan modifikasi (Özyurt et al. 2015). Air sebanyak 75 mL dimasukkan ke dalam gelas beaker, kemudian dipanaskan hingga suhu ±100 oC. Setelah itu, sampel makaroni sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam air. Pemasakan dilakukan selama ±3 menit, selanjutnya ditiriskan selama ±2 menit. Makaroni kemudian dianalisis cooking loss, peningkatan berat, dan pengembangan volume. Cooking loss dianalisis berdasarkan sisa air residu pemasakan makaroni yang telah dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 36 jam. Pengembangan volume diukur dengan mengisi 60 mL air dalam gelas ukur. Makaroni mentah dan makaroni matang sebanyak masing-masing 5 g secara bergantian dimasukkan ke dalam gelas ukur yang telah diisi air, selanjutnya dihitung selisih volume. Rumus yang digunakan dalam perhitungan adalah sebagai berikut:
a) Peningkatan berat (%) =
( ) ( )
( )
b) Cooking loss (%) = ( )
( )
c) Peningkatan volume (%) =
( ) ( )
( )
Analisis Karakteristik Sensori
Analisis karakteristik sensori makaroni dilakukan berdasarkan metode Shehry (2017). Makaroni matang diuji berdasarkan parameter kenampakan, warna, aroma, kelembaban, tingkat kekerasan, kekenyalan, kelembutan di mulut, rasa, serta penerimaan keseluruhan. Pengujian karakteristik sensori terhadap makaroni dilakukan oleh panelis tidak terlatih sebanyak 70 orang menggunakan uji hedonik.
Uji hedonik dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan atau kesukaan panelis terhadap produk makaroni dari kombinasi beras hitam dengan kacang berpigmen berdasarkan nilai sangat tidak suka (1), tidak suka (2), agak tidak suka (3), netral (4), agak suka (5), suka (6), sangat suka (7)
16
Analisis Aktivitas Antipoliferasi Makaroni pada Sel Kanker Kolon WiDr Analisis aktivitas antiproliferasi dilakukan pada dua makaroni matang kombinasi beras hitam dan kacang berpigmen terpilih berdasarkan hasil kandungan total fenolik, total flavonoid, aktivitas antioksidan DPPH dan FRAP, kualitas masak makaroni, dan analisis karateristik sensori. Sel yang digunakan adalah sel normal Vero (ATCC CCL 81) dan sel kanker kolon WiDr (ATCC CCL 218). Sel normal digunakan sebagai pembanding terhadap sel kanker kolon WiDr yang tumbuh untuk mengetahui dampak dari penambahan ekstrak makaroni kombinasi.
Persiapan Ekstrak Makaroni
Dua makaroni matang terpilih diektraksi sesuai prosedur ekstraksi sampel (Widyasaputra 2018). Filtrat hasil ekstraksi dipekatkan menggunakan rotary evaporator pada suhu 50 oC dengan kecepatan 80 rpmuntuk memisahkan bagian ekstrak dan pelarut (Sari dan Ayati 2018). Ekstrak pekat kemudian dikeringkan untuk mendapat ekstrak kering menggunakan freeze dryer selama ±72 jam.
Subkultur Sel
Sel kanker kolon WiDr dan sel normal Vero disubkultur pada masing- masing botol flask yang telah berisi media pertumbuhan. Sel WiDr ditumbuhkan dalam media Roswell Park Memorial Institute (RPMI), sedangkan sel Vero ditumbuhkan dalam media Dulbecco’s Modified Eagle’s Medium (DMEM). Sisa media dan sel mati selanjutnya dibuang, dan tersisa sel di dinding botol flask. Sel yang menempel di dinding botol kemudian dibilas mengggunakan PBS sebanyak satu kali agar terlepas dari dinding botol. Sel yang menempel di dinding botol kemudian diambil dengan menambahkan tripsin 0.25% dan diinkubasi pada suhu 37 oC dengan aliran CO2 5% selama 10 menit agar sel dapat terlepas dan tidak menempel di dinding botol. Botol akan tampak bening, tidak terlihat ada yang menempel di dinding botol menandakan bahwa sel sudah terlepas semua. Reaksi stopping terhadap tripsin dihentikan dengan menambahkan media. Media telah dilengkapi dengan FBS 5% sebagai growth factor, penisilin dan steptomisin 1%
sebagai antibiotik. Campuran media dan sel dipindahkan ke conical tube, selanjutnya dicentrifuge selama 5 menit pada 1500 rpm untuk memisahkan media dan tripsin. Tripsin akan menjadi filtrat dan dibuang, sedangkan media berisi sel akan dihitung jumlah selnya.
Perhitungan Sel
Sel yang telah diperoleh selanjutnya dimasukkan ke dalam tabung, lalu diisi dengan media sebanyak 4 mL. Pewarna Tripan blue 0.1% ditambahkan sebanyak 100 µL, sehingga pengenceran menjadi 2x. Perhitungan jumlah sel dilakukan menggunakan metode Haemacytometer. Sel dihitung untuk mengetahui asumsi jumlah sel per sumur.
MTT Assay
Sel yang telah diketahui jumlahnya dalam media, kemudian dibuat suspensi dengan konsentrasi 5x103 sel/sumur. Sel WiDr diambil sebanyak 0.3 mL dan ditambahkan media RPMI sebanyak 5.5 mL, lalu dihomogenkan. Sedangkan untuk sel Vero diambil 0.2 mL dan ditambah media DMEM sebanyak 5.8 mL,
17 lalu dihomogenkan. Sel dalam media kemudian diambil dan dimasukkan ke dalam plate yang telah diberi penanda masing-masing sel sebanyak 100 µL. Tiap sumur berarti berisi 5x103 sel/100 µL. Sel selanjutnya diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37 oC dengan aliran CO2 5% selama ±24 jam. Setelah sel diinkubasi selama
±24 jam, kemudian media lama dibuang, tersisa sel menempel di sumur plate.
Sementara sampel makaroni matang yang akan diuji, disiapkan sesuai serial konsentrasi yaitu 500, 2000, 5000, 6500, dan 8000 mg.L-1. Konsentrasi ini dipilih berdasarkan pertimbangan dari referensi lain yang pernah meneliti mengenai aktivitas antiproliferasi bekatul beras hitam menggunakan sel WiDr yaitu dengan konsentrasi ekstrak bekatul beras hitam yang diuji adalah 30, 300, 1000, 3000, 5000, dan 8000 mg.L-1 (Zulfafamy et al. 2018).
Larutan induk sampel dibuat dari 30 mg sampel, kemudian ditambahkan media RPMI untuk yang akan ditumbuhkan dengan sel Vero dan ditambahkan media DMEM untuk yang akan ditumbuhkan ke sel WiDr. Media ditambahkan dalam sampel sebanyak 1.5 mL dan divortex. Sampel larutan induk dimasukkan ke conical tube sesuai dengan konsentrasi yang dibutuhkan, kemudian ditambah media yang diperlukan hingga diperoleh volume masing-masing konsentrasi sebanyak 5 mL. Masing-masing sampel dimasukkan sebanyak 100 µL ke dalam sumur sesuai label. Sumur kosong tetap diisi dengan media untuk dijadikan kontrol negatif. Inkubasi dilakukan dalam inkubator pada suhu 37 oC dengan aliran CO2 5% selama ±48 jam.
Reagen MTT (3-(4.5-dimethylthiazol-2-yl)-2.5-diphenyltetrazolium bromide) dilarutkan menggunakan reagen PBS, kemudian dimasukkan ke masing- masing sumur sebanyak 10 µL. Inkubasi dilakukan pada suhu 37 oC selama 4 jam.
Pengamatan perhitungan sel kanker kolon WiDr yang hidup menggunakan reagen MTT. Sel dengan metabolisme yang aktif atau sel hidup memiliki kemampuan mengubah MTT menjadi formazan berwarna ungu yang terukur dengan absorbansi pada λ maksimum mendekati 570 nm, sedangkan sel mati tidak memiliki kemampuan mengubah MTT menjadi formazan (Riss et al. 2016). Sel dalam sumur pada penelitian ini diukur absorbansinya menggunakan iMarkTM microplate absorbance reader dari Bio-Rad UK pada α=595 nm. Absorbansi sel digunakan untuk menghitung presentase inhibisi sel menggunakan rumus berikut:
Inhibisi (%) =
Nilai IC50 merupakan hasil konversi inhibisi menggunakan persamaan regresi.
3.5 Analisis Data
Data hasil uji berupa total fenolik, total flavonoid, aktivitas antioksidan DPPH dan FRAP, serta kualitas masak makaroni dianalisis menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan sidik ragam one way ANOVA (analysis of varians). Apabila terdapat pengaruh nyata pada perlakuan, maka dilakukan uji lanjut Duncan's multiple range test (DMRT) dengan taraf nyata 5%. Data hasil analisis karakteristik sensori diolah menggunakan analisis nonparametrik metode Kruskal-Wallis. Apabila terdapat perbedaan nyata pada perlakuan, maka dilakukan uji lanjut Mann Whitney. Data hasil uji antiproliferasi sel kanker kolon WiDr ditampilkan dalam bentuk nilai IC50. Keseluruhan data penelitian diolah menggunakan software IBM SPSS Statistics 23.
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Aktivitas Antioksidan dan Kandungan Senyawa Bioaktif Bahan Baku Makaroni diolah dari bahan baku dengan kandungan antioksidan tinggi.
Indikasi awal antioksidan tinggi dapat dilihat dari warna yang terdapat di bagian terluar bahan pangan. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa ada hubungan antara warna bahan pangan dengan kapasitas antioksidan yang sejajar dengan kandungan antioksidannya (Cömert et al. 2020). Warna magenta seperti biru dan merah termasuk ke dalam golongan makanan tinggi antosianin yang berpotensi menyumbang asupan antioksidan harian sebanyak 20%, sedangkan bahan pangan berwarna hijau yang mengandung klorofil termasuk ke dalam makanan rendah antioksidan (Cömert et al. 2020).
Beras hitam dan kacang berpigmen dipilih menjadi bahan baku karena mengandung warna pigmen di bagian luarnya. Warna pigmen pada beras terdapat pada lapisan perikarp hingga lapisan luar endosperm (Abdullah 2017). Warna pigmen yang terkandung dalam beras hitam adalah antosianin, senyawa ini memiliki kemampuan sebagai antioksidan dan antikanker (Abdullah 2017).
Penelitian terdahulu menyatakan bahwa beras hitam memiliki kadar antosianin, polifenol, dan aktivitas antioksidan lebih tinggi dibandingkan dengan beras berpigmen lain yaitu beras merah dan beras ketan putih (Ponnappan et al. 2017).
Beras hitam dikombinasikan dengan kacang berpigmen sebagai bahan baku pembuatan makaroni pada penelitian ini. Kacang berpigmen dipilih sebagai bahan baku karena selain mengandung protein, kacang berpigmen juga memiliki kandungan antioksidan. Kandungan antioksidan dalam kacang berpigmen dapat dilihat dari adanya pigmen atau warna di bagian terluar biji kacang. Kacang berpigmen yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kacang merah, kedelai hitam, kacang hijau, dan kacang tolo. Kacang merah dipilih karena mengandung senyawa polifenol. Polifenol merupakan antioksidan yang dapat berperan sebagai antikanker (Ganesan dan Xu 2017). Kacang lain yaitu kedelai hitam memiliki kandungan komponen bioaktif seperti isoflavon, fenol, flavonoid, saponin, dan fitosterol (Asan et al. 2019). Kacang ketiga yang digunakan dalam penelitian ini adalah kacang hijau. Kacang hijau memiliki senyawa bioaktif seperti asam fenolik.
Asam fenolik merupakan bagian dari senyawa fenolik yang memiliki kemampuan sebagai penangkal radikal bebas. Asam fenolik dalam kacang hijau hadir dalam bentuk terikat dan bebas. Asam fenolik dalam bentuk terikat terdiri dari asam siringat, asam kafeat, asam p-kumarat, dan asam ferulat, sedangkan dalam bentuk bebas terdiri dari asam kafeat dan asam ferulat (Shi et al. 2016). Kacang keempat adalah kacang tolo. Kacang tolo utuh mengandung asam fenolik bebas seperti asam p-hidroksibenzoat, asam kumarat, dan asam ferulat, serta mengandung flavonoid bebas berupa kuersetin (Gutiérrez-Uribe et al. 2011).
Bahan baku perlu dianalisis untuk memastikan lebih lanjut adanya kandungan senyawa bioaktif dan antioksidan sebagai bahan pembuat makaroni pada penelitian ini. Tabel 4 menunjukkan hasil analisis bahan baku berdasarkan komponen bioaktif dan kandungan antioksidan di dalamnya.
19 Tabel 4 Hasil analisis bahan baku pembuatan makaroni
Parameter Beras Hitam
Kacang Merah
Kedelai Hitam
Kacang Hjau
Kacang Tolo
Total fenolik (mg GAE/g BK)
3.10±0.02d 1.08±0.03b 2.16±0.05c 0.97±0.03a 0.99±0.03a
Total flavonoid (mg QE/g BK)
0.41±0.01e 0.08±0.00a 0.16±0.00c 0.22±0.00d 0.15±0.01b
Antioksidan DPPH (mg AAE/g BK)
3.12±0.01d 1.13±0.06b 1.35±0.02c 1.13±0.06b 1.02±0.03a
Antioksidan FRAP (mg AAE/g BK)
2.16±0.01e 0.85±0.01c 1.29±0.06d 0.27±0.01a 0.75±0.04b
Keterangan: Data merupakan nilai rataan±SD. Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang signifikan (p>0.05) berdasarkan uji lanjut Duncan. BK = berat kering
Hasil analisis menunjukkan bahwa beras hitam merupakan bahan baku pembuatan makaroni yang memiliki kandungan total fenolik, total flavonoid, serta aktivitas antioksidan DPPH dan FRAP paling tinggi dibandingkan bahan baku lain. Sedangkan bahan baku golongan kacang berpigmen yang memiliki kandungan total fenolik tertinggi adalah kedelai hitam. Beras hitam dan kedelai hitam memiliki lapisan kulit terluar berwarna hitam yang diketahui mengandung antosianin (Jun et al. 2012; Esteves et al. 2017). Antosianin merupakan golongan senyawa flavonoid yang termasuk turunan polifenol. Antosianin dianggap berkonstribusi besar terhitung sebagai senyawa fenolik. Penelitian terdahulu menyatakan bahwa kulit biji kacang berwarna lebih gelap memiliki total fenolik lebih tinggi dibandingkan kacang berwarna kulit biji lebih cerah (Chutipanyaporn et al. 2014).
Kacang berpigmen dengan kandungan total flavonoid tertinggi dimiliki oleh kacang hijau. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa dari beberapa kacang yang diteliti, kacang hijau memiliki kandungan flavonoid paling tinggi dibandingkan kacang buncis, kacang kapri, kacang merah, kacang panjang, kacang kedelai, kacang gude, dan kacang tunggak (Arinanti 2018).
Aktivitas antioksidan bahan baku berdasarkan metode DPPH dan FRAP menunjukkan aktivitas antioksidan relatif sama. Kedelai hitam menjadi kacang berpigmen dengan aktivitas antioksidan tertinggi dibandingkan kacang berpigmen lain. Hasil penelitian juga menunjukkan korelasi lurus antara urutan aktivitas antioksidan metode FRAP dengan nilai total fenolik bahan baku. Urutan berdasarkan dari nilai tertinggi yaitu beras hitam, kedelai hitam, kacang merah, kacang tolo, dan kacang hijau. Berdasarkan uji korelasi pearson antara total fenolik dan aktivitas antioksidan metode FRAP bahan baku menunjukkan hubungan lebih kuat (r=0.95) dibandingkan korelasi antara total fenolik dan aktivitas antioksidan metode DPPH (r=0.90) bahan baku. Penelitian sebelumnya juga menyatakan bahwa terdapat koefisien korelasi yang lebih kuat antara total fenolik dengan aktivitas antioksidan metode FRAP dibandingkan total fenolik dengan aktivitas antioksidan metode DPPH (Momuat et al. 2015). Namun demikian, aktivitas antioksidan berdasarkan metode FRAP dan DPPH memiliki korelasi positif dan kuat terhadap total fenolik. Senyawa fenolik dikenal dengan sifat antioksidannya, senyawa ini ditemukan secara alami di semua bahan nabati dan produk pangan nabati (Huyut et al. 2017).
20
4.2 Total Fenolik Produk Makaroni
Total fenolik penting diketahui untuk memperkirakan jumlah kandungan senyawa bioaktif dalam bahan pangan yang berpotensi sebagai agen antioksidan.
Senyawa fenolik merupakan senyawa yang memiliki satu atau lebih cincin aromatik yang mengandung gugus hidroksil (Maqsood et al. 2014). Gugus hidroksil ini dapat mendonorkan elektron atau atom H+ kepada radikal bebas, sehingga menjadi lebih stabil. Mekanisme umumnya adalah antioksidan yang berasal dari senyawa fenolik (PhH) dapat mendonorkan elektron atau atom H+ kepada radikal bebas (ROO*) membentuk senyawa baru berupa ROOH dan sebuah fenol radikal (Ph*) yang sifatya relatif tidak reaktif, kemudian senyawa fenol radikal (Ph*) yang terbentuk dari sisa reaksi dapat bereaksi kembali dengan radikal bebas (ROO*) membentuk senyawa yang bersifat tidak radikal (Dhianawaty dan Ruslin 2015).
Hasil makaroni mentah masing-masing formulasi kombinasi beras hitam dan kacang berpigmen menunjukkan total fenolik lebih tinggi dibandingkan total fenolik dari bahan baku kacangnya. Namun, total fenolik makaroni mentah masing-masing formulasi lebih rendah dibandingkan bahan baku beras hitam.
Hasil ini diperoleh karena proporsi beras hitam dalam pembuatan makaroni lebih sedikit dibandingkan dengan proporsi kacang berpigmen. Selain itu, senyawa fenolik dapat menurun karena hilang saat proses pengukusan bahan baku dengan suhu ±100 oC dan saat dicetak di dalam ektruder dingin suhu ≤55 oC. Senyawa fenolik yang tidak tahan suhu tersebut dapat terdegradasi, sehingga kandungan total fenolik pada bahan menjadi berkurang. Selanjutnya, berdasarkan hasil analisis diperoleh total fenolik menurun setelah dilakukan proses pemasakan dari makaroni mentah menjadi makaroni matang. Perubahan total fenolik makaroni kombinasi beras hitam dengan kacang berpigmen dari makaroni mentah menjadi makaroni matang ditampilkan pada Gambar 4.
Gambar 4 Total fenolik produk makaroni dari beras hitam dan kacang merah (BHKM), beras hitam dan kedelai hitam (BHKH), beras hitam dan kacang hijau (BHKJ), dan beras hitam dan kacang tolo (BHKT). Data merupakan nilai rataan±SD. Angka yang ditampilkan dengan huruf berbeda menunjukkan perbedaan yang yang signifikan (p>0.05) bedasarkan uji lanjut Duncan
1.38±0.01 bc 1.33±0.01 b
2.63±0.01 e
1.96±0.07 d 1.43±0.05 c
1.42±0.02 c
1.35±0.03 bc 1.25±0.02 a
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3
Makaroni mentah Makaroni matang
mg GAE / g berat kering
Makaroni kombinasi
BHKM BHKH BHKJ BHKT
21 Makaroni mentah kombinasi beras hitam dengan kedelai hitam memiliki nilai total fenolik paling tinggi (2.63±0.01 mg GAE/g berat kering) dan berbeda signifikan (p>0.05) dibandingkan makaroni dari beras hitam dengan kombinasi kacang lain. Hasil total fenolik makaroni mentah menunjukkan kesamaan apabila dibandingkan bahan baku kacangnya. Bahan baku kedelai hitam memiliki total fenolik paling tinggi dibandingkan kacang lain, sehingga makaroni beras hitam dengan kombinasi kedelai hitam memiliki total fenolik paling tinggi pada makaroni mentah dibandingkan makaroni mentah kombinasi lain.
Hasil yang sama juga diperoleh dari makaroni matang, yaitu setelah dilakukan proses pemasakan dengan cara direbus selama 3 menit pada suhu ±100
oC. Makaroni matang hasil kombinasi beras hitam dengan kedelai hitam (BHKH) memiliki nilai total fenolik tertinggi dibandingkan dengan makaroni kombinasi lain, namun setelah proses perebusan terjadi penurunan total fenolik paling banyak (25.48%) dibandingkan makaroni matang kombinasi lain. Masing-masing makaroni kombinasi lain juga mengalami penurunan total fenolik setelah dilakukan proses perebusan, namun penurunan total fenolik tidak signifikan, yaitu 1.04% pada makaroni kombinasi beras hitam dengan kacang merah (BHKM) dan 0.7% pada makaroni kombinasi beras hitam dengan kacang hijau (BHKJ).
Sedangkan makaroni kombinasi beras hitam dan kacang tolo (BHKT) mengalami penurunan total fenolik urutan paling banyak kedua yaitu sebesar 7.41%, penurunan total fenolik yang terjadi juga signifikan namun tidak sebanyak penurunan total fenolik seperti pada makaroni kombinasi beras hitam dan kedelai hitam. Penurunan senyawa fenolik dikaitkan dengan hilangnya senyawa fenolik larut air yang larut dalam air rebusan serta terjadinya pemecahan senyawa tersebut selama memasak (Preti et al. 2017).
Total fenolik makaroni kombinasi beras hitam dengan kedelai hitam dari makaroni mentah menjadi makaroni matang mengalami penurunan signifikan karena dari awal total fenolik makaroni kombinasi tersebut paling tinggi dibandingkan makaroni kombinasi lain, sehingga setelah dilakukan proses perebusan menjadi makaroni matang terlihat seperti mengalami banyak kehilangan total fenolik. Hasil penelitian lain menyebutkan bahwa kedelai hitam paling banyak mengalami penurunan senyawa fenolik setelah dilakukan proses pemasakan dibandingkan kacang lain yang diteliti. Varietas kacang kaya antosianin sangat sensitif terhadap panas dan dapat berubah menjadi chalcone tidak berwarna saat dipanaskan (Mastura Y. et al. 2017). Antosianin juga memiliki sifat larut air (Lestario et al. 2011). Senyawa fenolik bersifat larut air seperti antosianin dapat ikut hilang selama proses pemasakan, sehingga menyebabkan penurunan nilai total fenolik makaroni kombinasi.
4.3 Total Flavonoid Produk Makaroni
Keberadaan flavonoid dalam suatu bahan penting diketahui karena berhubungan dengan aktivitas antioksidan. Flavonoid dapat berperan sebagai antioksidan melalui beberapa mekanisme seperti menangkap reactive oxygen species (ROS) secara langsung, mengaktifkan enzim antioksidan, mengkelat logam, mengurangi radikal α-tocopheryl, menghambat oksidase, mitigasi stres oksidatif karena nitrite oxide, meningkatkan level asam urat, dan meningkatkan sifat antioksidan dari antioksidan molekul rendah (Procházková et al. 2011).
22
Makaroni mentah kombinasi beras hitam dan kacang berpigmen memiliki kandungan total flavonoid lebih tinggi dibandingkan bahan baku masing-masing kacangnya. Namun, total flavonoid makaroni dari kombinasi beras hitam dengan kacang-kacangan berpigmen mengalami penurunan dari makaroni mentah menjadi makaroni matang (Gambar 5).
Gambar 5 Total flavonoid produk makaroni dari beras hitam dan kacang merah (BHKM), beras hitam dan kedelai hitam (BHKH), beras hitam dan kacang hijau (BHKJ), dan beras hitam dan kacang tolo (BHKT). Data merupakan nilai rataan±SD. Angka yang ditampilkan dengan huruf berbeda menunjukkan perbedaan yang yang signifikan (p>0.05) bedasarkan uji lanjut Duncan
Hasil penelitian menunjukkan total flavonoid makaroni mentah tertinggi dihasilkan dari makaroni kombinasi beras hitam dengan kacang hijau yaitu sebesar 0.27±0.00 mg QE/g berat kering. Hasil ini berbeda signifikan (p>0.05) dibandingkan makaroni kombinasi lain. Makaroni kombinasi beras hitam dengan kacang hijau masih memiliki nilai total flavonoid tertinggi setelah dilakukan proses perebusan dibandingkan makaroni kombinasi lain. Hasil menunjukkan tren yang sama apabila dibandingkan bahan baku kacangnya, yaitu kacang hijau memiliki total flavonoid tertinggi dibandingkan kacang berpigmen lain. Penelitian lain juga menyatakan bahwa kacang hijau memiliki kandungan flavonoid lebih tinggi dibandingkan kacang lain, seperti kedelai kuning (Lee et al. 2011).
Flavonoid merupakan metabolit sekunder yang paling melimpah di kacang hijau, lima subkelas dari flavonoid antara lain flavon, flavonol, isoflavonoid, flavonol, dan antosianin ditemukan dalam biji kacang hijau (Hou et al. 2019). Flavonoid utama dalam biji kacang hijau terdiri dari vitexin dan isovitexin, sebanyak masing-masing 95% dan 96.8% dari total vitexin dan isovitexin ada di kulit biji kacang hijau (Hou et al. 2019).
Kandungan flavonoid masing-masing makaroni kombinasi mengalami penurunan setelah dilakukan proses perebusan selama 3 menit pada suhu ±100 oC.
Total flavonoid makaroni kombinasi mengalami penurunan sebesar 7.7% pada makaroni BHKM, 22.23% pada makaroni BHKH, 11.12% pada makaroni BHKJ, dan 13.34% pada makaroni BHKT. Suhu perebusan makaroni menggunakan air dengan suhu ±100 oC, sehingga diduga dapat menyebabkan penurunan senyawa flavonoid selama proses pemasakan makaroni. Flavonoid sensitif terhadap
0.13±0.00 bc 0.12±0.01 a
0.18±0.00 e
0.14±0.00 cd 0.27±0.00 g
0.24±0.01 f
0.15±0.01 d
0.13±0.01 ab
0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3
Makaroni mentah Makaroni matang
mg QE / g berat kering
Makaroni kombinasi
BHKM BHKH BHKJ BHKT
23 pemanasan, penggunaan suhu 75 oC dapat langsung menghancurkan aktivitas enzim dan memblokir jalur sintesis flavonoid (Zhang et al. 2019). Selain itu, total flavonoid dapat mengalami penurunan akibat adanya senyawa flavonoid yang bersifat larut air. Masing-masing makaroni kombinasi terbuat dari bahan baku yang mengandung beras hitam, beras hitam mengandung antosianin yang termasuk dalam golongan senyawa flavonoid. Antosianin bersifat larut air, sehingga dapat berkurang selama proses perebusan. Kehilangan flavonoid akibat proses perebusan juga dapat terjadi karena proses oksidasi, selain itu dapat disebabkan dari adanya efek gabungan antara degradasi termal dan kehilangan senyawa flavonoid yang larut dalam air rebusan (Wu et al. 2019; Nurjanah et al.
2019).
Flavonoid adalah bagian dari golongan senyawa fenolik. Namun, belum tentu bahan pangan dengan kandungan fenolik tinggi juga memiliki kandungan flavonoid tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa makaroni matang kombinasi beras hitam dengan kacang hijau memiliki total fenolik lebih rendah dibandingkan makaroni matang kombinasi beras hitam dengan kedelai hitam, tetapi memiliki total flavonoid lebih tinggi dibandingkan makaroni matang kombinasi beras hitam dengan kedelai hitam. Perbedaan kandungan fenolik dan flavonoid dalam suatu bahan pangan dapat dipengaruhi dari adanya kandungan senyawa yang bukan berasal dari golongan flavonoid, tetapi masih turunan polifenol. Senyawa tersebut dapat terhitung sebagai senyawa fenolik, tetapi tidak terhitung sebagai senyawa flavonoid. Selain itu, ketidaksesuaian antara kandungan fenolik dan flavonoid dapat juga diakibatkan karena ketidaksesuaian penggunaan pelarut dengan sifat flavonoid, sifat flavonoid lebih dapat terekstrak di dalam senyawa nonpolar (Arinanti 2018).
4.4 Aktivitas Antioksidan 2.2-Diphenyl-1-Picrylhydrazyl (DPPH) Produk Makaroni
DPPH digunakan untuk menghitung antioksidan dengan kemampuan menangkap radikal bebas yang telah terbentuk. Prinsip pengukuran antioksidan menggunakan metode DPPH adalah antioksidan akan mendonorkan atom H+ untuk berpasangan dengan radikal DPPH, sehingga radikal DPPH tereduksi menjadi nonradikal (Puspitasari dan Ningsih 2016). Kondisi ini menimbulkan bentuk tereduksi dari DPPH yang ditandai dengan hilangnya warna ungu pada larutan DPPH. Larutan kehilangan warna seiring dengan peningkatan konsentrasi antioksidan karena elektron dari antioksidan diambil oleh radikal DPPH (Sarian et al. 2017).
Aktivitas antioksidan metode DPPH dari makaroni mentah kombinasi beras hitam dan kacang berpigmen lebih tinggi dibandingkan dengan bahan baku masing-masing kacangnya. Antioksidan makaroni mentah lebih tinggi daripada bahan baku kacangnya disebabkan karena kontribusi beras hitam yang memberikan tambahan antioksidan, sehingga aktivitas antioksidan yang terhitung pada makaroni mentah menjadi lebih tinggi. Namun, makaroni mentah mengalami perubahan aktivitas antioksidan metode DPPH setelah dilakukan proses pemasakan. Aktivitas antioksidan produk makaroni berdasarkan uji antioksidan metode DPPH disajikan pada Gambar 6.