Kepadatan Populasi Siput Semak (Bradybaena similaris) Pada Tanaman
Sawi Putih Di Areal Tanam Yang Memakai Mulsa Dan Tidak
Pakai Mulsa Di Nagari Aie Angek Kecamatan X Koto
Kabupaten Tanah Datar
Soni Muzaki, Nurhadi , Elza Safitri
Program Studi Pendidikan Biologi STKIP
PGRI Sumatera Barat
Email.soni muzaki13@gmail.com
ABSTRACT
White mustard ( Brassica rapa L.) is a plant that is resistant to rain water so it can be grown throughout the yearnd has a high economic value. Pests wiil destroy crops and will directly reduce the production of mustard. So it can make economic harm to human. One of the pest that attack the pest snail mustard plant is a shrub (Bradybena similaris). These pests damage plants by eating the leaves of leaf and make holes irregulary resulting in leaf being damaged. Based on this research has been done on snail population density of bushes on the white mustard plant that uses mulch planting area by not wearing mulch in Nagari Aie Angek Kecamatan X Koto Kabupaten Tanah Datar which aims to determine the desenty of the pupolation of snail bush on which mustard plants. This research was conducted using a descriptive survey method. From this research showed 1044 people snails bush ( use mulch planting areas) and 756 individual snails bush (do not use mulch planting areas). The average density of 2.98 individuals snail bush planting so it necessary to control pests.
Key word : Pest, Brassica rapa L , Bradybaena similaris
PENDAHULUAN
Sawi putih (Brassica rapa L.)
merupakan jenis sawi yang banyak
dikonsumsi oleh masyarakat karena
memiliki rasa yang enak diantara jenis sawi
lainya (Haryanto, Suhartini, Rahayu,
Sunarjono,2003). Selain itu Sawi putih kaya akan protein, karbohidrat, lemak,
vitamin dan mineral. sawi putih
mempunyai manfaat bagi kesehatan
diantaranya sebagai pencegah penyakit jantung, diabetes, antianemia, mencegah
pengeroposan tulang, anti kanker,
antikolestrol, dan gangguan ginjal (Kaleka, 2013).
Dalam peningkatan komoditi sawi putih terdapat beberapa kendala diantaranya ketersediaan lahan yang semakin sempit, harga jual yang tidak stabil, dan gangguan dari hama dan penyakit. Nagari Aie Angek Kecamatan X Koto Kabupaten Tanah Datar merupakan salah satu sentral pengasil sayuran di Sumatera Barat diantaranya sawi
putih, selada, dan brokoli. Dalam budidaya sawi putih di area pertanian Nagari Aie Angek Kecamatan X Koto Kabupaten Tanah Datar mengalami kendala yaitu adanya beberapa hama diantaranya siput semak
(Bradybaena similaris). Siput semak
memiliki ciri-ciri tubuh lunak bewarna merah cerah, berlendir, warna cangkang bervariasi dari kuning sampai merah kecoklatan, besar cangkang sebesar pangkal kelingking anak- anak dan tinggi cangkang 1 cm. Siput ini menyerang berbagai tanaman muda dengan cara memakan daun bagian tanaman yang diserang (Anonimus, 1979). Pracaya (2007) menyatakan gejala yang
ditimbulkan akibat serangan siput
diantaranya terdapat lubang-lubang tidak beraturan pada tanaman adanya bekas lendir mengkilap dan kotoran siput.
Idris (2001) menyatakan siput semak adalah salah satu hama yang terdapat pada tanaman sawi. Wallace M. Meyer (2009) juga mengatakan bahwa siput yang paling banyak merusak pada tanaman holtikultura adalah siput semak
yang mengakibatkan sekitar 65% tanaman terancam punah. Berdasarkan hasil survey dan wawancara di lapangan, diketahui bahwa siput semak merupakan salah satu
penyebab kerusakan sawi yang
mengakibatkan para petani gagal panen dan
menimbulkan kerugian. Berdasarkan
permasalahan di atas maka telah dilakukan penelitian tentang kedapatan populasi siput semak pada tanaman sawi putih di areal tanam yang memakai mulsa dengan tidak memakai mulsa di Nagari Aia Angek Kecamatan X Koto Kabupaten Tanah Datar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kepadatan populasi siput semak pada tanaman sawi putih di areal tanam yang memakai mulsa dengan tidak memakai mulsa di Kenagarian Aie Angek Kecamatan X Koto Kabupaten Tanah Datar.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2015 di Kenagarian Aie Angek Kecamatan X Koto Kabupaten
Tanah Datar dengan menggunakan
metode survey deskriptif yaitu dengan cara pengamatan langsung di lapangan.
Pengambilan sampel dilakukan pada dua lokasi penelitian, yaitu lokasi pertama pada tanaman sawi putih pakai mulsa dan lokasi kedua tanaman sawi putih tidak pakai mulsa. Pengambilan sampel siput semak dilakukan pada tanaman sawi putih yang berumur 50 hari. Sampel yang digunakan sebanyak 10% dari total jumlah seluruh sawi putih yang diambil secara acak. Analisis data kepadatan (K)
siput semak dilakukan perhitungan
mengacu pada Suin (2002) dengan rumus :
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan pada lokasi I 1044 individu siput semak dengan jumlah tanaman 313 individu sawi putih, dan pada lokasi II 756 individu siput semak dan 287 tanaman sawi putih. Untuk mengetahui kepadatan populasi siput
semak pada tanaman sawi putih
ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Kepadatan populasi siput semak pada areal pertanaman sawi putih
lokasi Kepadatan (Individu/tanaman) Rata-rata Kepadatan (individu/tanaman) Areal 1 3,33 2,98 Areal 2 2,63
Dari hasil penelitian yang telah
dilakukan didapatkan rata-rata
kepadatan siput semak di area tanaman sawi putih sebanyak 2,98 individu pertanaman. Kepadatan siput semak yang memakai mulsa lebih tinggi (3,33
individu/tanaman) bila dibandingkan
dengan kepadatan populasi siput semak
tidak memakai mulsa (2,63
individu/tanaman). Padatnya populasi siput semak yang ditemukan pada area tanam sawi putih yang memakai mulsa disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya faktor makanan. Pemakaian mulsa dapat menghambat pertumbuhan gulma sehingga siput semak langsung memakan sawi putih. Sedangkan pada tanaman sawi putih yang tidak memakai mulsa kepadatan siput semak rendah, hal
tersebut dikarenakan adanya gulma pada tanaman sawi putih sehingga siput semak tidak langsung menyerang tanaman sawi putih. Hal tersebut sesuai dengan Pracaya (2007)
Siput semak merupakan hewan polipagus yaitu memakan semua jenis
tananam. Faktor lain yang
mempengaruhi kepadatan siput semak pada tanaman sawi putih adalah faktor lingkungan yaitu suhu udara, suhu tanah, kelembaban, dan pH tanah. Pada sawi pakai mulsa didapatkan suhu udara dengan kisaran 13-22 ºC, suhu tanah 14-21ºC, pH tanah 6,8 dan kelembaban 100%. Sedangkan pada sawi yang tidak pakai mulsa didapatkan suhu udara dengan kisaran 11-15ºC, suhu tanah
16-20ºC, pH tanah 6,8 dan kelembaban 100%. Menurut Sakinah (2001) suhu maksimun untuk hidup siput semak adalah 17-21 ºC dan kelembaban melebihi 85%. Adanya variasi faktor lingkungan menyebabkan variasi jumlah individu siput semak. Pemakaian mulsa akan mendukung lingkungan hidup bagi siput semak karena pemakaian mulsa
akan memodifikasi lingkungan itu
sendiri. Hal ini sesuai dengan pendapat Haryono (2009) yang menyatakan bahwa
dengan pemakain mulsa dapat
memodifikasi suhu. Sehingga tingginya kepadatan siput semak pada areal tanam yang memakai mulsa dibanding dengan tidak memakai mulsa. Hasil pengukuran faktor lingkungan \yang diukur bahwa siput semak cocok untuk hidup pada lokasi penelitian.
Pemakaian mulsa juga
membantu kehidupan siput semak,
karena siput semak aktif pada malam
hari sedangkan pada siang hari
bersembunyi di bawah mulsa sehingga petani sulit untuk mengendalikannya (Pracaya, 2007). Tinggi dan rendahnya populasi hama pada tanaman juga dipengaruhi oleh penggunaan pestisida
secara berlebihan sehingga dapat
menghilangkan predator hama itu
sendiri. Sesuai degan pendapat Harahap dan Tjahjono (1994) yang menyatakan bahwa sistem tanam yang tidak serentak akan mengakibatkan hama berpindah-pindah dari tempat satu ketempat yang lain. Sesuai area lokasi penelitian bahwa adanya lahan pertanian lain yang masih baru melakukan penanaman, tanaman yang masih muda, dan lahan yang sudah dipanen. Menurut Apriyanto (2003) siput bisa saja datang dari lahan pertanian sekitar seperti pada lahan yang banyak ditumbuhi gulma, perbatasan antara lahan satu dengan yang lain dan lahan yang sudah lama tidak di olah.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah
dilakukan di Nagari Aie Angek
Kecamatan X Koto Kabupaten Tanah
Datar dapat disimpulkan bahwa
kepadatan populasi siput semak yang
ditemukan pada tanaman sawi putih memakai mulsa lebih tinggi (3,33
individu/tanaman) dibanding dengan
tanaman sawi putih tidak memakai mulsa (2,63 individu/tanaman). Kepadatan siput semak yang didapatkan sudah termasuk hama utama dan merugikan para petani.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonimus. 1979. Binatang Hama
Lembaga Biologi Nasional. Bogor. Apriyanto, D., B, Toha., I, Manti. 2003.
Ledakan Populasi Jenis Respo Filiculis bleekri Di Sentra Produksi Sayur Rejang Belong Bengkulu
Fakultas Pertanian Universitas
Bengkulu. Jurnal perlindungan
tanaman Indonesia. Vol. 9
Haryanto, E., Suhartini. T., Rahayu. E., Sunarjono. H. 2003. Sawi & Selada Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta. Idris, A.B. & M. Abdullah. 2001.
Parasitism of Bradybaeneus
similaris Ferussas (Gastropoda:
Bradybaenidae) by Megaselia
Scalaris Loew (Diptera: Phoridae): ANew Record. Universiti Putra Malaysia Press. Jurnal Pertanika J. Trap. Agric. Sci. 24(2): 165 - 166 (2001) ISSN : 1511-3701.
Pracaya, 2007. Hama Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta.
Haryono, Gembong. 2009. Mulsa Plastik Pada Budidaya Pertanian. Jurnal. Vol. 31. No. 1
Sakinah, H. 2001. Kajian peranan
sitokrom P-450 monoksigenase
dalam kerintangan Bradybaena
similaris terhadap metaldehida.
Tesis Sarjana Sains. Universiti Kebangsaan Malaysia
Suin, N. M. 2002. Metoda Ekologi.