• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN TEKNIK MENCARI PASANGAN (MAKE A MATCH) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS SISWA KELAS V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN TEKNIK MENCARI PASANGAN (MAKE A MATCH) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS SISWA KELAS V"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN TEKNIK MENCARI PASANGAN (MAKE A MATCH)

UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR

IPS SISWA KELAS V

I Ketut Sapta Mahadi

1

, Ni Wayan Rati

2

, Ni Nyoman Garminah

3

1,2,3Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia

e-mail : sapta.mahadi@gmail.com1, niwayan_rati@yahoo.com2, garminyoman@gmail.com3

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar IPS siswa melalui penerapan model pembelajaran kooperatif teknik mencari pasangan (make a match) siswa kelas V di SD No. 7 Banyuning Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran 2015/ 2016. Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan dalam siklus-siklus. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas V semester genap SD No. 7 Banyuning Tahun Pelajaran 2015/2016 sebanyak 20 orang. Data hasil belajar diperoleh dengan menggunakan metode tes dengan instrumen tes objektif. Selanjutnya data dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) terjadi peningkatan hasil belajar siswa pada siklus I dengan persentase hasil belajar sebesar 77,25% dengan kriteria sedang dan pada siklus II sebesar 80,5% dengan kriteria tinggi. Ketuntasan Klasikal Hasil Belajar pada siklus I sebesar 100% dan pada siklus II sebesar 100%. Dengan demikian peningkatan persentase hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II sebesar 3,25% dan peningkatan Ketuntasan Klasikal Hasil Belajar sebesar 10,85%. Ini berarti bahwa dengan penerapan model pembelajaran kooperatif teknik mencari pasangan (make a match) dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas V di SD No. 7 Banyuning Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran 2015/ 2016.

Kata kunci : Make a Match, Hasil Belajar IPS Kelas V

Abstract

This study aims to determine students' learning outcome IPS through the implementation of cooperative learning model partner-search techniques (make a match) fifth grade students in elementary school No. 7 Banyuning Buleleng in the academic year 2015 / 2016. This research is a classroom action research conducted in cycles. The subjects of this study is the second semester of fifth grade students of SD No. 7 Banyuning in the school year 2015/2016 as many as 20 people. Learning outcomes data obtained using the test method with an objective test instruments. Furthermore, the data were analyzed using quantitative descriptive analysis techniques. The results showed that (1) an increase in student learning outcomes in the first cycle with a percentage of 77.25% of learning outcomes with the criteria being and the second cycle of 80.5% with high criteria. Exhaustiveness Classical Learning Outcomes in the first cycle of 100% and the second cycle of 100%. Thus the increase in the percentage of student learning outcomes from the first cycle to the second cycle of 3.25% and an increase Classical Mastery Learning Outcomes of 10.85%. This means that with the application of cooperative learning techniques looking for a partner (make a match) can improve learning outcomes IPS fifth grade students in elementary school No. 7 Banyuning Buleleng in the academic year 2015/2016.

(2)

Pendahuluan

Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi masyarakat suatu negara. UU No.20 Thn.2003 tentang Sisdiknas 01 menyatakan bahwa,

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajardan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

Kutipan ini menunjukkan bahwa, penyelenggaraan pendidikan di sekolah melibatkan guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik, yang ditandai dengan adanya interaksi belajar mengajar dalam proses pembelajaran. Dalam konteks penyelenggaraan pendidikan,

guru merencanakan kegiatan

pengajarannya secara sistematis dan berpedoman pada seperangkat aturan dan rencana tentang pendidikan yang dikemas dalam bentuk kurikulum.

Kurikulum yang berlaku saat ini di sebagian besar sekolah dasar di Indonesia adalah kurikulum KTSP. Pengertian Kurikulum KTSP menurut Ruhimat, dkk. (2011:281) adalah “Kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus”. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan kurikulum yang dirancang berdasarkan penyempurnaan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Namun demikian pembaharuan

kurikulum tampaknya belum

membuahkan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan.

Ada berbagai masalah yang timbul dalam pelaksanaan pembelajaran salah satunya adalah lemahnya proses pembelajaran (Sanjaya, 2010:1). Dalam

proses pembelajaran anak kurang didorong untuk mengembangkan

kemampuan berpikir. Proses

pembelajaran masih berorientasi pada paham behaviorisme. Dalam paham behaviorisme siswa dibaratkan sebagai gelas kosong yang perlu diisi pengetahuan oleh guru. Anak dipaksa untuk mengingat dan menghaal berbagai informasi yang disampaikan oleh guru. Pembelajaran dengan menggunakan paham behaviorisme ini akan berdampak pada rendahnya kualitas sumber daya manusia Indonesia.

Terkait dengan tujuan pendidikan nasional maka dalam UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 yang menyatakan bahwa,

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta

peradaban bangsa yang

bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik, agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan yang maha esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Kutipan tersebut menunjukkan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan aspek spiritual, sosial, intelektual, dan emosional peserta didik. Dengan demikian diharapkan semua warga Negara Indonesia menjadi warga Negara yang berkualitas dan proaktif menjawab tantangan global sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Untuk mencapai hasil belajar yang berkualitas ada banyak hal yang dapat dilakukan salah satunya adalah melalui peningkatan kualitas pembelajaran IPS.

Ilmu Pengetahuan Sosial menurut Samlawi (1998:1) merupakan “Mata pelajaran yang memadukan konsep-konsep dasar dari berbagai ilmu sosial yang disusun melalui pendekatan pendidikan dan psikologis serta kelayakan dan kebermaknaannya bagi siswa dan

(3)

kehidupannya”. IPS akan membantu siswa dalam mengenali dan berinteraksi dengan berbagai situasi dan kondisi lingkungan.

Banyak upaya yang telah ditempuh oleh pemerintah maupun berbagai pihak guna peningkatan kualitas pembelajaran IPS namun hasilnya kurang maksimal. Hal ini terjadi, karena pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial selama ini masih

memakai model pembelajaran

konvensional di sebagian wilayah Indonesia. Model ini lebih menekankan pada fungsi guru sebagai pemberi informasi, sedangkan peserta didik lebih diposisikan sebagai pendengar dan mencatat sehingga interaksi hanya satu arah dari guru ke siswa, yang mengakibatkan kurangnya keaktifan siswa baik dari segi fisik dan psikis.

Pada pembelajaran dengan model konvensional, guru sudah merasakan mengajar dengan baik, tetapi siswanya tidak belajar, sehingga terjadi miskonseptual antara pemahaman guru dalam mengajar dengan target dan misi dari pendidikan IPS sebagai mata pelajaran yang mengacu pada

pembekalan pengetahuan dan

keterampilan. Pembelajaran IPS dengan model pembelajaran konvensional akan menimbulkan kebosanan bagi siswa, siswa hanya duduk mendengarkan, menulis dan menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Hal ini didukung oleh pendapat Rasana (2009:20) menyatakan bahwa penyampaian materi dalam pembelajaran konvesional tersebut lebih banyak dilakukan melalui ceramah, tanya jawab, dan penugasan yang berlangsung selama terus-menerus, kegiatan seperti ini dapat membosankan dan melemahkan semangat siswa dalam belajar.

Sesuai dengan hasil observasi yang dilakukan pada Senin, 11 Januari 2016 pada proses pembelajaran IPS yang berlangsung di kelas V di SD No. 7 Banyuning ditemukan beberapa permasalahan seperti: 1) kurangnya keberanian siswa untuk mengemukakan pendapat pada saat guru memberikan pertanyaan, 2) masih banyak siswa yang bermain pada saat guru menjelaskan di depan kelas, 3) pembelajaran yang

dilaksanakan oleh guru didominasi dengan penggunaan metode ceramah sehingga siswa hanya mendengarkan penjelasan guru tanpa ada timbal balik dari siswa, 4) guru hanya mengandalkan buku paket dalam proses pembelajaran, tanpa memanfaatkan sumber belajar yang lain, 5) guru jarang menggunakan media dalam proses pembelajaran sehingga siswa kurang tertarik dengan materi yang diajarkan oleh guru.

Sesuai dengan hasil wawancara pada Senin, 1 Januari 2016 dengan seorang guru yang mengajar mata pelajaran IPS di SD No. 7 Banyuning diperoleh informasi tentang kesulitan belajar siswa pada mata pelajaran IPS yaitu: 1) minat siswa terhadap mata pelajaran IPS masih kurang, yang terbukti kurangnya perhatian siswa saat memperhatikan pembelajaran dan terkesan siswa bosan mengikuti pembelajaran, 2) siswa hanya sebatas

menghapal dan kurang mampu

mengembangkan konsep-konsep yang telah dimilikinya, 3) sebagian besar siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran di kelas baik dalam mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan guru maupun merenspon dan menanggapi jawaban dari temannya. 4) siswa yang aktif dalam pembelajaran hanyalah siswa yang pintar, sedangkan siswa yang memiliki kemampuan kurang hanya menjadi pendengar dan penonton pasif, menunggu perintah dan penjelasan guru

selama proses pembelajaran

berlangsung, 5) keaktifan siswa dalam proses pembelajaran masih kurang.

Berdasarkan temuan, permasalahan yang timbul di SD No. 7 Banyuning membawa akibat pada rendahnya nilai UTS hasil belajar siswa kelas V dalam mata pelajaran IPS. Hal ini terlihat dari jumlah siswa yang belum mampu untuk memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM) pada mata pelajaran IPS. Berdasarkan hasil UTS semester ganjil, dari 20 orang siswa dikelas V nilai tertinggi yang diperoleh yakni 90 dan nilai terendah itu 53. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) untuk mata pelajaran IPS di Kelas V adalah Sebesar 62. Berdasarkan KKM tersebut hanya

(4)

sebanyak 9 orang siswa yang mencapai KKM, dan sisanya belum mencapai KKM. Persentase kelulusan hanya mencapai 50%. Sehingga persentase untuk kelulusan belum mencapai 80% dari keseluruhan siswa.

Dalam rangka peningkatan hasil belajar IPS siswa, maka seorang guru perlu melakukan upaya yang inovatif dalam pembelajaran yang membuat siswa tertarik belajar IPS. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan oleh guru adalah model pembelajaran kooperatif teknik mencari pasangan

(make a match). Pembelajaran kooperatif

muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa akan secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah dalam pembelajaran.

Model pembelajaran kooperatif teknik mencari pasangan (make a match) dipilih karena model pembelajaran kooperatif teknik mencari pasangan (Make a Match) memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling bertukar ilmu pengetahuan dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu juga dapat menciptakan suasana belajar aktif dan menyenangkan serta mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka yang bermuara pada meningkatnya hasil belajar siswa. Penerapan teknik mencari pasangan (Make a Match) dimulai dengan teknik yaitu siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartu diberi poin . Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartu dengan kartu teman lainnya maka mendapatkan hukuman yang telah disepakati bersama. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar setiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya. Siswa bisa juga bergabung dengan dua atau tiga siswa lain yang memegang kartu yang cocok. Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran. Keunggulan dari model pembelajaran Make a Match bagi siswa

diantaranya: 1) mampu menciptakan suasana belajar aktif dan menyenangkan. 2) materi pembelajaran yang disampaikan lebih menarik perhatian siswa. 3) mampu meningkatkan hasil belajar siswa mencapai taraf ketuntasan belajar secara klasikal. 4) suasana kegembiraan akan tumbuh dalam proses pembelajaran. 5) Kerja sama antar sesama siswa terwujud dengan dinamis. 6) munculnya dinamika gotong royong yang merata diseluruh siswa.

Berdasarkan temuan terdahulu, perlu upaya perbaikan kualitas pembelajaran IPS, dengan melakukan sebuah penelitian dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Mencari Pasangan (Make a Match) untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas V di SD No. 7 Banyunig, Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran 2015/ 2016”.

tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan hasil belajar IPS setelah diterapkan pembelajaran kooperatif teknik mencari Pasangan (Make a Match) pada siswa kelas V Semester Genap di SD No. 7 Banyuning, Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran 2015/2016.

Metode

Subyek penelitian adalah siswa kelas V SD No. 7 Banyuning. Tahun pelajaran 2015/2016 yang berjumlah 20 orang, terdiri dari 10 orang laki-laki dan 10 orang perempuan. Pemilihan subyek penelitian ini menggunakan tekhnik

purposive sampling (sampel bertujuan),

dengan alasan bahwa siswa kelas V SD telah memiliki kemampuan membaca dan berbahasa yang memadai, dan sudah mampu diajak berkomunikasi dan berdiskusi baik dengan guru maupun sesama temannya. Objek dari penelitian

ini adalah hasil belajar IPS pada siswa

kelas V SD No. 7 Banyuning tahun

pelajaran 2015/2016.

Penelitian ini dilaksanakan pada

semester

genap

tahun

pelajaran

2015/2016.

Pelaksanaan

kegiatan

penelitian ini disesuaikan dengan

jadwal

pembelajaran

yang

(5)

pada semester genap tahun pelajaran

2015/2016.

Tempat

penelitian

tindakan kelas ini dilakukan di SD No.

7

Banyuning

Tahun

Pelajaran

2015/2016. Lokasi sekolah ini berada

di

Desa

Banyuning,

Kecamatan

Buleleng,

Kabupaten

Buleleng.

Penelitian ini dirancang dengan menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian ini merupakan PTK karena penelitian ini dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan penerapan suatu pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar. Penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa siklus, dan setiap siklusnya terdiri atas empat tahap kegiatan yaitu perencanaan (planning), tindakan

(acting), pengamatan (observing), dan

refleksi (reflecting).

Setelah proses pembelajaran siklus I berakhir, maka akan diadakan refleksi. Kegiatan ini bertujuan untuk mencermati kembali segala sesuatu yang dialami dalam kegiatan pada siklus I seperti mengungkap kelemahan-kelemahan yang dirasakan dalam tindakan siklus I. Refleksi dilakukan untuk melihat, mengkaji, dan mempertimbangkan dampak tindakan yang telah diberikan. Berdasarkan hasil refleksi ini, maka dapat dilakukan perbaikan mengenai kekurangan-kekurangan dalam proses pembelajaran. Kegiatan yang dilakukan pada rancangan refleksi ini adalah mengkaji dan merenungkan hasil penilaian terhadap pelaksanaan tindakan tersebut dengan maksud jika terjadi hambatan, akan dicari pemecahan masalahnya untuk direncanakan tindakan pada siklus selanjutnya, yaitu siklus II.

Pada dasarnya prosedur dan langkah-langkah pada siklus II sama dengan siklus I, dimana proses pembelajaran masih menggunakan model pembelajaran quantum. Kendala-kendala yang dihadapi pada siklus I diupayakan pemecahan dan perbaikannya pada siklus II. Sehingga rancangan tindakan pada siklus II merupakan penyempurnaan dari

tindakan yang telah dilakukan pada siklus I.

Dalam

penelitian

ini

data

dikumpulkan dengan metode tes.

Menurut

Arikunto

(2006:

223),

“Instrumen yang berupa tes ini dapat

digunakan

untuk

mengukur

kemampuan dasar dan pencapaian

suatu prestasi.” Menurut Arikunto

(2006: 150)

Tes

adalah

serentetan

pertanyaan atau latihan serta

alat lain yang digunakan untuk

mengukur

keterampilan,

pengetahuan

intelegensi,

kemampuan atau bakat yang

dimiliki

oleh

individu

atau

kelompok.”

Tes yang digunakan dalam penelitian

ini adalah tes tertulis bentuk objektif

(pilihan ganda). Tes ini digunakan

untuk memperoleh data mengenai

hasil belajar dalam pembelajaran IPS

dengan pembelajaran kooperatif.

Dalam penelitian ini instrument

yang digunakan berupa tes hasil

belajar. Tes hasil belajar berbentuk

pilihan ganda atau objektif dengan

jumlah soal sebanyak 20 soal. Tes ini

dibuat berdasarkan silabus

yang

dipergunakan guru dalam belajar

dikelas. Hasil belajar yang dinilai

hanya pada ranah kognitif saja.

Setelah data terkumpul maka selanjutnya dilakukan analisis data. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis statistik deskriptif.

Metode analisis statistik deskriptif digunakan untuk mengukur peningkatan hasil belajar. Data hasil belajar dianalisis dengan menerapkan rumus statistik deskriptif nilai rata-rata (Mean) dan hasilnya dalam bentuk skor.

Tingkatan

hasil

belajar

matematika siswa dapat ditentukan

dengan membandingkan M (%) atau

rata-rata persen ke dalam PAP skala

lima dengan kriteria sebagai berikut.

(6)

Tabel 1. Pedoman Konversi PAP Skala 5 Tentang Data Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajaran IPS

Persentase Kriteria Keterangan

85% - 100% 70% - 84% 55% - 69% 40% - 54% 0% - 39% Sangat kreatif Kreatif Cukup kreatif Kurang kreatif Sangat kurang kreatif

Tuntas Tuntas Tidak tuntas Tidak tuntas Tidak tuntas (Sumber: Agung, 2014:145) Penelitian Tindakan Kelas ini

dinyatakan berhasil apabila rata-rata hasil belajar IPS siswa ≥80 yang berada pada kategori “tinggi“, dan persentase jumlah siswa yang melewati KKM lebih besar dari 80%.

Apabila indikator keberhasilan sudah tercapai maka penelitian dihentikan dan akan dijadikan pembahasan dan simpulan selanjutnya.

Hasil dan Pembahasan Hasil

Penelitian

ini

merupakan

penelitian

tindakan

kelas

yang

dilaksanakan pada siswa kelas V SD

No. 7 Banyuning tahun pelajaran

2015/2016. Jumlah siswa kelas V di

SD No. 7 Banyuning adalah 20 orang

yang terdiri dari 10 orang siswa

laki-laki dan 10 orang siswa perempuan.

Pada setiap proses pembelajaran

dibentuk kelompok belajar sebanyak 5

kelompok, 1 kelompok terdiri dari 4

orang siswa.

Penelitian tindakan kelas pada

mata pelajaran IPS ini dilaksanakan

dalam 2 siklus dengan 2 kompetensi

dasar yaitu Menghargai jasa dan

peranan tokoh perjuangan dalam

mem-proklamasikan kemerdekaan Indonesia (4 indikator), Menghargai perjuangan para

tokoh dalam mem-pertahankan

kemerdekaan (4 indikator). Masing-masing siklus dibagi menjadi 3 kali pertemuan yaitu 2 kali pertemuan pembelajaran dan 1 kali pertemuan untuk tes hasil belajar ranah kognitif.

Pada siklus I untuk pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Jumat, 29 April 2016, pertemuan kedua

dilaksanakan pada hari Senin, 2 Mei 2016. Proses pembelajaran yang berlangsung pada pertemuan pertama, dan kedua dilaksanakan sesuai dengan

RPP (Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran) yang telah disiapkan

dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif teknik mencari pasangan (Make A Match). Pada pertemuan ketiga yang dilaksanakan pada hari Rabu, 4 Mei 2016 dilaksanakan tes untuk mengukur hasil belajar ranah kognitif dengan menggunakan instrumen tes yang terdiri dari 20 soal obyektif yang dikerjakan dalam waktu 30 menit.

Berdasarkan data hasil belajar IPS siswa siklus I, nilai terendah yang diperoleh siswa adalah 65 dan nilai tertinggi yang diperoleh siswa adalah 90. Untuk menghitung rata-rata hasil belajar IPS siswa digunakan rumus sebagai berikut.

Jadi, berdasarkan hasil belajar yang diperoleh siswa pada siklus I seluruh siswa sudah mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang sudah ditentukan yaitu 62 sesuai dengan kriteria keberhasilan. Namun Rata-rata hasil belajar siswa masih dibawah target yang diinginkan yakni ≥80.

Selain itu, persentase hasil belajar IPS siswa pada siklus I adalah 77.25%. Persentase hasil belajar IPS siswa selanjutnya dikonversikan ke dalam PAP skala lima (tabel 3.2) berada pada rentang nilai 65%-79%, sehingga persentase hasil belajar IPS siswa pada siklus I termasuk dalam kategori “sedang”. Berdasarkan persentase hasil belajar IPS yang diperoleh, bahwa persentase hasil belajar IPS siswa pada siklus I sudah mengalami peningkatan

(7)

sebesar 7.6% dibandingkan persentase hasil belajar sebelum tindakan (pra siklus) tetapi masih belum mencapai kriteria keberhasilan yang sudah ditentukan yaitu pada kategori “tinggi”. Sehingga

pelaksanaan tindakan pada siklus I belum berhasil. Rekapitulasi data hasil belajar IPS siswa pada siklus I disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rekapitulasi Data Hasil Belajar IPS Siswa Siklus I No Perolehan Hasil Belajar Jumlah Siswa Mencapai /Belum Mencapai KKM Rata-rata Hasil Belajar Persentase Hasil Belajar Kategori Keterangan 1 65-100 20 Mencapai KKM 77.25 77.25% Sedang Belum mencapai kriteria keberhasilan yang ditentukan maka pelaksanaan tindakan dilanjutkan ke siklus II Total 20

Berdasarkan data yang diperoleh sampai akhir siklus I, dapat direfleksikan hal sebagai berikut a) Saat kegiatan berdiskusi dan percobaan berlangsung masih ada siswa yang kurang disiplin mengikuti kegiatan tersebut. B) Siswa belum terlalu aktif dalam kegiatan menanya, hal ini disebabkan siswa belum terlatih untuk mengajukan pertanyaan. C) Siswa khususnya dalam kelompok belum terbiasa dalam menyimpulkan konsep-konsep dari kegiatan diskusi yang dilakukan. Siswa masih mengalami kesulitan dalam membuat kesimpulan yang sesuai dengan yang diharapkan.

Berdasarkan refleksi tersebut, perbaikan tindakan yang diambil untuk dilaksanakan pada siklus II sebagai berikut a) Guru memberikan teguran kepada siswa yang kurang disiplin dan serius dalam kegiatan tersebut. Selanjutnya, guru juga lebih memberikan bimbingan yang intensif dalam kegiatan diskusi kelompok. b) Guru memberitahu siswa untuk menggaris bawahi kalimat-kalimat yang tidak mereka mengerti ketika membaca buku ajar, selanjutnya pada kegiatan menanya siswa langsung bisa menanyakan kalimat-kalimat yang mereka tidak mengerti tersebut. Guru juga memberikan bimbingan kepada siswa

agar mengajukan pertanyaan. c) Guru mengarahkan siswa khususnya dalam kelompok untuk membuat kesimpulan dengan memberikan pertanyaan yang mengarah pada kesimpulan yang diharapkan. Agar siswa tidak miskonsepsi, maka guru memberikan penegasan terhadap kesimpulan yang disampaikan oleh siswa.

Dengan menerapkan perbaikan tindakan di atas, diharapkan hasil belajar siswa lebih meningkat sehingga bisa memenuhi kriteria keberhasilan yang telah ditentukan.

Pelaksanaan tindakan pada siklus II disesuaikan dengan hasil refleksi siklus I yaitu dengan melakukan beberapa perbaikan tindakan. Pada siklus II untuk pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Senin, 9 Mei 2016, pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Selasa, 10 Mei 2016. Proses pembelajaran yang berlangsung pada pertemuan pertama, kedua dan ketiga dilaksanakan sesuai dengan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) yang telah disiapkan

dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif teknik mencari pasangan (Make A Match). Pada pertemuan ketiga yang dilaksanakan pada hari Jumat, 13 April 2016

(8)

dilaksanakan tes untuk mengukur hasil belajar ranah kognitif dengan menggunakan instrumen tes yang terdiri dari 20 soal obyektif yang dikerjakan dalam waktu 30 menit.

Berdasarkan data hasil belajar IPS siswa siklus II, nilai terendah yang diperoleh siswa adalah 70 dan nilai tertinggi yang diperoleh siswa adalah 95. Seluruh siswa sudah mencapai hasil belajar sesuai dengan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang sudah ditentukan.

Persentase hasil belajar IPS siswa pada siklus II yang sudah mencapai 80,5% selanjutnya dikonversikan ke dalam PAP skala lima berada pada rentang nilai 70%-84%, sehingga persentase hasil belajar IPS seluruh siswa pada siklus II termasuk dalam kategori “Tinggi” dan sudah mencapai kriteria keberhasilan yang ditentukan. Hal ini berarti pelaksanaan tindakan pada siklus II berhasil.

Untuk mengetahui keberhasilan tindakan untuk meningkatkan hasil belajar IPS siswa ditentukan dengan membandingkan rata-rata hasil belajar IPS siswa yang diperoleh siklus I dengan siklus II.

Berdasarkan hasil belajar yang diperoleh siswa pada siklus II seluruh siswa sudah mencapai hasil belajar sesuai dengan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang sudah ditentukan yaitu ≥62 sesuai dengan kriteria keberhasilan. Seluruh siswa sudah mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal).

Selain itu, persentase hasil belajar IPS siswa pada siklus II adalah 80.5%. Persentase hasil belajar IPS siswa selanjutnya dikonversikan ke dalam PAP skala lima berada pada rentang nilai 80%-89%, sehingga persentase hasil belajar IPS siswa pada siklus II termasuk dalam kategori “tinggi”. Berdasarkan persentase hasil belajar IPS yang diperoleh, bahwa persentase hasil belajar IPS siswa pada siklus II sudah mengalami peningkatan sebesar 10.85% dibandingkan persentase hasil belajar siklus I dan sudah mencapai kriteria keberhasilan yang sudah ditentukan yaitu pada kategori “tinggi”.

Dengan membandingkan rata-rata hasil belajar IPS siswa yang diperoleh pada siklus I dengan siklus II diperoleh peningkatan hasil belajar IPS siswa. Sehingga pelaksaan tindakan pada siklus II sudah berhasil. Rekapitulasi data hasil belajar IPS siswa pada siklus II disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Rekapitulasi Data Hasil Belajar IPS Siswa Siklus II No Perolehan Hasil Belajar Jumlah Siswa Mencapai/ Belum Mencapai KKM Rata-rata Hasil Belajar Persentase Hasil Belajar Kategori Keterangan 1 70-100 20 Mencapai KKM 80,5 80,5% Tinggi Sudah mencapai kriteria keberhasilan yang ditentukan maka pelaksanaan tindakan dihentikan Total 20

Pada siklus II, seluruh siswa sudah medapatkan hasil belajar sesuai dengan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang sudah ditentukan, rata-rata hasil belajar

dan persentase hasil belajar IPS siswa juga sudah meningkat dan sudah mencapai kriteria keberhasilan penelitian yang ditentukan. Peningkatan hasil

(9)

belajar IPS dari siklus I ke siklus II sudah mencapai kriteria keberhasilan yang ditentukan. Kekurangan atau kendala pada siklus I sudah teratasi walaupun masih perlu dilakukan bimbingan-bimbingan untuk membuat siswa

meningkatkan cara belajar yang lebih baik lagi dan memperoleh hasil belajar yang maksimal. Rekapitulasi data hasil belajar IPS siswa sebelum tindakan (pra siklus), siklus I dan siklus II disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Rekapitulasi Data Hasil Belajar IPS Siswa Sebelum Tindakan (Pra Siklus), Siklus I dan Siklus II

Siklus Siswa yang Belum Mencapai KKM Siswa yang Mencapai KKM Rata-rata Hasil Belajar Persentase Hasil Belajar Sebelum Tindakan (Pra Siklus) 9 11 69.65 69.65% Siklus I 0 20 77.25 77.25% Siklus II 0 20 80.5 80.5% Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian pada siswa kelas V di SD No. 7 Banyuning yang telah dilaksanakan dalam 2 siklus telah menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar IPS siswa dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif teknik mencari pasangan (Make A Match).

Pada siklus I persentase hasil belajar IPS siswa sebesar 77.25% (kategori sedang) yang belum memenuhi kriteria keberhasilan, sehingga pelaksanaan tindakan pada siklus I belum berhasil serta belum mencapai kriteria keberhasilan. Dalam pelaksanaan siklus I masih terdapat beberapa kendala yang terjadi sehingga belum mencapai kriteria keberhasilan yang sudah ditentukan antara lain: a) Saat kegiatan berdiskusi dan percobaan berlangsung masih ada siswa yang kurang disiplin mengikuti kegiatan tersebut; b) Siswa belum terlalu aktif dalam kegiatan menanya, hal ini disebabkan siswa belum terlatih untuk mengajukan pertanyaan; c) Siswa khususnya dalam kelompok belum terbiasa dalam menyimpulkan konsep-konsep dari kegiatan diskusi/percobaan yang dilakukan. Siswa masih mengalami kesulitan dalam membuat kesimpulan yang sistematis dan sesuai dengan yasng diharapkan.

Selanjutnya pada siklus II dilaksanakan perbaikan terhadap

kendala-kendala yang terjadi pada siklus I. Pada siklus II terjadi peningkatan hasil belajar sebesar 10,85% dengan persentase hasil belajar sebesar 80,5% (kategori tinggi) sesuai dengan kriteria keberhasilan. Peningkatan hasil belajar IPS siswa sudah mencapai kriteria “tinggi” sehingga pelaksanaan tindakan pada siklus II sudah berhasil dan sudah mencapai kriteria keberhasilan yang ditentukan.

Terjadinya peningkatan hasil belajar IPS siswa disebabkan oleh beberapa hal.

Pertama, pembelajaran dengan model Make A Match dapat memupuk kerja

sama siswa dalam menjawab pertanyaan, dan akan membuat pelajaran lebih menarik dan menantang. Hal ini didukung oleh pendapat Kurniasih dan Sani (2015: 55-56) yang menyatakan bahwa, dalam penerapan model pembelajaran model

Make A Match proses pembelajaran lebih

menarik dan nampak sebagian besar siswa lebih antusians mengikuti proses pembelajaran, dan keaktifan siswa nampak sekali pada saat siswa mencari pasangan kartunya masing-masing. Sesuai dengan pernyataan Suprijono (2009:96) bahwa dalam hal ini guru memfasilitasi diskusi untuk memberikan kesempatan kepada seluruh peserta didik mengonfirmasikan hal-hal yang mereka telah lakukan yaitu memasangkan pertanyaan-jawaban dan melaksanakan penilaian. Disamping itu pada awal

(10)

pembelajaran guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan menyampaikan kepada siswa pentingnya materi yang mereka pelajari. Siswa akan terdorong untuk belajar karena materi yang diajarkan ada relevasinya dengan kehidupan mereka dan memiliki tujuan yang jelas.

Kedua, dalam proses pembelajaran

guru juga menggunakan media pembelajaran pada tahap mengamati untuk menarik minat/perhatian siswa belajar dan sebagai alat bantu mengajar agar siswa lebih mudah memahami materi yang disampaikan oleh guru. Briggs (dalam Tegeh, 2009:7) menyatakan bahwa, “Media pembelajaran adalah sarana untuk memberikan perangsang bagi pelajar agar terjadi proses belajar”. Dalam proses pembelajaran, kehadiran media mempunyai arti yang cukup penting karena dalam kegiatan tersebut ketidakjelasan bahan yang disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. “Kerumitan bahan yang akan disampaikan pada peserta didik dapat disederhanakan dengan bantuan media” (Djamarah dan zain, 2002:136). Dalam proses pembelajaran guru menggunakan media pembelajaran yang menarik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran agar penggunaan media pembelajaran efektif dan bisa menjadi pemusat perhatian siswa. Media pembelajaran yang digunakan berupa media gambar, dan benda konkrit yang disesuaikan dengan tujuan pembelajaran. Media tersebut tergolong media visual. “Media visual adalah media yang hanya mengandalkan indera pengelihatan”(Djamarah dan Zain, 2002:141).

Ketiga, guru bersama siswa pada

saat kegiatan inti dan setelah kegiatan inti melaksanakan evaluasi dilakukan agar siswa mengetahui kemampuan yang mereka miliki sesuai dengan tujuan pembelajaran secara berkelompok ataupun individu. Dengan kegiatan evaluasi, siswa mengetahui kelebihan dan kelemahan siswa, dengan mengetahui hal tersebut dapat mendorong siswa belajar lebih baik lagi. “Bagi siswa, evaluasi merupakan umpan balik tentang

kelebihan dan kelemahan yang dimiliki, dapat mendorong belajar lebih baik dan meningkatkan motivasi berprestasi” (Muhammat Rahman dan Sofan Amri, 2014:19).

Keempat, selama proses

pembelajaran berlangsung dari awal sampai akhir pembelajaran, guru memberikan penguatan/rasa bangga kepada siswa secara berkelompok maupun individu berupa kata-kata pujian, tepuk tangan, senyuman dan ancungan jempol atas keberhasilan yang mereka capai. Penguatan/rasa bangga diberikan kepada siswa agar siswa lebih termotivasi untuk terus berprestasi dan berhasil. Hal ini sesuai dengan pendapat Muhammat Rahman dan Sofan Amri (2014:19). “Keberhasilan dan kebanggaan itu menjadi penguat bagi siswa tersebut untuk mencapai keberhasilan berikutnya”.

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini didukung oleh penelitian penelitian yang dilaksanakan oleh Dayantari, dkk. (2012) yang menunjukkan bahwa data hasil belajar IPS siswa yang mengikuti model pembelajaran kooperatif teknik mencari pasangan (Make a Match) pada kategori sangat tinggi (rata-rata sebesar 23,46). Selain itu hasil penelitian ini juga didukung oleh Artawan dan Swatra (2012) yang menunjukkan bahwa kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe make a-match lebih baik dibandingkan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional.

Dengan kata lain hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif teknik mencari pasangan (Make A Match) dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa.

Penutup

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif teknik mencari pasangan (Make A Match) dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas V di SD No. 7 Banyuning Kabupaten Buleleng tahun pelajaran 2015/ 2016. hal ini dapat dilihat dari peningkatan hasil belajar IPS siswa

(11)

pada siklus I dan siklus II. Pada siklus persentase hasil belajar IPS siswa siklus I adalah 77.25% (kategori sedang) dan persentase hasil belajar IPS siswa siklus II adalah 80.5% (kategori tinggi).

Hal-hal yang direkomendasikan yaitu 1) Bagi siswa, pengalaman belajar yang diperoleh setelah penerapan model pembelajaran kooperatif Teknik Mencari Pasangan (Make A Match) yang telah berhasil meningkatkan hasil belajar IPS agar selalu dipertahankan dan dtingkatkan lagi untuk memperoleh hasil belajar yang lebih maksimal, 2) bagi guru, guru agar lebih kreatif dan berani mencoba dalam menerapkan model pembelajaran yang lain selain yang digunakan sehari-hari dalam upaya meningkatkan hasil belajar. Salah satunya dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif Teknik Mencari Pasangan (Make A Match) untuk meningkatkan hasil belajar siswa, 3) bagi kepala sekolah,

sebaiknya mempertimbangkan

menggunakan model pembelajaran kooperatif Teknik Mencari Pasangan (Make A Match) untuk memantapkan proses pembelajaran agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa, dan 4) bagi peneliti lain, yang ingin melaksanakan penelitian model pembelajaran kooperatif Teknik Mencari Pasangan (Make A Match) bidang ilmu IPS atau bidang ilmu lainnya yang sesuai, hasil temuan dalam penelitian ini dapat memberikan informasi dan bahan rujukan untuk melakukan penelitian yang sejenis.

Daftar Rujukan

Agung, A. A. Gede. 2014. Buku Ajar

Metodologi Penelitian Pendidikan.

Malang: Aditya Media Publishing. Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur

Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Artawan dan Swatra. 2013. “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Make A-Match Terhadap Prestasi

Belajar Matematika Siswa Kelas V SD di Gugus 1 Kecamatan Selat”. E-jurnal Undiksha. Tersedia pada http://ejournal.

undiksha.ac.id/index.php/JJPGSD/arti

cle/view/837 (diakses pada tanggal 03 Februari 2016).

Dayantari, dkk. 2013. “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Mencari Pasangan (Make A Match) Terhadap Hasil Belajar IPS Siswa Kelas IV SD”. E-jurnal Undiksha.

Tersedia pada

http://ejournal.undiksha.ac.id/index.ph p /JJPGSD/article/view/864 (diakses tanggal 03 Februari 2016)

Isjoni. 2009. Pembelajaran Kooperatif. Pekanbaru: Pustaka Pelajar.

Kurniasih, Imas dan Berlin Sani. 2015.

Model Pembelajaran. Jakarta: Kata

Pena.

Hamalik, Oemar. 1994. Kurikulum dan

Pembelajaran. Bandung: Bumi

Aksara.

Raga, Gede. 2008. Buku Ajar Pendidikan

Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar. Singaraja: Undiksha.

Rasana, Raka. 2009. Model-Model Pembelajaran. Singaraja: Undiksha

Ruhimat Toto, dkk. 2011. Kurikulum dan

Pembelajaran tentang Kurikulum & Pembelajaran. Jakarta Utara: PT

RajaGrafindo Persada.

Sanjaya, Wina. 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Prenada

Media Group.

Samlawi,Fakih dan Bunyamin Maftuh. 1998. Konsep Dasar IPS. Bandung: Depdikbud Dirjen Dikti

Sugiyono, 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Suprihatiningrum, Jamil. 2013. Strategi

Pembelajaran Teori dan Aplikasi.

Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA.

Suprijono, agus. 2009. Cooperatife

learning. (Teori dan Aplikasi

PAIKEM). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

(12)

Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaan

Inovatif. Sidoarjo: Masmedia Buana

Pustaka.

Undang-Undang Republik Indonesia

No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, tersedia pada

http://kemenag.go.id/file/dokumen/UU 2003.pdf(diakses tanggal 6 januari 2016).

Gambar

Tabel 1.   Pedoman  Konversi  PAP  Skala  5  Tentang  Data  Hasil  Belajar  Siswa  dalam  Pembelajaran IPS
Tabel 2. Rekapitulasi Data Hasil Belajar IPS Siswa Siklus I
Tabel 3. Rekapitulasi Data Hasil Belajar IPS Siswa Siklus II
Tabel  4.  Rekapitulasi  Data  Hasil  Belajar  IPS  Siswa  Sebelum  Tindakan  (Pra  Siklus),  Siklus I dan Siklus II

Referensi

Dokumen terkait

Animasi dapat menciptakan atau menggambarkan karakter suatu benda sehingga seolah-olah nyata dan bergerak juga menciptakan gambar yang memvisualkan objek yang

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa penerapan strategi pembelajaran ARIAS terintegrasi dengan pembelajaran aktif learning

dalam judul ini kompas.com seolah olah memberikan berita positif tentang program ibadah berhadiah tetapi ada penonjolan kalimat kutipan yang kontra terhadap

Latihan one leg boundsprint menuntut pergerakan otot tungkai sehingga perlakuan terhadap otot tersebut yang dilakukan dengan sesuai prinsip-prinsip latihan yang termuat

62 Hikmah diturunkannya secara gradual adalah untuk menguatkan atau meneguhkan hati Rasulullah saw, tarbiyah bagi umat Islam dari segi keilmuan dan pengamalan,

Perilaku spesies Anopheles yang diamati adalah perilaku menggigit (biting behavior) dan istirahat (resting behavior). Perilaku menggigit spesies Anopheles disebut

[r]

0,946 lebih sehingga instrument dinyatakan reliable. Analisis data hubungan dua variabel menggunakan uji Kendal Tau dengan bantuan SPSS for windows seri 12. HASIL DAN PEMBAHASAN