• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

8 2.1 Kondisi Umum Tempat Penelitian 2.1.1 Keadaan Alam

Kecamatan Jatiluhur merupakan salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Purwakarta, Propinsi Jawa Barat. Kecamatan Jatiluhur terletak 5 km di sebelah selatan Purwakarta (ibu kota kabupaten), sedangkan dengan kota Bandung (ibu kota proponsi) lebih kurang 95 km.

Secara geografis, Kecamatan Jatiluhur terletak pada ketingggian rata-rata 40 m dari permukaan laut dan terletak pada batas 600 30’ LS sampai 600 49’ LS dan 1070 14’ BT sampai 1070 22’ BT.

Batas-batas Kecamatan Jatiluhur adalah sebagai berikut : - Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pesawahan - Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Cianjur - Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Purwakarta - Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Plered

Kecamatan Jatiluhur terdiri atas 10 desa dengan memiliki total 17.338 rumah dan total 618 rumah tak layak huni, dari setiap kelurahan/desa tersebut memiliki 61 RW dan 206 RT. Berdasarkan profil desa yang dibuat setiap tahun, semua desa di Kecamatan Jatiluhur adalah Desa Swakarya. Kantor Pemerintahan Kecamatan Jatiluhur terletak di Jalan Ir. H Djuanda no 21 dimana terletak di desa Cilegong. Struktur pemerintahan di Kelurahan ini adalah Kepala desa, sekretaris desa, dan kepala urusan, Data penduduk yang sudah masuk usia produktif ada beberapa profesi yang menjadi sumber nafkah warga Kecamatan Jatiluhur, yaitu disektor perdagangan, home industry, buruh/karyawan, PNS. Sedangkan sebagian dari penduduk Jatiluhur merupakan pensiunan dan juga pengangguran sebesar 23% dengan total 5.503 jiwa.

(2)

2.2 Budidaya Ikan

2.2.1 Pengertian budidaya ikan

Menurut Rahardi (2000) dalam Suwandi (2004), pengertian budidaya perikanan dalam arti sempit adalah usaha memelihara ikan yang sebelumnya hidup secara liar di alam menjadi ikan peliharaan. Sedangkan dalam pengertian luas, semua usaha yang sudah dibuat tempat tersendiri dengan adanya campur tangan manusia. Jadi pengertian budidaya tidak hanya memelihara ikan di tambak. Namun secara luas pengertian ini mencakup juga kegiatan mengusahakan komoditi perikanan di danau, sungai dan laut.

Tujuan budidaya perikanan yaitu untuk mendapatkan produksi perikanan yang lebih baik atau lebih banyak dibandingkan dengan hasil ikan dari yang hidup di alam liar. Untuk memenuhi tujuan itu, perlu diperhatikan faktor-faktor tersebut antara lain, Penyediaaan benih, pembuatan tempat pemeliharaan, perairan, pakan, pemupukan, dan pengendalian penyakit ( Rahardi 2000 dalam Suwandi 2004 ).

2.2.2 Potensi Perikanan Budidaya di Kabupaten Purwakarta

Pada tahun 2010 tercatat potensi areal perikanan budidaya Kabupaten Purwakarta seluas 1.840,50 Ha yang tersebar di tujuh belas kecamatan. Luasan ini relatif sama dengan luasan potensi areal perikanan budidaya pada tahun 2009 dan dengan sebaran areal pada setiap kecamatan yang relatif sama. Hal ini menunjukan bahwa tidak ada perubahan fungsi yang signifikan dalam pemanfaatan lahan untuk kegiatan perikanan. Secara menyeluruh pemanfaatan lahan untuk kegiatan perikanan budidaya pada tahun 2010 meningkat sebesar 10,23 % jika dibandingkan dengan tahun 2009. Peningkatan ini terjadi lebih disebabkan oleh adanya Rumah Tanggga Perikanan (RTP) baru yang melaksanakan usaha dibidang perikanan. Pemanfaatan lahan perikanan budidaya berdasarkan jenis usahanya dapat dijelaskan bahwa pada pemanfaatan usaha Keramba Jaring Apung (KJA) meningkat 41,78 %, Kolam Air Tenang (KAT) 3,53 % dan Kolam Air Deras (KAD) 471,05 %. Data potensi dan pemanfaatan lahan atau areal perikanan budidaya di Kabupaten Purwakarta pada tahun 2010 berdasarkan Kecamatan dan jenis tempat pemeliharaan (Tabel 1).

(3)

Tabel 1. Potensi dan Pemanfaatan Areal Budidaya Ikan di Kabupaten Purwakarta Berdasarkan Jenis Tempat Pemeliharaan Dirinci Menurut Kecamatan pada Tahun 2010. No Kecamatan Luas Wilayah (Ha) Potensi Perikanan Budidaya (Ha)

Jenis Tempat Pemeliharaan (Ha)

Jumlah (Ha) Sawah Perikanan Keramba Jaring Apung Kolam Air Tenang Kolam Air Deras 1. Jatiluhur 6.011 79,25 0,00 75,62 2,81 0,00 78,43 2. Sukasari 9.201 29,50 0,00 27,46 1,06 0,00 28,52 3. Maniis 7.164 35,00 0,00 33,52 1,38 0,00 34,89 4. Tegalwaru 7.323 19,50 0,00 11,76 6,54 0,00 18,30 5. Plered 3.148 329,00 0,00 0,00 132,90 0,55 133,45 6. Sukatani 9.545 126,25 0,00 21,07 35,50 0,00 56,57 7. Darangdan 6.739 155,00 0,00 0,00 55,38 0,00 55,38 8. Bojong 6.869 49,00 0,00 0,00 30,87 0,00 30,87 9. Wanayasa 5.655 151,00 0,00 0,00 54,60 0,00 54,60 10. Kiarapedes 5.216 91,25 0,00 0,00 22,33 0,00 22,33 11. Pasawahan 3.696 292,50 0,00 0,00 130,66 0,32 130,98 12. Pondok Salam 4.408 165,00 0,00 0,00 69,16 1,30 70,46 13. Purwakarta 2.483 111,25 0,00 0,00 32,93 0,00 32,93 14. Babakan Cikao 4.226 62,50 0,00 0,00 7,72 0,00 7,72 15. Campaka 4.368 63,00 0,00 0,00 11,56 0,00 11,56 16. Bungursari 5.466 33,50 0,00 0,00 9,73 0,00 9,73 17. Cibatu 5.654 48,00 0,00 0,00 4,65 0,00 4,65 Tahun 2010 97.172 1.840,50 0,00 169,42 609,77 2,17 781,36 Tahun 2009 97.172 1.840,50 0,00 119,50 588,95 0,38 708,83 % - - - 41,78 3,53 471,05 10,23

Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Purwakarta 2010

2.2.3 Budidaya Ikan dalam Keramba Jaring Apung

Sistem budidaya ikan dalam KJA merupakan pengembangan dari metode budidaya ikan di dalam keramba yaitu jenis keramba di permukaan air (Afrianto dan Liviawati 1998) (Gambar 2). Pada forum internasional, Indonesia diakui sebagai pioner budidaya ikan dalam keramba. Awal dari kultur ikan di dalam keramba adalah pemeliharaan ikan mas di dalam sangkar bambu dibenamkan di

(4)

dasar sungai. Penggunaan keramba pada awalnya di lakukan di daerah Jawa Barat pada tahun 1930 yang kemudian berkembang dan dicontoh oleh berbagai daerah (Suyanto 1999).

Budidaya ikan di KJA Jatiluhur, awalnya hanya diperuntukan bagi warga yang kehilangan lahan tempat tinggalnya yang digenangi air untuk pembuatan waduk. Namun, pada akhir-akhir ini fungsi tersebut berubah, karena usaha budidaya ikan di KJA sangat menguntungkan sehingga banyak orang dari luar daerah Jatiluhur yang tertarik dan menanamkan modalnya sehingga mengakibatkan banyaknya pendatang yang melakukan usaha budidaya di KJA Jatiluhur. Sedangkan kebanyakan warga asli Jatiluhur hanya sebagai pegawai atau penunggu petakan KJA dikarenakan keterbatasan modal.

Kegiatan budidaya di KJA Jatiluhur ini sendiri menggunakan sistem double layer (jaring ganda) artinya pada satu luasan kolam terdapat dua atau lebih jaring untuk jenis ikan yang berbeda tapi saling mendukung. Yaitu ikan mas sebagai produk utama yang dikembangkan dijaring bagian atas, sedangkan jaring kolor (jaring bagian bawah) dipelihara ikan nila, bisa juga ikan patin/jambal dan bahkan bisa gabungan keduanya nila dan patin.

Pemilihan ikan nila sebagai produk sekunder adalah karena tidak memerlukan pakan khusus, ikan nila bisa mencapai pertumbuhan cukup baik dengan hanya memakan sisa-sisa pakan yang tidak termanfaatkan atau tidak terkonsumsi dari ikan mas yang ada di atasnya, selain itu ikan nila dapat memakan lumut-lumut yang ada di jaring, dua keuntungan sekaligus yaitu membersihkan jaring dan meningkatkan hasil.

Pakan yang digunakan oleh sebagian besar pembudidaya adalah pakan dengan merk dagang Turbo, Comfeed, Jatra dan Profish. Pakan yang digunakan adalah pakan dengan bentuk pelet. Harga pakan berkisar Rp. 300.000 per karung isi 50 kg. Pemberian pakan dilakukan sebanyak 3 sampai 5 kali/hari yaitu pada pukul 07.00, 10.00, 13.00, 15.00 dan 17.00 WIB. Biasanya untuk mencapai ukuran konsumsi masa tanam sekitar 3-4 bulan untuk ikan mas dan nila 6 bulan tergantung ukuran ikan yang dikehendaki. Pemberian pakan dilakukan secara manual yang dilakukan oleh pekerja. Pakan yang digunakan untuk sekali musim

(5)

tanam 2 sampai 2,5 ton pakan pellet, sehingga apabila pakan yang digunakan 2 ton memakan biaya sekitar Rp. 12.000.000 per petak satu musim panen.

Gambar 2. Keramba Jaring Apung (Sumber : Dok. Pribadi, 2013)

KJA adalah tempat pemeliharaan ikan yang terbuat dari bahan jaring yang dapat menyebabkan keluar masuknya air dengan leluasa, sehingga terjadi pertukaran air dari dan ke perairan sekitarnya serta pembuangan limbah atau sisa-sisa proses pemberian pakan dengan mudah. Menurut Suyanto (1999), KJA terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut :

a) Kontruksi Petak

Petak berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 7 x 7 meter persegi. Sebagai pembatas petak dibangun pembatas yang dari kontruksi besi atau bambu. Ukuran lebar kontuksi pembatas ini adalah sekitar 0,5 meter. Satu unit budidaya minimal terdiri dari 4 petak jaring apung. Kontruksi utama petak dapat dibuat dari bambu atau besi. Penggunaan kontruksi besi lebih disarankan karena lebih kuat dan menambah umur pemakaian aset. Kontuksi besi petak terbuat dari besi tipis dan dibuat dengan lebar sekitar 0,5 meter dan cukup dilewati oleh orang dewasa. Diantara dua besi utama dipasang besi-besi pendek yang kerapatannya tergantung pada selera petani pembudidaya. Sebagai pengganti besi pendek dapat pula digunakan

(6)

kayu. Selanjutnya diatasnya diberi lagi tambahan bambu-bambu kecil untuk memudahkan orang berjalan diatasnya.

b) Tong Pengambang

Petak diapungkan dengan menggunakan drum kosong yang diisi oleh udara. Untuk satu petak digunakan 12 drum kosong untuk membuat petak tetap dapat mengapung, yaitu 4 drum diletakan dipojokan petak, dan 2 drum diletakan diantara dua pojokan. Sedangkan, untuk membuat satu unit budidaya dibutuhkan 33 tong. Di bagian bawah tong pengambang.

c) Jaring

Didalam petak dikaitkan jaring untuk melokalisasi ikan mas dengan kedalaman 4 meter. Ditiap-tiap sudut jaring dipasangkan pemberat untuk menjaga agar jaring tetap berukuran kotak. Ukuran jaring ikan mas rata-rata adalah 7 x 7 m2. Apabila petani melakukan tumpang sari budidaya dengan memelihara ikan nila juga, dibawah jaring ikan mas akan dipasang jaring ikan nila. Ukuran jaring ikan nila umumnya adalah 7 x 7 x 16 m3 dan diletakan dibawah jaring ikan mas. Dimasing-masing sudut jaring, juga ikatkan pemberat untuk menjaga agar jaring tetap berukuran kotak. Jaring ini tidak dijual dalam bentuk bujur sangkar sehingga petani pembudidaya harus menjahit dulu jaring baru sehingga sesuai dengan bentuk dan ukuran yang dibutuhkan.

d) Pemberat/Jangkar

Dimasing-masing sudut petak diberikan pemberat/jangkar. Untuk setiap sudut petak dipasang pemberat yang terdiri dari batu kali sebesar 200 kg yang dimasukan kedalam karung dan diikat ke sudut petak. Diantara dua sudut, dipasang juga pemberat yang lebih kecil yang dibuat dari adukan semen yang dimasukan kedalam bola plastik.

e) Peralatan Produksi

Peralatan produksi budidaya ikan tidak terlalu banyak. Peralatan produksi terdiri dari tong tempat menyimpan pakan, jaring untuk menyebar pakan, dan jaring untuk panen. Untuk satu petak biasanya disediakan 1 buah tong tempat menyimpan pakan.

(7)

f) Rumah Tunggu

Rumah tunggu digunakan oleh petani pembudidaya sebagai tempat tinggal selama masa tanam. Rumah tunggu ini umumnya dibangun secara semi permanen dan terbuat dari dinding dan lantai kayu, serta atap genting. Luas rumah tungggu ini tidak terlalu besar hanya cukup menampung dua orang sampai tiga orang. Isi dari rumah penunggu umumnya terdiri dari perabotan tidur, perabotan makan, TV, dan kamar mandi. Sebagai sumber listrik digunakan surya atau dinamo yang digerakan oleh bahan bakar diesel.

Usaha budidaya ikan dalam Keramba Jaring Apung perlu memperhatikan pertimbangan-pertimbangan seperti pertimbangan ekologi, biologi dan ekonomi agar memperoleh hasil yang maksimum. Pertimbangan ekologi yaitu yang menyangkut kualitas air yang merupakan lingkungan hidup bagi ikan. Pertimbangan biologi berhubungan dengan pemilihan benih yang baik dari sifat genetik, fisiologi, lingkungan dan sebagainya agar memiliki pertumbuhan yang baik. Pertimbangan ekonomi berhubungan dengan usaha menekan biaya produksi, perhitungan biaya investasi, pemilihan jenis usaha, perkiraan keuntungan usaha (Saputra 1988).

Menurut Ilyas et al. (1990) dalam Nastiti et al. (2001), paket teknologi budidaya ikan dalam KJA merupakan salah satu paket teknologi budidaya ikan yang cocok untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya perairan khususnya perairan danau dan waduk Indonesia. Beberapa jenis ikan yang dapat dipelihara di KJA adalah ikan mas, nila, grass crap, tawes, jelawat dan patin.

Paket teknologi KJA merupakan salah satu paket teknologi budidaya ikan yang cocok untuk mengoptimalisasi pemanfaatan sumberdaya perairan khususnya perairan danau dan waduk di Indonesia, yang luasnya 2,1 juta hektar (Ilyas et al. 1992 dalam Iskandar dan Suryadi 2000) termasuk Waduk Ir. H. Juanda, Cirata, dan Saguling. Menurut Krismono (1993) dalam Iskandar dan Suryadi (2000), bila 1% saja dari luas perairan tersebut digunakan untuk budidaya ikan dalam KJA, maka akan dapat menghasilkan 800 ton ikan/hari. Namun, perkembangan KJA yang tidak terkendali akan banyak mengakibatkan kematian ikan yang dipelihara

(8)

di KJA seperti yang terjadi pada tahun 1996 jumlah ikan yang mati mencapai 1.560 ton dan kerugian mencapai 7 milyar rupiah (Krismono et al. 1996).

Pada pengembangan budidaya ikan di KJA diperlukan beberapa pertimbangan agar kegiatan budidaya ikan tersebut tidak melebihi daya dukung dari perairan itu sendiri. Beberapa parameter yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan budidaya ikan sistem KJA dari ketiga waduk di Sungai Citarum (Tabel 2).

Tabel 2. Estimasi daya dukung Waduk Jatiluhur, Saguling, dan Cirata untuk pengembangan budidaya ikan dalam KJA

Parameter Saguling Cirata Jatiluhur

Pakan maksimum harian (kg) 53.459,67 60.142,1 80.189,5 Daya dukung ikan maksimum (kg) 1.781.988,89 2.004.737,5 1.672.983,3

Padat tebar KJA (kg/m3) 7,5 7,5 7,5

Ukuran keramba (m3) 98 98 98

Bobot rataan ikan/KJA (kg) 735 735 735

Jumlah maksimum KJA (unit) 2.424,4 2.727,5 3.636,7 Sumber : Krismono 2004

Persyaratan KJA berdasarkan SK Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kabupaten Purwakarta No. 53.32/Kep.234-Diskan/2000 dalam Sudjana (2004) yaitu:

1. Ukuran petak KJA : 7 x 7 m3.

2. Unit KJA : maksimal 8 petak/unit KJA. 3. Ukuran per unit KJA : maksimal 28 × 14 m2. 4. Jarak antar unit KJA : minimal 50 m.

5. 1 % dari luas waduk efektif : ± 60 Ha.

6. Dilengkapi gudang pakan dan ruang tunggu: maksimal 4 × 4 m2.

7. Jenis ikan yang dibudidayakan adalah ikan mas, nila/nila merah, patin, ikan hias, dan ikan lain yang cocok serta tidak merusak lingkungan.

8. Usia, ukuran, dan padat tebar ikan.

9. Jenis pakan ikan yang dipergunakan harus memenuhi Standar Industri Indonesia (SII) dan lolos pengujian dari Pemerintah daerah melalui Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Purwakarta.

(9)

Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan (2002), waktu pemeliharaan tiap periode di Waduk Ir. H. Juanda pada umumnya adalah 2,5 bulan/musim tanam dengan frekuensi panen 2,5 bulan/musim tanam; produksi ikan rata-rata/ jaring/musim tanam adalah 1.167,14 kg dengan total 23.076.692,08 kg/tahun; dan jumlah pakan rata-rata 1.753,57 kg/musim dengan total adalah 34.671.586,04 kg/tahun.

2.2.4 Kondisi Umum Waduk Jatiluhur

Waduk merupakan badan perairan yang dibentuk dengan membangun dam sehingga air bendungan berada di belakang dam (Ryding dan Rast 1989 dalam Simarmata 2007). Waduk Ir. H. Juanda (Waduk Jatiluhur) merupakan waduk terbesar di Jawa Barat dan tertua di Indonesia yang memiliki fungsi serbaguna. Waduk Ir. H. Juanda mempunyai luas 8.300 ha dengan kapasitas waduk mencapai ± 3 milyar m3 yang memiliki fungsi sebagai penyediaan baku air minum dan industri, PLTA, penyediaan air irigasi pertanian, perikanan, pariwisata, dan pengendali banjir (Gambar 3).

Gambar 3. Kondisi Umum Waduk Jatiluhur (Sumber : Dok. Pribadi, 2013) Waduk Ir. H. Juanda dibentuk dengan membendung Sungai Citarum dan anak sungai yang berada di Kecamatan Jatiluhur. Waduk ini mendapat pasokan air dari dua waduk yang berada di bagian hulu sepanjang DAS Citarum, yaitu Waduk

(10)

Saguling dan Cirata. Sumber air waduk berasal dari daerah pengaliran Waduk Saguling dan Cirata yang juga terdapat keramba jaring apung dalam jumlah yang banyak dan mengakibatkan beban pencemaran terakumulasi di Waduk Ir. H. Juanda (Sudjana 2004). Berdasarkan ciri morfometrik, Waduk Ir. H. Juanda termasuk perairan terbuka yang cukup dalam, jumlah teluk banyak, garis pantai yang panjang, daerah tangkap hujan yang luas, dan produktivitas perairan umumnya didominasi oleh fitoplankton (Simarmata 2007).

Menurut Sukimin (1999), ekosistem Waduk Ir. H. Juanda secara gradient longitudinal dapat dibagi kedalam zona mengalir (riverine), zona transisi dan zona menggenang (lacustrine) (perairan tengah, Dam) yang sebagian besar merupakan tempat pengembangan budidaya ikan keramba jaring apung. Karakteristik Waduk Ir. H. Juanda dapat digambarkan dengan beberapa parameter seperti yang tertera pada Tabel 3.

Tabel 3. Karakteristik Waduk Ir. H. Juanda

Pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Di bagian bawah/hilir

Ketinggian dari muka laut (m) 111

Selesai dibangun 1967

Volume air × 1000 m3 2.970.000.000

Luas permukaan (A) (ha) 8.300

Kedalaman rata-rata (m) 35,8

Kedalaman maksimum (Zmaks) (m) 90

Status Kesuburan Mesotrofik-Eutrofik

Pola pencampuran massa air Oligomictic (jarang)

Kondisi tanpa oksigen dimulai pada kedalaman (anoksik) (m) > 11-20 Sumber : Prihadi 2004

2.2.5 Profil Usaha KJA di Waduk Jatiluhur

Waduk Jatiluhur Purwakarta Jawa Barat merupakan salah satu sentra pembudidayaan ikan mas terbesar di pulau Jawa. Waduk Jatiluhur terletak di kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta (±9 km dari pusat kota Purwakarta). Bendungan ini menyediakan fungsi penyediaan air irigasi untuk 242.000 ha sawah

(11)

(dua kali tanam setahun), air baku air minum, budidaya perikanan dan pengendali banjir yang dikelola oleh Perum Jasa Tirta II.

Pembudidaya ikan di waduk Jatiluhur dengan menggunakan jaring terapung telah berlangsung selama beberapa tahun. Perum Jasa Tirta II bekerjasama dengan petani pembudidaya ikan dengan menyewakan lahan perairan kepada petani pembudidaya. Bagi penduduk yang tinggal di sekitar waduk Jatiluhur, budidaya ikan terutama ikan mas merupakan usaha favorit untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Hal ini dikarenakan permintaan terhadap ikan mas tidak pernah sepi dan tingkat harga ikan mas yang relatif stabil di pasaran.

Skala usaha budidaya KJA di waduk Jatiluhur berbeda-beda, tergantung dari besaran modal yang dimiliki petani KJA, secara rata-rata petani pembudidaya KJA di waduk Jatiluhur termasuk petani dengan skala usaha kecil, petani pembudidaya membiakkan ikan mas dalam KJA yang terdiri dari minimal 1 unit budidaya yang terdiri dari 4-6 petak KJA.

Pemilik usaha umumnya masyarakat asli Purwakarta. Walaupun begitu, ada juga pemilik yang merupakan pendatang dari kota lain. Umumnya pemilik usaha tidak menjaga sendiri petak jaring apung mereka, dan lebih suka menggaji tenaga kerja penunggu petak. Tenaga kerja umumnya adalah penduduk desa di sekitar waduk Jatiluhur. Tenaga kerja penunggu petak KJA umumnya memahami teknik budidaya ikan di jaring apung namun tidak memiliki kecukupan modal untuk memulai usaha sendiri. Pada akhirnya mereka hanya menjadi tenaga upahan penjaga petakan jaring apung milik orang lain.

Sebagai salah satu sumber pendapatan daerah, Pemerintah Kabupaten Purwakarta melalui Dinas Perikanan telah telah melakukan beberapa upaya pembinaan kepada para petani pembudidaya ikan di waduk Jatiluhur. Bentuk kegiatan yang telah dilakukan antara lain adalah penyuluhan dan pembinaan kelompok plasma.

Secara umum, petani pembudidaya di daerah waduk Jatiluhur dapat memperoleh modal dari modal sendiri dan pinjaman lembaga keuangan atau bank. Usaha budidaya ikan di Purwakarta merupakan salah satu contoh usaha lokal yang sudah mendapat akses pembiayaan dari perbankan.

(12)

2.2.6 Teknik Budidaya

Budidaya ikan di KJA meliputi beberapa tahapan diantaranya pemeliharaan dan panen, karena budidaya ikan KJA di waduk Jatiluhur umumnya tidak melakukan proses pembenihan. Benih ikan dibeli dari petani pembenih yang ada di Purwakarta, Subang, dan Sukabumi. Petani hanya melakukan proses pemeliharaan hingga panen. Pemeliharaan ikan dilakukan di KJA, kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan selama masa pemeliharaan adalah membersihkan petak, memberi pakan ikan, mengontrol kondisi lingkungan, dan mengontrol kesehatan ikan. Dalam hal pemeliharaan ikan mas tidak boleh terabaikan adalah menjaga kondisi perairan agar kualitas air cukup stabil dan bersih serta tidak tercemari atau teracuni oleh zat beracun.

Panen ikan mas biasanya biasanya dapat dilakukan beberapa kali dalam setahun. Umumnya dapat dilakukan empat kali panen dalam satu tahun, dengan lama pemeliharaan tiga bulan. Sedangkan ikan nila dapat dilakukan dua kali panen dalam satu tahun, dengan masa pemeliharaan enam bulan. Jadi satu kali panen ikan nila, dua kali panen ikan mas. Proses panen harus dilakukan dengan hati-hati, ikan konsumsi akan lebih mahal harganya bila dijual dalam keadaan hidup dan segar. Dikarenakan ikan hasil panen ini akan diangkut ke konsumen, harus dipastikan bahwa air yang dipakai media pengangkut harus bersih, sehat, bebas hama dan penyakit serta bahan organik lainnya.

2.2.7 Tenaga Kerja

Satu orang tenaga kerja dapat mengurus rata-rata 1-3 unit, atau 4 sampai 12 petak KJA. Pekerjaan dari petani penunggu adalah membersihkan petak dan memberi pakan pelet. Untuk pemanenan umumnya diperlukan 2-3 orang tenaga kerja. Pembudidaya ikan di jaring terapung tidak memerlukan keahlian yang sulit, tenaga kerja yang dipilih cukup memiliki sikap telaten dan sedikit mengerti mengenai pembudidayaan.

Tenaga kerja dapat diambil dari penduduk sekitar lokasi. Tingkat pendidikan untuk tenaga kerja tidak terlalu berpengaruh, dan tenaga kerja yang merupakan lulusan Sekolah Dasar juga dapat mempelajari keahlian untuk menjadi

(13)

pekerja penunggu petak jaring apung yang baik. Umumnya tenaga kerja yang digunakan adalah tenaga kerja tetap yang bertugas untuk menjaga unit budidaya mulai dari tahapan penebaran benih ikan hingga masa panen. Pada saat panen, apabila dibutuhkan baru akan digunakan tenaga kerja tambahan untuk membantu kegiatan panen. Tenaga kerja tambahan ini dapat berupa keluarga atau orang lain.

2.3 Perbankan

2.3.1 Pengertian Bank

Menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang perbankan dalam Iskandar (2013), bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Secara ringkas kegiatan bank sebagai lembaga keuangan dapat dilihat dalam Gambar 4.

Gambar 4. Kegiatan Bank (Kasmir 2010)

2.3.2 Fungsi Bank Pada Umumnya

Bank dalam pembangunan ekonomi adalah perantara untuk berbagai kepentingan, sebagai perantara, bank akan menerima demand deposits dan time deposit yang mereka gunakan untuk memberikan pinjaman pada konsumen, perusahaan dan sebagainya. Sebagai akibat kegiatan peminjaman tersebut maka

(14)

sebenarnya telah terjadi pelaksanaan fungsi menciptakan uang oleh bank (Widjanarko 1988).

2.4 Konsep Kredit 2.4.1 Pengertian Kredit

Kredit adalah penyedia uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuannya atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam (debitur) untuk perbankan melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan (Firdaus dan Maya 2003). Berbagai aspek yang perlu di nilai dalam menganalisis kredit adalah aspek (a) manajemen dan organisasi, (b) pemasaran, (c) teknik, (d) keuangan, (e) hukum, (f) sosial ekonomi. Aspek-aspek tersebut yang menjadi perhatian perbankan terhadap para pemohon kredit dan dalam banyak hal urusan mikro tidak layak dalam aspek-aspek diatas sehingga UKM tidak memiliki akses untuk memperoleh bantuan permodalan dari pihak perbankan.

Jumlah kredit yang diberikan oleh suatu bank, khususnya bank pemerintah yang akan mengembangkan tugas sebagai agent of development adalah:

1. Turut mensukseskan program pemerintah dibidang ekonomi dan pembangunan.

2. Meningkatkan aktivitas perusahaan agar dapat menjalankan fungsinya guna menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat.

3. Memperoleh laba agar kelangsungan hidup perusahaan terjamin dan dapat memperluas perusahaannya.

2.4.2 Persyaratan Administrasi

Persyaratan administrasi yang diperlukan dalam mengajukan kredit pembudidaya Keramba Jaring apung di Waduk Jatiluhur adalah sebagai berikut :

- Surat Permohonan

- Foto Copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) - Kartu Keluarga (KK)

(15)

- Akta Nikah

- Surat Keterangan dari Kelurahan atau Desa - Surat Ijin Usaha Perikanan (SIUP)

- Jaminan / Anggunan

Selain itu, baik bagi pemohon perorangan ataupun kelompok wajib menyertakan rencana Definitif Kebutuhan Individu (RKDI) atau Kelompok (RDKK) disertai Analisa Usaha dan Catatan Keuangan Selama 3 (tiga) bulan terakhir dan yang terpenting adalah wajib menyertakan surat jaminan berupa Akta atau Sertifikat. Setelah semua persyaratan lengkap, Dinas memberikan rekomendasi kepada usaha perikanan yang layak mendapatkan kredit usaha. Jaminan dari pembudidaya KJA di waduk Jatiluhur yang memakai bantuan kredit perbankan rata-rata berupa harta yang ada di darat seperti akta atau sertifikat tanah maupun kendaraan bermotor. Pada dasarnya pembudidaya KJA di waduk Jatiluhur mengharapkan tidak adanya jaminan.

Alur proses pengajuan kredit konvensional di bank pada prisipnya sama saja. Tahapan tersebut terdiri dari analisis kualitatif dan kuantitatif yang dilakukan oleh Account Officer. Untuk lebih jelasnya, alur pengajuan kredit dapat dilihat pada Gambar 5.

(16)

Gambar 5. Alur Proses Pengajuan Kredit (Sumber : Bank Jabar 2013) Nasabah Customer Service Diterima Account Officer Ditolak Diterima Proses : Analisis Kualitatis Analisis Kuantitatif Diterima

Disetujui Pemimpin Kantor Cabang

Pembantu Ditolak

Disetujui Pemimpin Kantor Cabang

Pencarian Dana

(17)

Alur proses pengajuan kredit dilakukan beberapa tahapan. Tahap pertama dimulai dengan permohonan nasabah pada Customer Service. Jika persyaratan terpenuhi maka pembiayaan tersebut akan diteruskan pada Account Officer tetapi apabila syarat yang diperlukan tidak memenuhi maka akan ditolak. Setelah itu, Account Officer akan memeriksa lebih lanjut persyaratan yang dibutuhkan. Jika syaratnya tersebut tidak memenuhi maka akan ditolak dan jika persyaratan memenuhi akan diterima. Tahap selanjutnya yaitu analisa pembiayaan. Tahap ini diperlukan agar bank memperoleh keyakinan bahwa pembiayaan yang diberikan dapat dikembalikan oleh nasabah. Pada tahap ini ada dua aspek yang dianalisis yaitu pertama analisis kualitatis atau analisis terhadap kemauan membayar nasabah yang mencakup karakter dan komitmen nasabah. Selanjutnya yang kedua yaitu analisis kuantitatif yaitu untuk menentukan kemampuan membayar dan perhitungan kebutuhan modal usaha nasabah. Setelah proses analisis kualitatis dan kuantitatif selesei, maka Account Officer mengajukan kepada pemimpin kantor cabang pembantu untuk meminta persetujuan. Jika permohonan pembiayaan tersebut dianggap layak maka akan disetujui dan jika tidak dianggap layak maka akan ditolak. Selanjutnya setelah disetujui oleh pemimpin kantor cabang pembantu selanjutnya diajukan kembali kepada pemimpin kantor cabang untuk meminta persetujuan. Jika permohonan pembiayaan tersebut dianggap layak maka akan disetujui dan jika tidak maka akan ditolak. Proses terakhir yaitu pencatatan dan pencairan dana pada bagian administrasi pembiayaan.

2.4.3 Permasalahan Atau Kendala Pembiayaan Kredit

Bidang perikanan khususnya budidaya KJA di Jatiluhur merupakan salah satu sektor yang perlu untuk dikembangkan dengan kredit perbankan. Namun pemanfaatan kredit perbankan di KJA jatiluhur belum begitu optimal. Hal ini dikarenakan oleh beberapa hambatan diantaranya yaitu usaha yang bersifat musiman membuat resiko kegagalan usaha sangat besar, serta unit usaha yang sebagian besar masih dalam skala kecil sehingga sulit untuk menerima pembiayaan kredit perbankan.

(18)

2.5Sistem Pembiayaan dalam Usaha Perikanan 2.5.1 Jenis Permodalan Usaha Perikanan

Ada dua permodalan dalam industri perikanan diantaranya yaitu modal utama dan modal tambahan. Modal utama adalah modal yang sumbernya dari penyelenggara perusahaan, sedangkan modal tambahan adalah modal yang sifatnya melengkapi modal utama yang bersumber dari pihak lain seperti perbankan, dan pihak lainnya. Wujud permodalan dalam penyelenggaraan usaha perikanan diantaranya :

- Modal kerja adalah modal yang digunakan untuk kegiatan operasional usaha/perputaran usaha, dapat bersumber dari modal utama maupun modal tambahan

- Modal Investasi adalah modal yang digunakan untuk menambah infrastruktur usaha atau asset usaha, seperti menambah jumlah karamba (dalam budidaya) dapat bersumber dari modal utama maupun modal tambahan

Dalam industri perikanan khususnya budidaya perikanan sistem permodalan sangat penting dalam menunjang usaha. Pada prinsipnya seluruh lembaga bantuan dalam hal ini pihak ke dua hanya akan memberikan bantuan permodalan yang sifatnya tambahan, dengan kata lain tidak dapat diberikan kepada pihak yang baru memulai usaha.

2.6 Analisis Kinerja Usaha

Untuk melibatkan besarnya manfaat yang diperoleh dari besarnya biaya yang harus dikeluarkan kegiatan usaha perlu dilakukan kelayakan finansial. Analisis kelayakan finansial membahas apakah suatu usaha layak atau tidak untuk dilaksanakan dengan melihat umur investasi, nilai waktu uang serta perubahan-perubahan yang terjadi baik dari input maupun output usaha tersebut. Analisis keberlanjutan pelaksanaan proyek perlu dilakukan evaluasi mengenai biaya yang telah dikeluarkan dari manfaat yang diperoleh dari pengeluaran tersebut.

Manfaat (benefit) dari proyek lebih besar dari biaya yang dikeluarkan, maka proyek tersebut layak dijalankan. Sebaliknya, apabila manfaat yang

(19)

dirasakan lebih rendah dari pada biaya yang dikeluarkan, maka proyek tersebut tidak layak dijalankan. Analisis finansial merupakan analisis manfaat biaya berpusat pada hasil dari modal yang ditanamkan dari proyek dan merupakan penerimaan langsung bagi pihak-pihak yang telibat dalam pengelolaannya (Kadariah et al. 1999).

Komponen biaya dan manfaat sudah diketahui, maka analisis biaya manfaat dapat dilakukan untuk menentukan apakah sebuah usaha perikanan maupun industri layak atau tidak dilakukan. Dalam menilai manfaat dari sebuah usaha ada beberapa asumsi yang digunakan dalam perhitungan :

1. Analisis dilakukan pada kondisi perairan normal. 2. Satuan waktu yang digunakan adalah satu tahun.

3. Komoditas yang dijadikan sampel analisis adalah ikan mas dan ikan nila. 4. Analisis ini dilakukan pada KJA dua lapis (double layer), dimana pada

lapis pertama dibudidayakan ikan mas dan pada lapis kedua dibudidayakan ikan nila.

5. Analisis biaya manfaat dilakukan pada KJA dengan kontruksi berukuran 7x7 m per petak atau perkolam dengan dan satu unitnya terdapat empat petak KJA.

6. Perhitungan dilakukan dengan dua cara yang pertama adalah dengan perhitungan yang dilakukan dengan hanya menghitung biaya manfaat yang terdapat pada satu unit dengan masa panen satu kali persiklus, dan yang kedua adalah dengan menghitung keragaan biaya yang terdapat pada satu unit dengan masa panen persiklus yang dihitung pertahun.

7. Seluruh data adalah rata-rata yang diambil dari hasil analisis data primer dan diolah (2013).

(20)

2.6.1 Analisis Usaha

Dalam analisis usaha dihitung tingkat pendapatan, analisis imbangan penerimaan dan biaya (R-C-ratio).

a) Analisis Pendapatan Usaha

Analisis pendapatan usaha digunakan untuk melakukan evaluasi bagi suatu usaha dalam satu tahun dengan tujuan untuk membentuk perbaikan pengelolaan usaha perikanan juga untuk menggambarkan keadaan sekarang suatu usaha. Analisis yang digunakan untuk melihat keuntungan dari suatu kegiatan cabang usaha berdasarkan perhitungan finansial.

b) Analisis Imbangan dan Biaya (R-C ratio)

Analisis imbangan dan penerimaan dan biaya adalah analisis yang digunakan untuk melihat seberapa besar nilai biaya yang dipakai dalam kegiatan usaha dalam memberikan tambahan manfaat. Diperolehnya biaya dan manfaat dari usaha akan mempermudah analisis kelayakan yang dilakukan terhadap usaha tersebut. Analisis pendapatan usaha yang sangat penting sebagai pelengkap kelayakan investasi proyek perikanan.

Gambar

Tabel 1. Potensi dan Pemanfaatan Areal Budidaya Ikan di Kabupaten Purwakarta  Berdasarkan  Jenis  Tempat  Pemeliharaan  Dirinci  Menurut  Kecamatan  pada Tahun 2010
Gambar 2. Keramba Jaring Apung (Sumber : Dok. Pribadi, 2013)
Tabel  2.  Estimasi  daya  dukung  Waduk  Jatiluhur,  Saguling,  dan  Cirata  untuk  pengembangan budidaya ikan dalam KJA
Gambar 3. Kondisi Umum Waduk Jatiluhur (Sumber : Dok. Pribadi, 2013)  Waduk  Ir.  H.  Juanda dibentuk  dengan  membendung  Sungai Citarum  dan  anak sungai yang berada di Kecamatan Jatiluhur
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian pada level tiga tersebut akan diperoleh sejumlah angka indeks konsistensi yang banyaknya sama dengan unsur-unsur dalam level dua. Langkah selanjutnya adalah

1) Analisis bioteknik kawasan, dengan melakukakan kajian penerapan silvofishery berdasarkan kondisi existing tambak dengan menggunakan analisis deskriptif. Analisis

Salah satu upaya untuk meningkatkan hasil belajar mahasiswa dalam mempelajari materi perkuliahan diperlukan media yang mampu mengakomodasi kebutuhan mahasiswa dalam

Teknik pembiusan dengan penyuntikkan obat yang dapat menyebabkan pasien mengantuk, tetapi masih memiliki respon normal terhadap rangsangan verbal dan tetap dapat mempertahankan

Perancangan sebuah Klinik Bersalin harus mampu mendukung psikologi ibu hamil sehingga pasien dapat melakukan kelahiran secara normal dan alami, Rancangan yang mampu

Dengan ini memohon kesediaan ibu/ bapak untuk menjadi responden pada penelitian yang sedang saya laksanakan dengan judul “Hubungan Tingkat Ekonomi Keluarga dan Pengetahuan

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, jenis penelitiannya adalah penelitian Quasi Experimental (eksperimen semu) dengan desain penelitian Non Equivalent

Perlakuan interaksi antara asam sitrat dan gula berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air, kadar antosianin, total gula, total padatan terlarut, perlakuan konsentrasi