• Tidak ada hasil yang ditemukan

BANGUNAN RUMAH SAKIT, RUANG JENAZAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BANGUNAN RUMAH SAKIT, RUANG JENAZAH"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

KEMENTERIAN KESEHATAN - RI

DIREKTORAT JENDERAL BINA UPAYA KESEHATAN

DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK DAN SARANA

KESEHATAN

2 0 1 4

BANGUNAN RUMAH SAKIT,

RUANG JENAZAH

(2)

i

DIREKTUR JENDERAL BINA UPAYA KESEHATAN

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya Pedoman Teknis Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit umum kelas A dapat disusun.

Ruang Jenazah adalah bagian dari bangunan rumah sakit sebagai fasilitas di area service yang harus ada di semua kelas rumah sakit. Ruang tersebut mempunyai persyaratan teknis tertentu.

Sesuai dengan Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, maka harus disusun “Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Jenazah” agar ruang farmasi yang ada di rumah sakit dalam melaksanakan fungsinya dapat memenuhi standar pelayanan, keamanan dan keselamatan serta kesehatan.

Dengan demikian kami sangat mengharapkan peran serta dari stake holder terkait, yaitu asosiasi profesi, pengelola rumah sakit, konsultan perencanaan rumah sakit dan pihak lainnya dalam membantu Kementerian Kesehatan mendukung amanat Undang-Undang tersebut.

Kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu diterbitkannya Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Jenazah. Diharapkan Pedoman Teknis ini dapat menjadi petunjuk agar suatu perencanaan pembangunan atau pengembangan Ruang Jenazah di rumah sakit dapat menampung kebutuhan pelayanan yang fasilitas fisiknya memenuhi standar aman.

Demikian kami sampaikan, semoga bermanfaat dan dapat meningkatkan mutu fasilitas rumah sakit di Indonesia.

Jakarta, Desember 2014 Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan

Prof. Dr. dr. Akmal Taher, Sp.U(K) NIP 195507271980101001

(3)

ii

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas Rahmat dan Karunia-Nya buku Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Jenazah dapat diselesaikan.

Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Jenazah, disusun sebagai upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit sesuai dengan amanah Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung serta peraturan perundangan lain yang terkait.

Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal 28 bahian H ayat (1) telah menegaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan, kemudian dalam Pasal 34 ayat (3) dinyatakan negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pada Pasal 19 menyatakan bahwa Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan segala bentuk upaya kesehatan yang bermutu, aman, efisien dan terjangkau.

Dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah sakit pasal 10 ayat (2) menyebutkan, bangunan rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas ruang, salah satunya ruang jenazah. Dimana dalam Bagian Ketiga tentang Bangunan, Pasal 9 butir (b) menyebutkan bahwa Persyaratan teknis bangunan rumah sakit, sesuai dengan fungsi, kenyamanan, dan kemudahan dalam pemberian pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan orang usia lanjut. Hal ini sejalan dengan dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan yang meliputi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan.

Dalam rangka peningkatan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit tersebut diperlukan suatu pedoman teknis yang dapat dijadikan acuan bagi seluruh rumah sakit dan

stake holder terkait dalam melaksanakan perannya dalam perencanaan, pelaksanaan,

pengawasan, maupun pemeliharaan suatu ruang jenazah rumah sakit.

Pedoman teknis ini dimungkinkan untuk dievaluasi dan dilakukan penyempurnaan terkait dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta hal-hal lainnya yang tidak sesuai lagi dengan kondisi di rumah sakit.

(4)

iii

Sakit, Ruang Jenazah. Diharapkan Pedoman ini dapat menjadi petunjuk agar suatu perencanaan pembangunan atau pengembangan Ruang Jenazah di rumah sakit dapat menampung kebutuhan pelayanan yang memperhatikan aspek keselamatan, keamanan, kenyamanan dan kemudahan baik bagi petugas maupun pengguna rumah sakit lainnya.

Jakarta, Desember 2014

Direktur Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan

dr. Deddy Tedjasukmana B,Sp.KFR(K),MARS,MM NIP. 196004301989011001

(5)

iv

Penanggung Jawab :

dr. Deddy Tedjasukmana B,Sp.KFR(K),MARS,MM – Direktur Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan

Kontributor :

Kombes (purn) dr. Slamet Poernomo, Sp.F, DFM; Ir. Soekartono Soewarno, PII; Ir. Fadjrif H. Bustami, MARS; Ir. H. Torang P. Batubara, MARS, MMR.

Penyunting :

Ir. Sodikin Sadek, M.Kes; Erwin Burhanuddin, ST; Tosan Pambudi Witjaksono, SE, MM; Siti Ulfa Chanifah, ST,MM; Romadona, ST; Heri Purwanto, ST; M.Rofi’udin, ST.

(6)

DAFTAR ISI

BAB - I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Maksud 2 1.3 Tujuan 2 1.4 Sasaran 3

1.5 Istilah dan Pengertian 3

1.6 Ruang Lingkup 4

BAB - II Ruang Jenazah Rumah Sakit

2.1 Fungsi dan Kegiatan 6

2.2 Alur Kegiatan 7

2.3 Kebutuhan Ruang 9

2.4 Persyaratan khusus bangunan ruang jenazah 10 2.5 Persyaratan khusus prasarana (utilitas bangunan) ruang jenazah 11

BAB - III Persyaratan Teknis Ruang Jenazah RS

3.1 Persyaratan Umum Bangunan 14 3.2 Persyaratan Umum Prasarana (Utilitas Bangunan) 16

BAB - IV Penutup 22

Lampiran Program Ruang 24

(7)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

a. Dasar Hukum.

1. Undang-Undang nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan 2. Undang-Undang nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit 3. Undang-Undang nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

4. Permenkes No.56 Tahun 2010 tentang Klafikasi dan Perizinan Rumah Sakit 5. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nemor 106/Menkes/SK/I/2004 tentang

Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) dan Pelatihan Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD)/ General Emergency Life Support (GELS) Tingkat Pusat.

6. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No : 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

7. PERMENPU No.45/PRT/2007 tentang Persyaratan teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara.

b. Gambaran umum singkat

Pembangunan Kesehatan adalah bagian dari pembangunan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 15 menyebutkan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan lingkungan, tatanan, fasilitas kesehatan baik fisik maupun sosial bagi masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Undang-undang RI No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pada pasal 10 ayat (2) menyebutkan bahwa paling sedikit rumah sakit terdiri atas ruang rawat jalan, ruang rawat inap, ruang gawat darurat, ruang operasi, ruang tenaga kesehatan, ruang radiologi, ruang laboratorium, ruang sterilisasi, ruang farmasi, ruang kantor dan administrasi, ruang ibadah, ruang tunggu, ruang penyuluhan kesehatan masyarakat rumah sakit, ruang menyusui, ruang mekanik ruang dapur, laundri, kamar jenazah, taman, pengolahan sampah, dan pelataran parkir yang mencukupi.

Ruang Jenazah merupakan salah satu ruang di rumah sakit yang mendukung Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) terutama pada saat bencana. Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat yang dapat menjadi tempat

(8)

penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesahatan, oleh karena itu pengguna rumah sakit yang berada di lingkungan rumah sakit seperti pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan penunggu pasien yang berisiko mendapatkan gangguan kesehatan dan infeksi di rumah sakit perlu dijaga keselamatannya dan perlu diselenggarakan kesehatan lingkungan rumah sakit sesuai dengan persyaratan kesehatan. Ruang jenazah merupakan salah satu ruang yang memiliki risiko besar terhadap kenyataan di atas Oleh karena itu desain dan prasarananya harus dapat menjadi salah satu upaya pencegahan infeksi yang didapat dari pelayanan kesehatan/ Health Care Associated Infections (HAIs) di rumah sakit.

Berkaitan dengan hal tersebut diatas, maka Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan harus menyiapkan perangkat pedoman Teknis Kamar Jenazah sebagai upaya mendukung tersedianya bangunan dan prasarana yang memenuhi standar aman sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit terutama dalam rangka mendukung program Jaminan Kesehatan Nasional 2014. Pedoman Teknis ini memuat persyaratan-persyaratan teknis mengenai bangunan dan prasarana di rumah sakit dan menjadi acuan bagi penyelenggara rumah sakit sebagai dasar perencanaan dan pembangunan rumah sakit.

Diharapkan dengan tersusunnya materi Pedoman Teknis ini, pembangunan rumah sakit dapat terkendali dengan baik dan tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan sekitarnya.

Kegiatan penyusunan “Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Kamar Jenazah” ditujukan agar Kementerian Kesehatan RI, Dinas Kesehatan Propinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota serta penyelenggara Rumah Sakit memiliki suatu acuan standar yang mengikat dalam merencanakan fasilitas fisik kamar jenazah yang meliputi desain bangunan dan prasarana kesehatan yang memenuhi standar aman.

1.2 MAKSUD

Pedoman Teknis ini dimaksudkan sebagai acuan teknis penyediaan fasilitas fisik bangunan dan utilitasnya agar Ruang Jenazah Rumah Sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang memadai sesuai kebutuhan.

1.3 TUJUAN

Pedoman Teknis ini bertujuan memberikan petunjuk agar suatu perencanaan, perancangan, pelaksanaan, pengawasan dan pengelolaan bangunan ruang jenazah

(9)

di rumah sakit memperhatikan kaidah-kaidah pelayanan kesehatan, sehingga bangunan kamar jenazah rumah sakit yang akan dibuat memenuhi standar keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan bagi petugas.

1.4 SASARAN

Pedoman Teknis ini akan menjadi acuan bagi pengelola rumah sakit, khususnya pengelola ruang jenazah dan dapat menjadi acuan bagi konsultan perencana dalam membuat perencanaan bangunan kamar jenasah rumah sakit, sehingga masing-masing pihak dapat memiliki persepsi yang sama.

1.5 ISTILAH/ PENGERTIAN

1. Bangunan.

Wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat dan kedudukannya.

2. Rumah Sakit.

Institusi Pelayanan Kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

3. Bangunan rumah sakit.

wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, yang berfungsi penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai standar pelayanan Rumah Sakit, pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis, penyelenggaraan pendidikan dan latihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan, dan penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

4. Prasarana.

Benda maupun jaringan/instalasi yang membuat suatu bangunan yang ada bisa berfungsi dengan tujuan yang diharapkan.

5. Prasarana rumah sakit.

Utilitas bangunan yang digunakan untuk penyelenggaraan Bangunan Rumah Sakit. 6. Rumah sakit umum

Rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit.

7. Health Care Associated Infections (HAIs) infeksi yang didapat dari pelayanan pesehatan

(10)

8. Ruang jenazah

Fasilitas untuk meletakkan/menyimpan sementara jenazah sebelum diambil oleh keluarganya, kegiatan pemulasaraan jenazah dan pemeriksaan jenazah.

9. Penyimpanan Jenazah

Proses penyimpanan jenazah sementara sebelum diambil oleh keluarga atau jenazah tidak dikenal

10. Pemulasaran jenazah

Proses perawatan jenazah mulai dari pembersihan/pemandaian jenazah , pengkafanan jenazah / pemakaian pakaian jenazah , merias jenazah dan pemasukan dalam peti jenazah.

11. Kedokteran Forensik

Cabang IImu kedokteran yang dimanfaatkan untuk kepentingan penegakan hukum dan peradilan pada kasus kejahatan yang menyangkut tubuh manusia dan bag ian tubuh manusia.

12. Pemeriksaan jenazah

Pemeriksaan terhadap jenazah untuk pembuktian sebab kematian pada kematian yang dianggap tidak wajar / akibat tindak kejahatan.

Pemeriksaan jenazah terdirii dari pemeriksaan luar dan otopsi./ pemeriksaan dalam. 13. Visum et Repertum

Adalah laporan tertulis dari dokter yang telah disumpah tentang apa yang dilihat dan ditemukan pada barang bukti berupa tubuh manusia dan bagian tubuh manusia yang diperiksanya, serta memuat pula kesimpulan dari hasil pemeriksaan tersebut guna kepentingan peradilan.

14. Visum luar

Adalah pemeriksaan forensik yang hanya melakukan pemeriksaan luar tanpa melakukan pembedahan jenazah

15. Visum dalam

Adalah pemeriksaan forensik dengan melakukan pemeriksaan dalam melalui pembedahan pada mayatatau otopsi.

16. Surat Permintaan Visum et Repertum / SPV

Surat Permintaan Visum dari penyidik berwenang atas jenazah atau bagian-bagian tubuh manusia

(11)

Ruang lingkup pedoman teknis adalah : 1. Fungsi dan kegiatan ruang jenazah. 2. Alur kegiatan ruang jenazah.

3. Kebutuhan ruangan-ruangan di ruang jenazah. 4. Persyaratan khusus bangunandi di ruang jenazah.

5. Persyaratan khusus utilitas bangunan (prasarana) di ruang jenazah.

6. Persyaratan teknis bangunan dan utilitas bangunan secara umum pada ruang jenazah.

(12)

BAB II

RUANG JENAZAH RUMAH SAKIT 2.1 FUNGSI DAN KEGIATAN

Secara umum ruang jenazah berfungsi sebagai ruangan perletakan/ penyimpanan sementara, ruang pemulasaraan jenazah dan ruang pemeriksaan forensik jenazah. Fungsi ruang perletakan/ penyimpanan sementara jenazah

a. tempat transit jenazah (penerimaan dan proses administrasi) b. membersihkan jenazah.

c. tempat meletakkan/ penyimpanan sementara jenazah sebelum diambil keluarganya.

Fungsi ruang pemulasaraan jenazah adalah : (minimal RS kelas D) a. proses pengawetan jenazah. (jika diperlukan)

b. proses pemulasaraan.

 tempat memandikan

 tempat mengeringkan jenazah

 tempat pengkafani / memakaikan pakaian

 merias jenazah (jika diperlukan) c. proses menunggu

ruangan tunggu dan ruangan duka . Fungsi ruang pemeriksaan forensik adalah :

a. tempat transit jenazah (penerimaan dan proses administrasi) b. pembersihan jenazah.

c. tempat meletakkan/ penyimpanan sementara jenazah sebelum proses pemeriksaan forensik.

d. tempat pemeriksaan jenazah (pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam/ otopsi) e. rekonstruksi jenazah yang mengalami kerusakan fisik. (jika diperlukan)

f. tempat pengambilan sampel dan pemeriksaan laboratorium forensik sederhana g. tempat proses pengawetan jenazah. (untuk RS kelas D bisa dilaksanakan di

ruanngan memandikan jenazah)

Fungsi lainnya :

a. Pelayanan sosial kemanusiaan lainnya : seperti pencarian orang hilang, rumah duka / penitipan jenazah.

b. Pelayanan identifikasi pada bencana atau peristiwa dengan korban mati massal

(13)

c. Pelayanan untuk kepentingan keilmuan atau pendidikan / penelitian. 2.2 ALUR KEGIATAN JENAZAH DIANTAR DARI RUANG PERAWATAN

JENAZAH DITERIMA DAN DISIMPAN DI RUANG PENYIMPANAN JENAZAH PROSES ADMINISTRASI PEMULASARAAN (MEMANDIKAN, MENGKAFANI/ MENGAWETKAN) JENAZAH DIBAWA PULANG

(14)

JENAZAH

MATI WAJAR MATI TIDAK WAJAR

TIDAK ADA KEKERASAN ADA KEKERASAN TIDAK ADA HUBUNGAN RUANG PEMULASARAAN JENAZAH ADA HUBUNGAN BUNUH

DIRI PEMBUNUHAN KECELAKAAN

RUANG FORENSIK JENAZAH KETERANGAN SAKSI/ SIDIK PEMERIKSAAN LUAR PEMERIKSAAN DALAM/ OTOPSI LABORATORIUM HUBUNGI KEPOLISIAN SETEMPAT JENAZAH DIBAWA PULANG

(15)

KEMATIAN

DOKTER JAGA / DOKTER INSTALASI

KEPASTIAN DATA REKAM MEDIK

MATI WAJAR MATI TIDAK WAJAR

DOKTER JAGA /

DOKTER INSTALASI LAPOR POLISI JENAZAH DITAHAN

RUANG PEMULASARAAN JENAZAH RUANG FORENSIK JENAZAH SURAT KETERANGAN KEMATIAN S.P.V. PROSES PEMULASARAAN, EMBALMING, PENYIMPANAN PROSES PEMERIKSAAN FORENSIK KELUARGA VISUM ET REPERTUM

Proses Mediko Legal Pemeriksaan Jenazah

2.3 KEBUTUHAN RUANG

1. Ruangan penerimaan dan administrasi 2. Ruangan transit jenazah

3. Ruangan penyimpanan / lemari pendingin jenazah. 4. Ruang pemulasaraan jenazah

a. Ruangan penyimpanan jenazah b. Ruangan dekontaminasi jenazah c. Ruangan pemulasaraaan

d. Area pengawetan jenazah e. Ruang duka

f. Ruangan tunggu keluarga 5. Ruang pemeriksaan forensik

a. Ruangan penerimaan dan administrasi b. Ruangan pembersihan jenazah.

(16)

c. Ruangan pemeriksaan jenazah dan otopsi d. Ruangan rekonstruksi jenazah.

e. Laboratorium forensik sederhana f. Area pengawetan jenazah. 6. Ruang-ruang penunjang lainnya:

a. Ruangan ganti petugas b. Ruang satuan pengamanan c. Kamar pegawai penerima jenazah d. Ruangan sekretariat

e. Ruangan tata usaha f. Ruangan staf / dokter g. Ruangan Jemur Alat

h. Ruangan arsip dan Gudang Alat i. Ruangan rapat

j. Ruangan pendidikan (khusus RS Pendidikan) k. Ruangan komputer dan media informasi l. Garasi kereta jenazah

2.4 PERSYARATAN KHUSUS BANGUNAN RUANG JENAZAH

Ruang jenazah harus bersih dan bebas dari kontaminasi khususnya hal yang membahayakan petugas atau penyulit kemurnian identifikasi (termasuk kontaminasi DNA dalam kasus forensik mati ). Demikian pula aman bagi petugas yang bekerja, termasuk terhadap resiko penularan terinfeksi oleh jenazah karena penyakit mematikan.

Persyaratan khusus bangunan ruang jenazah:

a. kapasitas ruang jenazah sesuai dengan kebutuhan pelayan rumah sakit, minimal memiliki jumlah lemari pendingin 1% dari jumlah tempat tidur (pada umumnya 1 lemari pendingin dapat menampung4 jenazah).

b. ruang pemeriksaan forensik dan ruang pemulasaraan jenazah harus dalam satu atap

c. ruang jenazah disarankan mempunyai akses langsung dengan beberapa instalasi/ ruang pelayanan lain yaitu instalasi gawat darurat, instalasi rawat inap, instalasi bedah sentral, dan instalasi ICU/ICCU.

d. Lantai ruang pemeriksaan forensik kedap air, tidak licin, tidak berpori, dan mudah dibersihkan serta hindari sudut (menggunakan hospital plin).

(17)

- Perlengkapan bilas antiseptic untuk kaki /Antiseptik footbath

- Tempat cuci tangan dengan antiseptic

- Kamar ganti

- Kamar mandi dan wc.

f. Ruang jenazah merupakan area tertutup, tidak dapat diakses oleh orang yang tidak berkepentingan dan punya akses tersendiri menuju jalan umum

g. area yang merupakan jalur jenazah disarankan berdinding keramik, lantai kedap air tidak licin, tidak berpori, dan mudah dibersihkan

h. akses masuk-keluar jenazah menggunakan daun pintu ganda/ double i. disediakan garasi mobil/ kereta jenazah

j. disarankan disediakan lahan parkir khusus untuk pengunjung rumah duka ,sedapat mungkin mempunyai akses keluar rumah sakit tersendiri , jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan.

Contoh ruangan pendingin jenazah

2.5 PERSYARATAN KHUSUS PRASARANA (UTILITAS BANGUNAN)

1. Persyaratan khusus prasarana ruang penyimpanan jenazah a. Temperature 4°- 7°C

b. Sistem sanitasi memperhatikan jenazah infeksius. c. Sistem kelistrikan

Kebutuhan listrik harus cukup untuk peralatan khusus (lemari pendingin) d. Sistem pencahayaan

Adanya sistem pencahayaan khusus untuk menjaga temperatur ruangan agar tetap dingin.

2. Persyaratan khusus prasarana ruang pemulasaraan jenazah a. Sistem Tata Udara

 Sirkulasi udara Baik, dan dilengkapi alat netralisir bau.

(18)

b. Sistem Sanitasi

 Debit air harus cukup dan mengalir terus

 Pembuangan limbah cair harus dibuang di IPAL

 Tempat memandikan jenazah harus kedap air dan cekung di tengah ( untuk menampung kotoran/jaringan tubuh atau jaringan tubuh yang terlepas ).

Contoh ruangan memandikan jenazah

3. Persyaratan khusus prasarana ruang pemeriksaan dalam (otopsi) a. Sistem Tata Udara

 Ruang otopsi infeksius harus memiliki aliran udara laminar ke bawah (Ruangan mendapat pasokan udara bersih dari inhaust yang terletak di atas meja otopsi dan kemudian diarahkan ke exhaust fan yang berada di belakang dokter forensik, letak exhaust fan 15 cm dari lantai).

 Ruang otopsi mempunyai tekanan udara negatif dan minimal pertukaran udara ruangan 15 kali perjam.

 Sirkulasi udara baik, dan dilengkapi alat netralisir bau. b. Sistem Pencahayaan

untuk ruangan dan diatas meja otopsi harus cukup luminasinya (minimal 300 Lux) c. Sistem Sanitasi

 Debit air harus cukup dan mengalir terus

 Pembuangan limbah cair harus dibuang di IPAL

(19)

d. Sistem Proteksi Kebisingan Ruangan harus kedap suara

4. Persyaratan khusus prasarana Laboratorium kedokteran forensik.

a.

Sistem Tata Udara

 Laboratorium kedokteran forensik harus memiliki aliran udara laminar ke bawah (Ruangan mendapat pasokan udara bersih dari inhaust yang terletak di atas dokter forensik dan kemudian diarahkan ke exhaust fan yang berada di depan dokter forensik atau di bawah meja lab).

 Laboratorium kedokteran forensik mempunyai tekanan udara negatif dan minimal pertukaran udara ruangan 15 kali perjam.

 Sirkulasi udara baik, dan dilengkapi alat netralisir bau.

b.

Sistem Pencahayaan

untuk ruangan dan diatas meja otopsi harus cukup luminasinya (minimal 500 Lux)

c.

Sistem Proteksi Kebakaran

Ruangan laboratorium kedokteran forensik harus dilengkapi dengan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) type ABC berbahan bakar Halon agar tidak merusak alat laboratorium dan spesiem.

(20)

BAB III

PERSYARATAN TEKNIS RUANG JENAZAH RUMAH SAKIT

3.1 PERSYARATAN UMUM BANGUNAN

Tata bangunan pada ruang jenazah rumah sakit harus memenuhi persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan pengendalian dampak lingkungan.

1. Persyaratan Lokasi

Lokasi ruang jenazah rumah sakit harus mempunyai akses masuk dan keluar tersendiri serta harus memperhatikan rencana induk (master plan) rumah sakit. 2. Persyaratan Massa Bangunan

Intensitas antar bangunan ruang jenazah pada rumah sakit harus memperhitungkan jarak antara massa bangunan dalam RS dengan mempertimbangkan hal-hal berikut ini :

a. Keselamatan terhadap bahaya kebakaran;

b. Kesehatan termasuk sirkulasi udara dan pencahayaan; c. Kenyamanan;

d. Keselarasan dan keseimbangan dengan lingkungan; 3. Persyaratan Zonasi

Ruang jenazah rumah sakit harus memperhatikan pengkategorian pembagian area atau zonasi rumah sakit yang sesuaikan pada zonasi berdasarkan tingkat risiko terjadinya penularan penyakit (ruangan pemulasaraan jenazah, laboratorium kedokteran forensik, dan ruangan pendingin jenazah), zonasi berdasarkan privasi (ruang duka) dan zonasi berdasarkan pelayanan (ruangan tunggu keluarga dan ruangan penerimaan dan administrasi).

4. Persyaratan Perencanaan Bangunan

Setiap ruang jenazah rumah sakit, strukturnya harus direncanakan dan dilaksanakan agar kuat, kokoh, dan stabil dalam memikul beban/kombinasi beban dan memenuhi persyaratan keselamatan (safety), serta memenuhi persyaratan kemampuan layanan (serviceability) selama umur layanan yang direncanakan dengan mempertimbangkan fungsi bangunan rumah sakit, lokasi, keawetan, dan kemungkinan pelaksanaan konstruksinya.

(21)

Struktur bangunan ruang jenazah rumah sakit harus direncanakan memiliki daktilitas yang tinggi (didesain mampu berdeformasi yang besar) sehingga pada kondisi pembebanan maksimum yang direncanakan, apabila terjadi keruntuhan, kondisi strukturnya masih dapat memungkinkan pengguna bangunan rumah sakit menyelamatkan diri

Perencanaan bangunan ruang jenazah rumah sakit harus mengikuti SNI terkait. 5. Persyaratan Komponen Bangunan

Komponen bangunan pada ruang jenazah rumah sakit secara umum harus mengikuti Pedoman Teknis Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit yang telah diterbitkan Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Kementerian Kesehatan, dan mengikuti SNI terkait.

a. Komponen Struktur

Komponen struktur harus kuat, kokoh, dan stabil dalam memikul beban/kombinasi beban dan memenuhi persyaratan keselamatan (safety), serta memenuhi persyaratan kemampuan layanan (serviceability) selama umur layanan yang direncanakan dengan mempertimbangkan fungsi bangunan kamar jenazah rumah sakit, lokasi, keawetan, dan kemungkinan pelaksanaan konstruksinya.

b. Atap

Atap harus kuat, tidak bocor, dan tidak menjadi tempat perindukan serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya.

c. Langit-langit

Langit-langit harus kuat, tidak berpori, berwarna terang dan mudah dibersihkan

Tinggi langit-langit minimal 2.80m d. Dinding & Partisi

Dinding harus keras, rata, tidak berpori, tidak menyebabkan silau, mempunyai tingkat ketahanan api tertentu, kedap air, tahan karat, tidak punya sambungan (utuh), dan mudah dibersihkan.

e. Lantai

Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, permukaan rata, tidak licin, warna terang, dan mudah dibersihkan

f. Pintu

Pintu harus kuat, cukup tinggi, cukup lebar, dan dapat mencegah masuknya serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya.

(22)

g. Jendela

Jendela harus memiliki bukaan yang cukup, dan dapat mencegah masuknya serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya.

h. Toilet

Fasilitas sanitasi yang aksesibel untuk semua orang (tanpa terkecuali penyandang cacat, orang tua dan ibu-ibu hamil) pada bangunan atau fasilitas umum lainnya

Toilet atau kamar kecil harus memiliki ruang gerak yang cukup untuk masuk dan keluar oleh pengguna.

i. Balkon, beranda, dan talang

Balkon, beranda dan talang harus sedemikian sehingga tidak terjadi genangan air yang dapat menjadi tempat perindukan nyamuk.

3.2 PERSYARATAN UMUM PRASARANA (UTILITAS BANGUNAN)

Prasarana (Utilitas Bangunan) pada ruang jenazah rumah sakit harus memenuhi persyaratan keandalan bangunan yaitu keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan. Perencanaan, pengoperasionalan, dan pemeliharaan utilitas bangunan harus memperhatikan kebutuhan pelayanan sehingga tercapai keefektifitasan dan keefisienan bangunan.

1. Persyaratan Keselamatan a. Proteksi Kebakaran

Setiap bangunan rumah sakit harus mempunyai sistem proteksi pasif terhadap bahaya kebakaran yang berbasis pada desain atau pengaturan terhadap komponen arsitektur dan struktur rumah sakit sehingga dapat melindungi penghuni dan benda dari kerusakan fisik saat terjadi kebakaran.

Sistem proteksi aktif adalah peralatan deteksi dan pemadam yang dipasang tetap atau tidak tetap, berbasis air, bahan kimia atau gas, yang digunakan untuk mendeteksi dan memadamkan kebakaran pada bangunan rumah sakit.

Sistem proteksi kebakaran pada ruang jenazah rumah sakit harus mengikuti Pedoman Teknis Prasarana Rumah Sakit, Sistem Proteksi Kebakaran Aktif dan Pedoman Teknis Prasarana Rumah Sakit, Sistem Keselamatan Jiwa yang diterbitkan Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Kementerian Kesehatan, dan mengikuti SNI terkait.

(23)

Suatu instalasi proteksi petir dapat melindungi semua bagian dari bangunan rumah sakit, termasuk manusia yang ada di dalamnya, dan instalasi serta peralatan lainnya terhadap bahaya sambaran petir.

Proteksi petir pada ruang-ruang penunjang operasional harus mengikuti SNI terkait.

c. Proteksi Kelistrikan

Sistem instalasi listrik dan penempatannya harus mudah dioperasikan, diamati, dipelihara, tidak membahayakan, tidak mengganggu, dan tidak merugikan lingkungan, komponen bangunan dan instalasi lain.

Perencanaan, pengoperasionalan, dan pemeliharaan instalasi listrik harus sesuai dengan Permenkes 1203 tahun 2011 tentang pedoman teknis istalasi listrik di rumah sakit dan Pedoman Umum Instalasi Listrik (PUIL) 2011.

d. Proteksi Struktur

Perencanaan struktur bangunan pada ruang jenazah rumah sakit harus dapat menjaga keselamatan bagi penggunannya.

Proteksi struktur pada ruang jenazah rumah sakit harus mengikuti Pedoman Teknis Bangunan aman dalam menghadapi kondisi darurat dan bencana yang diterbitkan Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Kementerian Kesehatan dan SNI terkait.

e. Sarana Evakuasi

Setiap ruang jenazah rumah sakit harus menyediakan sarana evakuasi bagi orang yang berkebutuhan khusus termasuk penyandang cacat.

Sarana Evakuasi pada ruang jenazah rumah sakit harus mengikuti Pedoman Teknis Prasarana Rumah Sakit, Sarana Keselamatan Jiwa yang diterbitkan Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Kementerian Kesehatan dan SNI terkait.

2. Persyaratan Kesehatan

(24)

Hubungan Tekanan dan Ventilasi secara umum dari area tertentu di ruang jenazah rumah sakit (sumber pedoman teknis prasarana rumah sakit, system instalasi tata udara)

Fungsi Ruangan Hubungan tekanan terhadap area bersebelahan Pertukaran udara dari luar per jam minimum (a) Total pertukaran udara per jam minimum (b) Seluruh udara di buang langsung ke luar bangunan Resirkulasi udara di dalam unit ruangan Autopsy © N 2 12 Ya Tidak Pendaftaran dan ruang tunggu N 2 6 Ya Pilihan Ruangan memandikan jenazah dan dekontaminasi . N 2 6 Ya Tidak Gudang peralatan

± 2 (Pilihan) 2 Pilihan Pilihan

Kamar mandi N Pilihan 10 Pilihanf Tidak

P = Positif. N = Negatif, E = sama, ± = kontrol langsung secara terus menerus di butuhkane

a)

Ventilasi sesuai standar ASHRAE 62-1989, ventilasi untuk kualitas udara di dalam bangunan yang dapat diterima, harus digunakan untuk area yang laju ventilasi spesifiknya tidak diberikan. Apabila persyaratan udara luar lebih tinggi seperti yang disebut pada standar 62 dari yang ada pada oren 3, nilai yang tertinggi harus diambil.

b)

Total pertukaran udara yang ditunjukkan harus dipasok atau apabila disyaratkan harus dibuang.

c)

Tubuh yang didinginkan di ruangan hanya ada fasilitas untuk melakukan otopsi di lokasi dan menggunakan ruang untuk jangka pendek sambil menunggu tubuh yang akan dipindahkan.

Setiap bangunan ruang jenazah rumah sakit harus mempunyai ventilasi alami dan atau ventilasi mekanik/buatan sesuai dengan fungsinya.

Sistem ventilasi pada ruang jenazah rumah sakit harus mengikuti Pedoman Teknis Prasarana Rumah Sakit, Sistem Instalasi Tata Udara yang diterbitkan Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Kementerian Kesehatan dan SNI 03-6572-2001 atau edisi terbaru.

b. Sistem Pencahayaan

Setiap rumah sakit untuk memenuhi persyaratan sistem pencahayaan harus mempunyai pencahayaan alami dan/atau pencahayaan buatan/ mekanik, termasuk pencahayaan darurat sesuai dengan fungsinya.

c. Sistem Sanitasi

Persyaratan Sanitasi Rumah Sakit dapat dilihat pada Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004, tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

(25)

Sistem Plambing air bersih/minum, air buangan, air kotor, dan air hujan mengikuti persyaratan teknis sesuai SNI 03-6481-2000 atau edisi terbaru, Sistem Plambing 2000.

Persyaratan Pengolahan dan Pembuangan Limbah Rumah Sakit dalam bentuk padat, cair dan gas, baik limbah medis maupun non-medis dapat dilihat pada Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004, tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

d. Bahan Bangunan

Bahan bangunan yang dipakai pada ruang jenazah rumah sakit harus bahan yang ramah lingkungan dan tidak mengganggu pelayanan pada ruang-ruang tersebut. Bahan bangunan yang digunakan harus memenuhi SNI terkait.

3. Persyaratan Kenyamanan a. Ruang Gerak

Penataan ruangan dan peralatan pada ruang tersebut harus memungkinkan kenyamanan gerak bagi para pengguna ruang jenazah rumah sakit

b. Kondisi Termal

Untuk kenyamanan termal dalam ruang di dalam bangunan rumah sakit harus mempertimbangkan temperatur dan kelembaban udara.

Untuk mendapatkan tingkat temperatur dan kelembaban udara di dalam ruangan dapat dilakukan dengan alat pengkondisian udara yang mempertimbangkan :

- fungsi bangunan rumah sakit/ruang, jumlah pengguna, letak geografis, orientasi bangunan, volume ruang, jenis peralatan, dan penggunaan bahan bangunan;

- kemudahan pemeliharaan dan perawatan; dan

- prinsip-prinsip penghematan energi dan ramah lingkungan c. Pandangan

Penataan ruangan dan komponen bangunan pada ruang jenazah rumah sakit harus meningkatkan kenyamanan pandangan para pengguna.

(26)

Kenyamanan terhadap kebisingan adalah keadaan dengan tingkat kebisingan yang tidak menimbulkan gangguan pendengaran, kesehatan, dan kenyamanan bagi seseorang dalam melakukan kegiatan.

Kenyamanan terhadap getaran adalah suatu keadaan dengan tingkat getaran yang tidak menimbulkan gangguan bagi kesehatan dan kenyamanan seseorang dalam melakukan kegiatannya.

Getaran dapat berupa getaran kejut, getaran mekanik atau getaran seismik baik yang berasal dari penggunaan peralatan atau sumber getar lainnya baik dari dalam bangunan maupun dari luar bangunan.

Tingkat kebisingan berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996, untuk lingkungan kegiatan rumah sakit adalah 55 dB(A)

4. Persyaratan Kemudahan a. Hubungan Antar Ruang

Kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam ruang jenazah rumah sakit meliputi tersedianya fasilitas (pintu, koridor, ram, tangga) dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyaman bagi orang yang berkebutuhan khusus, termasuk penyandang cacat.

Arah bukaan daun pintu dalam suatu ruangan dipertimbangkan berdasarkan fungsi ruang dan aspek keselamatan.

b. Aksesibilitas Penyandang Cacat

Setiap ruang jenazah rumah sakit, harus menyediakan fasilitas dan aksesibilitas untuk menjamin terwujudnya kemudahan bagi penyandang cacat dan lanjut usia masuk dan keluar ke dan dari bangunan RS serta beraktivitas dalam bangunan RS secara mudah, aman, nyaman dan mandiri.

Fasilitas dan aksesibilitas meliputi toilet, telepon umum, jalur pemandu, rambu dan marka, pintu, ramp, tangga, dan lif bagi penyandang cacat dan lanjut usia. c. Kelengkapan Sarana dan Prasarana

(27)

Guna memberikan kemudahan bagi pengguna bangunan ruang jenazah rumah sakit untuk beraktivitas di dalamnya, setiap bangunan RS untuk kepentingan umum harus menyediakan kelengkapan prasarana dan sarana pemanfaatan bangunan RS, meliputi: ruang ibadah, toilet, tempat parkir, tempat sampah, serta fasilitas komunikasi dan informasi.

Penyediaan prasarana dan sarana disesuaikan dengan fungsi dan luas bangunan RS, serta jumlah pengguna bangunan RS.

(28)

BAB IV PENUTUP

Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Jenazah diharapkan dapat digunakan sebagai rujukan oleh pengelola bangunan rumah sakit, penyedia jasa konstruksi, instansi Dinas Kesehatan, Pemerintah Daerah, dan instansi terkait dengan kegiatan pengaturan dan pengendalian penyelenggaraan pembangunan bangunan rumah sakit dalam pencegahan dan penanggulangan serta menjamin keamanan dan keselamatan bangunan rumah sakit dan lingkungan terhadap bahaya penyakit.

Persyaratan-persyaratan yang lebih spesifik dan atau yang bersifat spesifik, serta penyesuaian Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Kamar Jenazah oleh masing-masing daerah disesuaikan dengan kondisi dan kesiapan kelembagaan daerah.

Bagi daerah yang belum dapat melaksanakan keseluruhan pedoman teknis ini mempunyai kewajiban untuk menerbitkan pedoman teknis ruang jenazah rumah sakit yang sesuai dengan kondisi dan kesiapan daerah tersebut.

Sebagai pedoman/ petunjuk pelengkap, dapat digunakan Standar Nasional Indonesia (SNI) terkait lainnya.

(29)

DAFTAR PUSTAKA

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 36 Tahun 2005, tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002, tentang Bangunan Gedung. 4. Peraturan Kementerian Kesehatan RI Nomor 340/MENKES/PER/III/2010 tentang

Klasifikasi Rumah Sakit.

5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No : 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

6. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No : 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.

7. Joanna R. Fuller, Surgical Technology, Principles and Practice, Saunders.

8. American Society of Heating, Refrigerating and Air Conditionign Engineers, Handbook, Applications, 1974 Edition, ASHRAE.

9. American Society of Heating, Refrigerating and Air Conditioning Engineers, HVAC Design Manual for Hospitals and Clinics, 2003 edition, ASHRAE.

10. G.D. Kunders, Hospitals, Facilities Planning and Management, Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited, 2004.

11. Ernst Neufert (Alih Bahasa : Sjamsu Amril), Data Arsitek, Edisi kedua, Jilid 1, Penerbit Erlangga, 1995.

12. Kementerian Kesehatan RI, Ditjen. Bina Upaya Kesehatan, Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit, 2012.

(30)

LAMPIRAN A. PROGRAM RUANG DAN GAMBAR

1. Kebutuhan Ruangan, Fungsi dan Luasan Ruangan serta Kebutuhan Fasilitas Ruang Jenazah

No. Nama Ruangan Fungsi Ruangan Besaran Ruang /

Luas Kebutuhan Fasilitas RS A RS B RS C RS D 1. Ruangan Administrasi melaksanakan kegiatan administrasi, keuangan dan personalia.

3~5 m2/ petugas

(min. 6 m2)

Meja, kursi, lemari berkas/arsip, intercom/telepon. + + + + 2. Ruangan penyimpanan / lemari pendingin jenazah. Tempat penyimpanan/ pendingin Jenazah 1 lemari pendingin memerlukan ruangan min. 21 m2 Lemari pendingin jenazah, washtafel, brankar + + + + 3. Ruangan transit Jenazah

Tempat transit jenazah

sebelum dibawa pulang Min. 9 m2

Lemari pendingin jenazah, washtafel, brankar

+ + +

Ruang Pemulasaraan Jenazah

4. Ruangan Membersihkan dan Memandikan Jenazah tempat memandikan/ membersihkan jenazah

Min. 9 m2 Shower dan sink, brankar, lemari/rak alat dekontaminasi + + + + 5. Ruangan Pemulasaraan Jenazah pemulasaraan jenazah (pengkafanan untuk jenazah muslim/ pengawetan & pemulasaraan lainnya untuk jenazah non-muslim) . Min. 18 m2 lemari perlengkapan pemulasaraan + + + 6. Ruangan Tunggu Keluarga Jenazah keluarga jenazah menunggu 1~1,5 m2/ orang (min. 12 m2)

Tempat duduk, televisi

& Telp umum + + + +

7.

Ruang Duka

(dilengkapi toilet)

menyemayamkan jenazah sementara sebelum dibawa pulang. Dilengkapi dengan ruang hias, ruang tidur penunggu keluarga.

Min. 30 m2/

ruang duka Kursi, perlengkapan ruang tidur, toilet beserta fasilitasnya. + + ± ± 8. Gudang perlengkapan Ruang Duka penyimpanan perlengkapan yang diperlukan pada ruang duka.

Min. 9 m2

Lemari/rak, kursi, meja, penyangga jenazah, peti mati, mimbar, alat2 upacara

(31)

keagamaan, dll

Ruang Pemeriksaan Forensik

9.

Ruangan pemeriksaan dalam (otopsi) dan rekonstruksi jenazah.

Tempat dokter forensik melakukan kegiatan pemeriksaan dalam (otopsi) dan rekonstruksi jenazah

Min. 24 m2 untuk satu meja otopsi.

Lemari alat, lemari barang bukti, meja periksa organ, timbangan organ, shower dan sink, brankar, lemari/rak alat dekontaminasi, dll + + - -10. Laboratorium kedokteran forensik

tempat dokter forensik melakukan kegiatan pemeriksaan lab sederhana terhadap jenazah

Min. 24 m2

Lemari alat, lemari barang bukti, meja periksa organ, timbangan organ, shower dan sink, brankar, lemari/rak alat dekontaminasi, dll

+

Ruang Penunjang Lainnya

11.

Ruangan Ganti Pakaian APD

(dilengkapi dengan toilet)

tempat Ganti pakaian petugas sebelum dan sesudah melakukan kegiatan otopsi.

Sesuai Kebutuhan

Toilet, Loker/ lemari pakaian bersih dan kontainer pakaian kotor

+ + + +

12. Kamar Pegawai Penerima Jenazah

tempat pegawai penerima jenazah bekerja dan melakukan kegiatan perencanaan dan manajemen.

Min. 6 m2

Kursi, meja, computer, printer, dan peralatan kantor lainnya. + + + + 13. Ruangan Kepala Ruang Jenazah

tempat kepala Instalasi bekerja dan melakukan kegiatan perencanaan dan manajemen.

Min. 6 m2

Kursi, meja, computer, printer, dan peralatan kantor lainnya.

+ +

14. Ruangan Petugas Ruang Jenazah

tempat petugas bekerja dan melakukan kegiatan perencanaan dan manajemen.

Min. 6 m2

Kursi, meja, computer, printer, dan peralatan kantor lainnya.

+ + +

15. Ruangan Jemur Alat

Ruang pengeringan/ jemur alat-alat/ perabot yang telah digunakan. 12 m2 Rak, wastafel + + ± ± 16. Ruangan Arsipdan Gudang Ruang jenazah

penyimpanan arsip dan alat-alat serta perabot yang diperlukan pada instalasi pemulasaraan jenazah.

Min. 9 m2 Lemari/rak + + + ±

17. Ruangan Rapat Tempat rapat petugas ruang jenazah

Sesuai

(32)

18. Ruangan Pendidikan

Tempat pendidikan para

dokter Sesuai kebutuhan Meja, kursi, komputer + ± -

-19.

Ruangan Komputer dan Media Informasi

Tempat IT

Sesuai kebutuhan Peralatan IT + ± -

-20. KM/WC petugas/

pengunjung KM/WC

@ KM/WC pria/wanita luas 2

m2– 3 m2

Kloset, wastafel, kran

air/ shower + + + +

21. Garasi Kereta Jenazah

Tempat parkir kereta

jenazah Sesuai kebutuhan

Ruang terbuka

dengan penutup atap + + + +

Note: Kebutuhan ruangan baik luas maupun jenis tergantung kebutuhan pelayanan rumah sakit.

(33)
(34)
(35)

Referensi

Dokumen terkait

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011, Pedoman pelayanan kefarmasian untuk terapi antibiotik, Direktorat Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan,

Direktorat Jenderal Pelayanan Medis, Pedoman Pengelolaan Rekam Medis di Indonesia, Resivi 1, Jakarta 19972. Keputusan Dirjen Pelayanan Medik no 78/Yan med/RS

Analisis ini mengacu pada Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Umum Kelas A yang diselaraskan dengan Pedoman Teknis Bangunan Fasilitas Rehab Medik dan Peraturan

Pada malam hari, bangunan ruang gawat darurat akan merupakan pintu masuk utama ke rumah sakit bagi masyarakat yang memerlukan pelayanan kesehatan.. Direktorat Bina

Ketentuan mengenai perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan bangunan dan prasarana utilitas pada Ruang ICU mengikuti “Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Perawatan

Persyaratan Teknis Bangunan Ruang Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Kelas D mengacu pada “Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Gawat Darurat” yang telah diterbitkan oleh Direktorat

2016, No.1197 -17- Bagian Kedelapan Petunjuk, Persyaratan Teknis dan Sarana Evakuasi Saat Terjadi Keadaan Darurat Pasal 29 1 Setiap Bangunan Rumah Sakit harus menyediakan sarana

Pedoman-Pedoman Pedoman Teknis Dibidang Bangunan dan Sarana Rumah Sakit | 9 BAB III ANALISIS KONDISI UMUM Analisis Kondisi Umum dalam Pekerjaan Penyusunan Rencana Induk/ Master Plan