• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBERADAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO AGRIBISNIS (LKM-A) MENDUKUNG KEMANDIRIAN PANGAN DI SUMATERA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEBERADAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO AGRIBISNIS (LKM-A) MENDUKUNG KEMANDIRIAN PANGAN DI SUMATERA BARAT"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

KEBERADAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO AGRIBISNIS

(LKM-A) MENDUKUNG KEMANDIRIAN PANGAN

DI SUMATERA BARAT

Existence of Micro Financial Institution Agribisnis (LKM-A)

Supporting Food Security in West Sumatera

Nasrul Hosen

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Barat Jl. Raya Padang-Solok KM 40. Sukarami, Solok

E-mail: nasrulhosen@yahoo.co.id ABSTRACT

Agricultural development related to the provision of food, in its broadest sense, is a strategy towards local self-sufficiency. So that needed an adequate financing. Capital generally become constraint for all farmer, especially small farmer. Although bank credit is available for agriculture, small farmer such as rice farmers with the field scale less than 0,5 ha, generally do not access bank. The small farmers contribute greatly to food security because their relatively big number (90% of total farmers). Agriculture contribution to GDRP (gross domestic regional product) is quite high (22.81%), but the contribution of the food-crops sub-sector and its growth rate is relatively low compared to other sub-sectors. With this condition, since 2008 Agriculture Department launched Program Pengembangan Usaha

Agribisnis Pedesaan (PUAP) which facilitated capital amount Rp 100 million per Gapoktan

(ramers institution) and subsequently managed by micro-financial institutin (LKM-A). Until mid 2013, LKM-A growth until 900 unit in 18 regencies/town in West Sumatera. LKM-A roles as farmer bank and serve financial needs for farmers according to the requirements and rules. The evaluation report of the use of capital loan by the rice farmers in West Sumatera show that: (i) Crop food 40.0 percent, (ii) Horticulture 15.0 percent, (iii) Plantation 5.0 percent, (iv) Livestock 12.0 percent, and (iv) off-farm 28.0 percent. Capital loan for farmers encourage the application of technology innovation, such as the case of paddy rice and maize which stimulate the use of quality seeds of improved varieties technology, specific fertilization and improvement of production techniques more beneficial to increase productivity. In conclusion, the presence of LKM-A is very helpful for serving small farmers’ financial. Policy advice, in order to expand the range of financing services for farmers (500-1000 farmers) per LKM-A’s working area (village), the capacity of LKM-A need to enhanced, human resources, capital, and also legal aspect.

Keywords: food security, credit, LKM-A, farmer

ABSTRAK

Pengembangan usaha pertanian terkait penyediaan pangan dalam arti luas merupakan strategi menuju kemandirian pangan lokal dalam arti luas. Untuk itu diperlukan pembiayaan yang cukup memadai. Modal umumnya menjadi kendala bagi petani, apalagi bagi petani pangan. Meskipun tersedia skim kredit bank untuk usaha pertanian, akan tetapi petani pangan terutama petani padi sawah dengan skala usaha rata-rata kurang 0,5 ha, umumnya tidak akses ke Bank. Pada hal petani kecil tersebut menyumbang cukup besar terhadap ketahanan pangan karena jumlahnya relatif banyak (90% dari total petani).

(2)

Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB cukup besar (22,81%), namun kontribusi subsektor pangan dan laju pertumbuhannya relatif rendah dibanding subsektor lainnya. Berangkat dari kondisi tersebut, sejak tahun 2008 Kementan meluncurkan Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) dengan fasilitasi penguatan modal Rp. 100 juta per gapoktan dan selanjutnya dikelola oleh LKM-A. Sampai pertengahan tahun 2013 jumlah LKM-A yang tumbuh dan berkembang mencapai 900 unit tersebar pada 18 kabupaten/kota di Sumatera Barat. LKM-A berperan sebagai bank tani dan memberikan layanan pembiayaan bagi petani sesuai kebutuhan dan aturan yang disepakati. Hasil evaluasi penggunaan pinjaman modal oleh petani pada sentra produksi padi di Sumatera Barat menunjukkan: (i) Tanaman pangan 40,0 persen; (ii) Hortikultura 15,0 persen; (iii) Perkebunan 5,0 persen; (iv) Ternak 12,0 persen, dan (iv) Usaha non budidaya 28,0 persen. Pinjaman modal bagi petani mendorong penerapan inovasi teknologi, kasus padi sawah dan jagung diantaranya mampu mendorong penerapan teknologi benih bermutu varietas unggul, pemupukan spesifik lokasi dan perbaikan teknik produksi lainnya yang bermanfaat meningkatkan produktifitas. Kesimpulan, keberadaan LKM-A sangat membantu pembiayaan usaha pertanian bagi petani kecil. Saran kebijakan, guna perluasan jangkauan layanan pembiayaan bagi petani (500-1000 petani) per wilayah kerja LKM-A (nagari/desa), kapasitas LKM-A perlu ditingkatkan, baik dari segi SDM, kapasitas modal dan legalitas hukum. Kata kunci: kemandirian pangan, pembiayaan, LKM-A, petani

PENDAHULUAN

Lembaga Kuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) adalah lembaga keuangan milik petani dan dikelola oleh petani. Pembiayaan LKM-A fokus untuk pengembangan usaha produktif sektor pertanian. LKM-A merupakan salah satu usaha otonom disamping usaha lainnya dibawah naungan Gapoktan. Gapoktan (gabungan kelompok tani) terdiri dari sejumlah kelompok tani (Poktan) berperan dalam mengorganisir dan memotivasi petani anggota untuk mengembangkan usaha produktif agar terjadi pengembangan komoditas sehamparan dan diharapkan mampu menerapkan inovasi teknologi yang sama. Pengembangan usaha pertanian membutuhkan teknologi adaptif, disini penyuluhan dan ketersediaan teknologi spesifik lokasi berperan besar. Akan tetapi bila tidak didukung oleh ketersediaan modal oleh petani untuk penerapan inovasi teknologi akan berjalan lamban.

LKM-A tumbuh dan berkembang karena didorong oleh Program PUAP (Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan) dimana gapoktan difasilitasi dana penguatan modal untuk digulirkan kepada petani guna mendukung pengembangan usaha produktif mereka yang dimulai sejak tahun 2008 (Kementan, 2008). Sampai tahun 2012 jumlah Gapoktan yang sudah tumbuh dan berkembang di Sumatera Barat berjumlah 995 unit (Sekretariat PUAP, 2012). Pemberdayaan gapoktan dan LKM-A dengan tujuan utama adalah mengatasi masalah pokok petani yaitu lemahnya modal usaha. Karena modal terbatas menyebabkan petani lamban mengadopsi inovasi teknologi dan pengelolaan usaha tidak optimal.

Potensi pertanian di Sumatera Barat cukup besar. Kontribusi sektor pertanian relatif besar terhadap PDRB, namun bila dibandingkan dengan jumlah

(3)

petani yang terlibat dalam usaha tersebut relatif besar (65,7%) mengakibatkan rata-rata pendapatan petani rendah (BPS Sumatera Barat, 2013). Hal ini didukung oleh laporan BPS bahwa jumlah rumah tangga tani miskin tahun 2011 adalah 67.525 rumah tangga atau 65 persen dari total rumah tangga miskin di Sumatera Barat (BPS, 2012). Lebih 90 persen diantara petani miskin mengusahakan usaha tani padi sawah dengan lahan garapan sempit, 0,15-0,60 ha/petani rata-rata 0,27 ha/petani (Dinas Pertanian TP, 2013a). Persoalan petani dalam mengembangkan usaha disamping lahan garapan relatif sempit, modal usaha juga lemah dan tidak akses terhadap sumber modal formal seperti perbankan. Oleh karena itu solusi melalui pendekatan pemberdayaan kelembagaan petani dan LKM-A di setiap nagari/desa mampu mendorong peningkatan produktifitas usaha dan perbaikan ekonomi petani. Tulisan ini bertujuan mengemukakan peranan LKM-A dalam mendorong pengembangan usaha produktif petani dengan harapan mampu meningkatkan produksi pertanian secara umum dan komoditas pangan khususnya.

KONTRIBUSI EKONOMI KOMODITAS PANGAN

Pertanian menjadi andalan karena sebagian besar penduduk menggantungkan hidupnya di sektor pertanian. Subsektor yang dominan dalam PDRB adalah tanaman pangan dan hortikultura kemudian diikuti oleh perkebunan dan peternakan. Analisis potensi pengembangan ekonomi wilayah diperlukan untuk mengetahui secara makro sektor dan subsektor yang mempunyai potensi pengembangan yang relatif besar ke depan. Khusus pada sektor pertanian dalam arti luas (termasuk kehutanan dan perikanan) hasil evaluasi kontribusi subsektor terhadap PDRB (Tabel 1). Dengan memperhatikan kapasitas ekonomi dari masing-masing subsektor dan laju pertumbuhan nilai tambah kontribusi masing-masing-masing-masing subsektor dalam perekonomian daerah akan diketahui potensi ekonomi subsektor yang mendapat prioritas pengembangan (Bappeda, 2012). Disini secara mikro memberikan arah peran dari gapoktan mampu mendorong subsektor prioritas dalam sektor pertanian guna mendukung ketahanan dan kemandirian pangan di Sumatera Barat.

Tabel 1. Kontribusi dan Pertumbuhan PDRB Subsektor dan Sektor Pertanian Selama Lima Tahun (2007-2011) di Sumatera Barat.

No. Sektor/subsektor Kontribusi terhadap PDRB 2011 (%)

Nilai PDRB (Rp. Juta) Laju pertumbuhan (%) 2007 2011 Pertanian 22,81 8.039 9.414 4,03 1. Tanaman Pangan dan hortikultura 11,44 4.030 4.723 4,05 2. Perkebunan 5,75 2.024 2.375 4,08 3. Peternakan 1,84 631 758 4,69 4. Kehutanan 1,24 468 513 2,32 5. Perikanan 2,53 885 1.043 4,19

(4)

Keragaan Komoditas Pangan Utama di Sumatera Barat

Aneka komoditas pangan diusahakan oleh petani, namun di antaranya ada yang dominan. Komoditas tersebut mempunyai kontribusi cukup besar terhadap PDRB Provinsi Sumatera Barat dan mempunyai prospek pasar, baik regional, nasional maupun ekspor. Padi sawah merupakan komoditas andalan petani, artinya adalah komoditas tersebut memberikan kontribusi dalam ketahanan pangan keluarga dan juga sebagai sumber pendapatan petani. Untuk komoditas padi, meskipun harga rendah dan kurang menguntungkan dibandingkan komoditas lainnya namun petani tetap mengusahakan dengan pertimbangan ketahanan pangan keluarga. Komoditas dominan diantaranya ada yang berkontribusi terhadap kebutuhan nasional sehingga dengan indikator indeks lokasi komoditas (Location Quotion-LQ) diantaranya padi sawah dan jagung, termasuk beberapa jenis sayuran merupakan komoditas unggulan provinsi. Komoditas tersebut tumbuh dan berkembang dengan baik karena dukungan kondisi biofiosik setempat pada suatu wilayah kabupaten/kota. Ke depan pengembangan komoditas unggulan tersebut dilakukan dengan pendekatan kawasan melalui pembinaan terpadu, yang ditetapkan dengan surat keputusan oleh gubernur (Diperta, 2013).

Bila suatu komoditas mempunyai indek LQ >1 artinya adalah komoditas tersebut memiliki keunggulan komparatif. Bila indek LQ=1, artinya adalah komoditas tersebut tidak memiliki keunggulan dan produksinya hanya mampu memenuhi kebutuhan lokal. Bila indek LQ<1 artinya adalah komoditas tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan sendiri sehingga perlu pasokan dari luar (DIPTI, 1997; PSE, 2003; Hosen et al., 2004). Pilihan komoditas yang diunggulkan tidak hanya berdasarkan indek LQ saja, parameter lainnya dipertimbangkan sehingga dapat ditentukan skala prioritas pengembangan komoditas guna mendukung ketahanan dan kemandirian pangan baik regional maupun nasional. Beberapa parameter penting lainnya dalam menentukan skala prioritas pengembangan komoditas unggulan pangan meliputi kelayakan finansial, nilai produksi, jumlah keterlibatan petani, ketersediaan teknologi dan dukungan kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah (Tabel 2).

Potensi pengembangan

Untuk pengembangan komoditas pangan meliputi tanaman pangan, hortikultura dan ternak, perlu digali faktor-faktor yang berpeluang meningkatkan produktifitas komoditas unggulan dan komoditas potensial serta mengoptimalkan pemanfaatkan lahan yang tersedia. Potensi sumberdaya lahan di Sumatera Barat cukup besar. Lahan pertanian tersebut dikelompokkan menjadi beberapa agroekosistem yaitu : (1) Lahan kering dataran rendah, luas 1.612.923 ha, (2) Lahan kering dataran tinggi dengan potensi 125.880 ha, (3) Sawah irigasi 195.794 ha, (4) Lahan sawah tadah hujan 43.841 ha, (5) Lahan gambut/rawa 120.000 ha dan (6) Kawasan pantai sepanjang 600 km (60.000 ha). Lahan kering yang sementara tidak diusahakan berjumlah 234.962 ha, dan sebagian bersar adalah lahan dataran rendah (BPS Sumatera Barat, 2011). Lahan sawah tadah hujan baik di dataran rendah maupun dataran tinggi berpeluang dikembangkan melalui penerapan pola tanam padi-palawija atau padi-sayuran. Dengan demikian akan

(5)

memperkuat ketersediaan pangan dan diversifikasi pangan. Potensi lahan terluas adalah lahan kering dataran rendah yang terletak pada bagian Barat dan Timur Bukit Barisan dimana merupakan sumberdaya andalan karena dapat diusahakan selain komoditas pangan juga cocok untuk berbagai tanaman perkebunan yang berpeluang besar mendukung ekspor non migas.

Tabel 2. Beberapa Komoditas Pangan Unggulan Provinsi Sumatera Barat Mendukung Ketahanan Pangan di Sumatera Barat

Subsektor/ Komoditas LQ B/C Nilai Produksi (Rp.M) Jumlah Petani (%) Keterse diaan teknologi Dukungan kebijakan Prioritas Pangan 1. Padi 2. Jagung 3. Ubi Jalar 4. Ubi kayu Sayuran 1. Kubis 2. Tomat 4. Wortel 5. Cabe keriting 1,23 1,00 2,05 1,21 1,43 1,10 1,50 2,25 2,10 1,89 1,60 2,10 7.105,2 1.486,5 249,8 128,4 130,6 45,3 90,00 4,00 <0,50 1,10 1,18 Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Kuat Kuat Kurang Kurang Kurang Kurang 1 2 3 2 1 3 Ternak 1. Sapi potong 2. Kerbau 2. Kambing 3. Ayam petelur 4. Itik 1,00 1,62 3,36 1,36 >1,0 >1,0 >1,0 >1,0 3.614,9 386,0 293,3 36,0 22,10 2,0 <1,0 6,0 Cukup Cukup Cukup Cukup Kuat Kurang Sedang Kurang 1 3 2 4 Sumber: (BPS Sumatera Barat, 2007 dan 2012; BPS. 2007 dan 2012 (data diolah)

PERANAN LKM-A MENDUKUNG KEMANDIRIAN PANGAN

Sebagai Sumber Pembiayaan

Melalui Program PUAP gapoktan difasilitasi dana penguatan modal Rp 100 juta per gapoktan yang digunakan untuk pengembangan usaha produktif petani yaitu usaha tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan dan usaha non budidaya (pemasaran hasil dan pengolahan hasil skala rumah tangga). Untuk mengelola dana PUAP tersebut, gapoktan membentuk LKM-A dan selanjutnya menggulirkan dana tersebut ke petani. Sejak tahun 2008-2012 sebanyak 955 unit gapoktan dan masing-masing telah menumbuhkan LKM-A. Diantara LKM-A tersebut yang sudah menjalankan perannya dengan baik sebanyak 842 unit tersebar pada 18 kabupaten/kota. Perkembangan asset LKM-A tersebut bervariasi tergantung kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat.

Keberhasilan LKM-A tergantung pada keberhasilan petani dalam mengembangkan usaha produktif mereka dan begitu juga sebaliknya. Agar supaya usaha petani menjadi produktif, menguntungkan dan berkembang, memerlukan

(6)

pembinaan oleh instansi terkait dan pendampingan yang serius oleh penyuluh, sehingga tidak terjadi kredit macet. Oleh karena itu LKM-A ini dibangun atas prinsip saling membutuhkan, saling menguntungkan dengan partisipasi masyarakat yang tinggi dalam membangun A, merupakan kunci sukses LKM-A ke depan. Dampak keberadaan LKM-LKM-A secara umum adalah bahwa LKM-LKM-A sudah mampu menggerakkan roda perekonomian di perdesaan dengan bergulirnya dana penguatan modal awal dengan total kumulatif selama kurun waktu 5 tahun (2008-2012) sebesar Rp 99,5 milyar dan berkembang menjadi Rp 121,9 milyar dengan pertumbuhan selama lima tahun 22,5 persen. Jumlah petani yang memperoleh manfaat dari keberadaan LKM-A ini cukup besar dan terus berkembang sesuai potensi masyarakat di wilayah kerja LKM-A (Tabel 3). Secara total, rata-rata penggunaan dana LKM-A, menurut kelompok usaha adalah: tanaman pangan 40 persen, hortikultura 15 persen, perkebunan 5,0 persen, peternakan 12,0 persen dan usaha non budidaya 28,0 persen (usaha pengolahan hasil skala rumah tangga dan pemasaran hasil skala kecil). Dukungan berbagai pihak untuk penguatan lembaga keuangan mikro ini ke depan sangat diharapkan. Pendampingan oleh personal/lembaga independen disamping tenaga fungsional sesuai tupoksinya perlu mendapat perhatian serius oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.

Tabel 3. Distribusi Jumlah Gapoktan LKM-A dan Pertumbuhan Asset LKM-A tahun 2008-2012 Menurut Kabupaten/Kota di Sumatera Barat

No. Kabupaten/Kota Jumlah gapoktan (unit) Jumlah LKM-A (unit) Jumlah petani anggota (orang) Jumlah modal Desember 2012 (Rp000) Pertumbuhan aset (%) 1. Dharmasraya 66 51 8132 9.994.591 51,4 2. Pesisir Selatan 111 79 10545 11.403.100 2,7 3. Sijunjung 68 54 6757 8.066.101 18,6 4. Agam 88 79 6220 12.347.486 40,3 5. Pasaman 41 39 5163 4.567.078 11,4 6. Pasaman Barat 64 60 7822 10.206.759 59,5

7. Lima Puluh Kota 98 93 18681 12.215.876 24,6

8. Solok Selatan 38 36 3878 4.714.733 24,1 9. Solok 74 68 11760 8.250.000 11,5 10. Padang Pariaman 78 76 8607 8.601.374 10,3 11. Tanah Datar 71 68 14940 9.755.289 37,4 12. Ko. Padang 48 34 6363 5.417.080 12,8 13. Ko. Pariaman 65 55 4953 6.935.319 6,7 14. Ko. Payakumbuh 33 29 2415 4.001.556 21,2 15. Padangpanjang 15 9 1842 1.588.000 5,7 16. Ko. Solok 9 2 825 918.000 2,0 17. Ko. Sawahlunto 14 4 1200 1.427.000 1,9 18. Ko. Bukittinggi 14 6 1005 1.523.749 8,8 Jumlah 995 842 121.108 121.933.091 22,5

(7)

Pengembangan Usaha Produktif

LKM-A berperan sebagai bank tani dan memberikan layanan pembiayaan bagi petani sesuai kebutuhan dan aturan yang disepakati. Hasil evaluasi penggunaan pinjaman modal oleh petani pada sentra produksi padi, hortikultura, perkebunan, dan ternak bervariasi antara kelompok usaha (Tabel 4). Hasil evaluasi pada beberapa lokasi contoh, pada daerah sentra produksi padi sawah kabupaten Padang Pariaman dan Pesisisr Selatan, penggunaan dana pinjaman LKM-A dominan untuk tanaman pangan (padi sawah), pada daerah sentra produksi jagung (Kabupaten Limapuluh Kota dan Tanah Datar) penggunaan dana dominan juga untuk tanaman pangan (jagung dan padi), dan pada daerah sentra produksi sayuran seperti Kabupaten Solok menggunakan pinjaman modal dari LKM-A digunakan petani untyuk pengembangan hortikultura terutama aneka jenis sayuran. Gambaran alokasi pinjaman modal untuk pengembangan usaha pangan merupakan bentuk dukungan permodalan dari LKM-A milik petani terhadap kemandirian pangan dan diversifikasi pangan di daerah.

Pembiayaan dari LKM-A bagi petani digunakan untuk perbaikan teknik produksi komoditas pangan dengan menerapkan sejumlah komponen teknologi. Sebagai contoh pinjaman modal usaha untuk pengembangan usaha tani padi sawah dan jagung pada beberapa wilayah gapoktan, digunakan untuk perbaikan teknologi produksi yaitu penerapan teknologi utama diantaranya benih bermutu, verietas unggul dan pemupukan spesifik lokasi. Pada usaha tani jagung adopsi pemupukan spesifik lokasi dan varietas unggul cukup signifikan baik di Kabupaten Limapuluh Kota maupun di Tanah Datar, berturut-turut pertambahan adopsi 53,3 persen dan 40,0 persen. Hal yang menarik adalah sebelum ada LKM-A sebagian petani masih mengggunakan jagung komposit dan setelah ada LKM-A karena ada pinjaman modal petani beralih ke hibrida. Alasannya adalah sebelum ada LKM-A karena harga benih jagung hibrida mahal mereka tidak mampu membeli dan mereka menggunakan benih jagung komposit dengan harga murah atau hasil pertanaman sebelumnya. Hal yang sama juga terjadi pada perbikan teknik produksi padi sawah seperti di Kabupaten Padang Pariaman dan hortikultura di Kabupaten Solok (Hosen et al., 2012). Di beberapa provinsi seperti Jawa Timur dengan adanya pinjaman modal dari gapoktan PUAP meningkatkan adopsi teknologi padi sawah dan sekaligus meningkatkan hasil 2,7 persen dan pendapatan 4,1 persen (Bustaman et al., 2012). Hal yang sama terjadi di Kalimantan Timur, dimana dengan adanya pinjaman modal dari gapoktan cenderung mempercepat penyebaran VUB yang berdampak pada peningkatan produksi padi (Rahayu dan Nurbaini, 2013). Alasan diadopsinya teknologi oleh petani sesuai hasil kajian Bustaman et al. (2009) antara lain; (i) produktivitas menjadi meningkat dari sebelumnya, (ii) lebih menguntungkan dari usaha tani sebelumnya, (iii) teknologinya mudah diterapkan, (iv) ada kesepakatan kelompok untuk mengadopsi.

Peningkatan nilai asset sekaligus memperbesar jumlah dana yang digunakan untuk pembiayaan usaha produktif petani. Dinamika alokasi jumlah pembiayaan pada putaran berikutnya setelah penyaluran dana awal ke petani, mengalami pergeseran antar kelompok usaha (tanaman pangan, hortikultura,

(8)

perkebunan, peternakan dan usaha non budidaya) dengan pembiayaan kumulatif menurut kelompok usaha pada beberapa LKM-A contoh disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Dukungan pembiayaan terhadap Komoditas Pangan Utama pada

Beberapa Lokasi Sentra Produksi di Sumatera Barat, 2013

No Kabupaten/

LKM-A

Penggunaan dana Juni 2013 (Rp. Juta)

Pangan Horti Kebun Ternak Off-farm Jumlah

Padang Pariaman

1. Sei Buluh Saiyo 42,7 16,0 8,5 18,5 45,0 122,7

2. Koto Sepakat 87,0 10,0 16,0 30,6 143,6

3. Toboh baru

Sejahtera 118,0 - - - - 118,0

Pesisir Selatan

1. Gema nagari 146,5 9,0 - - - 155,5

2. Bina Usaha tani 122,5 10,5 - 15,0 36,5 184,5

3. Sago Sejati 84,1 8,6 11,4 - 38,7 142,8 Limapuluh Kota 1. Sinamar 40,0 23,6 16,6 21,7 70,0 171,9 2. Maju Bersama 95,3 31,3 6,5 3,5 12,9 149,6 3. Limo Sakata 115,8 28,1 25,1 - 2,2 171,3 Tanah Datar 1. Elok Basamo 228,5 175,5 - 85,5 78,0 567,5

2. Tunas Karya Abadi 142,3 58,0 40,0 36,0 124,0 410,3

3. Badunsanak 350,0 222,0 - - 140,0 712,9

Solok

1. Kubang Meja 18,8 39,2 20,1 1,8 43,2 124,1

2. Jonjang saribu 31,2 53,4 13,5 20,1 45,5 164,3

3. Pelita Jaya 74,8 10,5 - 15,8 32,6 139,7

Hal yang penting dapat disimpulkan adalah (i) Petani anggota LKM-A mendapatkan pinjaman untuk pengembangan usaha, teknik produksinya lebih baik karena mampu mengadopsi teknologi terutama yang dibeli seperti benih bermutu, varietas unggul dan pupuk. Jumlah petani anggota yang mengadopsi teknologi meningkat dibandingkan dengan sebelum ada LKM-A; (ii) Adopsi teknologi oleh petani anggota LKM-A juga lebih tinggi dibandingkan dengan petani non anggota LKM-A pada waktu yang sama di nagari/desa yang sama. Dari butir (i) dan (ii) di atas menunjukkan bahwa peran pinjaman modal dari LKM-A sangat menentukan percepatan adopsi teknologi dan sekaligus perkembangan usaha pertanian di perdesaan. Kendala pengembangan usaha yang perlu diantisipasi adalah: (i) ketersediaan modal (asset) LKM-A agar mampu memberikan layanan pembiayaan usaha petani tepat waktu dan jumlah sesuai pertambahan permintaan pinjaman modal usaha dari petani; (ii) ketersediaan sarana dan prasarana produksi dan inovasi teknologi tepat waktu, jumlah dan jenis di lokasi petani.

KESIMPULAN

Pengembangan usaha pertanian terkait penyediaan pangan dalam arti luas merupakan strategi menuju kemandirian pangan lokal dalam arti luas. Untuk itu

(9)

diperlukan pembiayaan yang cukup memadai. Modal umumnya menjadi kendala bagi petani, apalagi bagi petani pangan. Meskipun tersedia skim kredit bank untuk usaha pertanian, akan tetapi petani pangan terutama petani padi sawah dengan skala usaha rata-rata kurang 0,5 ha, umumnya tidak akses ke Bank. Pada hal petani kecil tersebut menyumbang cukup besar terhadap ketahanan pangan karena jumlahnya relatif banyak (90% dari total petani). Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB cukup besar (22,81%), namun kontribusi subsektor pangan dan laju pertunbuhannya relatif rendah dibanding subsektor lainnya. Jumlah LKM-A yang tumbuh dan berkembang dengan baik 842 unit tersebar pada 18 kabupaten/kota di Sumatera Barat. LKM-A berperan sebagai bank tani dan memberikan layanan pembiayaan bagi petani sesuai kebutuhan dan aturan yang disepakati. Perkembangan aset LKM-A selama 5 tahun (2008-2012) dengan modal awal Rp 99,5 milyar meningkat menjadi Rp 121,9 milyar (keadaan Desember 2012) atau meningkat 22,5 persen. Secara total rata-rata penggunaan modal LKM-A adalah untuk mendukung pengembangan usaha tanaman pangan 40,0 persen, hortikultura 15,0 persen, perkebunan 5,0 persen peternakan 12,0 persen dan usaha non budidaya 28,0 persen. Hasil evaluasi penggunaan pinjaman modal oleh petani pada sentra produksi padi, jagung, hortikutura, dan ternak, alokasi penggunaan dana cenderung dominan untuk komoditas unggulan daerah dan diikuti dengan usaha non budidaya yaitu pengolahan hasil skala rumah tangga dan pemasaran skala kecil. Pinjaman modal bagi petani mendorong penerapan inovasi teknologi, kasus padi sawah dan jagung diantaranya penerapan inovasi teknologi benih bermutu varietas unggul, pemupukan spesifik lokasi dan perbaikan teknik produksi lainnya yang bermanfaat meningkatkan produktifitas. Kesimpulan, keberadaan LKM-A sangat membantu pembiayaan usaha pertanian bagi petani kecil. Saran kebijakan, guna perluasan jangkauan layanan pembiayaan bagi petani (500-1000 petani) per wilayah kerja LKM-A (nagari/desa), kapasitas LKM-A perlu ditingkatkan, baik dari segi SDM, kapasitas modal dan legalitas hukum.

DAFTAR PUSTAKA

Bappeda 2012. Road Map Penguatan Sistem Inovasi Daerah (SIDa) Provinsi Sumatera Barat. Badan Perencanan Pembangunan Daerah Provinsi Sumatera Barat. Padang. BPS Sumatera Barat. 2011. Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Sumatera Barat

“Survei Pertanian”. Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Barat. Padang.

BPS Sumatera Barat. 2012. Data kemiskinan di Sumatera Barat. Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Barat. Padang.

BPS Sumatera Barat. 2013. Sensus Pertanian Sumatera Barat. Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Barat. Padang.

Bustaman, S., M. Sarwani, S. S. Tan, A. Rivai, Saefudin. 2009. Laporan Akhir Kajian Umpan Balik Percepatan Inovasi Teknologi dan Kelembagaan. BBP2TP. Bogor.

Bustaman, S., S.S. Tan, A. Supriatna, Wasito dan Erithryna. 2012. Eskalasi Pengembangan Inovasi Pertanian pada Usaha Bersama Gapoktan PUAP 2008-2011. Laporan Hasil Penelitian PUAP. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian.

(10)

Dinas Pertanian Tanaman Pangan. 2013a. Data Dasar Petani Pelaksana Program Gerakan Pensejahteraan Petani. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Sumatera Barat. Padang.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan. 2013b. Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan dan Hortikultura. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Sumatera Barat. Padang. DIPTI. 1997. Analisis Komoditi Unggulan Propinsi Sumatera Barat. Dewan Ilmu

Pengetahuan, Teknologi dan Industri (DIPTI) Sumatera Barat. Padang.

Hosen, N., Harmaini, Nirwansyah dan Nurnayetti. 2012. Akselerasi Adopsi Inovasi dan Pengembangan LKM-A pada kegiatan Usaha Bersama Berbasis Komoditas Gapoktan pelaksana PUAP tahun 2008 dan 2009 di Sumatera Barat. Laporan Teknis. BPTP Sumatera Barat.

Hosen, N., Syahrial A., B. Burhanudin, dan Z. Lamid. 2004. Sintesis Komoditas Unggulan di Sumatera Barat. Prosiding seminar nasional. Kontribusi Hasil Penelitian/Pengkajian Spesifik Lokasi Mendukung Pembangunan Pertanian di Sumatera Barat. Puslit Sosial Ekonomi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Kementan. 2008. Pedoman Umum Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) tahun 2008. Departemen Pertanian. Jakarta.

PSE, 2003. Panduan Penentuan Komoditas Unggulan. Badan Litbang Pertanian. PSE. Bogor.

Rahayu, S.P., dan Nurbani. 2013. Keragaan Gapoktan PUAP terhadap penyebaran VUB padi sawah di Kalimantan Timur. hlm 153-178. Dalam I. Amin, K.Subagyono, S. Bustaman (Ed.). Penerapan Teknologi Spesifik Lokasi Untuk Usaha Agribisnis: Penguatan Usaha Bersama Petani PUAP. IAARD Press. Badan Litbang Pertanian. Sekretariat PUAP, 2012. Laporan Perkembangan PUAP 2008-2012 di Sumatera Barat.

Gambar

Tabel 1.  Kontribusi dan Pertumbuhan PDRB Subsektor  dan  Sektor Pertanian  Selama Lima Tahun (2007-2011) di Sumatera Barat
Tabel 2.  Beberapa  Komoditas Pangan Unggulan Provinsi Sumatera Barat  Mendukung Ketahanan Pangan di Sumatera Barat
Tabel 3.  Distribusi  Jumlah Gapoktan LKM-A dan Pertumbuhan Asset LKM-A  tahun 2008-2012 Menurut Kabupaten/Kota di Sumatera Barat
Tabel 4.  Dukungan pembiayaan terhadap Komoditas Pangan Utama pada  Beberapa Lokasi Sentra Produksi di Sumatera Barat, 2013

Referensi

Dokumen terkait

Elite etnis Bugis Bone dan Makassar Gowa memiliki cara yang berbeda dalam memaknai instrumen; symbol budaya, kuasa dan uang untuk meraih kekuasaan politik

Ventilasi Akibat Kombinasi Faktor Termal dan Angin Pada ventilasi alamiah, perbedaan tekanan yang menyebabkan pergerakan udara melalui bukaan ventilasi timbul dari dua

Pada dasarnya perangkat keras yang dibuat adalah sebuah wattmeter. Wattmeter ini berfungsi untuk mengukur daya yang dipakai oleh peralatan elektronik rumah tangga seperti

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kesalahan ejaan pada makalah mahasiswa STKIP Al Hikmah berjumlah 150 kesalahan yang terdiri: (1) kesalahan penggunaan huruf

Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi scaffolding dalam pembelajaran SiMaYang memiliki pengaruh “besar” dalam meningkatkan kemampuan literasi kimia dan self

Peningkatan Keterampilan Menulis Narasi Ekspositoris Melalui Jurnal Pribadi Siswa Kelas IV di SDN Balasklumprik I/434 Surabaya setelah melalui lima tahap dalam setiap

Rajali dan Ibu Ayu Siti permasalahan yang terjadi dalam pengawasan yaitu dari Sumber Daya Manusianya yang masih kurang, karena Tim SATGAS yang dimiliki Dinas Sosial Kota

Hasil penelitian menggambarkan bahwa dalam novel Matahari di Atas Gilli Karya Lintang Sugianto mengandung nilai-nilai didaktis yaitu, nilai intelektual, nilai