• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penatalaksanaan Terapi Relaksasi Otot Progresif dengan Masalah Penurunan Curah Jantung pada Pasien Hipertensi di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penatalaksanaan Terapi Relaksasi Otot Progresif dengan Masalah Penurunan Curah Jantung pada Pasien Hipertensi di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Penatalaksanaan Terapi Relaksasi Otot Progresif dengan Masalah Penurunan

Curah Jantung pada Pasien Hipertensi di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen

Resti Dyah Ayuningsih1, Ratna Setiyaningsih2 Politeknik Kesehatan Bhakti Mulia, sukoharjo

restidyahayuningsih@yahoo.com, ratnaa_zeitiyanie@yahoo.co.id

Abstract: Hypertension is defined as systolic blood pressure above 140 mmHg and or diastolic blood pressure above 90 mmHg. Hypertension is a condition when a person has an elevated blood pressure above normal that results in an increase in morbidity and mortality. Hypertension that is not immediately handled will cause the occurrence of brain damage, stroke, myocardial infarction, kidney failure so as to prevent these complications are done one of them with progressive muscle relaxation therapy. This therapy can provide a relaxed state and lower blood pressure. This study was conducted to identify differences in blood pressure before and after muscle relaxation therapy in hypertensive patients in dr. Soehadi Prijonegoro Sragen. The design of this study is descriptive qualitative by using nursing process approach (nursing process) with the number of subjects used by 5 subjects, the subjects used is the subject of nonprobability accidental. The results showed that the difference in blood pressure from 5 subjects before and after doing progressive muscle relaxation in hypertensive patients in hospitals dr. Soehadi Prijonegoro Sragen. Recommendation of this study is as an alternative in lowering blood pressure in hypertensive patients.

Keywoard: hypertension, progressive muscle relaxation therapy, blood pressure

Abstrak:Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik di atas 140 mmHg dan atau tekanan

darah diastolik di atas 90 mmHg. Hipertensi adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka kesakitan dan angka kematian. Hipertensi yang tidak segera ditangani akan menyebabkan terjadinya kerusakan otak, stroke, infark miokard, gagal ginjal sehingga untuk mencegah komplikasi tersebut dilakukan salah satunya dengan terapi relaksasi otot progresif. Terapi ini dapat memberikan keadaan rileks dan menurunkan tekanan darah. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi perbedaan tekanan darah sebelum dan sesudah dilakukan terapi relaksasi otot progresif pada pasien hipertensi di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen. Desain penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan (nursing proses) dengan jumlah subjek yang digunakan 5 subjek, subjek yang digunakan adalah nonprobability accidental. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan tekanan darah dari 5 subjek sebelum dan sesudah dilakukan terapi relaksasi otot progresif pada pasien hipertensi di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen. Rekomendasi hasil penelitian ini adalah sebagai alternatif dalam menurunan tekanan darah pada pasien hipertensi.

Kata Kunci: hipertensi, terapi relaksasi otot progresif, tekanan darah

I. PENDAHULUAN

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg. Hipertensi merupakan suatu peningkatan abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus-menerus lebih dari suatu periode. Hal ini terjadi bila arteriol-arteriol kontriksi. Kontriksi arteriol membuat darah sulit mengalir dan peningkatan tekanan melawan dinding arteri (Udjianti, 2013).

Menurut World Population Prospect (2010) dalam Kemenkes RI (2013) sekitar 20% populasi dewasa mengalami hipertensi dan lebih dari 90% diantaranya menderita hipertensi esensial (primer), dimana tidak dapat ditentukan penyebab medisnya. Sisanya mengalami kenaikan tekanan darah karena penyebab tertentu (hipertensi sekunder), seperti penyempitan arteri renalis atau penyakit

parenkim ginjal, disfungsi organ, tumor dan kehamilan. Dalam waktu yang lama hipertensi yang tidak ditangani akan merusak pembuluh darah di seluruh tubuh, yaitu mata, jantung, ginjal dan otak. Terjadinya pembesaran pada jantung karena dipaksa meningkatkan beban kerja saat memompa melawan tingginya tekanan darah.

Menurut Kemenkes (2013) prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5%. Prevalensi didapat melalui pengukuran pada umur ≥18 tahun sebesar 25,8%, tertinggi di Bangka Belitung 30,9%, diikuti Kalimantan Selatan 30,8%, Kalimantan Timur 29,6%, dan Jawa Barat 29,4%, dan yang di dapat melalui kuesioner terdiagnosis tenaga kesehatan sebesar 9,4%, yang di diagnosis tenaga kesehatan atau sedang minum obat sebesar 9,5%. Tedapat 0,1% yang minum obat sendiri. Responden yang mempunyai tekanan darah normal tetapi sedang minum obat hipertensi

(2)

sebesar 0,7%. Jadi prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5% (25,8% + 0,7%).

Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah (2012) prevalensi kasus hipertensi esensial di Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 72,13% lebih tinggi dibandingkan tahun 2012 sebesar 67,57%. Berdasarkan laporan dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, kasus tertinggi hipertensi esensial sebanyak 554.771 kasus. Data Dinkes Kabupaten Sukoharjo tahun 2014, hipertensi esensial masuk dalam sepuluh besar penyakit di Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo dengan prevalensi sebanyak 21,16% (18.734 kasus), sedangkan pada tahun 2015 mengalami peningkatan menjadi 41,57% (36.827 kasus).

Menurut Murti et al (2011) ada beberapa cara untuk mengatasi hipertensi yaitu pengobatan secara farmakologis dengan minum obat anti hipertensi, selain itu juga ada pengobatan nonfarmakologis yang dapat mengontrol tekanan darah sehingga pengobatan farmakologis menjadi tidak diperlukan atau ditunda. Yang termasuk pengobatan nonfarmakologis diantaranya seperti diet rendah garam/kolesterol, menurunkan berat badan pada obesitas, olahraga secara teratur, meditasi, yoga, dan relaksasi otot progresif.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sulistyarini (2013) terapi obat bukan satu-satunya alternatif yang dapat dipilih. Diperlukan sebuah terapi pendamping untuk mengurangi ketergantungan terhadap hipertensi untuk mempertahankan kualitas hidup yaitu terapi relaksasi. Terapi relaksasi dapat membantu untuk menimbulkan rasa nyaman atau relaks. Keadaan relaks akan mengaktifkan sistem saraf parasimpatis yang berfungsi untuk menurunkan detak jantung, laju pernafasan dan tekanan darah. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya pengaruh terapi relaksasi terhadap peningkatan kualitas hidup penderita hipertensi pada kelompok eksperimen dibandingkan kelompok kontrol yang tidak mendapatkan relaksasi.

Menurut Murti, dkk (2011) terapi relaksasi otot progresif adalah teknik sistematis untuk mencapai keadaan relaksasi metode yang diterapkan melalui penerapan metode progresif dengan latihan bertahap dan berkesinambungan pada otot skeletal dengan cara menegangkan dan melemaskannya yang dapat mengembalikan perasaan otot sehingga otot menjadi rileks dan dapat digunakan untuk menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi esensial.

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Penatalaksanaan Terapi Relaksasi Otot Progresif dengan Masalah Keperawatan:

Penurunan Curah Jantung pada Subjek Hipertensi di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen”.

II. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen pada tanggal 27 Maret 2017 sampai dengan 8 April 2017. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan cara menggunakan pendekatan proses keperawatan (nursing proses).

Populasi yang diambil adalah subjek yang mengalami hipertensi di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen, sedangkan sampelnya adalah 5 subjek subjek hipertensi di ruang penyakit dalam dengan kriteria:

1. Inklusi seperti 5 subjek hipertensi dan tekanan darahnya ≥140/90 mmHg

2. Eksklusi seperti tekanan darah ≥200/130 mmHg dan berumur 70 tahun ke atas Teknik sampling yang digunakan adalah Non Probability Sampling dengan pendekatan Purposive Sampling. Teknik dalam pelaksanaan menggunakan studi kasus kemudian melakukan asuhan keperawatan secara langsung. Teknik pengambilan data yang digunakan adalah sebagai berikut: wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, studi dokumentasi.

Instrumen penelitian yang digunakan oleh peneliti sendiri dengan pedoman pengkajian. Data diperoleh dengan menggunakan alat: pedoman observasi seperti stetoskop untuk mendengarkan denyut nadi, spigmomanometer untuk mengukur tekanan darah, leaflet, dan pedoman wawancara dengan beberapa daftar pertanyaan dan alat tulis (pulpen, kertas).

III. HASIL PENELITIAN

1. Gambaran Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro di Jl. Sukowati 534, Nglorog, Kec. Sragen, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah 57272, Indonesia, dengan type B. Rumah sakit ini memiliki kapasitas tempat tidur sebanyak 243. Penelitian dilakukan di ruang penyakit dalam yaitu Tulip dan Sakura.

2. Deskripsi Hasil Penelitian

a. Karakteristik Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini sejumlah 5 subjek. Subjek yang berumur 45-55 tahun sebanyak 2 subjek (40%) yang berumur 56-65 tahun sebanyak 3 subjek (60%), yang bekerja swasta sebanyak 3 subjek (60%) yang bekerja sebagai petani sebanyak 2 subjek (40%), yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 3 subjek (60%) berjenis kelamin perempuan sebanyak 2 subjek (40%), yang berpendidikan SD

(3)

sebanyak 2 subjek (40%) yang berpendidikan SMP sebanyak 3 responden (60%), yang tekanan darahnya 150/100 mmHg sebanyak 2 subjek (40%), tekanan darahnya 160/100 mmHg sebanyak 2 subjek (40%) dan tekanan darahnya 180/100 mmHg sebanyak 1 subjek (10%)

Tabel 4.1 Karakteristik subjek penelitian berdasarkan umur, pekerjaan, jenis kelamin, pendidikan, tekanan darah.

No Karakteristik Subjek Frekuensi (%) 1 Umur 45-55 56-65 2 3 40 60 2 Pekerjaan Swasta Tani 3 2 60 40 3 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 3 2 60 40 4 Pendidikan SD SMP 2 3 40 60 5 Tekanan darah 150/100 mmHg 160/100 mmHg 180/100 mmHg 2 2 1 40 40 10 Sumber: data primer, diolah 2017 b. Pengkajian

1) Subjek 1

Pengkajian yang dilakukan diperoleh data subjek mengatakan batuk, pusing dan pandangan kabur sejak 2 hari yang lalu, posisi subjek duduk, faktor yang mempengaruhi posisi yaitu karena sakit, keadaan umum subjek lemah, subjek tampak gelisah, ekstremitas atas dan bawah dingin dan pucat, subjek memegang bagian kepala, subjek tampak letih, TTV: TD: 160/100 mmHg, N: 90x /menit, R: 24x /menit, S: 37OC.

2) Subjek 2

Pengkajian yang dilakukan diperoleh data subjek mengatakan pegal pada leher, jantung berdebar-debar dan merasa letih jika melakukan pekerjaan yang berat, sudah 1 hari keadaan umum subjek lemah, ekstremitas atas dan bawah dingin dan pucat, subjek tampak gelisah, subjek tampak letih, TTV: TD: 150/100 mmHg, N: 88x /menit, R: 22x /menit, S: 37,5OC. 3) Subjek 3

Pengkajian yang dilakukan diperoleh data subjek mengatakan pusing dan pandangan kabur sejak 2 hari yang lalu, subjek mengatakan di dalam keluarganya ada yang memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus yaitu ayahnya. Posisi subjek duduk, faktor yang mempengaruhi adalah sakit, keadaan umum subjek

sedang, subjek tampak gelisah, ekstremitas atas dan bawah dingin dan pucat, subjek memegangi bagian kepala, TTV: TD: 150/100 mmHg, N: 88x /menit, R: 24x /menit, S: 37,5OC.

4) Subjek 4

Pengkajian yang dilakukan diperoleh data subjek mengatakan pegal pada leher, jantung berdebar-debar dan subjek merasa letih ketika mengerjakan sesuatu dengan tergesa-gesa, sejak 1 minggu yang lalu, subjek mengatakan di dalam keluarganya ada yang memiliki penyakit hipertensi yaitu ibunya, keadaan umum subjek lemah, ekstremitas atas dan bawah dingin dan pucat, subjek tampak gelisah, subjek tampak letih, TTV: TD: 180/100 mmHg, N: 90x /menit, R: 24x /menit, S: 36,5OC.

5) Subjek 5

Pengkajian yang dilakukan diperoleh data subjek mengatakan pusing dan pegal pada leher sejak 3 hari yang lalu, keadaan umum subjek lemah, ekstremitas atas dan bawah dingin dan pucat, subjek tampak gelisah, TTV: TD: 160/100 mmHg, N: 88x /menit, R: 22x /menit, S: 36,9OC

c. Diagnosis keperawatan

Dirumuskan problem risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung dengan etiologi peningkatan afterload vasokontriksi, sehingga dapat ditegakkan diagnosa keperawatan risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload vasokontriksi. d. Rencana keperawatan

Berdasarkan diagnosa keperawatan yang ditegakkan maka tujuan yang ingin dicapai yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan curah jantung dapat adekuat dengan kriteria hasil: menurunnya tekanan darah (120-140 mmHg), akral hangat, nadi kuat dan teratur, suara napas bersih dan teratur, memberikan keadaan rileks, menurunkan ketegangan otot, untuk mengatasi masalah tersebut tindakan yang akan dilakukan adalah melatih subjek untuk melakukan terapi relaksasi otot progresif. Tindakan ini akan dilakukan satu kali sehari dalam waktu 25 menit selama 3 hari.

e. Pelaksanaan keperawatan 1) Subjek 1

Pelaksanaan tindakan pertama melatih subjek untuk melakukan terapi relaksasi otot progresif dengan respon subjek mengatakan batuk, pusing dan pandangan kabur, subjek

(4)

tampak gelisah, ekstremitas atas dan bawah dingin dan pucat, subjek memegangi bagian kepala, TTV: TD: 160/100 mmHg, N: 88x/menit, R: 22x/menit, S: 37OC.

Pelaksanaan tindakan kedua melatih subjek untuk melakukan terapi relaksasi otot progresif dengan respon subjek mengatakan batuk berkurang, tidak pusing dan pandangan kabur berkurang, gelisah berkurang, ekstremitas atas dan bawah hangat, TTV: TD: 130/90 mmHg, N: 88x/menit, R: 24x/menit, S: 36,5OC.

Pelaksanaan tindakan ketiga melatih subjek untuk melakukan terapi relaksasi otot progresif dengan respon subjek mengatakan batuk berkurang, tidak pusing dan pandangan tidak kabur, tidak gelisah, ekstremitas atas dan bawah hangat, TTV: TD: 120/90 mmHg, N: 84x/menit, R: 22x/menit, S: 36,9OC.

2) Subjek 2

Pelaksanaan tindakan pertama melatih subjek untuk melakukan terapi relaksasi otot progresif dengan respon subjek mengatakan pegal pada leher, jantung berdebar-debar, merasa letih jika melakukan pekerjaan yang berat, ekstremitas atas dan bawah dingin dan pucat, subjek tampak gelisah, subjek tampak letih, TTV: TD: 140/90 mmHg, N: 88x /menit, R: 24 x/menit, S: 37,5OC.

Pelaksanaan tindakan kedua melatih subjek untuk melakukan terapi relaksasi otot progresif dengan respon subjek mengatakan pegal pada leher berkurang, jantung tidak berdebar-debar, tidak merasa letih, ekstremitas atas dan bawah dingin dan pucat, subjek tidak gelisah, TTV: TD: 130/80 mmHg, N: 84x/menit, R: 22x/menit, S: 37OC.

Pelaksanaan tindakan ketiga melatih subjek untuk melakukan terapi relaksasi otot progresif dengan respon subjek mengatakan sudah tidak pegal pada leher, jantung tidak berdebar-debar, tidak merasa letih, ekstremitas atas dan bawah hangat, subjek tidak gelisah, TTV: TD: 120/90 mmHg, N: 84x/menit,R: 22x/menit, S: 36,9OC.

3) Subjek 3

Pelaksanaan tindakan pertama melatih subjek untuk melakukan terapi relaksasi otot progresif dengan respon subjek mengatakan subjek mengatakan pusing dan pandangan kabur, subjek tampak gelisah, ekstremitas atas dan bawah dingin dan pucat, subjek memegangi bagian kepala, TTV: TD: 150/90 mmHg, N: 88x/menit,R: 24x/menit, S: 37,5OC.

Pelaksanaan tindakan kedua melatih subjek untuk melakukan terapi relaksasi otot progresif dengan respon subjek mengatakan subjek mengatakan tidak pusing dan

pandangan kabur berkurang, subjek tampak gelisah, ekstremitas atas dan bawah hangat, subjek tidak memegangi bagian kepala lagi, TTV: TD: 130/90 mmHg, N: 84x/menit, R: 22x/menit, S: 36,5OC.

Pelaksanaan tindakan kedua melatih subjek untuk melakukan terapi relaksasi otot progresif dengan respon subjek mengatakan subjek mengatakan sudah tidak pusing dan pandangan tidak kabur, subjek tidak gelisah, ekstremitas atas dan bawah hangat, subjek tidak memegangi bagian kepala lagi, TTV: TD: 120/80 mmHg, N: 84x/menit, R: 22x/menit, S: 36,5OC.

4) Subjek 4

Pelaksanaan tindakan pertama melatih subjek untuk melakukan terapi relaksasi otot progresif dengan respon subjek mengatakan pegal pada leher, jantung berdebar-debar dan merasa letih ketika mengerjakan sesuatu dengan tergesa-gesa, ekstremitas atas dan bawah dingin dan pucat, subjek tampak gelisah, subjek tampak letih, TTV: TD: 170/100 mmHg, N: 88x/menit, R: 24x/menit, S: 36,5OC.

Pelaksanaan tindakan kedua melatih subjek untuk melakukan terapi relaksasi otot progresif dengan respon subjek mengatakan pegal pada leher berkurang, jantung tidak berdebar-debar, subjek masih merasa letih, ekstremitas atas dan bawah hangat, subjek tidak gelisah, subjek tampak letih, TTV: TD: 130/90 mmHg, N: 84x/menit, R: 20x/menit, S: 36,9OC.

Pelaksanaan tindakan ketiga melatih subjek untuk melakukan terapi relaksasi otot progresif dengan respon subjek mengatakan sudah tidak pegal pada leher, jantung tidak berdebar-debar, subjek tidak letih, ekstremitas atas dan bawah hangat, subjek tidak gelisah, TTV: TD: 130/80 mmHg, N: 84x/menit, R: 22x/menit, S: 37,5OC.

5) Subjek 5

Pelaksanaan tindakan pertama melatih subjek untuk melakukan terapi relaksasi otot progresif dengan respon subjek mengatakan pusing dan pegal pada leher, ekstremitas atas dan bawah dingin dan pucat, subjek tampak gelisah, TTV: TD: 150/100 mmHg, N: 88x/menit, R: 22x/menit, S: 36,9OC.

Pelaksanaan tindakan kedua melatih subjek untuk melakukan terapi relaksasi otot progresif dengan respon subjek mengatakan pusing berkurang dan pegal pada leher, ekstremitas atas dan bawah dingin dan pucat, subjek tidak gelisah, TTV: TD: 130/90 mmHg, N: 88x/menit, R: 24x/menit, S: 37,2OC.

(5)

Pelaksanaan tindakan ketiga melatih subjek untuk melakukan terapi relaksasi otot progresif dengan respon subjek mengatakan tidak pusing dan tidak pegal pada leher, ekstremitas atas dan bawah hangat, subjek tidak gelisah, 130/90 mmHg, N: 84x/menit, R: 20x/menit, S: 37,5OC

.

f. Evaluasi keperawatan

1) Subjek 1 mengatakan batuk berkurang, pusing hilang dan pandangan tidak kabur, tidak gelisah, ekstremitas atas dan bawah hangat, TTV: TD: 120/90 mmHg, N: 84x/menit, R: 22x/menit, S: 36,9OC.

2) Subjek 2 mengatakan sudah tidak pegal pada leher, jantung tidak berdebar-debar, ekstremitas atas dan bawah hangat, subjek tidak gelisah, subjek tidak letih, TTV: TD: 120/90 mmHg, N: 84x/menit, R: 22x/menit, S: 36,9OC.

3) Subjek 3 mengatakan pusing hilang dan pandangan tidak kabur, subjek tidak gelisah, ekstremitas atas dan bawah hangat, subjek tidak memegang bagian kepala lagi, TTV: TD: 120/80 mmHg, N: 84x/menit, R: 22x/menit, S: 36,5OC.

4) Subjek 4 mengatakan sudah tidak pegal pada leher dan jantung tidak berdebar-debar, ekstremitas atas dan bawah hangat, subjek tidak gelisah, subjek tidak letih, TTV: TD: 130/80 mmHg, N: 84x/menit, R: 22x/menit, S: 37,5OC.

5) Subjek 5 mengatakan pusing hilang dan tidak pegal pada leher, ekstremitas atas dan bawah hangat, subjek tidak gelisah, 130/90 mmHg, N: 84x/menit, R: 20x/menit, S: 37,5OC.

Berdasarkan hasil evaluasi dari 5 subjek dapat disimpulkan masalah teratasi maka rencana tindakan dihentikan.

IV. PEMBAHASAN

1. Pengkajian keperawatan

Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial, dan lingkungan. Pengkajian yang sistematis dalam keperawatan dibagi dalam empat tahap kegiatan, yang meliputi; pengumpulan data, analisis data, sistematika data dan penentuan masalah (Dermawan, 2012).

Tujuan dari pengkajian adalah untuk memperoleh informasi tentang keadaan

kesehatan klien, untuk menentukan masalah keperawatan dan kesehatan klien, untuk menilai keadaan kesehatan klien, untuk membuat keputusan yang tepat dalam menentukan langkah-langkah berikutnya (Dermawan, 2012).

Berdasarkan hasil pengkajian yang didapatkan, penulis memperoleh data mengenai umur subjek, ada 3 subjek yang berumur 45-55 tahun dan 2 subjek 56-65 tahun, seperti yang dikemukakan oleh Rahajeng (2009) tingginya hipertensi sejalan dengan bertambahnya umur, disebabkan oleh perubahan struktur pada pembuluh darah besar, sehingga lumen menjadi lebih sempit dan dinding pembuluh darah menjadi kaku, sebagai akibat adalah meningkatnya tekanan darah sistolik.

Menurut Sucipto (2014) seiring bertambahnya usia, seseorang akan mengalami perubahan struktural dan fungsional dalam tubuhnya dan salah satunya mengalami kerusakan struktural dan fungsional pada aorta, yaitu arteri besar yang membawa darah dari jantung, yang menyebabkan semakin parahnya pengerasan pembuluh darah dan semakin tingginya tekanan darah sehingga menyebabkan seseorang mengalami hipertensi.

Berdasarkan hasil pengkajian yang didapatkan dari jenis kelamin, 3 subjek berjenis kelamin laki-laki dan 2 subjek berjenis kelamin perempuan yang memiliki penyakit hipertensi. Menurut Rahajeng (2009) pria lebih banyak mengalami kemungkinan hipertensi daripada wanita, seringkali dipicu oleh perilaku tidak sehat (merokok dan konsumsi alkohol), depresi dan rendahnya status pekerjaan, perasaan kurang nyaman terhadap pekerjaan dan pengangguran.

Hasil pengkajian yang didapatkan dari pendidikan, 2 subjek berpendidikan SD dan 3 subjek berpendidikan SMP. Menurut Rahajeng (2009) dari faktor pendidikan adanya pengaruh terhadap kesehatan. Orang yang berpendidikan rendah berkaitan dengan rendahnya kesadaran untuk berperilaku hidup sehat dan rendahnya akses terhadap sarana pelayanan kesehatan.

Hasil menunjukkan 5 subjek didapatkan pengkajian tentang tekanan darah yang berbeda-beda dari 150/90-180/100 mmHg. Menurut Udjianti (2013) tekanan darah tinggi yang dialami seseorang adalah hasil awal dari peningkatan curah jantung yang kemudian dipertahankan pada tingkat yang lebih tinggi sebagai suatu timbal balik peningkatan tahanan perifer.

Berdasarkan hasil pengkajian riwayat keluarga pada 5 subjek, hanya ada 1 subjek

(6)

yang memiliki riwayat penyakit hipertensi yaitu ayahnya. Menurut Udjianti (2013) faktor yang berkaitan dengan berkembangnya hipertensi seperti genetik: individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi, sedangkan menurut Aspiani (2014) dari data statistik faktor keturunan terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi.

Berdasarkan tanda dan gejala umum yang biasanya timbul akibat hipertensi menurut Aspiani (2014) seperti sakit kepala, rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk, perasaan berputar seperti tujuh keliling serasa ingin jatuh, berdebar atau detak jantung terasa cepat, telinga berdenging.

Hasil penelitian yang didapatkan dari 5 subjek mempunyai keluhan yang berbeda-beda, subjek 1 dan 3 mengatakan batuk, pusing dan pandangan kabur. Menurut Aspiani (2014) batuk yang dialami oleh penderita hipertensi dapat meningkatkan tekanan darah dengan memicu kontriksi pembuluh darah. Pada subjek yang mengeluhkan pusing adalah tanda dan gejala yang umum biasanya dirasakan yang diakibatkan karena peningkatan tekanan darah intrakranial. Subjek yang mengalami pandangan kabur diakibatkan karena kerusakan pada retina akibat hipertensi.

Hasil pengkajian pada subjek 2 dan 4 mengatakan pegal pada leher dan jantung berdebar-debar. Menurut Udjianti (2013) pada subjek hipertensi yang mengalami jantung berdebar-debar disebabkan beberapa faktor yaitu karena faktor keturunan, memasuki usia lanjut, mengalami stress, merokok, kelebihan berat badan atau obesitas dan masih banyak lagi faktor yang lainnya.

Pengkajian pada subjek 5 mengatakan pusing dan pegal pada leher. Menurut Aspiani (2014) pada subjek yang mengeluhkan pusing dan pegal pada leher adalah tanda dan gejala yang umum biasanya dirasakan yang diakibatkan karena peningkatan tekanan darah intrakranial.

Subjek 4mengatakan memikirkan sesuatu sehingga menjadi stress.Menurut Andria (2013) stress merupakan masalah yang memicu terjadinya hipertensi dimana hubungan antara stress dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikkan tekanan darah secara intermiten (tidak menentu). 2. Diagnosis keperawatan

Diagnosa adalah keputusan klinis dari respon individu, keluarga dan masyarakat yang diakibatkan oleh masalah kesehatannya

atau proses kehidupannya baik yang aktual maupun yang potensional/risiko (Wahid & Suprapto, 2012).

Tujuan dari perumusan diagnosa menurut Dermawan (2012) adalah untuk mengidentifikasi respon klien terhadap status kesehatan atau penyakit, untuk menunjang atau menyebabkan suatu masalah, untuk mencegah atau menyelesaikan masalah, untuk mengkomunikasikan masalah klien pada tim kesehatan, untuk mendemonstrasikan tanggung jawab dalam identifikasi masalah klien, untuk mengidentifikasikan masalah utama untuk perkembangan intervensi keperawatan.

Berdasarkan pengkajian yang dilakukan diperoleh data subjek mengatakan batuk, kepala pusing, batuk, pegal pada leher, jantung berdebar-debar, pandangan kabur, cepat merasa letih. Subjek tampak gelisah, tampak batuk, ekstremitas atas dan bawah dingin dan pucat, tampak letih, subjek memegang bagian kepala, TTV: TD: 150/90-180/100 mmHg, N: 84-90 x/menit, R: 22-24 x/menit, S: 36,5-37,5OC.

Batasan karakteristik dari penurunan curah jantung seperti dispnea, kulit lembab, oliguria, pengisian kapiler memanjang, peningkatan PVR, peningkatan SVR, penurunan nadi perifer, penurunan resistansi vaskular paru, penurunan resistansi vaskular sistemik, perubahan tekanan darah, perubahan warna kulit, batuk, bunyi napas tambahan, bunyi s3, bunyi s4, dispnea paroksimal nokturnal, ortopnea, penurunan traksi ejeksi, penurunan indeks jantung, penurunan stroke volume index (SVI) (Herdman, 2015).

Berdasarkan data tersebut peneliti menegakkan diagnosa risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload vasokontriksi. Diagnosa yang peneliti tegakkan tidak sesuai dengan diagnosa keperawatan yang ada di NANDA dalam Herdman (2015) yaitu penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload vasokontriksi. Menurut NANDA dalam Herdman (2015) penurunan curah jantung adalah ketidakadekuatan darah yang dipompa oleh jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh.

3. Rencana keperawatan

Intervensi adalah dokumentasi intervensi/tindakan keperawatan adalah catatan tentang tindakan yang diberikan perawat kepada klien yang berisikan catatan pelaksanaan rencana perawatan, pemenuhan kriteria hasil dari rencana tindakan

(7)

keperawatan mandiri dan tindakan kolaboratif (Wahid dan Suprapto, 2012).

Penyusunan tujuan dan kriteria hasil dengan menggunakan pedoman SMART yaitu S (spesific) tujuan harus spesifik dan tidak menimbulkan arti ganda, M (Measureable) tujuan dapat diukur khususnya perilaku subjek; dapat dilihat, diraba, dirasakan, dan dibau, A (Achieveble) tujuan harus dapat dicapai, R (Reasonable/Realistic) tujuan harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, T (Time) batasan waktu / tujuan keperawatan (Dermawan, 2012).

Berdasarkan diagnosis keperawatan risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung yang ditegakkan, penulis menetapkan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan curah jantung dapat adekuat dengan kriteria hasil: menurunnya tekanan darah (120-140 mmHg), akral hangat, nadi kuat dan teratur, suara napas bersih dan teratur, memberikan keadaan rileks, menurunkan ketegangan otot (Wijayaningsih, 2013).

Rencana tindakan untuk mengatasi risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung menurut Aspiani adalah 1) pantau tekanan darah untuk evaluasi awal, 2) evaluasi adanya nyeri pada dada, 3) catat tanda dan gejala penurunan curah jantung, 4) ajarkan penggunaan terapi non-farmakologi (mis., teknik relaksasi, imajinasi terbimbing, terapi musik, distraksi, masase), 5) observasi status respirasi terhadap gejala gagal jantung (Aspiani, 2014). Sedangkan rencana tindakan yang akan dilakukan oleh peneliti adalah terapi non-farmakologi yaitu terapi relaksasi otot progresif. Terapi ini adalah terapi relaksasi otot dalam yang tidak memerlukan imajinasi, kekuatan atau sugesti. Terapi relaksasi otot progresif memusatkan perhatian pada suatu aktivitas otot dengan mengidentifikasikan otot yang tegang kemudian menurunkan ketegangan dengan melakukan terapi relaksasi untuk mendapatkan perasaan rileks. Rasional dari terapi relaksasi otot progresif adalah dapat membantu mengurangi ketegangan otot, stres, menurunkan tekanan darah, meningkatkan toleransi terhadap aktivitas sehari-hari, meningkatkan imunitas, sehingga status fungsional dan kualitas hidup meningkat (Sucipto, 2014).

4. Pelaksanaan keperawatan

Pelaksanaan adalah kegiatan pelaksanaan tindakan dari perencanaan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional. Pemenuhan kebutuhan fisik dan emosional adalah variasi, tergantung individu dan masalah yang spesifik (Handayani, 2007).

Berdasarkan rencana tindakan yang telah disusun, untuk mengatasi risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload vasokontriksi tindakan yang dilakukan pada ke-5 subjek selama 3 hari adalah terapi relaksasi otot progresif.

Pelaksanaan pada 5 subjek rata-rata di hari ketiga dari 2 subjek mengatakan tidak pusing dan pandangan tidak kabur, 2 subjek tidak pegal pada leher dan jantung tidak berdebar-debar, 1 subjek tidak pusing dan tidak pegal pada leher, subjek tidak gelisah dan tidak letih. Menurut Murti (2011) relaksasi otot progresif yang dilakukan secara teratur dapat memicu aktivitas memompa jantung berkurang dan arteri mengalami pelebaran, sehingga banyak cairan yang keluar dari sirkulasi peredaran darah. Hal tersebut akan mengurangi beban kerja jantung karena pada penderita hipertensi mempunyai denyut jantung yang lebih cepat untuk memompa darah akibat dari peningkatan darah.

Hasil pelaksanaan yang dilakukan pada 5 subjek pada hari pertama hingga hari ketiga adanya penurunan tekanan darah pada subjek berbeda-beda. Subjek 1 penurunan 40 mmHg, subjek 2, 3, 5 penurunan 30 mmHg, dan subjek 4 penurunan 50 mmHg. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Sucipto (2014) berkurang atau tidaknya keluhan yang dirasakan 5 subjek karena ketidakmampuan subjek dalam melaksanakan terapi relaksasi otot progresif secara baik dan benar meskipun sudah dalam pengawasan peneliti saat pelaksanaannya, tetapi rata-rata 5 subjek melakukan dengan baik dan benar sehingga tekanan darah dalam batas normal.

5. Evaluasi keperawatan

Evaluasi adalah catatan tentang indikasi kemajuan subjek terhadap tujuan yang dicapai. Pernyataan evaluasi terdiri dari dua komponen, yaitu data yang tercatat (yang menyatakan efek dari tindakan yang diberikan pada subjek).

Tujuan dari evaluasi sendiri adalah mengakhiri rencana asuhan keperawatan (jika klien telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan), memodifikasi rencana asuhan keperawatan (jika klien mengalami kesulitan untuk mencapai tujuan), meneruskan rencana asuhan keperawatan (jika klien memerlukan waktu yang lebih lama untuk mencapai tujuan) (Hidayat, 2008).

Berdasarkan evaluasi dan tindakan keperawatan terapi relaksasi otot progresif yang telah dilakukan adalah subjek mengatakan sudah tidak merasakan pusing, pandangan tidak kabur, jantung tidak

(8)

berdebar-debar, akral hangat, tidak gelisah, tidak letih, rata-rata tekanan darah dari 5 subjek ada 3 subjek yang tekanan darahnya 120/80 mmHg, 120/90 mmHg, 130/80 mmHg, dan 130/90 mmHg. Dari hasil evaluasi tersebut evaluasi masalah penurunan curah jantung teratasi, maka rencana tindakan keperawatan dihentikan.

Hasil data evaluasi yang didapatkan sebagian besar dari 5 subjek sudah memenuhi tujuan dan kriteria hasil yang ditetapkan. Teori yang dikemukakan oleh Wijayaningsih (2013) tujuannya agar curah jantung dapat adekuat dengan kriteria hasil: 1) tekanan darah dalam batas normal (120-140 mmHg), 2) akral hangat, 3) nadi cepat dan teratur, 4) suara nafas bersih dan teratur.

Berdasarkan evaluasi di atas dapat disimpulkan bahwa terapi relaksasi otot progresif dapat menurunkan tekanan darah dan memberikan keadaan rileks pada subjek. Dari hasil penelitian, 5 subjek menunjukkan setelah dilakukannya 1 kali tindakan terapi relaksasi otot progresif dapat menurunkan tekanan darah sistolik ataupun diastolik. Sedangkan setelah dilakukannya 3 kali dalam 3 hari tekanan darah subjek dalam batas normal sistolik maupun diastoliknya.

Berdasarkan 5 subjek evaluasi yang didapatkan dalam penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sulistyarini (2013) “Terapi Relaksasi Untuk Menurunkan Tekanan Darah dan Meningkatkan Kualitas Hidup Penderita Hipertensi”. Hasil analisis statistik menunjukkan adanya pengaruh relaksasi terhadap kualitas hidup penderita hipertensi (t=3,479, p>0,01), penurunan tekanan darah sistolik (t=9,213, p<0,01) serta penurunan tekanan darah diastolik (t=3,753, p<0,01) pada kelompok eksperimen dibandingkan kelompok kontrol yang tidak mendapatkan relaksasi. Berdasarkan hasil analisis di atas relaksasi efektif dalam meningkatkan kualitas hidup, tekanan darah sistolik dan diastolik pada hipertensi.

V. SIMPULAN

Perkembangan subjek setelah diberikan tindakan keperawatan terapi relaksasi otot progresif yang dilakukan satu kali sehari dalamwaktu 25 menit selama 3 hari, masalah penurunan curah jantung teratasi. Terdapat penurunan tekanan darah pada 5 subjek 30-50 mmHg, menurunkan ketegangan otot, memberikan perasaan rileks setelah pemberian terapi relaksasi otot progresif pada subjek hipertensi.

DAFTAR PUSTAKA

Andria, K M. (2013). Hubungan Antara Perilaku Olahraga, Stress dan Pola Makan dengan Tingkat Hipertensi pada Lanjut Usia.

Jurnal Promkes, Vol. 1, No.2 Desember 2013: 111-117.

Aspiani, R Y. (2014). Buku Ajar Asuhan

Keperawatan Klien Gangguan Kardiovaskular. Jakarta: EGC.

Dermawan, Deden. (2012). Proses Keperawatan; Penerapan Konsep & Kerangka Kerja. Gosyen Publishing.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.

(2012).

Buku

Profil

Kesehatan

Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012.

Semarang: Dinas Kesehatan Provinsi

Jawa Tengah.

Dinas Kesehatan Kabupaten Jawa Tengah. (2012). Buku Profil Kesehatan Provinsi

Jawa Tengah Tahun 2012. Semarang:

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo. (2014).

Kasus Penyakit Tidak Menular di Puskesmas dan Rumah Sakit Kabupaten Sukoharjo Tahun 2014. Sukoharjo: Dinas

Kesehatan Kabupaten Sukoharjo.

Handayani, W dan Hariwibowo AS. (2007).

Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan System Hematologi. Jakarta:

Salemba Medika.

Herdman, T H., Kamitsuru S., Keliat, B A . (2015). NANDA international Inc. diagnosis keperawatan: definisi & klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC.

Hidayat, A. Aziz Ahmad (2008). Konsep Dasar

Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Riset Kesehatan Dasar (2012). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Murti, Tri., Ismonah., M, Wulandari. (2011).

Perbedaan Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi Esensial sebelum dan sesudah

(9)

Pemberian Relaksasi Otor Progresif.

Semarang: RSUD Tugurejo.

Rahajeng, E., Tuminah, S. (2009). Pusat Penelitian Biomedis dan Farmasi Badan Penelitian Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Maj Kedokt Indon,

Volume: 59, Nomor:12.

Sucipto, A. (2014). Pengaruh Teknik Relaksasi

Otot Progresif Terhadap Tekanan Darah pada Lansia dengan Hipertensi.

Yogyakarta: Desa Karangbendo Banguntapan Bantul.

Sulistyarini, I. (2013). Terapi Relaksasi untuk Menurunkan Tekanan Darah dan Meningkatkan Kualitas Hidup Penderita.

Jurnal Psikologi Volume 40 No.1 Hal. 28-38.

Udjianti, W J. (2013). Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika.

Wahid

A

dan

Suprapto

I.

(2012).

Dokumentasi Proses Keperawatan.

Yogyakarta: Nuha Medika.

Wijayaningsih, K S. (2013). Standar Asuhan

Keperawatan. Jakarta: Trans Info Media.

World Health Organization. (2014). Global

Status Report on Noncommunicable Disease. Diakses: 22 Oktober 2015.

http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/79 059/1/WHO_DCO_WHD_2013.2_eng.pdf. www.rsspsragen.com

Gambar

Tabel  4.1  Karakteristik  subjek  penelitian  berdasarkan  umur,  pekerjaan,  jenis kelamin, pendidikan, tekanan darah

Referensi

Dokumen terkait

Tahap I merupakan tahap awal yaitu survei meliputi kondisi lapangan, kondisi siswa dan identifikasi permasalahan yang ada dilapangan, kemudian dalam tahap ini

Nama Dokter yang tidak kerjasama dengan Allianz dalam pelayanan Rawat Jalan dan Rawat Inap : 1. Sudarto

Unit ini berlaku untuk elemen memeriksa program kerja dalam melakukan separasi fluida reservoir, memeriksa kondisi dan lokasi unit separasi fluida

Dari gambar 4.3 menunjukkan perbandingan data CO dari BLH dan model DFLS yang bervariasi, hal tersebut dikarenakan masih banyak faktor-faktor lain yang berpengaruh

Mendeskripsikan karakteristik dari variabel respon atau banyaknya kasus pneunomia di setiap kecamatan dan variabel prediktor atau faktor-faktor yang mempengaruhi

Misalnya, jika harga penjualan dari suatu produk termasuk jumlah yang dapat diidentifikasikan untuk jasa lanjutan, maka jumlah tersebut ditangguhkan dan diakui sebagai

Pendapatan usaha dagang disampng dipengaruhi biaya pembelian buah kelapa butir dan biaya pengangkutan, juga dipengaruhi oleh faktor lainnya yang tidak ikut diteliti

Selain itu, sesuai dengan tujuan penelitian berupa implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Karimun Nomor 15 tahun 2010 mengenai kegiatan pertambangan, maka perlu