• Tidak ada hasil yang ditemukan

MIGRASI ORANG BIAK KE PULAU BATANTA KAMPUNG AREFI KABUPATEN RAJA AMPAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MIGRASI ORANG BIAK KE PULAU BATANTA KAMPUNG AREFI KABUPATEN RAJA AMPAT"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

MIGRASI ORANG BIAK KE PULAU BATANTA

KAMPUNG AREFI KABUPATEN RAJA AMPAT

Rini Maryone

(Balai Arkeologi Jayapura)

Abstrack

Archaeological studies, regarding the origin of the population can be observed from the material culture left behind. The discovery of archaeological data, especially prehistoric times, may provide clues to the approach or the analyst comparison with the fi ndings of other cultural objects Similarly, with the origin of Biak. The existence of people residing on the island of Biak in Kampung Batanta Arefi , with penulusuran story myth and there is evidence that it can be concluded that the Biak people just immigrants or migration on the island.

Keywords: Migrasi, Orang Biak, Batanta, Arefi Raja Ampat

Pendahuluan

Asal-usul masyarakat, budaya dan persebaran diberbagai belahan dunia, dan khususnya yang mendiami Nusantara, dimana para ahli banyak mengemukaan atas dasar perbandingan budaya yang masih bisa dinikmati sampai sekarang. Dari para ahli baik ahli Antropologi, fi lologi, dan arkeologi, mengemukakaan pendapatnya dimana pada manusia dan generalisasi tingkah laku yang hidup dan berkembang dimasa lampau dan hingga kini masih bertahan diantara penduduk dunia yang masih dapat dinikmati, banyak pula menyandarkan pada kesamaan-kesamaan bunyi bahasa yang digunakan oleh penduduk di dunia, dan pada berbagai keragaman dan kesamaan tinggalan budaya materi manusia masa lampau diberbagai belahan dunia. Dari berbagai pendekatan ilmu itulah para ahli-ahli menarik kesimpulan tentang asal usul suatu bangsa, budaya dan persebarannya di dunia.

Berkaitan dengan judul migrasi tidak terlepas dari persebaran manusia dari satu tempat ke tempat yang lain untuk menetap. Teori-teori migarasi menunjukan bahwa nenek moyang orang Indonesia berasal dari ras Austro-Melanosoid. Ras ini menyebar

(2)

dari arah timur ke barat. Pendapat ini mengungkapkan budaya lukisan cadas berasal dari benua Australia yang merupakan cikal bakal ras Austromelanosoid (Asikin, 2000: 102). Migrasi manusia melalui route ini ditengahi dengan menyebarnya kebudayaan Austronesia di pulau-pulau di sekitar Pasifi k, seperti ditunjukan oleh pengguna bahasa-bahasa yang tergolong ke dalam rumpun bahasa-bahasa Austronesia, serta ditemukannya sisa-sisa budaya yang mengenal pemakaian alat-alat batu muda (neolitik) yang berupa beliung batu persegi (Bellwood, 1978). Dari faktor bahasanya, bahwa hampir seluruh daerah Indonesia bagian Barat bahasanya secara generik rumpun bahasa Austronesia Barat Daya (termasuk Sulawesi Selatan, Muna (Buton), Bima-Sumba,dll), sedangkan pada bagian Indonesia Timur meliputi kelompok-kelompok Ambon-Timor, Sula-Bacan, dan Halmahera Selatan, Papua termasuk sub rumpun bahasa Austronesia Timur (Parera, 1986 : 116-117 dalam Handoko, 2007:2).

Teori tentang migrasi manusia secara langsung atau tidak langsung telah merangsang dan mendorong untuk mengadakan pengkajian bagaimana kemampuan suatu bangsa dalam menguasai teknologi pembuatan perahu. Tidak mungkin terjadi persebaran budaya dari satu tempat ke tempat yang lain, tanpa sarana transportasi yang dapat menunjang terjadi migrasi bangsa tersebut. (Sukendar, 2002:2).

Menyangkut migrasi dan asal-usul masyarakat Biak di Kampung Arefi , kepulauan Batanta Distrik Selat Sagawin Kabupaten Raja Ampat, hingga saat ini belum ada penelitian khusus yang dapat mengungkaplan secara jelas tentang hal itu. Oleh sebab itu untuk menggambarkan hal tersebut dalam penulisan ini akan diuraikan beberapa hal tentang hasil kajian antropologi, arkeologi dan mitologi. Penekanan dalam penulisan ini adalah untuk melihat sejauh mana data arkeologi dan mitologi maupun menjelaskan asal-usul masyarakat dan budaya Biak, yang ada di Kepulaun Batanta. Melihat uraian tersebut diatas, tulisan ini mencoba untuk menelusuri mengapa orang Biak berada di Pulau Batanta khususnya di Kampung Arefi Kabupaten Raja Ampat, dan apa saja bukti-bukti, keberadaan orang Biak di kepulauan tersebut.

Pembahasan

Kabupaten Raja Ampat secara administratif termasuk ke dalam wilayah Provinsi Papua Barat, yang terdiri dari 7 daerah kecamatan (distrik), dan terdiri dari 4 pulau besar

(3)

yaitu Waigeo, Batanta, Salawati dan Misool, dan terdiri dari 600 pulau-pulau kecil, atol dan taka dengan panjang garis pantai 4.860 km, dengan 34 pulau yang berpenghuni (www. Rajaampatkab.go.id). Secara geografi s daerah Kabupaten Raja Ampat terletak pada posisi koordinat antara 0° 0’ 38,06” - 1° 21’ 18,85” Lintang Selatan dan 129° 45’ 34,92” - 131° 26’45,57” Bujur Timur.

Dapat dipahami bahwa keberadaan orang Biak di Pulau Batanta menunjukan adanya suatu ciri pada etnis Biak yaitu sebagai pelaut. Tradisi kelautan ini sudah lama berkembang dan menjadi bagian dalam kehidupan orang Biak sejak zaman dulu. hal ini dapat dibuktikan dengan adanya pemilikan perahu oleh setiap penduduk dalam kampung, dimana setiap klen (keret) memiliki perahu sendiri-sendiri yang digunakan sebagai alat transportasi untuk mengadakan barter ataupun mengadakan kontak dengan daerah-daerah lain. Jika orang Biak yang ingin mengadakan pesta adat, mereka harus mengumpulkan makanan. Mereka mencari bahan makanan menggunakan sarana transportasi perahu. Dengan menyeberang laut, mereka menyusuri daerah-daerah di sekitar pulau Yapen. Dengan melakukan barter ataupun dengan cara merampas. Barter yang mereka lakukan

(4)

yaitu menukar (bahan makanan) sagu dengan piring porselin (benbepon) tekstil (kain kayu dan kain timur) gelang kerang (sanfar), parang tempaan (sumber bekor), barang-barang tersebut merupakan mas kawin dan benda-benda dalam upacara religi (Kamma, 1981: 60).

Sebab lain yang merupakan sebab utama keberadaan orang Biak di Pulau Batanta tidak terlepas pula dengan mitologi mereka. Yang menyangkut asal-usul manusia di suatu daerah, sering dibarengi dengan berkembangnya mitos. Mitos atau cerita suci tentang asal-usul nenek moyang merupakan bagian dari budaya mereka. Dimana menurut mitologi, mereka tercipta oleh manseren manggundi yaitu tokoh penyelamat dan pahlawan budaya mereka. Berdasarkan mitos ini ada harapan-harapan untuk, masa depan yang terkandung di dalamnya, maka timbulah gerakan yang disebut konoor.

Mitologi tersebut dikisahkan sebagai berikut, di pulau Biak dahulu kala tinggal seorang laki-laki tua yang mendapat julukan Manarmakeri (si koreng). Orang ini berhubungan dengan nenek moyangnya, yang mengajarinya tentang cita-cita koreri (keadaan sejahtera). Tetapi ia tidak dipercaya oleh orang-orang Biak. Ia berubah tampan, setelah dibabtis dengan api, setelah ia berhasil menangkap Bintang pagi di puncak sebuah pohon kelapa. Setelah terjadi babtisan api ia diberi nama Manggundi (Tuhan sendiri). Dengan ajaib ia menjadi bapak dan memanggil sebuah perahu, maka bersama isteri dan anaknya mereka pergi menuju ke barat.

Dalam perjalanan ia menciptakan pulau-pulau termasuk pulau Numfor. Ia akan kembali apabila, dan akan timbul koreri, suatu keadaan sejahtera (Kamma, 1981: 66). Menurut orang Biak Manggundi pergi dan menetap di Raja Ampat. Sehingga mereka pergi mengejar Manggundi sampai ke Pulau Batanta di Raja Ampat, mereka menamakan tempat tinggal Manggundi yaitu Yembekaki yang artinya: Yen (pasir), kaki (tinggi): pasir tinggi, dan mereka membuat perkampungan, yang mereka namakan Arefi . Berasal dari kata Yarefi yang artinya saya injak, berubah nama menjadi Arefi , (bahasa Biak) sampai sekarang.

Bukti yang memperkuat orang Biak berada di kepulauan Batanta ini, dimana di Biak/ Supiori terdapat tempat yang diberi nama Fas-fasna. Dimana tempat tersebut merupakan tempat perjanjian antara orang-orang Biak yang keluar dari pulau Biak dan menetap ke kepulauan Raja Ampat. Dalam perjanjian tersebut mengikat bahwa orang-orang Biak yang keluar dari Biak, dan menetap kepulauan Raja Ampat tidak boleh

(5)

kembali lagi ke Pulau Biak sebelum mencabut perjanjian yang mereka tulis dengan dua garis lurus berwarna merah yang hampir membentuk huruf V. Tempat tersebut berada ditengah laut, di tulis di dinding tebing, yang berada di Kampung Yedongker Distrik Supori Timur.

(dokumentasi Balai Arkeologi Jayapura 2008)

Penyebaran orang Biak dimulai ke daerah-daearah pesisir, dari Mamberamo, Sarmi sampai ke kepulauan Raja Ampat (Sorong) dan hampir seluruh pesisir di Papua. Dalam penyebaran tersebut mereka masih mempertahankan / menggunakan bahasa Biak. Begitu pula keberadaan orang Biak yang ada di Kepulauan Batanta Kampung Arefi , penduduk yang tinggal di Pulau Batanta sebelah Utara adalah suku Biak yang disebut Biak Kafdaron, penduduk Biak ini merupakan penduduk yang bermigrasi ke kepulauan Raja Ampat dari pulau Biak Numfor dan Supiori bermula dari pelayaran hongi dan pembayaran upeti kepada Sultan Tidore (www. Rajaampat kab.go.id). Mereka menggunakan bahasa Biak dalam percakapan dan pergaulan mereka sehari-hari. Selain bahasa Biak yang digunakan terdapat pula marga-marga Biak yang ada di kampung tersebut, ini semua menunjukan identitas orang Biak yang berada di Kepulauan Raja Ampat. Marga-marga yang ada di kampung Arfefi antara lain: Warmasen, Kapisa, Rumbewas, Mambrasar, Rumfaker, Soor, Suruan, Mayor, Msen, Dimara, Arwakon, Merino, Kabes, Morin, dan Sarwa. Marga-marga tersebut bila ditelusuri, berasal dari kampung-kampung di Biak antara lain: Biak Utara, Barat, dan Timur dan Supiori.

Foto 2. Situs Fasna di Kampung Yedongker Foto 3. Pemandangan alam situs Fas fasna

(6)

Selanjutnya pada pertengahan abad ke-15 orang-orang Biak dan Numfor sampai ke barat (Kepulauan Maluku) mereka mengunjungi Tidore. Dimana wilayah Kepala Burung, Kepulauan Raja Ampat, serta Pulau Biak dan Numfor wilayah Teluk Cenderawasih (Teluk Geelvink) mengakui kedaulatan Sultan Tidore. Armada-armada hongi dikerahkan dari Tidore untuk memungut pajak berupa hasil hutan dari penduduk pantai (Mamoribo, 1981; Bachtiar, 1994:49).

Orang Biak juga melakukan kontak dengan kesultanan Tidore dimana hubungan dengan Tidore dapat diketahui dari dokumen-dokumen historis yang menyebutkan bahwa orang Biak kehilangan kemerdekaannya pada akhir tahun 1400-an dan menjadi jajahan Sawai (Halmahera). Sawai sendiri pada saat itu berada di bawah jajahan Tidore. Gura-Besi seorang tokoh dari Biak menempuh perjalanan sampai ke pusat kekuasaan Islam di Tidore dimana ia akhirnya mempersunting dan menikahi putri Sultan Tidore. Keturunan keduanya kemudian menjadi raja-raja di Kepulauan Raja Ampat. Rakyat Biak/ Numfor memberikan ’penghormatan’ sekaligus sebagai hadiah kepada Sultan Tidore dan sebaiknya mereka pun diberikan berbagai jenis kain dan hak istimewa. Kemungkinan besar alat-alat dari besi termasuk item penting yang dibawa pulang orang Papua. Selain perkakas dari besi, barang-barang lain yang juga biasa dibawa pulang oleh orang Papua adalah manik-manik, barang-barang tembikar dan kain (Muller, 2008: 86-87).

Menurut versi lain bahwa orang-orang Biak, yang datang ke daerah Kepulauan Batanta dimana mereka dalam pelayaran menuju ke Halmahera untuk memberikan upeti kepada Sultan Tidore, dalam pelayaran pulang mereka melihat pulau-pulau di sepanjang Kepulauan Batanta kosong tidak berpenghuni sehingga mereka tidak kembali ke Pulau Biak melainkan mereka menempati pulau-pulau kosong tersebut dan mereka menetap di sana sampai sekarang. Sedangkan menurut cerita yang berkembang bahwa situs Yembekaki merupakan tempat persinggahan Sultan Tidore, dengan mendirikan benteng pertahanan dan jembatan yang terbentuk dari karang-karang laut. Sisa budaya materi yang ditemukan ditempat ini antara lain pecahan gerabah,dan pecahan keramik asing.

Hasil pengamatan di situs Yenbekaki berupa temuan susunan batu karang yang disusun rapi menghadap ke arah laut, dan di belakang situs terdapat tebing terjal dan tinggi maka diperkirakan benteng Yenbekaki adalah benteng pertahanan Kerajaan Tidore, berfungsi untuk mengamankan wilayah kekuasaan, serta untuk mengamankan kepentingan ekonomi yaitu mengamankan wilayah dari perompakan, hal ini didukung

(7)

oleh sumber historis (Bachtiar, 1994: 49) bahwa VOC dan Tidore mengadakan perjanjian yang berisi hingga 1779 Sultan Tidore berkewajiban mengamanan perairan Papua dari bajak laut (Tim Penelitian, 2009).

Adanya sumur air tawar serta temuan pecahan gerabah jenis periuk dan tempayan. Kedua jenis gerabah ini termasuk jenis wadah. Berdasarkan bentuknya periuk berfungsi untuk memasak dan menyimpan makanan, sedangkan tempayan berfungsi untuk menyimpan air, disamping itu tidak ditemukannya struktur pondasi bangunan, berdasarkan hal ini maka benteng Yenbekaki diperkirakan juga berfungsi sebagai tempat persinggahan sementara bagi perahu dagang yang melintas di daerah ini dan tempat berlindung dari bajak laut dan angin barat, serta mengambil bekal air. Dugaan ini juga didukung oleh keberadaan dermaga alami yang tidak jauh dari benteng Yenbekaki.

Situs Yenbekaki secara administratif terletak di Kampung Arefi , Distrik Selat Sagawin, Kabupaten Raja Ampat. Masyarakat setempat menyebut situs ini dengan nama Benteng Yenbekaki, Yambekaki, atau Yembekaki. Secara astronomis berada pada 00° 45¹ 15¹¹ LS 130° 51¹ 3¹¹ LU. Arah hadap situs ini adalah barat daya, dengan ketinggian 1,5 m dpl. Jarak benteng ini dengan laut 20 m. Sebelah utara berjarak 30 m dari benteng, terdapat batu karang, warna hitam, selebar 1 m yang memanjang dari darat ke laut, semacam jembatan yang menghubungkan ke laut, apabila diperhatikan batu ini merupakan sejenis dermaga alamiah (Suroto, 2009:36).

Foto 4. Kolam air (sumur) Foto 5. Susunan batu benteng Yambekaki

(8)

Dari aspek teknologinya, bahan benteng ini berupa batu gamping terumbu karang dan batu kali yang disusun rapi tanpa bahan spesi sebagai perekat, luas benteng 56 m X 32 m, sebelah timur di batasi oleh bukit karang, bagian utara dibatasi oleh rawa, sebelah selatan dan utara dibatasi oleh laut. Panjang dinding benteng 56 m, lebar dinding benteng 50 cm – 6 m. Di situs Yenbekaki ini terdapat juga sebuah sumur berdinding susunan batu karang, diameter sumur ini 4,45 m dengan kedalaman 1, 8 m (Suroto, 1999:36).

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Raja Ampat telah mengadakan kontak dengan Tidore, selain itu letak yang strategis dimungkinkan wilayah ini menjadi tempat persinggahan perahu dagang yang berlayar melintasi wilayah ini, maka dari hubungan ini dimungkinkan terdapat lalu lintas barang yang terjadi di kedua wilayah ini. Maka dapat disimpulkan bahwa Raja Ampat telah mengadakan kontak dengan Tidore, selain itu letak yang strategis dimungkinkan wilayah ini menjadi tempat persinggahan perahu dagang yang berlayar melintasi wilayah ini, maka dari hubungan ini dimungkinkan terdapat lalu lintas barang yang terjadi di kedua wilayah ini.

Penutup

Berdasarkan kajian arkeologi, asal-usul penduduk di Indonesia dapat diamati dari hasil budaya materi yang ditinggalkannya. Penemuan data arkeologi terutama masa prasejarah, dapat memberikan petunjuk dengan pendekatan atau analis perbandingan dengan temuan benda budaya lainnya Demikian pula dengan asal-usul orang Biak.

Keberadaan orang Biak di pulau Batanta menunjukan adanya suatu ciri pada etnis Biak yaitu sebagai pelaut. Tradisi kelautan ini sudah lama berkembang dan menjadi bagian dalam kehidupan orang Biak sejak zaman dulu. hal ini dapat dibuktikan dengan adanya pemilikan perahu oleh setiap penduduk dalam kampung, dimana setiap klen (keret) memiliki perahu sendiri-sendiri yang digunakan sebagai alat transportasi untuk mengadakan barter ataupun mengadakan kontak dengan daerah-daerah lain.

Sebab lain keberadaan orang Biak di kepulauan Batanta di Kampung Arefi , dengan penulusuran cerita mitos dan bukti-bukti yang ada dapat disimpulkan bahwa orang Biak hanyalah pendatang atau migrasi ke pulau tersebut bukan penduduk asli, kepulauan Raja Ampat. Bukti-bukti lain adalah mengenai marga-marga dan bahasa yang digunakan. Semua membuktikan bahwa mereka berasal dari kampung-kampung di Biak Utara, Barat dan Timur dan Supiori.

(9)

Bukti-bukti yang dapat kita lihat yaitu adanya situs Yembekaki yang berada di Kepulauan Batanta, dimana benteng Yenbekaki berfungsi sebagai benteng pertahanan Kerajaan Tidore, untuk mengamankan wilayah kekuasaan, serta untuk mengamankan kepentingan ekonomi yaitu mengamankan wilayah dari perompakan. Bukti lain yaitu situs Fas-fasna yang berada di Kabupaten Supiori, yang merupakan tempat perjanjian antara orang Biak yang keluar dari pulau Biak dan menetap di kepulauan Raja Ampat.

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Bachtiar, H.W. 1994. ”Sejarah Irian Jaya” dalam Irian Jaya Membangun Masyarakat Majemuk (Koentjaraningrat eds.). Jakarta: Djambatan.

Kamma C.F, 1981. Ajaib Dimata Kita. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Handoko, Wuri. 2007. Asal-usul Masyarakat Maluku budaya dan persebarannya; kajian arkeologi dan metodologi dalam Kapata Arkeologi, Jurnal Arkeologi wilayah Maluku Utara, Balai arkeologi Ambon dibawah perlindungan Puslit Departemen kebudayaan dan Pariwisata.

Muller, Karl. 2008. Mengenal Papua. Jayapura: Daisy World Books.

Nurani, Asikin Indah. 2000. “Proses Migrasi Masa Prasejarah: Suatu Hipotesis Berdasarkan Kajian lukisan Cadas di Indonesia Timur” dalam Evaluasi Hasil Penelitian Arkeologi. Jakarta: Proyek Peningkatan Penelitian Arkeologi. Sukendar, Haris. 2002. Perahu Tradisional Nusantara. Jakarta: Badan Pengembangan

Kebudayaan dan Pariwisata Deputi Bidang Pelestarian dan Pengembangan Budaya Pusat Penelitian Arkeologi.

Suroto, Hari. 1999. ”Hunian Masa Perundagian di Pulau Batanta Kabupaten Raja Ampat.” Berita Penelitian Arkeologi No. 7. Balai Arkeologi Jayapura.

Gambar

Foto 1. Lingkungan Kampung Arefi  (dokumentasi Balar Jayapura 2009)
Foto 2. Situs Fasna di Kampung Yedongker Foto 3. Pemandangan alam situs Fas fasna  Supiori Timur

Referensi

Dokumen terkait

ngemukakan pendapatnya tentang dampak pensiun sebagai berikut : a. Dampak terhadap individu. Pekerjaan bagi seseorang tentunya memberikan perasaan identitas pribadi, tempat

dilihat adanya perbedaan yang signifikan antara zona hambat isolat Penicillium sp.1KMA dengan zona hambat yang dihasilkan keempat fungi endofit dan semua kontrol

Masukkan tumpahan ke dalam wadah untuk mencegah agar tidak menyebar atau mencermari tanah atau masuk ke saluran dan sistem pembuangan atau badan air.. Cara dan bahan

Pameran WFHE yang diselenggarakan oleh Reed Exhibitions bekerjasama dengan California Restaurant Association tersebut lebih diperuntukkan kepada industri restoran dan

□ maksud pemakaianntya : daya kapa;nya, species ikan yang akan ditangkap, untuk trawl yang menyentuh dasar :hubungan atar species ikan yang tertang-кар dengan dasar

Skenario simulasi yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah goncangan beberapa variabel pada jalur transmisi yaitu cadangan wajib (giro) minimum perbankan, suku bunga

Dari pengertian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa jabatan fungsional pustakawan adalah jabatan atau kedudukan yang dimiliki oleh mereka yang memiliki pendidikan di bidang

Kebijakan publik yang digunakan oleh pemerintah provinsi kepulauan Bangka Belitung terutama dalam bidang pendapatan dan belanja adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor