• Tidak ada hasil yang ditemukan

ARAH MENUJU PRODUKSI KOPI BERKELANJUTAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ARAH MENUJU PRODUKSI KOPI BERKELANJUTAN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

ARAH MENUJU PRODUKSI KOPI BERKELANJUTAN

Heading Toward Sustainable Coffee Production

Pujiyanto Peneliti Tanah

Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia

Ringkasan

Keberlanjutan suplai kopi ke pasar sangat ditentukan oleh keberlanjutan produksi di lapangan. Proses produksi kopi di lapangan umumnya dilakukan oleh petani yang memiliki pengetahuan dan kemampuan terbatas, sehingga pemahaman keberlanjutan usaha tani di lapangan perlu dipahami oleh para petani. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui pelatihan atau sekolah lapang tentang usaha tani kopi berkelanjutan yang tidak menyebabkan penurunan kualitas lahan. Usaha tani kopi berkelanjutan adalah merupakan pengelolaan sumber daya yang berhasil dalam usaha tani kopi untuk memenuhi kebutuhan petani yang terus berubah dan sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan lahan. Ciri usaha tani kopi berkelanjutan adalah mantap secara ekologis, bisa berlanjut secara ekonomis, dan luwes terhadap dinamika lingkungan strategisnya. Sistem produksi kopi keberlanjutan memiliki 4 dimensi, yang saling berkaitan satu sama lainnya yaitu: (1) dimensi lingkungan fisik, yang meliputi kelestarian lahan (tanah, air dan sumber daya genetik flora dan fauna) dan kelestarian produksi kopinya itu sendiri, (2) dimensi ekonomi, yaitu saling ketergantungan dan saling menguntungkan antarpelaku agribisnis kopi, (3) dimensi sosial, yaitu dampak sosial agribisnis kopi dan kesejahteraan petani atau karyawan yang terlibat dalam agribisnis kopi, dan (4) dimensi kesehatan, yaitu tidak berdampak negatif terhadap kesehatan pengguna produk kopi. Praktek usaha tani berkelanjutan antara lain dapat dilakukan melalui upaya maksimalisasi diversitas kebun kopi, integrasi ternak dalam sistem budi daya kopi, pengendalian degradasi tanah, optimasi produksi sesuai dengan potensi lahannya, aplikasi teknologi adaptif yang spesifik lokasi, optimasi kualitas hasil produksi dan perlindungan melalui sertifikasi.

Kata kunci : Produksi berkelanjutan, Coffea sp.

Abstract

Sustainable suply of green coffee to market is determined by their pro-duction in the field. Coffee propro-duction in Indonesia is mainly carried out by smallholder. Therefore, extension and training for farmers to make better un-derstanding on sustainable farming is essential. Sustainable coffee production is an effort for successful management of related resources to produce coffee beans with no risk of land degradation.

Sustainable coffee production have to include 4 aspects, namely: (1) physical aspect which consists of sustainable use of soil, water and genetic resources

(2)

(flora and fauna), and sustainable coffee yield, (2) economic aspect which enhances mutual interdependence all related parties of coffee business, (3) social as-pect for welfare of farmers, and (4) Hygiene asas-pect for coffee consumers. In the field, sustainable coffee practices are conducted through several efforts, such as maximizing genetic diversity, integration of ruminants in the coffee produc-tion system, controling land degradaproduc-tion, optimaproduc-tion of coffee producproduc-tion, appli-cation of adaptive technology, optimation of product quality and protection through sertification.

Key words : Sustainable production, Coffea sp.

perkopian dunia melalui sistem perdagangan dan sertifikasi produk-produk kopi. Dewasa ini berkembang bermacam-macam praktek perdagangan dan sertifikasi yang diinisiasi oleh konsumen kopi di negara maju yang pada dasarnya semua mengacu pada keberlanjutan produksi kopi. Ketentuan-ketentuan dalam sistem perdagangan dan sertifikasi kopi internasional tersebut antara lain terdapat dalam sistem Fairtrade, Organic Coffee, Utz kapeh, Common Code for Coffee Comunity (C4) dan indikasi geografi kopi. Semua sistem tersebut pada dasarnya menekankan pada kejelasan asal-usul (traceability) dan keberlanjutan (sustainability). Prinsip produksi kopi berkelanjutan adalah: tidak menurunkan kualitas lingkungan (environ-mentally sustainable), memberikan ke-untungan ekonomi (economically profitable), dan diterima masyarakat (socially feasible).

DIMENSI PRODUKSI KOPI BERKELANJUTAN

Sistem produksi kopi berkelanjutan memiliki 4 dimensi:

a. Dimensi lingkungan fisik

- Kelestarian lahan (tanah, air dan sumberdaya genetik flora dan fauna).

PENDAHULUAN

Konsepsi produksi kopi berkelanjutan (sustainable coffee production) pada dasarnya mengacu pada konsepsi pertanian ber-kelanjutan (sustainable agriculture) yang mulai gencar disosialisasikan dalam beberapa dasawarsa terakhir ini. Sosialisasi produksi kopi berkelanjutan dipandang sangat penting karena sentra produksi kopi dunia umumnya merupakan negara berkembang yang rawan gejolak sosial, politik maupun ekonomi yang langsung maupun tak langsung dapat meng-ganggu keberlanjutan produksi kopi. Selain itu, cukup banyak sentra produksi kopi merupakan wilayah basah bercurah hujan tinggi dan berlereng yang secara fisik beresiko tinggi terhadap degradasi kualitas lahannya.

Pertanian berkelanjutan adalah merupa-kan pengelolaan sumber daya yang berhasil dalam usaha pertanian untuk memenuhi kebutuhan manusia yang terus berubah dan sekaligus mempertahankan atau mening-katkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumber daya alam. Ciri pertanian ber-kelanjutan adalah mantap secara ekologis, bisa berlanjut secara ekonomis, adil, manu-siawi, dan luwes.

(3)

b. Dimensi ekonomi

- Adanya saling ketergantungan dan saling menguntungkan antarpelaku Agribisnis kopi.

c. Dimensi sosial

- Dampak sosial agribisnis kopi

- Kesejahteraan petani dan karyawan yang terlibat dalam agribisnis kopi

d. Dimensi kesehatan

- Tidak berdampak negatif terhadap kesehatan

Dimensi Lingkungan Fisik

Dalam kaitannya dengan lingkungan fisik berlaku prinsip environmentally sustain-able. Termasuk dalam lingkungan fisik adalah tanah, air dan sumber daya genetik flora dan fauna yang terdapat di dalam tanah maupun di atas permukaan tanah. Sistem pengelolaan lahan (tanah dan segala anasir di dalamnya) yang berkelanjutan pada dasarnya mengacu pada sistem pertanian berkelanjutan. Penge-lolaan lahan yang berkelanjutan berarti suatu upaya pemanfaatan lahan melalui pengendalian masukan (input) dalam suatu proses untuk memperoleh produktivitas yang tinggi secara berkelanjutan, meningkatkan kualitas lahan, serta memperbaiki karakteristik lingkungan. Dengan demikian diharapkan kerusakan lahan dapat ditekan seminimal mungkin sampai batas yang dapat ditoleransi, sehingga sumber daya lahan tersebut dapat dipergunakan secara lestari dan dapat diwariskan kepada generasi yang akan datang. Komponen pengelolaan lahan yang berkelanjutan adalah pengelolaan hara,

pengendalian erosi, pengelolaan residu, pengelolaan tanaman, dan pengelolaan air. Pengelolaan lahan yang berkelanjutan dapat dilakukan dengan memilih teknologi yang tepat pada setiap agro-ekosistem berdasarkan kondisi spesifik dari setiap lokalita. Per-timbangan dalam pemilihan teknologi yang sesuai tersebut antara lain adalah: rencana penggunaan lahan, pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS), dan upaya mem-pertahankan produktivitas. Tahap pertama untuk mencapai pengelolaan yang ber-kelanjutan adalah dengan melakukan zonasi berdasarkan karakteristik agro-ekologinya. Dari hasil zonasi tersebut dapat ditentukan sistem pengelolaan lahan yang tepat untuk tiap-tiap zona. Selanjutnya ditentukan sistem pengelolaan dan teknologi yang sesuai untuk masing-masing kondisi agro-ekologi tersebut. Manfaat pengelolaan lahan secara berkelanjutan kadang-kadang tidak dapat dilihat atau dinikmati segera dalam waktu yang singkat, sehingga kadang–kadang upaya pengendalian kerusakan lahan dipandang sebagai tambahan biaya yang memberatkan. Sebagai contoh adalah upaya konservasi lahan. Jika tidak ada konservasi untuk men-cegah kerusakan lahan, maka produktivitas lahan dan pendapatan petani pada awalnya lebih tinggi namun terus mengalami penurunan seiring dengan makin lamanya lahan diusahakan sampai pada suatu saat dimana lahan telah benar-benar rusak dan tidak memberikan pendapatan. Jika dilakukan tindakan konservasi untuk mencegah kerusakan, maka produktivitas dan pen-dapatan petani pada awalnya sedikit lebih rendah dibandingkan dengan tanpa usaha

(4)

konservasi karena tindakan konservasi memerlukan biaya, namun produktivitas dan pendapatan tersebut akan meningkat sehingga lahan dapat dipakai secara lestari.

Dimensi Ekonomi

Keberlanjutan produksi hanya dapat terjadi jika secara ekonomi para pelaku yang terlibat dalam aktifitas tersebut dapat mem-peroleh manfaat ekonomi yang memadai. Petani sebagai salah satu pelaku utama dapat memperoleh pendapatan yang memadai untuk memenuhi kebutuhannya, pedagang memperoleh keuntungan yang layak untuk hidup sehari-hari, eksportir mendapat ke-untungan yang memadai untuk menjalankan bisnisnya, pabrikan pengolah maupun penjual minuman kopi juga memperoleh keuntungan yang wajar serta konsumen mampu mem-bayar dengan harga yang wajar. Penekanan salah satu pihak terhadap pihak lain hanya akan memberikan keuntungan sesaat dan pada akhirnya akan mematikan pihak lain dalam mata rantai bisnis kopi tersebut. Petani kopi sebagai salah satu pihak yang lemah posisi tawarnya seringkali mendapat tekanan sehingga tidak memperoleh ke-untungan yang memadai dari hasil usaha taninya. Kondisi demikian akan mendorong terjadinya kerusakan lingkungan fisik karena minimumnya tindakan pelestarian yang dilakukan oleh petani dan pada akhirnya akan menyebabkan anjloknya pasokan biji kopi. Keberlanjutan ekonomi ini bukan hanya diukur dari volume produk hasil usaha tani yang langsung (berupa biji kopi), namun juga diukur fungsinya dalam pelestarian sumber daya alam untuk meminimalkan resiko

dengan dimensi lingkungan fisik dan di antara keduanya saling mempengaruhi.

Dimensi Sosial

Keberlanjutan usaha produksi kopi sangat ditentukan oleh faktor sosial antara lain tingkat penerimaan para pelaku aktifitas produksi kopi terhadap suatu masukan ataupun teknologi tertentu. Sebagai contoh penggunaan pupuk alam berupa limbah peternakan tertentu (antara lain kotoran babi) secara teknis akan sangat baik dalam men-dukung keberlanjutan usaha tani kopi, namun bagi masyarakat tertentu tidak dapat menerima teknologi tersebut sehingga tidak dapat berjalan.Dengan demikian perlu alternatif masukan sebagai pengganti pupuk tersebut. Ilustrasi lainnya adalah soal panen, di mana untuk memperoleh kualitas hasil kopi yang optimal diperlukan petik buah merah, namun karena tingkat pencurian buah sangat tinggi (terutama pada saat harga kopi tinggi) maka tidak memungkinkan melakukan petik merah tanpa adanya rekayasa sistem pengamanan yang memadai.

Dimensi Kesehatan

Dewasa ini terdapat indikasi terus me-ningkatnya kesadaran manusia akan penting-nya kesehatan. Implementasi peningkatan kesadaran terhadap kesehatan tersebut antara lain berupa peningkatan kebutuhan bahan pangan dan bahan penyegar yang aman dari logam berat, residu pestisida maupun jamur dan toksin berbahaya. Pada komoditas kopi untuk tujuan ekspor ke beberapa negara tertentu telah ditetapkan batas kandungan

(5)

dan toksin sehingga menekan pemasaran produk kopi yang tidak memenuhi per-syaratan tersebut. Dewasa ini juga telah ber-kembang bermacam-macam produk per-tanian organik, antara lain kopi organik yang memiliki kecenderungan terus mening-kat. Produk kopi organik yang diproduksi dan diolah tanpa menggunakan bahan-bahan anorganik diyakini lebih menjamin kesehatan konsumen. Selain itu, berkembangnya kopi organik juga disebabkan oleh meningkatnya kesadaran akan pentingnya menjaga keber-lanjutan fungsi sumber daya alam. Sistem pertanian organik diyakini akan lebih menjamin keberlanjutan fungsi sumber daya alam dibandingkan dengan sistem pertanian konvensional yang cenderung bersifat eksploitatif.

MENUJU PENGELOLAAN KEBUN KOPI BERKELANJUTAN

Dalam praktek pengelolaan kebun kopi di Indonesia ditengarai adanya kecen-derungan penurunan kinerja dalam beberapa tahun terakhir ini yang dipicu oleh rendahnya nilai jual produk biji kopi di pasaran inter-nasional. Produktivitas perkebunan besar kopi baik milik swasta maupun pemerintah cenderung terus menurun, demikian pula luas arealnya. Cukup banyak areal perkebunan besar kopi yang kurang terawat, bahkan dikonversi menjadi tanaman lainnya karena mengalami kerugian besar selama beberapa tahun. Di perkebunan kopi rakyat, kondisi-nya tidak jauh berbeda. Dewasa ini cukup banyak kebun kopi rakyat yang kondisinya

Gambar 1. Tumpangsari kopi dengan tanaman produktif meningkatkan biodiversitas yang dapat lebih menjamin keberlanjutan produksi.

(6)

makin memprihatinkan akibat minimumnya perawatan. Di beberapa sentra produksi kopi bahkan cukup banyak yang dikonversi ke komoditas lain atau ditumpangsarikan dengan komoditas lain, seperti kakao dengan konsekuensi mengurangi populasi tanaman kopinya. Fenomena tersebut banyak terjadi di sentra utama kopi Indonesia, yaitu di wilayah segitiga kopi di Lampung, Bengkulu dan Sumatera Selatan. Harga kopi yang agak membaik dalam dua tahun terakhir ini, mengurangi kesulitan panjang yang dialami oleh petani kopi selama beberapa tahun sebelumnya. Dalam paparan di bawah ini disampaikan langkah-langkah menuju agribisnis kopi yang berkelanjutan.

Maksimalisasi biodiversitas kebun kopi adalah merupakan upaya penanaman beberapa jenis tanaman dalam kebun kopi yang saling kompatibel satu sama lain. Sebagai contoh adalah penggunaan penaung produktif seperti pete yang sekaligus dapat digunakan sebagai penyangga tanaman lada. Sebagai penaung juga dapat dipakai pinang yang memiliki nilai ekonomi cukup baik. Selain itu, kopi juga dapat ditumpang-sarikan dengan kakao yang membutuhkan kondisi lingkungan yang sama, sehingga di antara kedua jenis tanaman pokok tersebut saling kompatibel. Pemilihan jenis tanaman dan pengaturan tata tanam yang optimal dalam pola tanam tumpangsari tersebut menjadi kunci keberhasilan tumpangsari. Fakta di lapangan membuktikan bahwa petani kopi yang melakukan tumpangsari memiliki ketahanan yang lebih baik terhadap gejolak harga komoditas.

Pola tumpangsari kopi dengan beberapa jenis tanaman lain yang kompatibel sangat

menguntungkan ditinjau dari pencegahan degradasi lingkungan fisik. Hasil-hasil pene-litian menunjukkan bahwa adanya beberapa strata tajuk tanaman dan tingkat kedalaman akar dari beberapa jenis tanaman yang ditumpangsarikan lebih menguntungkan dalam pemanfaatan air maupun hara dari dalam tanah, mitigasi aliran permukaan, erosi dan banjir serta jenis degradasi lahan lainnya. Makin tinggi biodiversitas tanaman di atas permukaan tanah juga menyebabkan makin tingginya biodiversitas di bawah per-mukaan tanah dan makin baiknya kesehatan tanah.

Ditinjau dari stabilitas pendapatan petani terhadap gejolak perubahan harga komoditas, sistem tumpangsari dengan beberapa tanaman lain dipandang lebih baik dalam memberikan stabilitas pendapatan petani dibandingkan dengan budi daya kopi secara monokultur. Tumpangsari juga lebih baik dalam distribusi pendapatan bagi petani. Sebagai contoh adalah tumpangsari antara kakao-kopi Robusta-lada. Kakao dapat dipakai untuk pendapatan 2 mingguan, kopi dan lada untuk pendapatan tahunan. Selain itu, pada pinggiran-pinggiran kebun dapat ditanam pinang dan pisang yang difungsikan sebagai penaung sekaligus sebagai pembatas kebun dan pematah angin (wind breaker) dapat memberi pendapatan yang cukup signifikan secara periodik.

Integrasi dengan Ternak

Integrasi tanaman kopi dengan ternak akan meningkatkan stabilitas dan keber-lanjutan sistem usaha tani. Tanaman kopi

(7)

serta tanaman lain yang ditumpangsarikan memerlukan pupuk organik (selain juga memerlukan pupuk anorganik). Kotoran ternak merupakan pupuk organik yang sangat baik bagi tanaman pokok. Sebagai sumber pakan ternak dapat dipakai hijauan tanaman penaung (gamal maupun lamtoro) serta rumput-rumputan yang tumbuh di bawah tajuk tanaman pokok. Dengan demikian, dalam sistem integrasi ternak -tanaman tersebut sebaiknya tidak dilakukan penyiangan bersih (clean weeding) apalagi menggunakan herbisida. Beberapa jenis rumput lunak (rumput yang tidak terlalu berat kompetisinya dengan tanaman pokok) dan disukai ternak, seperti rumput setaria perlu dijaga agar tidak habis. Rumput-rumput keras yang kompetisinya tinggi terhadap tanaman pokok (seperti alang-alang) dapat dibersihkan secara total. Selain hijauan asal kebun, sumber pakan lain adalah limbah kulit kopi dan kakao yang telah diproses juga dapat digunakan untuk keperluan tersebut. Jenis ternak di-sesuaikan dengan nilai ekonomi dan sosial di setiap lokalita. Pemeliharaan ternak dilakukan dengan sistem pengandangan di sekitar kebun agar tidak merusak tanaman. Jenis ternak yang cocok untuk tujuan ini, antara lain adalah sapi dan kambing.

Pengendalian Degradasi Tanah

Di lahan perkebunan kopi, proses degradasi lahan ditengarai terjadi terus menerus meskipun lajunya dan intensitasnya diyakini lebih rendah dibandingkan dengan degradasi pada lahan pertanian tanaman semusim pada kondisi agroekologi yang serupa. Proses degradasi yang berlangsung

terus menerus menghasilkan lahan kritis yang pada suatu saat tidak layak lagi untuk diusaha-kan lagi, karena hasil yang diperoleh tidak sepadan dengan masukan yang diberikan. Akibat dari proses tersebut adalah menurun-nya produktivitas lahan. Upaya pengembalian hara melalui pemupukan organik maupun anorganik yang telah dilakukan di perke-bunan kopi selama ini belum sepenuhnya mampu mencegah degradasi kualitas lahan.

Erosi ditengarai merupakan penyebab utama degradasi lahan di perkebunan kopi di Indonesia, utamanya pada areal yang kemiringannya cukup tinggi. Dalam sistem budidaya tanaman kopi, sebagian besar permukaan lahan tertutup oleh tajuk vegetasi tanaman pokok dan tanaman penaungnya sepanjang tahun, sehingga degradasi lahan karena pengaruh energi kinetik hujan dapat ditekan. Pengaruh merusak air hujan ter-utama terjadi pada periode persiapan lahan dan periode tanaman belum menghasilkan. Setelah tanaman dewasa dan tajuk tanaman menutupi seluruh permukaan lahan, maka pengaruh merusak dari air hujan menjadi berkurang. Namun demikian, pada lahan yang kemiringgannya cukup tinggi masih terjadi aliran permukaan yang menyebabkan terjadinya erosi. Dengan demikian pengen-dalian erosi pada lahan yang berlereng mutlak diperlukan. Selain pengendalian erosi, pengendalian penurunan kadar bahan organik dan pengendalian kehilangan hara dari daerah perakaran juga mutlak diperlukan agar perkebunan kopi menjadi lestari.

Proses degradasi lahan yang terus ber-lanjut akan menghasilkan lahan terdegradasi atau lahan kritis. Luas areal tanaman kopi yang rusak cenderung terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini merupakan indikasi

(8)

makin meningkatnya luas areal lahan per-kebunan kopi yang terdegradasi. Oleh karena itu upaya untuk menekan laju degradasi dan memperbaiki lahan yang telah terdegradasi dipandang sangat perlu untuk menjaga produktivitasnya. Kegagalan upaya konservasi dan ameliorasi akan berdampak buruk terhadap generasi sekarang maupun terhadap generasi yang akan datang.

Optimasi Produksi Sesuai Potensi Lahan

Akibat revolusi hijau beberapa dasa-warsa lalu terbukti telah berhasil mening-katkan produktivitas komoditas pertanian (utamanya pada tanaman pangan) secara signifikan. Aplikasi masukan luar berupa pupuk anorganik (utamanya pupuk N) dengan dosis tinggi pada tanaman kopi yang disertai pendongkelan penaung terbukti dalam jangka pendek mampu meningkat-kan produktivitas, sehingga dapat dicapai tingkat produktivitas yang tinggi (2–3 ton kopi pasar/ha). Dalam jangka panjang diketahui bahwa aplikasi pupuk anorganik tersebut tidak dapat bertahan selamanya, terutama pada saat harga produk menurun sedangkan harga input (pupuk dan pestisida) terus meningkat, sehingga menyebabkan kerugian finansial. Selain itu, aplikasi beberapa unsur hara (N, P, dan K) asal pupuk anorganik tersebut secara relatif menyebabkan pengurasan unsur hara lainnya. Akibatnya adalah terjadi ketidak-seimbangan proporsi antar unsur hara, karena proporsi unsur hara yang tidak disuplai oleh pupuk anorganik (terutama unsur-unsur mikro) dan kadar bahan organik cenderung menurun. Ketidak-seimbangan hara tersebut merupakan salah

akhirnya sistem budi daya dengan masukan luar tinggi, yang merupakan bentuk eksploi-tasi lahan secara berlebihan melebihi daya dukungnya tersebut, tidak dapat bertahan.

Tentu lebih bijaksana jika pengelolaan lahan dilakukan untuk mencapai produksi optimal sesuai daya dukung lahannya, sehingga tidak menyebabkan terjadinya pengurasan komponen lahan tertentu. Aplikasi pupuk diutamakan menggunakan pupuk organik yang mengandung unsur hara lengkap dan tersedia secara gradual. Pupuk anorganik dipakai sebagai suplemen agar dicapai efek sinergi antara pupuk organik dan pupuk anorganik. Perlu proporsi yang optimal antara pupuk organik dan anorganik untuk memperoleh produksi yang optimal dan stabil dengan fluktuasi tahunan yang sempit. Adanya kecenderungan penurunan produksi dari tahun ke tahun dan adanya fluktuasi produksi tahunan yang sangat lebar merupakan indikasi penge-lolaan yang kurang tepat dan ketidak-berlanjutan usaha tani.

Aplikasi Teknologi Adaptif Spesifik Lokasi

Kebutuhan teknologi dalam proses produksi dapat berbeda-beda antar lokasi. Oleh karena itu perlu dipilih teknologi yang adaptif spesifik lokasi yang telah teruji. Sebagai contoh penggunaan teknologi pem-bibitan dan bahan tanam, pada wilayah endemik nematoda perlu dipilih teknologi penyediaan bibit sambungan dengan batang bawah tahan nematoda parasit, untuk wilayah marginal dipilih bahan tanam yang toleran cekaman lingkungan seperti hara dan air.

(9)

kasan, pemupukan, panen dan pasca panen dan lain-lain perlu diuji dan dipilih yang paling cocok untuk lokasi tertentu.

Optimasi Kualitas Hasil Produksi

Keberlanjutan sistem pengelolaan per-kebunan kopi bukan hanya ditentukan oleh keberlanjutan kondisi lingkungan fisik, tetapi juga oleh keberlanjutan ekonomi petani. Optimasi kualitas hasil produksi sangat erat hubungannya dengan harga jual dan pen-dapatan. Kualitas hasil produksi yang tinggi hanya dapat dicapai jika mutu bahan baku buah kopi sudah baik akibat cara budi daya yang optimal. Panen dan pasca panen dilakukan menurut baku teknis sehingga hasil akhirnya berupa biji kopi pasar memenuhi selera konsumen. Mutu hasil yang lebih tinggi akan memberikan pendapatan yang lebih baik bagi petani.

Sertifikasi

Konsepsi produksi kopi berkelanjutan secara langsung maupun secara tidak langsung telah diadopsi dalam perdagangan kopi melalui Fairtrade, Utzkapeh, Organic Coffee, Common Code for Coffee Comunity (C4). Secara umum untuk dapat diakui dan dihargai sebagai produk spesifik tersebut diperlukan sertifikasi agar dapat memperoleh tingkat harga yang lebih baik. Sertifikasi kopi organik telah cukup lama berkembang dan saat ini telah terdapat beberapa lembaga sertifikasi yang diakui konsumen di Eropa maupun Amerika.

Sertifikasi dapat diberikan setelah di-lakukan inspeksi. Standar inspeksi dan

serti-fikasi ditentukan oleh negara tujuan ekspor atau negara konsumen karena setiap negara tujuan ekspor dapat memiliki standar yang berbeda-beda. Sebagai contoh untuk tujuan ekspor ke Eropa harus diinspeksi dan serti-fikasi menurut standar EEC sedangkan untuk tujuan ekspor ke Jepang harus mengikuti standar Jepang. Dengan adanya sertifikat oleh lembaga kompeten yang dipercaya oleh konsumen maka secara tidak langsung produsen akan dapat memperoleh premium harga yang memadai sehingga suatu usaha pertanian dapat berlangsung secara lestari.

DAFTAR PUSTAKA

Barrow CJ. (1991). Land Degradation : Deve-lopment and Breakdown of Terrestrial Environments. Cambridge, New York: Cambridge Univ. Press.

Lal, R. (1995). Sustainable Management of Soil

Resources in the Humid Tropics.

Tokyo-New York-Paris: United Nation Uni-versity Press.

Metting FB. (1993). Structure and physiologycal ecology of soil microbial communities. p.3–26. In: Metting FB (Editor). Soil

Microbial Ecology. Application in Agriculural and Environmental Manage-ment. New York–Basel–Hongkong:

Marcel Decker Inc.

Oldeman LR. (1993). An International method-ology for an assesment of soil degrada-tion land georeferenced soil and terrain database. p.35–60. In: Report of the Experts

Consultation of the Asian Network on Problem Soils. Bangkok, 25–29 Oct. 1993.

Pujiyanto (1996). Status bahan organik tanah pada perkebunan kopi dan kakao di Jawa Timur. Warta Pusat Penelitian Kopi

(10)

Pujiyanto; A. Wibawa & Winaryo (1996). Pengaruh teras dan tanaman penguat teras terhadap produktivitas kopi arabika serta sifat kimia tanahnya.

Pelita Perkebunan, 12, 25–35.

Pujiyanto; Sudarsono; A. Rachim; S. Sabiham; A. Sastiono & J.B. Baon (2003). Pengaruh bahan organik dan jenis tanaman penutup tanah terhadap bentuk bahan organik, distribusi agregat dan pertumbuhan kakao. J. Tanah. Tropika, 9, 73–86.

Pujiyanto (2004). Degradasi tanah dan keberlanjutan perkebunan kopi dan kakao. Warta Pusat Penelitian Kopi

Kakao, 20, 21–35.

Rapa-FAO (1993). Summary of recommendation and conclusions. p.16–21. In: Report of

the Experts Consultation of the Asian Network on Problem Soils. Bangkok,

25–29 Oct. 1993.

Reijntjes, C.; B. Haverkort & A. Water-Bayer (1992). Pertanian Masa Depan. Pengantar untuk Pertanian Berkelan-jutan dengan Input Luar Rendah. Sukoco (Penerjemah). Terjemahan dari : Farming

for the Future. An Introduction to Low External Input Agriculture. Kanisius.

Jakarta.

Gambar

Gambar 1. Tumpangsari kopi dengan tanaman produktif meningkatkan biodiversitas yang dapat lebih menjamin keberlanjutan produksi.

Referensi

Dokumen terkait

informasi administrasi pasien rawat jalan, sehingga dapat mengatasi masalah yang ada pada sistem lama; Sistem Informasi ini membantu pihak administrasi dalam

Pemanfaatan potensi pertanian belum optimal dan pertambahan penduduk serta konversi lahan pada pengembangan kota/jalan raya untuk perumahan, maka perlu dilakukan analisis daya

 Tidak memberikan obat-obat single dose kepada lebih dari satu pasien atau mencampur obat-obat sisa dari vial/ampul untuk pemberian berikutnya  Bila harus menggunakan

Selain hambatan di atas, persaingan yang terjadi sesama mereka yang kurang sehat dan adanya desakan ekonomi yang kuat sehingga mengakibatkan ruang lingkup gerak

Sebagai tindak lanjut dari kesepakatan dengan KPK, Kementrian Pendidikan akan melakukan inovasi agar pendidikan antikorupsi masuk ke dalam pelajaran yang sudah

Hasil penelitian menunjukkan: (1) Motivasi belajar siswa berada pada kategori sedang dengan persentase sebesar 46,8% (2) Prestasi belajar instalasi listrik siswa berada pada

Narasi Pengelolaan Kebun Kopi Berkelanjutan dengan Teknologi Biopori Berkompos Pemanfaatan bahan organik (sisa produksi atau limbah) yang ada di sekitar kebun kopi untuk bahan