LAPORAN LOKAKARYA JEJARING INTELIJEN PANGAN
[REPORT OF THE WORKSHOP ON THE FOOD INTELLIGENCE NETWORK]
EXECUTIVE SUMMARY
Workshop on the Food Intelligence Network was held in Jakarta, October 21st, 2003. It was organized by Badan POM (the National Agency for Drug and Food Control, Republic of Indonesia) and supported by the WHO (World Health Organization), Jakarta. A total of 54 participants, including secretariat, participated in the workshop. The aim of the workshop was to discuss the availability of the data and how useful the information of the surveillance data and food safety assessment in Indonesia. This workshop also discussed problems and solutions for the food Intelligence activity.
The workshop was officially opened by Dr. Ir. Winiati Pudji Rahayu, MS, Director for Food Safety Surveillance and Extension, Badan POM on behalf of Deputy Chairman for Food Safety and Hazardous Substance Control. In her welcoming address, she expected that this workshop could be successful and useful, especially to sharpen the food safety program in the future.
Although food safety surveillance data is considered to be important information for food safety policy, the availability of the information at the moment could not be used as a food safety indicator, because major data collected were not analyzed and interpreted properly (Roy Sparringa, Badan POM). Pesticide and antibiotic residues have been reported to contaminate animal foods and plant foods in Indonesia (Indraningsih, Balitvet). Equivalency of analytical methods should be conducted to provide better comparison of survey / research results including its interpretation (Ratih Dewanti-Haryadi, IPB). Key success of food industry is the commitment to quality in which the food safety could not be compromised. The ABCD program (Asli, Bersih, Cepat disetorkan, dan Dingin) is the approach to reduce the total plate count of bacteria in fresh milk (Hardigaluh, PT Nestle Indonesia). Quality assurance system of raw material should be determined to assure the standard of product quality during distribution up to final consumers (Eddy Kemenady, PT Unilever Indonesia Tbk). Integrated food safety
food intelligence network to strengthen integrated food safety system in Indonesia (Winiati P. Rahayu).
Important information concerning food safety surveillance and assessment was provided by the participants and presented in this report. The participants suggested that the Food Intelligence Network needs a working group that could harmonize the programs. The topic of the next meeting will be foodborne diseases focusing on Salmonella and organized by Seameo–Trop Med in January 2004.
LATAR BELAKANG
Data kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan dan informasi kasus penyakit akibat pangan beserta faktor-faktor risikonya di sepanjang rantai pangan merupakan indikator penting dalam mendeteksi tingkat keamanan pangan. Seberapa jauh informasi tersebut tersedia dan dimanfaatkan oleh pemerintah, konsumen dan pelaku usaha di bidang pangan? Dapatkah informasi tersebut mendeteksi tingkat keamanan pangan di Indonesia? Dalam forum ini dibahas informasi intelijen pangan seputar surveilan dan kajian keamanan pangan yang berasal dari industri pangan, lembaga penelitian, perguruan tinggi serta intansi pemerintah.
TUJUAN LOKAKARYA
Tujuan lokakarya ini adalah untuk mendiskusikan seberapa handal informasi surveilan dan kajian keamanan pangan di Indonesia yang tersedia dan dapat dimanfaatkan, termasuk mendiskusikan masalah dan solusinya.
HASIL YANG DIHARAPKAN DARI LOKAKARYA
1. Diperolehnya informasi yang berkaitan dengan keamanan pangan, baik dari instansi pemerintah maupun non pemerintah.
2. Teridentifikasinya pengembangan strategi untuk memulai surveilan keamanan pangan.
3. Memantapkan program jejaring intelijen pangan sebagai forum komunikasi bidang kajian risiko keamanan pangan.
PELAKSANAAN KEGIATAN Waktu
Waktu : Selasa, 21 Oktober 2003 Tempat : Aula PPOMN, Badan POM
Kepanitian
Penasehat : - Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
- Direktur Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan
Koodinator Pelaksana : Roy A. Sparringa, PhD.
Kesekretariatan : Dra. Setia Murni Sitanggang Logistik dan Konsumsi : - drh. A.A. Nyoman Merta Negara
- Ir. Dedi Darusman - Yanti Ratnasari, SP - Ruki Fanaike, STP
- Nugroho Indrotristanto, STP Jadwal acara
09.00 – 09.30 Pendaftaran peserta
09.30 – 10.00 Laporan Ketua Panitia Pelaksana Roy Sparringa, PhD,
Badan POM RI
Sambutan dan Pembukaan Lokakarya, Prof. Dr. Ir. Winiati Pudji Rahayu, MS Badan POM RI
10.00 - 10.30 Apakah data surveilan keamanan pangan dapat digunakan sebagai indikator keamanan pangan?
Roy A. Sparringa, PhD
10.30 - 11.00 Residu pestisida dan antibiotika pada pangan, drh. Indraningsih, MS, Balai Penelitian Veteriner
11.00 – 11.30 Hasil-hasil penelitian yang berhubungan dengan keamanan pangan,
DR. Ratih Dewanti – Hariyadi, IPB 11.30 - 12.30 Diskusi Panel I (Winiati Pudji Rahayu)
12.30 - 13.15 ISHOMA
13.15 – 13.45 Masalah keamanan pangan pada bahan baku hewani, Hardigaluh, PT Nestle Indonesia
13.45 – 14.15 Masalah keamanan pangan pada bahan baku nabati, Eddy Kemmenady, PT Unilever Indonesia, Tbk
14.15 – 15.15 Diskusi Panel II (Roy Sparringa) 15.15 – 15.45 Program Intelijen Pangan
DR. Ir. Winiati Pudji Rahayu 15.45 – 16.00 Kesimpulan dan Penutupan DR. Ir. Winiati Pudji Rahayu
PESERTA LOKAKARYA
Jumlah peserta lokakarya yang hadir termasuk sekretariat adalah 54 orang. Daftar nama peserta lokakarya Jejaring Inteijen Pangan tersedia pada tabel berikut ini.
No Nama Instansi
1. A.A. Nyoman M.N. Dit. Surveillan & Penanggulangan Keamanan Pangan, Badan POM 2. Agus Sudibyo Balai Besar Industri Agro, Depperindag 3. Agus Susilo Pusat Studi Keamanan & Jaminan
Mutu Pangan, Teknologi Hasil Ternak, Fak Peternakan, Unibraw
4. Andiek Ochman Ditjen PPMPL, Depkes
5. Arief Wibowo PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk 6. Carole Theobald Consultant to Australian Government
Analytical Laboratories
7. Cut Surianti Balai Besar POM Banda Aceh 8. D.N. Iswarawanti Seameo – Tropmed
9. Darmawaty Malik PIOM, Badan POM 10. Daya Sundari S Badan POM
11. Dedi Darusman Dit. Surveillan & Penanggulangan Keamanan Pangan, Badan POM
No Nama Instansi 12. Djayadi Gunawan Ditjen Kesmavet, Deptan 13. Eddy Kemenady PT Unilever Indonesia, Tbk 14. Edinur Dit. Standarisasi Produk Pangan,
Badan POM
15. Elisabeth Maria PT Sentra Biosains Dinamika 16. Endang Susigandhawati Dit. Surveillan & Penanggulangan
Keamanan Pangan, Badan POM 17. Erfandi ASEAN Surveillance Dissease Network
18. Febiola PT. Niramas
19. Gede Lara Sudhira Balai Besar POM Denpasar 20. Hadi Wardoko Badan Karantina Pertanian 21. Hafnizar Balai Besar POM DKI Jakarta 22. Hardigaluh PT. Nestle Indonesia
23. I Made Kawi Sukayada Balai Besar POM Surabaya
24. Ian Doughty Consultant to Australian Government Analytical Laboratories
25. Ida Susanti BPPT
26. Indraningsih Balai Penelitian Veteriner, Deptan 27. Indriemayatie Dit. Penilaian Keamanan Pangan,
Badan POM
28. Inggit Faribie Dit. Surveillan & Penanggulangan Keamanan Pangan, Badan POM 29. Khotibul Umam Al Awwaly Fak Peternakan, Unibraw
30. Mirna Isyanti Balitvet, Deptan
31. Moch. Ma’roef Dit. Inspeksi dan Sertifikasi Pangan, Badan POM
32. Nugroho Indrotristanto Dit. Surveillan & Penanggulangan Keamanan Pangan, Badan POM 33. Nurdin Syakrani Balai Besar POM Banjarmasin 34. Paripurna HS Dinas Kesehatan DKI Jakarta 35. Ratih Dewanti-Hariyadi Jurusan Teknologi Pangan, IPB 36. Ridwan Slamet Dit. Surveillan & Penanggulangan
Keamanan Pangan, Badan POM 37. Rina Agustina Seameo – Tropmed
38. Roland Hutapea Dit. Pengawasan Produk & Bahan Berbahaya, Badan POM
No Nama Instansi 39. Roosita L. Balia Fak. Peternakan, Unpad
40. Roy Sparringa Dit. Surveillan & Penanggulangan Keamanan Pangan, Badan POM 41. Ruki Fanaike Dit. Surveillan & Penanggulangan Keamanan Pangan, Badan POM 42. Setia Murni Dit. Surveillan & Penanggulangan
Keamanan Pangan, Badan POM 43. Shelly Taurhesia PT. Unilever Indonesia, Tbk 44. Simson Masengi Ditjen Tangkap, Dep. Kelautan &
Perikanan
45. Sjam Subagyo PPOMN, Badan POM
46. Sumarsi Balai Besar Industri Agro, Depperindag 47. Suratmono Dit. Inspeksi dan Sertifikasi Pangan,
Badan POM
48. Syahrial Tahir PPOMN, Badan POM
49. Tien Gartini Dit. Penilaian Keamanan Pangan, Badan POM
50. Widiastuti Balitvet, Deptan
51. Winiati P. Rahayu Dit. Surveillan & Penanggulangan Keamanan Pangan, Badan POM 52. Wisnu Broto Dit. Standardisasi Produk Pangan,
Badan POM
53. Yanti Ratnasari Dit. Surveillan & Penanggulangan Keamanan Pangan, Badan POM 54. Yustina Muliani Dit. Surveillan & Penanggulangan Keamanan Pangan, Badan POM
Laporan Ketua Panitia Pelaksana Lokakarya Jejaring Intelijen Pangan
Roy A. Sparringa, PhD, Kepala Subdit Surveilan dan Penanggulangan Keamanan Pangan, Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, Badan POM, Republik Indonesia
Yang terhormat Deputi Ketua Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan POM, Republik Indonesia, yang dalam hal ini diwakili oleh Direktur Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, Prof. Dr. Ir. Winiati P. Rahayu, MS
Yang terhormat para pejabat, Direktur, Kepala Pusat, pimpinan unit di lingkungan Badan POM dan instansi pemerintah lainnya.
Yang terhormat para pemimpin lembaga swasta.
Distinguished guest, Ms Carole Theobald and Mr. Ian Doughty , they are experts to the Australian Government Analytical Laboratory (AGAL) yang telah banyak membantu dalam diskusi pengembangan sistem keamanan pangan terpadu di Indonesia.
Bapak-bapak, Ibu-ibu dan para undangan peserta lokakarya yang kami hormati, Salam Sejahtera buat kita semua.
We have the great pleasure to welcome you in the workshop on food intelligence network atau kita sebut sebagai Jejaring Intelijen Pangan (JIP). Seperti kita ketahui Jejaring ini telah dibentuk pada tanggal 8 Juli 2003 yang lalu pada saat diselenggarakannya lokakarya pengembangan jejaring surveilan keamanan pangan yang dihadiri 42 peserta dari beberapa lembaga penting di Indonesia. Telah kita sepakati bersama bahwa Jejaring Intelijen Pangan ini tidak terstruktur, yang berarti tidak membutuhkan koordinator, namun membutuhkan fasilitator dan telah ditunjuk Badan POM sebagai sekretariat JIP.
Jejaring ini merupakan forum komunikasi antar anggota sebagai mitra sejajar, berasal dari lembaga yang memiliki tugas dan fungsi yang berhubungan dengan kajian risiko, antara lain kegiatan survei, surveilan, monitoring, kajian atau riset yang berhubungan dengan pangan, khususnya keamanan pangan. Mengapa jejaring ini perlu? Kita perlu membagi informasi dari hasil kajian risiko yang kita temukan untuk mendapatkan masukan dan memecahkan masalah keamanan pangan di Indonesia.
Seberapa Aman Pangan di Indonesia? How safe is our food in Indonesia? adalah tema lokakarya kali ini. Tema ini dipilih berdasarkan usulan peserta dari kuesioner yang kami bagikan.
Tujuan dari lokakarya ini adalah untuk mendiskusikan seberapa handal informasi surveilan dan kajian keamanan pangan di Indonesia yang tersedia dan dapat dimanfaatkan, termasuk mendiskusikan masalah dan solusinya.
Informasi yang akan kita peroleh pada lokakarya ini adalah mencakup gambaran singkat kegiatan surveilan keamanan pangan di Indonesia, bagaimana
ketersediaan informasi dan pemanfaatannya (Roy Sparringa), residu pestisida dan antibiotika pada pangan (Drh. Indraningsih, MS dari Balai Penelitian Veteriner), Hasil hasil penelitian keamanan pangan di IPB Bogor (Dr Ratih Dewanti Haryadi), masalah keamanan pangan pada bahan baku hewani (Hardigaluh, Nestle Indonesia), serta masalah keamanan pangan pada bahan baku nabati (Eddy Kemenady, Unilever Indonesia).
Kami membutuhkan peran aktif peserta dalam diskusi ini, untuk itu kami sengaja memberikan waktu lebih besar pada diskusi dari pada presentasi.
Kami atas nama panitia mengucapkan terima kasih yang sangat mendalam atas partisipasi pembicara dan peran para peserta yang berjumlah kurang lebih 50 orang yang berasal dari lembaga pemerintah departemen (Departemen Pertanian, Departemen Kesehatan, Departemen Perindustrain dan Perdagangan, Departemen Kelautan dan Perikanan), lembaga non departemen (Badan POM, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi), lembaga-lembaga penelitian dibawah lembaga departemen dan non departemen, antara lain Pusat Riset Obat dan Makanan, Puslitbang Hortikultura, Balai Besar Industri Agro), Perguruan tinggi (IPB Bogor, Universitas Pajajaran Bandung, Universitas Brawijaya Malang, industri pangan (Nestle, Unilever, Indofood Sukses Makmur), jasa konsultan dan laboratorium (PT Sentra Biosains Dinamika), Asosiasi (Gapmmi), serta lembaga internasional seperti ASEAN Disease Network dan Seameo.
Kami mohon maaf apabila terdapat banyak kekurangan dalam penyelenggaraan lokakarya yang sederhana ini. Lokakarya ini didukung oleh WHO Jakarta. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada WHO, Jakarta.
Untuk terakhir tanpa mengurangi rasa respek yang mendalam, kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh anggota panitia yang membantu penyelenggaraan lokakarya ini tanpa pamrih. Selamat berdiskusi, Sekian dan terima kasih
Ketua Panitia
Sambutan Dan Peresmian Lokakarya Jejaring Intelijen Pangan
DR. Ir. Winiati Pudji Rahayu, MS, Direktur Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, Badan POM RI
Yang saya hormati bapak, ibu serta para undangan sekalian. Assalamu’alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita semua.
Pertama-tama saya sampaikan salam dari Bapak Deputi karena tidak dapat hadir diantara kita pada pagi hari ini karena ada acara lain yang tidak kalah pentingnya yang harus dihadiri. Saya mewakili beliau mengucapkan terima kasih atas kesediaan saudara-saudara sekalian untuk datang memenuhi undangan kami ini.
Lokakarya jejaring intelijen pangan ini merupakan pertemuan kita yang kesekian kalinya dalam forum untuk membahas berbagai masukan, untuk dapat kita kembangkan bersama-sama dan dimanfaatkan secara bersama pula. Seperti telah kita pahami bersama bahwa lokakarya kali ini mengambil tema ”Seberapa Aman Pangan di Indonesia?, yang merupakan topik yang dipilih oleh sebagian besar dari kita sebagai anggota jejaring intelijen pangan.
Saya berharap agar segala sesuatunya yang kita diskusikan pada hari ini dapat kita ambil manfaatnya dengan sebaik-baiknya, antara lain untuk mempertajam prioritas kegiatan kita selanjutnya di masa depan. Apalagi lokakarya ini juga dihadiri oleh teman-teman yang datang dari jauh, mulai dari Banda Aceh hingga dari kota Malang-Jawa Timur. Pada kesempatan ini juga hadir konsultan kami dari AUSAID-AGAL. Thank you very much to Carole & Ian. Saya mengucapkan terima kasih kepada WHO-Indonesia yang selalu mendukung kegiatan kami. Terima kasih atas kesediaan bapak - ibu sebagai pembicara, bapak – ibu yang hadir sebagai peserta dan tidak lupa kepada panitia yang telah menyiapkan lokakarya ini dengan baik.
Dengan mengucapkan Bismillahirrohmanirrohim, maka lokakarya ”Seberapa Aman Pangan di Indonesia?” secara resmi saya nyatakan dibuka. Terima kasih atas perhatian saudara-saudara.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
RINGKASAN PRESENTASI
Apakah data surveilan keamanan pangan di Indonesia dapat digunakan sebagai indikator keamanan pangan?
(Roy Sparringa, Badan POM RI)
Surveilan keamanan pangan bertujuan untuk mendeteksi masalah keamanan pangan dan memantau kecenderungan masalah pangan agar dapat mengambil suatu tindakan atau mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan. Kegiatan surveilan keamanan pangan penting dilakukan untuk memberikan informasi sebagai landasan dalam merumuskan kebijakan keamanan pangan.
Informasi yang berhubungan dengan penyakit akibat pangan tidak hanya diperoleh dari penyakit yang diderita oleh manusia saja. Pangan dan interaksi antara pangan dengan agent penyebab penyakit harus mendapat perhatian pula sebagai faktor risiko penting. Contoh surveilan keamanan pangan yang dilakukan kepada manusia antara lain kasus penyakit akibat pangan atau kejadian luar biasa (KLB) akibat pangan. Sedangkan surveilan yang dilakukan pada pangan dapat diketahui dari laporan/publikasi hasil survei/riset keamanan pangan. Sayangnya laporan surveilan keamanan pangan baik yang bersumber pada manusia dan pangan belum dianalisis dan diintegrasikan menjadi suatu informasi penting.
Menurut cara pelaporannya, surveilan keamanan pangan terdiri dari pemberitahuan wajib (notification), laporan rumah sakit, surveilan laboratorium, surveilan sentinel, investigasi KLB Keracunan Pangan, dan studi masyarakat. Pelaksanaan surveilan tersebut masih sangat terbatas di Indonesia. Misalnya KLB keracunan pangan sebagai sumber informasi penting masih banyak yang tidak dilaporkan dan penyebab keracunannya banyak yang tidak diketahui. Sebenarnya riset dalam bidang keamanan pangan cukup banyak dilakukan di Indonesia, namun akses informasi keamanan pangan masih belum memadai di Indonesia.
Surveilan, studi dan monitoring keamanan pangan sebaiknya dilaksanakan secara terpadu dengan pendekatan analisis risiko. Informasi surveilan dan kajian keamanan pangan yang merupakan informasi kajian risiko (risk assessment) cukup banyak dilaksanakan oleh beberapa lembaga di Indonesia, antara lain yang berhubungan dengan veteriner, epidemiologi, kontaminan pestisida, hormon, mikotoksin, logam berat, dan bahan berbahaya lainnnya. Informasi ini perlu disebarkan ke pihak terkait (risk communication) untuk ditindaklanjuti. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai bahan masukan setiap lembaga dalam kebijakan mengelola risiko (risk management) maupun tindak lanjut lainnya dalam kajian risiko serta komunikasi risiko.
Walaupun data surveilan keamanan pangan sangat penting untuk kebijakan keamanan pangan, saat ini data surveilan belum dapat digunakan sebagai indikator keamanan pangan yang memadai di Indonesia. Agar hasil survei berhasil guna, sebaiknya hasil temuan diolah, dianalisis, diinterpretasi, sebelum disebarkan untuk ditindaklanjuti.
Residu pestisida dan antibiotika pada pangan (Indraningsih, Balai Penelitian Veteriner)
Bahan pangan dapat menjadi tidak aman untuk dikonsumsi apabila tercemar oleh bahan kimiawi. Cemaran kimiawi tersebut dapat berasal dari penggunaan pestisida yang terjadi selama bahan pangan tersebut dibudidayakan. Pestisida merupakan senyawa kimia yang digunakan untuk mengendalikan hama dan penyakit pada tanaman dan ternak, sayangnya sering terjadi penyalahgunaan pestisida yang membahayakan kesehatan konsumen misalnya timbulnya reaksi alergis, keracunan, imunosupresi, dan karsinogenik.
Balitvet telah melakukan serangkaian penelitian lapangan untuk mempelajari residu pestisida yang ada pada bahan pangan. Penelitian ini dilakukan pada tahun 1998 dan 1999. Bahan pangan yang diteliti berasal dari beberapa sumber nabati dan hewani. Penelitian ini dilaksanakan beberapa kota di Lampung, Jawa Barat, Yogyakarta dan Jawa Timur.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa residu beberapa jenis pestisida umumnya terdeteksi pada bahan pangan nabati. Residu pestisida yang melebihi ambang batas maksimum residu (BMR) terdapat pada beras di Yogyakarta. Keberadaan residu pestisida tersebut diantaranya disebabkan dari penggunaan pestisida yang berlebihan dan tumpahnya pestisida pekat di lahan pertanian.
Kadar residu pestisida yang terdapat pada bahan pangan hewani umumnya di bawah BMR. Namun penelitian Balitvet menemukan beberapa jenis residu petisida yang melebihi BMR. Contohnya kadar klorpirifos pada susu; endosulfan pada telur unggas; DDT dan metabolitnya pada telur itik, ayam buras, dan puyuh; dan diazinon pada telur ayam ras.
Antibiotika umumnya diberikan kepada hewan untuk pengobatan dan pemicu pertumbuhan. Penyalahgunaan antibiotika biasanya berupa pemberian antibiotika yang berlebihan. Sebagai akibat terdapat residu antibiotika pada pangan hewani. Keberadaan residu antibiotika yang melebihi BMR dapat menimbulkan resistensi, reaksi alergis, atau menimbulkan gangguan fisiologis pada manusia sehingga tidak aman untuk dikonsumsi.
Balitvet telah melakukan penelitian residu antibiotika di berbagai kota di Indonesia. Bahan pangan yang diteliti meliputi bahan pangan hewani dan nabati yang berasal dari dalam negeri maupun impor. Balitvet menemukan bahwa terdapat beberapa jenis antibiotika yang kadarnya masih di atas ambang BMR. Contoh antibiotika tersebut diantaranya adalah klortetrasiklin, oksitetrasiklin, dan spiramisin.
Makanan biasanya terkontaminasi cemaran pestisida dan antibiotika pada saat masih dibudidayakan di pertanian. Penyalahgunaan pestisida maupun antibiotika dapat berupa penggunaan bahan kimia tersebut secara berlebihan, petani tidak tahu cara penggunaannya, penggunaan tanpa memperhatikan waktu henti, dan sebagainya. Upaya pengurangan residu antibiotika dan pestisida dapat dilakukan dengan menerapkan Good Farming Practices, Good Agricultural Practices, dan Sanitary and Phitosanitary System. Sistem pertanian organik juga dapat diterapkan untuk meniadakan input bahan kimia sehingga dapat
Hasil-hasil Penelitian tentang Keamanan Pangan di Institut Pertanian Bogor (Ratih Dewanti-Hariyadi, Institut Pertanian Bogor)
Hak untuk mendapatkan pangan yang aman merupakan hak azasi manusia. Pangan yang aman adalah pangan yang bebas bahaya fisik, mikrobiologi, dan kimia atau mengandung bahan tersebut tapi tidak melebihi dari jumlah yang membahayakan kesehatan manusia. Pangan yang tidak aman telah mengakibatkan jatuhnya korban jiwa. Di Indonesia, jumlah keracunan pangan yang teridentifikasi pada tahun 1995 – 2000 mencapai ribuan kasus dengan menelan korban jiwa sebanyak puluhan orang. Data tersebut masih belum merepresentasikan jumlah kejadian yang sesungguhnya karena kasus keracunan pangan mengikuti fenomena gunung es.
Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi (TPG), IPB telah melaksanakan berbagai penelitian tentang bahaya-bahaya dalam bahan pangan. Bahan pangan yang diteliti meliputi bahan mentah nabati dan hewani, pangan olahan, serta pangan siap saji. Mikroba yang diteliti meliputi bakteri patogen dan indikator keamanan pangan diantaranya Salmonella, Staphylococcus, Eschericia Coli dan lainnya. Sedangkan bahaya kimia yang diteliti mencakup penggunaan bahan tambahan ilegal, BTP yang melebihi ketentuan, polutan lingkungan, dan mikotoksin dalam bahan pangan.
Beberapa masalah pada penelitian mengenai keamanan pangan tersebut adalah keterbatasan dana, sedikitnya penelitian mengenai emerging pathogen, prosedur analisis tidak lengkap dan penggunaan metode yang belum terstandarisasi. Metode analisis tersebut perlu diseragamkan dan dilakukan quality assurance agar data-data yang diperoleh dapat dibandingkan.
Keterpaduan dalam melaksanakan penelitian dalam bidang keamanan pangan perlu dilaksanakan untuk mengatasi masalah-masalah dalam penelitian tersebut. Jumlah penelitian tentang keamanan pangan di Jurusan TPG, IPB masih sangat terbatas. Penelitian yang dilakukan masih berkisar antara 80 judul penelitian per tahun. Instansi-instansi yang berhubungan dengan keamanan pangan lainnya juga diharapkan dapat membagi informasi hasil kajian yang telah
dilakukan. Dengan saling membagi informasi tersebut akan terwujud kebersamaan untuk memikul tanggung jawab (shared responsibilities) dalam rangka meningkatkan keamanan pangan di Indonesia.
Masalah Keamanan Pangan pada Bahan Baku Hewani (Hardigaluh, PT. Nestle Indonesia)
Mutu merupakan tumpuan dalam pemenuhan kepuasan konsumen, untuk itu PT Nestle Indonesia mempunyai kebijakan mutu antara lain kesuksesan dibangun oleh mutu, konsumen adalah prioritas, mutu merupakan keunggulan kompetitif, mutu dapat terwujud dengan tindakan nyata yang diupayakan bersama. Nestle memiliki sistem jaminan mutu yang setara dengan ISO-9002 yang disebut dengan Nestle Quality System (NQS). Sistem ini memiliki 33 elemen penting dalam mutu yang dapat disesuaikan dengan kondisi lokal dan diterapkan berdasarkan skala prioritas.
Disamping mutu, strategi yang dilakukan PT Nestle Indonesia adalah produktivitas, komunikasi dan tanggung jawab sosial. Industri bertanggung jawab terhadap pasokan bahan baku hewani dengan kualitas yang dapat diterima untuk pengolahan di Pabrik Nestle. Agar dapat menjamin kesinambungan bahan baku yang memadai, maka dilakukan bantuan teknis kepada peternak dan koperasi. Komunikasi salah satu kunci kesuksesan. Sebagai contoh komunikasi dilakukan secara dua arah yang difokuskan pada solusi masalah kualitas bahan baku. Komunikasi juga dapat dilakukan dengan cara penyebaran informasi melalui seminar, media, bulletin, edukasi dan penyuluhan.
Upaya yang dilakukan untuk mengurangi penurunan kualitas antara lain pendidikan penguji di pos penampung, penyuluhan melalui penyuluh swakarsa, pemberlakuan penalti, dukungan bagi petugas koperasi, dan peternak andalan diperbantukan pada pengurus untuk meningkatkan kesadaran anggota.
Kecenderungan jumlah angka lempeng total (total plate count) bakteri dalam susu segar membaik dari 5.2 juta koloni/ml pada tahun 1998 dan sekitar
segar adalah menempatkan alat pendingin sedekat mungkin dengan peternak, peternak segera mengirim susu ke pos penampungan, peralatan pemerah susu yang bersih, penerapan bonus ke peternak, ketersediaan peralatan pengujian di tingkat peternak. Strategi tersebut merupakan implementasi program ABCD yang merupakan kependekan dari Asli, Bersih, Cepat disetorkan, dan Dingin.
Masalah Keamanan Pangan pada Bahan Baku Nabati (Eddy Kemenady, PT. Unilever Indonesia, Tbk.)
Bahan baku pangan yang berasal dari nabati meliputi karbohidrat, lemak nabati, protein nabati, pewarna makanan, aroma, vitamin, mineral, enzim dan bahan tambahan pangan (BTP) lainnya seperti pengental, pengemulsi dan pemanis buatan. Penggunaan bahan baku ini sangat beragam dalam industri pangan dan juga menu makanan sehari-hari. Untuk industri pangan, jaminan mutu (Quality Assurance) dari bahan baku merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi agar kegiatan industri tidak terganggu dan keamanan pangan (Food Safety) dan produk yang dihasilkan dapat dicapai dengan standar kualitas produk yang konsisten.
Dalam kegiatan industri sehari-hari ditemukan permasalahan dari keamanan pangan bahan nabati yang mencakup mutu baku teknis, pengawet (preservatives), toxins, pesticides, logam berbahaya (toxic metal residue), GMO (Genetically Modified Organism), dan kontaminasi fisik. Permasalahan ini memerlukan penanganan yang spesifik bagi setiap industri yang meng -hadapinya.
Kualitas teknis dari bahan baku harus terdefinisi dengan jelas dan tertulis. Untuk produk-produk pertanian, pada umumnya meliputi umur atau kesegaran dan kematangan bahan baku, penampakan, rasa, aroma, kadar air, kandungan protein-karbohidrat-lemak, pH, dan kandungan mikrobiologi. Penggunaan pengawet dalam industri bahan pangan sangat luas, kadar dan jenis pengawet harus dicermati dan dikendalikan. Berbagai jenis racun baik yang ada di dalam bahan tersebut, maupun yang timbul dari kegiatan mikroorganisme harus
diketahui dan dicegah dalam penggunaannya. Jenis racun solanine, HCN, aflatoxins dan beberapa bakteri seperti Clostridium botulinum sangat potensial untuk mencemari bahan pangan. Penggunaan pestisida sangat luas dalam agroindustri, pengetahuan akan jenis dan kadarnya sangat berperan untuk mencegah residunya terbawa. Logam berbahaya seperti timbal, Hg, dan Arsen sering menjadi cemaran yang berbahaya bagi kesehatan. Isu GMO masih merupakan masalah yang harus dicermati oleh masyarakat. Disamping itu semua, bahan-bahan dari hasil pertanian masih sering mendapat kontaminasi fisik seperti serpihan batu, logam dan serangga yang perlu mendapat perhatian khusus agar tidak terbawa ke dalam proses pengolahan.
Mutu kemasan dari bahan baku nabati harus ditetapkan untuk menjaga baku mutu terjamin selama distribusi sampai ke tujuan. Pemilihan jenis bahan dan ukuran kemasan memerlukan perhatian khusus dari industri pengolahan bahan dan juga industri pemakainya.
Untuk menangani masalah itu semua, sistem jaminan mutu bahan harus ditetapkan yang meliputi penetapan kualitas mutu baku, mutu kemasan, pembinaan pemasok berkesinambungan, dan sistem penilaian kualitas pemasok. Pembinaan kinerja pemasok dan pencegahan kontaminan pangan tersebut merupakan kegiatan yang harus selalu dilakukan oleh industri pangan dan juga pemerintah agar produk pangan yang dihasilkan tidak mencemari masyarakat.
Program Intelijen Pangan
(Winiati Pudji Rahayu, Badan POM RI)
Jejaring Intelijen Pangan mengkoordinasikan informasi tentang kegiatan-kegiatan di setiap lembaga terkait untuk memberikan saran dan menindak lanjuti program-program secara terpadu. Pelaksanaan lokakarya untuk mewujudkan Jejaring Intelijen Pangan sebenarnya telah dirintis sejak September 2001 dalam kerangka Sistem Keamanan Pangan Terpadu dan dilanjutkan pada lokakarya
memiliki 3 jejaring, yaitu Jejaring Intelijen Pangan yang berdasarkan kajian risiko, Jejaring Pengawasan Pangan yang berdasarkan manajemen risiko dan Jejaring Komunikasi Keamanan Pangan yang berdasarkan komunikasi risiko.
Saat ini baru Jejaring Intelijen Pangan (JIP) saja yang terbentuk guna memperkuat sistem keamanan pangan terpadu. JIP dibentuk pada tanggal 8 Juli 2003 dan telah memiliki beberapa program kegiatan yaitu sosialisasi pengembangan JIP di daerah, pelaksanaan lokakarya rutin dua sampai empat kali setahun, penerbitan Foodwatch, riset total diet study, pengembangan sistem Kejadian Luar Biasa (KLB) dan rapid respon. Lokakarya JIP saat ini masih dilaksanakan di Badan POM yang mempunyai topik Seberapa Aman Pangan di Indonesia? Lokakarya selanjutnya akan dilaksanakan oleh SEAMEO-TROP MED UI (Januari 2004) dan Universitas Padjajaran (April 2004). Para anggota Jejaring Intelijen Pangan yang lain diharapkan dapat berpartisipasi sebagai penyelenggara lokakarya Jejaring Intelijen Pangan selanjutnya.
Salah satu program unggulan JIP yang berkaitan dengan Jejaring Promosi Keamanan Pangan adalah program Food Watch. Program ini adalah kegiatan monitoring keamanan pangan terpadu. Hasil monitoring akan disebarluaskan sesuai dengan target group guna meningkatkan keamanan pangan, misalnya kepada pengawas pangan, produsen melalui industri atau asosiasi industri terkait, konsumen melalui media masa atau lembaga swadaya masyarakat. Topik Food Watch yang akan dipublikasikan antara lain BTP illegal, keamanan air minum, pestisida pada sayuran, logam berat pada buah dan sayur, dan keamanan pangan siap saji.
Sekretariat Jejaring Intelijen Pangan bersedia menjadi fasilitator program-program intelijen pangan yang tidak terbatas pada lokakarya JIP saja. Program-program yang akan dilaksanakan sekretariat Jejaring Intelijen Pangan antara lain pembuatan website Jejaring Keamanan Pangan Nasional, pembuatan direktori, dan penyebaran newsletter kepada para anggotanya.
HASIL DISKUSI
Berikut ini rangkuman dari diskusi dalam lokakarya. Moderator dalam diskusi ini adalah Dr. Ir. Winiati P. Rahayu, MS dan Dr. Ir. Roy Sparringa, M.App.Sc (Badan POM). Peserta yang memberikan komentar, informasi, dukungan dan pertanyaan dalam diskusi ini adalah Jayadi Gunawan (Kesmavet, Ditjen Bina Produksi Peternakan), Prof. Roostita L.B, Ph.D (Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran), DN. Iswarawanti (SEAMEO), Moch. Maroef (Direktur Inspeksi dan Sertifikasi Produk Pangan, Badan POM), Darmawati Malik (Pusat Informasi Obat dan Makanan, Badan POM), I Made Kawi Sukayada (Kepala Balai Besar di Surabaya), dan Erfandi (ASEAN Disease Network), Badan Karantina Pertanian, Cut Surianty (Kepala Balai Besar POM di Aceh) dan Hardigaluh (PT Nestle).
Dukungan terhadap Jejaring Intelijen Pangan
Peserta lokakarya menyambut baik adanya Jejaring Intelijen Pangan yang merupakan bagian dari Sistem Keamanan Pangan Terpadu di Indonesia. Diharapkan jejaring ini akan semakin kuat dan programnya terus berjalan.
Ditegaskan kembali bahwa Jejaring Intelijen Pangan yang merupakan forum komunikasi antar lembaga dalam bidang kajian risiko ini tidak terstruktur dan tidak perlu adanya koordinator, tetapi perlu ada fasilitator. Anggota JIP adalah mitra sejajar yang memungkinkan para anggota dapat memanfaatkan informasi, memecahkan masalah bersama, menindaklanjuti serta menghindarkan tumpang tindih program.
Informasi kegiatan yang berhubungan dengan keamanan pangan di beberapa lembaga
1. Hasil-hasil penelitian
a. Pada saat ini di Indonesia telah banyak penelitian terutama yang berhubungan dengan keamanan pangan, namun hanya sampai pada identifikasi bahaya belum sampai pada kajian paparan.
Badan POM bekerjasama dengan Balai Besar POM Surabaya melakukan survei konsumsi pangan di Malang untuk kajian paparan penggunaan BTP dan bahan berbahaya dengan metode total diet study pada anak sekolah dasar yang meliputi siklamat, sakarin, benzoat, formalin, boraks, rodhamin B. Belum semua hasil dari kajian ini dipublikasikan, kecuali paparan pemanis buatan.
b. SEAMEO pernah mengadakan penelitian tentang residu antibiotika pada hati dan sampel yang jumlahnya sampai ratusan diambil secara representatif di seluruh wilayah Jakarta.
c. Penelitian tentang cemaran logam berat pada pangan telah dilakukan di Jakarta oleh IPB Bogor lima tahun yang lalu dan merkuri masih belum melebihi kadar maksimum yang diperbolehkan. Sedangkan untuk cemaran timbal sudah melebihi ambang batas.
d. Balitvet pernah mengadakan seminar tentang minimalisasi penggunaan pestisida untuk pangan diantaranya tentang identifikasi sumber pestisida pada pangan. Data yang ditampilkan adalah penelitian di Lampung tentang residu pestisida pada daging dan di Pangalengan tentang residu pestisida pada susu.
e. Penelitian Balitvet di Pangalengan menyebutkan bahwa telur ayam tidak dapat menetas karena residu DDT yang tinggi. Di Inggris, untuk menghilangkan residu DDT, tanah harus diistirahatkan baru dapat ditanami kembali, karena metabolit DDT pada tanah akan hilang sekitar 10 tahun. Saat ini masih ada cemaran DDT di beberapa pangan,
meskipun penggunaan DDT sudah dilarang. Salah satu penyebabnya Departemen Kesehatan masih menggunakan DDT untuk malaria
f. Walaupun minat penelitian bidang keamanan pangan masih rendah, namun perhatian terhadap keamanan pangan meningkat. Di Bogor ada Yayasan Srikandi yang memberikan bantuan dana untuk penelitian penelitian tentang keamanan pangan. AGAL juga memberikan beasiswa untuk mahasiswa yang melakukan penelitian tentang kemanan pangan.
2. Informasi dari Perusahaan a. PT Nestle Indonesia
- Di PT Nestle Indonesia, menerapkan sistem dimana produk yang akan kadaluarsa harus ditarik dari pasaran 1 – 2 bulan sebelum tanggal kadaluarsanya. Produk susu misalnya, yang sudah ditarik, kemudian dikumpulkan dan dijual ke koperasi Pujon untuk digunakan sebagai campuran pakan ternak.
- PT Nestle Indonesia sedapat mungkin menggunakan bahan baku lokal. Namun kendalanya, bahan baku lokal seringkali tidak konsisten (Contoh : madu Sumbawa kemurniannya tidak konsisten)
- Produk Nestle yang akan diedarkan ke luar Indonesia tidak didaftarkan di Indonesia (nomor registrasi MD). Nestle beranggapan hal ini tidak melanggar ketentuan. Selanjutnya Badan POM memberikan klarifikasi (diluar forum diskusi), bahwa Nestle dalam hal ini memang tidak melanggar aturan, tetapi produk ekspor yang dibuat di Indonesia dan telah mendapat nomor MD mempunyai beberapa keuntungan misalnya dalam kemudahan ijin impor dari negara asal.
- Bila ada produk Nestle yang beredar tanpa mempunyai nomor MD, itu karena adanya importir lain yang memasukkan produk tersebut secara illegal.
- Penerapan HACCP selama proses produksi diterapkan di PT Nestle pada produk pangan yang berisiko tinggi untuk menjamin keamanan produk yang dihasilkan.
b. PT. Unilever Indonesia, Tbk.
- Produk-produk es krim dari PT. Unilever Indonesia di pasaran yang mudah mencair harus habis dalam satu hari. Produk yang tidak habis pada hari tersebut disebut produk BS. Setiap harinya dilakukan evaluasi berapa produk yang BS. Untuk mengantisipasi mati lampu, maka di gudang pabrik disediakan back-up power.
- PT Unilever Indonesia kebanyakan melakukan penolakan (reject) bahan baku terutama bahan baku hasil pertanian dari suplier yang baru. Tetapi setelah supplier baru tersebut diberikan pembinaan secara intensif, maka produk yang direject dari supplier tersebut semakin sedikit jumlahnya. Diperlukan waktu yang cukup lama untuk melakukan pembinaan.
3. Informasi lainnya
a. Dalam hal pengawasan terhadap produk, tidak hanya produk lokal saja yang perlu diawasi, tetapi juga produk dari luar negeri. Indonesia beruntung tidak banyak produk hewani dalam negeri yang menyebabkan FBD. Ditjen Bina Produksi Peternakan, Badan Karantina Peternakan dan Balitvet sedang melaksanakan program untuk menangkal zoonosis. b. Pengawasan produk pangan impor asal hewan sangat riskan (termasuk
faktor kehalalannya), oleh karena itu pengawasannya harus hati-hati, misalnya pangan hewani dari India dan China.
c. Ditjen Kesmavet mempunyai perangkat laboratorium dimana laboratorium tersebut berguna mengamankan produk pangan asal hewani.
d. Penegakkan law enforcement sebaiknya harus dilaksanakan tidak hanya sampai pada inspeksi saja. Khusus untuk industri rumah tangga agar dilakukan pembinaan secara terus menerus.
e. Ibu Rumah Tangga mempunyai kekuatan yang sangat potensial (dikenal teori Kekuatan Ibu Rumah Tangga). Contohnya penayangan pemotongan hewan yang tidak manusiawi secara terus menerus mengakibatkan menurunnya keinginan ibu-ibu rumah tangga untuk membeli hewan potong Ada baiknya, pendidikan konsumen mengenai keamanan pangan juga menggunakan teori Kekuatan Ibu Rumah Tangga ini.
f. Pembinaan dan perijinan katering berada di Dinkes Kab/kota. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan-Badan POM serta Ditjen PPM&PL-Depkes akan mengkaji ulang program nasional keamanan pangan untuk makanan siap saji, terutama cara produksi katering yang baik.
g. Deputi III sedang merampungkan Peraturan Pemerintah tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. Dalam RPP tersebut tercantum siapa yang akan mengawasi masing-masing jenis pangan. sehingga akan jelas pembagian tugas dan kewenangannya.
h. Di Aceh, banyak produk yang masih menggunakan formalin, borak dan bahan berbahaya lainnya. Usulan bagaimana jika formalin dan borak dimasukkan ke dalam katagori bahan berbahaya. Direktur Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya Badan POM menjelaskan bahwa tata niaga peredaran bahan berbahaya diatur oleh pihak Depperindag dan bukan kewenangan Badan POM.
Saran-saran
a. Perlu ada working group untuk masing-masing bidang, sehingga bisa bekerjasama untuk topik yang sama dan data yang didapat bisa akurat. Selain itu, metode penelitian ataupun kajian-kajian risiko dapat diharmonisasikan, sehingga akan mempermudah dalam melakukan interpretasi hasilnya.
b. Keamanan pangan adalah bidang yang sangat luas, oleh karena itu perlu dibuat panitia kecil sehingga dalam pembahasan bisa lebih terfokus. Masalah-masalah yang penting untuk dibahas misalnya bioterorisme, dan klarifikasi apakah SARS dapat ditularkan oleh hewan.
c. Data yang dicantumkan pada makalah sebaiknya dianalisis sebelum disebarluaskan untuk ditindaklanjuti
d. Pangan yang terbukti mempunyai risiko tinggi terhadap kesehatan manusia, sebaiknya mendapat perhatian dan masyarakat perlu disadarkan melalui informasi secara terus menerus dengan media yang tepat.
Kesepakatan yang diambil dalam Lokakarya
a. Pada bulan Januari 2004 akan diselenggarakan Lokakarya Jejaring Intelijen Pangan oleh SEAMEO dengan tema Salmonella.
b. Pada bulan April 2004 akan diselenggarakan Lokakarya Jejaring Intelijen Pangan oleh Universitas Padjadjaran. Topiknya akan ditentukan.
c. Tema kegiatan diserahkan kepada instansi yang berminat menyelenggarakan lokakarya, namun masih tetap dalam kerangka Jejaring Intelijen Pangan dan akan dibantu oleh Sekretariat JIP.
KESIMPULAN
1. Data surveilan keamanan pangan penting sebagai indikator keamanan pangan yang memberikan informasi / fakta karakteristik risiko.
2. Ketersediaan fakta dari data surveilan belum memadai dan belum banyak dilakukan analisis serta interpretasinya.
3. Kegiatan surveilan perlu dilaksanakan dengan memperhatikan kajian risiko, yaitu dengan memfokuskan pada kajian paparan untuk mengetahui karakteristik risiko.
4. Perlu dilaksanakan kegiatan surveilan dan monitoring keamanan pangan terpadu dengan pendekatan analisis risiko. Temuan akan dikelola untuk meminimalkan risiko (risk management) dan senantiasa melakukan pertukaran informasi antar pihak terkait (risk communication).
5. Harmonisasi metode penting dilakukan agar mempermudah melakukan interpretasi hasil kajian risiko antar lembaga.
6. Salah satu keberhasilan industri pangan besar seperti PT Nestle Indonesia dan PT Unilever Indonesia Tbk adalah menerapkan komunikasi risiko terhadap stakeholder mereka, khususnya peternak, koperasi maupun suplier bahan bakunya.
7. Kegiatan Jejaring Pengawasan Pangan dan Jejaring Promosi Pangan perlu diaktifkan seiring dengan kegiatan di Jejaring Intelijen Pangan, termasuk diantaranya meningkatkan kegiatan program promosi keamanan pangan dan pendidikan konsumen yang terus menerus.
8. Penyebaran informasi dari data surveilan masih terbatas Oleh karena itu promosi dari kegiatan jejaring intelijen pangan ini agar diperluas, meskipun dari lingkup yang kecil, sehingga diharapkan dapat tumbuh dan berkembang semakin luas.