• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI PENYAKIT PADA DUA JENIS SEMAI DIPTEROKARPA DI PERSEMAIAN PT INHUTANI I LONG NAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IDENTIFIKASI PENYAKIT PADA DUA JENIS SEMAI DIPTEROKARPA DI PERSEMAIAN PT INHUTANI I LONG NAH"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

SEMAI DIPTEROKARPA DI PERSEMAIAN

PT INHUTANI I LONG NAH

Identification of Diseases on Seedlings of Two Dipterocarps

Species at Nursery of PT Inhutani I Long Nah

Emi Malaysia1), Djumali Mardji2) dan Ch. Soeyamto2)

Abstract. Diseases on Damar Siput (Shorea faguetiana) and Meranti Luang (S. sagittata) derived from stumps and cuttings at nursery of PT Inhutani I Long Nah were identified. Results of this research showed that defoliating insects grasshoppers Atractomorpha psittacana and Oxya chinensis attacked the two seedling species. Leaf spot diseases caused by fungi Ascochyta sp. and Sphaeropsis sp. occurred in the two seedling species, while Marssonina sp. damaged Meranti Luang seedlings. The fungi Gloesporium sp. attacked Damar Siput, leaf blight disease caused by fungi Colletotrichum sp. occurred in the two seedling species, while Pestalolia sp. attacked Meranti Luang seedlings. Stem canker disease caused by Cytospora sp. occurred in Meranti Luang seedlings. The highest rate of incidence of disease occurred in stumps and cuttings of Meranti Luang, they were 15.00 and 16.40 % with the severity were 4.95 and 5.35 %, respectively. The lowest rate of incidence of disease on stumps and cuttings of Damar Siput was 13.80 and 14.80 %, respectively with the severity was 4.15 and 4.30 %, respectively. The two seedlings species were categorized as low damage. The potentially dangerous leaf defoliating insects were Atractomorpha psittacana and Oxya chinensis. The potentially dangerous diseases were leaf spot caused by Ascochyta sp. and Sphaeropsis sp., leaf blight by Colletotrichum sp. and also stem canker by Cytospora sp. Seedlings of Meranti Luang and Damar Siput had the same resistant against diseases.

Kata kunci: cabutan, setek, patogen, penyakit, frekuensi, intensitas.

Jenis-jenis dari suku Dipterocarpaceae adalah jenis tanaman asli Kalimantan yang mempunyai banyak kegunaan dan bernilai ekonomi tinggi, merupakan jenis yang dipilih untuk ditanam dalam pembangunan hutan tanaman, tetapi informasi tentang penyakit yang pada biji, anakan atau bibit dan pohon relatif masih kurang. Menurut Alrasyid dkk. (1991), biji jenis-jenis Dipterocarpaceae diserang hama, antara lain dari jenis Poecillips spp., Nanopyes spp. dan Alcidodes spp. Okochi dan Fathiah (1994) melaporkan mengenai hama yang memakan daun tanaman dari jenis-jenis

_________________________________________________________________________________

1) Politeknik Pertanian Negeri Samarinda

2) Laboratorium Perlindungan Hutan Fakultas Kehutanan Unmul, Samarinda

(2)

JURNAL KEHUTANAN UNMUL 1 (2), OKTOBER 2005 111

Dipterocarpaceae di persemaian dan tanaman percobaan di Bukit Soeharto, tetapi sulit diidentifikasi sampai ke spesies sehingga kebanyakan hanya sampai famili. Dari cara penyerangannya, maka ada 2 tipe serangga pemakan daun yaitu: tipe I ditemukan pada daun muda dari hampir semua jenis Dipterocarpaceae di persemaian dan tipe II ditemukan pada daun muda dan tua dari jenis-jenis Shorea

spp. di persemaian. Menurut Winada (1996), belalang dari jenis Locusta migratoria manilensis adalah yang paling dominan menyerang daun tanaman muda S. leprosula, S. johorensis dan S. parvifolia di PT Kiani Hutani Lestari Batu Ampar (Kalimantan Timur). Anggraeni dan Suharti (1996) dalam Rahayu (1999) mengemukakan, bahwa semai S. leprosula sering diserang jamur patogen bercak daun, selanjutnya menurut Rahayu (1999), penyakit tumor sering ditemukan pada jenis ini, baik di persemaian, kebun pangkas maupun di pertanaman, yang mana penyakit ini disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh vektor yang berupa serangga suku Arachnidea.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kehadiran penyakit serta potensi serangannya pada semai dua jenis Dipterocarpaceae yang berbeda, yang mana bahan semai tersebut adalah dari cabutan dan setek dengan mempertimbangkan parameter-parameter sebagai berikut: i) gejala serangan, yaitu: adanya lubang pada daun, daun sebagian atau seluruhnya habis dimakan oleh hama, batang berlubang, bercak daun, hawar/busuk daun, busuk batang, mati pucuk dan gejala lainnya, ii) tanda serangan, yaitu: adanya telur, larva, imago, kotoran, cairan, sarang, miselium, haustorium, basidium, tubuh buah, spora, konidia dan lain sebagainya, iii) frekuensi dan intensitas serangan sehingga diketahui banyaknya semai yang terserang dan berat ringannya serangan, iv) patogen yang paling merusak sehingga menjadi ancaman yang serius di masa yang akan datang, v) ketahahanan jenis dan bahan semai (cabutan dan setek) terhadap penyakit dan vi) penyebaran penyakit pada jenis semai yang diteliti sehingga dapat diketahui apakah penyakit pada satu jenis semai sama dengan atau dapat menyerang jenis semai lainnya.

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan data dan informasi mengenai penyakit pada semai jenis-jenis Dipterocarpaceae di persemaian sehingga dapat diambil langkah-langkah yang tepat untuk usaha pencegahan dan pemberantasannya, agar dari persemaian dapat diperoleh bibit yang sehat. Selain itu dapat dijadikan sebagai salah satu bahan pertimbangan untuk pemilihan jenis yang akan dikembangkan secara luas di persemaian dan relatif aman dari gangguan penyakit walaupun dicampur dengan jenis semai Dipterocarpaceae lain pada satu lokasi persemaian.

METODE PENELITIAN

Penelitian di persemaian PT Inhutani I Administratur Long Nah dilakukan pada 21 Juli sampai 3 Agustus 2000 dan penelitian di Laboratorium Perlindungan Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman Samarinda pada 5 Agustus sampai 31 Desember 2000. Semai-semai yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis Damar Siput dan Meranti Luang siap tanam berumur sekitar 6 bulan yang berasal dari cabutan dari hutan alam dan setek dari kebun pangkas. Jumlah semai yang dijadikan sampel adalah 1000 semai untuk masing-masing jenis, yang terdiri

(3)

dari 5 ulangan, setiap ulangan menggunakan 200 semai. Jadi jumlah semai keseluruhan adalah 2000 semai.

Identifikasi gejala (symptom) dilakukan dengan cara melihat perubahan fisik yang ditimbulkan oleh semai, seperti adanya daun berlubang, daun sebagian atau seluruhnya habis dimakan, pucuk terpotong, batang berlubang, bercak daun, busuk daun, mati pucuk dan sebagainya. Untuk mengetahui jenis hama yang menyerang digunakan metode identifikasi seperti yang dilakukan Mardji (1996) yaitu penentuan langsung di persemaian untuk jenis-jenis hama yang telah benar-benar diketahui, sedangkan untuk jenis-jenis yang belum diketahui atau meragukan, maka hama yang ditemukan dikumpulkan di dalam botol berisi alkohol 70 % dan dibawa ke Laboratorium Perlindungan Hutan Fahutan Unmul. Untuk mengetahui patogen(penyebab penyakit) yang menyerang, maka bagian yang terserang diambil sebagian, dimasukan ke dalam kantong plastik dan dibawa ke Laboratorium Perlindungan Hutan Fahutan Unmul untuk diidentifikasi.

Identifikasi tanda (sign) dilakukan dengan cara melihat tanda serangga hama seperti telur, larva, imago, kotoran, cairan, sarang dan lain sebagainya, sedangkan tanda serangan mikroorganisme misalnya miselium, haustorium, basidium, tubuh buah, spora, konidia dan lain sebagainya. Mikroorganisme diidentifikasi di Laboratorium Perlindungan Hutan Fahutan Unmul. Jumlah semai yang sehat, terserang patogen serta kombinasinya dicatat pada tally sheet.

Untuk menentukan berat ringannya serangan, maka ditentukan berdasarkan gejala yang ditunjukkan oleh semai dan diberi nilai (skor) menurut de Guzman (1985), Singh dan Mishra (1992) yang dimodifikasi seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Cara Menentukan Nilai (Skor) Serangan Patogen pada Setiap Semai

Gejala pada semai Skor

Sehat (tidak ada gejala serangan atau ada serangan pada daun tetapi sangat sedikit dibandingkan dengan luas daun seluruhnya) ……….…..… 0 Terserang ringan (jumlah daun yang terserang dan jumlah serangan pada masing-masing daun yang terserang sedikit atau daun rontok atau klorosis sedikit atau semai tampak sehat tetapi ada gejala lain seperti lubang gerek atau kanker batang atau mati pucuk sebagian kecil) ……… Terserang sedang (jumlah daun yang terserang dan jumlah serangan pada masing-masing daun yang terserang agak banyak atau daun ronrtok atau klorosis agak banyak atau disertai dengan gejala lain seperti lubang gerek atau kanker batang atau mati pucuk sebagian besar) …....……….. Terserang berat (jumlah daun yang terserang dan jumlah serangan pada masing-masing daun yang terserang banyak atau rontok atau klorosis banyak atau disertai dengan gejala lain seperti lubang gerek atau kanker batang atau pucuk patah atau putus……….………… Mati (seluruh layu atau rontok atau tidak ada tanda-tanda kehidupan) ……….…

1

2

3 4

Untuk mengetahui keadaan lingkungan di lokasi penelitian, maka dilakukan pengambilan data sekunder, yaitu: temperatur dan kelembapan udara serta curah hujan.

Identifikasi jenis serangga yang menyebabkan kerusakan di persemaian dilakukan dengan cara membandingkan bentuk-bentuk tubuh serangga dengan literatur dan koleksi yang ada.

(4)

JURNAL KEHUTANAN UNMUL 1 (2), OKTOBER 2005 113

Identifikasi jenis mikroorganisme dilakukan dengan cara memeriksa patogen menggunakan mikroskop, di mana patogen tersebut diambil dari bagian semai yang sakit. Bila belum dapat ditemukan patogennya, maka daun atau batang yang sakit tersebut diinkubasi di dalam cawan Petri dengan menggunakan media yeast extract agar (YEGA) yang dibuat dari yeast extract 10 g, tepung agar-agar 20 g, glucose 15 g dan air suling 1000 ml. Semua bahan dicampur dan diaduk sampai larut kemudian disterilkan dengan metode tyndalization, yaitu dikukus selama 25 menit setelah air di dalam kukusan mendidih dan diulang sebanyak 3 kali berturut-turut pada hari yang berbeda.

Biakan murni dibuat sebagai berikut: bagian tanamaan yang sakit dipotong-potong dengan ukuran 0,5 cm x 0,5 cm dan tebalnya tergantung dari tebal spesimennya, disterilkan dengan chlorox 5,25 % selama 3 menit, dicuci dengan air suling selama 3 menit kemudian sebanyak lima potongan dimasukkan ke dalam cawan Petri yang telah terisi media YEGA dan diatur dengan jarak yang sama. Semua pekerjaan tersebut dilakasanakan pada keadaan steril dengan menggunakan glove box. Pada cawan Petri diberi label yang bertuliskan tanaman inang, asal tanaman inang dan tanggal isolasi. Kemudian cawan Petri diletakkan di dalam inkubator pada temperatur 26o C. Bila terjadi pertumbuhan lebih dari satu jenis mikroorganisme yang tumbuh diperiksa dengan mikroskop dan diidentifikasi dengan cara membandingkan mikroorganisme yang ditemukan dengan literatur yang ada, yaitu dengan melihat bentuk, warna dan ukuran spora serta alat vegetatifnya.

Penelitian ini dirancang secara faktorial dengan pola rancangan acak lengkap (RAL). Faktor-faktor terdiri dari faktor jenis semai dan bahan semai. Faktor jenis semai (A) yaitu: A1 = Damar Siput, A2 = Meranti Luang. Faktor bahan semai (B) yaitu: B1 = Cabutan, B2 = setek. Faktor-faktor tersebut dikombinasikan sehingga terdapat empat kombinasi yang merupakan perlakuan dalam penelitian ini Yaitu : A1B1 = Damar Siput dari cabutan, A1B2 = Damar Siput dari setek, A2B1 = Meranti Luang dari cabutan, A2B2 = Meranti Luang dari setek. Setiap perlakuan diulang sebanyak lima kali, sehingga seluruhnya terdapat 20 perlakuan, masing-masing perlakuan menggunakan 100 semai, sehingga jumlah seluruhnya adalah 2000 semai.

Untuk mengetahui frekuensi serangan (F), maka dihitung dengan menggunakan rumus menurut James (1974), yaitu : F = (Jumlah semai yang terserang dan yang mati) : (Jumlah seluruh semai sampel) x 100%.

Intensitas serangan (I) dihitung dengan rumus de Guzman (1985), Singh dan Mishra (1992) yang dimodifikasi sebagai berikut :

I = (X1Y1 + X2Y2 + X3Y3 + X4Y4): (XY4) x 100%. X = Jumlah seluruh semai. X1 sampai X4 = Jumlah semai yang terserang ringan (skor 1 ) sampai yang mati (skor 4 ). Y1 sampai Y4 = Skor untuk semai yang terserang ringan sampai mati (1 sampai 4 ).

Setelah diperoleh nilai intensitas serangan tersebut di atas, maka kemudian ditentukan kondisi semai di persemaian untuk mengetahui seberapa besar akibat yang ditimbulkan oleh serangan patogen. Cara menentukan kondisi semai akibat serangan patogen dapat dilihat pada Tabel 2.

(5)

Tabel 2. Cara Menentukan Kondisi Semai Akibat Serangan Patogen

Intensitas serangan (%) Kondisi semai 0 – 1 > 1 – 25 > 25 – 50 > 50 – 75 > 75 – 100 Sehat Rusak ringan Rusak sedang Rusak berat Rusak sangat berat

Nilai frekuensi dan intensitas serangan kemudian diuji dengan menggunakan uji F dan uji lanjutannya untuk mengetahui pengaruh perbedaan perlakuan terhadap frekuensi dan intensitas serangan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penyebab Penyakit dari Jenis Hewan (Hama)

Hasil pengamatan mengenai jenis hama pada semai Damar Siput (Shorea faguetiana) dan Meranti Luang (S. sagittata) yang berasal dari cabutan dan setek dipersemaian PT Inhutani I Long Nah dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jenis Hama di Persemaian PT Inhutani I Long Nah

Jenis semai

Bahan semai

Jenis hama Keterangan

Damar Siput

Cabutan Setek

Belalang Atractomorpha psittacana dan Oxyyachinensis

Belalang A. psittacana dan O. chinensis

Pemakan daun Pemakan daun Meranti Luang Cabutan Setek

Belalang A. psittacana dan O. chinensis

Belalang A. psittacana dan O. chinensis

Pemakan daun Pemakan daun

Pada tabel tersebut dapat dilihat, bahwa hama yang menyerang adalah hama pemakan daun. Gejala serangan hama pemakan daun dapat diketahui dengan adanya daun yang berlubang-lubang, ada bagian daun dan tulang daun baik primer maupun sekunder dimakan sehingga daun tinggal setengah atau sepertiga.

Pada saat pengamatan, hama yang ditemukan adalah berupa serangga dewasa (imago) dari jenis belalang yang mengalami metamorfosis sederhana. Selain itu ditemukan ulat (larva) dari jenis ulat kilan yang mengalami metamorfosis sempurna dengan bentuk larva eruciform yaitu tubuh ramping, mempunyai 3 pasang kaki pada dada (thorax) dan kaki palsu pada abdomen.

Serangan hama pemakan daun tidak ada yang menyebabkan kematian pada kedua jenis semai tersebut, karena semai-semai yang daunnya terserang dapat membentuk daun yang baru, tetapi dengan rusaknya daun atau hilangnya daun, maka pertumbuhan semai dapat terganggu karena bagian daun yang berfungsi untuk melaksanakan fotosintesis menjadi berkurang.

Hama pemakan daun yang dapat menjadi ancaman serius adalah

A.psittacana dan O. chinensis, sebab kedua jenis belalang ini dapat menyerang semai jenis Damar Siput dan Meranti Luang, jadi kedua jenis belalang ini mempunyai tanaman inang lebih dari satu, hal ini dapat menyulitkan dalam

(6)

JURNAL KEHUTANAN UNMUL 1 (2), OKTOBER 2005 115

pemberantasan bila terjadi serangan. Sesuai dengan pendapat Suratmo (1974), bahwa serangga yang hanya mempunyai satu tanaman inang akan mudah dalam pemberantasannya dengan jalan menebang atau meniadakan tanaman inang tersebut dalam jangka waktu tertentu, tetapi serangga-serangga hutan yang merugikan biasanya mempunyai tanaman inang lebih dari satu. Selain itu kedua jenis belalang ini pada saat pengamatan jumlahnya relatif paling banyak, hal ini dapat disebabkan antara lain oleh kondisi lingkungan yang sesuai atau mendukung dan terdapat makanan yang berlimpah berupa semai.

Penyebab Penyakit dari Jenis Mikrooganisme (Jamur)

Hasil pengamatan mengenai penyakit yang disebabkan oleh jamur pada semai Damar Siput dan Meranti Luang yang bahan semainya dari cabutan dan setek di persemaian PT Inhutani I Long Nah ditampilkan pada Tabel 4. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa penyakit-penyakit yang ditemukan disebabkan oleh 7 jenis jamur. Penyakit yang ditemukan adalah sebagai berikut:

a. Bercak daun (leaf spot). Dari hasil pengamatan yang dapat menjadi ancaman serius adalah penyakit bercak daun yang disebabkan oleh Ascochyta sp. dan

Sphaeropsis sp., karena dapat menyerang semai jenis Damar Siput dan Meranti Luang. Hal ini menunjukkan bahwa jamur-jamur ini mempunyai inang lebih dari satu, sehingga dapat menyulitkan dalam pemberantasan. Untuk patogen yang lainya perlu juga diantisipasi sejak dini dengan pengawasan yang intensif agar tidak menimbulkan kerusakan yang dapat mengganggu pertumbuhan semai.

Tabel 4. Penyakit yang Disebabkan oleh Jamur di Persemaian PT Inhutani I Long Nah

Jenis semai Bahan semai Penyakit Patogen Damar Siput

Cabutan Bercak daun Hawar daun

Ascochyta sp., Sphaeropsis sp. dan Gloeospororium sp.

Colletotrichum sp.

Setek Bercak daun Hawar daun

Ascochyta sp., Sphaeropsis sp.dan Gloeospororium sp.

Colletotrichum sp.

Meranti Luang

Cabutan Bercak daun Hawar daun Kanker batang

Ascochyta sp, Sphaeropsis sp.dan Marssonina sp.

Colletotrichum spdan Pestalotia sp.

Cytospora sp.

Setek Bercak daun Hawar daun Kanker batang

Ascochyta sp., Sphaeropsis sp.dan Marssonina sp.

Colletotrichum sp. dan Pestalotia sp.

Cytospora sp.

b. Hawar/busuk daun (leaf blight). Dari hasil pengamatan, patogen yang dapat menjadi ancaman serius sebagai penyebab penyakit hawar daun adalah

Colletotrichun sp., sebab dapat menyerang semai Damar Siput dan Meranti Luang. Hal ini menunjukkan bahwa kedua jenis jamur mempunyai inang lebih dari satu, sehingga dapat menyulitkan dalam pemberantasan.

c. Kanker batang (stem canker). Dari hasil pengamatan patogen yang dapat menjadi ancaman sebagai penyebab penyakit kanker batang adalah Cytospora sp., sebab dapat menyerang semai Meranti Luang. Untuk patogen yang lain perlu juga diantisipasi sejak dini dengan pengamatan yang intensif.

(7)

Pada saat pengamatan penyakit bercak dan hawar daun tidak ada yang menyebabkan kematian kedua jenis semai yang diteliti, karena semai-semai yang daunnya terserang tersebut dapat membentuk daun baru namun kerusakan daun semai tersebut dapat mengganggu pertumbuhan semai karena mempengaruhi proses fotosintesis.

Penyakit kanker batang yang ditemukan menyerang semai jenis Meranti Luang yang bahan semainya dari cabutan dan setek perlu mendapat perhatian, karena bila semai-semai ini terus-menerus dalam keadaan rentan terhadap serangan, maka penyakit kanker akan terbawa sampai semai-semai tersebut ditanam ke lapangan, bila di lapangan keadaan semai dan keadaan lingkungan tidak mendukung untuk pertumbuhan semai tetapi sesuai untuk perkembangan penyakit kanker, maka pertumbuhan semai akan semakin jelek dan bahkan bisa mati.

Kondisi Semai

Data hasil pengamatan semai yang terserang hama, jamur dan kombinasinya di persemaian PT Inhutani I Long Nah dapat dilihat pada Tabel 5. Pada tabel tersebut diperlihatkan bahwa bervariasinya jumlah Damar Siput dan Meranti Luang yang bahan semainya dari cabutan dan setek yang terserang hama, jamur dan kombinasinya, baik jumlah yang terserang ringan, terserang sedang, terserang berat maupun yang mengalami kematian menunjukan bahwa setiap jenis semai mempunyai daya tahan yang berbeda terhadap serangan patogen. Jumlah semai yang sehat dan yang sakit (terserang) baik oleh hama, jamur maupun kombinasinya daapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 5. Jumlah Semai Sehat dan Terserang Hama (H), Jamur (J) serta Kombinasinya (HJ) di Persemaian PT Inhutani I Long Nah

Semai Damar Siput Penyebab

kerusakan

Dari cabutan Dari setek

Sehat Terserang Jlh Sehat Terserang Jlh

R S B M R S B M -- H J HJ 431 - - - - 17 21 19 - 5 3 3 - - - - - - - 1 431 22 24 23 426 - - - - 16 28 20 - 1 6 2 - - - - - - - 1 426 17 34 23 Jumlah 431 57 11 - 1 500 426 64 9 - 1 500

Semai Meranti Luang -- H J HJ 425 - - - - 18 21 16 - 7 6 4 - - - 2 - - - 1 425 25 27 23 418 - - - - 14 29 20 - 4 7 4 - - - 2 - - - 2 418 18 36 28 Jumlah 425 55 17 2 1 500 418 63 15 2 2 500

Jumlah semai yang sakit di persemaian PT Inhutani I Long Nah, baik semai Damar Siput dan Meranti Luang dari cabutan maupun setek lebih sedikit daripada jumlah semai yang sehat (Tabel 6). Banyaknya jumlah semai yang sehat tidak terlepas dari perawatan yang intensif pada semai, baik yang berasal dari cabutan

(8)

JURNAL KEHUTANAN UNMUL 1 (2), OKTOBER 2005 117

maupun setek, antara lain pemberian pupuk secara teratur sesuai dengan jadwal yang ditetapkan penyiangan terhadap rumput-rumput yang mengganggu dan penyiraman yang teratur sesuai dengan keperluan serta adanya pengawasan dan pencegahan terhadap serangan patogen. Menurut Mardji (1996), di dalam kondisi ekologi yang normal, populasi hama tidak membahayakan, karena potensi biotiknya dihambat oleh faktor lingkungan, sehingga tidak terjadi epidemi. Rukmana dan Saputra (1997) menyatakan, bahwa populasi hama sifatnya dinamis, bisa naik dan bisa turun atau tetap seimbang, tergantung keadaan lingkungan. Bila komdisi lingkungan cocok, populasi hama berkembang pesat. Adapun faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap perkembangan hama antara lain adalah faktor iklim yang meliputi temperatur dan kelembapan udara, curah hujan serta cahaya. Menurut Manion (1981), perkembangan penyakit pada suatu tumbuhan dipengaruhi oleh banyak faktor, dalam hal ini terdapat interaksi antara tumbuhan, faktor lingkungan dan patogen dan menurut Mardji (1996), faktor lingkungan dapat mempengaruhi perkembangan penyakit, yang mana faktor lingkungan memberikan pengaruh terhadap patogen sebelum dan sesudah menginfeksi tumbuhan; ketahanan dan kerentanan tumbuhan terhadap serangan bukan merupakan hal yang tetap, melainkan dapat berubah sebagai akibat dari pengaruh faktor lingkungan.

Tabel 6. Jumlah Semai Sehat dan yang Sakit di Persemaian PT Inhutani I Long Nah (Angka di dalam Tanda Kurung adalah Frekuensi Serangan dalam %)

Frekuensi dan Intensitas Serangan

Hasil perhitungan frekuensi dan intensitas serangan hama, jamur dan kombinasinya ditampilkan pada Tabel 7. Pada tabel tersebut terlihat, bahwa frekuensi dan intensitas serangan hama pemakan daun di persemaian PT Inhutani I Long Nah pada semai Damar Siput dan Meranti Luang yang bahan semainya dari cabutan dan setek bervariasi dan termasuk ke dalam kategori sehat sampai terserang ringan. Frekuensi dan intensitas penyakit bercak daun pada semai Damar Siput dan Meranti Luang yang bahan semainya dari cabutan dan setek lebih tinggi daripada penyakit lain, tetapi masih dalam kriteria serangan ringan. Berdasarkan hasil ini, maka hama pemakan daun dan penyakit bercak daun dapat menjadi ancaman yang serius pada kedua semai yang diteliti bila tidak ada pengawasan yang intensif sejak dini, demikian juga terhadap penyakit yang lain agar tidak berkembang menjadi penyakit yang menimbulkan kerusakan berat pada semai. Pada Tabel 7 juga terlihat, bahwa frekuensi dan intensitas serangan hama, jamur dan kombinasinya pada semai Meranti Luang yang bahan semainya dari cabutan dan setek lebih tinggi daripada semai Damar Siput. Perbedaan ini dapat berkaitan dengan sifat genetik semai karena setiap jenis semai mempunyai ketahanan yang berbeda bila diserang suatu jenis patogen, namun demikian ketahanan tersebut

Jenis semai Bahan semai Jumlah semai sehat Jumlah semai sakit Damar Siput Meranti Luang Cabutan Setek Cabutan Setek 431 (86,2) 426 (85,2) 425 (85,0) 418 (83,6) 69 (13,8) 74 (14,8) 75 (15,0) 82 (16,4)

(9)

dapat berubah. Seperti dikemukakan oleh Manion (1981), bahwa beratnya serangan patogen ditentukan oleh ketahanan tanaman, jumlah patogen, virulensi (tingkat keganasan) patogen, kesesuaian keadaan lingkungan terhadap perkembangan patogen dan lamanya kondisi yang sesuai bagi patogen. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan, bahwa perbedaan jenis dan bahan semai tidak menyebabkan perbedaan yang signifikan terhadap frekuensi serangan dan intensitas serangan hama, jamur dan kombinasinya, namun demikan kedua jenis semai tersebut termasuk ke dalam kategori kerusakan ringan. Walupun termasuk ke dalam kriteria kerusakan ringan, hal ini perlu mendapat perhatian sejak dini melalui upaya pemantauan dan pengawasan yang intensif karena ketahanan suatu jenis tumbuhan dapat berubah, hal ini disebabkan adanya faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan patogen.

Tabel 7. Rata-rata Frekuensi (F) dan Intensitas (I) Serangan pada Semai Damar Siput dan Meranti Luang di Persemaian PT Inhutani I Long Nah

Damar Siput Penyebab penyakit Bahan semai Cabutan Setek F (%) I (%) Kriteria serangan F (%) I (%) Kriteria serangan 1.Penyakit oleh hama (H)

Hama pemakan daun (Hpd) 2.Penyakit oleh mikroorganisme (P) a.Bercak daun (Bcd)

b.Busuk daun (Bsd) c.Bcd dan Bsd

d.Bcd dan kanker batang (Kb) e.Bcd, Bsd dan Kb 3.Kombinasi HP a.Bcd dan Hpd b.Bsd dan Hpd c.Bcd, Bsd dan Hpd d.Bcd, Kb dan Hpd e.Bcd, Bsd, Kb dan Hpd 4,40 3,20 0,80 0,80 - - 2,00 0,40 2,20 - - 1,35 0,95 0,20 0,20 - - 0,50 0,10 0,85 - - Ringan Sehat Sehat Sehat - - Sehat Sehat Sehat - - 3,40 3,80 1,00 2,00 - - 2,40 0,40 1,80 - - 0,90 1,15 0,25 0,60 - - 0,60 0,10 0,70 - - Sehat Ringan Sehat Sehat - - Sehat Sehat Sehat - - Jumlah 13,80 4,15 Ringan 14,80 4,30 Ringan

Meranti Luang 1.Penyakit oleh hama (H)

Hama pemakan daun (Hpd) 2.Penyakit oleh mikroorganisme (P) a.Bercak daun (Bcd)

b.Busuk daun (Bsd) c.Bcd dan Bsd

d.Bcd dan kanker batang (Kb) e.Bcd, Bsd dan Kb 3.Kombinasi HP a.Bcd dan Hpd b.Bsd dan Hpd c.Bcd, Bsd dan Hpd d.Bcd, Kb dan Hpd e.Bcd, Bsd, Kb dan Hpd 5,00 3,40 0,60 0,60 0,60 0,20 2,40 0,40 0,60 0,20 1,00 1,60 1,05 0,15 0,15 0,20 0,10 0,60 0,10 0,20 0,10 0,70 Ringan Ringan Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat 3,60 4,40 0,80 1,40 0,40 0,20 1,80 0,60 2,00 0,40 0,80 1,10 1,30 0,20 0,35 0,20 0,10 0,45 0,15 0,60 0,20 0,70 Ringan Ringan Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Jumlah 15,00 4,95 Ringan 16,40 5,35 Ringan

(10)

JURNAL KEHUTANAN UNMUL 1 (2), OKTOBER 2005 119

Pada penelitian ini terjadinya kerusakan akibat serangan hama pada kedua jenis semai yang diteliti adalah karena adanya perkembangan jumlah serangga yang ditentukan oleh faktor biotik dan faktor fisik. Faktor biotik antara lain yaitu kualitas dan kuantitas makanan, yang mana ketiga jenis semai cocok untuk perkembangan serangga, hal ini sesuai dengan pendapat Natawigena (1990) yang menyatakan, bahwa setiap spesies serangga mempunyai kesesuaian terhadap temperatur untuk dapat hidup dan pada umumnya temperatur yang efektif adalah sebagai berikut: temperatur minimum 15o C, optimum 25o C dan maksimum 45o C dan dengan kelembapan udara yang sesuai, maka serangga lebih dapat bertahan terhadap temperatur yang ekstrim. Menurut Suratmo (1974), tinggi rendahnya kerusakan yang ditimbulkan oleh serangga perusak hutan terutama yang diteliti tersebut merupakan makanan yang sesuai dan jumlahnya mencukupi bagi hama atau serangga, sedangkan faktor fisik antara lain yaitu temperatur yang ditentukan oleh jumlah individu serangga (populasi serangga). Perkembangan jumlah serangga ditentukan oleh faktor biotik dan faktor fisik. Faktor biotik terdiri dari daya reproduksi dan daya survival, kualitas dan kuantitas makanan, parasit dan predator, sedangkan faktor fisik terdiri dari temperatur, sinar, presipitasi, kelembapan udara dan angin. Di Long Nah pada saat penelitian rata-ratanya pada pukul 7.00, 12.00 dan 17.00 adalah 25,1o C, 29,9o C dan 30,0o C dengan kelembapan udara rata-rata pada pukul 7.00, 12.00 dan 17.00 adalah 86,7 %, 77,6 % dan 77,8 %, curah hujan rata-rata terendah adalah 3.835 mm dan rata-rata tertinggi adalah 7.780 mm/tahun. Temperatur dan kelembapan udara ini cocok untuk perkembangan serangga.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Hama yang ditemukan menyerang semai Damar Siput (Shorea faguetiana) dan Meranti Luang (S. sagittata) adalah hama pemakan daun dari jenis Belalang

Atractomorpha psittacana de Haan dan Oxya chinensis Thnb. Belalang A. psittacana dan O. chinensis tampaknya merupakan hama yang berpotensi menjadi ancaman serius bagi kedua jenis semai tersebut.

Jamur yang ditemukan sebagai patogen bercak daun adalah Ascochyta sp. dan

Sphaeropsis sp. yang menyerang kedua jenis semai yang diteliti. Penyakit hawar/busuk daun yang disebabkan oleh Colletotrichun sp. menyerang daun kedua jenis semai tersebut, sedangkan Pestalotia sp. menyerang daun semai Meranti Luang. Penyakit kanker batang yang disebabkan oleh Cytospora sp. menyerang batang semai Meranti Luang. Jamur Ascochyta sp. dan Spaeropsis sp. penyebab penyakit bercak daun, Colletotrichum sp. penyebab penyakit hawar daun serta

Cytospora sp. penyebab penyakit kanker batang termasuk jenis-jenis jamur yang dapat menjadi ancaman serius terhadap ketiga jenis semai. Frekuensi serangan pada semai Meranti Luang yang bahan semainya dari cabutan dan setek masing-masing 15,00 % dan 16,40 % dengan intensitas serangan masing-masing-masing-masing 4,95 % dan 5,35 %. Frekuensi serangan pada semai Damar Siput masing-masing 13,80 % dan 14,80 % dengan intensitas serangan masing-masing 4,15 % dan 4,30 %.

(11)

Jadi kondisi kedua jenis semai termasuk rusak ringan, dibandingkan antara semai yang berasal dari cabutan maupun dari setek, maka kedua bahan semai itu mempunyai ketahanan yang sama terhadap penyakit.

Serangga dan jamur yang ditemukan pada kedua jenis semai adalah sama jenisnya yang berarti serangga dan jamur itu mempunyai inang lebih dari satu jenis Dipterokarpa.

Saran

Pada saat pengamatan tingkat kerusakan yang terjadi pada semai Damar Siput dan Meranti Luang termasuk kategori ringan, walaupun demikian hal ini perlu diantisipasi sejak dini melalui upaya pengawasan secara intensif, agar jumlah semai yang sakit tidak meningkat.

Karena kondisi kedua semai masih dalam kriteria rusak ringan, maka jenis semai tersebut masih layak dikembangkan di Long Nah.

DAFTAR PUSTAKA

Alrasyid, H.; Marfuah; H.W. Kusumah dan D. Hendarsyah. 1991. Vademikum Dipterocarpaceae. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan, Jakarta. 78 h.

de Guzman, E.D. 1985. Field Diagnosis, Assessment and Monitoring Tree Diseases. Inst. for Conserv. UPBL, College of Forestry, Laguna. 16 h.

James, W.C. 1974. Assessment of Plant Diseases and Losses. Ann. Rev. Phytopathology 12:27–48.

Manion, P.D. 1981. Tree Diseases Concepts. Prentice-Hall Inc, Englewood Cliffs, New Jersey. 399 h.

Mardji, D. 1996.Hama dan Penyakit Tanaman Jenis Dipterocarpaceae di Bukit Soeharto. Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian Universitas Mulawarman, Samarinda. 94 h. Okochi, I. and Fathiah. 1994. Insects and Ampibhians in Bukit Soeharto Experiment Forest.

Research Report Pusrehut Unmul, Samarinda. 26 h.

Rahayu, S. 1999. Penyakit Tanaman Hutan di Indonesia. Gejala, Penyebab dan Teknik Pengendaliannya. Kanisius, Yogyakarta. 112 h.

Rukmana dan U.S. Saputra. 1997. Hama Tanaman dan Teknik Pengendalian. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. 166 h.

Singh, U.P. and G.D. Mishra. 1992. Effect of Powdery Mildew (Erysiphe pisi) on Nodulation and Nitrogenase Activity in Pea (Pisum sativum). Plant Pathology 41: 262–264.

Suratmo, F.G. 1974. Hama Hutan di Indonesia (Forest Entomology). Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Bogor. 125 h.

Winada, E. 1996. Efektivitas Penggunaan Beberapa Konsentrasi Insektisida Diazinon 60 EC dan Tamaron 200 EC terhadap Kematian Serangga Locusta migratoria manilensis Meyen. Pada Permudaan Shorea spp. di PT Kiani Hutani Lestari Batu Ampar, Kabupaten Kutai. Skripsi Sarjana Fakultas Kehutanan Unmul, Samarinda. 83 h.

Gambar

Tabel 3. Jenis Hama di Persemaian PT Inhutani I Long Nah
Tabel 4. Penyakit yang Disebabkan oleh Jamur di Persemaian PT Inhutani I Long Nah  Jenis  semai  Bahan semai  Penyakit  Patogen  Damar  Siput
Tabel 5. Jumlah Semai Sehat dan Terserang Hama (H), Jamur (J) serta Kombinasinya (HJ) di  Persemaian PT Inhutani I Long Nah
Tabel 6. Jumlah Semai Sehat dan yang Sakit di Persemaian PT Inhutani I Long Nah (Angka di  dalam Tanda Kurung adalah Frekuensi Serangan dalam %)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pertama-tama, orang harus mengeluarkan uang yang banyak, termasuk pajak yang tinggi, untuk membeli mobil, memiliki surat ijin, membayar bensin, oli dan biaya perawatan pun

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa berfikir kritis mahasiswa pendidikan biologi Se-Kota Pekanbaru dalam kategori Cukup dengan persentase

Sarung tangan yang kuat, tahan bahan kimia yang sesuai dengan standar yang disahkan, harus dipakai setiap saat bila menangani produk kimia, jika penilaian risiko menunjukkan,

(4) SMK, sekolah diharapkan dapat menciptakan kondisi lingkungan yang kondusif dalam pelaksanaan pembelajaran teaching factory dari segi system pelaksanaan teaching

Keterbatasan lahan pada ruang publik di Kampung Muararajeun Lama RW 14 dapat disiasati dengan mengelola kembali ruang publik yang sudah ada serta melengkapi sarana dan

Aspek keamanan di Taman Lansia Surabaya baik pada variabel fungsi, desain, aksesibilitas, maupun material masih banyak yang memiliki kekurangan terutama bagi pengguna

Pada usia tersebut dikhawatirkan belum memiliki keterampilan hidup (life skills) yang memadai, pengetahuan tentang kesehatan reproduksi yang masih minim, sehingga

Pada mata kuliah yang diajarkan di perkuliahan teori, dalam hal ini SKI, Fisika, Mekatronika, dan juga Otomasi Industri, apakah mahasiswa sudah pernah diajarkan mengenai