• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. manusia memiliki bahasa, binatang tidak memiliki bahasa (Verhaar, 2010:3).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. manusia memiliki bahasa, binatang tidak memiliki bahasa (Verhaar, 2010:3)."

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1 Latar Belakang

Bahasa merupakan sifat khas makhluk manusia, seperti dalam ucapan “manusia memiliki bahasa, binatang tidak memiliki bahasa” (Verhaar, 2010:3). Bahasa membedakan manusia dengan makhluk lain. Perbedaan tersebut membuktikan bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki pemikiran melebihi makhluk lainnya. Manusia menciptakan bahasa untuk dapat berkomunikasi dan berinteraksi dengan sesamanya. Manusia menggunakan huruf-huruf yang disusun sedemikian rupa agar menjadi kata yang selanjutnya kata tersebut dibuat menjadi kalimat dan paragraf yang padu sehingga dapat dimengerti oleh lawan bicara saat berkomunikasi.

Setiap bahasa memiliki beberapa unsur penting yang terbagi dan dipelajari dalam beberapa cabang ilmu bahasa atau yang sering disebut sebagai linguistik. Kata merupakan salah satu dari unsur penting sebuah bahasa. Kata yang terbentuk dari beberapa huruf memiliki arti dan makna tersendiri. Misalnya saja kata “bisa” dalam bahasa Indonesia merupakan kata yang terbentuk dari huruf ‘b’, ‘i’, ‘s’, dan ‘a’. Kumpulan huruf tersebut membentuk satu kata yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2008:199) dapat diartikan sebagai “mampu” atau “dapat” dan dapat

(2)

juga diartikan sebagai “zat racun yang dapat menyebabkan luka, busuk, atau mati bagi sesuatu yang hidup (biasanya terdapat pada binatang)”.

Setiap bahasa di dunia memiliki tata bahasanya tersendiri. Tiap bahasa mempunyai aturan-aturannya sendiri yang menguasai hal-hal bunyi dan urutan-urutannya, hal-hal kata dan bentukan-bentukannya, hal-hal kalimat dan susunan-susunannya (Samsuri, 1978:10). Pembuatan kata dalam setiap bahasa tidak semata-mata dibuat secara acak tetapi terdapat aturan tersendiri yang diatur dalam tata bahasa bahasa tersebut. Oleh karena itu, setiap bahasa yang ada di dunia memiliki ciri khas tersendiri karena masing-masing mempunyai pola dan aturan yang berbeda-beda. Misalnya saja perbedaan antara tata bahasa kalimat bahasa Korea dan bahasa Indonesia.

Tata bahasa menyangkut kata, struktur ‘internal’ di dalamnya (morfologi), dan struktur antar-kata (sintaksis); dan keduanya dibedakan dengan ‘leksikon’ atau perbendaharaan kata (Verhaar, 2010:9-10). Kalimat dalam bahasa Indonesia terbentuk dengan susunan subjek + predikat + objek, sedangkan kalimat bahasa Korea terbentuk dengan susunan subjek + objek + predikat. Perbendaharaan katanya pun berbeda misalnya saja untuk menyatakan umur, di Indonesia menggunakan kata ‘umur’ dan ‘usia’, sedangkan dalam bahasa Korea, umur dapat diartikan dengan berbagai kata yakni nai (나이), yeonse (연세), dan chunchu (춘추).

Setiap bahasa di dunia memang memiliki ciri khas tersendiri karena tata bahasa yang digunakan berbeda. Selain itu, budaya dari masyarakat pengguna

(3)

masing-masing bahasa juga berbeda. Akan tetapi, Verhaar dalam bukunya yang berjudul “Asas-asas Linguistik Umum” menyatakan bahwa meskipun bahasa-bahasa di dunia ini berbeda satu sama lain, ada persamaannya juga (2010:4). Seperti halnya dalam bahasa Indonesia, dalam bahasa Korea, kata juga terbentuk dari penggabungan beberapa huruf. Namun, yang membedakan kedua bahasa ini adalah huruf yang digunakan dan cara penggabungan huruf tersebut saat disusun menjadi sebuah kata. Bahasa Indonesia menggunakan huruf alfabet yang penulisan huruf dalam membuat katanya sama dengan bahasa Inggris, sedangkan bahasa Korea menggunakan huruf sendiri yang dikenal sebagai huruf Hangeul (한글) dan memiliki cara penulisan tersendiri dalam membuat dan membentuk kata.

Sebuah kata tidak hanya terbentuk dari penggabungan beberapa huruf tetapi kata juga dapat terbentuk dari dua kata yang berbeda yang menjadi kata dasarnya. Misalnya saja dalam bahasa Indonesia kata ‘orang tua’ merupakan penggabungan dari kata ‘orang’ dan kata ‘tua’ yang setelah digabungkan, memiliki arti ‘ibu dan ayah’. Kata yang seperti ini dalam bahasa Indonesia kemudian disebut sebagai ‘kata majemuk’.

Kata majemuk dalam bahasa Indonesia (compounding) menurut Kridalaksana (dalam http://www.badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/artikel/1388) merupakan gabungan leksem dengan leksem yang seluruhnya berstatus sebagai kata yang memiliki pola fonologis, gramatikal, dan semantis yang khusus menurut kaidah

(4)

bahasa yang bersangkutan. Kridalaksana merumuskan tiga hal untuk mengidentifikasi antara majemuk dan bukan majemuk. Hal tersebut antara lain:

a. Ketidaktersisipan. Di antara komponen kata majemuk tidak dapat disisipi apa pun. Misalnya saja kata angkat bicara merupakan kata majemuk karena tidak dapat disisipi apa pun. Berbeda dengan kata alat negara yang dapat disisipi dari.

b. Ketakterluasan. Komponen kata majemuk tidak dapat diafiksasi dan dimodifikasi, kecuali secara keseluruhan. Misalnya saja kata kereta api tidak bisa dibentuk menjadi perkeretaan api. Kata kereta api hanya dapat diperluas secara keseluruhan menjadi perkeretaapian.

c. Ketakterbalikan. Komponen dari kata majemuk tidak dapat dipertukarkan. Misalnya saja kata naik daun tidak dapat dibalik menjadi daun naik tanpa mengubah makna.

Contoh kata majemuk dalam bahasa Indonesia adalah kata kaki meja yang merupakan penggabungan kata kaki yang berarti anggota badan yang menopang tubuh dan dipakai untuk berjalan dan meja berarti perkakas rumah yang mempunyai bidang datar sebagai daun mejanya dan berkaki sebagai penyangga (KBBI, 2014). Penggabungan kata kaki dan meja menjadi kaki meja membentuk kata majemuk yang memiliki makna bagian bawah meja, penopang, atau penyangga meja.

Kata majemuk dalam bahasa Korea disebut sebagai hapseongeo (합성어). Kata majemuk dalam bahasa Korea termasuk ke dalam kata gabungan (복합어/

(5)

bokhabeo) yang dibagi menjadi kata turunan (파생어/pasaengeo) dan kata majemuk (합성어/hapseongeo). Kata turunan merupakan kata yang terbentuk dari penggabungan akar kata (어근/eogeun) yang dilekatkan dengan imbuhan (접사/jeopsa), sedangkan kata majemuk merupakan kata yang terbentuk dari penggabungan dua atau lebih kata. Contoh kata turunan atau pasaengeo adalah “maenbal (맨발/telanjang kaki)” yang merupakan turunan dari jeopsa “maen

(맨/telanjang)” dan kata “bal (발/kaki)”. Contoh kata majemuk adalah kata “nunmul (눈물/air mata)” yang merupakan penggabungan akar kata “nun (눈/mata)” dan akar kata “mul (물/air)” (Kim Nam Mi, 2011:137-144).

Penelitian ini menganalisis kata majemuk yang terdapat dalam buku kumpulan esai (수필/supil) 1cm+ karya Kim Eun Ju (2013). Esai merupakan sebuah karya tulis berbentuk prosa yang bebas dan tidak terikat yang mendeskripsikan pengalaman atau perasaan penulis1.

Belum ada penelitian mengenai kata majemuk yang terdapat dalam buku 1Cm+ di Indonesia. Di Korea memang ada beberapa peneliti yang melakukan studi mengenai kata majemuk, tetapi belum ada peneliti yang meneliti kata majemuk menggunakan buku 1Cm+ sebagai objeknya. Penulis memilih buku 1Cm+ karya Kim Eun Ju sebagai objek penelitian karena dalam buku tersebut terdapat banyak kata majemuk yang terbentuk dari beberapa bahasa. Hal tersebut sesuai dengan tujuan

(6)

penulis untuk menganalisis kata majemuk bahasa Korea yang terbentuk dari kata yang berasal dari bahasa yang berbeda, khususnya bahasa Korea, bahasa Mandarin, dan kata serapan bahasa Inggris. Selain itu, dalam buku tersebut juga terdapat banyak kata majemuk yang memiliki perbedaan hubungan unsur pembentuk kata.

Kim Eun Ju merupakan salah satu penulis Korea yang karyanya sedang banyak digemari. Buku 1Cm+ karya Kim Eun Ju menjadi bestseller di Korea pada tahun 2013. Buku tersebut merupakan buku kedua dari buku “1cm” yang terbit pada tahun 2008.2

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut:

a. Bagaimana klasifikasi dan pembentukan kata majemuk bahasa Korea dalam buku 1Cm+ karya Kim Eun Ju berdasarkan asal usul kata pembentuknya?

b. Bagaimana klasifikasi dan pembentukan kata majemuk bahasa Korea dalam buku 1Cm+ karya Kim Eun Ju berdasarkan hubungan unsur antar pembentuk kata majemuk?

(7)

1.3 Ruang Lingkup Penelitian

Buku 1Cm+ yang ditulis oleh Kim Eun Ju merupakan buku kumpulan esai yang terbit pada tahun 2013. Buku setebal 285 halaman ini memuat esai yang dilengkapi dengan ilustrasi. Penulis membatasi lingkup penelitian pada kata majemuk yang ada dalam buku 1Cm+ karya Kim Eun Ju. Permasalahan yang dianalisis pada penelitian ini dibatasi pada pengklasifikasian kata majemuk berdasarkan asal kata pembentuk kata majemuk dan makna dari kata majemuk yang terdapat dalam buku tersebut.

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:

a. Mengetahui klasifikasi dan pembentukan kata majemuk bahasa Korea dalam buku 1Cm+ karya Kim Eun Ju berdasarkan asal usul kata pembentuknya.

b. Mengetahui klasifikasi dan pembentukan kata majemuk bahasa Korea dalam buku 1Cm+ karya Kim Eun Ju berdasarkan hubungan unsur antar pembentuk kata majemuk.

(8)

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca, bukan hanya mahasiswa bahasa Korea, melainkan juga masyarakat secara umum, baik secara teoretis maupun praktis. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat memberikan ilmu pengetahuan dalam ilmu linguistik Korea khususnya mengenai kata majemuk bahasa Korea. Selain untuk menambah pengetahuan, diharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi dalam membuat penelitian lain yang berhubungan dengan kata majemuk bahasa Korea. Secara praktis, diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca yang tertarik mempelajari bahasa Korea khususnya untuk memahami pembentukan juga makna atau arti yang terbentuk dari kata majemuk bahasa Korea. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat Indonesia khususnya pelajar atau mahasiswa yang ingin menambah pengetahuan mengenai bahasa Korea.

1.6 Tinjauan Pustaka

Penelitian mengenai kata majemuk sudah banyak dilakukan sebelumnya di antaranya penelitian mengenai “‘Myeongsa+myeongsa’ Hapseongeo Guseongyoso-ui Euimigwangye Yeon-gu (‘명사+명사’ 합성어 구성요소의 의미관계 연구/Studi Hubungan Semantik antara Komponen Kata Majemuk ‘Kata Benda+Kata Benda’)” yang ditulis oleh Lee Min Woo pada tahun 2011. Lee Min Woo membagi determinasi antara komponen pembentukan ‘kata benda+kata benda’ dan mengkategorikan kata

(9)

majemuk tersebut untuk menjelaskan arti dari kata yang terbentuk. Penelitian tersebut menjelaskan determinasi antara komponen dari penggabungan kata majemuk dan menggolongkan jenis penggabungan tersebut berdasarkan pada determinasi yang sudah dilakukan.

Selain itu, penelitian mengenai kata majemuk juga sudah dilakukan oleh Kim Chang Sup dalam tulisannya berjudul Saegugeo Saenghwal Je11gwon Je 1ho (새국어 생활 제 11 권 제 1 호) yang membagi kata majemuk berdasarkan jenis kata dasar pembentuknya. Kim membaginya menjadi lima, yakni kata majemuk berupa kata benda (합성 명사/ hapseong myeongsa), kata majemuk berupa kata kerja (합성 동사/ hapseong dongsa), kata majemuk berupa kata sifat (합성 형용사/ hapseong hyeongyongsa), kata majemuk berupa kata keterangan (합성 부사/ hapseong busa), dan kata majemuk berupa posposisi (합성조사/ hapseong josa). Kim Chang Sup membagi kata majemuk berdasarkan proses pembentukannya menjadi tiga yakni kata majemuk beraturan (통사적 합성어/tongsajeok hapseongeo), kata majemuk tidak beraturan (비통사적 합성어/bitongsajeok hapseongeo), dan kata majemuk padu (종합 합성어/jonghap hapseongeo). Kim Changsup juga menyebutkan kata yang mengalami pengulangan seluruh atau sebagian sebagai kata majemuk yang disebut sebagai kata majemuk berupa pengulangan kata (반복 합성어/banbok hapseongeo).

Penelitian mengenai morfosemantik sudah dilakukan sebelumnya oleh Maria Eva Yudha Dewanti (2015) dalam skripsi berjudul “Analisis Morfosemantik Kata

(10)

Serapan Bahasa Inggris dalam Bahasa Korea”. Maria Eva Yudha Dewanti mengklasifikasikan kata serapan bahasa Inggris pada beberapa bidang yang paling banyak menyerap kata bahasa Inggris. Selain itu, Maria juga menganalisis pembentukan kata serapan berdasarkan kelas kata (meliputi kata tunggal, kata turunan, dan kata majemuk) dan menganalisis perubahan makna pada kata serapan bahasa Inggris yang diserap ke dalam bahasa Korea.

Penelitian terakhir adalah penelitain yang dilakukan oleh Tanti Prawidyasari (2013) dalam skripsi berjudul “Pembentukan Kata dalam Bahasa Korea di Internet:Studi Kasus Website www.naver.com”. Tanti Prawidyasari menganalisis morfologi bahasa Korea dengan mendeskripsikan ciri-ciri pemendekan dan bentuk gaya tulisan bahasa gaul dalam website tersebut. Tanti juga mengklasifikasikan bahasa gaul dalam website www.naver.com berdasarkan ciri-ciri pemendekan bahasa gaul tersebut.

Berbeda dengan empat penelitian di atas, dalam penelitian ini penulis menganalisis kata majemuk berdasarkan analisis morfologi kata majemuk dalam buku Kim Eun Ju. Penulis menganalisis dan mengklasifikasikan kata majemuk tersebut berdasarkan asal kata pembentuk serta bagaimana proses pembentukan kata tersebut hingga membentuk kata majemuk. Penulis juga menganalisis dan mengklasifikasikan kata majemuk dalam buku 1Cm+ berdasarkan hubungan unsur antar pembentuk kata. Penulis juga menggunakan objek yang belum pernah diteliti sebelumnya yakni buku 1Cm+ karya Kim Eun Ju yang diterbitkan pada tahun 2013.

(11)

1.7 Metode Penelitian

Tahapan penelitian ini dibagi menjadi beberapa bagian yakni tahap pengumpulan data, tahap analisis data, dan tahap penyajian hasil dari analisis data. Penulis mengumpulkan data mengenai kata majemuk yang ada dalam buku “1 Cm+” karya Kim Eun Ju.

Setelah data dikumpulkan, penulis melakukan analisis data yang bertujuan untuk mengolah data yang terkumpul untuk menjawab rumusan masalah penelitian. Berikut adalah tahap analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini:

a. Mengklasifikasikan data berdasarkan asal kata atau akar kata. Kata yang membentuk kata majemuk dalam penelitian ini berasal dari bahasa Korea, Hanja, dan kata serapan bahasa Inggris.

b. Menganalisis pembentukan kata majemuk berdasarkan asal usul kata pembentuk kata majemuk.

c. Mengklasifikasikan data berdasarkan hubungan unsur antar pembentuk kata. Berdasarkan hubungan unsur antar pembentuk kata majemuk setelah kata digabungkan, kata majemuk diklasifikasikan menjadi tiga yakni kata majemuk yang memiliki makna yang setara, kata majemuk yang memiliki makna tidak setara, dan kata majemuk yang maknanya melebur atau fusi. Tahap terakhir adalah tahap penyajian hasil analisis data. Hasil analisis data tersebut disajikan secara formal yang berarti penyajian hasil analisis dengan menggunakan kata biasa (Kesuma, 2007:71). Penulis menyajikan hasil analisis data dengan bahasa biasa yang banyak digunakan dalam bahasa Indonesia umum. Hal

(12)

tersebut bertujuan agar pembaca dapat dengan mudah mengerti dan memahami bahasa yang digunakan dalam oleh penulis dalam penyajian hasil analisis data.

1.8 Sistematika Penulisan

Penelitian ini disajikan dalam empat bab. Bab I berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, ruang lingkup penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II berisi landasan teori yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan. Teori yang digunakan adalah teori kata majemuk (합성어/hapseongeo) yang dikemukakan oleh Jung Dong Hwan. Bab III berisi hasil analisis kata majemuk yang terdapat dalam buku “1 Cm+” karya Kim Eun Ju. Bab IV merupakan bab penutup yang berisi simpulan penelitian yang dilakukan.

Referensi

Dokumen terkait

Aplikasi penelitian ini dimasa yang akan datang disarankan agar Hotel Grand Duta Syariah Palembang dapat membedakan fungsi penjualan dan fungsi kas agar tidak

Semoga buku ini memberi manfaat yang besar bagi para mahasiswa, sejarawan dan pemerhati yang sedang mendalami sejarah bangsa Cina, terutama periode Klasik.. Konsep

Membawa Dokumen Penawaran Asli dan Foto copy sesuai dengan yang telah diunggah. dalam

Gagasan yang menarik harus disempurnakan menjadi konsep yang dapat diuji, gagasan produk adalah yang mungkin dapat ditawarkan oleh perusahaan ke pasar. Konsep produk adalah

[r]

[r]

- Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang.. Undang-Undang

dari pusat layanan kesehatan rujukan persalinan, rendahnya pengetahuan dan sikap masyarakat, serta masih banyaknya kasus persalinan muda (di bawah usia 18 tahun) sangatlah