• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS INDONESIA. Karakteristik Art Deco Pada Eksterior Bangunan Villa Isola Rancangan Charles Prosper Wolff Schoemaker Tahun 1932

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNIVERSITAS INDONESIA. Karakteristik Art Deco Pada Eksterior Bangunan Villa Isola Rancangan Charles Prosper Wolff Schoemaker Tahun 1932"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

Karakteristik Art Deco Pada Eksterior Bangunan Villa Isola

Rancangan Charles Prosper Wolff Schoemaker Tahun 1932

Makalah Non-Seminar Lutfiani Hakim 1206246093 Pembimbing Mursidah, M. Hum 0706050099

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Program Studi Belanda

Depok 2016

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

KARAKTERISTIK ART DECO PADA EKSTERIOR BANGUNAN VILLA ISOLA RANCANGAN CHARLES PROSPER WOLFF SCHOEMAKER

TAHUN 1932

Lutfiani Hakim, Mursidah, M. Hum

Program Studi Belanda, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia

Depok, Indonesia, 2016 Email: lutfianihakim31@gmail.com

Abstrak

Tulisan ini membahas mengenai karakteristik Art Deco pada eksterior bangunan Villa Isola rancangan Charles Prosper Wolff Schoemaker (1932). Tujuan dari penelitian ini adalah memaparkan karakteristik Art Deco yang terdapat pada eksterior bangunan Villa Isola. Metode yang digunakan dalam menganalisis penelitian ini adalah analisis deskriptif dengan pendekatan studi pustaka dan studi lapangan. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa Art Deco pada eksterior Villa Isola memiliki kekhasan tertentu yang merupakan perpaduan dengan unsur lokal. Kata Kunci: Art Deco, Bangunan, Schoemaker, Villa Isola.

The Characteristic Of Art Deco On The Exterior Of Villa Isola Design by Charles Prosper Wolff Schoemaker In 1932

Abstract

This journal discusses over the characteristic of Art Deco on the exterior of Villa Isola, design by Charles Prosper Wolff Schoemaker (1932). The purpose of this study is to describe the characteristic of Art Deco on the exterior of Villa Isola. The method that is used to analyze is descriptive analysis with literature study and observation study. The results showed that the characteristic of Art Deco on the exterior of the building, Villa Isola has the combination with local’s characteristic. Keywords: Art Deco, Building, Schoemaker, Villa Isola.

(7)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Artikel “Dunia Arsitektur” (n.d) mendefinisikan arsitektur sebagai berikut:

“Arsitektur adalah ilmu dan seni perencanaan dan perancangan lingkungan binaan (lansekap), mulai dari lingkup makro - seperti perencanaan dan perancangan kota, kawasan, lingkungan, dan lansekap - hingga lingkup mikro - seperti perencanaan dan perancangan bangunan, interior, perabot, dan produk”1.

Arsitektur sendiri meliputi beberapa variabel penting, di antaranya adalah ruang, struktur atau cara bangunan tersebut dilihat atau dinilai masyarakat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa arsitektur merupakan ilmu dan seni yang di dalamnya terdapat unsur-unsur perencanaan dan perancangan kota dalam lingkup mikro maupun makro, yang bergantung pada beberapa variabel penting.

Arsitektur memiliki aliran-aliran tersendiri, sama halnya dengan bidang seni lainnya. Salah satu aliran dalam arsitektur atau seni bangunan adalah Art Deco. Art Deco merupakan sebuah konsep arsitektur yang sulit didefinisikan karena memiliki arti yang cukup luas. Art Deco sendiri mengacu pada campuran gaya tradisional namun inovatif. Gaya ini diperkenalkan pertama kali di Perancis pada tahun 1925 dalam sebuah pameran yang bernama, Exposition des Art Décoratifs 2e Industriels Modernes. Pada tahun 1926 di kota New York, Amerika Serikat sudah ada bangunan yang memperlihatkan gaya Art Deco yaitu pada bangunan The Chrysler Building2.

Pada tahun 1930-an gaya bangunan ini masuk dan mulai berkembang di Hindia-Belanda. Salah satu arsitek yang berjasa dalam menyebarkan dan menerapkan aliran ini adalah Charles Prosper Wolff Schoemaker. Schoemaker sendiri merupakan arsitek Belanda yang telah merancang beberapa bangunan di Bandung bergaya Art Deco.

1 http://ft.uajy.ac.id/arsitek/dunia-ars/ diakses pada 8 November 2015

2 Strickland Ph.d , Carol. (2001). The Annotated ARCH, A Crash Course in the History of

(8)

Salah satu bangunan yang menerapkan aliran ini dan dirancang oleh Schoemaker adalah Villa Isola. Villa Isola merupakan bangunan yang terletak di Jl. Dr. Setiabudhi No. 229, Bandung Utara yang dibangun pada tahun 1932. Awalnya bangunan ini adalah rumah tinggal, kemudian beralih fungsi menjadi hotel dan sekarang berfungsi sebagai gedung rektorat.

Ada beberapa tulisan yang berkaitan dengan Villa Isola dan Art Deco. Jurnal ilmiah yang berjudul “Tinjauan Furnitur Art Deco Pada Villa Isola” (Saryanto dan Riza Septiani Dewipada, 2005) membahas furnitur bergaya Art Deco yang ada dalam bangunan Villa Isola. Jurnal berjudul “Relasi Arsitektur dan Pelestarian Gedung Rektorat Universitas Pendidikan Indonesia” (Ir. Alwin Suryono, MT, 2013) meneliti mengenai relasi arsitektur dan pelestarian gedung rektorat Universitas Pendidikan Indonesia di Bandung. Penelitian yang membahas mengenai eksterior bangunan Villa Isola sementara ini belum penulis temukan. Oleh karenanya penulis tertarik untuk meneliti eksterior bangunan Villa Isola.

1.2Rumusan Masalah

Penelitian ini akan membahas “Bagaimana ciri-ciri Art Deco pada eksterior bangunan Villa Isola rancangan Charles Prosper Wolff Schoemaker?”

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan ciri-ciri dari gaya bangunan Art Deco pada eksterior bangunan Villa Isola yang dirancang oleh Charles Prosper Wolff Schoemaker.

1.4Metode Penelitian

Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dengan pendekatan studi pustaka dan studi lapangan. Penulis akan membagi penelitian ini ke dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah studi pustaka. Hal tersebut berguna untuk memperoleh informasi mengenai penelitian terdahulu serta mengumpulkan data yang terkait dengan gaya bangunan Art Deco dan Villa Isola. Tahap kedua adalah studi lapangan. Peneliti mendatangi langsung Villa Isola yang sekarang sudah berubah fungsi menjadi gedung rektorat Universitas Pendidikan

(9)

Indonesia di Jl. Dr. Setiabudhi, Bandung Utara. Studi lapangan dilakukan untuk mengamati detil-detil eksterior bangunan. Kemudian tahap terakhir yang dilakukan adalah menganalisis eksterior bangunan Villa Isola dan mencocokkan dengan informasi yang didapat mengenai Art Deco. Simpulan ditarik sesuai dengan analisis yang telah dilakukan oleh peneliti.

II. LATAR BELAKANG TEORI

2.1Art Deco

Art Deco (Decorative Art) atau seni dekoratif merupakan gaya yang muncul pada tahun 1920-an yang kehadirannya dipengaruhi oleh gejolak sosial di masyarakat yang menuntut pembaruan-pembaruan untuk memenuhi kebutuhan pada zaman itu3. Gejolak di masyarakat tersebut menyebabkan munculnya paham-paham baru. Revolusi industri juga menjadi salah satu faktor pendorong munculnya

Art Deco. Adanya perkembangan teknologi memungkinkan penggunaan material– material seperti besi, baja, beton pada karya seni. Hal tersebut menyebabkan Art Deco muncul tidak hanya pada karya seni, namun juga pada peralatan rumah tangga, bidang fashion, perhiasan, furnitur hingga arsitektur baik interior maupun ekterior.

Gaya yang berkembang pada era modern ini merupakan perkembangan dari gaya sebelumnya, yang terkenal pada tahun 1890–1910, Art Nouveau. Art Nouveau

memiliki karakteristik utama kedinamisan, bentuk melengkung dan berombak, serta ornamen seni4. Selain itu terdapat gaya lain yang merupakan cabang dari Art Nouveau yaitu Amsterdam School dan De Stijl. Kedua gaya tersebut berasal dari negeri Belanda. Perkembangan–perkembangan pada gaya modern membuat Art Deco atau seni dekoratif memiliki bentuk yang lebih sederhana serta geometris.

Gaya ini juga mendapat inspirasi dari eksotisnya seni Afrika dan Oriental, cita rasa tekstur dan ornamen, gambaran dari tumbuh-tumbuhan dan bunga-bunga,

3Pratiwi, Ratna Sari. (2003). Skripsi Art Deco Pada Daerah Tropis. 4Prodi Arsitektur, Universitas Tanjung Pura. Historical Architecture Style

(10)

hewan-hewan yang mistikal dan romantis seperti merak, anjing pacuan, kijang betina, corak pancaran sinar matahari, dengan air terjun yang melimpah, mutiara dan motif organik lainnya5. Penggunaan bentuk–bentuk seperti piramid, patung Spinks, gadis–gadis dan garis–garis klasik serta zigzag pada seni zaman Mesir kuno menjadi hal yang biasa digunakan.

Penggunaan istilah Art Deco pertama kali diperkenalkan pada tahun 1968 di dalam sebuah buku yang ditulis oleh Bevis Hillier, yang digunakan untuk menjelaskan keterkaitan antara seni dan pergerakan design pada masa itu. Puncak dari keberadaan Art Deco pada pameran yang berlangsung di kota Perancis pada April hingga Oktober 1925. Pameran tersebut bertempat di pusat kota Paris, yang diorganisir oleh sang arsitek utama Charles Plument dan juga Louis Bonnier yang bertanggung jawab perihal lansekap.6

Gambar 1. Poster Pameran di Paris7

Gaya bangunan Art Deco menerapkan karakteristik seperti penggunaan unsur-unsur persegi yang diatur dalam bentuk yang geometris, yang kemudian ditambahkan elemen-elemen melengkung. Penggunaan elemen melengkung berguna untuk penampilan monolitik dengan menerapkan motif dekorasi. Untuk bahan bangunan, digunakan semen, beton, batu-batu halus, dan terracotta. Untuk unsur hiasan, Art Deco menggunakan baja dan alumunium yang dipadukan dengan penggunakan kaca blok dan kaca piring hias (vitrolite).

5 Pratiwi, Ratna Sari. (2003). Skripsi Art Deco Pada Daerah Tropis.

6 Bayer, Patricia. (1992). Art Deco Archiceture: design, decoration and details from the twenties

and thirties. London: Thames & Hudson Ltd.

(11)

Penerapan Art Deco pada awalnya hanya ditemukan pada furnitur, peralatan rumah tangga, dan barang-barang hasil industri. Namun setelah pameran di Paris, penggunaan Art Deco mulai banyak diterapkan pada arsitektur bangunan. Salah satu penggunaan gaya Art Deco pada karya seni dapat dilihat pada penghargaan

Academy Award atau biasa disebut piala Oscar pada tahun 1928. Sedangkan penerapan gaya Art Deco pada arsitektur dapat terlihat dalam pembangunan perkotaan, yaitu bangunan yang bertingkat serta stuktur yang menjulang seperti gedung pencakar langit di Manhattan dan Empire State Building. Penggunaan material–material pada bangunan pencakar langit memiliki makna tersendiri, yaitu melambangkan kedinamisan baik dalam struktur bangunan, bentuk, maupun ornamen dekorasi.

Gambar 2. The Chrysler Building, New York8

Art Deco tidak hanya berkembang di Eropa, melainkan menyebar ke berbagai negara dengan ciri khas dan karakteristik yang berbeda sesuai dengan tempat Art Deco berkembang. Salah satu negara yang memperlihatkan perkembangan Art Deco adalah Amerika, yang menyebut gaya ini sebagai regional style. Setiap wilayah memiliki ciri khas tersendiri dengan corak rancangan yang berubah sesuai dengan potensi dan kondisi lokal di setiap wilayah. Karya Art Deco

di Amerika yang hingga kini masih terkenal adalah di Miami dengan sentuhan khas tropisnya. Berbeda dengan di New York, gaya tersebut tampil dalam bentuk bangunan–bangunan pencakar langit yang mengutamakan unsur kedinamisan.

(12)

Perkembangan Art Deco diikuti dan berdampingan dengan sejumlah gaya lainnya, dan terkadang beberapa karakteristik menyatu dengan Art Deco seperti garis-garis pada gaya Modern Movement, Bauhaus, Rationalism, De Stijl and The International Stijl, dan dekorasi serta elemen patung pada gaya Viennese Seccesion, Dutch Expressionism (The Amsterdam School), Scandinavian Romanticism and Neoclassicism, British Arts and Crafts, The Chicago School and Frank Lloyd Wright’s successive Prairie School hingga Art Nouveau atau Jufendstil9. Adanya percampuran dengan gaya-gaya arsitektur lainnya, membuat Art Deco menjadi gaya bangunan yang unik dan spesial.

Dalam sebuah artikel yang berjudul “Art Deco and Moderne” (n.d) disebutkan karakteristik dari Art Deco antara lain permukaan dinding bangunan yang halus, penggunaan semen, batu dan logam, pemilihan warna yang hidup dengan bentuk yang sederhana dan efisien, rancangan bangunan geometris (termasuk zigzag), struktur bangunan tinggi seperti menara, menghadirkan penekanan vertikal, penggunaan mesin dalam proses pembangunan dan bahan metal untuk unsur-unsur dekorasinya.10

Art Deco dalam “What is Art Deco?” (n.d) diklasifikasikan berdasarkan bentuknya menjadi Decorative Style, Streamline Modern, dan International Modern11. Decorative Style merupakan jenis Art Deco yang mengutamakan bentuk–bentuk geometris dengan menggunakan ukiran sebagai dekorasinya.

Streamline Modern mengutamakan bentuk yang melengkung atau silindris dan berorientasi horizontal. International Modern disebut sebagai Umbrella Art Deco, jenis ini mengutamakan bahan–bahan baru serta penggunaan teknik yang muncul pada abad 20. Berikut ini bangunan-bangunan dengan klasifikasi gaya Art Deco

yang berbeda:

9 Bayer, Patricia. (1992). Art Deco Archiceture: design, decoration and details from the twenties

and thirties. London : Thames & Hudson Ltd.

10http://architecturestyles.org/art-deco/ diakses pada 5 Desember 2015 11 http://www.artdecowa.org.au/artdeco.htm diakses pada 5 Desember 2015

(13)

Gambar 3. Contoh Decorative Style12

Gambar di atas merupakan bangunan The Chrysler Building. Bangunan tersebut termasuk decorative style karena penggunaan unsur-unsur ukiran serta bentuknya yang geometris.

Gambar 4. Contoh Streamline Modern13

Bangunan di atas merupakan Club Moderne yang terletak di Anaconda, Montana. Bangunan tersebut termasuk ke dalam bangunan bergaya Art Deco

dengan karakteristik Streamline Modern. Club Moderne mengutamakan bentuk yang melengkung dan silindris.

12 http://www.thecityreview.com/chryslerb.html diakses pada 30 April 2016

13 http://troutunderground.com/2008/07/the-undergrounds-montana-fly-fishing-road-trip-wrapup/

(14)

2.2Charles Prosper Wolff Schoemaker

Gambar 5. Charles Prosper Wolff Schoemaker14

Charles Prosper Wolff Schoemaker merupakan seorang arsitek yang berjasa dalam pembangunan kota Bandung. Banyak bangunan di kota Bandung yang merupakan hasil rancangannya dan bangunan-bangunan tersebut bergaya Art Deco. Schoemaker adalah seorang arsitek Belanda yang besar di Hindia-Belanda. Pria yang lahir di Banyu Biru, Semarang pada 25 Juli 1882 ini wafat di Bandung pada 22 Mei 1949. Setelah menyelesaikan pendidikannya di HBS di Nijmegen, ia melanjutkan pendidikannya di Koninklijke Militaire Academie di Breda jurusan teknik sipil.

Schoemaker pernah bekerja sebagai perwira di Batavia (1905-1911). Kemudian dia bekerja sebagai seorang insinyur di Departement van Burgerlijke Openbare Werken (1911-1914). Schoemaker juga pernah menjabat sebagai direktur di Gemeentewerken te Batavia (1914-1917). Tidak hanya itu ia juga pernah bekerja di Fa. Schlieper & Co (1917-1918), kemudian menimba ilmu di Amerika Serikat dengan Frank Lloyd Wright. Schoemaker membuat firma arsitektur, C.P. Schoemaker en Associatie, Architecten en Ingenieurs, bersama dengan saudaranya pada tahun 1918. Dirinya pernah menjabat sebagai profesor sekaligus guru besar arsitektur di Technische Hogeschool Bandoeng atau sekarang dikenal sebagai

(15)

Institut Teknologi Bandung (1924-1939). Schoemaker memulai debut arsitekturnya di Hindia-Belanda sekitar tahun 1920.

Bangunan-bangunan yang dirancang oleh Schoemaker antara lain adalah Gedung Asia Afrika, Villa Isola, Aula Barat - Timur ITB, Gedung PLN, Gereja Kathedral di Jln. Merdeka, Gereja Bethel di Jln. Wastukencana, Masjid Cipaganti, Bioskop Majestic, Villa Merah, dan Hotel Preanger. Bangunan-bangunan tersebut menjadi ikon dari kota Bandung.

2.3Perkembangan Art Deco di Kota Bandung

Kota Bandung merupakan salah satu kota besar di Pulau Jawa. Kota ini dikelilingi oleh gunung-gunung, antara lain Tangkuban Perahu, Burangrang, Bukit Tunggul, Manglayang, dan gunung-gunung lainnya yang mengitari kota Bandung.

Gaya bangunan Art Deco merupakan salah satu gaya yang cukup terkenal di Hindia-Belanda, khususnya di kota Bandung. Artikel “Vila Isola Bandung, Bangunan Art Deco Terunik” (2014) mengungkapkan bahwa Bandung dinobatkan oleh UNESCO sebagai kota yang memiliki bangunan bergaya Art Deco paling banyak dan paling lengkap di dunia15.

Art Deco mulai masuk dan berkembang di kota Bandung sejak tahun 1920-an. Hal tersebut diawali saat Gubernur Jenderal J.P. de Graaf van Limburg Stirum ingin memindahkan ibu kota Hindia-Belanda ke Bandung pada tahun 1915. Belanda mulai mendatangkan arsitek-arsitek untuk membangun dan membenahi kota Bandung16. Gaya Art Deco di kota Bandung dikombinasikan juga dengan iklim tropis di Indonesia. Selain itu untuk dekorasi banyak menggunakan ukiran dan hiasan yang terdapat di candi–candi dan rumah tradisional di Indonesia. Adaptasi gaya Art Deco dengan iklim tropis biasanya dalam bentuk kanopi, seperti yang terdapat pada bangunan Hotel Preanger. Kanopi tersebut berfungsi sebagai penghalang sinar matahari agar tidak langsung masuk. Selanjutnya pola–pola

15 http://nationalgeographic.co.id/berita/2014/04/vila-isola-bandung-bangunan-art-deco-terunik

diakses pada 5 Desember 2015

16 http://www.wisatabdg.com/2013/09/bangunan-art-deco-di-kota-bandung.html diakses pada 5

(16)

rancangan bersifat sederhana seperti garis, menara berbentuk silinder dan diberi unsur kedinamisan pada penataan interior bangunan.

Sesuai klasifikasi Art Deco, gaya Art Deco yang paling banyak ditemukan di Indonesia adalah Floral Deco dan Streamline Deco. Floral Deco merupakan gaya Art Deco yang mengutamakan unsur–unsur dekorasi floral. Contoh bangunan bergaya tersebut antara lain Gereja Katedral St. Petrus, Gereja Bethel, Hotel Preanger, dan Villa Isola yang dirancang oleh C.P. Wolff Schoemaker. Streamline deco mengutamakan garis–garis lurus yang menekankan prinsip dinamis. Bangunan yang termasuk streamline deco adalah Hotel Homann, Gedung Bank BJB Pusat (Jln. Naripan), Vila Tiga Warna, dan Vila Dago Thee yang dirancang oleh A.F. Albers.

Gambar 6. Gereja Katedral St. Petrus Bandung17

Gambar 7. Gereja Bethel Bandung18

17 http://www.jotravelguide.com/bandung_indonesia/index.php diakses pada 30 April 2016 18

(17)

Gambar 8. Hotel Preanger Bandung19

Di antara beberapa bangunan tersebut, bangunan yang terkenal karena rancangan dan kemewahannya adalah Villa Isola. Dalam artikel koran Volkskrant

tahun 2010 “Tropische kroonstukken Architectuur C.P. Wolff Schoemaker” mengatakan bahwa vila yang modern dan paling indah dari Belanda terletak di Indonesia, yaitu Villa Isola yang merupakan campuran gaya Art Deco, Frank Lloyd Wright dan American streamline.20

Bangunan yang beberapa kali berganti fungsi ini dibangun oleh pengusaha Belanda, Dominique Willem Beretty, yang dijadikannya sebagai tempat tinggalnya. Pada masa itu dunia sedang dilanda krisis yang cukup berat, namun Berrety merupakan seorang milyader sehingga di masa krisis, ia mampu membangun bangunan yang megah21. Setelah Beretty meninggal yaitu pada tahun 1934, kepemilikan bangunan ini berpindah tangan menjadi milik Hotel Savoy Homann. Kemudian bangunan ini berfungsi sebagai hotel. Namun pada masa pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai markas tentara Jepang. Setelah masa pendudukan Jepang berakhir atau setelah kemerdakaan Indonesia, bangunan ini direnovasi dengan menambahkan satu lantai di atasnya dan berfungsi sebagai gedung rektorat Universitas Pendidikan Indonesia. Gedung ini berubah nama menjadi Bumi Siliwangi22.

19 http://home.wxs.nl/~fleay000/index_files/Page377.htm diakses pada 30 April 2016 20

http://www.volkskrant.nl/archief/tropische-kroonstukken-architectuur-c-p-wolff-schoemaker~a1006584/ diakses pada 5 Desember 2015

21 http://geospotter.org/952/villa-isola-bandung-sebuah-kisah-tragis diakses pada 5 Desember 2015 22 http://tempatwisatadibandung.info/villa-isola/ diakses pada 5 Desember 2015

(18)

III. ANALISIS

3.1 Bagian – Bagian Bangunan

Bangunan rancangan Charles Wolff Schoemaker yang dahulu dikenal sebagai Villa Isola saat ini bernama Bumi Siliwangi. Nama Bumi Siliwangi berawal dari pembuatan soneta yang berjudul “Bumi Siliwangi” yang dibuat oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1954, Muhammad Yamin, yang berisi mengenai keindahan alam Parahyangan23.

Bangunan ini terdiri dari beberapa bagian, yaitu bangunan utama dan taman-taman yang ada di sekitar bangunan. Bangunan utama Villa Isola memiliki bentuk oval pada bagian tengah bangunan yang disebut bagian utara dan selatan, sedangkan untuk sisi timur dan barat atau yang terletak di sudut-sudut bangunan berbentuk ¼ lingkaran. Depan bangunan yang menghadap ke arah selatan (bagian selatan bangunan) terdapat anak tangga yang cukup banyak yang mengikuti bentuk bangunan yang melengkung pada sisi selatan.

Gambar di bawah ini merupakan blue print dari Villa Isola ketika masih berfungsi sebagai rumah tinggal Willem Beretty. Bangunan Villa Isola memiliki dua orientasi arah yaitu bagian utara dan bagian selatan. Bagian utara lebih rendah dari permukaan tanah dan bagian selatan bangunan merupakan bagian depan dari bangunan ini. Bangunan memiliki ruangan yang berfungsi sebagai ruang olahraga, ruang tidur, kamar mandi, toilet, dan dilengkapi teras di bagian luar bangunan. Pada sudut barat bangunan terdapat ruang tidur, ruang koper, sekretaris, dan kantor. Untuk sudut sebelah timur ruangan berfungsi sebagai ruang penyimpanan anggur. Lantai terbawah dari bangunan ini langsung menuju ke taman sebelah selatan.

23 http://www.pedidikanindonesia.com/2015/02/41-fakta-unik-dan-misteri-gedung-isola.html

(19)

Gambar 9. Blue Print Villa Isola24

Selain bangunan utama, bangunan ini juga dilengkapi dengan taman–taman yang terletak di sisi utara dan selatan bangunan. Salah satu sudut bangunan ini dirancang menghadap salah satu pemandangan alam yang ada di kota Bandung yaitu gunung Tangkuban Perahu. Di bawah ini merupakan salah satu sisi bangunan yang menghadap ke arah gunung Tangkuban Perahu, yang berada di sebelah utara bangunan utama.

Gambar 10. Tampak Gunung Tangkuban Perahu25

3.1.1 Bangunan Utama

Bangunan utama Villa Isola memiliki luas 12.000 m2 dan didirikan di atas lahan seluas 7,5 ha terdiri dari 4 lantai, yang mana lantai paling bawah lebih rendah

24 Sumalyo, Yulianto (1995) Cetakan II. Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia. Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press)

(20)

dari jalan dikarenakan topografi yang tidak rata. Bangunan utama Villa Isola memiliki bentuk yang unik dengan warna yang sederhana. Jika dilihat dari kejauhan bangunan ini memiliki ukuran yang sama antara bagian bangunan kiri dan kanan. Gambar di bawah ini merupakan bangunan Villa Isola bagian selatan dan utara.

Gambar 11. Tampak Selatan Bangunan Utama Villa Isola26

Gambar 12. Tampak Utara Bangunan Utama Villa Isola27

Pada awal bangunan Villa Isola terdapat ruangan yang berfungsi sebagai ruang tidur, ruang keluarga dan ruang makan. Lantai dasar digunakan sebagai tempat hiburan, tempat bermain anak, bar, ruang kantor yang dilengkapi perpustakaan, dapur, kamar mandi, dan toilet. Terdapat pula ruang keluarga yang sangat besar atau salon di lantai dasar. Ruangan yang terdapat di lantai dua bangunan ini hanya ruang tidur, yang terletak berhadapan satu sama lainnya. Setiap ruang tidur dilengkapi dengan teras dan balkon untuk melihat pemandangan ke luar. Lantai tiga bangunan ini terdapat ruang pertemuan yang cukup besar yang dilengkapi dengan bar serta terdapat pula ruang tidur untuk tamu yang dilengkapi

26 (Sumber Gambar: Dokumentasi Pribadi Pada 20 November 2015) 27 (Sumber Gambar: Dokumentasi Pribadi Pada 20 November 2015)

(21)

dengan kamar mandi sendiri. Terdapat pula akses untuk menuju ke atap melalui lantai tiga bangunan ini. Hal menarik dari bangunan ini adalah terdapat taman dan teras terbuka yang terletak di atap bangunan.

Gambar 13. Lantai Dasar Villa Isola28

Gambar 14. Lantai Dua Villa Isola29

28 Sumalyo, Yulianto (1995) Cetakan II. Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia. Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press

29 Sumalyo, Yulianto (1995) Cetakan II. Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia. Yogyakarta:

(22)

Gambar 15. Lantai 3 Atau Bagian Teras Villa Isola30

Gambar 16. Atap Bangunan Villa Isola31

Fungsi ruangan yang berbeda tersebut merupakan fungsi ketika bangunan ini masih menjadi kediaman Beretty. Namun semenjak bangunan ini berubah fungsi menjadi gedung rektorat, fungsi di setiap lantai pun menjadi ruang kantor untuk rektor serta jajarannya dan juga ruang untuk menyimpan arsip-arsip.

30 Sumalyo, Yulianto (1995) Cetakan II. Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia. Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press

31 Sumalyo, Yulianto (1995) Cetakan II. Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia. Yogyakarta:

(23)

3.1.2 Lingkungan Sekitar Bangunan

Gambar 17. Villa Isola Dari Masa Ke Masa32

Gambar di atas merupakan Villa Isola dari masa ke masa. Dua gambar di bagian atas merupakan Villa Isola tidak lama setelah pembangunannya, yaitu pada 1934. Sedangkan gambar di bagian kiri bawah merupakan bangunan pada tahun 2002 dan gambar di bagian kanan bawah, bangunan pada tahun 1983. Tidak hanya bangunan utama, Villa Isola juga memiliki dua taman di sekitarnya, yaitu taman utara dan taman selatan. Pada taman utara terdapat patung 3 dewi.

Gambar 18. Patung 3 Dewi Yang Terletak di Taman Utara33

Taman bagian selatan Villa Isola tidak jauh berbeda dengan taman bagian utara. Jika pada bagian utara terlihat gunung Tangkuban Perahu maka pada bagian selatan pemandangan yang terlihat adalah kota Bandung.

32 http://www.moorsmagazine.com/kunst/tropicalmodernity/ diakses pada 30 April 2016 33 Dokumentasi Pribadi Pada 21 April 2016

(24)

Gambar 19. Pemandangan Taman Selatan Villa Isola34

3.2 Ciri - Ciri Art Deco Pada Eksterior Villa Isola

Art Deco pada setiap wilayah memiliki ciri-ciri yang berbeda karena disesuaikan dengan unsur-unsur yang terdapat di wilayah tersebut. Secara umum Villa Isola memiliki gaya Art Deco tipe streamline deco karena mengutamakan bentuk melengkung dan silindris. Perpaduan dengan unsur wilayah sendiri dapat dilihat pada pola rancangan yang sederhana serta mengadaptasikan iklim tropis dalam rancangannya. Karakteristik Art Deco pada bangunan Villa Isola terlihat jelas pada bentuk bangunannya yang simetris, memiliki lengkungan dan silindris, dinding bangunan yang sederhana, serta perpaduan unsur lokal seperti penggunaan kaca yang banyak dan adanya unsur pemikiran Jawa yaitu penggunan orientasi utara dan selatan.

3.2.1 Bentuk Simetris

Salah satu ciri khas Art Deco pada bangunan utama Villa Isola merupakan bentuk bangunan yang simetris. Setiap sisi bangunan jika ditarik garis lurus di tengah bangunan memiliki ukuran yang sama antara kiri dan kanan bangunan. Bentuk bangunan yang simetris ini disebut dengan golden section karena memiliki ukuran yang sama antara kanan dan kiri. Gambar berikut ini merupakan Villa Isola bagian selatan, dengan perbandingan jumlah kaca yang sama banyaknya jika ditarik garis lurus di tengah bangunan.

34 Dokumentasi Pribadi Pada 21 April 2016

(25)

Gambar 20. Bangunan Utama Bagian Selatan35

Sedangkan pada bagian utara bangunan ini memiliki tiang di tengah bangunan yang semakin memperlihatkan kesimetrisan bangunan ini. Tiang tersebut membagi dua menara silindris yang jika ditarik garis lurus maka akan memiliki ukuran yang sama. Kedua menara tersebut pun memiliki ukuran yang sama besarnya.

Gambar 21. Bangunan Utama Bagian Utara36

3.2.2 Bentuk Lengkung dan Silindris

Tidak hanya bentuk simetris, bangunan ini juga kaya dengan unsur lengkungan yang terlihat pada setiap sisi bangunan. Lengkungan pada setiap bagian bangunan seolah-olah memiliki ukuran derajat yang sama jumlahnya. Gambar di bawah ini menunjukkan kelengkungan yang dimiliki oleh Villa Isola yang terletak pada salah satu sudut bangunan. Kaca–kaca pada bangunan pun dibuat melengkung

35 Dokumentasi Pribadi Pada 20 November 2015 36 Dokumentasi Pribadi Pada 21 April 216

(26)

dengan bentuk yang menjorok ke dalam bangunan. Selain memiliki bentuk yang simetris menara yang terletak di bagian utara juga memiliki bentuk yang silindris dan terlihat lebih melengkung dibandingkan dengan bangunan lainnya.

Gambar 22. Salah Satu Sudut Bumi Siliwangi37

Gambar 23. Menara Bagian Selatan Villa Isola38

3.2.3 Bentuk Dinding

Karakteristik Art Deco lainnya pada bangunan ini adalah permukaan dinding yang halus dan pemilihan warna yang sederhana dan efisien. Tekstur dinding Villa Isola terasa halus tanpa adanya motif-motif menonjol pada dinding-dinding bangunan. Selain itu sang arsitek memilih menggunakan satu warna untuk dinding bangunan yaitu warna putih. Penggunaan satu warna pada bangunan ini memberikan kesan yang sederhana dan lebih efisien karna tidak memerlukan warna

37 Dokumentasi Pribadi Pada 20 November 2015 38Dokumentasi Pribadi Pada 20 November 2015

(27)

cat lain. Kedua hal tersebut merupakan ciri dari Art Deco yang cendurung mengedepankan kesederhanaan dalam setiap rancangan.

3.2.4 Elemen–Elemen Lokal

Art Deco merupakan gaya yang memasukkan unsur-unsur lokal sebagai ciri khasnya. Dalam merancang bangunan Villa Isola, sang arsitek memadukan unsur-unsur tradisional yaitu penggunaan unsur-unsur pemikiran Jawa, yaitu bangunan memiliki orientasi kosmis ke arah utara dan selatan. Hal tersebut dikarenakan untuk menghindari sinar matahari langsung masuk. Bangunan juga dibuat berundak– undak seperti candi di Jawa. Pembangunan bangunan yang dibuat seperti itu dianggap untuk menangkap rezeki yang datang agar tidak lolos begitu saja. Selain adanya unsur tersebut bangunan ini juga mengadaptasi iklim tropis di Indonesia yaitu dengan penggunaan kaca yang banyak serta adanya kanopi untuk mengalirkan udara dan sinar matahari yang masuk ke dalam bangunan. Penerapan konsep tersebut membuat bangunan ini seolah menyatu dengan alam. Selain itu pemakaian banyak kaca juga merupakan salah satu ciri dekorasi gaya Art Deco.

Gambar 24. Penggunaan Kaca Yang Cukup Banyak39

IV. SIMPULAN

Art Deco merupakan salah satu gaya yang muncul pada periode perang dunia kedua. Gaya yang diperkenalkan pertama kali di Paris (Perancis) ini merupakan salah satu gaya arsitektur yang terkenal di Indonesia, khususnya di kota Bandung.

(28)

Salah satu bangunan di kota Bandung yang memilik gaya tersebut adalah Villa Isola yang merupakan rancangan dari arsitek Belanda, Charles Prosper Wolff Schoemaker. Bangunan yang berdiri sejak tahun 1932 ini beberapa kali berubah fungsi. Awalnya bangunan ini merupakan rumah tinggal Beretty, kemudian menjadi hotel dan saat ini adalah gedung rektorat Universitas Pendidikan Indonesia. Selain fungsi bangunan yang berubah nama bangunan pun ikut berubah menjadi Bumi Siliwangi.

Bangunan yang menjadi salah satu daya tarik wisatawan di Bandung ini memiliki karakteristik Art Deco. Hal tersebut dapat dilihat melalui eksterior bangunan ini. Jika dibandingkan dengan karakteristik Art Deco bangunan ini memiliki bentuk yang simetris pada bagian utara dan selatan bangunan. Ruangan yang berada di sudut bangunan memiliki bentuk dan ukuran yang sama besarnya yaitu ¼ lingkaran. Selain bentuk dan ukuran ruangan, bangunan ini juga memiliki kaca dengan jumlah yang sama banyaknya. Hal tersebut juga menandakan bangunan ini simetris. Selain simetris bangunan ini juga dirancang dengan bentuk yang melengkung dan silindris. Pada bagian utara bangunan terdapat dua menara yang silindris dan simetris. Permukaan dinding yang halus dan pemilihan warna sederhana dan efisien menjadi salah satu karakteristik dari Art Deco yang dimiliki oleh bangunan ini. Art Deco pada setiap wilayah memiliki karakteristik yang berbeda dikarenakan adanya perpaduan dengan unsur-unsur lokal dari setiap wilayah. Perpaduan tersebut pada bangunan ini berupa orientasi dua arah mata angin, utara dan selatan, penggunaan kaca yang banyak, serta bangunan dibuat berundak-undak seperti candi.

(29)

DAFTAR PUSTAKA Buku :

Bayer, Patricia. (1992). Art Deco Architecture: design, decoration and detail from the twenties and thirties. London: Thames & Hudson Ltd

Dana, Djefry W. (1990). Ciri Perancangan Kota Bandung. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Sevilla, Consuelo dan tim. (1993). Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press)

Strickland Ph.d , Carol. (2001). The Annotated ARCH, A Crash Course in the History of Architecture. Kansas City: Andrews Mcmeel Publishing.

Sumalyo, Yulianto (1995) Cetakan II. Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Artikel Ilmiah :

Pratiwi, Ratna Sari. (2003). Art Deco Pada Daerah Tropis. Skripsi.

Prodi Arsitektur, Universitas Tanjung Pura. Historical Architecture Style. Materi Ajar

Website :

Antique Jewelry University(n.d). Art Deco Era Jewelry. Diakses dari

[http://university.langantiques.com/index.php/Art_Deco_Era_Jewelry] paa 30 April 2016

Architectural Styles of America and Europe(n.d). Art Deco and Moderne.

Diakses dari [http://architecturestyles.org/art-deco/] pada 5 Desember 2015

Art Deco Society of Western Australia (Inc.) (n.d). What is Art Deco?. Diakses dari [http://www.artdecowa.org.au/artdeco.htm] pada 5 Desember 2015

Bandung Trip Advice. Diakses dari

(30)

Chandler, Tom (2008, 17 Juli). The Underground’s Montana Fly Fishing Road

Trip Wrapup. Diakses dari [http://troutunderground.com/2008/07/the-undergrounds-montana-fly-fishing-road-trip-wrapup/] pada 30 April 2016

Hartiono, Dibyo (n.d). Decorative Art in Architecture as a Part of Bandung History. Diakses dari

[http://www.iis.u-tokyo.ac.jp/~fujimori/heritage/artdeco.html] pada 8 Desember 2015

Heidi, Dressler (n.d). Art Deco in Architecture. Diakses dari

[http://www.kalamazoomi.com/deco/decointr.htm] pada 18 Maret 2016.

Het Nieuwe Instituut(n.d). Charles Prosper Wolff Schoemaker. Diakses dari [http://zoeken.hetnieuweinstituut.nl/nl/personen/detail/7c325db9-5f5c-5c20-841c-6c42e65da4d2] pada 5 Desember 2015

Java Post (2015, 23 Februari). Op zoek naar Wolff Schoemaker. Diakses dari [https://javapost.nl/2015/02/23/op-zoek-naar-een-wolff-schoemaker/] pada 30 April 2016

Jotravelguide.com (n.d). Bandung, Indonesia. Diakses dari

[http://www.jotravelguide.com/bandung_indonesia/index.php] pada 30 April 2016

Mardiana, Dian (2015, 12 Juni). Villa Isola – Sejarah Gedung Paling Misterius Di Bandung. Diakses dari [http://tempatwisatadibandung.info/villa-isola/] pada 5 Desember 2015

Mona (2014, 16 Desember). Napak Tilas Bangunan Heritage Kota Kembang. Diakses dari [http://www.kotakami.com/travelog/detail/79/napak-tilas-bangunan-heritage-di-kota-kembang#.VygbjlR96o9] pada 30 April 2016

Moors Magazine (n.d). Tropical Modernity – Leven en werk van C.P Wolff Schoemaker. Diakses dari

[http://www.moorsmagazine.com/kunst/tropicalmodernity/] pada 30 April 2016

Motulz (2014, 6 Agustus). Villa Isola Bandung: Sebuah Kisah Tragis. Diakses dari [http://geospotter.org/952/villa-isola-bandung-sebuah-kisah-tragis] pada 5 Desember 2015

(31)

National Geographic Indonesia (2014, 27 April). Villa Isola Bandung, Bangunan Art Deco Terunik. Diakses dari

[http://nationalgeographic.co.id/berita/2014/04/vila-isola-bandung-bangunan-art-deco-terunik] pada 5 Desember 2015

Suprapto (2015, 8 April). Isola, Villa di Tengah Kampus. Diakses dari

[http://rri.co.id/voi/post/berita/155178/warna_warni/isola_villa_di_tengah_kampu s.html] pada 21 Maret 2016.

The Midtown Book (n.d). The Chrysler Building/The Kent Building. Diakses dari [http://www.thecityreview.com/chryslerb.html] pada 30 April 2016

Universitas Atmajaya Yogyakarta: Fakultas Teknik (n.d). Dunia Arsitektur.

Diakses dari [http://ft.uajy.ac.id/arsitek/dunia-ars/] pada 8 November 2015

Volkskrant Online (2010, 17 Juli). Tropische kroonstukken Architectuur C. P. Wolff Schoemaker. Diakses dari [http://www.volkskrant.nl/archief/tropische-kroonstukken-architectuur-c-p-wolff-schoemaker~a1006584/] pada 5 Desember 2015

Wikiwand (n.d). Villa Isola. Diakses dari

[http://www.wikiwand.com/de/Villa_Isola] pada 30 April 2016.

Wisata Bandung (2013, 12 September). Bangunan Art Deco Peninggalan Belanda di Kota Bandung. Diakses dari [http://www.wisatabdg.com/2013/09/bangunan-art-deco-di-kota-bandung.html] pada 5 Desember 2015

Gambar

Gambar 1. Poster Pameran di Paris 7
Gambar 2. The Chrysler Building, New York 8
Gambar 3. Contoh Decorative Style 12
Gambar 5. Charles Prosper Wolff Schoemaker 14
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jika sudah terkumpul baru mulai beraksi mencari target pasar yag sesuai dengan kriteria-kriteria yang kita cari dari akun profile pesaing, fanpage pesaing dan dari grup pesaing

- Jumlah anggota banyak dan terdiri dari pembibitan dan pembesaran - Distribusi pakan pabrik mudah - Tersedia air yang cukup dan bahan.

Sehingga akan lebih menarik dan tepat jika novel Weton (Bukan Salah Hari) karya Dianing Widya Yudhistira dianalisis dari aspek kepribadian tokoh-tokoh yang ada

Jumlah permintaan pasar terhadap produk konfeksioner rupanya menunjukkan pertumbuhan yang positif dimana konsumen pada umumnya mencari camilan dengan variasi dan rasa yang berbeda

Karakteristik deformasi dan struktur mikro dari paduan Co-33Ni-20Cr-10Mo telah dipelajari pada temperatur 700–900 °C menggunakan laju regangan yang bervariasi dengan

Dengan demikian, menurut beliau ayat yang ke-105 dari Surat at-Taubah dimaknai: “Wahai Muhammad, katakanlah/lakukanlah apa yang kamu kehendaki, baik atau buruk, karena

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) pemberian bokashi berpengaruh signifikan terhadap produksi cabai rawit (2) kadar optimum bokashi yang perlu diberikan pada lahan

• Menerapkan teknik pewarnaan graph dengan algoritma koloni lebah untuk membangun solusi layak bagi masalah penjadwalan kuliah.. • Meminimalisasi permasalahan penjadwalan kuliah