BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Sekolah selayaknya merupakan tempat peserta didik mendapatkan ilmu
pengetahuan dan keterampilan sebagai bekal kehidupannya dimasa yang akan
datang. Di tempat ini, peserta didik belajar banyak hal yang baru, peserta didik
tersebut juga diberi latihan-latihan sehingga kelak dapat mengaplikasikan ilmu
pengetahuannya dalam kehidupan yang nyata.
Terdapat tiga aspek yang menjadi penilaian dari sekolah terhadap peserta
didiknya yaitu aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotor, tetapi banyak
dari mereka lebih menekankan pada aspek kognitifnya saja dan mengabaikan
aspek lainnya. Padahal aspek afektif juga sangatlah penting yang berkaitan
dengan perilaku-perilaku yang menekan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan
cara penyesuaian diri. Tentunya siswa tidak hanya perlu belajar tentang teori saja
tetapi mereka juga perlu mempraktekannya dengan belajar bersosialisasi, belajar
toleransi, saling menghargai satu sama lain, belajar kejujuran, kesabaran dan
kemandirian. Aspek psikomotor juga tidak kalah penting, karena berkaitan
ketiga aspek tersebut maka peserta didik akan lebih mantap dan memiliki tujuan
hidup yang lebih jelas.
Notte (dalam Sejiwa, 2008) menyatakan bahwa anak-anak belajar dari apa
yang mereka alami atau pengalaman-pengalaman yang mereka terima sejak kecil.
Apabila ia hidup dalam lingkungan yang mengajarkan tentang toleransi,
kejujuran, dukungan, pengakuan, saling berbagi dan persahabatan, maka anak
tersebut akan belajar menjadi sabar, jujur, percaya diri, murah hati dan merasa
bahwa dunia ini adalah tempat yang baik untuk hidup. Tetapi sebaliknya apabila
anak hidup dalam lingkungan yang suka mengkritik, suka mengejek, hidup
dengan rasa takut dan dikasihani maka mereka akan menjadi pribadi yang suka
menyalahkan, menjadi rendah diri, mudah gelisah, dan akan belajar untuk
menyesali kehidupannya.
Sekarang ini fenomena-fenomena tentang praktek bullying di sekolah telah banyak diberitakan oleh berbagai media, baik melalui informasi di media cetak
maupun yang diberitakan di layar televisi.
Widhi (2012), menyatakan bahwa ada lima contoh kasus bullying yang terjadi
di SMA di Jakarta. Yang pertama kasus bullying di SMA 90 Jakarta, para junior (31 siswa) disuruh berlari, push-up dan bahkan berkelahi di lapangan Bintaro oleh
para seniornya, apabila juniornya menolak, maka akan ditampar keras, hal ini
tertinggal di kelas, namun ia melewati koridor khusus untuk anak kelas 3, yang
dinamakan “koridor Gaza”, selain dipukuli dan ditendangi oleh sekitar 30 siswa,
ia juga terpaksa dibawa ke rumah sakit karena mengalami luka cukup parah.
Selanjutnya kasus Bullying SMA 46 Jakarta, seorang siswa bernama Ok sering dipinjami motor oleh seniornya yang berinisial B, namun ia meminjamnya dengan
cara kasar dan mengembalikannya juga dengan seenaknya, karena kesal maka Ok
tidak lagi menggubris B, akibatnya ia dipukuli, diludahi dan sebagainya, kini Ok
lebih memilih untuk home schooling. Yang keempat, kasus Bullying di SMA 70 Jakarta, Va dipukuli oleh 3 orang seniornya dengan alasan karena ia tidak
menggunakan kaos dalam (singlet). Peraturan tersebut dibuat oleh para seniornya
dan bukan oleh sekolah. Yang kelima, kasus bullying di SMA Don Bosco Pondok
Indah, kasus ini menimpa junior yang dilaporkan mengalami tindak kekerasan
berupa pemukulan dan sundutan rokok saat masa orientasi siswa. Saat ini kasus
masih diproses dan dikabarkan polisi telah menahan 7 tersangka. Mulyadi (2012),
menambahkan bahwa di Indonesia mesti adanya perbaikan sistem dalam dunia
pendidikan Indonesia karena kasus bullying ini terjadi baik di tingkat TK hingga
ke tingkat SMA.
Yudhoyono (2012), menilai bullying di sekolah dalam masa orientasi sebagai
suatu sikap yang telah keluar dari nilai-nilai kemanusiaan dan tujuan pendidikan
Affan (2013), menyatakan bahwa lima siswa sebuah sekolah dasar di wilayah
Gowa, Sulawesi Selatan diputus bersalah dalam kasus pencabulan terhadap teman
perempuan satu kelas mereka dan dihukum pidana 18 bulan penjara. Kasus-kasus
diatas mempunyai dampak yang besar bagi para korbannya, seperti trauma dan
dampak psikologis yang berkepanjangan.
Biden (2010) mengatakan bahwa bullying merupakan kondisi ketika satu anak
atau sekelompok anak terus menyakiti anak-anak lain dengan kata-kata atau
tindakan. Pihak yang kuat disini tidak hanya berarti kuat dalam ukuran fisik,
tetapi bisa kuat secara psikologis (Sejiwa, 2008). Ini berarti tindakan bullying bisa
terjadi karena adanya ketidakseimbangan kekuatan baik secara fisik maupun
psikologis antara pelaku dan para korban bullying.
Data yang diperoleh penulis dari wawancara dan observasi dengan siswa di
SD Negeri Bawen 03, menunjukkan bahwa siswa sering mengalami kekerasan
fisik dan verbal dari teman-temannya. Penulis mengadakan wawancara dengan
siswa kelas V dan kelas VI serta kepada para guru, dan diperoleh hasil bahwa
kebanyakan pelaku bullying adalah siswa laki-laki kelas VI dengan modus meminta uang jajan secara paksa kepada teman sekelas maupun adik kelasnya dan
apabila tidak diberi maka pelaku bullying akan mengancam serta memukuli korbannya. Untuk memperoleh data awal mengenai tindakan bullying, peneliti
membagikan skala sikap kepada siswa kelas VI yang berjumlah 35 siswa, dan
Tabel 1.1
Tabel hasil skala sikap tindakan bullying di kelas VI
Kategori Interval Frekuensi Persentase
Rendah 23-40 0 0
Sedang 41-58 19 54,3
Tinggi 59- 76 12 34,3
Sangat tinggi 77- 94 4 11,4
Total 35 100.0
Dari hasil skala sikap menunjukkan bahwa tindakan bullying yang banyak terjadi adalah bullying fisik dan verbal, sedangkan dari hasil observasi dan wawancara menunjukkan bahwa bullying yang banyak terjadi adalah bullying fisik.
Beberapa contoh peristiwa bullying yang terjadi pada hari Sabtu, 13 Juli 2013
ketika pelajaran dikelas, tiba-tiba Im dipukul kepalanya oleh Bg tanpa sebab yang
jelas sampai ia menangis. Selang beberapa waktu, Kp mengejek Dn “Dasar anak
manja, pahpoh (tidak bisa melakukan apa-apa)”. Kemudian saat bel masuk berbunyi,
murid-murid segera masuk kelas tetapi secara tiba-tiba Ft ditampar dan ditendang
oleh Ay. Selanjutnya pada hari Jumat, 19 Juli 2013 ketika jam istirahat Lv sedang
berjalan ke kantin, tiba-tiba dari belakang Lv dijambak rambutnya oleh Ag. Begitu
juga dengan Dv dan Rn juga dijambak oleh Ib tanpa sebab yang jelas.
Satu minggu setelah kejadian tersebut, pada hari Jumat, 26 Juli 2013 ketika
Rk teriak-teriak dan menyuruh mereka diam, namun tidak dihiraukan dan segera
ditutupi pintu oleh Dv supaya Rk diam, setelah bel masuk berbunyi Dv langsung
dipukul papan ujian oleh Rk sampai menangis. Selang beberapa waktu ketika dikelas
Vr diejek pahpoh dan didorong kepalanya oleh Ag.
Pada hari Sabtu, 27 Juli 2013 saat pelajaran berlangsung Ft, Dn, Dv, dan juga
Im dilempari bola kertas oleh Aj, Rk dan Dm. Masih di hari yang sama ketika Dn
dan Im sedang menulis, tiba-tiba dilempar penghapus oleh Rk. Selanjutnya pada saat
pelajaran matematika tiba-tiba Ag mendorong kepala Fd dari belakang. Pada waktu
jam istirahat, Ft disenggol Kp lalu ditendang sampai Ft jatuh ke lantai. Saat pulang
sekolah ketika sampai digerbang Mt dan Ft dihalangi dan dihimpit oleh Rk kemudian
dipegang payudaranya sehingga kedua anak itu teriak-teriak untuk meminta tolong
dan ketakutan. Pada hari Kamis, 31 Oktober 2013 ketika pelajaran menggambar Nc
menendang dada Ah sampai Ah hampir pingsan dan mengeluarkan busa dari
mulutnya hanya karena Ah tidak sengaja mengotori celana Nc dengan cat air.
Tidak hanya peristiwa-peristiwa tersebut, penulis juga didukung dengan hasil
wawancara dari beberapa siswa kelas V dan siswa perempuan kelas VI. Menurut para
korban siswa perempuan kelas VI mengatakan bahwa Sy, Rk dan Ag sering meminta
uang jajan siswa perempuan dengan mengancam korbannya seperti berikut ini:
“Heh...!!! ndi kei 1000 atau 2000 nak ra tak kamplengi we !” (Heh ..!!! mana kasih
uangmu 1000 atau 2000 kalau tidak dikasih aku pukul kamu !). Korban lainnya Ft
dan Dv mengatakan bahwa dulu ketika pulang sekolah pernah didorong ke sawah
menendang Ik sampai keduanya bertengkar. Selanjutnya, Kp (siswa) mengejek Dv
(siswi) dibalas diejek Dv kemudian pukul-pukulan akhirnya tendang-tendangan dan
Dv hanya bisa diam dan menangis. Yang paling miris dan memalukan adalah ketika
baru saja bel masuk berbunyi dan belum ada guru masuk dalam kelas Ag, Sy, dan Rk
(siswa) menyentuh payudara Mt dan Ft (siswi) dengan sengaja sampai mereka
menangis, sebenarnya mereka ingin melapor kepada guru tetapi pintu kelasnya
ditutup oleh ketiga anak itu dan mereka pun diancam apabila berani melaporkan
kejadian tersebut.
Sedangkan hasil wawancara dengan adik kelas yaitu siswa-siswi kelas V,
yang sebagian merupakan korban bullying dari siswa kelas VI. Seperti yang dituturkan oleh siswa-siswa kelas V yang berinisial Tf, Yg, Ih, Nt, Sh, Lv, Yk (siswa)
mengaku korban pemalakan dari anak kelas VI yaitu Rk, Bg, Ib, Ba, dan juga Nk
(siswa), biasanya siswa kelas VI menghampiri ke ruang kelas V dan mengatakan
“Asu Dhes...kei dite 500 nak ra 1000 nak ra ngko bali sekolah tamati we !” (Anjing
...mana aku minta uangnya 500 atau 1000, kalau gak dikasih lihat saja nanti pulang
sekolah aku tungguin!), ada lagi “Dhes...kei dite 1000 nak ra tak kamplengi we!”.
(Kepala...kasih uang 1000 mana, kalau gak aku pukulin kamu!). Ada juga peristiwa
lainnya, ketika jam istirahat, siswa kelas VI (Bg, Rk, Aj, Ed) menghampiri dan
mengejar-ngejar siswa kelas V (Tf, Rn, Lv, Sh, Eg) sampai tertangkap lalu dibawa
masuk ke ruang kelas V dan diblejeti (pakaian dan celananya dilepasi), hanya sebagai
bahan bercandaan saja, tetapi bisa kita bayangkan sungguh betapa malu para korban
Penulis sangat prihatin melihat peristiwa-peristiwa bullying yang terjadi di lingkungan sekolah saat ini mulai dari jenjang TK sampai Perguruan Tinggi yang
tentunya kita mengetahuinya terutama di SDN Bawen 03. Sekarang ini, tindakan
bullying merupakan hal yang dianggap biasa dan suatu hal yang wajar dalam lingkungan masyarakat kita, mereka terkesan acuh apabila melihat ataupun
mendengar oranglain/temannya yang sedang mendapat perlakuan bullying baik itu dalam bentuk fisik yang berupa menyenggol, menimpuk, menjegal, memalak ataupun
dalam bentuk verbal yang berupa membentak, memaki, menghina, menjuluki maupun
meneriaki. Apabila tindakan bullying ini kita biarkan saja tanpa ada teguran dan sanksi yang tegas tentunya akan menjadi suatu kebiasaan turun temurun pada
generasi yang akan datang. Yang terpenting disini bukan hanya tindakan bullying saja
tetapi justru dampak psikologis bagi para korban, pelaku maupun penonton. Seperti
trauma, melakukan tindakan kriminal dan yang dikhawatirkan juga baik korban
maupun penonton yang akan memilih menjadi pelaku bullying dikemudian hari..
Ada banyak sekali upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi tindakan
bullying pada siswa, salah satunya adalah melalui permainan peran psikodrama. Metode psikodrama merupakan permainan peranan yang dimaksudkan agar individu
yang bersangkutan dapat memperoleh pengertian lebih baik tentang dirinya, dapat
menemukan konsep pada dirinya, menyatakan kebutuhannya-kebutuhannya, dan
menyatakan reaksinya terhadap tekanan-tekanan terhadap dirinya, menurut Corey
Psikodrama dilaksanakan untuk tujuan terapi atau penyembuhan. Selain itu,
psikodrama juga dapat dipakai sebagai metode mengajar yang sangat bermanfaat bagi
para mahasiswa dan orang-orang yang bekerja di bidang kesehatan mental.
Pada penelitian yang dilakukan Siswanti dan Widayanti (2009) mengenai
“Fenomena Bullying di SD Negeri di Semarang” hasilnya menunjukkan bahwa
37,55% siswa menjadi korban bullying, 42,5% siswa terluka karena bullying secara fisik dan 34,6% dari bullying non fisik.
Penelitian yang dilakukan Widiastuti (2010) berdasarkan hasil penelitian
tentang “Mengatasi Bullying Siswa Kelas VI Melalui Analisis Pengubahan Perilaku di SDN Mangunsari 07 Salatiga”, setelah diberikan layanan melalui pendekatan
analisis pengubahan perilaku ada penurunan skor yang signifikan pada perilaku
bullying siswa.
Pada penelitian yang dilakukan Astia (2011) berdasarkan hasil penelitian
tentang “Mengurangi frekuensi tindakan bullying di SD Negeri melalui konseling
kelompok dengan model SPICC”, ada perbedaan yang signifikan antara kelompok yang diberi layanan dengan kelompok yang tidak diberi layanan konseling kelompok
dengan model SPICC.
Sedangkan penelitian Zulaikah (2011) berdasarkan hasil penelitian tentang
“Perubahan Perilaku Bystander Bullying melalui Role Play Pada Siswa Kelas VIII E SMP Negeri 8 Salatiga”, ada perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol setelah kelompok eksperimen diberi bimbingan kelompok
Dari hasil uraian diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti “apakah metode
psikodrama dapat mengurangi tindakan bullying secara signifikan pada siswa kelas VI SD Negeri Bawen 03?”
1.2. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah sebagaimana diuraikan diatas, maka
dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut :
“Apakah metode psikodrama dapat mengurangi tindakan bullying secara
signifikan pada siswa kelas VI SD Negeri Bawen 03".
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui signifikansi
pengurangan tindakan bullying melalui metode psikodrama pada siswa kelas VI
SD Negeri Bawen 03 Kabupaten Semarang.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun
secara praktis sebagai berikut :
1.4.1. Manfaat teoritis
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan menambah
pengetahuan di bidang bimbingan konseling khususnya yang berkaitan
dengan mengurangi problematika bullying melalui metode psikodrama pada
1.4.2. Manfaat praktis
1) Sebagai masukan pada guru kelas guna mengidentifikasi, mengurangi,
serta mengentaskan tindakan bullying siswa SD dengan menggunakan metode psikodrama.
2) Memberi bahan informasi mengenai bullying sehingga dapat dimanfaatkan
oleh pihak sekolah dalam rangka memberikan pelayanan bimbingan yang
tepat bagi pelaku bullying dan mencanangkan kebijakan sekolah antibullying.
3) Para peneliti berikutnya yang berminat mengkaji problematika bullying pada subjek siswa SD dapat menganalisis faktor-faktor yang
melatar-belakangi perilaku siswa tersebut, serta mengembangkan variabel dan
desain penelitian yang lain.
1.5. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini mengikuti sistematika sebagai berikut:
BAB I Dengan judul Pendahuluan, yang berisi: latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II Dengan judul Landasan Teori, yang berisi: pengertian bullying,
pengertian psikodrama, komponen-komponen psikodrama,
teknik-teknik psikodrama, langkah-langkah pelaksanaan
psikodrama, kelebihan dan kelemahan psikodrama, penelitian
yang relevan dan Hipotesis.
BAB III Dengan judul Metode Penelitian, yang berisi: jenis penelitian,
subjek Penelitian, variabel Penelitian, definisi operasional,
teknik pengumpulan data, uji coba instrumen, dan teknik
analisis data.
BAB IV Dengan judul Pelaksanaan Penelitian dan Pembahasan yang
berisi: persiapan penelitian, gambaran subjek penelitian,
perilaku bullying siswa serta upaya mengurangi melalui metode psikodrama.