• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Pada tahap ini dilakukan analisis data-data dari hasil pengolahan data keseluruhan, yang meliputi : analisis faktor kunci internal dan eksternal, analisis matriks IFE, EFE, analisis matriks IE, dan analisis matriks SWOT, kemudian dilakukan penentuan prioritas strategi dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP). Tahap selanjutnya melakukan penerimaan dan pemberian kekuatan hukum agar kebijakan yang dipilih memiliki legitimasi dan melakukan analisis implikasi terhadap lembaga yang dianalisis dengan menggunakan kerangka kerja 7-S Mckinsey.

5.1. Analisis Faktor Kunci Internal dan Eksternal 5.1.1. Analisis Kekuatan-kekuatan Internal

a. Lokasi atau tempat berdirinya pasar tradisional

Lokasi atau tempat berdirinya pasar tradisional dianggap sebagai kekuatan oleh para stakeholder, karena memang letak pasar tradisional di Kabupaten Cirebon khususnya pasar Pemda yang jumlahnya ada 8 (delapan) pasar berada pada posisi yang strategis. Utami pada tahun 2006 menyebutkan bahwa lokasi atau tempat berdirinya sebuah toko/pasar merupakan suatu keunggulan bersaing yang tidak dengan mudah ditiru. Ada beberapa faktor dalam penelitian ini yang dijadikan aspek penilaian lokasi pasartradisional, yaitu lalu lintas kendaraan, fasilitas parkir, transportasi umum atau akses transportasi, komposisi pasar, letak berdirinya pasar, dan syarat dan ketentuan pemakian ruang.

Berdasarkan hasil kuesioner lokasi atau tempat berdirinya pasar tradisional memperoleh bobot kepentingan terbesar ke-2 (dua) untuk kekuatan lingkungan internal dan peringkat ke-3(tiga) secara keseluruhan dalam lingkungan internal dengan bobot 0,149. Lokasi atau tempat berdirinya pasar tradisional dinilai sebagai kekuatan yang dimiliki oleh pasar tradisional lebih cenderung lokasinya yang strategis yaitu berada pada pusat perekonomian di wilayah Kabupaten Cirebon, dan ditunjang pula dengan akses transportasi yang mudah dijangkau.

(2)

Pasar pemda di Kabupaten Cirebon menjadi pusat perekonomian dikarenakan kondisi masyarakat Kabupaten Cirebon yang mayoritas profesinya sebagai pedagang dan petani, dan mereka masih menyukai berbelanja di pasar-pasar tradisional. Kondisi ini didukung pula karena belum banyak pusat perbelanjaan modern seperti supermarket dan hypermarket di Kabupaten Cirebon yang secara langsung menjadikan pasar pemda di Kabupaten Cirebon menjadi daya tarik bagi para pedagang-pedagang seperti pedagang bakso, VCD, pakaian, dan sebagainya untuk berjualan di sekitar pasar pemda. Kondisi-kondisi itu yang membuat pasar pemda di Kabupaten Cirebon menjadi pusat perekonomian di Kabupaten Cirebon, dimana konsumen datang ke pasar bukan hanya berbelanja kebutuhan sehari-hari tetapi juga mereka datang untuk jalan-jalan atau refreshing.

b. Harga jual di pasar tradisional

Menurut penelitian dari Departemen Perdagangan Republik Indonesia tahun 2007, menempatkan harga pada urutan pertama alasan konsumen memilih berbelanja di pasar tradisional. Harga jual dianggap kekuatan sebagai faktor kekuatan dari pasar tradisional karena memang harga yang ditawarkan oleh para pedagang pasar terbilang lebih murah terutama untuk barang-barang fresh food seperti sayuran, ikan, daging, dan buah-buahan. Harga yang ditawarkan oleh pedagang sangat fleksibel dan bisa ditawar, biasanya bila ada konsumen yang membeli dalam jumlah yang banyak atau konsumen yang sudah berlangganan akan mendapatkan potongan harga atau discount.

Harga jual mendapatkan bobot kepentingan paling tinggi untuk lingkungan internal dengan bobot 0,196. Harga menjadi faktor yang paling penting dikarenakan konsumen pasar tradisional yang kebanyakan merupakan pemilik warung, restoran dan para pedagang keliling, dimana mereka akan menjual kembali barang yang dibelinya. Oleh karena itu harga menjadi faktor utama para konsumen berbelanja di pasar tradisional. Selain karena faktor konsumen yang kebanyakan adalah para pedagang, harga menjadi sesuatu yang sangat sensitif bagi konsumen di Kabupaten Cirebon, karena bila ada kenaikan atau penurunan harga jual itu sangat berpengaruh dalam penentuan keputusan konsumen berbelanja. Adanya perbedaan selisih harga

(3)

c. Potensi pasar tradisional di Kabupaten Cirebon

Berdasarkan data Dinas Perinduatrian dan Perdagangan Kabupaten Cirebon tercatat sekitar 8824 pedagang yang berjualan di 8 (delapan) pasar pemda dan 22 pasar desa. Jumlah ini bisa lebih banyak lagi bila ditambah dengan para pedagang tidak tetap disekitar pasar tradisional yang jumlahnya bisa lebih banyak daripada jumlah pedagang yang ada di dalam pasar tradisional. Berdasarkan data dari BPS Kabupaten Cirebon tahun 2008 sekitar 29,99% atau sekitar 261.684 orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor perdagangan dan sebagian besar adalah para pedagang pasar tradisional.

Potensi yang sangat besar yang dimiliki pasar tradisional menempatkannya sebagai suatu kekuatan dari pasar tradisional baik dari segi akses terhadap konsumen dan juga sebagai sumber mata pencaharian penduduk Kabupaten Cirebon. Kondisi ini menjadi bergaining position pasar tradisional menjadi lebih kuat di mata pemerintah untuk dapat memproteksi dan mengembangkan pasar tradisional di Kabupaten Cirebon, karena bagaimanapun sektor pasar tradisional ini menampung banyak pekerja bagi masyarakat Kabupaten Cirebon.

d. Struktur organisasi Disperindag Kabupaten Cirebon khususnya bidang pengelolaan pasar

Perubahan struktur organisasi dan tupoksi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaen Cirebon pada tahun 2008 dengan dikeluarkannya Peraturan Bupati Nomor 60 tahun 2008 tentang rincian tugas, fungsi, dan tata Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Dikeluarkannya Perbub nomor 60 tahun 2008 ini memberikan wewenang yang lebih luas kepada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Cirebon melalui bidang pengelolaan pasar untuk dapat mengembangkan pasar tradisional yang berada di Kabupaten Cirebon.

Perubahan struktur dan fungsi organisasi ini memungkinkan sektor pasar tradisional yang dinaungi oleh bidang pengelolaan pasar untuk dapat mengajukkan anggaran yang diperuntukan untuk pengembangan pasar tradisional dan mengelolanya. Sebelumnya pasar tradisional atau pasar pemda dikelola oleh UPTD pasar yang dibagi menjadi 4 (empat) wilayah. Tugas UPTD pasar pada saat itu hanya diberikan wewenang untuk menarik retribusi dan menjalankan program yang telah

(4)

ada, jadi dengan perubahan struktur dan fungsi organisasi ini memungkinkan bidang pengelolaan pasar yang terdiri dari seksi pengelolaan pendapatan pasar, seksi pembinaan dan pengembangan pasar, dan seksi sarana dan prasarana untuk membuat program atau kegiatan, anggaran dan usulan regulasi sendiri sesuai dengan kebutuhan untuk pengembangan pasar tradisional.

5.1.2. Analisis Kelemahan-kelemahan Internal

a. Kemampuan pedagang pasar tradisional dalam melakukan pelayanan dan pengadaan barang

Indikator pelayanan, merchandising, dan pedagang atau pelayan toko dibuat menjadi satu indikator kunci lingkungangan internal karena pada pasar tradisional mulai dari pemilik, orang yang melayani dan orang yang mengatur persediaan barang adalah orang yang sama atau toko dijalankan oleh pemilik tokonya sendiri. Berbeda dengan pasar modern seperti minimarket atau supermarket yang memiliki bagian-bagian tersendiri untuk pelayanan dan manajemen pengadaan barang, sehinngga karena faktor inilah ketiga indikator internal ini di satukan dalam satu indikator lingkungan internal.

Indikator kemampuan pasar tradisional dalam melakukan pelayanan dan pengadaan barang dinilai sebagai kelemahan oleh para responden karena pelayanan yang diberikan di pasar tradisional mulai dari sebelum transaksi, pada saat transaksi, dan sesudah transaksi kurang baik. Dari aspek pelayanan, umumnya para pedagang pasar tradisional menggunakan pola pelayanan pribadi dengan menngunakan pendekatan informal dan penggunaan bahasa daerah dalam berinteraksi dengan para pembeli, kondisi ini sebenarnya menjadi suatu keunggulan tersendiri bagi pasar tradisional dan hal ini merupakan diferensiasi pasar tradisional dengan pasar modern. Pada indikator ini yang membuat posisinya lemah adalah tata cara manajemen toko yang masih konvensional, mulai dari pembelian barang dagangan yang kurang memperhatikan kuntitas dan kualitas barang yang akan dijual, sampai dengan kemampuan para pedagang dalam mengelola toko baik itu masalah pencatatan dan pembukuan, tata letak dan penempatan barang dagangan di toko, menjaga kebersihan toko dan barang dagangannya, dan saat melakukan timbangan dan pembukusan

(5)

b. Suasana di dalam pasar tradisional

Suasana di dalam pasar tradisional merupakan indikator yang paling dikeluhkan oleh para konsumen dan dinilai paling rendah oleh para responden. Suasana pasar tradisional yang buruk ini merupakan salah satu alasan kenapa pasar tradisional mulai ditinggalkan oleh konsumennya, terutama konsumen dari rumah tangga. Berdasarkan penelitian dari Tambunan et.al. tahun 2004 menunjukkan sebanyak 66% alasan kelemahan pasar tradisional karena dianggap kotor dan tidak nyaman.

Dilihat dari kondisi eksteriornya beberapa pasar pemda di Kabupaten Cirebon tidak dalam keadaan baik, seperti pada pasar Cipeujeuh, Babakan, dan Pasalaran. Bangunan ketiga pasar tersebut dinilai kurang layak, dan bila dalam kondisi hujan pasar akan sangat becek, kotor dan membuat para pedagang tidak dapat berjualan. Dilihat dari kondisi interior dan tata letaknya, seperti kebanyakan pasar di Indonesia pasar di Kabupaten Cirebon sangat tidak tertata dan kotor. Banyak sekali para pedagang memanfaatkan jalan atau lorong di dalam pasar sebagai tempat penyimpanan barang dagangannya, hal ini membuat jalan-jalan di dalam pasar menjadi sempit. Kondisi interior pasar yang kurang tertata membuat pasar sangat gelap walaupun pada siang hari, kondisi ini membuat konsumen yang berada di dalam pasar merasa kurang nyaman dan aman.

c. Kegiatan promosi yang dilakukan

Kegiatan promosi lazimnya dilakukan oleh pasar modern sering dilakukan dalam berbagai bentuk, seperti membuat Point of Purchase (POP), demonstrasi, menyelenggarakan kontes atau perlombaan dengan sponsor para distributor, memberikan hadiah langsung dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan promosi yang dapat menarik konsumen tidak pernah dilakukan oleh pasar-pasar tradisional di Kabupaten Cirebon. Para pedagang pasar tradisional hanya melakukan kegiatan promosi secara langsung, yaitu dengan cara menawarkan barang dagangan kepada konsumen yang melewati tokonya dan memberikan penawaran harga yang lebih murah dengan toko lain. Bisa dikatakan metode promosi seperti ini hanya menarik konsumen yang berada di dalam pasar tradisional saja, tetapi konsumen yang berada di luar pasar

(6)

tidak terjangkau atau tidak terkomunikasikan sehingga tidak adanya ketertarikan konsumen yang berada di luar untuk masuk kedalam pasar.

Kegiatan promosi yang jarang dilakukan ini dinilai terkecil bobot kepentingannya, yaitu sebesar 0,037. Hal ini dikarenakan masing jarangnya pasar modern dengan klasifikasi besar seperti supermarket dan hypermarket. Di Kabupaten Cirebon baru ada 2 (dua) unit supermarket, yaitu toserba Griya di daerah Jamblang dan Toserba Surya di daerah Sumber. Sehingga persaingan saat ini berasal dari minimarket-minimarket yang tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Cirebon. Minimarket dianggap memiliki barang dagangan yang berbeda dengan pasar tradisional, dimana minimarket tidak menjual barang-barang fresh food yang memang salah satu komoditas utama pasar tradisional, walaupun ada beberapa produk yang menjadi jualan utama pasar tradisional juga dijual di minimarket seperti mie instan, telor, dan sebagainya. Jadi kurangnya kegiatan promosi yang dilakukan oleh para pedagang pasar tradisional walaupun menjadi kelemahan tidak menjadi faktor yang paling mempengaruhi ketertarikan konsumen untuk mengunjungi pasar tradisional.

d. Kegiatan atau program Disperindag Kabupaten Cirebon dalam mendukung pasar tradisional

Kegiatan atau program Dinas Perindustrian dan Perdagangan khususnya dalam pengembangan pasar tradisional dinilai kurang oleh para responden. Kegiatan yang dilakukan sebatas melakukan perawatan atau maintenance fasilitas pasar tradisional, operasi pasar, dan melakukan penyuluhan dan pembinaan terhadap pedagang pasar tradisional. Kurangnya kegiatan atau program dalam pengembangan pasar tradisional lebih banyak disebabkan oleh kecilnya anggaran yang dimiliki Disperindag Kabupaten Cirebon khususnya alokasi pada bidang pengelolaan pasar.

Selain jumlah anggaran yang kecil, kurangnya kegiatan atau program pengembangan pasar tradisional dikarenakan fungsi dan struktur organisasi Disperindag yang lama, dimana berdasarkan PP Kabupaten Cirebon Nomor 24 tahun 2004 pengelolan pasar tradisional dikelola oleh UPTD pasar dengan dipimpin setingkat pejabat eselon 4 (empat). Status UPTD tidak memungkinkan para

(7)

penyusunan program dan anggaran digabungkan dengan kebutuhan umum Disperindag Kabupaten Cirebon yang dikelola oleh bagian tata usaha. Maka dengan dikeluarkannya Peraturan Bupati Nomor 60 tahun 2008 tentang rincian tugas, fungsi, dan tata Dinas Perindustrian dan Perdagangan, yang merubah status pengelolaan pasar tradisional dari UPTD menjadi bidang pengelolaan pasar yang dipimpin oleh pejabat setingkat eselon 3 (tiga), memungkinkan bidang pengelolaan pasar untuk dapat mengajukan program dan anggaran sendiri, walaupun pada prakteknya pada tahun anggaran 2009 ini belum terlihat hasil dan perubahannya.

e. Kondisi keuangan dan anggaran Disperindag Kabupaten Cirebon dalam pendanaan pasar tradisional

Kondisi keuangan dan anggaran Disperindag Kabupaten Cirebon dalam pendanaan program-program pengembangan pasar tradisional dinilai menjadi kelemahan oleh para responden dan indikator ini merupakan indikator yang memiliki bobot kepentingan yang paling besar untuk kelemahan lingkungan internal yaitu sebesar 0,169. Mulai dari tahun 2006 anggaran untuk pengelolaan pasar trasional terus mengalami kenaikan, kenaikan tertinggi terjadi pada anggaran tahun 2007 yaitu sebesar 46,68% dan tahun berikutnya yaitu tahun 2008 mengalami kenaikan sebesar 29,20%, tetapi pada tahun 2009 mengalami penurunan drastis sebesar 73,25%, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.31.

Penurunan jumlah anggaran ini disebabkan karena adanya penurunan anggaran pada program atau kegiatan penyuluhan peningkatan disiplin pedagang kaki lima, dimana sebagian besar anggaran untuk kegiatan tersebut dialokasikan untuk membayar tenaga honorer atau pegawai tidak tetap yang terdiri dari pemungut retribusi, petugas keamanan pasar, dan pegawai administrasi pasar. Penurunan anggaran untuk program ini dikarenakan pada tahun 2007 dan 2008 banyak Tenaga Kerja Kontak (TKK) yang dianggkat penjadi CPNS (Calon Pegawai Negeri Sipil), maka secara langsung hal ini mengurangi alokasi biaya gaji gaji tenaga kerja kontrak. Jadi bila melihat dari struktur anggaran yang ada, sekitar 70% anggaran untuk pengembangan pasar tradisional dikeluarkan untuk pos gaji tenaga kerja kontrak, hal ini jelas menunjukkan bahwa alokasi anggaran yang dialokasikan untuk pengembangan pasar tradisonal sangat kecil jumlahnya.

(8)

f. Sumber Daya Manusia Disperindag Kabupaten Cirebon (Khususnya bidang pasar)

Jumlah Sumber Daya Manusia bidang pengelolaan pasar sampai akhir tahun 2008 sebanyak 101 orang yang terdiri dari 50 orang pegawai negeri dan 51 orang tenaga kerja kontrak. Berdasarkan pengalaman kerja para pegawai bidang pengelola pasar rata-rata telah bekerja selama 5 (lima) tahun, terutama untuk para tenaga kerja kontrak lapangan masa kerja mereka ada yang lebih dari 10 tahun dalam pengelolaan pasar tradisional. Jika melihat dari jumlah pegawai dan lamanya pengalaman bekerja, SDM bidang pengelolaan pasar bisa dikatakan sudah cukup, tetapi jika dilihat dari golongan dan tingkat pendidikan (Tabel 4.35 dan Gambar 4.19) tergolong masih rendah. Data menunjukkan untuk golongan mayoritas PNS adalah golongan II (dua), dan untuk tingkat pendidikan PNS dan TKK mayoritas adalah lulusan SLTA yaitu sebanyak 42 orang atau sebesar 41%.

Bobot yang didapat untuk indikator SDM ini sebesar 0,043, yang berarti derajat kepentingannya tidak terlalu besar. Bobot yang kecil dikarenakan para responden menilai tingkat pendidikan tidak terlalu penting untuk pegawai pegelolaan pasar tradisional, karena memang beban pekerjaan yang dituntut tidak membutuhkan tingkat pendidikan yang tinggi. Kebanyakan para pegawai bekerja sebagai pemungut retribusi dan petugas keamanan di pasar tradisional yang klasifikasi pendidikannya tidak perlu tinggi. Adanya perubahan fungsi dan struktur organisasi yang baru pada bidang pengelolaan pasar menuntut adanya peningkatan SDM dari segi pendidikan, karena dengan perubahan ini dibutuhkan orang-orang yang dapat melakukan suatu pekerjaan yang lebih banyak melakukan analisis untuk penyusunan program dan anggaran dan pekerjaan administratif untuk menyusun laporan pertanggung jawaban.

5.1.3. Analisis Peluang-peluang Eksternal

a. Peraturan dan Undang-Undang tingkat pusat dan daerah

Diterbitkannya Perpres Nomor 112 tahun 2007 dan ditindaklanjuti dengan Permen Nomor 53/M-DAG/PER/2008 yang merupakan petunjuk pelaksanaan dari Perpres no. 112, cukup memberikan proteksi pasar tradisional dari persaingan pasar modern. Isi dari Permen Nomor 53/M-DAG/PER/2008 antara lain mengatur

(9)

Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, yang di Kabupaten Cirebon diatur dengan Peraturan Bupati No 36 Tahun 2006 tentang pedoman pendirian toko modern dan minimarket di Kabupaten Cirebon, dimana berdasarkan Perbub tersebut diatur jarak toko modern dan pasar tradisional minimal sejauh 500 meter dan jarak antar minimarket adalah sejauh 100 meter. Selain mengatur ketentuan tentang tata cara pendirian pasar modern Permen ini menyoroti tentang hubungan ditributor dengan pasar modern, hal ini dimaksudkan untuk menghindari adanya monopoli dan hubungan yang tidak berkeadilan antara pemasok dan pasar modern. Dalam Kepmen itu pun diatur mengenai kemitraan antara pelaku pasar modern dan UMKM dengan cara kerjasama dalam bentuk pemasaran dan penyediaan lokasi usaha.

Berdasarkan Permen Nomor 53/M-DAG/PER/2008, menunjukkan peran dari pemerintah pusat dan daerah, dalam Permen disebutkan bahwa pemerintah pusat melalui menteri perdagangan menugaskan kepada direktorat perdagangan dalam negeri untuk mengkoordinasikan dengan kepala daerah Gubernur/Walikota/Bupati dalam pelaksanaan pembinaan dan pengawasan pasar tradisional, pusat perbelanjaan, dan toko modern. Pembinaan dan pengawasan yang dimaksud adalah berupa penciptaan sistem manajemen pengelolaan pasar, pelatihan terhadap sumberdaya manusia, konsultasi, fasilitasi kerjasama, pembangunan dan perbaikan sarana maupun prasarana pasar.

Menindaklanjuti arahan dari Permen Nomor 53/M-DAG/PER/2008, pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah telah mencanangkan program GEMPITA (Gerakan Pengembangan dan Perlindungan Pasar Tradisional). Pada program ini direncanakan pemerintah Provinsi Jawa Barat akan memberikan aloksi dana sebesar 84 miliar untuk pengembangan pasar tradisional pada masing-masing daerah di Jawa Barat. Adanya program GEMPITA yang di gagas oleh pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Permen Nomor 53/M-DAG/PER/2008 menjadi peluang bagi pemerintah Kabupaten Cirebon untuk dapat melakukan kerjasama dan koordinasi dengan pemerintah pusat dan provinsi dalam pengembangan pasar tradisional di Kabupaten Cirebon untuk mensiasati kecilnya anggaran yang dimiliki untuk pengembangan pasar tradisional.

(10)

b. Keadaan sosial dan budaya masyarakat Kabupaten Cirebon

Kondisi sosial Kabupaten Cirebon dianggap sebagai peluang dalam pengembangan pasar tradisional oleh para responden, karena potensi luas wilayah dan penduduk yang besar yang dimiliki Kabupaten Cirebon. Tercatat berdasarkan data BPS tahun 2008 jumlah penduduk Kabupaten Cirebon sebanyak 2.192.429, dengan luas wilayah administratif sebesar 990,36 Km2, jumlah kepadatan rata-rata sebesar 2.213,77 jiwa/Km2. Berdasarkan bidang lapangan pekerjaan berdasarkan data BPS tahun 2008 sebanyak 29,99% berprofesi pada bidang perdagangan, dan sebagian besar merupakan pedagang pasar tradisional. Kondisi ini membuat bargaining position pasar tradisional kuat di mata pemerintah, karena bagaimanapun pasar tradisional di Kabupaten Cirebon menyerap banyak tenaga kerja sehingga perlu ada perhatian khusus dari pemerintah untuk mengembangkan pasar tradisional agar tidak tersingkir dengan keberadaan pasar modern.

Tingkat kesejahteraan penduduk Kabupaten Cirebon mayoritas masih berada pada tingkat menengah ke bawah, hal ini ditunjukkan pada Tabel 4.3 dimana persentase terbesar tingkat kesejahteraan keluarga berada pada keluarga dengan kategori KS II (Keluarga Sejahtera II) dengan persentase sebesar 36,1%. Berdasarkan besarnya tingkat pendapatan dilihat dari besarnya Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten tahun 2008 sebesar Rp. 661.000,- , UMR ini dinilai kecil untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari para pekerja di Kabupaten Cirebon. Tingkat perekonomian masyarakat Kabupaten Ciebon yang mayoritas adalah menengah kebawah sangat menguntungkan bagi pasar tradisional, karena berdasarkan penelitian dari Tambunan et.al. tahun 2004 bahwa segmentasi dari pasar tradisional adalah masyarakat dengan golongan ekonomi menengah kebawah, lebih jelasnya dijelaskan pada Bab II (dua) dan posisi segmentasi pasar tradisional digambarkan pada Gambar 2.2. Mayoritas penduduk yang masih berada pada golongan menengah kebawah ini menjadi suatu keunggulan bagi pasar tradisional, karena bidikan potensi pembeli yang begitu besar.

c. Kondisi konsumen pasar tradisional

(11)

dan pedagang keliling. Konsumen seperti toko/warung, restoran, dan pedagang keliling ini biasanya membeli barang dalam jumlah yang besar/banyak dan pada umumnya mereka adalah para pelanggan tetap. Selain dari segi jumlah Konsumen seperti toko/warung, restoran, dan pedagang keliling memberikan kontribusi nilai pembelian yang tinggi yaitu sekitar 65,7%, jadi dapat dikatakan bahwa keuntungan terbesar para pedagang pasar tradisional berasal dari konsumen ini.

Pasar tradisional dalam hal ini lebih mempunyai keunggulan dari pada pasar modern, karena mulai dari jam buka toko atau pasar dimana pasar tradisional sudah mulai beroperasi sejak pukuk 12 malam, sehingga memungkinkan para pedagang, pemilik warung, dan restauran berbelanja lebih awal. Harga pun menjadi salah alasan para konsumen ini untuk memilih pasar tradisional, harga yang ditawarkan relatif lebih murah dan bila membeli dalam jumlah banyak akan mendapatkan potongan harga, hal ini berbeda dengan pasar modern yang menerapkan sistem fix price. Kondisi ini yang membuat para responden memberikan bobot kepentingan tertinggi untuk kondisi lingkungan eksternal dengan bobot 0,197.

d. Akses kredit atau pinjaman

Tidak banyaknya para pedagang pasar tradisional yang memanfaatkan fasilitas kredit yang diberikan oleh bank membuat bobot kepentingan dari indikator ini kecil, yaitu sebesar 0,058. Pemerintah saat ini banyak melakukan inovasi-inovasi untuk memberikan kemudahan akses kredit bagi para pengusaha kecil dan menegah, salah satunya adalah program KUR (Kredit Usaha Rakyat) yang diperuntukkan sebagai kredit modal kerja dan kredit investasi.

Kurangnya sosialisasi dari pemerintah menjadi salah sebab program ini kurang banyak diketahui dan dipahami oleh para pedagang pasar tradisional, ditambah dengan sistem dan prosedur yang sedikit rumit terutama untuk pinjaman diatas 5 (lima) juta dimana salah satu syarat perizinannya harus mengurus SIUP, TDP dan SITU atau surat keterangan dari Lurah atau Kepala Desa. Selain faktor sistem dan prosedur yang dianggap masih rumit, keterlibatan bank dalam penyaluran kredit dinilai kurang populer dimata pedagang. Para pedagang pasar tradisional kebanyakan merasa kurang nyaman harus berurusan dengan bank, untuk sekedar masuk ke dalam bank saja mereka merasa sungkan. Kebanyakan para pedagang lebih

(12)

memilih meminjam uang kepada rentenir/tukang kredit keliling dan koperasi-koperasi yang berada di sekitar pasar tradisional.

5.1.4. Analisis Ancaman-ancaman Eksternal

a. Keadaan perekonomian Indonesia dan Kabupaten Cirebon

Keadaan perekonomian dunia atau global yang sedang mengalami krisis, sangat mempengaruhi perekonimian Indonesia, terutama pada sektor industri yang berorientasi ekspor. Kondisi ini dinilai kurang menguntungkan khususnya bagi perekonomian Kabupaten Cirebon yang mempunyai komoditi ekspor rotan tersebesar di Indonesia. Berdasarkan data dari www.okezone.com terjadi penurunan ekspor sebesar 50% dari indutri rotan di Kabupaten Cirebon, hal ini dikarenakan karena salah satu negara tujuan ekspor yaitu Amerika mengalami krisis financial yang mengakibatkan menurunnya daya beli. Penurunan jumlah ekspor sebanyak 50% tentunya akan membuat para penguasaha rotan untuk melakukan efisiensi dan salah satunya melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Berdasarkan data dari Dinas Sosial dan Tenaga Kerja (Disosnaker) Kabupaten Cirebon jumlah PHK yang terjadi pada industri rotan jumlahnya tidak terhitung dan jumlahnya bisa mencapai belasan ribu yang kebanyakan diantara mereka adalah buruh rotan outsourching. Banyaknya buruh yang di PHK akan membuat daftar pencari pekerja menjadi lebih banyak. Berdasarkan hasil survey dan wawancara kebanyakan para buruh industri rotan yang terkena PHK beralih profesi menjadi pedagang, baik berjualan di pasar tradisional ataupun berjualan secara keliling. Kondisi ini tentunya menjadi suatu ancaman bagi para pedagang pasar tradisional yang telah ada.

Berdasarkan data indikator ekonomi tahun 2006 sampai dengan 2008, yaitu data pertumbuhan ekonomi, laju inflasi, dan suku bunga bank Indonesia menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang relatif stabil, dengan pertumbuhan rata-rata 5,5% per tahun, tetapi pertumbuhan ekonomi ini diperkirakan akan turun pada tahun 2009 karena dampak dari krisis global. Berdasarkan laju inflasi Indonesia terbilang masing tinggi, dalam 3 (tiga) tahun terdapat 2 (dua) kali inflasi sampai 2 (dua) digit. Suku bunga bank Indonesia dalam 3 (tiga) tahun terakhir mengalami naik-turun, dan pada tahun 2008 suku bunga rata-ratanya mencapai 9,90% tentunya

(13)

tingginya suku bunga ini akan mempengaruhi tingkat ketertarikan para pedagang pasar tradisional untuk mengambil fasilitas kredit ke bank.

b. Lingkungan teknologi bisnis ritel

Perkembangan teknologi dalam bisnis ritel berkembang sangat pesat sejak tahun 1990an, dimana pada saat itu sistem franchise atau waralaba mulai dipakai oleh para para pelaku pasar modern dengan ditandai dengan berdirinya seven eleven, salah satu franchise minimarket terkenal. Pada tahun 1997 indomaret melakukan pola kemitraan dengan membuka peluang bagi masyarakat luas untuk turut serta memiliki dan mengelola sendiri gerai indomaret. Sistem franchise atau waralaba ini membuat perkembangan minimarket di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup signifikan, tidak terkecuali di Kabupaten Cirebon. Saat ini di Kabupaten Cirebon terdapat banyak sekali minimarket bermunculan, diantaranya yang mendominasi adalah Indomaret, Alfamart, dan Yomart. Sistem franchise ini membuat ancaman bagi para pedagang pasar tradisional, dimana sistem ini menghadirkan tingkat persaingan yang ketat dalam dunia bisnis ritel.

Sistem franchise yang dipakai untuk menjalankan bisnis minimarket memunculkan suatu sistem baru dalam hal rantai distribusi barang dagangan. Sistem ini membuat rantai pasok atau distribusi barang dari pabrik ke toko atau minimarket bisa diperpendek, seperti yang dilakukan oleh Alfamart, yaitu dengan mendirikan Alfa Distribution Centre. Adanya pemusatan distribusi barang membuat rantai pasok barang lebih pendek dan tentunnya membuat harga jual barang dagangan menjadi lebih murah. Pada posisi ini pasar tradisional tidak dapat menyaingi harga yang diberlakukan oleh toko modern, terutama untuk produk-produk dari pabrik besar.

Teknologi pengawetan barang dagangan dengan cara penggunaan lemari pendingin dan pembungkusan dengan menggunakan plastik wrap. Teknologi ini saat ini belum dapat dipakai oleh sebagian pasar tradisional di Indonesia dan di Kabupaten Cirebon. Padahal dengan penggunaan teknologi ini barang dagangan yang di jual di pasar tradisional dapat lebih awet dan segar, karena pada saat ini kondisi barang dagangan yang dijual di pasar tradisional bila sudah sekitar pukul 8 atau 9 pagi sudah mulai layu dan tidak segar. Kondisi ini dapat merugikan para pedagang karena akan banyaknya barang dagangan yang terbuang atau tidak laku.

(14)

Metode promosi yang sangat variasi yang digunakan dalam bisnis ritel memicu persaingan dalam bisnis ini semakin ketat. Minimarket-minimarket berlomba-lomba melakukan kegiatan promosi dengan berbagai cara mulai dari pemasangan Point of Purchase (POP), pemberian kupon berhadiah, sampai menyelenggarakan acara-acara khusus dengan menghadirkan acara-acara hiburan. Metode-metode promosi yang gencar dilakukan oleh pasar modern banyak membuat para konsumen mengalihkan perhatiannya dari pasar tradisional ke pasar modern, dan hal ini harus segera diantisipasi sebelum konsumen benar-benar berpaling pada pasar modern.

c. Potensi masuknya pendatang baru pedagang pasar tradisional

Potensi masuknya pendatang baru atau pedagang baru di pasar tradisional banyak bermunculan dikarenakan beberapa faktor, pertama adalah penambahan jumlah penduduk di Kabupaten Cirebon yang setiap tahunnya mengalami kenaiakan. Berdasarkan data dari BPS, sejak tahun 2004 sampai 2008 penduduk Kabupaten Cirebon mengalami kenaikan rata-rata sebesar 2%. Pada tahun 2008 berdasarkan data BPS persentase penduduk berumur 10 tahun keatas yang akan mencari pekerjan sebesar 13,64% atau sebanyak 299.055 jiwa penduduk Kabupaten Cirebon.

Banyaknya angkatan kerja yang akan mencari pekerjaan di Kabupaten Cirebon tidak didukung dengan daya serap tenaga kerja yang ada. Menurunnya sektor industri rotan di Kabupaten Cirebon menjadi salah satu alasan, kondisi ini ditambah dengan banyaknya PHK yang terjadi pada sektor ini. Adanya PHK secara besar-besaran pada industri rotan ditambah jumlah angkatan kerja yang semakin meningkat, hal ini menjadi potensi masuknya pendatang baru pedagang pasar tradisional semakin banyak.

d. Persaingan antara pedagang pasar tradisional saat ini

Berdasarkan penelitian dari Suryadarma et.al. tahun 2007 penyebab kelesuan usaha di pasar tradisional salah satunya adalah meningkatnya persaingan dengan pedagang lain dalam pasar tradisional. Berdasarkan data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Cirebon tahun 2008 tercatat sebanyak 9228 pedagang

(15)

tersebar di 8 pasar Pemda, 22 pasar desa, dan PTT. Jumlah ini bisa semakin banyak, karena jumlah PTT yang sebenarnya bisa lebih banyak dari yang tercatat.

Para PTT inilah yang banyak dikeluhkan oleh para pedagang tradisional, karena mereka umumnya berjualan di depan pasar sehingga para konsumen menjadi enggan masuk kedalam pasar dan lebih memilih membeli pada pedagang tidak tetap yang berada diluar pasar dengan alasan mudah dan praktis. Selain kemudahan akses yang ditawarkan oleh para PTT, harga yang ditawarkan relatif lebih murah, karena para PTT ini tidak punya beban sewa toko atau kios seperti para pedagang di dalam pasar, para PTT ini hanya dibebankan biaya retribusi karcis harian, keamanan dan kebersihan.

e. Tekanan dari pasar modern

Tekanan dari pasar modern merupakan indikator yang paling berpengaruh dalam faktor eksternal pengembangan pasar tradisional, dengan nilai bobot 0,2. Perkembangan pasar modern khususnya minimarket di Kabupaten Cirebon dalam 3 (tiga) tahun terakhir mengalami peningkatan jumlah yang signifikan. Tercatat sampai tahun 2008 sekitar 82 minimarket didirikan di Kabupaten Cirebon, jumlah ini melonjak lebih dari 2 (dua) kali lipat dari tahun 2006 dimana minimarket sebanyak 32 unit.

Peningkatan yang signifikan dari minimarket ini menjadikan tingkat persaingan dalam bisnis ritel semakin ketat. Persaingan dimulai dari harga, promosi sampai dengan layanan yang diberikan, untuk produk-produk tertentu minimarket menawarkan harga yang lebih murah terutama produk-produk yang berasal dari pabrik besar. Pelayanan dan suasana yang diberikan oleh minimarket menjadikan suatu daya tarik baru konsumen untuk berpindah belanja ke pasar modern atau minimarket. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa pedagang di pasar tradisional, selain barang-barang yang berasal dari pabrik besar ternyata untuk barang-barang kebutuhan pokok sehari-hari seperti telor, minyak goreng, gula, dan mie instan mengalami penurunan penjualan yang signifikan dikarenakan berdirinya minimarket-minimarket di sekitar pasar tradisional.

Kondisi ini sebenarnya sangat menguntungkan untuk konsumen, dimana konsumen mendapatkan barang dengan kualitas, layanan, dan harga yang lebih baik,

(16)

tetapi jika dilihat dari sudut pandang berbeda kondisi ini akan mematikan pasar tradisional yang imbasnya bertambahnya pengangguran. Maka pemerintah dalam hal ini harus dapat memberikan solusi tepat, dengan tanpa menghambat arus investasi masuk tapi harus pula memperhatikan implikasi yang akan terjadi akibat masuknya investasi.

f. Hubungan pasar tradisional dengan pemasok

Pemasok pasar tradisional di Kabupaten Cirebon bisa dikategorikan menjadi 2 (dua) jenis pemasok, yang pertama adalah pemasok barang-barang non pabrik dan yang kedua adalah pemasok barang-barang dari pabrik besar. Pasokan barang dagangan yang berasal dari non pabrik memiliki rantai pasok yang relatif lebih pendek daripada pasokan dari pabrik-pabrik besar. Kondisi ini membuat harga-harga komoditi barang yang berasal dari pabrik-pabrik besar menjadi lebih mahal, sehingga untuk produk-produk ini kurang dapat bersaing dengan pasar modern dalam soal harga.

Berdasarkan penelitian dari Suryadarma et.al. tahun 2007 menunjukkan bahwa 86,5% para pedagang pasar tradisional membeli barang dagangannya secara tunai. Berdeda dengan pasar modern yang kebanyakan barang dagangannya di beli dengan cara di kredit dengan jangka waktu tertentu. Pembayaran dengan cara kredit ini menjadi salah satu cara yang membuat pasar modern dapat menjual barang dagangannya dengan tingkat margin yang kecil, karena mereka menjual barang tidak dengan modal mereka, hal ini berbeda dengan pasar tradisional yang harus menanggung resiko bila barang dagangan mereka tidak laku atau modal dagang mereka tersendat.

5.2. Analisis Tahap Penyusunan Strategi

5.2.1. Analisis Penyusunan Strategi Tahap I (Input Stage) 5.2.1.1. Analisis Matriks IFE

Total nilai untuk Matriks Internal Factor Evalution (IFE) diperoleh dengan mengalikan bobot yang diperoleh dengan rating yang diperoleh dari hasil kuesioner untuk mendapatkan skor total internal dari pasar tradisional di Kabupaten Cirebon.

(17)

(satu) sampai tertinggi 4 (empat) dengan nilai rata-rata adalah 2,5. Jika total nilai berada dibawah 2,5 menandakan bahwa secara internal kondisi pasar tradisional di Kabupaten Cirebon adalah lemah, sedangkan jika total nilai berada diatas 2,5 menunjukkan posisi internal yang kuat.

Total skor dari Matriks IFE diperoleh sebesar 2,659. Angka ini menunjukkan bahwa posisi pasar tradisional di Kabupaten Cirebon berada pada posisi yang cukup kuat, karena nilai tersebut berada di atas rata-rata, dengan kata lain pasar tradisional di Kabupaten Cirebon cukup mampu untuk memanfaatkan kekuatan-kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada. Posisi ini diharapkan bahwa kelemahan-kelemahan yang dimiliki pasar tradisional di Kabupaten Cirebon dapat berkurang dan mampu memberikan dampak yang baik.

5.2.1.2. Analisis Matriks EFE

Sebagaimana halnya Matriks Internal Factor Evalution (IFE) total skor pada matriks External Factor Evalution (EFE) merupakan penilaian bagi pasar tradisional di Kabupaten Cirebon untuk menilai daya tarik lingkungan eksternal. Total skor yang terbobot pada matriks EFE sebesar 1,00 yang menunjukkan bahwa pasar tradisional di Kabupaten Cirebon tidak memanfaatkan peluang-peluang yang ada atau tidak menghindari ancaman-ancaman eksternalnya. Sementara untuk total skor total sebesar 4,00 mengindikasikan bahwa pasar tradisional di Kabupaten Cirebon dapat merespon dengan cara yang baik terhadap peluang-peluang yang ada dan menghindari ancaman-ancaman pada dunia bisnis ritel ini.

Dari matriks EFE diperoleh total skor sebesar 2,561. Posisi ini menunjukkan bahwa pasar tradisional di Kabupaten Cirebon berada pada kondisi diatas rata-rata. dimana pada posisi ini pasar tradisional di Kabupaten Cirebon telah memiliki strategi yang baik dalam usaha memanfaatkan peluang-peluang yang ada dan menghindari ancaman-ancaman yang ada.

5.2.2. Analisis Penyusunan strategi Tahap II (Matching Stage)

Pada tahap kedua ini yaitu tahap penyesuaian (Matching Stage). Matriks yang digunakan adalah matriks IE, dan matriks SWOT.

(18)

5.2.2.1. Analisis Matriks Internal-External (IE)

Matriks internal-external (IE) merupakan tahap II dari penyusunan strategi utama dari David, yang disebut sebagai tahap penyesuaian (Matching Stage). Matriks Internal-External (IE) untuk memposisikan kondisi pasar tradisional di Kabupaten Cirebon kedalam matriks yang terdiri dari 9 sel.

Analisis pada Matriks internal-external (IE) ini didasarkan pada informasi yang didasarkan pada informasi yang didapat pada tahap sebelumnya, yaitu tahap 1 (Input Stage) dengan menggunakan hasil evaluasi dari Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan Matriks External Factor Evaluation (EFE). Sumbu horizontal pada matriks IE ini adalah total skor dari matriks IFE, sedangkan untuk sumbu vertikalnya adalah total skor dari matriks EFE.

Dari perhitungan nilai terbobot yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya, didapatkan bahwa nilai skor dari IFE dalah sebesar 2,659 dan nilai total skor dari EFE adalah 2,561. Selanjutnya nilai-nilai tersebut diplotkan pada matriks IE, sehingga diketahui bahwa posisi pasar tradisional di Kabupaten Cirebon berada pada sel V (Gambar 4.23). Posisi ini menunjukkan bahwa kondisi internal dan eksternal dari pasar tradisional di Kabupaten Cirebon berada pada posisi rata-rata. Sehingga dengan posisi pada sel V dari matriks IE ini, maka strategi yang cocok dan paling baik bagi pengembangan pasar tradisional di Kabupaten Cirebon ini adalah dikendalikan dengan strategi-strategi Hold dan Maintain. Strategi-strategi yang umum dipakai yaitu strategi Market Penetration, dan Product development. Strategi Hold dan Maintain lebih cenderung kepada pendekatan menjaga pangsa pasar yang telah ada dan sedikit demi sedikit menaikkan pangsa pasar dengan melakukan berbagai penetrasi-penetrasi, seperti melakukan promosi, mengembangkan produk atau layanan agar lebih baik dan lain sebagainya.

5.2.2.2. Analisis Matriks SWOT

Dari kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman dari pasar tradisional di Kabupaten Cirebon dapat dipetakan untuk dapat dijadikan suatu acuan bagi Disperindag Kabupaten Cirebon untuk dapat mengembangkan pasar tradisional agar dapat tetap bertahan dan bersaing dengan pasar modern.

(19)

a. Strategi SO (Strengths-Opportunities)

Pada strategi ini adalah memanfaatkan peluang dan dengan mendayagunakan kekuatan, diantaranya yaitu :

a. Penambahan jumlah pasar tradisional (pasar Pemda)

Penambahan jumlah pasar tradisional khususnya pasar Pemda dilakukan untuk dapat menampung semakin meningkatknya para pedagang pasar tradisional. Pembangunan pasar baru dapat dilakukan dengan mempertimbangkan adanya peluang yaitu luas geografis Kabupaten Cirebon yang luas dan jumlah penduduk yang begitu banyak, dari segi dukungan pemerintah pusat dengan dikeluarkannya Permen Nomor 53/M-DAG/PER/2008 memungkinkan pemerintah daerah untuk berkerjasama dengan pemerintah pusat untuk membangun pasar tradisional baru dengan nuansa yang lebih modern. Selain dukungan dengan adanya Permen, peluang bagi para pedagang untuk memperoleh akses kredit dengan adanya program KUR dari pemerintah dapat menjadi sebuah dukungan untuk dapat membeli atau menyewa toko yang akan dibangun. Pembangunan pasar baru ini diharapkan dapat dilakukan di wilayah timur Kabupaten Cirebon, dimana pada wilayah itu pembangunan infrastruktur belum begitu baik, sehingga dengan dibangunnya pasar tradisional di wilayah itu dapat menggerakkan roda perekonimian wilayah timur dari Kabupaten Cirebon.

b. Menjaga hubungan konsumen yang telah ada

Salah satu kekuatan yang dimiliki oleh pasar tradisional di Kabupaten Cirebon adalah konsumen yang telah ada saat ini, dimana konsumen terbesarnya merupakan pembeli tetap (langganan). Menjaga atau memelihara konsumen yang telah ada bisa dilakukan dengan cara menintegrasikan dengan strategi-strategi lainnya, seperti menjaga stabilitas harga dan menjaga stok barang dagangan yang dapat dilakukan dengan memperbaiki jaringan distribusi, melakukan operasi pasar, dan peningkatkan pelayanan. Membentuk loyalitas konsumen merupakan suatu cara untuk dapat mempertahankan usaha dalam jangka panjang, karena keberadaan pasar tradisional di Indonesia khususnya di Kabupaten Cirebon dapat bertahan sampai sampai saat ini tidak terlepas adanya para pembeli tetap yang berasal dari pedagang/warung, restoran, dan pedagang keliling.

(20)

c. Melakukan penetrasi pasar (mencari pembeli potensial lainnya) dengan cara optimalisasi waktu operasi

Penetrasi pasar dalam hal ini lebih mengoptimalkan waktu operasi pasar tradisional. Seperti kebanyakan pasar di Indonesia pasar tradisional di Kabupaten Cirebon memiliki waktu operasional pasar yang belum optimal, pasar mulai sepi pengunjung saat memasuki pukul 8 (delapan) pagi. Kondisi ini banyak disebabkan karena kondisi barang dagangan yang jumlahnya mulai sedikit dan kualitasnya yang menurun (busuk dan layu). Penetrasi pasar bisa dilakukan dengan cara menambah variasi barang jualan, penggunaan teknologi untuk mempertahankan kondisi barang dagangan, dan pemberlakuan sistem shift untuk para pedagang dengan karakteristik barang jualan yang berbeda. Optimalisasi waktu berjualan pasar diharapkan dapat meningkatkan keuntungan para pedagang dan juga dapat mengakomodir para pegadang yang tidak dapat tertampung sekaligus menghindari persaingan antara para pedagang.

d. Meningkatan jenis dan kualitas barang dagangan

Strategi meningkatkan jenis dan kualitas barang dagangan terintegrasi dengan strategi lainnya, seperti strategi penetrasi pasar. Peningkatan jenis dan kualitas barang dagangan dimaksudkan untuk memeilihara konsumen yang telah ada dan mencari potensi pembeli baru. Strategi ini dapat dilakukan dengan menambah jenis jualan yang sebelumnya belum pernah di jual di pasar, dan peningkatan kualitas dilakukan dengan lebih selektif dalam pembelian barang dagangan dan dapat mempertahankan kualitas barang dagangan dengan penggunaan teknologi. Penggunaan teknologi dapat diterapkan dengan mengkelompokkan pedagang atau ada suatu badan yang menaungi para pedagang seperti koperasi yang menyediakan tempat penyimpanan barang dagangan pada lemari pendingin dan penggunaan platik wrap untuk mempertahankan kesegaran barang dagangan yang dipajang.

e. Penataan lahan parkir

Lahan parkir yang tersedia pada pasar tradisional selama ini tidak digunakan secara optimal sebagai mana fungsinya. Kebanyakan lahan parkir dipergunakan

(21)

angkutan umum. Penataan lahan parkir dapat mendukung strategi penetrasi pasar, yaitu memungkinkan menarik konsumen-konsumen baru dari kalangan menengah-atas yang biasanya menggunakan kendaraan roda empat untuk dapat mengunjungi pasar tradisional, karena salah satu alasan konsumen dari golongan menengah-atas enggan untuk berbelanja di pasar tradisional adalah tidak tersedianya lahan parkir dan tingkat keamanan yang rendah.

b. Strategi ST (Strengths-Threats)

Strategi ini adalah strategi untuk menghadapi atau menghindari ancaman yang dihadapi pasar tradisional melalui pendayagunaan kekuatan pasar tradisional diantaranya yaitu :

a. Melakukan advokasi terhadap pedagang pasar tradisional

Kegiatan advokasi terhadap para pedagang pasar tradisional dilakukan untuk melindungi para pedagang dari kegiatan-kegiatan yang merugikan para pedagang pasar tradisional, seperti persaingan dengan pasar modern yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku (jarak pasar modern dengan tradisional), adanya praktek monopoli yang dilakukan pasar modern dan distributor, penggusuran dan pembongkaran pasar yang tidak sesuai dengan prosedur. Bantuan ini bisa dilakukan oleh pemerintah ataupun melibatkan organisasi-organisasi dari luar dan LSM, dengan cara memberikan pendampingan atau bantuan hukum dalam menindaklanjuti masalah-masalah hukum yang merugikan para pedagang pasar tradisional.

b. Memperbaiki jaringan distribusi pedagang pasar tradisional

Memperbaiki jaringan distribusi dimaksudkan untuk dapat lebih mengendalikan kestabilan harga dan stok barang dagangan. Selama ini pasokan barang dagangan ke pasar tradisional khususnya untuk barang-barang dari pabrik besar dianggap terlalu panjang jalur distribusinya. Panjangnya jalur distribusi ini lebih banyak diakibatkan oleh pesanan yang terlalu sedikit, sehingga para distributor besar enggan untuk mensuplai langsung ke pasar tradisional. Barang-barang yang berasal dari pabrik besar biasanya disuplai oleh para sales yang berasal dari sub distributor.

(22)

Perbaikan jaringan distribusi bisa dilakukan dengan membentuk suatu penampungan berupa badan, organisasi, atau koperasi yang berfungsi mendistribusikan barang dagangan kepada para pedagang. Sehingga dengan sistem ini pasar tradisional mempunyai distribution centre sendiri, adanya distribution centre dapat meningkatkan tawar menawar pedagang dengan para distributor besar dengan mendapat harga yang lebih murah karena pembelian yang lebih banyak dan juga dapat menjaga keberadaan stok barang bila distributor ada masalah pengiriman.

c. Penertiban pedagang yang melanggar peraturan

Persaingan tidak hanya datang dari pasar modern tapi juga datang dari para pedagang sendiri, terutama para pedagang tidak tetap yang berjualan di sekitar pasar tradisional. Penertiban para pedagang dilakukan bagi para pedagang yang berjualan pada tempat-tempat yang bukan peruntukannya, seperti pada lahan parkir, trotoar, dan pada badan jalan. Penertiban yang dilakukan selain akan mengurangi tingkat persaingan pada pasar tradisional tapi juga akan menertibkan tata ruang kota, karena keberadaan pedagang tidak tetap ini kerap menimbulkan kemacetan karena berjualan di badan jalan.

d. Optimalisasi pemanfaatan lahan

Optimalisasi pemanfaatan lahan dilakukan untuk mensiasati banyaknya para pedagang baru yang berjualan di pasar tradisional dan keterbatasan lahan yang tersedia. Strategi ini mirip dengan strategi pengoptimalan waktu opersi pasar (penetrasi pasar), hanya pada strategi ini lebih menitik beratkan pada penataan tata ruang yang lebih optimal. Banyak toko atau kios-kios di pasar tradisional yang tidak aktif berjualan karena sudah tidak menguntungkan atau pedagang lebih memilih berjulan diluar pasar karena dianggap lebih ramai pengunjung. Penerapan strategi ini tentunya terintegrasi dengan strategi lain yaitu penertiban pedagang, diharapkan dengan optimalisasi pemanfaatan lahan, pasar tradisional lebih tertata.

e. Pengaturan zoning pasar tradisional dan modern

(23)

Toko Modern atau Mini Market di Kabupaten Cirebon. Peraturan ini mengatur bahwa jarak minimal antara pasar tradisional dengan pasar modern yang mempunyai luas antara 75 m2 sampai dengan 200 m2 adalah sejauh 500 meter dan jarak antar minimarket adalah minimal sejauh 100 meter. Pada implementasinya aturan ini banyak dilanggar mulai dari jarak antara pasar tradisional dengan modern dan jarak antar pasar modern. Maka strategi ini dapat diintegrasikan dengan strategi pemberian advokasi kepada para pedagang. Banyaknya pelanggaran yang terjadi dikarenakan status hukum yang belum kuat, peraturan berupa Perbub dinilai kurang kuat karena sifatnya hanya sebatas himbauan dan bila ada pelanggaran hanya dikenai sangsi administratif. Maka untuk lebih memperkuat aturan yang ada perlu dibuatkan suatu Perda yang mengatur pedoman pendirian pasar tradisional dan pasar modern, agar statusnya lebih lebih kuat di mata hukum.

f. Kredit lunak pembangunan pasar

Pemberian kredit lunak untuk para pedagang pasar tradisional sudah di fasilitasi oleh pemerintah pusat dengan dikeluarkannya program KUR (Kredit Usaha Rakyat). Setelah di perkenalkan pada tahun 2007, program KUR belum banyak diketahui dan di pahami oleh para pedagang pasar tradisional, hal ini dikarenakan minimnya sosialisasi yang dilakukan. Penerapan strategi ini dapat dilakukan dengan cara melanjutkan program pemerintah yang telah ada, yaitu memberikan sosialisasi kepada para pedagang manfaat, prosedur dan persyaratan yang harus ditempuh untuk memperoleh kredit. Selain melakukan sosialiasasi, pemerintah daerah Kabupaten Cirebon melalui Dinas Perindustrian Kabupaten Cirebon dapat mengusulkan sedikit perubahan persyaratan yang dinilai masih rumit, dan juga mengusulkan program KUR ini dapat disalurkan ke koperasi-koperasi agar lebih mudak di akses oleh para pedagang pasar tradisional.

g. Melakukan operasi pasar

Dilaksanakannya kegiatan operasi pasar bertujuan untuk menjaga kestabilan stabilan harga, ketersediaan barang khususnya sembako, dan memantau kualitas barang dagangan. Kegiatan ini dilakukan dalam kondisi-kondisi tertentu, misalnya adanya kenaikan harga yang drastis karena faktor ekonomi, langkanya pasokan

(24)

sembako ke pasar tradisional, dan bila ada isu-isu negatif seputar barang dagangan di pasar tradisional seperti menjual barang kadaluarsa, menjual makanan dengan kandungan bahan tidak halal dan sebagainya. Strategi ini sangat efektif untuk meyakinkan para konsumen pasar tradisional bahwa barang-barang yang di jual pada pasar tradisional mempunyai tingkat harga yang lebih murah, jaminan stok barang/sembako yang memadai, dan barang yang dijual mempunyai kualitas yang baik.

h. Pemberlakuan pajak bagi pasar modern

Persaingan antara pasar modern dan tradisional sudah tidak bisa lagi dihindari, walaupun para pelaku pasar modern mengklaim bahwa konsumen yang mereka bidik (segmentasi) berbeda dengan pasar tradisional. Kenyataannya di lapangan, pasar modern pun membidik pangsa pasar tradisional yaitu konsumen dengan tingkat perekonomian menengah-kebawah. Terjaringnya konsumen pasar tradisional karena pasar modern menawarkan harga jual barang yang lebih murah dari pada pasar tradisional dengan kelebihan fasilitas dan layanan yang lebih baik. Kondisi ini tentu bertolak belakang dengan pernyataan para pelaku pasar tradisional yang mengklaim bahwa pasar modern mempunyai segmen yang berbeda.

Banyak pedagang pasar tradisional mengeluhkan penurunan omset penjulan untuk barang-barang seperti telur, mie instan, gula, minyak goreng dan sebagainya, karena pada pasar modern menawarkan harga dan kualitas lebih baik. Pemberlakuan pajak bagi pasar modern diharapkan dapat meningkatkan harga jual pasar modern sehingga konsumen lebih memilih belanja di pasar tradisional karena harga yang lebih murah. Pendapatan dari hasil pajak bisa digunakan untuk pembangunan dan pengembangan pasar tradisional.

c. Strategi WO (Weakness-Opportunities)

Strategi ini adalah untuk memperbaiki kelemahan yang ada dengan cara memanfaatkan peluang eksternal, diantaranya yaitu :

a. Pengembangan konsep pasar sebagai koridor ekonomi (pasar wisata)

(25)

konsep pasar menjadi salah satu tujuan wisata. Dicontohkan dalam salah satu konsep pasar wisata adalah pasar Malioboro di Yogyakarta, pasar Kuin di Banjarmasin, pasar Klewer di Solo, dan pasar seni Sukawati di Bali. Sumua contoh pasar tersebut menawarkan keunikan baik dari segi barang yang di jual ataupun tempat yang unik, seperti pasar Malioboro yang pada pagi hari menawarkan cindera mata khas Yogyakarta dengan harga yang terjangkau dan pada malam hari menyuguhkan sebuah kawasan yang menawarkan berbagai macam jenis makanan dan minuman dengan pelayanan khas Yogyakarta (lesehan), ataupun pasar Kuin yang menawarkan keunikan berberbelanja diatas perahu sampan, pasar kuin ini lebih dikenal dengan nama pasar apung (floating market).

Strategi ini cukup efektif diterapkan untuk mengembangkan pasar tradisional, mengingat kondisi keuangan atau anggaran yang dimiliki tidak mencukupi untuk membangun pasar yang bernuansa modern. Pemerintah dapat mengkoordinasikan dengan para pedagang untuk membuat pasar menjadi suatu tujuan wisata dan membantu mengenalkan dan mempromosikannya. Menjadikan pasar menjadi tempat tujuan wisata telah dilakukan di beberapa pasar tradisional di Kabupaten Cirebon dengan menjadikan kawasan Trusmi sebagai pusat penjualan batik khas Cirebon dan pasar Kue Weru yang dikunjungi oleh para konsumen seluruh Indonesia, karena memang di pasar Kue Weru menjual produk-produk yang spesifik seperti chiki, pemen dan jajanan-jajanan warung lainnya. Pasar Kue Weru ini merupakan salah satu pasar terbesar di Indonesia yang menjual khusus barang jajanan warung.

b. Penataan ulang dan renovasi pasar tradisional

Penataan ulang dan renovasi pasar di Kabupaten Cirebon harus segera dilakukan, karena beberapa pasar tradisional dalam kondisi yang memprihatinkan, seperti pasar pasar Cipeujeuh, pasar Babakan, dan pasar pasalaran. Bebepara pasar lainnya hanya perlu penataan ulang untuk lebih merapihkan kondisi pasar. Strategi ini dilakukan untuk mensiasati kurangnya anggaran yang dimiliki oleh pemerintah khususnya Dinas Perindustrian dan Perdagangan untuk dapat mengembangkan pasar tradisional.

(26)

c. Melakukan kegiatan promosi

Strategi ini terintegrasi dengan strategi-strategi lainnya. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan membuat pasar menjadi suatu tujuan wisata dan membantu mempromosikan baik melalui media masa ataupun bekerjasama dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata untuk mensosialisasikan pasar menjadi salah satu tujuan wisata di Kabupaten Cirebon. Promosi bisa dilakukan dengan cara mengadakan event atau acara-acara khusus seperti menjual sembako murah, atau mengadakan kontes atau perlombaan dengan suguhan hiburan menarik.

Cara promosi seperti ini dinilai cukup efektif untuk menarik masyarakat untuk berkunjung ke pasar tradisional, seperti yang telah dilakukan di Kabupaten Cirebon, yaitu acara tahunan “pesta tebu” yang digelar setiap tahun untuk merayakan panen para petani tebu. Acara ini sangat menarik minat masyarakat untuk datang, sehingga pada saat acara tersebut berlangsung akan berimbas pada sepinya pasar tradisional. Acara-acara serupa bisa dilakukan di pasar tradisional untuk dapat menarik dan mempromosikan pasar tradisional ke masyarakat.

d. Program pendampingan pasar

Program pendampingan pasar telah tercantum dalam dalam tupoksi (tugas pokok dan fungsi) dalam bidang pengelolaan pasar, yaitu merupakan tugas dari Seksi Pembinaan dan Pengembangan Pasar. Tugas pendampingan pasar yaitu dengan melaksanakan pembinaan, monitoring, pengawasan, evaluasi kegiatan pasar dan informasi terakhir harga di pasar daerah, pasar desa, pasar swasta, dan pasar hewan. Pendampingan pasar ini bertujuan untuk dapat menyerap aspirasi dari keinginan para pedagang tradisional dan juga segala keluhan yang dihadapi para pedagang baik itu dengan pemasok ataupun pasar modern.

e. Melakukan kerjasama dengan pemerintah pusat

Melakukan kerjasama dengan pemerintah pusat adalah salah satu cara mensiasati kurangnya anggaran yang dimiliki oleh pemerintah daerah. Menjalin kerjasama dengan pemerintah pusat atau provinsi bisa dilakukan dengan mengkoordinasikan program-program yang ada di daerah dengan pusat. Pemerintah

(27)

mengembangkan dan memberdayakan pasar tradisional di Jawa Barat. Pemerintah Kabupaten Cirebon yang diwakili Dinas Perindustrian dan Perdagangan dapat mengkoordinasikan dengan pemerintah provinsi untuk menjadikan Kabupaten Cirebon menjadi salah satu pilot project program ini. Strategi ini merupakan solusi yang tepat untuk mensiasati kelemahan yang dialami Pemerintah Kabupaten Cirebon dalam hal pendanaan pengembangan pasar tradisional.

f. Peningkatan kualitas dan kompetensi Sumber Daya Manusia

Meningkatkan kompetensi SDM baik itu para pedagang pasar ataupun para pegawai pengelola pasar perlu dilakukan untuk merubah pola pikir para pelaku pasar tradisional untuk dapat mengembangkan usaha mereka lebih baik. Pengembangan pasar tradisional tidak bisa mengandalkan peran pemerintah saja, tapi diperlukan kontribusi besar dari para pedagang untuk ikut tumbuh dan mengembangkan usahanya agar dapat bertahan di tengah persaingan yang begitu ketat.

Peningkatan kualitas dan kompetensi SDM bisa dilakukan dengan melakukan pembinaan dan penyuluhan, ataupun mengadakan diklat-diklat seperti manajemen pengelolaan ritel, manajemen keuangan dan sebagainya. Diselenggarakannya diklat atau pelatihan baik bagi para pedagang atau pegawai pengelola pasar diharapkan meningkatkan kompetensi dan pemahaman konsep bisnis ritel dengan baik.

d. Strategi WT (Weakness-Threats)

Strategi ini adalah untuk mengatasi kelemahan yang ada dengan cara menghindari ancaman eksternal, diantaranya yaitu :

a. Melakukan kerjasama dengan pihak swasta dalam pengelolaan pasar tradisional Melakukan kerjasama dengan pihak swasta dalam hal pembangunan dan pengelolaan pasar tradisional merupakan salah satu langkah yang efektif dan efisien. Mengundang pihak swasta sebagai investor untuk mengatasi kelemahan kuangan pemerintah Kabupaten Cirebon juga sebagai salah satu solusi untuk menampung para pedagang yang tidak tertampung dan mengantisipasi banyaknya para pendatang baru karena meningkatnya angatan pencari kerja dan PHK besar-besaran yang terjadi di Kabupaten Cirebon.

(28)

Strategi ini perlu diintegrasikan dengan dengan strategi lain, karena dengan pembangunan dan pengelolaan oleh swasta akibatnya adalah mahalnya harga sewa dan retribusi yang akan di pungut. Strategi yang dimaksud adalah pemberian akses kredit yang mudah dan bunga yang ringan kepada para pedagang, untuk memberikan kekuatan modal sehingga mereka mampu untuk menyewa dan membayar retribusi.

b. Pembinaan dan penyuluhan pedagang pasar tradisional

Melakukan pembinaan dan penyuluhan pada pasar tradisional merupakan kegiatan yang setiap tahun diadakan, apalagi dengan dikeluarkannya peraturan Bupati Nomor 60 tahun 2008 tentang rincian tugas, fungsi, dan tata Dinas Perindustrian dan Perdagangan, dimana kegiatan ini merupakan tupoksi dari seksi pembinaan dan pengembangan pasar. Strategi ini merupakan salah satu strategi defensif yang diterapkan oleh Disperindag Kabupaten Cirebon dalam mengembangkan pasar tradisional, karena strategi ini memanfaatkan tupoksi yang ada dan tidak membutuhkan anggaran yang besar untuk melaksanakannya.

c. Kompetisi pasar bersih/penghargaan dan sertifikasi

Mengadakan kompetisi pasar bersih atau memberikan penghargaan atau sertifikasi kepada pasar tradisional yang dapat menjaga kebersihan dan keindahan pasar. Strategi ini sangat efektif dan efisien dilaksanakan, karena untuk menjalankan strategi ini peran dan keterlibatan para pedagang pasar tradisional sangat besar. Pemerintah Kabupaten Cirebon yang diwakili oleh Disperindag cukup menfasilitasi dalam hal penyediaan tim penilai dan menyediakan hadiah atau penghargaan berupa piala atau trofi dari Bupati. Mengimplementasian strategi ini secara tidak langsung mendidik para pengelola dan pedagang pasar untuk lebih menjaga dan memperhatikan kebersihan pasar.

d. Penguatan status paguyuban pedagang menjadi koperasi

Penguatan status paguyuban atau ikatan asosiasi pedagang pasar tradisional menjadi suatu lembaga seperti koperasi upaya untuk mendukung strategi sebelumnya yaitu perbaikan jaringan distribusi. Pelaksanaan strategi ini harus dikoordinasikan

(29)

Badan Pelayanan Perizinan Terpadu untuk memudahkan proses mengalihan atau peningkatan status asosiasi pedagang.

e. Pemberdayaan petugas teknis pengelolaan pasar

Strategi ini dilakukan untuk lebih memberdayakan petugas teknis pengelola pasar agar lebih optimal. Selama ini para petugas teknis lapangan hanya ditugaskan untuk memungut retribusi harian dan keamanan saja. Pemberdayaan petugas teknis lapangan bisa dilakukan dengan cara memberikan variasi pekerjaan lain, seperti melakukan penyuluhan dan pelatihan atau bahkan menjadi seorang pengawas dilapangan yang bertugas mengawasi keadaan lingkungan pasar dan barang dagangan yang di jual oleh para pedagang. Adanya pemberdayaan petugas teknis ini diharapkan lebih mengoptimalkan lagi peran para petugas di lapangan dan juga sebagai langkah efesiensi anggaran sehingga dapat dialokasikan untuk kegiatan-kegitan lainnya.

f. Mengurangi pengeluaran dengan efesiensi tenaga kerja pengelola pasar

Mengurangi pengeluaran dengan cara efesiensi tenaga kerja pengelola pasar merupakan strategi yang kurang populer menurut para responden. Strategi ini akan membawa dampak sosial yang memberikan dampak negatif. Strategi ini merupakan pilihan terakhir yang akan dilakukan bila tidak ada alternatif lain. Penerapan strategi ini yang lebih aman adalah penghentian perekrutan tenaga kerja kontrak baru bila ada tenaga kerja kontrak diangkat menjadi PNS.

g. Kerjasama dengan pihak swasta (distributor) melakukan event/acara promosi Kerjasama dengan pihak swasta (distributor) melakukan event/acara promosi merupakan strategi yang efektif dan efisien dalam melakukan promosi. Kegiatan ini biasa dilakukan oleh pasar modern, yaitu dengan berkerja sama dengan para distributor untuk mengadakan acara atau event seperti jumpa fans dengan artis (biasanya bintang iklan produk yang dijual), mengadakan lomba menggambar untuk anak-anak, perlombaan atau kontes musik dan lain sebagainya. Kerjasama ini bisa dilakukan bila posisi tawar-menawar pasar tradisional kuat dengan para distributor,

(30)

maka untuk itu perlu adanya integrasi dengan strategi lain seperti penguatan status asosiasi pedagang menjadi suatu badan atau koperasi.

5.2.3. Analisis Penyusunan Strategi Tahap III (Decision Stage)

Pada tahap ini dilakukan pengambilan prioritas strategi yang berdasarkan pada kebutuhan pengembangan pasar tradisional yang disesuaikan dengan kemampuan Pemerintah Kabupaten Cirebon melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Pengambilan prioritas strategi dilakukan dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP), berdasarkan masukan dari tahap 1 dan tahap 2 dari matriks IE, dan Matriks SWOT, dapat dihasilkan beberapa alternatif strategi yang tercermin didalam matrik-matrik. Pemetaan dari matrik IE dan SWOT dikelompokkan menjadi 6 (enam) strategi besar berdasarkan kesamaan fungsi dan karakteristik strategi. Berdasarkan pengumpulan dan pengolahan data yang dilakukan alternatif strategi yang paling menarik dan mungkin untuk dilakukan berdasarkan urutan adalah sebagai berikut :

1. Melakukan kerja sama dan menjaga hubungan baik dengan pihak pemerintah (provinsi dan pusat), swasta (distributor dan pengelola), dan pembeli atau konsumen, dengan bobot 0,350.

2. Melakukan kegiatan promosi dan optimalisasi potensi pasar tradisional, dengan bobot 0,194.

3. Peningkatan sarana dan prasarana pasar tradisional, dengan bobot 0,148.

4. Peningkatan dan optimalisasi program pengembangan pasar tradisional yang telah ada, dengan bobot 0,117.

5. Peningkatan dan optimalisasi Sumber Daya Manusia dan produk pasar tradisional, dengan bobot 0,113

6. Peningkatan dan optimalisasi Sumber Daya Manusia dan produk pasar tradisional, dengan bobot 0,077.

Kelompok strategi yang paling menarik adalah Melakukan kerja sama dan menjaga hubungan baik dengan pihak pemerintah (provinsi dan pusat), swasta (distributor dan pengelola), dan pembeli atau konsumen. Kelompok strategi ini terdiri dari strategi-strategi sebagai berikut :

(31)

1. Melakukan kerja sama dengan pemerintah pusat yaitu provinsi dan pusat dalam melakukan pengembangan pasar tradisional

2. Menjaga atau memelihara para pembeli potensial yang telah ada 3. Memperbaiki jaringan distribusi / pasokan barang ke pasar tradisional

4. Melakukan kerjasama dengan pihak swasta dalam pengelolaan pasar tradisional Kelompok strategi ini banyak dipilih dan paling menarik menurut para responden, karena dalam kelompok strategi ini mencakup pemeliharaan pembeli yang telah ada, menjaga kestabilan harga dan strategi-strategi yang termasuk dalam kelompok ini tidak banyak membutuhkan anggaran yang besar. Inikator pembeli dan harga ini merupakan indikator dengan bobot yang paling berpengaruh, dan alasan utama bertahannya pasar tradisional sampai saat ini. Berdasarkan urutan prioritas kelompok strategi ini prioritas pertama adalah melakukan kerja sama dengan pemerintah pusat dalam pengembangan pasar tradisional. Alasan para responden memilih strategi ini menjadi prioritas utama karena pemerintah Kabupaten Cirebon melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan ingin memanfaatkan secara maksimal peluang yang ada yang diberikan oleh pemerintah pusat dengan dikeluarkannya Permen Nomor 53/M-DAG/PER/2008 dan pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan di canangkannya program pasar GEMPITA untuk dapat mengembangkan pasar tradisional yang ada di Kabupaten Cirebon.

5.3. Adopsi Usulan Strategi Kebijakan

Strategi dan kebijakan untuk pengembangan pasar tradisional dapat dijalankan apabila mendapatkan legitimasi hukum, baik itu berupa aturan atau kebijakan yang berasal dari pemerintah daerah maupun pusat. Berikut ini adalah aturan dan kebijakan yang menaungi usulan perencanaan implementasi strategi dan kebijakan pengembangan pasar tradisional :

1. UUD 1945 pasal 33, yang menyebutkan perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berpihak pada rakyat.

2. GBHN tahun 1999 tentang arah kebikajan ekonomi butir ke II, yang menyebutkan “mengembangkan persaingan yang sehat dan adil serta menghindarkan terjadinya struktur pasar monopolistik dan berbagai struktur pasar yang distortif, yang merugikan masyarakat”.

(32)

3. Undang-Undang No. 9 Tahun 1999 tentang anti monopoli dan persaingan tidak sehat.

4. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, menyebutkan bahwa tanggung jawab yang paling utama dan pertama di era otonomi dalam mensejahterakan masyarakat berada dipundak pemerintah daerah.

5. Keputusan Presiden (Kepres) No.118/2000 tentang Perubahan dari Kepres No.96/2000 mengenai Sektor Usaha yang Terbuka dan Tertutup dengan Beberapa Syarat untuk Investasi Asing Langsung.

6. Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No12/M-DAG/PER/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penertiban Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba.

7. Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Perindustrian dan Perdagangan dan Menteri Dalam Negeri No.57 dan 145/MPP/Kep/1997 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar dan Pertokoan.

8. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.420/MPP/Kep/10/1997 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar dan Pertokoan.

9. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.107/MPP/Kep/2/1998 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Pasar Modern.

10. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 12/M-DAG/PER/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Daftar Usaha Waralaba

11. Perpres No. 112 Tahun 2007 tentang pedoman penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern.

12. Permen No. 53/M-DAG/PER/2008 tentang penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern, dll.

13. Peraturan Daerah Kabupaten Cirebon Nomor 02 tahun 2000 tentang Izin Lokasi 14. Peraturan Daerah Kabupaten Cirebon Nomor 04 tahun 2005 tentang Rencana

Tata Ruang Kabupaten Cirebon

15. Peraturan Daerah Kabupaten Cirebon Nomor 09 tahun 2005 tentang Izin Gangguan

Gambar

Tabel 5.1.  Rencana Implementasi Strategi Kebijakan Pengembangan Pasar Tradisional di Kabupaten Cirebon
Tabel 5.1.  Rencana Implementasi Strategi Pengembangan Pasar Tradisional di Kabupaten Cirebon (Lanjutan)
Tabel 5.1.  Rencana Implementasi Strategi Pengembangan Pasar Tradisional di Kabupaten Cirebon (Lanjutan)  No  Rekomendasi Strategi  Rencana Aksi
Tabel 5.1.  Rencana Implementasi Strategi Pengembangan Pasar Tradisional di Kabupaten Cirebon (Lanjutan)  No  Rekomendasi Strategi  Rencana Aksi
+3

Referensi

Dokumen terkait

sebuah terobosan keilmuan yang terkait dengan pembelajaran keterampilan, jadi guru bisa lebih variatif dalam menggunakan metode-metode yang bervariasi untuk

a) Tahap seleksi (penyisihan) adalah seleksi tahap awal calon finalis Indonesian Real- Estate competition, dilakukan dengan mengevaluasi dan menilai keseluruhan proposal

hipotesis yaitu uji-t. Hasil analisis uji t ini dapat dilihat pada tabel 8. 1) Uji hipotesis pengaruh struktur organisasi pada kepatuhan Wajib Pajak di Kantor Pelayanan Pajak

Sangat disarankan juga dalam setiap bulan ada SATU HARI yang digunakan untuk MUROJA‟AH LATIHAN yang ada di setiap materi yang sudah dipelajari selama sebulan.. Waktu

Tingkat Kesehatan Fiskal Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Tengah dari Sisi Pendapatan dan Belanja Tahun 2017.. ANALISIS

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 5 ayat (2) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan perlu

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pelaksanaan pemungutan, tingkat efektivitas beserta faktor-faktor saja yang dapat menentukan efektivitas, dan kontribusi pajak hotel

Sensor posisi lain yang biasa digunakan adalah encoder optik, yang dapat berupa linear atau putaran. Perangkat ini dapat menentukan kecepatan, arah, dan posisi dengan cepat, akurasi