Jurnal Kesehatan Khatulistiwa. Volume 4. Nomor 1. Januari 2018
Uji Aktivitas Antifungi Minyak Atsiri Daun Pal (Myristica fragrans Houtt) terhadap Candida albicans secara In Vitro
Anggi Sulistiawati1; Muhamad Agus Wibowo2; Mahyarudin. 3 1
Program Studi Kedokteran, FK UNTAN 2
SMF Bedah Saraf, RS Abdul Aziz Singkawang 3
Departemen Parasitologi Medik, Program Studi Kedokteran, FK UNTAN
Abstrak
Latar belakang. Candida dapat menyebabkan infeksi yang disebut kandidiasis. Tanaman
pala (Myristica fragans Houtt) dilaporkan memiliki senyawa metabolit sekunder yang dapat berperan sebagai insektisidal, antibakteri dan antifungi. Minyak atsiri daun pala (M. fragrans
H.) diketahui memiliki kandungan terpenoid sebagai antibakteri dan antifungi. Metode.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen murni. Penelitian dilakukan di laboratorium non mikroskopik dan mikroskopik Fakultas Kedokteran Tanjungpura. Uji antifungi menggunakan metode difusi cakram. Analisis data diolah dengan uji Kruskal-Wallis dan dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney. Hasil. Minyak atsiri daun pala (M. fragrans H.) memiliki aktivitas antifungi terhadap C. albicans pada konsentrasi 10%, 25%, 50%, 75%, dan 100% dengan zona hambat yaitu 8.5 mm, 16 mm, 17 mm, 19 mm, dan 23.75 mm. Berdasarkan uji Mann-Whitney aktivitas antifungi pada konsentrasi 75% dan 100% menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermkana terhadap kontrol positif (p > 0.05)
Kesimpulan. Minyak atsiri daun pala (M. fragrans H.) efektif pada konsentrasi minimum
75% terhadap C. albicans secara in vitro.
Kata kunci: Minyak atsiri daun pala (M. fragrans H.), Candida albicans, Daya hambat.
Background. Candida caused an infection called candidiasis. Nutmeg (Myristica fragans
Houtt) plant was reported to have secondary metabolite compounds that could be used as insecticidal, antibacterial, and antifugal. Essential oil from nutmeg leaves (M. fragrans H.) was known to have the terpenoid which act as antibacterial and antifungi. Method. This study was pure experimental study. The research was conducted in non microscopic and microscopic laboratory in medical faculty of Tanjungpura University. The antifungal test used disc diffusion method. Data analysis was processed by Kruskal-Wallis test and continued with Mann-Whitney test. Result. Essential oil from nutmeg leaves (M. fragrans H.) had antifungal activity against C. albicans at the contrarion of 10%, 25%, 50%, 75% and 100% with inhibit zone i.e 8.5 mm, 16 mm, 17 mm, 19 mm, and 23.75 mm. Based on Mann-Whitney test the activity at the concentration of 75% and 100% showed that there was no significantly different with positive control (p > 0.05). Conclusion. Essential oil of nutmeg leaves (M. fragrans H.) with a minimum concentration of 75% was effective as an antifungal against Candida albicans.
Jurnal Kesehatan Khatulistiwa. Volume 4. Nomor 1. Januari 2018
PENDAHULUAN
Jamur atau fungi adalah salah satu sumber penyebab timbulnya penyakit. Infeksi oleh mikrob, banyak terjadi di negara tropis seperti di Indonesia penyakit infeksi jamur pada kulit dan kuku sering di jumpai dikarenakan pola hidup yang kurang bersih, dan didukung dengan iklim yang tropis dengan kelembaban udara yang tinggi, sanitasi yang kurang, atau lingkungan yang padat penduduk sangat mendukung pertumbuhan jamur. Jamur yang dapat menimbulkan infeksi diantara adalah Candida sp.1,2
Candida merupakan penyebab infeksi yang paling sering, di daerah bagian tropis sebagian besar infeksi karena
Candida bersifat superfisial yaitu mengenai kulit, rongga mulut dan vagina. Jika pertumbuhan Candida tidak terkontrol akan mengakibatkan kandidiasis. Prevalensi Candida karier bervariasi, sekitar 15-60% diidentifikasi pada individu normal di dalam mulut. Penelitian yang dilakukan pada pasien HIV tanpa
gejala infeksi Candida memperlihatkan angka kejadian kolonisasi sekitar 50%, pada infeksi aliran darah (blood stream
infection/ BSI) yang disebabkan oleh Candida di rumah sakit Amerika Serikat
sekitar 8-10% dari seluruh angka infeksi aliran darah di rumah sakit. Rumah sakit Cipto Mangunkusumo melaporkan sekitar 1% kasus BSI akibat Candida pada tahun 2010, serta dalam kurun waktu 20-25 tahun terakhir ini tercatat peningkatan infeksi akibat Candida,3 sedangkan pada stomatis alftosa rekuren (SAR) yang juga dikenal dengan istilah aphtae, cancer sores atau sariawan merupakan suatu penyakit mukusa mulut yang paling sering terjadi, prevalensinya pada populasi dunia bervariasi antara 5-66% dengan rata-rata 20%, akan tetapi di Indonesia sendiri masih belum diketahui prevalensinya.4
Indonesia merupakan negara tropis, banyak memiliki keanekarangan tumbuh-tumbuhan yang di dalamnya mempunyai manfaat dan dapat di manfaatkan oleh manusia. Tanaman pala (Myristica fragans
Jurnal Kesehatan Khatulistiwa. Volume 4. Nomor 1. Januari 2018
Houtt) merupakan tanaman asli Indonesia,
karena tanaman ini berasal dari Banda dan Maluku, yang kemudian menyebar ke pulau-pulau lain sekitarnya, termasuk pulau jawa.
Tanaman ini dikenal sebagai tanaman rempah yang memiliki nilai ekonomis dan juga multiguna karena setiap bagian tanaman dapat dimanfaatkan dalam berbagai industri seperti obat-obatan, dan farfum. Tanaman pala (M.
fragans H. ) dapat dimanfaatkan bagian
buah, biji, batang dan daun. Tanaman pala (M. fragans H. ) mengandung minyak atsiri yang terdapat di daun dengan melalui proses destilasi uap selama 4 jam. Minyak atsiri merupakan salah satu minyak nabati yang multimanfaat, karakteristik fisik berupa cairan kental yang dapat disimpan pada suhu ruang. Kandungan minyak atsiri memiliki kemampuan untuk insektisidal, antibakteri dan antifungi.5
Menurut Nurjdanah (2007), minyak atsiri dalam daging buah pala (M.
fragrans H.) mengandung komponen
myristicin monoterpan yang dapat menimbulkan rasa ngantuk, selain itu dapat membunuh serangga (insektisidal), antijamur (fungisidal), dan antibakteri.5
Menurut Jukic et all (2006)
myristicin dan elimicin yang merupakan
golongan aromatik eter mempunyai efek intoksikasi terhadap manusia dan jamur bila penggunaan minyak dalam jumlah yang banyak.6 Okukpe et all (2012) komposisi kimia dari buah pala (M.
fragrans H. ) yaitu flavanoid 1,37%, oxalate 22,14 mg, saponine 49,32%, alkaloid 8,24% dan phytate 16,00%,
adanya menunjukan aktivitas antifungi.7 Menurut Ginting (2013) melaporkan bahwa ekstrak metanol daun pala (M. fragrans H. ) mengandung senyawa flavonoid, alkaloid, terpenoid, dan tanin, sedangkan senyawa flavonoid terkandung dalam ekstrak etil asetat. Hasil uji aktivitas antifungi menunjukkan bahwa ekstrak metanol dan etil asetat daun pala mempunyai aktivitas antifungi terhadap
Jurnal Kesehatan Khatulistiwa. Volume 4. Nomor 1. Januari 2018
METODE
Desain Penelitian
Desain penelitian digunakan oleh penulis pada penelitian adalah studi eksperimental murni (true experimental
design) in vitro dengan rancangan posttest only control group design. Kelompok uji
pada penelitian ini adalah minyak atsiri daun pala (M. fragrans H.) dengan konsentrasi 10%, 25%, 50%, 75%, dan 100%, kontrol positif menggunakan ketokonazol 30 µg/disk, serta kontrol negatif menggunakan akuades.
Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian dilakukan di laboratorium non mikroskopik dan mikroskopik Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura. Waktu penelitian yang akan dilaksanakan pada periode November 2016 – Januari 2018.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain wadah kaca, lemari pendingin (Sharp), sendok tanduk, timbangan analitik (Precisa), sendok
stainless, inkubator (Memmert), krusibel porselen, desikator, corong kaca (Iwaki Pyrex), autoclave (HL 36Ae), labu ukur 25 dan 50 mL (Iwaki Pyrex), gelas ukur (Iwaki Pyrex), erlenmeyer (Iwaki Pyrex), gelas beker (Iwaki Pyrex), tabung reaksi (Iwaki Pyrex), batang pengaduk (Iwaki Pyrex), cawan petri (Iwaki Pyrex), kaca objek, jangka sorong (Mitutoyo), jarum ose, mikroskop (OlympusCX21), tip, mikropipet (Acura), kompor listrik, dan pembakar Bunsen.
Bahan uji pada penelitian ini adalah dengan minyak atsiri daun pala (M.
fragrans H. ) dari Lumukutan yang
diujikan pada jamur C. albicans. Aquades, aluminium foil, kertas saring, kertas sampul coklat, tissue (Multi), plastik tahan panas (Wayang). Ketokonazol, tween 20%, etanol 96%, spiritus, Media
Mueller-Hinton Agar (MHA) (Oxoid),
Standar Mc. Farland no. 0.5 (Merck), karbol kristal ungu, Lugol, safranin, dan larutan natrium klorida (NaCl) 0,9%
Jurnal Kesehatan Khatulistiwa. Volume 4. Nomor 1. Januari 2018 (Merck), alkohol, Media Sabouroud
Dextrosa Agar (SDA).
Pengambilan dan Persiapan Penelitian
Sampel yang berasal dari daun pala (M. fragrans H. ) segar yang berasal dari Lumukutan, terhadap daun pala (M.
fragrans H. ) segar dilakukan destilasi uap
selam 4 jam hingga diperoleh minyak atsiri.
Karakteristik Jamur Uji
Dilakukan uji konfirmasi terhadap jamur uji untuk memastikan spesies jamur uji merupakan C. albicans. Uji konfirmasi yang dilakukan yaitu pewarnaan Gram, kultur di medium Saboured Dextrose Agar (SDA).
Uji Aktivitas Antibakteri
Metode uji antifungi yang digunakan yaitu difusi cakram (Disk
diffusion test). Jamur uji C. albicans
dikultur medium MHA setelah itu diletakkan cakram yang telah direndam dalam larutan uji minyak atsiri daun pala (M. fragrans H.) dengan konsentrasi 10%, 25%, 50%, 75%, 100% dan kontrol positif
ketokonazol 30 µg/disk serta kontrol negatif (akuades). Cawan petri tersebut kemudian diinkubasi pada suhu 37 ○C selama 24 jam kemudian dilakukan pengukuran zona hambat yang terbentuk.
Analisis Data
Dari hasil penelitian yang diperoleh selanjutnya akan diuji normalitas dan variansi data (Uji Saphiro Wilk dan
Homogenity of Variance). Apabila terdapat
data berdistribusi dan bervariasi normal maka dilakukan uji one way analysis of
variance (ANOVA) dengan taraf
kepercayaan 95% untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh yang signifikan dari pemberian berbagai konsentrasi minyak atsiri buah pala (M. fragrans H. ) terhadap diameter zona hambat C. albicans.
Pada penelitian ini didapatkan bahwa uji normalitas dan varian data tidak memiliki data distribusi dan varian yang nrmal sehingga tidak memenuhi syarat untuk melanjutkan uji ANOVA, maka diganti dengan uji Kruskal-Wallis. Jika pada uji Kruskal- Wallis menghasilkan
Jurnal Kesehatan Khatulistiwa. Volume 4. Nomor 1. Januari 2018 nilai p < 0.05 langkah selanjutnya yaitu
melakukan analisis Post Hoc dari
Kruskal-Wallis adalah Mann-Whitney untuk mengetahui perbedaan secara signifikan dari satu data kelompok perlakuan minyak atsiri daun pala (M. fragrans H. ) dengan kelompok lain.36
HASIL
Isolat Peremajaan Candida albicans
Peremajaan isolat dengan suhu 37 o
C pada media Sabouraud dextrose agar (SDA) yang di inkubasi selama 24 jam menunjukkan adanya pertumbuhan koloni
C. albicans berwarna krem, yang terdapat
di permukaan media, mempunyai permukaan yang halus dan licin dan terdapat agak keriput dengan bau ragi yang khas. Berdasarkan hal tersebut sesuai dengan yang dilakukan oleh penelitian Yunihastuti yang menyatakan bahwa ciri-ciri tersebut menunjukkan adanya koloni
C. albicans.41
Pewarnaan gram didapatkan hasil mikroskopis berupa gambaran sel
berbentuk oval dengan pembentukan tunas untuk memperbanyak diri, dan spora jamur disebut blastospora atau sel ragi/sel khamir, serta terdapat adanya pseudohifa atau hifa semu yang merupakan rangkaian dari struktur blastospora yang dapat masuk ke dalam mukosa (invasif), dan juga memiliki warna ungu, dan hal ini sesuai dengan teori Greenwood dan Vandepitte yang telah dilakukan.38,40
Uji Aktivitas Antifungi
Uji aktivitas antifungi minyak atsiri daun pala menunjukkan adanya aktivitas terhadap pertumbuhan C. albicans dengan terbentuknya zona hambat di sekitar kertas cakram.
Kontrol positif pada penelitian ini menggunakan ketokonazol 30µg/disk. Pemilihan obat ketokonazol merupakan antibiotik lini pertama untuk infeksi jamur. Mekanisme kerja dari ketokonazol adalah bekerja dengan cara menghambat 14-α-dimetilase pada pemebntukan esgosterol membran jamur.43
Jurnal Kesehatan Khatulistiwa. Volume 4. Nomor 1. Januari 2018 Uji sensibilitas antibiotik yang
dilakukan saat uji pendahuluan menunjukkan hasil bahwa jamur uji masih sensitif terhadap ketokonazol dengan diameter zona hambat rata-rata 23.75 mm yang mana indikator sensitif antibiotik berdasarkan CLSI adalah > 18 mm.27
Kontrol negatif yang digunakan pada penelitian ini adalah akuades yang mana sifatnya tidak menghambat atau membunuh pertumbuhan jamur uji. Minyak atsiri daun pala (M. fragrans H.) memiliki aktivitas antifungi terhadap C.
albicans dengan membentuk adanya zona
hambat di media uji, rata-rata zona hambat terkecil yaitu 8.5 mm pada konsentrasi 10% dan zona hambat terbesar 23.75 mm pada konsentrasi 100%. Aktivitas antifungi dari minyak atsiri daun pala (M. fragrans
H.) diduga memiliki adanya kandungan
senyawa metabolit sekunder yang dapat menghambat pertumbuhan C. albicans.
Hasil dari uji Kruskal-Wallis
diperoleh nilai p = 0.000. Oleh karena itu, nilai p < 0.05 maka dapat diambil
kesimpulan bahwa paling tidak terdapat perbedaan antar kelompok uji pada setiap konsentrasi, untuk mengetahui kelompok uji yang mempunyai perbedaan maka dilakukan analisis post hoc. Analisis post
hoc dari uji Kruskal-Wallis adalah dengan
uji Mann-Whitney menunjukkan hasil dari konsentrasi 10%, 25% dan 50% terhadap kontrol positif memiliki nilai p < 0.05 menyatakan bahwa memiliki perbedaan yang bermakna sedangkan pada konsentrasi 75% dan 100% terhadap kontrol positif memiliki nilai p > 0.05 yang artinya tidak memiliki perbedaan bermakna. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hidayatul yang menyatakan bahwa perbedaan konsentrasi mempengaruhi zona hambat, semakin rendah konsentrasi maka semakin rendah diameter zona hambat dan sebaliknya.10 Pada penelitian yang dilakukan oleh Rastuti menunjukkan hasil statistik memiliki nilai p > 0.05 yang menyatakan bahwa memiliki konsentrasi efektivitas terhadap C. albicans.12
Jurnal Kesehatan Khatulistiwa. Volume 4. Nomor 1. Januari 2018
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini pada uji
Mann-Whitney dengan perbandingan konsentrasi
75% dan konsentrasi 100% terhadap kontrol positif memiliki nilai p > 0.05, sehingga minyak atsiri daun pala (M.
fragrans H.) pada konsentrasi 75% sudah
efektif sebagai antifungi terhadap C.
albicans.
Berdasarkan pada penelitian Hidayatul, bahwa minyak atsiri bawang merah (Allium ascalonicum) memiliki aktivitas antifungi terhadap C. albicans dengan zona hambat sebesar 18.5 mm pada konsentrasi 80%,10 sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Rastuti, menunjukkan hasil minyak atsiri daun pala
(M. fragrans H.) memiliki aktivitas anti
bakteri pada konsentrasi 3.125% dengan zona hambat sebesar 16.81 mm.12
Perbedaan dari penelitian ini terhadap penelitian yang dilakukan oleh Hidayatul adalah perbedaan dari bahan uji aktivitas antifungi dimana penelitian tersebut menggunakan minyak atsiri
bawang merah (Allium ascalonicum), sedangkan pada penelitian Rastuti terhadap penelitian ini memiliki perbedaan konsentrasi dan isolat yang digunakan.
Minyak atsiri daun pala (M.
fragrans H.) memiliki 32 komponen kimia
dan 5 komponen kimia terbesar adalah
α-pinene, sabinene, 4-terpineol, myristicin,
dan limonene. Senyawa α-pinene,
sabinene, 4-terpineol, dan limonene
merupakan golongan dari senyawa terpenoid, sedangkan myristicin sebagai
aromatic eter.13
Terpenoid merupakan salah satu senyawa organik yang tersebar di alam, serta senyawa utama pada tumbuhan yang menyusun minyak atsiri. Terpenoid mempunyai manfaat sebagai obat tradisional, antibakteri, antifungi, dan gangguan kesehatan. Beberapa hasil dari penelitian menyatakan bahwa senyawa terpenoid dapat menghambat pertumbuhan dengan mengganggu proses terbentuknya membran atau dinding sel.44
Jurnal Kesehatan Khatulistiwa. Volume 4. Nomor 1. Januari 2018 Menurut Nurjdanah (2007),
minyak atsiri dalam daging buah pala (M.
fragrans H.) mengandung komponen myristicin monoterpan yang dapat menimbulkan rasa ngantuk, selain itu dapat membunuh serangga (insektisidal), antijamur (fungisidal), dan antibakteri.5
Menurut Jukic et al (2006)
myristicin dan elimicin yang merupakan
golongan aromatik eter mempunyai efek intoksikasi terhadap manusia dan jamur bila penggunaan minyak dalam jumlah yang banyak.6 Okukpe et al (2012) komposisi kimia dari buah pala (M.
fragrans H. ) yaitu flavanoid 1,37%, oxalate 22,14 mg, saponine 49,32%, alkaloid 8,24% dan phytate 16,00%,
adanya menunjukan aktivitas antifungi.7 Menurut Ginting (2013) melaporkan bahwa ekstrak metanol daun pala (M. fragrans H. ) mengandung senyawa flavonoid, alkaloid, terpenoid, dan tanin, sedangkan senyawa flavonoid terkandung dalam ekstrak etil asetat. 8
KESIMPULAN
Minyak atsiri daun pala (M. fragrans H.) memiliki aktivitas antifungi terhadap C.
albicans secara in vitro. Minyak atsiri
daun pala (M. fragrans H.) memiliki zona hambat yang berbeda-beda dari berbagai konsentrasi. Pada konsentrasi 10% (8.5 mm), konsentrasi 25% (16 mm), konsentrasi 50% (17 mm), konsentrasi 75% (19 mm), dan konsentrasi 100% (23.75mm). Minyak atsiri daun pala (M.
fragrans H.) pada uji Mann-Whitney
dengan konsentrasi 75% memiliki nilai p > 0.05 efektif sebagai antifungi terhadap C.
albicans.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kumalasari E, Sulistyani N. Aktivitas antifungi ekstrak etanol batang binahong (Anredera cordifolia (tenore) steen.) Terhadap candida albicans serta skrining fitokimia. Pharmaciana. 2013; 1(2).
2. Kumamoto CA, Vinces MD. Alternative Candida albicans lifestyles: growth on surfaces. Annu rev microbiol. 2005; 59: 113– 133.
3. Setiati S, Alwi I, Sudoyo WA, Setiyohadi B, Marcellus SK, Syam FA. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid i. Edisi vi. Jakarta: pusat penerbit ilmu penyakit dalam; 2014.
4. Darmanta AY. Angka kejadian lesi yang diduga sebagai stomatitis aftosa rekuren pada mahasiwa program studi kedokteran gigi fakultas kedokteran universitas sam ratulangi. E-gigi. 2013; 1(2).
5. Nurdjannah N. Teknologi pengolahan pala. Balai besar penelit dan pengemb pasca panen
Jurnal Kesehatan Khatulistiwa. Volume 4. Nomor 1. Januari 2018
pertan balai penelit dan pengemb pertan dep pertan bogor. 2007.
6. Jukić M, Politeo O, Miloš M. Chemical composition and antioxidant effect of free volatile aglycones from nutmeg (Myristica fragrans Houtt.) compared to its essential oil. croat chem acta. 2006; 79(2): 209–214. 7. Okukpe KM, Adeloye MA, Alli OI, Adeyina
OA, Annongu AA. Investigation of
phytohormonal potential of some selected tropical plants. Res j med plants. 2012; 6(6): 425–432.
8. Ginting B. Prosiding seminar nasional kimia 2013. Univ sumat utara. 2013.
9. Tuasikal M, others. Daya hambat infusa daging buah pala (Myristica fragrans Houtt)
terhadap pertumbuhan candida albicans
penyebab sariawan. Skripsi. 2016.
10. Hidayatullah M. Uji daya antifungi minyak atsiri bawang merah (Allium ascalonicum) terhadap Candida albicans atcc 10231 secara in vitro. Universitas muhammadiyah surakarta; 2012.
11. Tanjong A. Pengaruh konsentrasi ekstrak kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa l) terhadap koloni Candida albicans yang terdapat pada plat gigitiruan. 2012.
12. Rastuti U, Widyaningsih S, Kartika D, Ningsih DR. Aktivitas antibakteri minyak atsiri daun pala dari Banyumas terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli serta identifikasi senyawa penyusunnya. molekul. 2013; 8(2): 197–203.
13. Mahes P, Manjoosha S, Soni DK, Anil K, Tewari SK. International journal of pharmcy and life sciences composition and anti-microbial activity of essential oil of Myristica fragrans from adaman nicobar island. research article. 2011; 2(10).
14. Singh G, Marimuthu P, Heluani CS de, Catalan C. Antimicrobial and antioxidant potentials of essential oil and acetone extract of Myristica fragrans Houtt.(aril part). j food sci. 2005; 70(2).
15. Anggara ED, Suhartanti D, Mursyidi A. Uji aktivitas antifungi fraksi etanol infusa daun kepel (Stelechocarpus burahol, hook f&th.) terhadap candida albicans. in: prosiding seminar nasional & internasional. 2014. 16. Coleman JJ, Okoli I, Tegos GP, Holson EB,
Wagner FF, Hamblin MR, et al.
Characterization of plant-derived saponin natural products against Candida albicans. acs chem biol. 2010; 5(3): 321–332.
17. Tadeusz A. Alkaloids-secrets of life. alkaloid chem biol ecol appl ecol role prim ed elservier neth. 2007; 1–2.
18. Adelberg’s JM. Mikrobiologi kedokteran. edisi 23. jkt egc. 2005.
19. Annaissie EJ. The changing epidemiology of
Candida infection. httpwww medscape
comviewprogram7208pnt. 2007; 31:2–6. 20. Melnick J, Brooks GF, Carroll KC, Butel JS,
others. Medical microbiology. the mcgraw-hill companies; 2007.
21. Tjampakasari CR. Karakteristik Candida albicans. staf pengajar bagian mikrobiol fak kedokt univ indones. 2006.
22. Rochani N. uji aktivitas antijamur ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia (tenore) steen) terhadap Candida albicans serta skrining fitokimianya. univerversitas muhammadiyah surakarta; 2009.
23. Kurniawan JA. Uji aktivitas antijamur ekstrak
rimpang binahong (Anredera cordifolia
(tenore) steen) terhadap jamur Candida
albicans serta skrining fitokimianya.
univerversitas muhammadiyah surakarta; 2009. 24. Simatupang MM. Candida albicans. medan fk
usu. 2009.
25. Gan Gunawan S, others. Farmakologi dan terapi edisi 5. jkt dep farmakol dan ter fak kedokt univ indones. 2012.
26. Dorland WAN, Mahode AA. Kamus saku kedokteran dorland. elsevier (singapore); 2012. 27. Reller LB, Weinstein M, Jorgensen JH, Ferraro MJ. Antimicrobial susceptibility testing: a review of general principles and contemporary practices. clin infect dis. 2009; 49(11): 1749– 1755.
28. KL BRT. In-vitro susceptibility testing by agar dilution method to determine the minimum inhibitory concentrations of amphotericin B, fluconazole and ketoconazole against ocular fungal isolates. 2007.
29. Reiss E, Shadomy HJ, Lyon GM. Fundamental medical mycology. johnwiley & sons; 2011. 30. Alborzi A, Moeini M, Haddadi P. Antifungal
susceptibility of the Aspergillus species by etest and clsi reference methods. arch iran med. 2012; 15(7): 429.
31. Doughari JH, Obidah JS. Antibacterial potentials of stem bark extracts of leptadenia lancifolia against some pathogenic bacteria. pharmacologyonline. 2008; 3: 172–180.
32. Control C for D, Prevention, others.
Laboratory methods for the diagnosis of Vibrio cholerae. atlanta georgie cdc. 2013.
33. Pelczar, J. M. dan Chan, E. C. S. Dasar-dasar mikrobiologi jilid 2. Jakarta: Universitas Indonesia (Ui Press). 2005.
34. Waluyo L. Mikrobiologi umum. umm malang.
2007. Ardiansyah. Antimikroba dari
tumbuhan. 2005 [cited 2017 Des 22]; Available from http://www.beritaiptek.com. 35. Ardiansyah. Antimikroba dari tumbuhan. 2005
[cited 2017 Des 22]; Available from http://www.beritaiptek.com.
Jurnal Kesehatan Khatulistiwa. Volume 4. Nomor 1. Januari 2018
36. Dahlan. S. M. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Salemba medika. Jakarta. 2011. 37. Machmud M. Teknik penyimpanan dan
pemeliharaan mikroba. Bul agrobio.
2001;4(1):24.
38. Greenwood D, Slack R, Peutherer J, et al. Medical microbiologi a guide to microbial infection: pathonesis, immunity, laboratory diagnosis and control. Churchill livingstone elsevier. Edinburgh. 2007:60, 596, 602-4,614-16.
39. Bhavan PS, Rajkumar R, Radhakrishnan S. Culture and identification of Candida albicans from vaginal ulcer and separatian of enolase on
sds-page. International journal of
microbiology. Ccse. Coimbatore. 2010:84-93. 40. Vandepitte J, Verhaegen J, Engbaek K, et al.
2nd ed. World health organization. Geneva. 2003:61, 76, 144-150.
41. Yunihastuti E, Djauzi S, Djoerban Z. Infeksi oportusnistik pada aids. Pokdisus aids pdpai. Balai penerbit FUKUI. Jakarta. 2005:16-20. 42. Paul ME, Shearer WT. Evalutian of the
immunodeficient patient. Dalam: fleisher ta,
shearer wt, schroeder hw jr. Clinical
immunology principles and practise 3th ed. Mosby elsevier. Philadelphia. 2008:463-91. 43. Suyoso S. Pedoman diagnosis dan terapi ilmu
penyakit kulit dan kelamin. Surabaya RSUD Dr Soetomo Hlm. 2004;81–92.
44. Markham KR. Cara mengidentifikasi
terpenoid. Indonesia medicus veterinus. 2012; 1(3).