BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan faktor yang terpenting dalam proses produksi.
Sebagai sarana produksi, tenaga kerja lebih penting dari pada sarana produksi
yang lain seperti bahan mentah, tanah, air, dan sebagainya. Karena manusialah
yang menggerakkan semua sumber-sumber tersebut untuk menghasilkan barang
(Bakir dan Manning, 1984). Pada dasarnya tenaga kerja dibagi dalam dua
kelompok, yaitu:
a
Angkatan kerja yaitu tenaga kerja berusia 15 tahun yang selama seminggu
yang lalu mempunyai pekerjaan, baik yang bekerja maupun yang sementara
tidak bekerja karena suatu sebab. Di samping itu, mereka yang tidak
mempunyai pekerjaan tetap sedang mencari pekerjaan atau mengharapkan
pekerjaan.
b.
Bukan angkatan kerja yaitu tenaga kerja yang berusia 15 tahun ke atas yang
selama seminggu yang lalu hanya bersekolah, mengurus rumah tangga, dan
sebagainya dan tidak melakukan kegiatan yang dapat dikategorikan bekerja,
sementara tidak bekerja atau mencari kerja. Ketiga golongan dalam
kelompok bukan angkatan kerja sewaktu-waktu dapat menawarkan jasanya
untuk bekerja. Oleh sebab itu kelompok ini sering dinamakan potential
labor force.
2.2. Permintaan Tenaga Kerja
Menurut Paiaman Simanjuntak (1985) menyatakan bahwa permintaan tenaga kerja berbeda dengan permintaan konsumen terhadap barang dan jasa. Konsumen membeli barang karena barang itu akan memberikan kegunaan baginya. Akan tetapi bagi pengusaha, mempekerjakan seseorang karena membantu memproduksi barang atau jasa untuk dijual kepada konsumen. Dengan kata lain, pertambahan permintaan pengusaha terhadap tenaga kerja sangat tergantung dari pertambahan permintaan pengusaha akan barang yang akan diproduksinya.
Menurut teori permintaan tenaga kerja, seorang pengusaha sebelum menambah tenaga kerjanya secara permanen tentu akan melakukan berbagai langkah terlebih dahulu seperti dengan menambah jam kerja dari tenaga kerja yang ada, menaikkan upah dan sebagainya. Setelah itu dilakukan, ternyata tetap tidak dapat memenuhi capaian target perusahaan, pengusaha baru akan melakukan langkahlangkah lainnya dengan menambah tenaga kerja.
Dengan kondisi seperti itupun pengusaha masih tetap mempertimbangkan yang lainnya bila ingin menambahtenaga kerja, seperti :
(1) Bagaimana tambahan hasil marginal yaitu output yang diperoleh dengan penambahan seorang pekerja,
(2) Bagaimana penerimaan marginal yaitu jumlah uang yang diterima pengusaha dengan tambahan hasil marginal dikalikan dengan outputnya,
(3) Bagaimana biaya marginal yaitu jumlah yangdikeluarkan pengusaha dengan manambah tenaga kerja.
Jika tambahan marginal akibat penambahan tenaga kerja ini lebih besar atau menambah keuntungan perusahaan maka hal ini lebih baik untuk dilakukannya.
Berdasarkan teori permintaan di atas, maka yang dibahas adalah teori pemintaan tenaga kerja secara umum maksudnya setiap jenis kegiatan dalam perekonomian yang membutuhkan tenaga kerja akan mempunyai prilaku yang tidak jauh berbeda. Teori permintaan tenaga kerja diatas adalah teori permintaan tenaga kerja oleh suatu perusah aan.
Oleh karena dalam tulisan ini permintaan tenaga kerja adalah tenaga kerja agregat (pertanian, industri dan jasa), maka dapat dikatakan bahwa permintaan tenaga kerja agregat itu merupakan penjumlahan dari permintaan tenaga kerja perusahaan, yang selan jutnya diasumsikan prilaku permintaan tenaga kerja agregat adalah sama dengan prilaku permintaan tenaga kerja perusahaan.
2.3. Penawaran Tenaga Kerja
Ada dua kategori dalam masalah penawaran tenaga kerja, yaitu (Ehrenberg dan Smith, 2003):
a. Keputusan individual untuk membagi waktunya antara bekerja atau leisure. Ini berkaitan dengan partisipasi individu dalam angkatan kerja. Bekerja part-time atau full-time work, waktu di rumah dan bekerja untuk dibayar.
b. Keputusan untuk menerima suatu pekerjaan dan masalah bekerja di lain geografi/wilayah.
2.3.1. Konsep Penawaran Tenaga Kerja
Konsep penawaran tenaga kerja (labor supply) memiliki beberapa dimensi antara lain yaitu (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999):
a. Ukuran dan komposisi demografi populasi yang tergantung pada kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk (net immigration);
b. Tingkat partisipasi angkatan kerja (labor force participation rate), merupakan tingkat persentase working-age populasi dengan actual working atau seekingwork.
c. Jumlah jam kerja per minggu atau per tahun, dan d. Kualitas angkatan kerja.
2.3.2. Partisipasi Angkatan Kerja
Tingkat partisipasi angkatan tenaga kerja (the labor force participation) merupakan nilai perbandingan antara actual labor force dengan potensial labor force. Actual labor force adalah angkatan kerja yang bekerja dan menganggur atau angkatan kerja yang sedang mencari pekerjaan. Potential labor force atau tenaga kerja (man power) adalah populasi dikurangi dengan jumlah anak-anak atau penduduk usia 15 tahun dan masyarakat yang dilembagakan (people who are institutionalized) (SUDA, BPS Sumut, 2007).
Bukti empiris di Amerika Serikat bahwa penurunan tingkat partisipasi angkatan kerja, khususnya kaum pria, dipengaruhi oleh beberapa hal, yakni (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999):
a. Kenaikan real wages dan earnings akan mengurangi jam kerjanya atau mereka akan semakin kecil memasuki partisipasi angkatan kerja (income effect).
b. Adanya jaminan sosial dan pensiunan swasta (social security dan private pension). c. Disability benefits, angkatan kerja yang memiliki keterbatasan atau menerima gaji
kecil akan menarik diri dari partisipasi kerja karena mereka umumnya mendapat lebih banyak uang dari transfer/tunjangan pemerintah.
d. Life cycle consideration, mempengaruhi orang dalam partisipasi angkatan kerja.
Orang yang telah berumur, kemampuan atau skill yang dimilikinya tidak sesuai lagi dengan kebutuhan trend permintaan tenaga kerja akan mengurangi partisipasi mereka di angkatan kerja (substitution effect).
Sementara itu kaum perempuan, penelitian di Amerika Serikat menemukan bahwa partisipasi kerja kaum perempuan meningkat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999):
a. Kenaikan wage rate dan earnings suami dan kaum perempuan. Kenaikan wage rate dan earnings kaum perempuan lebih dominan substitution effect-nya daripada income effect-nya;
b. Perubahan keinginan dan sikap (preferences dan attitude) termasuk dari pengaruh gerakan femenisme;
c. Meningkatnya produktivitas kerja sektor rumah tangga karena semakin bekembangnya teknologi peralatan rumah tangga. Waktu yang digunakan oleh kaum wanita untuk mengurus keperluan keluarga semakin sedikit (productionand consumption household semakin kecil). Ini yang memacu merekamengalihkan waktu luang tesebut ke dunia kerja atau labor market.
d. Penurunan tingkat kelahiran. e. Meningkatnya angka perceraian.
f. Berkembangnya akses di dunia kerja bagi kaum perempuan di mana tingkat diskriminasi semakin berkurang.
g. Usaha untuk memperbaiki atau mempertahankan standar hidup.
Pertumbuhan pendapatan kaum laki-laki (suami mereka) mengalami stagnan sehingga mendorong wanita untuk bekerja guna mempertahankan standar hidup mereka. Net effect dari semua tingkat partisipasi tergantung pada ukuran: added-workeffect dan discouraged-work worker effect. Added-work effect terkait dengan
Kehilangan pekerjaan suatu seorang anggota keluarga akan ditutupi oleh anggota keluarga yang lain untuk mencari pekerjaan yang baru. Tujuannya untuk menutupi kehilangan penghasilan akibat dari berhentinya anggota lain tersebut dari dunia kerja.
Added-work effect menambah tingkat partisipasi kerja. Discouraged-work effect berkaitan dengan masalah psikologis pekerja yang kehilangan keinginan untuk bekerja
kembali. Pekerja yang pernah diberhentikan karena resesi akan merasa pesimis untuk mendapatkan pekerjaan kembali sesuai dengan keinginannya, minimal seperti yang pernah mereka dapatkan sebelumnya. Discourafe-work effect sifatnya mengurangi tingkat partisipasi angkatan kerja (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999).
Bukti empiris menyebutkan discourage-work effect lebih dominan dari pada added-work effect. Tingkat partisipasi angkatan kerja berbanding terbalik dengan tingkat pengangguran. Semakin besar tingkat pengangguran semakin kecil tingkat partisipasi angkatan kerja. Kondisi pasar tenaga kerja yang memburuk dengan peningkatan pengangguran dan penurunan wage rate menyebabkan partisipasi angkatan kerja menurun (discourage-work effect). Banyak usia muda yang sebenarnya telah dapat memasuki dunia kerja enggan berpartisipasi. Mereka lebih memilih untuk tetap di tempat sekolah/kuliah atau melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999).
Beberapa survey yang dilakukan di Amerika Serikat setelah masa perang Dunia II, menyimpulkan bahwa real wages cendrung naik tetapi jam kerja per minggu relatif turun. Adapun hasil survey tersebut antara lain (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999):
a. Undang-undang mewajibkan pemberi kerja untuk memberikan wage premium kepada pekerja, atas kondisi tertentu yang dilakukan oleh pekerja atau dialami pekerja,
b. Kenaikan atas pajak pendatapan (tax incomes),
c. Semakin tinggi tingkat rata-rata pendidikan para tenaga kerja yang memasuki dunia kerja,
d. Pengaruh iklan (Brack dan Cowling) menyebabkan masyarakat lebih memilih untuk melakukan konsumsi barang/jasa yang sifatnya time-intensive commodities dari barang yang sifatnya goods-intensive commodities.
e. Owen, berpendapat masyarakat lebih memilih konsumsi dan pengaturan anggotakeluar (family sized) dan pasangan lebih lama dalam pendidikan.
2.4. Determinan Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja
Determinan permintaan tenaga kerja dapat diringkas sebagai berikut (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999):
a. Permintaan produk suatu barang dan/atau jasa yang dihasilkan oleh tenaga kerja itu sendiri. Jika permintaan produk tinggi maka permintaan tenaga kerja juga yang memproduksi produk tersebut akan tinggi. Menurut Frank dan Bernanke (2007), kenaikan harga produk tertentu yang diproduksi oleh pekerja akan menggeser kurva permintaan ke kanan (permintaan tenaga kerja semakin besar untuk semua tingkat upah nominal maupan upah riel). Begitu juga sebaliknya.
b. Produktivitas tenaga kerja. Semakin tinggi produktivias tenaga kerja semakin tinggi permintaan terhadap tenaga kerja tersebut. Kenaikan produktivitas tenaga kerja akan menggeser kurva permintaan tenaga kerja ke arah kanan. Namun seandainya produktivitas tenaga kerja menurun maka kurva permintaan tenaga kerja akan bergeser ke kiri. Frank dan Bernanke (2007) menyatakan bahwa kenaikan produktivitas tenaga kerja akan menggeser kurva permintaan tenaga kerja ke kanan,
di mana permintaan terhadap tenaga kerja meningkat untuk semua tingkat upah nominal dan upah riel.
c. Jumlah pemberi kerja (employers). Semakin banyak jumlah pemberi kerja maka semakin banyak jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan atau permintaan tenaga kerja akan meningkat.
d. Harga barang/faktor produksi yang lain. Perubahan faktor-faktor produksi yang lain seperti modal, bahan baku, tanah dapat mengubah permintaan tenaga kerja.
Namun perubahan faktor produksi yang lain harus dipilah-pilah lebih dahulu dan harus dibedakan apakah faktor produksi yang lain termasuk dalam kategori sebagai berikut:
1. Gross substitutes. Jika harga faktor produksi yang lain berubah maka permintaan tenaga kerja juga akan berubah ke arah yang sama.
2. Gross complements. Harga faktor-faktor produksi yang lain berubah maka permintaan tenaga kerja juga akan berubah dengan arah yang berlawanan.
Sedangkan determinan penawaran tenaga kerja dapat diringkas sebagai berikut (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999):
a. Wage rates yang lain. b. Nonwage rate income.
c. Preferensi (trade off) untuk bekerja atau leisure. d. Nonwage aspects of the job.
e. Number of qualified suppliers.
2.5. Kesempatan Kerja
Kesempatan kerja mengandung pengertian bahwa besarnya kesediaan
usaha produksi untuk mempekerjakan tenaga kerja yang dibutuhkan dalam proses
produksi, yang dapat berarti lapangan pekerjaan atau kesempatan yang tersedia
untuk bekerja yang ada dari suatu saat dari kegiatan ekonomi. Kesempatan kerja
dapat tercipta apabila terjadi permintaan tenaga kerja di pasar kerja, sehingga
dengan kata lain kesempatan kerja juga menujukkan permintaan terhadap tenaga
kerja. (Sudarsono, 1998) Perluasan kesempatan kerja merupakan suatu usaha
untuk mengembangkan sektor-sektor penampungan kesempatan kerja dengan
produktivitas rendah. Usaha perluasan kesempatan kerja tidak terlepas dari
faktor-faktor seperti, pertumbuhan jumlah penduduk dan angkatan kerja, pertumbuhan
ekonomi, tingkat produktiuvitas tenaga kerja, atau kebijaksanaan mengenai
perluasan kesempatan kerja itu sendiri.
2.6. Elastisitas Kesempatan Kerja
Perubahan jumlah barang yang dibeli karena perubahan harga barang dapat diukur dengan elastisitas harga dari permintaan (price elasticity of demand). Elastisitas permintaan dari suatu barang terhadap perubahan dari suatu faktor penentunya (harga barang itu sendiri, harga barang lain/ penghasilan konsumen) menunjukkan derajat kepekaan akan barang tersebut terhadap perubahan faktor-faktor di atas. (Boediono, 1999) Payaman Simanjuntak (1985) menyatakan bahwa konsep elastisitas dapat digunakan untuk memperkirakan kebutuhan tenaga untuk suatu periode tertentu, baik
untuk masing-masing sektor maupun untuk ekonomi secara keseluruhan. Atau sebaliknya dapat digunakan untuk menyusun simulasi kebijakan pemangunan untuk ketenagakerjaan yaitu dengan memilih beberapa elternatif laju pertumbuhan tiap sektor, maka dihitung kesempatan kerja yang dapat diciptakan. Kemudian dipilih kebijaksanaan pembangunan yang paling sesuai dengan kondisi pasar kerja.
2.7. Penyerapan Tenaga Kerja
Penduduk yang terserap, tersebar di berbagai sektor perekonomian. Sektor
yang mempekerjakan banyak orang umumnya menghasilkan barang dan jasa yang
relatif besar. Setiap sektor mengalami laju pertumbuhan yang berbeda. Demikian
pula dengan kemampuan setiap sektor dalam menyerap tenaga kerja. Perbedaan
laju pertumbuhan tersebut mengakibatkan dua hal. Pertama, terdapat perbedaan
laju peningkatan produktivitas kerja di masing-masing sektor. Kedua, secara
berangsur-angsur terjadi perubahan sektoral, baik dalam penyerapan tenaga kerja
maupun dalam kontribusinya dalam pendapatan nasional (Payaman Simanjuntak,
1985). Jadi yang dimaksud dengan penyerapan tenaga kerja dalam penelitian ini
adalah jumlah atau banyaknya orang yang bekerja di 9 (sembilan) sektor
perekonomian.
2.8. Pertumbuhan Ekonomi dan Penyerapan Tenaga Kerja
Lincolyn (1992) dalam Sinaga (2005) menjelaskan pendapat Robert Sollow dan Trevor Swan mengenai hubungan pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Swan berpendapat pertumbuhan ekonomi tergantung kepada pertambahan kualitas dan kuantitas faktor produksi. Teori ini mendukung pendapat teori kaum neo klasik, yaitu perekonomian dalam full employment jikalau faktor produksi senantiasa berkembang secara harmonis.
Selanjutnya dijelaskan, Capital Output Ratio (COR) dapat berubah-ubah atau dengan kata lain untuk memproduksi sejumlah barang/jasa, maka jumlah modal yang digunakan dapat berbeda-beda misalnya untuk memproduksi barang/jasa sejumlah A, diperlukan buruh sebesar L1 dan modal sebesar K1. Jika terjadi perubahan target produksi bertambah 2 kali hal ini diperoleh dari alternatif pemakaian teknologi dalam produksi, maka perlu tambahan modal sebesar K2 dan penyerapan buruh berkurang sebanyak L1/2. Kombinasi kedua faktor produksi tersebut pada gambar di bawah ini:
Gambar 2.1. Kombinasi Faktor Produksi Modal dan Buruh
Gambar di atas menunjukkan bahwa fungsi produksi oleh kurva produksi 1 dan 2 di mana diawali dari usaha untuk memproduksi sejumlah barang diperlukan modal minimal sebesar K1 dan diserap buruh maksimal L1. Masalahnya dengan modal sebesar K1 tidak cukup untuk membeli teknologi maka untuk meningkatkan produksi kepada kurva P2, terlihat garis tidak akan bersinggungan dengan kurva P2, meskipun sampai kepada titik infinity (∞) jikalau modal tetap sebesar K1, maka kombinasi produksi dalam menyerap buruh hanyalah A, B, C dengan konsistensi mengurangi jumlah produksi atau buruh. Untuk modal sebesar K2 maka dapat dipilih kombinasi tingkat produksi sebesar A. atau B. ataupun C. di mana diperoleh kombinasi buruh sebanyak L4. Kesimpulannya dari kurva ini semakin banyak modal diinvestasikan maka semakin sedikit buruh yang dapat diperkerjakan untuk memproduksi barang Modal. Tenaga Kerja atau jasa ini terlihat dari berkurangnya jumlah buruh dari L3 ke L4 untukmemproduksi sejumlah B atau B..
Dari gambar di atas, Sollow dan Swan membuat fungsi persamaan sebagai berikut:
Qt = Kta . Ltb... (2.1)
Qt = Tingkat produksi pada tahun t Kt = Jumlah stok barang modal tahun t Lt = Jumlah tenaga kerja tahun t
a = Penambahan output yang diciptakan oleh penambahan 1 unit modal b = Penambahan output yang diciptakan oleh penambahan 1 unit pekerja
Dari persamaan Sollow dan Swan nilai a, b, dapat diestimasi secara empiris di mana nilai dari a+b = 1, berarti nilai a dan b adalah sama dengan batas kapasitas produksi, atau nilai a dan b adalah terpulang kepada pilihan pengusaha yaitu investasi padat modal atau padat karya, teori ini disebut teori pembangunan negara berkembang (Lincolyn, 1992).
Kenaikan produktivitas tenaga kerja mengakibatkan naiknya rasio modal-tenaga kerja. Rasio modal-tenaga kerja yang tinggi yaitu dengan metode-metode produksi yang lebih padat modal, akan menghasilkan laba yang lebih besar, sehingga tingkat tabungan yang optimal yakni akan menghasilkan pertumbuhan output maksimum. Di sini jelas bahwa tujuan mencapai pertumbuhan output maksimum dan peningkatan kesempatan kerja maksimum merupakan dua hal yang saling bertentangan dan tidak bisa dicapai secara serentak.
Ada dua teori yang mendasar dalam ketenagakerjaan yakni pertama teori Lewis (Todaro, 2003) tentang surplus tenaga kerja dua sektor:
1. Sektor tradisional: sektor pedesaan yang kelebihan penduduk dan ditandai dengan produktivitas marginal tenaga kerja sama dengan nol, maksudnya kelebihan tenaga kerja sektor pertanian dialihkan ke sektor lain, namun sektor pertanian tersebut tidak kehilangan output sedikit pun.
2. Sektor industri perkotaan; proses pengalihan tenaga kerja, serta pertumbuhan output dan peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor industri modern.
Pengalihan tenaga kerja dan pertumbuhan kerja tersebut dimungkinkan oleh adanya perluasan output pada sektor tersebut, perluasan tersebut dimungkinkan adanya peningkatan investasi di bidang industri dan akumulasi modal secara keseluruhan di sektor modern. Peningkatan investasi itu sendiri didasarkan pada kelebihan keuntungan sektor industri dari selisih upah, dengan asumsi bahwa menanamkan kembali seluruh keuntungannya tersebut.
Untuk tingkat upah di sektor industri perkotaan diasumsikan konstan, dan ditetapkan melebihi tingkat rata-rata upah di sektor tradisional (pertanian), dengan maksud memaksa para pekerja pindah dari desa ke kota.
Teori yang kedua adalah teori Fei-Ranis dalam Mulyadi (2003), yang berkaitan dengan negara berkembang yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: kelebihan buruh, sumber daya alamnya belum optimal dalam pemanfaatannya, sebagian besar penduduknya bergerak di sektor pertanian, banyak pengangguran dan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi.
Menurut Fei-Ranis selanjutnya ada tiga tahap pembangunan ekonomi dalam kondisi kelebihan tenaga kerja.
Pertama, di mana para penganggur semu (yang tidak menambah output pertanian) dialihkan ke sektor industri dengan upah institusional yang sama.
Kedua, tahap dimana pekerja pertanian menambah output tetapi memproduksi lebih kecil dari upah institusional yang mereka peroleh, dialihkan pula ke sektor industri. Ketiga, tahap ditandai awal pertumbuhan swasembada pada saat buruh pertanian menghasilkan output lebih besar daripada perolehan upah institusional. Dalam hal ini
kelebihan pekerja terserap ke sektor jasa dan industri yang meningkat terus menerus sejalan dengan pertambahan output dan perluasan usahanya.
Sejalan dengan hal itu indikasi keberhasilan pembangunan suatu negara atau wilayah yang banyak digunakan adalah pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhanekonomi diukur dari tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) untuk lingkup nasional dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) untuk lingkup wilayah. Selain dipengaruhi faktor internal, pertumbuhan ekonomi suatu negara juga dipengaruhi faktor eksternal, terutama setelah era ekonomi yang semakin meng-global.
Secara internal, tiga komponen utama yang menentukan pertumbuhan ekonomi tersebut adalah pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat. Ketiga komponen tersebut sebaiknya berkedudukan sejajar dalam mengelola sumberdaya ekonomi, politik, hukum, sosial dan budaya. Dalam prakteknya, selain bergerak dalam sektor produksi barang dan jasa, pemerintah lebih banyak berperan dalam sektor regulasi dan fasilitasi, termasuk mengendalikan dan mengantisipasi pengaruh eksternal yang bersifat negatif.
Besaran dan arah peran pemerintah tersebut sangat menentukan peran dunia usaha dan masyarakat berpartispasi dalam pembangunan yang pada akhirnya menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi nasional. Permasalahannya adalah menggunakan pertumbuhan PDB sebagai indikator kesejahteraan sifatnya masih sangat makro. Nilai PDB menggambarkan aktivitas produksi dari suatu negara. Perhitungan PDB dapat menggunakan dua pendekatan, yaitu sisi penawaran berdasarkan lapangan usaha menurut sektor dan sisi permintaan atau penggunaan yaitu untuk konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, ekspor dan impor.
Hal itu berarti, jika terjadi pertumbuhan PDB menunjukkan bahwa penggunaan sumberdaya yang tersedia untuk kegiatan berproduksi mengalami peningkatan,
perkembangan dan penggunaan teknologi mengalami peningkatan, penyerapan tenaga kerja menjadi lebih banyak sehingga mengurangi pengangguran dan kemiskinan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Hubungan antara pertumbuhan PDB dengan angka pengangguran dikenal sebagai Hukum Okun, yaitu setiap peningkatan satu persen pengangguran akan menurunkan PDB 2,5 persen (Lipsey, 1992). Dengan demikian jika PDB meningkat seharusnya pengangguran menurun. Jika pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan, namun kesejahteraan masyarakat secara umum tidak meningkat berarti ada ketidakseimbangan baik antar sektor maupun antar wilayah dalam pelaksanaan pembangunan. Untuk itu, selain pertumbuhan ekonomi, diperlukan juga indikator yang lebih mikro untuk melihat dinamika kesejahteraan masyarakat. Dorongan besar (big push) kearah industrialisasi yang cepat telah merupakan kalimat sakti dalam model ini, bagi berlangsungnya pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan dan tercapainya keberhasilan pembangunan nasional (Todaro, 2003).
2.9. Pengaruh Upah, Output dan Investasi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja
Faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja di semua sektor
diharapkan memiliki tingkat permintaan yang tinggi terhadap tenaga kerja.
Tingkat permintaan yang tinggi terhadap tenaga kerja mempunyai arti penting
bagi pembangunan karena dapat membantu mengurangi masalah pengangguran,
pengentasan kemiskinan dan upaya perbaikan ekonomi.
Menurut Sonny Sumarsono (2003), Permintaan tenaga kerja berkaitan dengan
jumlah tenaga yang dibutuhkan oleh perusahaan atau instansi, dimana faktor yang
mempengaruhi penyerapan akan tenaga kerja adalah:
1. Tingkat Upah
Perubahan tingkat upah akan mempengaruhi tinggi rendahnya biaya
produksi perusahaan. Apabila digunakan asumsi bahwa tingkat upah naik, maka
akan terjadi hal-hal sebagai berikut:
a. Naiknya tingkat upah akan meningkatkan biaya priduksi perusahaan, yang
selanjutnya akan meningkatkan pula harga per unit barang yang diproduksi.
Biasanya para konsumen akan memberikan respon yang cepat apabila terjadi
kenaikan harga barang, yaitu mengurangi konsumsi atau bahkan tidak lagi
mau membeli barang yang bersangkutan. Akibatnya banyak barang yang tidak
terjual, dan terpaksa produsen menurunkan jumlah produksinya. Turunnya
target produksi, mengakibatkan berkurangnya tenaga kerja yang dibutuhkan.
Penurunan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan karena pengaruh turunnya
skala produksi disebut dengan efek skala produksi atau scale effect (Sonny
Sumarsono, 2003).
b. Apabila upah naik (asumsi harga dari barang-barang modal lainnya tidak
berubah), maka pengusaha ada yang lebih suka menggunakan teknologi padat
modal untuk proses produksinya dan menggantikan kebutuhan akan tenaga
kerja dengan kebutuhan akan barang-barang modal seperti mesin dan lainnya.
Penurunan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan karena adanya penggantian
atau penambahan penggunaan mesin-mesin disebut dengan efek substitusi
tenaga kerja (substitution effect). Seperti yang telah dikemukakan
sebelumnya dalam uraian diatas, Sudarsono (1988) menyatakan bahwa
permintaan tenaga kerja dipengaruhi oleh perubahan tingkat upah.
Menurut Sonny Sumarsono (2003) upah dibagi menjadi tiga jenis yaitu :
1. Upah pokok
Upah yang diberikan pada karyawan, yang dibedakan atas upah per jam,
per hari, per minggu, per bulan.
2. Upah lembur
Upah yang diberikan kepada karyawan yang bekerja melebihi jam kerja
yang telah ditetapkan perusahaan.
3. Tunjangan
Sejumlah uang yang diterima karyawan secara menyeluruh karena adanya
keuntungan dari perusahaan pada akhir tahun neraca.
2. Nilai Produksi (Output)
Nilai produksi adalah tingkat produksi atau keseluruhan jumlah barang
yang merupakan hasil akhir proses produksi pada suatu unit usaha yang
selanjutnya akan dijual atau sampai ke tangan konsumen. Naik turunnya
permintaan pasar akan hasil produksi dari perusahaan yang bersangkutan. Apabila
permintaan hasil produksi perusahaan atau industri meningkat, produsen
cenderung untuk menambah kapasitas produksinya. Untuk maksud tersebut
produsen akan menambah penggunaan tenaga kerjanya.
Perubahan yang mempengaruhi permintaan hasil produksi, antara lain:
naik turunnya permintaan pasar akan hasil produksi dari perusahaan yang
bersangkutan, tercermin melalui besarnya volume produksi, dan harga
barang-barang modal yaitu nilai mesin atau alat yang digunakan dalam proses produksi
(Sudarsono, 1988).
Nilai output suatu daerah memperkirakan akan mengalami peningkatan
hasil produksi dengan bertambahnya jumlah perusahaan yang memproduksi
barang yang sama. Para pengusaha akan membutuhkan sejumlah uang yang akan
diperoleh dengan tambahan perusahaan tersebut, demikian juga dengan tenaga
kerja. Apabila jumlah output dihasilkan oleh perusahaan yang jumlahnya lebih
besar maka akan menghasilkan output yang besar pula, sehingga semakin banyak
jumlah perusahaan/unit yang berdiri maka akan semakin banyak kemungkinan
untuk terjadi penambahan output produksi.
Sudarsono (1988) menyatakan bahwa perubahan faktor-faktor lain yang
mempengaruhi permintaan hasil produksi, antara lain: naik turunnya permintaan
pasar akan hasil produksi dari perusahaan yang bersangkutan, tercermin melalui
besarnya volume produksi, dan harga barang-barang modal yaitu nilai mesin atau
alat yang digunakan dalam proses produksi.
Lain halnya dengan Payaman J. Simanjuntak (1985) yang menyatakan
bahwa pengusaha memperkerjakan seseorang karena itu membantu memproduksi
barang/jasa untuk dijual kepada konsumen. Oleh karena itu, kenaikan permintaan
pengusaha terhadap tenaga kerja, tergantung dari kenaikan permintaan masyarakat
akan barang yang diproduksi.
3. Nilai Investasi
Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pembelanjaan
penanaman-penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang
modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan
memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian.
(Sadono Sukirno, 1997) Mesin digerakkan oleh tenaga kerja atau sumber-sumber
serta bahan-bahan dokelola oleh manusia.
Sedangkan menurut Dumairy (1998:81) investasi adalah penambahan
barang modal secara netto positif. Seseorang yang membeli barang modal tetapi
ditujukan untuk mengganti barang modal yang aus dalam proses produksi
bukanlah merupakan investasi, tetapi disebut dengan pembelian barang modal
untuk mengganti (replacement). Pembelian barang modal ini merupakan investasi
pada waktu yang akan datang. Nilai investasi ini ditetapkan atas dasar nilai atau
harga dari kondisi mesin dan peralatan pada saat pembelian. Investasi ini
menentukan skala usaha dari suatu industri kecil yang akan mempengaruhi
kemampuan dari usaha tersebut dalam penggunaan faktor produksi yang dalam
hal ini berhubungan dengan jumlah investasi yang dilakukan perusahaan yang
pada akhirnya menentukan tingkat penyerapan tenaga kerja.
Menurut Sadono Sukirno (1997) dalam praktek usaha untuk mencatat nilai
penanaman modal yang dilakukan dalam suatu tahun tertentu yang digolongkan
sebagai investasi atau penanaman modal meliputi pengeluaran atau pembelanjaan
sebagai berikut:
a. Pembelanjaan pokok berbagai jenis barang modal yaitu mesin dan peralatan
produksi lainnya untuk mendirikan berbagai jenis industri dan perusahaan.
b. Pembelanjaan penunjang untuk membangun rumah tempat tinggal, bangunan
kantor, bangunan pabrik dan lainnya.
Berbeda dengan yang dilakukan oleh para konsumen (rumah tangga) yang
membelanjakan sebahagian terbesar dari pendapatan untuk membeli barang dan
jasa yang dibutuhkan, penanaman modal melakukan investasi bukan untuk
memenuhi kebutuhan tapi untuk memberi keuntungan yang sebesar-besarnya.
Dengan demikian banyaknya keuntungan yang akan diperoleh besar sekali
peranannya didalam menentukan tingkat investasi yang dilakukan oleh para
pengusaha. Disamping oleh harapan di masa depan untuk memperoleh
keuntungan terdapat beberapa faktor yang akan menentukan tingkat investasi yang
akan dilakukan oleh penanam modal dalam suatu perekonomian (Sadono Sukirno,
1997). Dimana faktor utama untuk menentukan tingkat investasi adalah sebagai
berikut:
a. Tingkat keuntungan investasi yang diramalkan akan diperoleh.
b. Tingkat bunga
d. Tingkat pendapatan nasional dan perubahan-perubahannya.
e. Keuntungan yang diperoleh perusahaan.
Dengan demikian besarnya nilai investasi akan menentukan besarnya
penyerapan tenaga kerja. Secara teoritis, semakin besar nilai investasi pada
Industri Kecil dimana investasi yang dilakukan bersifat padat karya, sehingga
kesempatan kerja yang diciptakan semakin tinggi.
2.10. Penelitian Terdahulu
1. Tindaon 2010, dengan judul Analisis Penyerapan Tenaga Kerja
Sektoral Di Jawa Tengah, (Pendekatan Demometrik) Penelitian ini
ditujukan untuk menenjajaki kondisi ketenagakerjaan dari sektor-sektor
ekonomi yang terdapat di provinsi Jawa Tengah. Dengan menggunakan
Pertumbuhan Penduduk dan PDRB sektoral sebagai variabel
mempengaruhi dan mengukur pengaruhnya terhadap kapasitas daya serap
tenaga kerja di masing-masing sektor ekonomi.
Penelitian menggunakan pendektan demometrik dengan data deret berkala
serta peridoe 21 tahun dari tahun 1988 hingga 2008 dan dengan
mengambil lokasi penelitian provinsi Jawa Tengah. Model analisa yang
digunakan dalam studi ini adalah study is Ordinary Least Square (OLS).
Berdasarakan hasil yang diperoleh, ditemukan bahwa pertumbuhan
penduduk terbukti mempengaruhi secara signifikan terhadap sejumlah
tenaga kerja sektoral seperti Pertanian, Lisrik Gas dan Air Bersih
demikian juga PDRB sektoral mempengaruhi tenaga kerja sektoral di
Jawa Tengah dengan sifat yang elastis yang menunjukkan kemapuan dan
daya serap sektor dimaksud terhdap tenaga kerja
Peretumbuhan ekonomi adalah menunjukkan suatu peningkatan dalam
kemampuan perekonomian dalam memproduksi barang dan dan jasa.. Di
sisi lain pertumbuhan ekonomi merupakan ukuran dari permbangunan
ekonomi darah dimaksud. Dalam kiran ini aspek dmograpi berupa
kependudukan merupakan pusatk semua kebijakan serta program
pembangunan. Sebagai subjek dari pembangunan, potensi penduduk harus
dijaga dan dikembangkan sehingga dapat menjadi motivator
pembangunan.
2. Syafriadi, 2010, berjudul Pertumbuhan Ekonomi dan Kesempataii Kerja
di kota Solok (Sebuah Kajian dengan Menggunakan Metode Kasula dan
Kointegrasi). Tujuan penelitian ini adalah menganalisa perobahan
struktur perekonomian dan kesempatan kerja di kota Solok dan
menganalisa kausalitas antara pertumbiuhan ekononi dan keseempatan
kerja di Kota Solok. Metode analisis yang dipakai adalah metode
deskriptip dan ekonometrika dengan menggunakan Uji Kausalitas Granger
dengan pendekatan Error Correction Model (ECM) dan Uji Kointegrasi.
Variabel yang digunakan adalah pertumbuhan ekonomi (PDRB) atas harga
konstantahun 2000 dan variabel kesempatan kerja, yaitu jumlah orang
yang bekerja menurut lapangan usaha.
Ditemukan bahwa sektor tersier (Jasa) lebih tinggi pernanannya dalam struktur ekonomi maupun struktur kesempatan kerja. Selanjutnya ditemukan bahwa
tidak adanya kausalitas antara pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja maupun sebaliknya.
Sedangkan dnegan pendekatan ECM, ditemukan adanya hubungan jangka pendek antara pertumbuhan ekonomi dengan kesempatan kerja dengan faktor kelambanan +1, dengan arti bahwa pertumbuhan ekonomi tahun ini terbukti mempengaruhi kesempatan kerja tahun mendatang.
Pertumbuhan kesempatan kerja tidak mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sektor yang dominan dalam dalam struktur ekonomi dan struktur kesempatan kerja di Kota Solok adalah sektor tersier (Jasa).
3. Rangkuti, 2009, Dengan Judul Pengaruh Investasi Dan Pertumbuhan
Di Sektor Pertanian Terhadap Jumlah Tenaga Kerja Sektor Pertanian
di Indonesisa. Penelitian ini bertujuan, untuk menganalisis pengaruh
investasi dan tenaga kerja di sektor pertanian terhadap pertumbuhan sektor
pertanian. Menganalisis pengaruh investasi dan pertumbuhan di sektor
pertanian terhadap penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian.
Penelitian ini mengadopsi teori yang dikemukakan oleh Solow dimana
pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh pertumbuhan teknologi, modal,
dan tenaga kerja.
Jenis data yang digunakan dalm penelitian ini menggunakan data nasional
berupa sekunder bentuk deret berkala tahunan (time series) dari tahun
1977 sampai dengan 2007. Metode analisis kuntitatif menggunakan
pendekatan model ekonometrika persamaan simultan
(simultaneous-equation) dengan metode Two Stages Least Square (2SLS). Beradasarkan
pendugaan yang telah dilakukan, dapat dikatakan pertumbuhan di sektor
pertanian dipengaruhi oleh pertumbuhan sektor pertanian periode
sebelumnya dan investasi di sektor pertanian. Dengan nilai koefisien
masing-masing 1.109350 dan 0.001846 sedangkan pengaruh tenaga kerja
di sektor pertanian terhadap pertumbuhan sektor pertanian memiliki
hubungan yang negatif. Pertumbuhan sektor pertanian periode sebelumnya
berpengaruh terhadap pertumbuhan di sektor pertanian dengan selang
kepercayaan 95 persen. Variabelvariabel yang digunakan pada model
dapat menjelaskan keberagaman sebesar 98 persen.
Berdasarkan pendugaan dampak pertumbuhan dan investasi terhadap
tenaga kerja di sektor pertanian, dapat dikatakan bahwa pertumbuhan dan
investasi di sektor pertanian berpengaruh secara positif terhadap
peningkatan tenaga kerja pertanian. Dengan nilai koefisien masing-masing
17.20 dan 0.12, variabel investasi dapat nyata pada taraf 90 % dan model
dapat menjelaskan keberagaman sebesar 40%.
Dapat disimpulkan investasi dan pertumbuhan sebelumnya di sektor
pertanian berpengaruh secara positif terhadap pertumbuhan pertanian,
sedangkan tenaga kerja berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan sektor
pertanian. Hubungan negatif antara pertumbuhan sektor pertanian dan
tenaga kerja sektor pertanian, bertentangan secara hipotesis dan teoritis
dalam penelitian ini. Pengaruh pertumbuhan dan investasi terhadap tenaga
kerja di sektor pertanian memiliki hubungan yang positif, sehingga secara
implikasi dapat dikatakan untuk menaikkan jumlah tenaga kerja yang
bekerja di sektor pertanian mutlak diperlukan investasi dan pertumbuhan
di sektor pertanian. Sektor pertanian masih merupakan sumber kesempatan
kerja dan berburuh tani yang potensial.Upaya menigkatkan produktivitas
dan kesejahteraan buruh tani perlu terus dilakukan antara lain melalui
perbaikan sistem sakap dan pengupahan, mobilitas dan informasi tenaga
kerja, serta pengembangan agroindustri dan kesempatan kerja di luar
sektor pertanian.
Tingkat upah bergantung pada penawaran tenaga kerja, perkembangan
mekanisasi pertanian, dan pertumbuhan kesempatan kerja di luar sektor
pertanian.Walaupun indeks upah absolut menigkat, harga kebutuhan
pokok meningkat lebih cepat sehingga laju upah riil menjadi sangat
lambat. Pengembangan infrastruktur, pendidikan, dan pembinaan
ketrampilan tenaga kerja (khususnya wanita) sangat penting agar dapat
bekerja secara mandiri dan posisi tawarannya meningkat.
Kontribusi tenaga kerja dinilai menentukan kinerja usaha tani padi yang
bersifat padat tenaga kerja. Kelangkaan tenaga kerja dan peningkatan upah
secara tidak terkendali perlu dicegah.
4. Azwir Sinaga, 2005, dalam Judul Analisis Kesempatan Kerja Sektoral di
Sumatera Utara, dimana penelitian ini bertujuan untuk mengetaui besaran
elastistas dan tingkat signifikansi dari variabel makro regional Sumatera
Utara berupa Investasi, Angkatan Kerja Sektoral terhadap PDRB
Sumatera Utara dengan periode pengamatan dari tahun 1978 hingga 2002.
Analisa data dilakukan dengan model ekonometrika kaida Ordinary Least
Square (OLS).
Ditemukan bahwa PDRB Sumatera Utara adalah bersifat elastis terhadap
pertumbuhan tenaga kerja dan penyerapan tenga kerja terbesar adalah pada
sektor pertanian. Dengan kata lain sektor pertanian adalah sektor yang
paling mampu mengurangi tingkat pegangguran.
Dari sisi investasi ditemukan memiliki sifat yang elastis terhadap tenaga
kerja sektoral, sedangkan Angkatan Kerja bersifat in-elastis terhadap
pertumbuhan Tenaga Kerja sektoral serta sangat dipengaruhi oleh laju
pertumbuhan penduduk usia kerja yang masuk ke pasar kerja.
2.10. Kerangka Pemikiran
Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Sektor Pertanian
Gambar 2.2-a: Kerangka Pemikiran Sektor Pertanian
b. Sektor Pertambangan
Gambar 2.2-b: Kerangka Pemikiran Sektor Pertambangan UMP
PMDN
PMA
Tenaga Kerja Sektor Pertanian
PDRB Sektor Pertambangan
UMP
PMDN
PMA
c. Sektor Industri
Gambar 2.2-c: Kerangka Pemikiran Sektor Induistri
d. Sektor LGA
PDRB Sektor Industri UMP PMDN
PMA
Tenaga Kerja Sektor Industri
PDRB Sektor LGA UMP PMDN
Gambar 2.2-d: Kerangka Pemikiran Sektor LGA
e. Sektor Konstruksi
Gambar 2.2-e: Kerangka Pemikiran Sektor Konstruksi
f. Sektor Perdagangan
PDRB Sektor Konstruksi UMP
PMDN PMA
Tenaga Kerja Sektor Konstruksi
Gambar 2.2-f: Kerangka Pemikiran Sektor Perdagangan
g. Sektor Transportasi
Gambar 2.2-g: Kerangka Pemikiran Sektor Transportasi UMP
PMDN
PMA
Tenaga Kerja Sektor Perdagangan
PDRB Sektor Transportasi UMP
PMDN PMA
h. Sektor Keuangan
Gambar 2.2-h: Kerangka Pemikiran Sektor Keuangan
i. Sektor Jasa
PDRB Sektor Keuangan UMP
PMDN PMA
Tenaga Kerja Sektor Keuangan
PDRB Sektor Jasa UMP PMDN
PMA
Gambar 2.2-i: Kerangka Pemikiran Sektor Jasa
2.11. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian pada kajian pustaka, serta penelitian terdahulu, maka hipotesis sebagai jawaban sementara terhadap penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut: