• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Studi Mandiri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah Studi Mandiri"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

i

Makalah Studi Mandiri

Kajian Virtual Reality

Program Studi Teknik Arsitektur dan Perencanaan

Oleh

Hendro Trieddiantoro Putro – 13/356033/PTK/09150 Pembimbing : Ir. Jatmika Adi Suryabrata., MSc., Ph.D.

Halaman Judul

PROGRAM PASCASARJANA

TEKNIK ARSITEKTURUNIVERSITAS GADJAH MADA Januari, 2015

(2)

ii

Daftar Isi

Halaman Judul ... i

Daftar Isi ... ii

Daftar Gambar ... iii

Daftar Tabel ... iii

Daftar Diagram... iii

1 Latar Belakang ... 1

1.1 Virtual Reality ... 1

1.2 Virtual Reality dalam Arsitektur ... 1

1.3 Tujuan Penelitian ... 2

2 Kajian VR (Virtual Reality) ... 3

2.1 Apa itu VR (Virtual Reality)? ... 3

2.2 Sejarah Perkembangan VR ... 9

2.2.1 Sejarah Awal Virtual Reality ... 9

2.3 Aplikasi VR ...11

2.3.1 Perbandingan Virtual Reality dan Augmented Reality ...11

2.3.2 Elemen Virtual Reality ...14

2.3.3 Alat alat VR ...17

2.3.4 Konsep dan Pengembangan Virtual Reality. ...18

3 Virtual Reality dalam Arsitektur ...23

3.1 Penelitian – penelitian yang menggunakan media Virtual Reality dalam Arsitektur ...24

3.1.1 Penelitian Razvan Neagu ...27

3.1.2 Penelitian Allison M dan R.A Stamides ...28

3.1.3 Penelitian Hao Wu ...29

3.1.4 Penelitian Dirk Donath dan Holger Regenbrecht ...30

3.1.5 Penelitian Marc A. Schnabel dan Thomas Kvan ...31

3.1.6 Penelitian Lei Sun et al ...32

(3)

iii

Daftar Gambar

Gambar 2. 1. Pengguna Simulasi Virtual Reality ... 4

Gambar 2. 2. Dua Model Media Komunikasi ...14

Gambar 2. 3. Contoh alat yang digunakan ki-ka (HMD, glove) ...17

Gambar 2. 4. Glove atau Data Sarung tangan ...18

Gambar 2. 5. Head Mounted Display (HMD) ...19

Daftar Tabel

Tabel 2. 1. Tabel Perbandingan Virtual Reality dan Augmented Reality ...11

Tabel 3. 1. Kajian Deskriptif Penelitian Razvan Neagu ...27

Tabel 3. 2. Kajian Deskriptif Penelitian Allison M dan R. A. Stamides ...28

Tabel 3. 3. Kajian Kajian Deskriptif Penelitian Hao Wu ...29

Tabel 3. 4. Kajian Deskriptif Penelitian Dirk Donath dan Holger Regenbrecht ...30

Tabel 3. 5. Kajian Deskriptif Penelitian Marc A. Schnabel dan Thomas Kvan ...31

Tabel 3. 6. Kajian Deskriptif Penelitian Lei Sun et al ...32

Daftar Diagram

Diagram 2. 1. Indikator dalam Telepresence ...15

(4)

1

1 Latar Belakang

1.1 Virtual Reality

Virtual reality (VR) adalah salah satu aplikasi dari teknologi multimedia memiliki kelebihan dalam mendeskripsikan sebuah keadaan atau sebuah obyek dimana visualisasi yang ditampilkan tidak hanya dapat dilihat dari satu sudut pandang saja namun dapat dilihat dari segala sudut, karena memiliki 3 dimensi visual sehingga pengguna dapat berinteraksi dengan suatu lingkungan yang disimulasikan oleh komputer (Virtual Environment). Augmented reality merupakan kebalikan dari virtual reality, dimana model atau objek sengaja ditambahkan kedalam dunia nyata.

1.2 Virtual Reality dalam Arsitektur

Teknologi komputer terus berkembang dengan pesat dalam era digital ini, dan salah satu bagiannya adalah Virtual Reality dalam komunikasi arsitektur. Teknologi tersebut membuat penyampaian suatu informasi dapat disampaikan dengan lebih interaktif dan efektif karena dapat menjangkau indera manusia.

Visualisasi dengan media VR bisa menjadi solusi untuk mendukung sebuah komunikasi arsitektur. Media VR bukan saja berfungsi sebagai alat untuk pemaparan teknis perencanaan di kalangan para ahli saja, namun juga bisa memberi gambaran kepada masyarakat luas sehingga mereka dapat berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Hal ini diperkuat dengan menjabarkan pembahasan tentang penelitian yang menggunakan media VR dalam arsitektur.

(5)

2

1.3 Tujuan Penelitian

Makalah ini merupakan penunjang tesis penulis tentang presentasi dalam arsitektur, yaitu kajian Virtual Reality sebagai media komunikasi arsitektur. Penulis akan menjabarkan media Virtual Reality mulai dari apa itu Virtual Reality?, sejarah perkembangan VR, aplikasi VR dan sampai pembahasan penelitian yang menggunakan media VR dalam arsitektur.

(6)

3

2 Kajian VR (Virtual Reality)

2.1 Apa itu VR (Virtual Reality)?

Virtual Reality dipahami sebagai simulasi komputer interaktif yang dapat mempengaruhi indra pengguna bahkan menggantikan satu atau lebih indra manusia, sehingga pengguna larut kedalam lingkungan simulasi (virtual environment). M. Mihelj et al (2014).

Virtual Reality (VR). Secara bahasa berarti keadaan nyata/ide yang “dimasukkan” ke dalam dunia maya atau memvirtualkan objek nyata/ide yang tetap memperhitungakan sifat-sifat fisikanya. Oleh karena itu harus dibedakan dengan animasi 3D, yang terdapat pada film dan game, karena tidak memperhitungkan data dan kondisi fisik dari objek-objek yang berada di dalamnya (lingkungan virtual). Sebuah VR pasti memperhitungkan aspek ergonomis dan antropometri. Ini adalah added value sebuah VR. Ergonomis berarti barang yang divirtualkan harus cocok dengan anatomi tubuh manusia ketika digunakan seperti kita menggunakan barang-barang yang biasa berada di sekitar kita, sedangkan antopometri berarti di dalam virtualisasi tersebut diperhitungkan ukuran fisik dari gerakan manusia terhadap semua objek virtual di sekelilingnya. Dua hal tersebut merupakan aspek analisis yang menjadi pembeda VR terhadap games, aspek lainnya adalah fungsionalitas. Di sisi ini komponennya adalah reachability, touchability, dan accessability. Reachability berarti objek di dalam dunia vitual dapat dijangkau, dipegang, dapat berinteraksi dengan user. Touchability berarti objek dapat dirasakan, objek yang kita pegang atau sentuh memiliki berat ataupun kontur permukaan, dan accessability berarti objek dalam dunia virtual memiliki perilaku sama dengan objek dalam dunia nyata, misalkan bila dalam tubuh manusia terdapat 25 derajat kebebasan maka dalam dunia virtual pun harus sama.

(7)

4

Gambar 2. 1. Pengguna Simulasi Virtual Reality Sumber : Browsing

Virtual reality is composed of an interactive computer simulation, which senses the user’s state and operation and replaces or augments sensory feedback information to one or more senses in a way that the user gets a sense of being immersed in the simulation (virtual environment).We can thus identify four basic elements of virtual reality: the virtual environment, virtual presence, sensory feedback (as a response to the user’s actions) and interactivity1

Virtual Reality merujuk pada pemakaian komputer untuk mensimulasikan sebuah pengalaman dengan cara yang sama dengan realita. Pada jenis-jenis VR yang paling sering dipakai, seseorang memakai sarung tangan, earphone, dan goggles yang disambungkan dengan komputer. Rangsangan berubah sesuai dengan gerakan orang itu, misalnya menggeleng-gelengkan kepalaatau gerakan-gerakan lainnya. VR mencakup interaktivitas dan multidimensi yang beroperasi pada level yang sangat tinggi. Sistem VR yang canggih dapat menjadi jawara dalam komunikasi, sebuah format yang di dalamnya kita dapat berbagi pengalaman dengan orang lain. Kejadian ini adalah topik film Strange Days, yang dibintangi Fiennes yang berperan sebagai seorang pemasok klip-klip VR selundupan yang diambil langsung dari otak seseorang dan dapat dimainkan oleh orang lain.2

Secara sederhana, Virtual Reality adalah pemunculan gambar-gambar tiga dimensi yang di bangkitkan komputer, yang terlihat nyata dengan bantuan sejumlah peralatan tertentu. Ciri terpentingnya adalah dengan menggunakan perangkat yang dirancang untuk tujuan tertentu,

1

Sherman WR, Craig AB (2003) Understanding virtual reality. Morgen Kaufman Publishers

2

(8)

5 teknologi ini mampu menjadikan orang yang merasakan dunia maya tersebut terkecoh dan yakin bahwa yang dialaminya adalah nyata. Sherman dalam Mihelj et al mengatakan bahwa ada 4 elemen dasar dari virtual reality, yaitu :

a. Virtual Environment b. Virtual Presence c. Sensory Feedback d. Interactivity

1. Virtual Environment (VE)

Definisi dari VR dan VE terus berkembang dan pada saat ini istilah keduanya saling berkaitan. Wilson & D’Cruz (2006) mengatakan bahwa VR mengarah kepada teknik atau sistem berupa perangkat dan software, sedangkan VE merupakan lingkungan yang diciptakan melalui komputer.

A computer-generated virtual environment presents descriptions of objects within the simulation and the rules as well as relationships that govern these objects3

Virtual Environment adalah lingkungan yang disimulasikan oleh komputer, berupa lingkungan

sebenarnya yang ditiru atau lingkungan yang hanya ada dalam imaginasi. Mihelj et al (2014) 2. Virtual Presence

Virtual Presence, yaitu sebuah perasaan keberadaan seseorang dari lingkungan virtual.

Pengguna tersebut bereaksi dengan objek virtual selayaknya berinteraksi dengan objek nyata. Pengguna merepresentasikan perasaan dari berada di sebuah lingkungan virtual.

Virtual presence is very difficult to evoke with other media, as they do not offer actual sensory and physical immersion into the environment. The notion of absence has even been advanced as a concept analogous to presence, but evoked by other media4

Waterworth mengatakan bahwa virtual presence sulit untuk dimunculkan melalui media selain VR karena media lain tersebut tidak memberikan fasilitas atau kemampuan kepada sensor

3

Stanney K (2001) Handbook of virtual environments. Lawrence Earlbaum, Inc

4

(9)

6 aktual dan imersi fisik langsung terhadap lingkungan. Pemahaman dari kehadiran langsung telah ditingkatkan melalui konsep dari kehadiran yang dimunculkan melalui media.

In Immersion, a user is surrounded by the environment in a way that ensures a sense of presence or the feeling seen really in the depicted world5

Imersi merupakan keadaan dimana pengguna berada di sebuah lingkungan yang berupaya untuk meningkatkan perasaan ruang atau perasaan seperti berada di keadaan nyata. Virtual presence dapat dikategorikan menjadi physical (sensory) dan mental presence.

a. Physical (sensory) Virtual Presence

Kehadiran virtual secara fisik mendefinisikan virtual reality dan sekaligus membedakannya dari media lain. Kehadiran virtual secara fisik ini didapat dari memberikan pengguna sebuah lingkungan virtual dengan satu atau lebih sensor yang dapat merubah posisi pengguna dan gerakannya. Pada umumnya sistem virtual reality melakukan render lingkungan virtual melalui penglihatan, pendengaran, dan sentuhan.

b. Mental Virtual Presence

Tingkatan kemampuan kehadiran virtual secara mental tergantung pada tujuan yang ingin dicapai melalui virtual reality. Jika virtual reality digunakan dengan tujuan hiburan, maka diperlukan kehadiran virtual secara mental dengan tingkat tinggi. Bagaimanapun, kehadiran virtual secara mental kadang tidak begitu dibutuhkan. Tidak adanya kehadiran virtual secara mental tidak mendiskualifikasi media dari menjadi virtual reality.

3. Sensory Feedback

Umpan balik sensoris merupakan komponen krusial dari VR. Sistem VR memberikan umpan balik sensoris secara langsung melalui informasi visual. Sistem virtual reality memberikan umpan balik sensoris secara langsung kepada pengguna berdasarkan lokasi fisiknya.

5

Schuemie, MJ, van der Straaten P, Krijn M, van der Mast CAPG. Research on Presence in Virtual Reality: A Survey. Cyberpsychology and Behaviour 2001; 4(2):183-202.

(10)

7

4. Interactivity

Interaktivitas adalah salah satu fitur media baru yang paling banyak dibicarakan, mendapat tempat khusus di internet. Seperti halnya berbagai istilah dalam dunia cyber baru, kadang sulit memahami arti sebenarnya dari kata itu. Satu masalah dalam mendefinisikan istilah interaktivitas adalah bahwa ia dipakai minimal dalam dua makna berbeda. Orang-orang dengan latar belakang ilmu komputer cenderung memaknainya sebagai interaksi pengguna dengan komputer, sebagaimana permainan-permainan interaktif. Definisi semacam itu menyebutkan bahwa interaktivitas berarti kemampuan pengguna untuk berkomunikasi secara langsung dengan komputer dan memiliki dampak pada pesan apapun yang sedang dibuat. Para sarjana komunikasi cenderung berpikir bahwa interaktivitas merupakan komunikasi antara dua manusia. William, Rice, dan Rogers (1988) mendefinisikan interaktivitas sebagai tingkatan dimana pada proses komunikasi para partisipan memiliki kontrol terhadap peran dan dapat bertukar peran dalam dialog mutual mereka. Satu penelitian yang dilakukan oleh McMillan dan Downes (1998) mengidentifikasi bahwa ada 6 dimensi interaktivitas, yaitu:

1. persuasi – menginformasikan 2. kontrol lemah – kontrol tinggi 3. aktivitas rendah – aktivitas tinggi 4. satu arah – dua arah

5. waktu tertentu – waktu fleksibel

(11)

8 The concept of interactivity has been variously defined from different perspectives. The first view is that of characteristics of the medium of a website (Jensen, 1998; Lombard and Snyder-Dutch, 2001; McMillan, 2000; Sohn et al., 2003). Definitions that focus on features seek to identify either general characteristics like two-way communication or specific characteristics of websites such as search engines (McMillan and Hwang, 2002). The second approach defines interactivity focusing on process 2320(Ha and James, 1998; Heeter, 2000; Miles, 1992; Pavlik, 1998; Rafaeli, 1988). From the process perspective, definitions focus on activities such as interchange and responsiveness (McMillan and Hwang, 2002). Lee (2000) proposed that interactivity should not be measured by analyzing processes or by counting features. This is the last approach that defines interactivity as a users’ subjective perception (Sohn et al., 2003; Wu, 1999; Wu, 2000).

Interaksi adalah suatu jenis tindakan atau aksi yang terjadi sewaktu dua atau lebih objek mempengaruhi atau memiliki efek satu sama lain. Ide efek dua arah ini penting dalam konsep interaksi, sebagai lawan dari hubungan satu arah pada sebab akibat. Kombinasi dari interaksi-interaksi sederhana dapat menuntun pada suatu fenomena baru yang mengejutkan. Dalam berbagai bidang ilmu, interaksi memiliki makna yang berbeda.6

William, Rice dan Rogers dalam Jancowski dan Hanssen (1996, p. 61) mendefinisikan interaktivitas sebagai derajat di mana partisipan dalam proses komunikasi memiliki kontrol, dan dapat bertukar peran dalam mutual discourse. Dengan menggunakan konsep mutual discourse, pertukaran, kontrol dan partisipan tersebut dapat dibedakan tiga level interaktivitas, yaitu: 1. Percakapan tatap muka dengan derajat interaktvitas tertinggi; (user to user)

2. Interaktivitas yang dimungkinkan antara orang dengan medium, atau orang dengan sistem di mana isi dapat dimanipulasi (misalnya videotex); (user to system)

3. Interaktivitas yang diperoleh dalam sistem informasi yang tak memungkinkan adanya intervensi dari pengguna untuk merubah konten (misalnya teletext). (user to document) Louise Ha dan James (1998) menyatakan bahwa aspek interaktifitas terbagi menjadi 5, yaitu :

a. Daya Hibur (Playfulness) b. Pilihan (Choice)

c. Daya Sambung (Connectedness)

d. Koleksi Informasi (Information collection)

6

(12)

9

e. Komunikasi timbal balik (Reciprocal communication)

1. daya hibur - game dan kuis-kuis yang dapat diikuti partsipan

2. pilihan - memberikan alternatif pada pengguna, termasuk alternatif untuk mengakhiri komunikasi setiap saat

3. daya sambung - memberikan sebuah situs yang lengkap yang melibatkan pengguna (daya sambung ini juga dapat tercipta terus melalui kunjungan berulang ke situs yang ada)

4. koleksi informasi - kumpulan demografik, psikografis pengguna, dan kadang-kadang karakteristik personal oleh website (pengguna dapat mengontrolnya dengan tidak memberikan informasi atau dengan memblokir pemakaian cookies - informasi yang dapat dikumpulkan dari para pengguna komputer ketika mereka mengakses situs)

5. komunikasi timbal balik - komunikasi dua arah, disediakan pada berbagai website oleh e-mail e-mail-tos, yang di dalamnya para pengunjung situs dapat memasukkan data, dan sebagainya

2.2 Sejarah Perkembangan VR

2.2.1 Sejarah Awal Virtual Reality

Pada tahun 1966, Ivan Sutherland menemukan Head Mounted Display yang merupakan jendela ke dunia virtual. Seorang ilmuwan bernama Myron Krueger (1975) menemukan Videoplace yang memungkinkan penggunanya dapat berinteraksi dengan objek virtual untuk pertama kalinya. Jaron Lanier (1989) memperkenalkan Virtual Reality dan menciptakan bisnis komersial pertama kali di dunia maya. LB Rosenberg (1992) mengembangkan Augmented Reality untuk melakukan perbaikan pada pesawat boeing dan mengembangkan salah satu fungsi sistem AR yang disebut Virtual Fixtures, yang digunakan di Angkatan Udara AS Armstrong Labs dan menunjukan manfaatnya pada manusia. Steven Feiner, Blair Maclntyre dan dorée Seligmann(1992) memperkenalkan untuk pertama kalinya Major Paper untuk

(13)

10 perkembangan Prototype AR. Hirokazu Kato (1999) mengembangkan ArToolkit di HITLab dan didemonstrasikan di SIGGRAPH. Bruce.H.Thomas (2000) mengembangkan ARQuake sebuah Mobile Game AR yang ditunjukan di International Symposium on Wearable Computers. Pada tahun 2008 Wikitude AR Travel Guide, memperkenalkan Android G1 Telephone yang berteknologi AR. Saqoosha (2009) memperkenalkan FLARToolkit yang merupakan perkembangan dari ArToolkit. FLARToolkit memungkinkan kita memasang teknologi AR di sebuah website, karena output yang dihasilkan berbentuk Flash. Wikitude Drive (2009) meluncurkan sistem navigasi berteknologi AR di Platform Android. Tahun 2010 Acrossair menggunakan teknologi AR pada I-Phone 3GS.

Bidang-bidang lain juga menerapkan teknologi augmented reality di bidang Kedokteran (Medical) menerapkan augmented reality pada visualisasi penelitian 3 teknologi pencitraan yang sangat dibutuhkan untuk simulasi operasi, dan simulasi pembuatan vaksin virus. Militer juga telah menerapkan augmented reality pada latihan tempur mereka. Sebagai contoh, militer menggunakan augmented reality untuk membuat sebuah permainan perang, dimana prajurit akan masuk kedalam dunia game tersebut, dan seolah-olah seperti melakukan perang sesungguhnya.

(14)

11

2.3 Aplikasi VR

2.3.1 Perbandingan Virtual Reality dan Augmented Reality

Berikut perbandingan antara Virtual Reality dan Augmented Reality :

Tabel 2. 1. Tabel Perbandingan Virtual Reality dan Augmented Reality Sumber : Analisis Penulis

Kajian Virtual Reality Augmented Reality

Terminologi pemunculan gambar-gambar tiga dimensi yang di bangkitkan komputer, yang terlihat nyata dengan bantuan sejumlah peralatan tertentu. Ciri terpentingnya adalah dengan menggunakan perangkat yang dirancang untuk tujuan tertentu, teknologi ini mampu menjadikan orang yang merasakan dunia maya (VE) tersebut terkecoh dan yakin bahwa yang dialaminya adalah nyata.

teknologi yang menggabungkan benda maya dua dimensi dan ataupun tiga dimensi ke dalam sebuah lingkungan nyata tiga dimensi lalu memproyeksikan benda-benda maya tersebut dalam waktu nyata (real time).

Tools a. Joysticks / gamepad b. Force balls/tracking balls c. Controller wands d. Data gloves e. Voice recognition f. Motion trackers/bodysuits g. Treadmills

Membutuhkan alat untuk memanipulasi indra manusia

Membutuhkan real-time input device (misal kamera) untuk mengakuisisi citra dalam mewujudkan “reality” tersebut.

Input dapat berupa apa saja, contoh marker, gambar 2D, gambar 3D, sensor wifi, sensor gerakan, GPS, dan sensor-sensor yang lain.

(15)

12 seperti HMD (head mounted

display) untuk mata, headphone untuk pendengaran, dan joystick untuk bergerak.

output berupa HMD, monitor, seperti monitor TV, LCD, monitor ponsel, dll

Metode

(16)

13

Kajian Virtual Reality Augmented Reality

Posisi dalam lingkungan

Dalam Augmented reality, yang lebih dekat ke sisi kiri atau mendekati arah lingkungan nyata, memanipulasi lingkungan nyata, yaitu lingkungan bersifat nyata dan ditambahkan benda bersifat maya. Sementara dalam virtual reality, yang lebih dekat ke sisi kanan atau mendekati kea rah lingkungan maya, lingkungan bersifat maya dan benda bersifat nyata, memanipulasi benda nyata ke dalam lingkungan virtual. AR dan VR dapat digabungkan menjadi mixed reality.

Komponen penentu

• Depth of information, merupakan banyaknya dan kualitas data yang ditansfer demi menciptakan lingkungan VR, seperti resolusi, ketajaman gambar.

• Breadth of information, yaitu seberapa besar indera pengguna dimanipulasi, yang biasanya terbatas pada penglihatan dan pendengaran. Namun saat ini sedang dikembangkan VR yang bisa memanipulasi indera sentuhan dan pembau.

Kemampuan hardware menjadi penentu dalam keberhasilan penyampaian informasi kepada user. Disamping itu tidak mudahnya mendapatkan kestabilan marker sehingga visual hanya didapat pada sudut tertentu saja.

(17)

14 2.3.2 Elemen Virtual Reality

Saat berada dalam lingkungan virtual, pengguna akan merasa melebur seolah menyatu dengan dunianya, dan bisa berinteraksi dengan objek-objek yang ada di sana. Hal ini disebut dengan telepresence.

Gambar 2. 2. Dua Model Media Komunikasi Sumber : (after Krueger, 1991, p. 37)

Media komunikasi adalah perantara yang digunakan dalam penyampaian informasi dari komunikator kepada komunikate yang bertujuan untuk efisiensi penyebaran informasi atau pesan tersebut. Banyak cara dan media yang digunakan dalam presentasi arsitektur, presentasi arsitektur cenderung menggunakan media berupa gambar dan model. Ketika presentasi, penyampaian informasi tidak hanya melalui bahasa verbal namun juga non verbal. Gambar dan model sebagai media juga dapat menyampaikan informasi secara tidak langsung.

(18)

15 Faktor dalam media komunikasi menurut Steuer (1993) :

1. Presence (Natural perception)

Presence merupakan pengalaman keberadaan seseorang terhadap lingkungan, Gibson (1986) dalam Steuer (1993) menjelaskan bahwa presence mengarah pada persepsi seseorang terhadap apa yang berada disekitarnya dan dikontrol melalui proses mental.

2. Telepresence (mediated perception)

Telepresence diartikan sebagai pengalaman keberadaan seseorang terhadap lingkungan melalui sebuah media. Penggunaan istilah telepresence digunakan untuk jenis komunikasi yang menggunakan media dalam tujuannya menghadirkan persepsi.

Steuer (1993) menjelaskan dua indikator utama dalam menjabarkan komunikasi melalui media dalam kaitannya terhadap telepresence :

Diagram 2. 1. Indikator dalam Telepresence

(19)

16 1. Vividness

Vividness merupakan salah satu indikator dari sebuah media yang dapat meningkatkan persepsi (telepresence). Vividness berarti kualitas representasional dari lingkungan yang termediasi diurai dari fitur formalnya, dimana lingkungan tersebut memberikan informasi melalui indra.

Vividness means the representational richness of a mediated environment as defined by its formal features, that is, the way in which an environment presents information to the senses. (Steuer, 1993)

Menurut Jonathan Stauer, ada dua komponen dalam perasaan telepresence atau “melebur” ini, yang disebut:

a. Depth of information, merupakan banyaknya dan kualitas data yang ditansfer demi menciptakan lingkungan VR, seperti resolusi, ketajaman gambar.

b. Breadth of information, yaitu seberapa besar indera pengguna dimanipulasi, yang biasanya terbatas pada penglihatan dan pendengaran. Namun saat ini sedang dikembangkan VR yang bisa memanipulasi indera sentuhan dan pembau.

2. Interactivity

Interaktifitas didefinisikan sebagai penjelasan tentang pada bagian mana pengguna dapat berpartisipasi untuk merubah bentuk dan isi dari sebuah media. Interaktifitas yang dimaksud adalah stimulus-driven variable, artinya dipengaruhi oleh struktur sebuah media.

Tiga faktor yang berkontribusi kepada interaktifitas : a. Speed of interaction, or response time

kecepatan, yang mengacu pada tingkat di mana input dapat berasimilasi dengan lingkungan termediasi;

(20)

17 b. Range

Kisaran, yang mengacu pada jumlah kemungkinan tindakan pada waktu tertentu; c. Mapping

pemetaan, yang mengacu pada kemampuan sistem untuk memetakan kontrol untuk perubahan lingkungan yang termediasi secara alami dan dapat diprediksi.

2.3.3 Alat alat VR

Untuk memasuki Virtual Environment, pengguna mengenakan joystick, earphone, dan kacamata khusus (HMD) yang terhubung dengan komputer dan sistem yang di dalamnya. Melalui cara ini, setidaknya tiga indera tubuh kita terkontrol oleh komputer.

Gambar 2. 3. Contoh alat yang digunakan ki-ka (HMD, glove) Sumber : Browsing

Beberapa menggunakan perangkat input yang paling umum adalah: a. Joysticks / gamepad

b. Force balls/tracking balls c. Controller wands

d. Data gloves e. Voice recognition

f. Motion trackers/bodysuits g. Treadmills

(21)

18 2.3.4 Konsep dan Pengembangan Virtual Reality.

Istilah Realitas maya tidak pasti asalnya. Pengembang realitas maya, Jaron Lanier mengakui bahwa ia menggunakan istilah itu pertama kali dan ada istilah yang terkait digunakan oleh Myron Krueger adalah “kenyataan tiruan“ telah digunakan sejak 1970. Virtual Reality sering digunakan untuk menggambarkan berbagai aplikasi, umumnya terkait dengan visual seperti 3D lingkungan.

CAD dalam pengembangan perangkat lunak dan akselerasi perangkat keras grafik, seperti Head-Mounted Display (HMD), sarung tangan database dan miniaturisasi telah membantu mempopulerkan gagasan virtual reality. Dalam buku The Metaphysics of Virtual

Reality, Michael R. Heim mengidentifikasi tujuh konsep pada Virtual Reality yaitu :

a. Simulasi (simulation) b. Interaksi (interaction) c. Kepalsuan

d. Imersi (immersion)

e. Telepresen (telepresence)

f. Seluruh Tubuh Imersi (whole body immersion) g. Jaringan Komunikasi (communication network)

Gambar 2. 4. Glove atau Data Sarung tangan Sumber : Browsing

(22)

19 Untuk memasuki Virtual Reality, pengguna mengenakan joystick atau sarung tangan khusus, earphone, dan kacamata khusus yang terhubung dengan komputer dan sistem yang di dalamnya. Melalui cara ini, setidaknya tiga indera tubuh kita terkontrol oleh komputer. Untuk hasil yang lebih baik, biasanya piranti Virtual Reality ini juga memonitor apa yang dilakukan user. Misalnya kacamata yang mengontrol pergerakkan bola mata pengguna dan meresponnya dengan mengirim masukkan video yang baru. Virtual Reality kadang digunakan untuk menyebut dunia virtual yang disajikan ke dalam komputer, seperti pada berbagai macam game permainan komputer yang kini marak perkembangannya, meskipun hanya berbasis representasi teks, suara dan grafis.

Gambar 2. 5. Head Mounted Display (HMD) Sumber : Browsing

Sekarang, istilah Virtual Reality mulai tergantikan dengan Virtual Environment oleh para ahli komputer. Konsepnya tetap sama, yaitu mensimulasikan lingkungan 3D yang bisa dijelajahi oleh pengguna seolah-olah benar-benar bisa dirasakan lewat panca indera. 2 (dua) syarat yang harus ada dalam VR (Virtual Reality) atau VE (Virtual Environment) adalah :

a. Gambar atau grafis penglihatan 3D yang nyata menurut perspektif penglihatan pengguna. b. Kemampuan untuk mendeteksi gerakan-gerakan pengguna, seperti gerakan kepala dan

arah bola mata, untuk menyesuaikan grafis yang dihasilkan supaya menyesuaikan perubahan dunia 3D atau virtual.

(23)

20 2.3.4.1 Simulasi Penerbangan dan Berkendara

Simulasi penerbangan merupakan contoh aplikasi penggunaan teknologi Virtual Reality. Aplikasi ini memungkinkan pilot untuk berlatih terbang dengan aman dengan lingkungan yang terkontrol, sehingga dapat mengurangi dampak kesalahan dan kerusakan alat penerbangan. Simulator penerbangan muncul pada tahun 1950an dan simulator sederhana pada saat itu dapat dilakukan oleh satu orang melalui komputer. Begitu juga dengan simulator berkendara dikembangkan dengan tujuan yang sama, yaitu menciptakan pembelajaran berkendara yang aman dalam berbagai kondisi seperti hujan, bersalju, dan berlumpur atau bahkan mencoba kemampuan dari kendaraan baru. Dalam sebuah lingkungan virtual, sangat memungkinkan untuk mengubah fitur dari kendaraan baik estetika maupun fungsinya hingga nanti dibuat prototipenya.

2.3.4.2 Simulasi Operasi

Simulasi penerbangan merupakan contoh tipikal dari virtual reality karena membutuhkan peralatan yang rumit pada kondisi nyatanya yang juga dapat berakibat fatal, namun kegiatan tersebut berlangsung antara manusia dengan mesin. Operasi memiliki kemiripan yaitu pada tingkat resikonya yaitu dapat menyebabkan kematian namun pada pasien. Berdasar pada simulasi penerbangan, simulasi operasi menyediakan sebuah lingkungan virtual dimana operasi dapat memunculkan fitur sentuh secara nyata untuk melatih prosedur operasi kepada pasien yang berbeda.7

Pasien virtual juga dapat diubah keadaannya sesuai dengan kasus operasi yang akan dikerjakan. Sehingga pengoperasi dapat melakukan latihan operasi dengan pasien virtual dengan kondisi pasien virtual yang mendekati pasien aslinya. Simulator operasi berkembang

7

Gallagher AG, Ritter EM, Champion H, Higgins G, Fried MP, Moses G, Smith D, Satava RM (2005)Virtual reality simulation for the operating room proficiency-based training as a paradigm shift in surgical skills training. Ann Surgery 241(2):364–372

(24)

21 pesat hingga muncul pemanfaatan robot, dimana proses operasi dapat dilakukan melalui fitur layar dan sentuh.

2.3.4.3 Desain dan Visualisasi

Aplikasi Virtual Reality dapat digunakan untuk desain dan melakukan tes dengan mesin dan objek. Sejak aplikasi Virtual Reality tergolong mahal, penggunaan aplikasi ini ditujukan pada proyek berskala besar seperti pembangunan pembangkit listrik, roket, hingga pabrik berskala besar. Lingkungan virtual sangat kompleks karena membutuhkan kombinasi visual yang baik dan model atau objek yang detil.

Abdelhameed (2013) dalam penelitiannya mengatakan bahwa Virtual reality merupakan media desain yang efektif dan menguntungkan menggunakan aplikasi Virtual Reality dalam fase desain sistem struktur karena virtual reality memfasilitasi reinterpretasi dan evaluasi mendadak. Virtual reality juga memberikan kemudahan desainer untuk mengolah antara desain dengan struktur.

Visualisasi objek dengan aplikasi virtual reality tidak memiliki batasan konsep. Prosesnya pun dapat berbalik, yaitu objek pada dunia nyata dapat dimunculkan pada lingkungan virtual. Salah satu contohnya adalah bangunan terkenal yang dimunculkan pada lingkungan virtual.8

Pengguna dapat memasuki dunia virtual dan mengitari bangunan bersejarah tersebut, bermain dengan objek, serta belajar sejarah tanpa harus datang langsung. Lingkungan virtual dapat juga memiliki objek manusia secara virtual yang menjadi guide sejarah pada bangunan, memungkinkan pengguna untuk berinteraksi dengannya dan mendapatkan informasi tambahan.

2.3.4.4 Telepresence dan Teleoperation

Telepresence diartikan sebagai pengalaman keberadaan seseorang terhadap lingkungan melalui sebuah media. Penggunaan istilah telepresence digunakan untuk jenis komunikasi yang

8

Anderson EF,McLoughlin L, Liarokapis F, Peters C, Petridis P, de Freitas S (2010) Developing serious games for cultural heritage: a state-of-the-art review. Virtual Reality 14:255–275

(25)

22 menggunakan media dalam tujuannya menghadirkan persepsi. Dimana pengguna dengan lingkungannya terpisah namun disatukan melalui sebuah medium. Teleoperation berbeda dengan telepresence, yaitu pengguna tidak berinteraksi dengan lingkungan yang terpisah, namun berinteraksi dengan mesin atau objek yang berbeda lokasi.

Teleoperation utamanya dilakukan untuk mengoperasikan robot dengan jarak tertentu. Contoh yang paling simpel adalah robot yang digunakan untuk mengeksplorasi atau menjelajahi lingkungan yang terindikasi racun atau berbahaya seperti planet bulan, Mars,

Bahkan lokasi – lokasi berbahaya di bumi. Robot tersebut memiliki kamera yang terpasang dan dapat dikontrol oleh operator dari tempat yang aman, bahkan hingga beribu kilometer jauhnya. Teknologi yang serupa juga digunakan untuk mengontrol robot militer dan pesawat tidak berawak. Robot dan pesawat tidak berawak tersebut biasanya memiliki beberapa tingkatan level autonomy, memungkinkan mereka untuk bereaksi pada permasalahan yang mereka hadapi.

2.3.4.5 Psychotherapy

Virtual Reality dapat memicu munculnya Virtual Presence, yaitu sebuah perasaan keberadaan seseorang dari lingkungan virtual. Pengguna tersebut bereaksi dengan objek virtual selayaknya berinteraksi dengan objek nyata. Banyak pakar terapi menggunakan aplikasi Virtual Reality sebagai terapi phobia dan trauma akan objek maupun hewan.

Ilmu psikologi mengatakan bahwa seseorang tidak akan kehilangan rasa takutnya sampai dia berada pada posisi itu, dengan kata lain mereka harus menghadapinya dalam upaya menghilangkan rasa takut. Semenjak melakukan atau memposisikan seseorang pada keadaan atau kondisi takutnya merupakan hal yang mahal, berbahaya, dan tidak mudah bahkan tidak mungkin seperti penyakit stress pasca perang, maka muncullah pemanfaatan aplikasi virtual reality ini sebagai fasilitas penyembuhan. Virtual Reality telah digunakan sebagai fasilitas

(26)

23 penyembuhan akan ketakutan terhadap ketinggian, laba – laba, terbang, tempat terbuka, dan berbicara di depan publik.

3 Virtual Reality dalam Arsitektur

A physical model is another approach to architectural communication, but it is difficult to realize a 1:1 scale of representation with physical models. The rise of virtual reality changes everything, offering architects a virtual design environment. “Within this immersive design environment the creation of form in space becomes possible for the first time, without any intermediation. Like a magician, the architect’s gesture can raise walls, cut openings, and adjust the slope of roofs. Floors and stairs can be added and subtracted according to the reaction and judgment provoked by the perceptual impact. If the design is based on volumes, Boolean operations of addition or subtraction can be utilized, allowing the molding of virtual space similar to the creation of a sculpture by a molding and carving motion.”9

Penggalan paragraf diatas menjelaskan bahwa model fisik adalah sebuah bentuk pendekatan dalam komunikasi arsitektur, akan tetapi masih mengalami kesulitan yaitu pada fase membuat atau membangun dengan skala 1:1. Pemunculan virtual reality merubah segalanya, menawarkan arsitek cara untuk mendesain sebuah lingkungan secara virtual. Desain lingkungan virtual imersif ini memungkinkan untuk menciptakan bentuk dalam ruang bahkan untuk pertama kalinya tanpa ada intermdiasi. Seperti seorang pesulap, gesture atau gerakan seorang arsitek dapat menciptakan dinding, melubangi, dan menentukan kemiringan atap. Lantai dan tangga dapat ditambahkan dan dikurangi sesuai dengan reaksi dan keinginan. Jika desain berbasis pada volume, kegiatan Boolean seperti menambah atau mengurangi volume benda pun dapat dilakukan.

9Daniela Bertol, 1997, “Designing Digital Space: An Architect’s Guide to Virtual Reality”, John Wiley & Sons, INC. U.S, pp. 139.

(27)

24

3.1 Penelitian – penelitian yang menggunakan media Virtual Reality dalam Arsitektur

No. Penulis Judul Fokus

(tujuan penelitian) Lokus (objek penelitian) Software (alat penelitian ) Responden Metode 1. Razvan Neagu (Architectural Experience and Motion: a Design Tool Based on Simulation and Immersing Technologies, 1993) Pengujian visualisasi arsitektur, diukur dari feedback yang

didapat Analisis hardware dan software sebagai studi implementasi visualisasi desain arsitektur 3ds max Mahasiswa arsitektur Eksperimen dan kuesioner 2. Allison M dan R.A Stamides (Developing Architectural Visualization using Virtual Environment, 1996) Pengembangan visualisasi dalam kajian pengalaman ruang menggunakan lingkungan virtual Lingkungan virtual dan skenario dibuat untuk menguji pengalaman user.

3ds max Arsitek dan pengguna

Eksperimen dan kuesioner

(28)

25 3. Hao Wu (Virtual Reality -

Improving The Fidelity Of Architectural Visualization, 2006) Membandingkan persepsi ketepatan ukuran objek melalui media dijital

The church of light sketchup dan EON 28 mahasiswa arsitektur Eksperimen dan kuesioner 4. Dirk Donath dan Holger Regenbrecht (Using Immersive Virtual Reality For Spatial Design In Architecture, 1999)

Mengkaji Virtual

reality sebagai

media digital dalam merasakan ruang 1 : 1 100 desain mahasiswa PlaneDesign dan Voxdesain 100 mahasiswa arsitektur Simulasi 5. Marc A. Schnabel dan Thomas Kvan (Spatial Understanding in Immersive Virtual Environments, 2004) menguji persepsi dan pemahaman arsitek akan volume

benda membandingkan rekonstruksi bentuk sederhana secara 2 dimensi dan 3 dimensi secara virtual. 3ds max Kalangan arsitektur Simulasi dan survey

(29)

26 6. Lei Sun Tomohiro Fukuda Toshiki Tokuhara Nobuyoshi Yabuki (Differences in Spatial Understanding Between Physical and Virtual Models,

2013)

Kemampuan memahami ruang melalui objek fisik dan objek dijital

Desain kawasan 3ds max 24

mahasiswa arsitektur

Eksperimen dan kuesioner

(30)

27 3.1.1 Penelitian Razvan Neagu

Tabel 3. 1. Kajian Deskriptif Penelitian Razvan Neagu Sumber : Analisis penulis

Judul Penulis Fokus Metode Kesimpulan

(Architectural

Experience and Motion: a Design Tool Based on

Simulation and Immersing Technologies, 1993) Razvan Neagu Pengujian visualisasi arsitektur, diukur dari feedback yang didapat Simulasi dan survey Teknologi yang berkembang mendorong kemajuan simulasi ruang dalam arsitektur untuk pengguna lebih dapat merasakan pengalaman ruang (immerse). Jenis

MSc in architecture, Thesis at MIT. 1993

Latar Belakang Lokus

Visualisasi merupakan aspek penting dari desain arsitektural.

Fenomena perkembangan

teknologi multimedia semakin menunjang arsitektur dari segi pengalaman ruang. Analisis hardware dan software sebagai studi implementasi visualisasi desain arsitektur

(31)

28 3.1.2 Penelitian Allison M dan R.A Stamides

Tabel 3. 2. Kajian Deskriptif Penelitian Allison M dan R. A. Stamides Sumber : Analisis penulis

Judul Penulis Fokus Metode Kesimpulan

Developing Architectural Visualization Using Virtual Environment. Allison M dan R.A Stamides Pengembangan visualisasi dalam arsitektur menggunakan lingkungan virtual Simulasi, 3 sudut pandang dan cara presentasi sebagai studi yang diujikan kepada responder untuk kemudian dimintai tanggapan.

Dari studi cara presentasi yang dilakukan, non desainer lebih mudah memahami presentasi menggunakan lingkungan virtual daripada gambar 2 dimensi Jenis

MSc in architecture, Thesis at MIT. 1996

Latar Belakang Lokus

Seorang desainer telah dibekali kemampuan untuk menterjemahkan gambar 2d menjadi 3d dalam bayangannya namun tidak dengan user. Teknologi VR diantisipasi sebagai salah satu alternatif efektif dalam presentasi arsitektur yang dapat menambah keberhasilan komunikasi desainer dengan user, sehingga dapat mengurangi kesalahan yang mungkin terjadi.

Lingkungan virtual dan scenario dibuat untuk menguji pengalaman user.

(32)

29 3.1.3 Penelitian Hao Wu

Tabel 3. 3. Kajian Kajian Deskriptif Penelitian Hao Wu Sumber : Analisis penulis

Judul Penulis Fokus Metode Kesimpulan

Virtual Reality - Improving The Fidelity Of Architectureal Visualization Hao Wu B.Arch Ketepatan ukuran dalam visualisasi arsitektur Metode survey komparasi dengan responden, menggunakan simulasi melalui software sketchup dan eon Hao Wu mengatakan bahwa software yang mendukung visualisasi desain lebih baik, mendapatkan respon lebih tinggi dari respondernya, namun seiring itu pula membutuhkan perangkat yang lebih terkini dan waktu yang lebih banyak dalam menyelesaikan model (VE).

Jenis

Master of Science Thesis

dari Texas Tech University, 2006.

Latar Belakang Lokus

Visualisasi dalam arsitektur yang sarat dengan ketepatan ukuran, material, skala

menguji virtual environment

dengan dua studi kasus, pertama melalui karya desain penulis pada semester 3 dan church of the

light karya Tadao

(33)

30 3.1.4 Penelitian Dirk Donath dan Holger Regenbrecht

Tabel 3. 4. Kajian Deskriptif Penelitian Dirk Donath dan Holger Regenbrecht Sumber : Analisa Penulis

Judul Penulis Fokus Metode Kesimpulan

Using Immersive Virtual Reality Systems For Spatial Design In Architecture. Dirk Donath dan Holger Regenbrecht Pembelajaran pattern language pada ruang virtual dengan Virtual reality sebagai media digital Simulasi menggunakan 2 software (PlaneDesign dan Voxdesain) yang dapat menciptakan desain 3 dimensi, kemudian mengumpulkan informasi dari kuesioner dan komunikasi verbal penggunaan media virtual reality

sebagai salah satu cara pembelajaran tentang desain ruang arsitektur dan mendapatkan

respon timbal balik dari pengguna secara langsung. Jenis

Penelitian dari Bauhaus University

Weimar, 1999.

Latar Belakang Lokus

pembelajaran tentang desain ruang arsitektur, dimana sebelumnya telah ada program pembelajaran di

Bauhaus University Weimar, namun

program tersebut memiliki kekurangan terhadap pemahaman dalam merasakan pengalaman ruang. 100 orang siswa arsitektur mendesain kemudian merasakan ruang dengan skala 1:1 secara virtual

(34)

31 3.1.5 Penelitian Marc A. Schnabel dan Thomas Kvan

Tabel 3. 5. Kajian Deskriptif Penelitian Marc A. Schnabel dan Thomas Kvan Sumber : Analisis Penulis

Judul Penulis Fokus Metode Kesimpulan

Spatial Understanding in Immersive Virtual Environments Marc A. Schnabel dan Thomas Kvan menguji persepsi dan pemahaman arsitek akan volume benda dengan bantuan immersive virtual environment

Simulasi dan survey Virtual reality meningkatkan pemahaman akan rekonstruksi bentuk sederhana secara 3 dimensi. Jenis

Penelitian dari The University of Hong Kong, Hong Kong, China

Latar Belakang Lokus

Pemahaman yang masih kurang tentang volume benda sederhana oleh arsitek membandingkan rekonstruksi bentuk sederhana secara 2 dimensi dan 3 dimensi secara virtual.

(35)

32 3.1.6 Penelitian Lei Sun et al

Tabel 3. 6. Kajian Deskriptif Penelitian Lei Sun et al Sumber : Analisis Penulis

Judul Penulis Fokus Metode Kesimpulan

(Differences in Spatial Understanding Between Physical and Virtual Models, 2013) Lei Sun, Tomohiro Fukuda, Toshiki Tokuhara, Nobuyoshi Yabuki Kemampuan memahami volume objek melalui objek fisik dan objek dijital

Simulasi dan survey Hasil analisis menunjukkan bahwa

model fisik

memudahkan dan lebih akurat dalam memahami tinggi bangunan dibandingkan dengan model virtual Jenis

Latar Belakang Lokus

Kalangan Arsitek dituntut

untuk mampu

mengidentifikasi ukuran dan volume sebuah benda.

24 Mahasiswa arsitek yang sedang belajar ukuran dan ketinggian benda

(36)

33

Daftar Pustaka

Abdelhameed, W. A. (2013). Virtual Reality Use in Architectural Design Studios: A case of studying structure and construction. International Conference on Virtual and Augmented

Reality in Education.

Donath, D., & Regenbrecht, H. (1999). Using Immersive Virtual Reality For Spatial Design In

Architecture. Research, Bauhaus University, Department of Architecture, Weimar.

Fafrin. (2013). Persepsi Masyarakat Terhadap Hasil Simulasi Program Dialux dan 3Ds Max

Dalam Memproduksi Cahaya Studi Kasus Galeri Furniture D-Bodhi. MSc Thesis,

Universitas Atma Jaya, Magister Teknik Arsitektur, Yogyakarta. Gross, M. (1985). Design as exploring constraints. Cambridge: MIT.

Ha, L., & James, L. (1998). Interactivity Re-Examined: A Baseline Analysis of Early Business Web. Journal of Broadcasting and Electronic Media.

Hubers, J. (2007). COLlaborative Architectural Design. PhD Thesis, Delft University of Technology, Faculty of Architecture, Netherlands.

Jankowski, N., & Hanssen, L. (1996). Interactivity from perspective of communication studies,

the contour of multimedia.

Khairi, Z. (2012). Efektivitas Media maket Sebagai Representasi Karya Perancangan Arsitektur

di Era Digital. Jakarta: Universitas Indonesia.

M, A., & Stamides, R. (1996). Developing Architectural Visualization using Virtual Environment. MSc Thesis, Massachusetts Institute of Technology, Department of Architecture.

Mihelj, M., Novak, D., & Beguš, S. (2014). Virtual Reality Technology and Applications (Vol. 68). (S. G. Tzafestas, Ed.) New York, London: Springer.

Neagu, R. (1993). Architectural Experience and Motion: a Design Tool Based on Simulation and

Immersing Technologies. Massachusetts Institute of Technology, Department of

(37)

34 Schnabel, M. A., & Kvan, T. (2004). Spatial Understanding in Immersive Virtual Environments.

International Journal of Architectural Computing, 01(04).

Steuer, J. (1993). Defining Virtual Reality: Dimensions Determining Telepresence. Social

Responses to Communication Technologies(104).

Sun, L., Fukuda, T., Tokuhara, T., & Yabuki, N. (2013, November). Differences in Spatial Understanding Between Physical and Virtual Models. Frointiers of Architectural

Research (2014) 3, 28-35.

Wu, H. (2006). Virtual Reality - Improving The Fidelity Of Architectural Visualization. MSc Thesis, Texas Tech University, Texas.

Gambar

Gambar 2. 1. Pengguna Simulasi Virtual Reality   Sumber : Browsing
Tabel 2. 1. Tabel Perbandingan Virtual Reality dan Augmented Reality   Sumber : Analisis Penulis
Gambar 2. 2. Dua Model Media Komunikasi   Sumber : (after Krueger, 1991, p. 37)
Diagram 2. 1. Indikator dalam Telepresence
+7

Referensi

Dokumen terkait

73 Dokumen Pelaksanaan Anggaran Tahun 2018 Dokumen Pelaksanaan Anggaran Dinas Komunikasi dan Informatika Prov.Kaltim Tahun 2018 Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka informasi yang akan dicari untuk menjawab rumusan masalah tersebut antara lain adalah bentuk-bentuk kearifan lokal yang terdapat di

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang

Berdasarkan pengukuran terhadap morfologi ikan sepat siam di Kanal Kelurahan Delima dan Kanal Kelurahan Tangkerang Barat, dapat dilihat memalaui sirip dorsal induk

Oleh karena itu berdasakan hal-hal yang telah diungkapkan di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui dinamika resiliensi pada wanita dewasa awal yang terinfeksi

Virtual reality (VR), realitas maya, atau realitas virtual adalah teknologi multimedia yang ditujukan agar pengguna dapat merasakan berada pada lingkungan digital

Virtual reality (VR) atau realitas maya merupakan teknologi yang akan membuat pengguna dapat berinteraksi dengan suatu lingkungan yang disimulasikan

Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif, analisis pendapatan, analisis kelayakan finansial, dan analisis TOWS (Threats, Opportunities, Weaknesses,