• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Nilai Perusahaan

Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap tingkat

keberhasilan perusahaan yang dapat dikaitkan dengan harga saham dan

profitabilitas. Nilai perusahaan memiliki peranan yang sangat penting untuk

para pemegang saham (investor) artinya apabila nilai perusahaan tinggi akan

diikuti oleh tingginya kemakmuran pemegang saham dan semakin tinggi

harga saham maka semakin tinggi pula nilai perusahaan yang menunjukan

prospek perusahaan di masa yang akan datang, serta mencerminkan asset yang

dimiliki oleh perusahaan. Profit yang maksimal akan mendorong kemakmuran

bagi para pemegang saham. Kemakmuran pemegang saham meningkat jika

harga saham yang dimilikinya juga meningkat. Kemakmuran pemegang

saham akan meningkatkan nilai perusahaan.

Menurut Brigham dan Houston (2001), “nilai perusahaan merupakan

harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut di

jual”. Menurut Keown, dkk., (2004), “nilai perusahaan merupakan nilai pasar atas surat berharga hutang dan ekuitas pemegang saham yang beredar”.

(2)

Adapun tujuan yang ingin dicapai perusahaan tersebut adalah untuk

memaksimalkan nilai pemegang saham. Nilai pemegang saham akan

meningkat apabila diikuti dengan peningkatan nilai perusahaan yang di tandai

dengan tingkat pengembalian investasi yang tinggi kepada para pemegang

saham. Menurut Muhammady (2012:3), “nilai perusahaan adalah nilai jual

perusahaan atau nilai tumbuh bagi pemegang saham, nilai perusahaan akan

tercermin dari harga pasar sahamnya”.

Menurut Ardimas (2013:3), “menjelaskan bahwa nilai perusahaan

adalah unsur yang sangat penting karena apabila nilai perusahaan tinggi akan

di ikuti oleh tingginya kemakmuran pemegang saham”. Semakin tinggi harga saham maka semakin tinggi juga nilai perusahaan. Nilai perusahaan yang

tinggi menjadi keinginan para pemilik perusahaan karena dengan nilai yang

tinggi menunjukkan kemakmuran pemegang saham (investor) yang tinggi

pula.

Beberapa faktor yang menyebabkan naik turunnya nilai perusahaan

yang di pengaruhi oleh struktur kepemilikan (Amri dan Untara, 2012:3). Dua

aspek yang perlu dipertimbangkan antara lain:

1. Konsentrasi kepemilikan perusahaan oleh pihak luar

(outsiderownership concentration), dan

(3)

Pemilik perusahaan dari pihak luar berbeda dengan manajer karena kecil

kemungkinannya pemilik dari pihak luar terlibat dalam kegiatan perusahaan

sehari-hari (Amri dan Untara, 2012:3).

Penelitian ini menggunakan istilah nilai perusahaan dengan Price

Book Value (PBV), dimana PBV yang tinggi akan membuat pasar percaya

bahwa prospek perusahaan tersebut bagus (kemakmuran para pemegang

saham terjamin). Menurut Wahyu (2013:5), “Price Book Value (PBV) juga

menggambarkan seberapa besar nilai buku saham perusahaan dihargai oleh

pasar”. Hal itu juga yang menjadi keinginan para pemilik perusahaan, sebab

nilai perusahaan yang tinggi mengindikasikan kemakmuran pemegang saham

juga tinggi.

Menurut Tryfino (2009), “menjelaskan bahwa dengan Price Book

Value (PBV) merupakan perbandingan nilai pasar dengan nilai buku suatu

saham”. Menurut Brigham dan Houston (2006), “menjelaskan rasio Price

Book Value (PBV) bertujuan untuk mengukur nilai yang diberikan pasar

keuangan kepada manajemen dan organisasi perusahaan sebagai sebuah

perusahaan yang terus tumbuh”.

Adapun rumus yang digunakan oleh peneliti dalam menentukan nilai

perusahaan yaitu menggunakan Price Book Value (PBV). Menurut Brigham

(4)

2.1.2 Corporate Social Responsibility (CSR)

2.1.2.1 Konsep Corporate Social Responsibility

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) sebenarnya telah menjadi pemikiran para pembuat kebijakan sejak lama. Bahkan dalam Kode Hammurabi (1700-an SM) yang berisi 282 hukum telah memuat sanksi bagi para pengusaha yang lalai dalam menjaga kenyamanan warga atau menyebabkan kematian bagi pelanggannya, disebutkan bahwa hukuman mati diberikan kepada orang-orang yang menyalahgunakan ijin penjualan minuman, pelayanan yang buruk dan melakukan pembangunan gedung di bawah standar sehingga menyebabkan kematian orang lain. Perhatian para pembuat kebijakan tentang CSR menunjukkan telah adanya kesadaran sejak lama bahwa terdapat potensi timbulnya dampak buruk dari kegiatan usaha. Dampak buruk tersebut tentunya harus direduksi sedemikian rupa sehingga tidak membahayakan kesehatan masyarakat sekaligus tetap ramah terhadap iklim usaha.

Di Indonesia Corporate Social Responsibility telah

berkembang sejak dikeluarkannya UU No. 23 Tahun 1997 tentang

Pengelolaan Lingkungan Hidup. Ini memberikan gambaran bahwa

pemerintah juga sangat peka terhadap masalah-masalah yang mungkin

(5)

Corporate Social Responsibility menjadi salah satu faktor

yang mempengaruhi nilai perusahaan karena salah satu dasar

pemikiran yang melandasi Corporate Social Responsibility yang pada

saat ini dianggap sebagai inti etika bisnis adalah kesadaran bahwa

perusahaan tidak hanya memiliki kewajiban ekonomi dan legal

terhadap pemegang saham (shareholder) saja, tetapi juga memiliki

kewajiban sosial terhadap stakeholder (pemangku kepentingan) seperti

pemerintah, customers,investors, masyarakat, pegawai dan bahkan

kompetitor. Stakeholder theory berpandangan bahwa perusahaan harus

melakukan pengungkapan sosial sebagai salah satu tanggung jawab

kepada para stakeholder. Beberapa tahun terakhir banyak perusahaan

semakin menyadari pentingnya menerapkan program Corporate Social

Responsibility (CSR) sebagai bagian dari strategi bisnisnya, hal ini

berkaitan dengan tuduhan bahwa industri adalah penyumbang terbesar

terjadinya pemanasan global jelas tidak terbantahkan lagi.

Penggunaan energi yang boros hingga pembuangan limbah

gas karbon akibat proses produksi merupakan dampak negatif operasi

perusahaan yang terjadi setiap harinya. Pemanasan global selalu

menjadi isu yang didengungkan perusahaan besar di dunia

(6)

2.1.2.2 Pengertian Corporate Social Responsibility

Menurut The World Bussiness Council for Sustainable

Development yang merupakan lembaga internasional yang berdiri

tahun 1955 dan beranggotakan 120 perusahaan multinasional yang

berasal dari 30 negara dunia, Corporate Social Responsibility atau

tanggung jawab sosial perusahaan didefinisikan sebagai komitmen

bisnis untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi

berkelanjutan, melalui kerja sama dengan para karyawan serta

perwakilan mereka, keluarga mereka, komunitas setempat maupun

masyarakat umum untuk meningkatkan kualitas kehidupan dengan

cara yang bermanfaat baik bagi bisnis sendiri maupun bagi

pembangunan.

Menurut Hadi (2011:47), “menyatakan bahwa corporate

social responsibility (CSR) merupakan suatu bentuk tindakan dari

pertimbangan etis perusahaan yang diarahkan untuk meningkatkan

ekonomi yang dibarengi dengan peningkatan kualitas hidup bagi

karyawan dan keluarganya, serta sekaligus meningkatkan kualitas

hidup masyarakat sekitar dan masyarakat secara lebih luas”.

Menurut Sembiring (2005), “menjelaskan corporate social

(7)

lingkungan dari kegiatan ekonomi organisasi terhadap kelompok

khusus yang berkepentingan terhadap masyarakat secara keseluruhan”. Adapun pengertian berdasarkan defenisi di atas adalah

menggambarkan corporate social responsibility diarahkan baik dari

pihak internal maupun pihak eksternal perusahaan. Pihak internal

artinya tangung jawab diarahkan kepada pemegang saham dalam

bentuk profitabilitas dan pertumbuhan perusahaan sedangkan pihak

eksternal yaitu corporate social responsibility berkaitan dengan peran

perusahaan dengan membayar pajak dan penyediaan lapangan kerja,

meningkatkan kesejahteraan dan memelihara lingkungan bagi

kepentingan generasi mendatang.

2.1.2.3 Komponen Dasar Corporate Social Responsibility

Menurut Hadi (2011), “Corporate social responsibility dalam

pengungkapannya harus berdasarkan pemahaman dari 3P (profit,

people, planet ), yaitu tujuan bisnis tidak hanya mencari laba (profit),

tetapi juga berfungsi untuk mensejahterakan orang (people), dan

menjamin keberlanjutan hidup planet ini (planet)”.

Pengungkapan corporate social responsibility tidak lagi

berpijak pada praktek single bottom line artinya berorientasi pada

kinerja keuangan saja namun harus mengacu pada triple bottom line

(8)

lingkungan tidak hanya berorientasi pada kinerja keuangan saja. Hal

tersebut diyakini dapat menjamin keberlanjutan perusahaan dimasa

mendatang.

Menurut Prambudi (2006:13), menyebutkan bahwa program

Corporate Social Responsibility (CSR) dapat dikelompokkan atas tiga

aspek, antara lain:

1) Program Sosial

Program sosial merupakan program perusahaan yang melakukan kegiatan kedermawanan untuk membangun masyarakat dan meningkatkan taraf hidup manusia.

2) Program Lingkungan

Program lingkungan merupakan program perusahaan yang bertujuan untuk menjaga ekosistem dan lingkungan agar terjaga dari kerusakan dan meminimalisir terjadinya polusi akibat dari aktivitas perusahaan.

3) Program Ekonomi

Program ekonomi merupakan program perusahaan yang melakukan tindakan untuk terjun langsung di dalam masyarakat untuk membantu memperkuat ketahanan ekonomi dan menjadikan masyarakat yang tangguh dan mandiri.

2.1.2.3 Signalling Theory

Teori sinyal membahas mengenai dorongan perusahaan untuk

memberikan informasi kepada pihak eksternal. Dorongan tersebut

disebabkan karena terjadinya asimetri informasi antara pihak

manajemen dan pihak eksternal.

Menurut Brigham dan Houston (2001:39), “teori sinyal yaitu

(9)

investor terkait pada pandangan manajemen pada prospek perusahaan

untuk masa mendatang”.

Menurut Retno dan Priantinah (2012:87), “menyatakan teori

sinyal yaitu suatu perusahaan melakukan pengungkapan Corporate

Social Responsibility dengan harapan dapat meningkatkan reputasi dan

nilai perusahaan”.

Adapun tujuan yang diharapkan yaitu apabila suatu

perusahaan menawarkan penjualan saham baru, maka harga sahamnya

akan menurun. Hanya perusahaan yang benar – benar kuat yang berani

menanggung resiko untuk mengalami kesulitan keuangan ketika porsi

hutang perusahaan relatif tinggi. Maka porsi hutang yang tinggi

digunakan oleh manajer sebagai sinyal bahwa perusahaan memiliki

kinerja yang handal.

2.1.3 Good Corporate Govarnance (GCG)

2.1.3.1 Pengertian Good Corporate Govarnance

Forum for Corporate Governance (FCG) dalam publikasi yang pertamanya mempergunakan definisi Cadbury Committee, yaitu:

seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang

saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah,

karyawan serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal

(10)

dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan

perusahaan (Retno dan Priantinah, 2012:86).

Menurut Agoes (2013:137) “menyatakan bahwa Good

Corporate Govarnance merupakan suatu system yang mengatur

hubungan peran Dewan Komisaris, peran Direksi, pemegang saham,

dan pemangku kepentingan lainnya dalam perusahaan”.

Menurut Prakarsa (2010:140) dalam Agoes (2013:138),

“menyatakan mekanisme administrative yang mengatur hubungan antara manajemen perusahaan, komisaris, direksi, pemegang saham,

dan kelompok – kelompok kepentingan (stakeholders) yang lain”.

Berdasarkan Pedoman Umum Good Corporate Govarnance

Indonesia yang dikemukakan oleh National Committee on Govarnance

(NCG) (2006) dikutip oleh Agoes (2013:140), Good Corporate

Govarnance memiliki prinsip – prinsip sebagai berikut :

1. Fairness, para pengelola memperlakukan semua pemangku kepentingan secara adil dan setara, baik pemangku kepentingan primer (pemasok, pelanggan, karyawan, pemodal) maupun pemangku kepentingan sekunder (pemerintah, masyarakat dan yang lainnya).

2. Transparancy, kewajiban pengelola untuk menjalankan prinsip keterbukaan dalam proses keputusan dan penyampaian informasi.

3. Accountability, pengelola berkewajiban untuk membina sistem akuntansi yang efektif untuk menghasilkan laporan keuangan (financial statements) yang dapat dipercaya.

(11)

4. Responsibility, pengelola wajib memberikan pertanggungjawaban atas semua tindakan dalam mengelola perusahaan kepada pemangku kepentingan sebagai kepercayaan yang diberikan kepadanya.

5. Independency, keadaan dimana pengelola mengambil keputusan bersifat profesional, mandiri, bebas dari konflik dan bebas dari tekanan/pengaruh dari mana pun yang bertentangan dengan perundang - undangan yang berlaku.

2.1.3.2 Kepemilikan Manajerial

Good Corporate Govarnance muncul dan berkembang dari

teori agensi yang menghendaki adanya pemisahan antara kepemilikan

dan pengendalian perusahaan. Struktur kepemilikan dipercaya mampu

mempengaruhi jalannya perusahaan yang pada akhirnya berpengaruh

pada kinerja perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan. Konsep

Good Corporate Govarnance juga muncul untuk meminimalkan

potensi kecurangan akibat agency problem.

Menurut Amri dan Untara (2012:5), “kepemilikan manajerial merupakan salah satu mekanisme Good Corporate Govarnance yang

dapat mempengaruhi insentif bagi manajemen untuk melaksanakan

kepentingan terbaik dari pemegang saham”.

Menurut Retno dan Priantinah (2012:86), “menyatakan bahwa

ketika kepemilikan saham oleh manajemen rendah maka ada

kecenderungan akan terjadinya perilaku opportunistic manajer yang

(12)

Dengan adanya kepemilikan manajemen terhadap saham

perusahaan maka dipandang dapat menyelaraskan potensi perbedaan

kepentingan antara manajemen dan pemegang saham lainnya sehingga

permasalahan antara agent dan principal diasumsikan akan hilang

apabila seorang manajer juga sekaligus sebagai pemegang saham.

2.1.3.3 Agency Theory

Teori keagenan atau agency theory dikemukakan oleh Jensen

dan Meckling pada tahun 1976 dimana di dalam suatu hubungan

keagenan terdapat suatu kontrak anatara satu orang atau lebih

(principal) memerintah orang lain untuk (agen) untuk melakukan suatu

jasa atas nama principal dan member wewenang kepada agen untuk

membuat keputusan yang terbaik bagi principal.

Menurut Brigham & Houston (2006:26-31), “para manajer

diberi kekuasaaan oleh pemilik perusahaan yaitu pemegang saham,

untuk membuat keputusan, dimana hal ini menciptakan potensi konflik

kepentingan yang dikenal sebagai teori keagenan (agency theory)”.

Menurut Retno dan Priantinah (2012:84), “teori keagenan

(agency theory) menjelaskan bahwa hubungan agensi muncul ketika

satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent)

untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan

(13)

Adapun tujuan dari teori sinyal yaitu pemegang saham atau

investor sebagai pemilik perusahaan sedangkan agent adalah

manajemen yang mengelola perusahaan. Investor memiliki harapan

bahwa dengan mendelegasikan wewenang pengelolaan tersebut,

mereka akan memproleh keuntungan dengan bertambahnya kekayaan

dan kemakmuran investor.

Menurut Eisenhardt (1989) dalam Retno dan Priantinah

(2012:84) menggunakan tiga asumsi sifat dasar manusia untuk

menjelaskan tentang teori agensi yaitu: (1) manusia pada umumnya

mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia memiliki daya

pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded

rationality), dan (3) manusia selalu menghindari resiko (risk averse).

Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut, manajer

sebagai manusia kemungkinan akan bertindak berdasarkan sifat

opportunistic, misalnya melakukan manajemen laba. Manajemen dapat

melakukan hal tersebut untuk memaksimalkan kepentingan pribadinya

(14)

2.1.4 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Terhadap Nilai Perusahaan

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terhadap nilai

perusahaan antara lain :

2.1.4.1 Kinerja Keuangan

Kinerja keuangan perusahaan merupakan salah satu faktor

yang dilihat oleh calon investor untuk menentukan investasi saham.

Bagi sebuah perusahaan, menjaga dan meningkatkan kinerja keuangan

adalah suatu keharusan agar saham tersebut tetap eksis dan tetap

diminati oleh investor.

Menurut Munawir (1998), “kinerja keuangan adalah prestasi kerja yang telah dicapai oleh perusahaan dalam suatu periode tertentu

dan tertuang pada laporan keuangan perusahaan yang bersangkutan”. Menurut Nurhayati dan Wedyawati (2012:2), “Kinerja

keuangan merupakan salah satu faktor yang menjadi acuan investor

dalam membeli saham. Bagi perusahaan, meningkatkan kinerja

keuangan adalah suatu keharusan agar saham perusahaan tetap

menarik bagi investor”. Adapun tujuan dari kinerja keuangan tersebut

yaitu memberikan informasi keuangan yang bertujuan sebagai sarana

informasi, alat pertanggungjawaban manajemen kepada pemilik

perusahaan, penggambaran terhadap indikator keberhasilan perusahaan

(15)

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan rasio profitabilitas

untuk mengukur kinerja keuangan yaitu Return on Equity (ROE).

ROE adalah rasio yang menunjukkan berapa laba bersih diperoleh

perusahaan bila di ukur dari segi nilai ekuitas (Harahap, 2011:304).

Rasio ROE dapat dirumuskan sebagai berikut:

2.1.4.2 Profitabilitas

Menurut Harahap (2011:304), “profitabilitas adalah suatu kemampuan yang dicapai oleh perusahaan untuk menghasilkan laba

dalam suatu periode tertentu”. Profitabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan

dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah

karyawan, jumlah cabang, dan sebagainya. Artinya profitabilitas suatu

perusahaan dapat dianggap sebagai salah satu indikasi yang

mencerminkan tingkat efektivitas yang dicapai oleh suatu operasional

perusahaan.

Menurut Kokubu et al., (2001) dalam Sembiring (2005:386),

“menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara kinerja ekonomi suatu perusahaan dengan pengungkapan tanggung jawab sosial”.

Hal ini dikaitkan dengan teori agensi (Agency Theory) yaitu

(16)

perusahaan mengungkapkan informasi sosial yang lebih luas bagi para

penggunanya. Maka, bisa dikatakan bahwa profit (laba) merupakan

berita baik (good news) karena profitabilitas akan mengurangi

ketidakpastian bagi para penggunanya. Apabila pengumuman laba

berisi berita baik (good news) maka pihak manajemen cenderung

menyampaikan laporan keuangan perusahaan tepat waktu dan

sebaliknya apabila perusahaan mengalami kerugian, pihak manajemen

umumnya menunda penyampaian laporan keuangan perusahaan.

Adapun penelitian yang dilakukan peneliti menggunakan

rasio profitabilitas yaitu Return On Assets (ROA). ROA adalah rasio

yang menunjukkan berapa laba bersih diperoleh perusahaan bila di

ukur dari nilai aset (Harahap, 2011:305). Rasio ROA dapat

dirumuskan sebagai berikut :

2.1.4.3 Corporate Social Responsibility

Pengungkapan Corporate Social Responsibility adalah

pengungkapan informasi yang berkaitan dengan tanggung jawab

perusahaan di dalam laporan tahunan. Menurut Haniffa dan Cooke,

(17)

dengan memberi nilai setiap item dengan 1, jika melakukan

pengungkapan dan 0 jika tidak melakukan pengungkapan CSR”.

Adapun pengungkapan CSR dapat dirumuskan sebagai berikut :

Keterangan :

CSRI =CSR index perusahaan j

ΣXij = banyaknya item yang diungkapkan oleh perusahaan j nj =total item untuk perusahaan j, nj ≤ 78

Σxij = total item yang diungkapkan variabel : dummy variabel : 1 = jika item i diungkapkan; 0 = jika item i tidak diungkapkan

2.1.4.4 Good Corporate Govarnance

Good Corporate Governance diproksikan dengan kepemilikan manajerial (KM). Adapun rumus yang digunakan sebagai

berikut :

(18)

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai nilai perusahaan telah dilakukan sebelumnya oleh

beberapa peneliti terdahulu yang menghasilkan temuan bermacam – macam

dengan berbagai variabel. Hal ini dapat dilihat pada table 2.1 :

Tabel 2.1

Tinjauan Peneliti Terdahulu No Peneliti

Variabel Penelitian

Alat

Analisis Hasil Penelitian

1. Fadly Akbar El Muhammady (2012) Variabel dependen: Nilai perusahaan Variabel Independen: ROE, ROA, NPM, GPM dan CSR. Analisis Regresi Berganda

ROE memiliki pengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan;

ROA, NPM, GPM, dan CSR tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. 2. Miranti Nurhayanti dan Henny Medyawati (2012) Variabel dependen: Nilai perusahaan. Variabel independen: ROE, CSR dan GCG. Analisis Regresi Berganda

ROE berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan;

GCG dan CSR tidak

berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.

3. Chairul Amri dan Untara (2012) Variabel dependen: Nilai perusahaan. Variabel independen: ROE, CSR dan GCG. Analisis Regresi Berganda

ROE dan CSR berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan;

GCG tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.

(19)

4. Reny

Dyah Retno dan Denies Priantinah (2012) Variabel dependen: Nilai perusahaan. Variabel independen: CSR dan GCG. Analisis Regresi Berganda

GCG berpengaruh positif dan

signifikan terhadap Nilai Perusahaan;

CSR berpengaruh positif dan tidak

signifikan terhadap Nilai Perusahaan;

GCG dan CSR berpengaruh positif

terhadap Nilai Perusahaan 5. Wahyu Ardimas (2013) Variabel dependen: nilai perusahaan, Variabel independen: ROA, ROE, OPM, NPM dan CSR . Analisis Regresi Berganda

ROA dan ROE berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan;

OPM dan NPM tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan ;

CSR tidak ber pengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.

(20)

2.3 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan suatu model yang menerangkan bagaimana

hubungan suatu teori dengan faktor – faktor yang penting yang telah diketahui dalam

suatu masalah tertentu. Kerangka tersebut akan menghubungkan secara teoritis antara

variabel penelitian, yaitu antara variabel bebas dengan variabel terikat. Berdasarkan

latar belakang masalah, tujuan penelitian, dan tinjauan pustaka yang telah

dikemukakan, kerangka konseptual dalam penelitian tercantum dalam gambar 2.1

sebagai berikut : H1 H2 H5 H3 H4 Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Dalam penelitian ini, yang merupakan variabel dependen (Y) adalah nilai

Good Corporate Governance

(X4) NILAI PERUSAHAAN (PBV) (Y) Return On Assets (X2) Return On Equity (X1)

Corporate Social Responsibility

(21)

Equitys (X1), Return On Assets (X2), Corporate Social Responsibility (X3) dan Good Corporate Govarnance (X4) yang diproxykan dengan kepemilikan manajerial.

Adapun perusahaan yang diteliti yaitu perusahaan perkebunan yang telah go public

dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia, populasi perusahaan yaitu 10 perusahaan dari

16 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Berdasarkan kerangka

konseptual di atas peneliti ingin mengetahui apakah pengaruh variabel independen

terhadap variabel dependen baik secara parsial maupun simultan. Kerangka

konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Hubungan Return On Equity dengan Nilai Perusahaan

Kinerja keuangan merupakan salah satu faktor yang menjadi acuan

investor dalam membeli saham. Bagi perusahaan, meningkatkan kinerja

keuangan adalah suatu keharusan agar saham perusahaan tetap menarik bagi

investor. Para investor melakukan peninjauan secara luas (overvie) dengan

melihat rasio keuangan sebagai alat evaluasi investasi, karena rasio keuangan

mencerminkan tinggi rendahnya nilai perusahaan. Apabila investor ingin

melihat seberapa besar perusahaan menghasilkan return atas investasi yang

mereka tanamkan, yang akan di lihat pertama kali adalah rasio profitabilitas,

terutama ROE, karena rasio ini mengukur seberapa efektif perusahaan

(22)

Hal ini juga di dukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Chairul dan

Untara (2012) bahwa kinerja keuangan (ROE) berpengaruh signifikan

terhadap nilai perusahaan. Penelitian ini juga di dukung oleh Nurhayanti dan

Medyawati (2012),bahwa kinerja keuangan (ROE) berpengaruh signifikan

terhadap nilai perusahaan. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis dapat di

rumuskan sebagai berikut:

H1: Return On Equity berpengaruh terhadap nilai perusahaan.

2. Hubungan Return On Assets dengan Nilai Perusahaan

Profitabilitas menunjukkan keberhasilan perusahaaan di dalam

menghasilkan keuntungan. Semakin besar ROA, maka semakin baik pula

kinerja kerja perusahaan sehingga perusahaan akan cenderung untuk

memberikan informasi tersebut pada pihak lain yang berkepentingan. Dengan

demikian, dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang memiliki profitabilitas

tinggi maka laporan keuangan perusahaan tersebut mengandung berita baik,

dan perusahaan yang mengalami berita baik cenderung menyerahkan laporan

keuangannya tepat waktu. Hal ini juga berlaku pada profitabilitas perusahaan

yang rendah dimana hal ini mengandung berita buruk, sehingga perusahaan

tidak tepat waktu menyerahkan laporan keuangannya.

Hal ini di dukung oleh penelitian Ardimas (2013) bahwa ROA

(23)

signifikan terhadap nilai perusahaan. Berdasarkan uraian diatas, maka

hipotesis dapat di rumuskan sebagai berikut:

H2 : Return On Assets berpengaruh terhadap nilai perusahaan.

3. Hubungan Corporate Social Responsibility dengan Nilai Perusahaan

Laporan Corporate Social Responsibility tidak hanya menyajikan

kandungan informasi keuangan, namun juga informasi sosial dan lingkungan.

Penerapan dan pengungkapan Corporate Social Responsibility yang dilakukan

perusahaan diharapkan meningkatkan nilai perusahaan. Adanya kegiatan

Corporate Social Responsibility merupakan bukti bahwa perusahaan peduli

terhadap lingkungan dan sosial. Selain dapat memperbaiki citra perusahaan,

kegiatan Corporate Social Responsibility yang dilakukan perusahaan juga

dapat meningkatkan penjualan. Hal ini disebabkan, karena konsumen

cenderung tertarik membeli produk yang sebagian labanya disisihkan untuk

kepentingan sosial lingkungan, misalnya untuk beasiswa, bantuan untuk

korban bencana, pelestarian lingkungan, dan sebagainya.

Hal ini didukung oleh Retno dan Priantinah (2012), Pengungkapan

Corporate Social Responsibility berpengaruh positif dan tidak signifikan

terhadap nilai perusahaan. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh

Ardimas (2013) dan Muhammady (2012), Pengungkapan Corporate Social

Responsibility tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.

(24)

H3 : Corporate Social Responsibility berpengaruh terhadap nilai perusahaan.

4. Hubungan Good Corporate Govarnance dengan Nilai Perusahaan

Selain mempertimbangkan informasi keuangan, investor juga

memperhatikan informasi non keuangan seperti penerapan Good Corporate

Govarnance dalam mengambil keputusan investasi. Penerapan Good Corporate Govarnance manjadi tanda bahwa perusahaan telah melakukan tata

kelola yang baik. Tata kelola perusahaan yang baik menggambarkan

bagaimana usaha manajemen mengelola kekayaan perusahaan dengan baik

yang tercermin dari kinerja keuangannya. Semakin baik kinerja Good

Corporate governance sebuah perusahaan, maka semakin baik pula kinerja

operasional perusahaan.

Hal ini didukung oleh penelitian Retno dan Priantinah (2012) yang

menunjukkan bahwa Good Corporate Govarnance berpengaruh positif dan

signifikan terhadap nilai perusahaan. Berbeda dengan hasil penelitian Amri

dan Untara (2012) dan Nurhayanti dan Wedyawati (2012), menunjukkan

bahwa Good Corporate Govarnance tidak berpengaruh signifikan terhadap

nilai perusahaan. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis dapat di

rumuskan sebagai berikut:

(25)

5. Hubungan Return On Equity, Return On Assets, Corporate Social

Responsibility dan Good Corporate Govarnance dengan Nilai

Perusahaan.

Menurut beberapa kesimpulan sementara yang telah disebutkan

sebelumnya hubungan antara variabel independen dengan variabel independen

maka peneliti mengasumsikan bahwa secara simultan kinerja keuangan,

profitabilitas, Corporate Social Responsibility dan Good Corporate

Govarnance berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan pada perusahaan

perkebunan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2011 s/d

2014.

Dari penjelasan di atas, maka hipotesis yang dapat dirumuskan sebagai

berikut :

H5 : Return On Equity, Return On Assets, Corporate Social Responsibility

dan Good Corporate Govarnance berpengaruh secara simultan

terhadap nilai perusahaan.

2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian adalah anggapan peneliti terhadap suatu masalah yang

sedang dikaji. Peneliti mengangap hipotesis ini benar untuk kemudian dilakukan

(26)

karena itu, hipotesis merupakan kebenaran sementara yang masih harus di uji, dimana

suatu hipotesis selalu dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang menghubungkan

dua variabel atau lebih (Rochaety dkk, 2007:31). Perumusan hipotesis dapat

dikembangkan berdasarkan hubungan antara faktor – faktor yang berpengaruh

terhadap nilai perusahaan (Y) adalah Return On Equity (X1), Return On Assets (X2),

Corporate Social Responsibility (X3), dan Good Corporate Govarnance (X4).

Adapun kesimpulan dari kerangka konseptual diatas yaitu sebagai berikut :

H1 : Return On Equity berpengaruh terhadap nilai perusahaan.

H2 : Return On Assets berpengaruh terhadap nilai perusahaan.

H3 : Corporate Social Responsibility berpengaruh terhadap nilai perusahaan.

H4 : Good Corporate Govarnance berpengaruh terhadap nilai perusahaan.

H5 : Return On Equity, Return On Assets, Corporate Social Responsibility dan Good

Referensi

Dokumen terkait

Rahmalia Nurhasanah (2007), Melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Pengaruh Return On Asset (X1), Return On Equity (X2), dan Earning Per Share (X3) Terhadap Harga Saham

(2012) Pengaruh Penerapan Corporate Governance terhadap Kinerja Kuangan X1=Kepemi likan Institusional X2=Ukuran Dewan Direksi X3=Aktivit as(rapat) Dewan Komisaris

Berdasarkan gambar kerangka pemikiran di atas, dapat dijelaskan bahwa variabel independen yaitu Return on Equity (X1), Net Profit Margin (X2) dan Return on

Hasil dari penelitian mereka yaitu good corporate governance berpengaruh positif sangat signifikan terhadap kinerja keuangan yang diproksikan dengan Return on

Nilai koefisien X2 sebesar -0,443 artinya jika variabel X1 (Nilai Buku Obligasi), X3 (Ukuran dewan komisaris), X4 (kepemilikan manajerial), X5 (proporsi dewan

untuk mengetahui Corporate Social Responsibility dan Good Corporate Governance yang terdiri dari Ukuran Dewan Direksi, Komisaris Independen, Kepemilikan Manajerial,

2 Juli 2023 a = Intercept β = Coefficient of regression X1 = Current Ratio X2 = Return on Assets X3 = Debt to Equity Ratio Z = Kepemilikan Manajerial e = Standard error HIPOTESIS

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah X1, kompensa si X2, motivasi X3 dan komitmen organisasi X4, sebagian pengaruh signifikan terhadap kinerja karena