• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Suhu Terhadap Hasil Konversi Pencairan Batubara (Studi kasus batubara Formasi Klasaman Papua Barat dan Formasi Warukin Kalimantan Selatan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Suhu Terhadap Hasil Konversi Pencairan Batubara (Studi kasus batubara Formasi Klasaman Papua Barat dan Formasi Warukin Kalimantan Selatan)"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Suhu Terhadap Hasil Konversi Pencairan Batubara

(Studi kasus batubara Formasi Klasaman Papua Barat

dan Formasi Warukin Kalimantan Selatan)

The Influence of Temperature to Conversion Result

of Coal Liquefaction (Case Study of West Papua Klasaman Coal

and South Kalimantan Warukin Coal)

Harli Talla dan Hendra Amijaya

Jurusan Teknik Geologi, Universitas Gadjah Mada Jln. Grafika 2 Yogyakarta 55281

SARI

Maksud dari riset ini adalah untuk mengkaji pengaruh suhu terhadap hasil konversi pencairan batubara dengan menggunakan metode hidrogenasi katalisator. Percontoh batubara yang dipakai dalam kajian ini diambil dari lignit Formasi Klasaman, Sorong, Papua Barat, serta batubara Eco peringkat sub-bitu-minus Formasi Warukin, Kalimantan Selatan. Proses pencairan dilakukan dalam otoklaf berkapasitas 5 l, dengan solvent antrasen dan katalisator bijih besi. Kisaran suhu selama proses pencairan adalah 375oC, 400oC, 425oC, dan 450oC. Ratio berat solvent/batubara adalah 3:2, sedangkan tekanan

blank-off hidrogen pada 100 bar. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa suhu memperlihatkan pengaruh

yang signifikan terhadap konversi pencairan. Pada suhu 375oC, persentase pencairan batubara Sorong

dan batubara Eco adalah sebesar 50%. Hasil konversi tertinggi batubara Sorong adalah 89,94% pada suhu 400oC, sementara untuk batubara Eco sebesar 87,28% pada suhu 450oC.

Kata kunci: pencairan batubara, suhu, batubara Sorong, batubara Eco

ABSTRACT

This research is aimed to study the influence of temperature to liquefaction result by using catalytic hidrogenation method. Coal sample used is Sorong coal (West Papua) from Klasaman Formation which has lignite coal rank and Eco-coal from Warukin Formation (South Kalimantan) with rank of sub bituminus. Liquefaction process is done in an autoclave wiht 5 litre capacities, antrasen is used as solvent and iron ore as catalyst. Temperature variation is 375ºC, 400ºC, 425ºC, 450ºC. Weight ratio of solvent/coal is 3/2, whereas hydrogen blank-off pressure is specified at 100 bars. Result obtained shows that temperature has a significant influence to liquefaction conversion. At temperature of 375ºC converted Sorong coal and Eco-coal is only around 50 %. Sorong coal highest conversion is 89.94 % at temperature of 400ºC and Eco-coal highest conversion is 87.28 % at temperature of 450ºC. Keywords: Coal liquefaction, temperature. Sorong coal, Eco-coal

(2)

PENDAHULUAN

Kondisi operasi adalah bagian penting yang mempengaruhi proses dan hasil konversi pencairan batubara. Kondisi operasi tersebut terdiri atas suhu, waktu, dan tekanan. Penen-tuan suhu yang tepat dapat meningkatkan hasil konversi pencairan tersebut.

Derbyshire drr. (1984) menjelaskan pen-tingnya suhu dalam pencairan batubara, karena apabila batubara diberi panas dengan tekanan yang tinggi akan terurai menjadi rantai-rantai kecil yang terdiri atas rantai aromatik, hidroaromatik, maupun alifatik. Hal ini kemudian memicu terjadi persaing-an reaksi persaing-antara pembentukpersaing-an minyak dpersaing-an reaksi polimerisasi untuk membentuk pa-datan (char). Apabila proses donor hidrogen dari pelarut yang dibantu dengan katalis berlangsung sempurna maka akan terben-tuk produk minyak (seperti dibenzofuran, fluorene, dll) dan gas.

Penelitian ini mengkaji pengaruh suhu pen-cairan batubara dengan menggunakan dua umpan batubara yang berbeda peringkat dan penerapan suhu yang berbeda-beda. Tujuannya agar terlihat pengaruh suhu ter-hadap proses dan hasil pencairan pada setiap tahapan kenaikan suhu.

METODE PENELITIAN Bahan Baku

Percobaan ini menggunakan batubara dari daerah Sorong (Papua Barat) yang berpe-ringkat lignit dan batubara Eco-coal dari PKP2B PT. Bumi Resources Kalimantan Selatan dengan peringkat sub-bituminus. Percontoh batubara yang digunakan di-gerus dengan ukuran 200 mesh. Pelarut (solvent) yang digunakan adalah antrasen sebagai pelarut donor hidrogen yang juga berasal dari hasil pencairan batubara,

se-dangkan katalisator yang digunakan adalah bijih besi.

Prosedur Pencairan dan Pemisahan Produk

Pencairan batubara dilaksanakan di dalam sebuah reaktor autoclave bervolume ber-sih 5 lt. Rasio batubara dan pelarut yang digunakan pada percobaan ini adalah 3/2 atau 2/1, dengan komposisi pelarut 600 g dan batubara 400 g. Persentase katalisator bijih besi yang ditambahkan untuk setiap pencairan sesuai ketentuan yaitu 3 % dari batubara, katalisator sebesar 21, 81 %, dan sulfur sebesar 13.71 g. Bahan tersebut (um-pan) dicampur dan dimasukkan ke dalam reaktor. Reaktor selanjutnya diisi dengan hidrogen pada tekanan awal 100 bar dan dipanaskan dengan waktu tunggu selama 2 jam pemanasan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil analisis proksimat dan ultimat, batubara Sorong termasuk ke dalam pering-kat lignit dengan kandungan air yang sangat tinggi yaitu 32,03 %, kandungan hidrogen 7,78%, dan nilai kalor sebesar 4090 kal/g. Sementara itu batubara Eco-coal termasuk kedalam peringkat Sub-bituminus dengan kadar air 26,05%, kandungan hidrogen 5,23 %, dan nilai kalor 4669 kal/g. Karakteristik batubara Sorong dan batubara Eco-coal dapat dilihat pada Tabel 1.

Pencairan Batubara

Hasil pengujian pencairan batubara Sorong konversi tertinggi sebesar 89,94 % pada suhu 400ºC, sementara batubara Eco-coal konversi tertinggi sebesar 87,28 % pada suhu 450ºC. Konversi terendah batubara Sorong dan batubara Eco-coal pada suhu 375ºC, masing masing sebesar 53,15 % dan 50,85 % (Tabel 2).

(3)

Hasil konversi menunjukan bahwa pencairan berdasarkan perolehan antara selisih minyak dengan residu (konversi nyata) ternyata satu kilogram batubara Sorong menghasilkan

812,975 g batubara cair yang bila dikonversi ke liter sebesar 0,961 lt, sehingga satu ton ba-tubara Sorong akan menghasilkan 961,59 liter atau setara de ngan 6,048 barrel (Oil+Water).

Parameter analisis Percontoh Batubara Unit Sorong Eco-coal Analisis Proksimat:

Kelembaban (saat analisis) 32,03 26,05 % adb

Kandungan Abu 4,94 2,17 % adb

Zat terbang 32,80 30,44 % adb

Karbon tertambat 30,23 35,34 % adb

Nilai kalor 4090 4669 kal/g

Analisis Ultimat:

Karbon 52,34 52,67 % adb

Hidrogen 7,78 5,23 % adb

Nitrogen 0,64 0,37 % adb

Total Sulfur 0,89 0,17 % adb

Oksigen 37,21 24,17 % adb

No Percontoh Suhu (ºC) % Konversi

1 375 53,15 2 400 89,94 3 425 86,76 4 450 79,26 1 375 50,85 2 400 80,71 3 425 82,01 4 450 87,28 Batubara Sorong Batubara Eco-coal

Tabel 2. Hasil Pencairan Batubara Sorong dan Batubara Eco-Coal. Tabel 1.Analisis Proksimat dan Ultimat Batubara Sorong dan Eco-Coal

(4)

Pengaruh Suhu Terhadap Konversi Pencairan

Suhu operasi pada pencairan batubara um-umnya berlangsung antara 350ºC - 500ºC. Untuk suhu di bawah 350ºC, proses pelarut-an partikel batubara belum sempurna, sedang kan pada suhu 430ºC dan 460ºC, minyak yang dihasilkan cenderung naik. Pada suhu di atas 500ºC partikel batubara cenderung membentuk kokas dan me-nyebabkan aglo merasi partikel batubara. Menurut Artok drr. (1994) hasil konversi pencairan akan naik seiring kenaikan suhu. Secara teoritis hasil konversi pencairan batubara yang tinggi diperoleh pada suhu-suhu yang tinggi seperti 425 - 450ºC, karena kisar an panas tersebut mempenga-ruhi produksi radikal-radikal bebas selama proses pencairan, sehingga memberikan kontribusi pada konversi batubara yang tinggi (Derbyshire drr., 1984). Namun pene-litian pencairan batubara ini khususnya un-tuk konversi batubara Sorong memberikan hasil yang berbeda.

Hasil penelitian pencairan menunjukkan bahwa persentase hasil konversi pencairan batubara Sorong dan batubara Eco-coal antara suhu 375ºC - 450ºC dalam cakupan 50 - 90 %. Hasil konversi pencairan batubara Sorong dan batubara Eco-coal tersebut pada suhu rendah 375ºC masing-masing adalah 53,15 % dan 50,85%. Rendahnya persentase konversi pencairan batubara Sorong dan batubara Eco-coal pada suhu 375ºC adalah karena pada suhu ini proses pelarutan par-tikel batubara belum sempurna. Menurut Harten drr. (1985) pada suhu rendah 375ºC persentase konversi hanya sekitar 50 % saja. Hal ini bisa terjadi karena pada suhu 375ºC pencairan baru mulai terjadi.

Suhu terendah yang digunakan dalam pene-litian ini adalah 375ºC dan tertinggi 450ºC, alasannya karena pada suhu di atas 450ºC

tidak terjadi peningkatan konversi pencairan yang signifikan, bahkan cenderung menu-run pada suhu yang lebih tinggi. Menurut Whitehurst dan Michell (1980) serta Lili Huang dan Schobert (2005), pada suhu 475ºC terlihat penurunan konversi, mung-kin karena reaksi-reaksi repolimerasi yang merubah produk- produk cair yang awalnya terbentuk menjadi padat kembali.

Gambar 1 merupakan kurva hubungan antara suhu dengan persentase konversi pencairan. Puncak konversi cair tertinggi Batubara Sorong dicapai pada suhu 400ºC, sedangkan pada suhu yang lebih tinggi konversi cair cenderung menurun. Kondisi berbeda terjadi pada pencairan batubara Eco-coal, karena konversi cair tertinggi dicapai pada suhu 450ºC atau konversi me-ningkat seiring peme-ningkatan suhu.

Adanya perbedaan suhu puncak konversi antara batubara Sorong yang konversi tertinggi pada suhu 400ºC dan batubara Eco-coal dengan konversi tertinggi pada suhu 450ºC, adalah karena batubara Sorong merupakan batubara peringkat rendah yang memiliki kandungan hidrogen tinggi dan karbon rendah sehingga rasio H/C juga tinggi. Batubara dengan rasio H/C tinggi lebih reaktif sehingga mudah untuk dic-airkan. Whitehurst (1978) menyebutkan bahwa ada korelasi linier antara hasil konversi dengan rasio H/C, yakni semakin tinggi rasio H/C maka batubara semakin mudah menjadi cair.

Pengaruh Hidrogen dan Waktu Tempuh Reaksi

Tekanan operasi adalah tekanan reaksi proses pencairan batubara. Pada proses pencairan batubara biasanya digunakan tekanan awal hidrogen antara 80 - 150 bar. Tekanan awal hidrogen adalah tekanan parsial hidrogen yang digunakan, dimana

(5)

tekanan parsial hidrogen akan mempe-ngaruhi tekanan operasi otoklaf. Menurut Xian-Yong (1992) produk minyak yang dihasilkan akan rendah pada tekanan awal hidrogen yang rendah. Sebaliknya tekanan awal yang tinggi menghasilkan minyak yang tinggi. Tekanan awal hidrogen tinggi akan mempercepat laju pemanasan dan menaikan hasil konversi .

Waktu operasi proses pencairan batubara sekitar 30 menit sampai 2 jam, namun ada peneliti yang mengatakan bahwa terjadi peningkatan konversi batubara menjadi produk cair dengan kenaikan waktu ope-rasi sampai 200 menit. Pemanasan partikel batubara secara cepat dalam media gas hidrogen dapat mempersingkat waktu kon-tak hingga kurang dari 15 menit, dengan konversi produk yang tetap tinggi.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengujian pencairan yang dilakukan terhadap batubara Sorong dan batubara Eco-coal, maka dapat disimpulkan

bahwa suhu berpengaruh terhadap hasil kon-versi pencairan batubara, antara lain pada: 1. Suhu 375ºC, konversi batubara Sorong

dan Eco-coal masing-masing hanya sebesar 53,15 % dan 50,85 %, karena proses konversi belum berlangsung dengan sempurna.

2. Suhu 400ºC - 425ºC, konversi batubara Sorong sangat tinggi dan mencapai 89,94 %, karena batubara ini memiliki kandungan hidrogen (H/C) yang tinggi sehingga bersifat sangat reaktif dalam proses pencairan. Suhu ini cocok untuk pencairan batubara peringkat rendah (lignit).

3. Suhu 425ºC - 450ºC, puncak konversi batubara Eco-coal sebesar 87,28 %, karena semakin tinggi peringkat ba-tubara semakin rendah pula kandungan hidrogennya (H/C) dan strukturnya semakin kompak. Sehingga suhu 425ºC - 450ºC akan lebih tepat untuk pencai-ran batubara peringkat tinggi.

4. Suhu di atas 450ºC, tidak memberikan hasil konversi yang berarti bahkan cen-derung membentuk kokas dan mening-katkan konsumsi hidrogen.

Gambar 1. Kurva hubungan suhu dengan konversi antara batubara Sorong dan batubara Eco-Coal.

20 30 50 40 60 70 90 80 10 0 100 375 400 425 BB Sorong BB Eco-Coal 450 Temperatur (C) Konversi (%)

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Para penulis mengucapkan terima kasih kepada Panitia PIT IAGI ke 41 di Yogyakarta yang telah memberi kesempatan untuk mempresentasikan makalah ini pada pertemuan ilmiah tersebut. Selanjutnya,sejumlah koreksian dan perbaikan telah dilakukan untuk penerbitannya dalam Majalah Ge-ologi Indonesia IAGI.

DAFTAR PUSTAKA

Artok, L., Schobert, H.H., dan Erbatur, O., 1994. Temperature-Staged Liquefaction Of Selected Turk-ish Coals. Elsevier Science B.V., Amsterdam. Fuel Processing Technology, 37, h.211-236.

Derbyshire, F.J., Odoerfer G.A., dan Whitehurst, D.D., 1984. Coal dissolution in nitrogen compounds, Fuel, 63, h. 56-60.

Harten, P.A., Jackson, W.R., dan Larkins, F.P., 1985. Hydrogenation of Brown Coal. Fuel, 64, h.1251-1254.

Lili Huang, L. dan Schobert, H.H., 2005. Comparison of Temperature Conditions in Direct Liquefaction

of Selected Low-Rank Coals. American Chemical Society. Energy & Fuels, 19, h.200-207.

Marco, I. dan Chomon, M.J., 1990. Relationship Between Liquefaction Yields And Characteristics Of Different Rank Coals. Elsevier Scientific Publish-ing, 24. Chemical Engineering Depertement Bilbao. h.127-133.

Tsai, S.C., 1982. Fundamentals of Coal Beneficia-tion and UtilizaBeneficia-tion, Coal Science and Technology 2, Elsevier Scientific Publishing No. 375. New York. h.151-159.

Whitehurst, D.D. dan Michell, O.T., 1980. Coal Liquefaction, The Chemical & Technology of Termal Proses. Malvina F. New York, h.6-26.

Whitehurst, D.D., 1978. A Primer on the Chemistry and Constitution of Coal. American Chemical Soci-ety. Energy & Fuels, 8, (5), h.1049-1054.

Xian-Yong, W., Ogata, E., Zhi-Min, Z., dan Niki, E., 1992. Effects of Hydrogen Pressure, Sulfur, and FeS2 on Diphenylmethane Hydrocracking. American Chemical Society. Energy & Fuels, 6, h.868-86.

Gambar

Tabel 1.Analisis Proksimat dan Ultimat Batubara Sorong dan Eco-Coal
Gambar 1. Kurva hubungan suhu dengan konversi antara batubara Sorong dan batubara Eco-Coal.

Referensi

Dokumen terkait

19 Simpang Tiga - Meunasah Raya Paya Mesjid Bungie Liliep Bungie Ujong Baroh Seuk Cukok Pulo Tu Paloh Tok Dhue Meunasah Jurong Kampung Blang Kulam Baro Linggong Sagoe Blang Leuen

Sepengetahuan Kepala Kejaksaan Negeri/asisten Tindak Pidana Umum Jaksa Penuntut Umum yang bersangkutan segera membina koordinasi dan kerja sama dengan Penyidik guna mengarahkan

PENGEMBANGAN Dan PENGELOLAAN JARINGAN IRIGASI, RAWA Dan JARINGAN PENGAIRAN LAINNYA PENGGUNAAN DANA SISA TENDER PENINGKATAN JARINGAN IRIGASI SUMBER DANA ALOKASI KHUSUS (DAK)

Sebelum melanjutkan analisis regresi Poisson dan regresi binomial negatif maka perlu dilakukan pemeriksaan terhadap data yang akan digunakan. Untuk mengidentifikasi

Perubahan yang mempengaruhi permintaan hasil produksi, antara lain: naik turunnya permintaan pasar akan hasil produksi dari perusahaan yang bersangkutan, tercermin melalui

diberikan kepada Kreditur adalah adanya kemudahan dan kepastian hukum pelaksanaan eksekusi hak tanggungan dengan menjual barang jaminan atau agunan berupa hak atas tanah

Transfer Umum, yaitu sekurang-kurangnya 25% untuk belanja infrastruktur daerah (UU Nomor 18 Tahun 2016 tentang APBN) Untuk mendukung pembangunan. infrastruktur agar dipastikan

Perlakuan panas pada baja karbon rendah didasarkan pada prinsip termokimia dengan sistem difusi, yaitu suatu cara untuk mengubah sifat-sifat permukaan substrat, maka