• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA SIKAP DAN POLA TINDAK PENGGUNAAN TELEPON SELULER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POLA SIKAP DAN POLA TINDAK PENGGUNAAN TELEPON SELULER"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

Sebagai informasi awal, ternyata di sekolah atau di SMU Negeri 1 Mukomuko, ada peraturan bahwa siswa dilarang membawa telepon seluler (ponsel) di sekolah atau tidak boleh mengaktifkan telepon seluler pada saat proses belajar mengajar. seperti yang dikatakan kepala sekolah berikut:

”Sejak siswa banyak membawa ponsel di sekolah, banyak guru yang mengeluh bahwa di kelas kehadiran ponsel sangat menganggu proses belajar mengajar, karena siswa mengaktifkan ponsel sehingga sesama siswa terkadang ada yang saling miscall dikelas. Disamping itu, dikhwatirkan akan menimbulkan cemburu sosial bagi siswa yang belum punya ponsel. Belum lagi laporan dari siswa yang mengatakan ponsel mereka hilang di sekolah. Nah, hal-hal seperti ini lah yang mendorong kami membuat aturan siswa tidak boleh membawa ponsel di sekolah. Tentunya ada sanksi yang kami berikan jika peraturan tersebut dilanggar”. Namun begitu, masih banyak juga siswa yang membawa telepon seluler ke sekolah. Hal itu nampak pada saat waktu istirahat, di mana banyak siswa yang mengelompok disuatu tempat di sekolah dengan telepon seluler di tangan masing-masing. Mereka seolah-olah tidak mau tahu dengan peraturan sekolah tersebut ataupun beralasan bahwa pada waktu istirahat peraturan sekolah tidak melarang menggunakan telepon seluler.

Masih berhubungan dengan peraturan sekolah tadi, pada saat pengisian kuesioner pun, sebagian siswa ada yang menganggap bahwa penelitian ini adalah salah satu bentuk razia telepon seluler. Akibatnya, banyak siswa pada awalnya mengaku tidak punya telepon seluler. Namun, dengan pendekatan dan penjelasan yang peneliti berikan bahwa penelitian ini tidak ada hubungannya dengan peraturan sekolah, akhirnya para siswa mau mengisi kuesioner penelitian. Sehingga didapat 109 orang yang memiliki telepon seluler di SMU Negeri 1 Mukomuko yang tersebar dalam 15 kelas, mulai dari kelas 1 sampai kelas 3.

Data atau informasi yang didapat dari 109 orang siswa yang memiliki telepon seluler melalui kuesioner tersebut kemudian dipilih lagi untuk tahap wawancara terstruktur dan mendalam dengan individu. Pada tahap ini, dipilih 8 (delapan) orang informan dengan kriteria yang telah ditetapkan. Kriteria ditetapkan dengan tujuan untuk mempermudah penyaringan informasi kepada informan–informan yang mewakili seluruh responden yang telah mengisi kuesioner dalam tahap pertama penelitian ini. Data mengenai informan yang

(2)

dipilih diambil berdasarkan informasi yang diperoleh dari kuesioner. Adapun kriteria-kriteria dan identitas informan yang terpilih dapat dilihat dalam tabel berikut ini:

Tabel 28 Kriteria dan Nomor Informan Pada Wawancara mendalam dengan Individu

No Kriteria Nomor Informan

1 Uang saku tinggi 003

2 Uang saku rendah 074

3 Pendapatan orang tua rendah 024

4 Pendapatan orang tua tinggi 100

5 Lama punya telepon seluler 059

6 Baru punya telepon seluler 034

7 Domisili dalam Kota Mukomuko 092

8 Domisili luar Kota Mukomuko 071

Namun begitu, setiap informan pada dasarnya memiliki lebih dari salah satu kriteria yang telah ditetapkan dalam kriteria di atas. Hal ini disebabkan karena setiap informan mendapat pertanyaan yang sama dalam pengisian kuesioner sehingga pada sebuah kriteria tertentu terdapat beberapa informan yang memiliki kriteria yang sama. Jadi untuk mempermudah penyaringan informasi penelitian, maka diambil salah satu informan dari kriteria yang telah ditetapkan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 29:

Tabel 29 Sebaran Informan pada Wawancara Individu Berdasarkan kriteria Uang Saku, Pendapatan Orang tua, Kepemilikan Telepon Seluler dan domisili.

Uang Saku Pendapatan

Orang tua Kepemilikan Telepon seluler Domisili No Informan

Tinggi Rendah Tinggi Rendah Lama Baru Dalam

Kota Luar Kota 003 X X X X 074 X X X X 024 X X X X 100 X X X X 059 X X X X 034 X X X X 092 X X X X 071 X X X X Jumlah 5 3 6 2 7 1 6 2

Setiap informan pada saat berlangsungnya wawancara tidak mengetahui kriteria yang telah ditetapkan pada mereka. Hal ini sengaja dilakukan karena apabila informan tahu bahwa kriteria yang melekat padanya adalah baik,

(3)

barangkali akan mempengaruhi informasi yang diberikan kepada peneliti, misalnya informasi yang terlalu dilebih-lebihkan, begitu juga sebaliknya.

Kemudian, ada informasi yang menarik peneliti dapat dari beberapa siswa bahwa bagi siswa di sekolah tersebut ternyata istilah wawancara agak menjadi momok atau ada rasa enggan setelah mendengar istilah tersebut. Hal ini disebabkan hampir disetiap mata pelajaran di sekolah kecuali mata pelajaran eksak, selalu mengadakan ujian dengan sistem wawancara atau ujian lisan. Menurut informasi dari beberapa siswa, ujian wawancara tersebut kurang disenangi siswa, karena di samping harus menjawab lisan, siswa juga dituntut untuk selalu berbahasa Indonesia. Berbahasa Indonesia yang baik dan benar yang harus digunakan di kelas menurut beberapa siswa menimbulkan suasana kaku dan formal. Sehingga dalam wawancara dengan individu dalam penelitian ini menggunakan bahasa ibu atau bahasa daerah setempat.

Informasi dari beberapa siswa itulah kemudian mendorong peneliti mencari istilah yang tepat agar mereka bersedia menjadi informan. Sehingga jalan keluarnya, sebelum mengisi kuesioner pada tahap pertama dalam penelitian ini disetiap kelas, peneliti menjelaskan bahwa tahap selanjutnya yang akan dilakukan adalah bincang-bincang santai (bukan istilah wawancara) bagi siswa yang terpilih dan mohon kesediaan mereka. Maka dari itu, ketika menghubungi siswa untuk wawancara, peneliti menggunakan istilah bincang-bincang santai dengan menentukan jadwal dan tempat yang disepakati. Sehingga untuk proses wawancara individu dalam penelitian ini dilakukan ditempat-tempat yang santai supaya suasana wawancara tidak terkesan kaku dan informasi yang diberikan lebih mendalam.

Pola Sikap

Pola sikap informan menggunakan telepon seluler di Kabupaten Mukomuko sangat menarik untuk diperhatikan. Ada dua sumber informasi yang didapat informan tentang telepon seluler yaitu dari media massa dan komunikasi antar pribadi. Ikut-ikutan, gaya/trend, gengsi dan merek, bentuk dan harga telepon seluler merupakan hal-hal yang paling masuk akal yang dapat mendorong informan menggunakan telepon seluler. Seperti yang dikatakan Informan 003:

“Saya siswa pindahan dari Kota Bengkulu. Sejak kelas 2 SMP saya sudah punya ponsel. Sebenarnya dulu itu saya merasa minder kalau melihat teman-teman di kelas saya hampir semua punya ponsel. Sepupu

(4)

saya pun, masih kelas 6 SD sudah punya ponsel. Jadi saya merasa malu kalau tidak punya telepon seluler, takut dikatakan ketinggalan zaman oleh teman-teman. Padahal waktu itu saya tinggal di Kota Bengkulu. Di samping itu, Lidia, tetangga saya sudah punya ponsel sejak kelas 1 SMP. Waktu bertemu ia selalu menggunakan ponselnya yang membuat saya iri. Menurut saya, kalau seseorang punya ponsel artinya seseorang itu bisa mengikuti perkembangan zaman dan ponsel sekarang ini bisa sebagai simbol pergaulan”.

Informan 024 juga merasa minder dihadapan teman-temannya ketika belum punya telepon seluler. Seperti yang diceritakannya dibawah ini :

“Di sekolah, saya punya teman akrab 4 orang. Semua teman saya sejak adanya tower Telkomsel dan Indosat di sini sudah punya ponsel. Terus terang, kalau berkumpul dengan mereka di sekolah atau di luar sekolah, saya merasa orang kuno atau gagap teknologi. Kalau bikin janji, teman-teman bisa lewat SMS, sedangkan saya kadang-kadang saja dihubungi, itu pun secara langsung. Dua minggu setelah itu, saya memberanikan diri meminta ponsel kepada orang tua saya. Walaupun saya tahu persis penghasilan orang tua. Akhirnya dibelikan namun dengan syarat uang saku tidak akan ditambah untuk membeli pulsa”.

Sementara itu, informan 092 mengaku bahwa ia memiliki telepon seluler sebulan setelah tower didirikan. Jadi sebelumnya, ia hanya bisa menyaksikan teman-teman di sekolah yang lebih awal punya telepon seluler. Sehingga akhirnya keinginan untuk sama dengan teman yang lain tercapai dengan memilki telepon seluler. Ia merasa jauh tertinggal dari teman-teman di sekolah, sehingga ia dengan mudah menjawab:

“Kalau tidak punya ponsel berarti tidak gaul. Sekarang ini dunia sudah maju. Teman-teman bisa punya telepon seluler kenapa saya tidak? Toh saya sangat yakin orang tua mampu membelikannya buat saya”.

Tidak berbeda jauh dari informan 092, informan 034 bercerita bahwa ia memiliki telepon seluler karena banyak remaja disekitar tempat tinggalnya yang punya telepon seluler. Namun ia menyadari sepenuhnya bahwa kepemilikan telepon selulernya seperti sekarang ini bukanlah suatu kebutuhan yang harus dipenuhi. Ia sadar betul bahwa telepon seluler bukanlah barang murah bagi keadaan ekonomi keluarganya yang tergolong rendah karena orang tuanya hanya petani biasa, di samping itu perawatan telepon seluler membutuhkan biaya yang banyak. Namun karena minder dengan teman-teman yang telah lebih dulu punya telepon seluler maka ia merasa harus punya telepon seluler juga. Seperti yang diungkapkannya sebagai berikut:

“Di Tanah rekah, kampung saya, banyak teman-teman yang sudah memiliki ponsel. Padahal mereka itu umumnya tidak sekolah lagi dan tidak punya pekerjaan tetapi punya ponsel. Sedangkan saya, yang sudah

(5)

di anggap maju dari mereka belum punya ponsel. Hal ini membuat saya merasa jauh ketinggalan dari teman-teman di kampung. Apalagi di sekolah, teman-temannya yang punya ponsel jauh lebih banyak jumlahnya. Saya suka merasa minder punya teman yang punya ponsel. Ketika kami sedang berkumpul waktu jam istirahat, atau kalau kebetulan guru tidak ada, mereka berbicara seputar ponsel. Saya kadang meninggalkan mereka begitu saja karena saya minder. Padahal saya tahu betul pendapatan orang tua saya kecil karena hanya sebagai petani. Namun, untuk bisa sejajar dengan teman-teman di sekolah ataupun yang ada dilingkungan rumah, saya meminta ponsel pada orang tua. Alasan saya waktu itu, agar mudah menghubungi saudara-saudara yang jauh dan tidak perlu lagi mengirim surat untuk mereka. Sudah dua bulan ini saya punya ponsel, rasanya lebih percaya diri”.

Informan 071 juga mengaku bahwa pengaruh besar datang dari teman-teman di sekolah. Walaupun informan berdomisili di luar Kota Mukomuko, di mana pada awal berdirinya tower, sinyal belum ada di daerahnya. Namun sekarang sudah terdapat sinyal telepon seluler. Kondisi ini juga yang mendorongnya ingin sekali mempunyai telepon seluler pada waktu itu. Sehingga walaupun tidak dari awal atau sekitar 2 minggu belum punya telepon seluler sejak berdirinya tower di Kota Mukomuko, ia merupakan orang pertama dan 2 orang lainnya di kelompoknya yang punya telepon seluler. Walaupun saat pertama punya telepon seluler menurutnya dengan tipe agak kuno dibanding mode sekarang, namun ia bangga menjadi pelopor pengguna telepon seluler di sekolah maupun di kelompoknya. Seperti yang diungkapkannya sebagai berikut:

”Awalnya dulu di tempat tinggal saya belum ada sinyal ponsel. Dan masyarakat disekitar tempat tinggal saya belum ada yang mempunyai ponsel seperti sekarang ini. Namun, ketika di sekolah, saya merasa ketinggalan sekali dari teman-teman yang memiliki telepon seluler. Akhirnya walaupun ditempat tinggal saya pada waktu itu belum terdapat sinyal, ponsel yang dibelikan oleh orang tua saya lebih sering saya gunakan ketika ke sekolah atau pada kegiatan apa saja dikota Mukomuko”.

Informan 100 lebih unik lagi, justru ia punya telepon seluler karena melihat orang tua dan kakaknya sudah punya telepon seluler. Di samping itu teman-teman di sekolah sudah banyak yang punya telepon seluler. Berikut kutipannya:

”Hampir setiap hari saya selalu meminjam ponsel kakak atau orang tua saya ketika saya ada janji berkumpul dengan teman-teman. Pernah juga saya bawa ponsel tersebut kesekolah. Kalau tidak punya ponsel rasanya kurang gaul dari teman-teman. Walaupun minjam yang penting percaya diri. Karena orang tua dan kakaknya sering merasa terganggu, saya meminta kepada orang tua untuk dibelikan ponsel. Akhirnya sekarang

(6)

saya punya ponsel sendiri. Saya merasa lebih nyaman karna tidak meminjam lagi statusnya.

Namun begitu, sama dengan informan 071, ia adalah orang pertama dalam kelompoknya yang memiliki telepon seluler dibandingkan teman-teman yang lain.

Di samping itu, ada juga dari informan yang mengatakan bahwa kepemilikan telepon seluler mereka bukan disebabkan karena melihat orang-orang disekelilingnya sudah banyak menggunakan telepon seluler. Seperti halnya informan 094 mengatakan:

” Saya suka sekali melihat sinetron atau acara-acara remaja di televisi. Sepertinya kok hidupnya enak sekali dengan gaya yang tendy. Saya memperhatikan gaya hidup remaja seperti tipe telepon seluler yang banyak dipakai remaja tersebut. Dulu saya suka sekali dengan tipe ponsel yang dipakai Cinta dalam sinetron Ada Apa Dengan Cinta di RCTI. Sehingga saya meminta ponsel kepada orang tua dengan tipe tersebut. Di kalangan teman-teman tipe Nokia 6600 pada waktu itu belum ada yang punya”.

Sejalan dengan pendapat tersebut, informan 059 mengaku semenjak sudah berdirinya tower di Mukomuko, ia langsung memiliki telepon seluler. Jadi bukan karena teman-teman dan masyarakat umum yang sudah memilikinya. Dengan kata lain, ia merasa sebagai pelopor pengguna telepon seluler di kalangan teman-teman dirumah maupun di sekolah juga dikelompoknya.

”Justru saya yang menjadi panutan teman-teman dalam hal pemakaian ponsel di sekolah maupun di sekitar tempat tinggal saya”, begitu diungkapkan informan 059.

Sekarang ini nampaknya fungsi telepon seluler sudah mulai bergeser dari mulanya sebagai sarana komunikasi sampai kepada sarana untuk menambah gaya dalam pergaulan remaja. Hal ini sejalan dengan pendapat Hamzah (2005) yang mengatakan bahwa selain sebagai kebutuhan, kepemilikan telepon seluler juga menjadi bagian dari gaya hidup (lifestyle), baik masyarakat kota maupun desa. Dengan harga yang terjangkau, seseorang bisa menggunakan telepon seluler dengan leluasa. Seperti yang diutarakan oleh informan 071 bahwa fungsi telepon seluler yang paling utama adalah untuk gaya, baru yang kedua untuk sarana komunikasi. Informan 071 berpendapat:

“Siapa pun yang punya ponsel, walaupun ada atau tidak punya pulsa yang penting kalau sudah membawa ponsel saja itu sudah cukup dan bisa untuk gaya. Sedangkan kalau saat butuh menghubungi seseorang agar cepat dan mudah barulah fungsi ponsel sebagai sarana komunikasi.

(7)

Fungsi lainnya adalah sebagai sahabat, tempat mencurahkan isi hati dan canggih, bisa menemani kemana-mana”.

Informan 024 mengatakan telepon seluler fungsinya untuk gaya-gayaan saja agar dilihat oleh teman-teman. Seperti yang diungkapkan informan 024 berikut:

“Sekarang ini casing telepon seluler banyak yang murah dan beraneka warna, mudah sekali menyesuaikan dengan warna baju. Telepon seluler ini menjadi kebanggan saya ketika bergaul dengan teman-teman”.

Namun menurut informan 074, informan 003 fungsi telepon seluler yang utama justru sebagai alat komunikasi, untuk gaya barangkali tidak diutamakan dan diperlukan pada saat tertentu saja jika sedang berkumpul dengan sesama teman yang punya telepon seluler. Seperti yang diungkapkannya berikut:

“Bagi saya telepon seluler penting untuk alat komunikasi baik dengan teman, saudara dan orang tua. Karena fasilitas yang ada dalam ponsel itu sendiri memang untuk komunikasi seperti untuk menelepon, kirim SMS. Tapi kalau sedang berkumpul dengan teman-teman yang kebetulan punya telepon seluler, rasanya ponsel lebih pas untuk gaya-gayaan saja. Misalnya, saya lebih bangga punya ponsel yang pakai kamera, karena masih jarang teman-teman yang punya seperti itu.

Begitu juga informan 034 dan informan 059 menilai fungsi utama telepon seluler sebagai sarana komunikasi. Kalaupun ada remaja menggunakan untuk gaya, hal itu wajar-wajar saja karena menurutnya remaja biasa ingin selalu tampil gaya apalagi dengan hal yang masih baru dilingkungannya. Informan 092 mengatakan bahwa:

“Ponsel itukan bisa dibawa kemana-mana, jadi fungsi ponsel yang utama adalah sebagai alat komunikasi karena bisa menghubungi dan dihubungi orang di manapun seseorang itu berada. Selain itu ponsel bisa meningkatkan rasa percaya diri dalam pergaulan dan sebagai alat canggih yang bisa dijadikan teman untuk mencurahkan isi hati ”.

Barangkali sudah menjadi sifat manusia pada umumnya, karena semua informan tidak mau dikatakan ketinggalan jaman oleh pergaulannya terkait dengan kepemilikan telepon seluler. Seperti yang pendapat informan 003, ia menilai bahwa orang yang ketinggalan jaman adalah orang yang tidak mengerti teknologi baru bahkan tidak pernah mencobanya. Jadi dia mengaku bukan termasuk golongan itu. Karena informan 003 adalah siswa pindahan dari Kota Bengkulu jadi sejak SMP dia sudah menggunakan telepon seluler sehingga dia merasa sudah lebih maju disbanding teman-teman lainnya. Hal senada diungkapkan informan 024, dia bukan orang yang gagap teknologi jadi tidak mau

(8)

ketinggalan jaman dan ia merasa selama ini sudah bisa mengikuti perkembangan gaya remaja. Seperti yang diungkapkan informan 024:

“Siapa pun pasti tidak mau dikatakan ketinggalan termasuk saya. Menurut saya, agar tidak dikatakan ketinggalan zaman perlu memakai ponsel dalam pergaulan. Pastilah teman-teman menganggap saya hebat karena bisa bergaya seperti remaja gaul pada umumnya”.

Informan 074 dan 059 mempunyai pendapat yang hampir sama bahwa walaupun mereka tinggal di Kota Mukomuko bukan kota besar, namun mereka tahu perkembangan zaman. Buktinya sekarang ia lebih dahulu punya telepon seluler semenjak 2 tahun (dari tahun 2004) lalu di kelas ataupun dikelompoknya. Menurut mereka, orang yang punya telepon seluler adalah orang yang paham mode dan orang yang modern. Jadi tidak boleh dikatakan ketinggalan jaman.

Sementara itu menurut informan 092, dia tidak mau dikatakan ketinggalan jaman karena merasa sudah mengikuti trend remaja yang sudah berkembang saat ini. Selain itu ia merasa orang lain punya telepon seluler kenapa dia tidak. Namun, menurutnya, ketinggalan jaman itu bukan hanya dilihat dari punya telepon seluler atau tidak. Barangkali mode atau tipe telepon seluler seseorang dapat dikatakan ketinggalan zaman karena masih menggunakan tipe telepon seluler yang lama. Informan 034 juga tidak mau dikatakan ketinggalan jaman, karena dia sekarang sudah punya telepon seluler walaupun masih terbilang baru yaitu baru dua bulan ini. Informan 071 dan informan 100 malah yakin betul, tidak ada yang mengatakan dirinya ketinggalan jaman karena dirinya selalu mengakses media massa, tahu perkembangan mode, dan orang tuanya mampu membeli telepon seluler untuknya sehingga predikat ketinggalan jaman mustahil ada padanya.

Begitu juga seandainya kalau tidak punya telepon seluler. Informan 024 merasa teman-teman dikelompoknya akan menjauhinya, karena teman-teman sudah banyak yang memakai telepon seluler. Kalau belum punya berarti tidak keren dan tidak gaul atau rendah diri. Berbeda dengan pendapat di atas, informan 003 berpendapat bahwa teman-teman dikelompoknya bukanlah tipe orang yang memandang seseorang dari kepemilikan telepon seluler. Jadi tidak mungkin dijauhi oleh teman, seandainya belum punya telepon seluler. Informan 100 mengatakan hal yang sama, bahwa teman-temannya bukanlah tipe seperti itu. Artinya telepon seluler bukanlah ukuran sebuah persahabatan. Karena seperti sekarang ini, ada teman yang belum punya telepon seluler namun persahabatan mereka biasa-biasa saja, tidak terpengaruh oleh telepon seluler,

(9)

namun kalau tidak memiliki telepon seluler pasti merasa rendah diri. Kalau informan 071 cenderung menganggap dirinya lebih maju dari teman-temannya jadi tidak pernah berpikir akan dijauhi oleh kelompoknya dan merasa rendah diri.

Harga diri remaja berkembang dan terbentuk dari interaksinya dengan orang lain, melalui penghargaan penerimaan dan respon sikap yang baik dari orang lain secara terus menerus, sehingga ada asumsi yang mengatakan bahwa apabila seorang remaja mempunyai harga diri rendah, kemungkinan minat untuk membelinya terhadap telepon seluler akan tinggi, karena individu tersebut mudah untuk tidak percaya diri dan merasa tidak berharga jika tidak membeli apa yang dikonsumsi orang lain. Sebenarnya menurut informan 034, tidak pernah berpikir apabila tidak punya telepon seluler akan dijauhi oleh teman-temannya karena sebelum punya telepon seluler dulu teman-teman yang punya telepon seluler biasa-biasa saja dalam berteman. Hanya saja, informan sendiri yang merasa minder atau merasa rendah diri dari teman yang telah punya telepon seluler. Seperti yang diceritakan informan 034 berikut:

”Sebenarnya teman-teman biasa saja dalam bergaul walaupun saya belum punya ponsel, hanya saja mungkin perasaan saya saja yang terlalu berlebihan. Rasa minder dan rendah diri lah pokoknya, kalau lagi ngumpul dengan teman-teman yang punya ponsel”.

Informan 092 dan informan 059 berpendapat, bahwa teman dikelompoknya adalah tetap teman sejati. Kalau dalam berteman hanya memandang sebatas punya telepon seluler atau tidak dikhawatirkan pertemanan tidak akan berlangsung lama hanya sebatas hura-hura saja. Seperti sekarang ini, ada teman yang belum punya telepon seluler tetap diperlakukan biasa-biasa saja.

Hal yang berbeda dirasakan oleh informan 074, sering dia membayangkan ada teman dikelompoknya yang terlihat minder ketika sedang

berkumpul karena belum punya telepon seluler. Jadi dia berpikir apabila ia juga tidak punya telepon seluler pasti sangat minder dan tidak akan merasa cocok lagi dengan teman-teman lain. Seperti yang diutarakan berikut:

”Kadang maksud kami yang udah punya ponsel bukan untuk membuat teman yang belum punya ponsel harus merasa minder kalau lagi bincang-bincang tentang ponsel. mestinya wajar ajalah, nggak usah terlalu ditunjukkan seperti langsung pergi dari tempat duduk karena merasa minder”.

Ternyata bagi beberapa informan, telepon seluler bisa meningkatkan rasa percaya diri. Seperti dikatakan informan 024, dengan adanya telepon seluler dia merasa bisa bergabung dengan siapa saja dan tidak ketinggalan mode, ada

(10)

perasaan yang berbeda ketika membawa telepon seluler dihadapan teman-teman atau dengan kata lain rasa percaya diri meningkat dengan membawa telepon seluler. Begitu juga dengan informan 003, merasa percaya dirinya lebih meningkat apalagi berkaitan dengan bentuk/ model dan harga telepon seluler. Karena telepon seluler yang dimilikinya sekarang termasuk yang jarang dimiliki temannya atau tergolong telepon seluler mahal di kalangan teman-temannya. Seperti yang diungkapkan informan 003 berikut:

”Dalam kelas saya, cuma saya yang punya ponsel Nokia tipe 6600. Pakai kamera, games-nya keren dan banyak, lengkap dengan MP3 juga. Apalagi hasil fotonya bagus. Teman-teman di kelas sering minjam ponsel saya kalau mau foto-foto. Yang saya tahu, di sekolah masih jarang siswa yang pakai tipe ini”.

Informan 100 dan informan 074 lebih mengakui bahwa telepon seluler tidak lebih sebagai pelengkap penampilan. Namun, kalau memakai pakaian yang biasa-biasa saja namun menbawa telepon seluler, mereka merasa percaya diri. Senada dengan informan 100 dan informan 074, informan 071 mengatakan bahwa telepon seluler hanya sebagai pelengkap pakaian saja. Malah terkadang ada teman yang punya telepon seluler terbaru, ia malah malu dan merasa rendah diri serta tidak lagi percaya diri. Seperti yang diungkapkan informan 071 sebagai berikut:

”Ponsel sangat mendukung penampilan saya sehari-hari. Misalnya saya pakai pakaian yang biasa-biasa saja tapi memakai ponsel rasanya lebih percaya diri. Apalagi pakai pakaian yang bagus dan bermerek, ponsel mendukung gaya saya. Namun apabila saya sudah merasa percaya diri dengan ponsel saya, kemudian ada diantara teman saya yang punya ponsel mode terbaru, saya kok malah nggak pe-de lagi ya”.

Namun begitu, pendapat informan 059 dan informan 034 berbeda dengan di atas. Mereka mengatakan karena telepon seluler bukanlah satu-satunya alat yang bisa menimbulkan percaya diri. Karena teman-teman juga sudah banyak yang punya telepon seluler. Lain misalnya dulu kalau masih jarang yang menggunakan telepon seluler, mungkin rasa percaya diri bertambah. Sependapat dengan di atas, informan 092 berpendapat, telepon seluler tidak sepenuhnya sebagai sumber percaya diri. Menurutnya, penampilan yang keren lebih menambah percaya diri. Namun, barangkali rasa percaya diri akan muncul ketika lagi berkumpul dan membicarakan tentang telepon seluler dengan teman-teman sehingga tidak diam saja.

Semua informan merasa ada yang berbeda ketika sebelum dan sesudah memiliki telepon seluler. Informan 074 menguraikan bahwa dulu sebelum punya

(11)

telepon seluler, ia merasa pergaulannya hanya sebatas teman-teman di dalam Kota Mukomuko saja. Tapi setelah punya telepon seluler pergaulan lebih luas apalagi di media massa lokal (Rakyat Bengkulu) yang sering dibacanya ada kolom khusus untuk remaja-remaja yang ingin mencari teman. Sehingga sekarang dia mempunyai banyak teman di luar daerah dan uniknya, mereka sudah sempat bertemu beberapa kali. Informan 003 hampir sama juga, kalau dulu sebelum punya telepon seluler merasa minder melihat orang-orang pakai telepon seluler ditambah lagi keuangan keluarga tidak memadai. Namun setelah punya telepon seluler, ia merasa senang walaupun pada awalnya tipe dan modelnya belum canggih.

Informan 024 dan informan 034 bercerita sebelum punya telepon seluler merasa sangat kuno sekali karena tidak tahu perkembangan teknologi. Setiap kali teman-teman berkumpul dan berbicara tentang telepon seluler, mereka selalu menjadi pendengar dan selanjutnya pergi dari kumpulan teman-temannya tersebut. Mereka berpikir, arah pembicaraan teman-teman seakan-akan sengaja membuat ia minder gara-gara tidak punya telepon seluler. Namun setelah punya telepon seluler, ia merasa bangga dan berpikir mustahil remaja-remaja sekarang tidak punya telepon seluler karena harga telepon seluler sekarang banyak yang murah. Sekarang pergaulannya semakin luas.

”Sebelum punya ponsel, saya sering diam-diam memperhatikan teman sebangku saya, Sri, ketika menggunakan ponselnya. Misalnya, kalau ada SMS masuk, saya memperhatikan tombol mana yang ditekannya untuk membaca pesan. Begitu juga kalau ada yang menelepon dia. Kadang saya sering minjam ponselnya hanya sekadar ingin tahu bentuk dan melihat secara langsung”.

Informan 059 justru merasa sebelum punya telepon seluler perasaannya biasa-biasa saja. Hanya pada saat awal punya telepon seluler menambah rasa percaya diri pada waktu itu karena hanya orang-orang tertentu saja yang punya telepon seluler. Lama-kelamaan seperti sekarang ini, orang sudah banyak yang menggunakan telepon seluler jadi perasaannya jadi biasa-biasa saja. Bukan sesuatu yang istimewa.

Informan 092 merasa jelas sekali perbedaan sebelum dengan sesudah punya telepon seluler. Sebelum punya telepon seluler sendiri, ia sering kali meminjam dan membawa telepon seluler orang tuanya kalau bergabung dengan teman-teman yang punya telepon seluler agar tidak minder. Sekarang sudah punya telepon seluler sendiri ada rasa bangga dan senang sekali, merasa diberi kepercayaan oleh orang tua. Selain itu, pergaulan menjadi lebih luas.

(12)

Sebelum punya telepon seluler, informan 071 merasa pergaulannya hanya terbatas pada teman-teman di daerah Mukomuko saja. Kemudian lebih sering membeli tabloid tentang telepon seluler sebagai hiburan sekaligus bahan referensi. Setelah punya telepon seluler teman makin banyak dari luar daerah. Uniknya, ia juga mengaku semenjak punya telepon seluler, ia memiliki dua orang kekasih, di Mukomuko dan daerah lain. Kalau informan 100 lebih aneh lagi, sebelum punya telepon seluler ada perasaan iri pada kakaknya yang lebih dahulu dibelikan telepon seluler oleh orang tua. Kalau saat meminjam telepon seluler kakak/orang tua tidak nyaman karena malu dihadapan teman-teman, kebetulan ada telepon masuk yang menayakan kakak/orang tua. Tapi setelah punya telepon seluler rasanya senang sekali bisa bebas menggunakannya. Seperti yang diungkapkannya berikut:

”Dulu waktu masih sering minjam ponsel orang tua atau kakak, sering kali saya malu di depan teman-teman. Habisnya, seringkali orang-orang nelpon mau bicara sama orang tua atau kakak saya. Setelah itu pasti teman-teman menertawakan saya”.

Informan 003 berpendapat bahwa untuk memasuki sebuah kelompok pergaulan, maka dibutuhkan penyesuaian dengan anggota kelompok tersebut. Menurutnya sangat perlu ditunjang dengan gaya, misalnya dengan menggunakan telepon seluler. Sehingga teman-teman akan menganggapnya lebih modern dan mengerti mode dan ia pasti akan diterima dalam pergaulan tersebut. Setidaknya gaya yang ditampilkan adalah seperti gaya-gaya remaja di media massa. Dengan penampilan trendy masa kini, unik, modis dan ceria. Apalagi ditambah dengan adanya telepon seluler. Namun begitu, informan mengatakan, walaupun sudah mengikuti gaya remaja dengan menggunakan telepon seluler, ia tidak merasa telepon seluler bukanlah satu-satunya simbol mode remaja modern karena bisa juga dari pakaian, tas, dan sepatu. Telepon seluler merupakan alat komunikasi yang sangat dibutuhkan oleh informan kapan dan di manapun berada. Sehingga suatu saat tidak membawa telepon seluler, mungkin karena baterai sedang kosong, informan merasa ada sesuatu yang kurang. Terkadang merasa tidak percaya diri. Hal ini menunjukkan bahwa telepon seluler sudah menjadi kebutuhan yang sulit untuk dipisahkan dari kehidupan manusia.

Informan 024 juga merasa bahwa dikelompoknya dituntut penampilan gaya baik itu di sekolah atau aktifitas lain di luar sekolah. Apalagi penampilan tersebut dilengkapi dengan telepon seluler, sehingga ia merasa dalam bergaya

(13)

lebih sempurna dan menjadi orang yang tahu mode yang sedang berkembang sehingga ia selalu tampil gaya. Dengan menggunakan telepon seluler, sudah merasa seperti remaja-remaja dikota besar karena ia selalu mengikuti dunia sinetron dengan berbagai mode telepon seluler yang digunakan remaja didalamnya. Tujuan ia memenonton tersebut sedikit banyaknya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari termasuk menggunakan telepon seluler. Menurut informan 024:

”Ponsel bisa menunjukkan identitas seseorang. Orang yang punya ponsel adalah orang yang maju dan keren. Saya tidak peduli walaupun tinggal didaerah atau kabupaten tapi saya merasa tidak pernah ketinggalan mode dari remaja kota besar. Hanya saja remaja kota besar sebagai pelopor mode baru. Dalam hidup ini kan yang terpenting adalah uang dan keinginan. Karena dengan dua hal tersebut, di manapun seseorang berada, berasal dari keluarga manapun akan bisa mengikuti mode termasuk dalam menggunakan ponsel. Kota dan desa hanya sebatas istilah saja yang membedakannya, bukan pembeda pergaulan kehidupan remaja. Saya selalu membawa ponsel dalam setiap aktifitas. Ponsel sudah menjadi teman yang paling setia. Bahkan lebih asyik bermain dengan telepon seluler dibandingkan dengan teman-teman di sekolah”.

Tidak jauh berbeda dari pendapat di atas, informan 074 mengatakan dalam pergaulan kelompoknya, dituntut untuk selalu tampil gaya. Menurutnya, tidak mungkin sudah remaja gaya masih kurang trendy. Gaya tersebut dapat ditunjang dengan menggunakan telepon seluler dengan mode yang tidak ketinggalan zaman atau memakai aksesoris telepon seluler yang lucu-lucu. Informan merasa bahwa semenjak punya telepon seluler, kehidupannya mulai berubah. Ia merasakan lebih cenderung meniru gaya remaja dikota besar seperti yang terdapat dimedia massa. Ia merasa bisa mengikuti perkembangan zaman walaupun ia tinggal di daerah bukan dikota besar. Namun, tempat tinggal di desa/ daerah tidak menjamin ketinggalan jaman asal bisa mengakses media massa. Mode yang baru bukan hanya untuk orang kota saja. Selanjutnya, informan menceritakan bahwa ia jarang sekali tidak membawa telepon seluler dalam aktifitas apapun. Kalaupun tinggal dirumah itu karena buru-buru pergi. Pada saat itulah ia merasa penampilannya tidak lengkap. Walupun di sekolah melarang membawa telepon seluler, ia menyetel nada getar supaya tidak didengar guru.

Lain lagi menurut informan 059, menurutnya tidak perlu tampil gaya dalam pergaulan. Karena gaya tidak selalu menjadi ukuran diterima pergaulan teman-teman dikelompoknya. Selain itu kadang teman-teman di sekolah atau kelompok pergaulan tidak menerima kalau gaya terlalu berlebihan dengan

(14)

telepon seluler. Jadi dengan adanya telepon seluler tidak menambah gaya yang berlebihan tapi lebih cocok dikatakan sebagai pelengkap penampilan. Dengan demikian, ia tidak merasa seperti remaja dikota besar dalam menggunakan telepon seluler. Karena menurutnya, bagaimanapun Mukomuko adalah daerah kecil dan telepon seluler bukanlah alat untuk merasakan sama dengan remaja kota besar. Paling tidak dengan menggunakan telepon seluler ada kesamaan secara fisik alat yang dipakai tapi kalau merasa seperti remaja kota besar kurang tepat. Apalagi sekarang telepon seluler bukan milik orang kota saja. Namun begitu, informan setuju jika dikatakan bisa mengikuti mode remaja sekarang karena dimedia massa dan di kota besar umumnya remaja tampil dengan telepon seluler. Sekarang ia juga memiliki telepon seluler seperti kebanyakan orang jadi ia bisa mengikuti mode. Ketika suatu saat dalam aktifitas tertentu tidak membawa telepon seluler, informan merasa biasa-biasa saja karena pada dasarnya ia jarang sekali membawa telepon selulernya. Alasannya, telepon seluler diperlukan apabila ada keperluan yang mendadak atau sifatnya penting saja. Jadi ada saat-saat tertentu saja ia membawa telepon seluler misalnya kalau orang tua sedang berada di luar kota, biasanya informan selalu membawa telepon seluler agar orang tua bisa memantahu keberadaannya.

Sementara itu, informan 092 juga tidak setuju jika ingin diterima oleh kelompoknya maka harus gaya. Seperti yang diungkapkannya berikut:

”Pergaulan saya biasa-biasa saja dengan teman-teman semenjak punya ponsel, tidak perlu menambah gaya yang berlebihan. Karena saya cukup nyaman dengan gayanya selama ini. Barangkali hanya ada perubahan yaitu penampilan semakin lengkap dengan adanya ponsel”.

Namun begitu, ia tidak setuju kalau dikatakan seperti remaja dikota besar. Karena wajar saja kalau sekarang dia sudah punya telepon seluler. Siapapun sekarang wajar saja jika punya telepon seluler. Namun mungkin memang pada awal munculnya telepon seluler dikota besar tapi sekarang tidak lagi. Jadi walaupun ia tinggal di daerah tetap merasa orang daerah tapi lebih maju sedikit dibanding dulu. Malah menurutnya, kehidupan remaja di media massa seperti di sinetron dengan kemewahannya tersebut hanya sandiwara saja bukan kehidupan nyata.

”Kehidupan remaja yang mewah disinetron itu kan hanya rekayasa sutradara saja. Jadi mungkin saja disinetron dia harus berperan sebagai orang kaya lalu punya ponsel bagus dari punyanya sendiri. Memang, semenjak punya ponsel saya merasa sudah bisa mengikuti mode remaja kota besar karna sekarang ponsel bukan saja kebanyakan milik remaja dikota besar, didaerah banyak juga yang sudah punya ponsel, bahkan

(15)

ponsel remajanya canggih-canggih juga seperti teman-teman disini. Karena itu kecanggihan ponsel tersebut, sulit untuk melepaskan ponsel dari aktifitas saya. Jadi kalau suatu saat lupa bawa ponsel, ada sesuatu yang kurang rasanya”.

Informan 034 juga mengatakan bahwa tidak perlu gaya yang berlebihan jika ingin masuk ke dalam pergaulan kelompok karena teman-teman didalam kelompoknya tidak memandang gaya dari seseorang, bahkan teman-teman sudah tahu bagaimana ia selama ini, jadi tidak harus gaya. Hanya saja, cara ia mengimbangi gaya teman-teman yang lain yang harus diperhatikan. Menurutnya, ada setelah punya telepon seluler ada perasaan seperti remaja-remaja dikota besar seperti yang nampak dalam media massa. Hal ini disebabkan karena ia merasa orang yang tahu mode walaupun ia sendiri tinggal diperkampungan yang jauh dari kota. Orang yang modern adalah orang yang mengikuti perkembangan zaman. Informan sempat terdiam ketika disinggung bahwa telepon seluler membutuhkan biaya yang mahal, lalu dia menjawab:

”Saya tahu persis keadaan keluarga saya dan yakin juga kalau punya ponsel ini didukung orang tua, jadi tidak perlu ragu kalau misalnya tidak ada uang untuk mengisi pulsa, minta saja sama orang tua. Tapi saya nggak pernah maksa minta duit, kalau orang tua nggak lagi nggak punya duit. Selama dua bulan punya ponsel baru sekali minta ke orang tua beli

voucher, selain itu dari uang saku. Lagian saya selama punya ponsel,

saya hemat menggunakan pulsa karena jarang sekali menelpon.

Selanjutnya menurut informan 034, telepon seluler hanya dibutuhkan saat-saat tertentu saja. Maksudnya adalah tidak selamanya telepon seluler dibawa kemana ia pergi. Seperti kalau sekolah pagi ia jarang sekali membawa telepon seluler kecuali les sore mengingat jarak sekolah dengan rumahnya jauh jadi lebih aman membawa telepon seluler.

Pendapat informan 071 juga sama dengan informan 034, bahwa tidak perlu juga tampil terlalu gaya untuk menarik simpati kelompok. Karena teman-temannya bukanlah tipe seperti itu bahkan banyak juga teman-teman yang belum punya telepon seluler dikelompoknya tetap ditemani bukan dijauhi. Menurutnya, semenjak dia punya telepon seluler, ia merasa seperti remaja kota besar. Apalagi telepon seluler yang dipakainya sekarang banyak digunakan remaja disinetron-sinetron. Jadi bangga di depan-teman-teman. Artinya walaupun tinggal didaerah tapi gaya remaja kota besar bisa diikutinya. Bahkan semenjak punya telepon seluler ia merasa sudah bisa mengikuti perkembangan mode remaja sekarang. Tidak penting di mana seseorang tinggal yang penting adalah tidak ketinggalan zaman/gaya dari remaja dikota. Kenyataannya, banyak

(16)

juga remaja didaerah yang lebih canggih telepon selulernya dari pada remaja dikota.

”Buktinya tipe ponsel saya ini banyak juga dipakai remaja di televisi. Walaupun sebenarnya saya kan tinggal jauh dari kota Mukomuko”.

Pentingnya telepon seluler tersebut bagi inforrman sehingga ketika ia tidak membawa telepon seluler dalam aktifitas apapun maka ia merasa ada sesuatu yang kurang pada saat itu. Kadang walaupun membawa telepon seluler di kelas tapi nadanya disunyikan, ia tetap merasa ada yang kurang. Harusnya ada nada jadi mengingatnya pada telepon seluler.

Menurut informan 100, dalam pergaulan laki-laki kurang memperhatikan gaya teman yang lain. Teman-temannya tidak peduli dengan gaya seseorang. Karena gaya yang biasa-biasa saja justru akan lebih nyaman. Malah kalau terlalu gaya pasti dikatakan norak oleh teman-temannya. Berbeda dengan pendapat informan lainnya, ia tidak merasa seperti remaja dikota besar seperti dalam media massa. Justru ia merasa jadi diri sendiri walaupun tinggal di daerah kecil. Menurutnya telepon seluler sekarang bukanlah barang yang mewah karena sudah banyak golongan menengah kebawah yang punya telepon seluler. Selain itu, ia menilai bahwa kehidupan remaja di televisi adalah kehidupan rekayasa bukan yang sebenarnya. Namun, ia setuju jika hanya dikatakan sudah bisa mengikuti mode remaja sekarang karena saat ini begitu mudah menyaksikan remaja dikota-kota besar di televisi yang punya telepon seluler dengan gaya tersendiri. Intinya, mode remaja tersebut diterapkan termasuk punya telepon seluler tapi bukan berarti merasa hidup dikota besar.

Menurut informan 059, kepemilikan telepon seluler tidak menunjukkan siapa diri pemiliknya. Alasannya diuraikan sebagai berikut:

”Mukomuko ini kan daerah kecil sehingga sebelum punya ponsel pun orang-orang sudah tahu siapa saya. Ponsel hanya sebagai sarana komunikasi saja, barangkali selebihnya bisa untuk gaya-gayaan namun bukan untuk menunjukkan kemewahan/hura-hura. Orang yang punya telepon seluler, bukanlah orang yang memiliki status sosial yang tinggi atau orang kalangan atas saja. Karena banyak teman-teman saya yang punya ponsel namun berasal dari keluarga kurang mampu karena terlalu dipaksakan oleh lingkungan. Lain kalau dulu waktu awal-awal di Mukomuko ada tower. Saat itu jarang yang menggunakan ponsel sehingga menunjukkan status sosial penggunanya, sekarang tidak lagi”.

Telepon seluler membuatnya merasa bangga bergaul dengan teman bergaul dengan teman-teman yang punya telepon seluler saja. Kalau bergaul dan bergaya dengan telepon seluler di depan masyarakat umum yang awam

(17)

dengan telepon seluler percuma saja. Rasa bangga yang berlebihan dirasakan diawal punya telepon seluler. Sekarang biasa saja karena sudah banyak teman yang pakai telepon seluler yang lebih canggih dan bagus-bagus. Semenjak punya telepon seluler, pergaulannya sedikit ada peningkatan karena bertambah pada orang-orang yang punya telepon seluler saja. Contohnya, seringkali SMS yang masuk ke telepon selulernya untuk minta berkenalan, akhirnya berlanjut pada pertemanan.

Informan 034 menganggap bahwa punya telepon seluler belum tentu menunjukkan siapa diri pemakainya. Contohnya ia sendiri berasal dari keluarga kurang mampu tapi punya telepon seluler. Jadi kalau orang sudah tahu bagaimana keadaannya, ia tetap memandang biasa saja. Namun ia mengatakan bahwa siapa diri seseorang bukan dilihat dari punya atau tidak telepon seluler tapi hanya faktor kesempatan saja sehingga sekarang dia bisa punya telepon seluler. Sejalan dengan hal tersebut, ia tidak setuju kalau telepon seluler dimiliki oleh kalangan atas saja yang memiliki status sosial tinggi. Informan mencontohkan ditempat tinggalnya banyak sekali remaja yang punya telepon seluler bukan orang mampu bahkan umumnya remaja yang tidak sekolah memiliki telepon seluler. Namun informan merasa bangga bergaul dengan teman-teman setelah punya telepon seluler karena merasa tidak ketinggalan zaman lagi. Setelah memiliki telepon seluler juga kenalan/pergaulannya semakin luas pada teman-teman didalam/di luar daerah. Hal ini karena ia sering mengikuti perkembangan SMS gaul di rubrik salah satu surat kabar lokal khusus untuk remaja yang ingin berkenalan.

Hampir sama dengan pendapat tadi, informan 100 merasa sebelum punya telepon seluler teman-teman juga sudah tahu keadaan keluarga. Tapi ia setuju jika telepon seluler dikatakan menambah gaya yang menggunakannya. Menurutnya, status sosial tidak dipengaruhi oleh telepon seluler karena sekarang banyak orang dari ekonomi kurang mampu punya telepon seluler.

”Padahal kalau dipikir-pikir, untuk apa mereka punya ponsel. Maksudnya, banyak kebutuhan yang lebih penting daripada ponsel. Biayanya kan mahal. Lagian Mukomuko ini masih daerah kecil”, begitu tanggapan informan 100 tentang teman-teman yang berasal dari ekonomi bawah sudah banyak yang punya telepon selular.

Pada awal punya telepon seluler dulu, ia merasa sangat bangga karma saat itu boleh dikatakan jarang teman-teman yang punya telepon seluler. Apalagi tipe telepon selulernya bagus. Sekarang rasa bangga itu masih ada juga tapi

(18)

sedikit. Paling kalau berkumpul dengan teman-teman, telepon selulernya berbunyi lalu dijawab atau dibaca, rasanya bangga sekali. Sejak punya telepon seluler pergaulannya meluas karena sekarang informan memiliki kenalan yang berasal dari luar daerah. Hal ini disebabkan seringnya informan mengikuti rubrik SMS Gaul di Rakyat Bengkulu.

Lain lagi menurut informan 071. Kepemilikan telepon seluler menurutnya lebih menguatkan status sosial pemiliknya yang telah ada menjadi naik. Seperti yang diungkapkannya berikut:

”Sekarang saya menjadi tempat bertanya teman-teman tentang ponsel secara umum seperti kelebihan atau kekurangan tipe ponsel tertentu. Teman-teman banyak yang menganggap saya banyak mengerti tentang telepon seluler. Hal ini mungkin disebabkan saya termasuk orang pertama yang punya ponsel di kalangan teman-teman di sekolah. Status sosial pemakai telepon seluler saat ini dirasakan tidak berbeda karena sekarang semua golongan sudah punya telepon seluler. Rasa bangga punya telepon seluler saya rasakan hanya saat bergabung dengan teman-teman yang punya telepon seluler. Apalagi telepon seluler saya lebih canggih dibanding teman yang lain. Tapi jika dengan teman-teman yang tidak punya ponsel justru rasanya biasa-biasa saja. Pergaulan saya meluas sejak punya ponsel. Teman-teman baru berasal dari dalam maupun luar Mukomuko. Karna saya sering iseng ngirim SMS pada seseorang, lalu dibalas”.

Kalau informan 024 berpendapat bahwa orang yang memiliki telepon seluler adalah orang yang mengerti mode. Tapi ia tidak setuju telepon seluler dikaitkan dengan hura-hura dan kemewahan tetapi lebih cocok kepada gaya saja khusus untuk kalangan remaja serta dijadikan pelengkap penampilan. Alasannya adalah sekarang ini telepon seluler bukanlah barang mewah lagi seperti dlu. Hura-hura tentu saja tidak sesuai dikaitkan dengan telepon seluler karena telepon seluler bukan barang yang bisa dihambur-hamburkan begitu saja. Pada awal punya telepon seluler, informan berpikir bahwa yang punya telepon seluler adalah orang kaya saja. Namun seiring berjalannya waktu, banyak juga teman-teman yang kurang mampu punnya telepon seluler. Artinya telepon seluler bukanlah barang mahal lagi. Informan merasa dihargai kehadiran oleh teman-temannya sejak punya telepon seluler. Hal ini berarti ia merasa bangga bisa masuk dalam sebuah pergaulan karena memiliki telepon seluler. Sama yang dirasakan informan di atas, sejak punya telepon seluler pergaulannya semakin luas. Hal ini trebukti banyak teman-teman barunya yang berasal dari luar daerah. Hal ini disebabkan seringnya informan berkenalan lewat SMS melalui SMS gaul

(19)

di Rakyat Bengkulu. Kesempatan inilah yang digunakan untuk berkenalan dengan orang-orang yang mencari teman tersebut.

Informan 003 menilai bahwa telepon seluler menunjukkan diri pemiliknya. Hal tersebut diceritakan informan 003 berikut:

”Ponsel yang lebih bagus dan mahal dibandingkan teman-teman saja sudah membedakan pemiliknya. Sehingga menimbulkan citra tersendiri dengan kepemilikan ponsel. Karena sekarang ini kan ponsel sudah menjadi milik semua kalangan karena banyak juga orang-orang dari keluarga kurang mampu memiliki telepon seluler”.

Justru karena itulah, informan 003 merasa tidak bangga lagi memiliki telepon seluler karena orang-orang sudah banyak memilikinya. Menurut informan, pergaulannya biasa-biasa saja setelah punya telepon seluler. Hal ini disebabkan karena ia jarang sekali berkenalan lewat media massa seperi yang dilakukan oleh informan lain, karena akan berakibat pemakaian pulsa akan sia-sia kepada hal yang tidak pasti.

Hal ini didukung oleh pendapat informan 074, telepon seluler tidak identik dengan kemewahan dan hura-hura karena kemewahan menurutnya berhubungan dengan harga yang mahal dan ekslusif sedangkan teman-teman punya tipe yang umum dimilki orang. Artinya, telepon seluler menunjukkan siapa pemiliknya. Seperti yang diutarakan berikut ini:

”Orang yang kaya pasti punya telepon seluler yang mahal dan bagus, begitu juga sebaliknya. Namun saya melihat bahwa sekarang ini semua orang yang ingin punya telepon seluler dengan mudah dapat memilikinya salah satunya karena harga yang murah. Sehingga orang yang bukan berasal dari kalangan atas pun bisa memilikinya. Bahkan sekarang ini siswa SMA, SMP dan SD serta pengangguran juga banyak yang punya ponsel. Kalau dulu jelas hanya orang-orang kaya saja yang mampu membeli ponsel”.

Informan 092 juga setuju kalau kepemilikan telepon seluler akan menunjukkan siapa diri pemakainya. Alasannya adalah orang-orang yang punya telepon seluler adalah orang yang mengerti teknologi dibandingkan orang yang gagap teknologi. Tapi informan tidak setuju kalau seseorang yang punya telepon seluler digunakan untuk kemewahan dan hura-hura. Kalau untuk gaya wajar-wajar saja, apalagi di kalangan remaja. Sekarang ini, perbedaan status sosial tidak ditunjukkan lagi dengan telepon seluler. Bahkan ada temannya yang tergolong kurang mampu punya telepon seluler model terbaru alasannya karena kalau beli yang biasa-biasa saja malah sering mengganti telepon seluler. Informan bangga bergaul dengan teman-teman karena punya telepon seluler.

(20)

Alasannya karena ketika bergaul dengan teman-teman yang punya telepon seluler dan berbicara mengenai telepon seluler, ia merasa orang yang banyak tahu tentang masalah tersebut.

Sama seperti informan pada umumnya, informan 092 merasa sejak punya telepon seluler pergaulannya luas sekali. Seperti yang dikatakannya berikut:

”Sekarang pergaulan saya luas tapi lebih menyempit pada teman-teman yang punya ponsel saja. Karena saya sering kenalan melalui SMS setelah membaca rubrik SMS gaul di RB. Sisanakan banyak juga teman-teman dari berbagai daerah di Bengkulu yang mencari kenalan baru. Kadang saya sering mengirim SMS kenomor yang ditebak sendiri. Kebanyakan nomor-nomor tersebut ada pemiliknya dan membalas SMS yang saya dikirim. Dari situ, saya punya kenalan baru lagi”.

Hampir semua informan mengakui bahwa ada hubungan rasa percaya diri dengan merek, bentuk dan harga telepon seluler. Hal tersebut terungkap dari cerita informan 071 berikut:

”Biasanya merek yang paling sering dipakai oleh teman-teman adalah lebih bagus kualitasnya. Jadi saya memakai merek ponsel yang umum dipakai banyak orang. Tentu saja harus punya ponsel yang mahal karena pasti canggih kan”?

Menurutnya, harga telepon seluler sangat menentukan juga. Karena kalau memiliki telepon seluler murah/biasa kadang terkesan minder dari teman-teman yang punya telepon seluler lebih canggih. Teman-teman-teman yang punya telepon seluler barangkali mengerti harga telepon seluler dipasaran. Jadi lebih percaya diri kalau memakai telepon seluler yang mahal seperti miliknya sekarang yaitu Nokia 3660 dengan harga sekarang Rp. 2.100.000,-. Namun, menurut informan 071, faktor bentuk telepon seluler tidak berpengaruh rasa percaya diri. Karena sekarang ini malah telepon seluler yang ukuran dan modelnya agak besar, mahal harganya dan sebaliknya. Jadi bagaimanapun bentuk telepon seluler yang penting bisa sebagai alat komunikasi.

Informan 100 berpendapat bahwa ia merasa percaya diri dengan merek telepon selulernya sekarang karena merek telepon selulernya banyak dimiliki orang, hanya saja fiturnya lebih lengkap daripada teman-teman yang lain walaupun dengan merek yang sama. Begitu juga dengan bentuk atau model telepon seluler. Seperti yang dikatakan informan 100 tentang telepon seluler berkaitan dengan rasa percaya dirinya:

”Saya lebih percaya diri kalau memiliki ponsel yang modenya unik seperti

(21)

orang sudah banyak memilikinya. Tapi harga tidak ada pengaruhnya dengan rasa percaya diri saya karena harga ponsel dipasaran sering kali mengalami naik turun. Sekarang harga ponsel ini sekitar Rp. 2.200.000,- Barangkali besok akan turun atau bahkan naik. Yang paling utama dari harga adalah bentuk fisik dan kapasitasnya”.

Sementara itu, informan 034 mengatakan bahwa ia sangat percaya diri memakai telepon seluler yang mereknya jarang dipakai orang pada umumnya. Karena jarang dipakai orang berarti unik. Dengan demikian ia merasa hanya merek telepon selulernya yang jarang di pasaran dan orang-orang tertentu saja yang bisa menggunakannya. Faktor bentuk dan model tentu saja berpengaruh pada rasa percaya diri karena telepon seluler yang ukuran besar akan susah dibawa apalagi mau dimasukkan ke kantong. Ia juga sering melihat temannya yang tidak nyaman dengan tepeon seluler ukuran besar. Ia lebih nyaman kalau pakai telepon seluler yang mungil dan dapat disimpan di mana saja. Namun, harga menurutnya tidak berpengaruh dengan rasa percaya diri. Karena menurutnya yang penting punya telepon seluler tidak peduli harga. Mahal dan tidaknya sebuah telepon seluler hanya tergantung pada kapasitasnya saja. Yang penting bisa digunakan untuk komunikasi.

Informan 092 punya pendapat lain, ia mengatakan bahwa merek telepon seluler tidak ada pengaruhnya pada rasa percaya dirinya. Alasannya adalah, apapun merek sebuah telepon seluler, yang penting bisa untuk sarana komunikasi dan gaya. Dengan bentuk telepon seluler yang mungil lebih praktis dibawa kemana-mana, jadi lebih nyaman dan percaya diri. Faktor harga ternyata bagi informan tidak ada hubungannya dengan percaya diri. Justru ia menganggap bahwa teman-temannya kurang paham dengan harga telepon seluler.

Menurut informan 059, merek tidak terlalu penting dan semua telepon seluler walaupun berlainan merek tapi kualitas ditentukan dengan kapasitas bukan merek. Seperti yang diungkapkan berikut:

”Merek hanya identitas luar saja. Menurut saya, semua merek sama saja, yang membedakan adalah tipe ponselnya. Kalau bentuk dan model ponsel sangat berpengaruh pada rasa percaya diri saya. Karena ponsel Nokia 2100 ini berukuran kecil jadi praktis kalau dibawa kemana-mana. Kalau punya ponsel yang berukuran besar tapi mahal tetap saja saya merasa tidak percaya diri. Sehingga bagi saya, harga juga tidak berpengaruh pada rasa percaya diri karena harga ponsel cendrung berubah terus. Ketika dibeli dulu mahal namun sekarang tipe yang sama sangat murah. Sekarang ia memakai N 2100 harganya dulu Rp.900.000,-

(22)

Dengan memiliki tipe telepon seluler yang sama dengan informan 059, informan 024 mengatakan merek dapat menambah rasa percaya diri karena merek yang umum dipakai orang adalah merek yang sudah diakui kelebihannya. Namun, informan merasa bahwa bentuk atau model telepon selulernya umum juga dimiliki oleh teman-temannya, mungil dan ringan. Sehingga ia merasa biasa-biasa saja punya bentuk yang seperti itu. Lebih lanjut informan mengatakan bahwa harga telepon seluler juga tidak berpengaruh baginya. Ia menganggap teman-teman tahu pasti telepon selulernya tergolong yang murah di kalangan kelompoknya, yaitu Rp. 950.000.

Informan 003 merasa percaya diri karena merek telepon selulernya banyak dipakai teman-teman di kelompoknya. Namun terkadang seringkali ia merasa risih dengan bentuk telepon seluler yang agak besar dan berat sehingga sulit dibawa kemana-mana. Seperti yang diungkapkannya berikut:

”Saya sering tidak nyaman dengan ukuran ponsel saya ini. Agak besar dan susah untuk dibawa. Kadang masuk dikantong juga nggak muat. Namun, saya bangga punya ponsel Nokia 6600 ini karena jarang teman-teman yang memilikinya. Selain itu harganya termasuk mahal lho, kalau nggak salah sekarang harga barunya Rp. 2.100.000,-”

Sementara itu, informan 074 mengatakan bahwa merek telepon seluler yang dimilikinya sekarang menurutnya berkualitas tinggi dan punya keunggulan sehingga banyak dimiliki oleh teman-teman atau masyarakat umum. Rasa percaya diri membawa telepon seluler yang mungil dan praktis dibawa-bawa seperti sekarang ini sangat dinikmatinya. Namun ia berpendapat bahwa harga tidak berpengaruh pada rasa percaya diri karena ia yakin teman-teman tidak terlalu memperhatikan harga. Yang paling utama adalah fisik telepon selulernya terlepas ada pulsa atau tidak yang penting gaya.

Pola tindak

Frekwensi Menggunakan Telepon seluler

Hampir semua informan mengatakan dalam sehari selalu menggunakan telepon seluler. Hal ini diungkapkan oleh informan 071:

“Kalau dalam sehari saja tidak ada telepon atau SMS yang masuk, saya suka menyetel bunyi nada panggil seolah-olah ada yang menghubungi. Sering juga nada SMS masuk dihidupkan setelah itu saya pura-pura baca SMS dihadapan teman-teman. Biar kelihatan gaul karna banyak yang menghubungi”.

(23)

Hal ini dilakukan karena ingin dianggap hebat oleh teman-temannya. Dalam sehari biasanya menelepon 4 kali sedangkan menerima sekitar 5 sampai 6 kali. Sedangkan mengirim SMS dalam sehari sekitar 7 sampai 8 kali sehari tergantung keperluan. SMS yang masuk dalam sehari sekitar 11 buah. Sama pacar biasanya lebih banyak mengirim/menerima SMS serius, sedangkan untuk teman biasanya SMS lucu, begitu juga sebaliknya. Games hampir setiap hari dimainkan, biasanya sebelum tidur malam. Kadang melanjutkan permainan sebelumnya. Menurut informan 071, games merupakan hiburan dan tidak memakai pulsa hanya saja baterai telepon seluler cepat kosong. Selain games, kamera pada telepon seluler juga setiap hari digunakan. Hal ini dilakukan selain hobbi dibidang fotografi.

Informan 003 juga mengaku setiap hari menggunakan telepon selulernya. Walaupun hanya membaca SMS yang belum sempat dihapus, menyetel MP3 dan menggunakan kamera. Menelepon termasuk jarang yaitu satu kali dalam seminggu itupun kalau ada urusan yang sangat penting seperti menelepon orang tua karena pulang agak telat. Sedangkan menerima telepon termasuk sering yaitu sekitar tiga kali sehari. SMS yang dikirim dalam sehari sebanyak sepuluh kali sehari. Menerima SMS sehari bisa limabelas kali, itupun kadang dibalas kadang tidak tergantung isi SMS. Kalau dibandingkan pesan lelucon dengan serius. Banyak SMS lucu yang dikirim atau yang diterima. Sedangkan MMS tidak pernah digunakan. Fasilitas yang sering digunakan adalah MP3. Untuk fasilitas ini ia menggunakan telepon seluler/mendengarkan musik dalam satu hari sekitar 30 menit tergantung persediaan baterai. Fasilitas lainnya yang ia sukai adalah kamera. Kamera digunakan pada saat moment tertentu saja.

Setiap hari informan 024 selalu menggunakan telepon selulernya. Baik itu untuk menelepon, mengirim dan menerima sms serta fasilitas lainnya. Seperti yang diungkapkannya berikut ini:

”Pokoknya tiada hari tanpa telepon seluler. Walaupun nelpon jarang paling hanya dua kali seminggu. Itupun kalau ada urusan yang sangat penting dan mendesak, misalnya minta jemput kalau pulang telat. Kalau menerima telepon paling banyak empat kali seminggu. Menerima/mengirim SMS merupakan kegiatan termasuk sering. Karena selain harga murah (sesama operator) juga bisa menghemat pulsa dan pesan bisa dibaca/diterima dengan singkat, padat dan jelas”.

Dalam sehari, informan 024 mengirim SMS rata-rata delapan kali. Sedangkan menerima SMS sekitar sepuluh kali dalam sehari. Kadang bisa lebih tergantung kepentingan. Ya ng paling banyak dikirim adalah SMS serius.

(24)

Informan mengaku kalau pesan lucu adalah pesan yang tidak bermakna dan menghabiskan pulsa saja. Walaupun SMS yang diterimanya ada juga yang lucu. Fasilitas yang sering digunakan adalah MP3, hampir setiap hari mendengarkan lagu dari telepon selulernya.

Sementara itu, informan 074 juga menggunakan telepon seluler setiap hari. Seperti yang diungkapkannya berikut:

”Walaupun hanya sekedar main games atau mengmengganti nada dering, pasti tiap hari ponsel selalu saya gunakan”.

Menelepon termasuk sering dilakukan dalam sehari yaitu sebanyak empat sampai lima kali itupun maksimal lima menit. Kalau menerima telepon bisa dikatakan jarang yaitu seminggu bisa hanya satu kali. Mengirim SMS tergantung keadaan dan keperluan informan. Tapi yang pasti dalam sehari minimal enam kali kalau keadaannya lagi biasa-biasa saja tanpa masalah atau membalas SMS yang masuk. Tapi kalau lagi ingin cerita sama temannya yang berada di luar kota dalam sehari sekitar sepuluh sampai lima belas kali. Tapi menerima SMS paling banyak sehari sekitar enam sampai tujuh kali dan itu ada SMS karena balasan, ada juga yang tidak. Kalau mengirim SMS kadang ada lelucon dan yang serius tergantung untuk membalas SMS yang masuk khususnya. Kalau ada menerima SMS lucu biasanya dibalas lebih lucu lagi. Isi SMS tersebut didapat dari teman-teman (replay) dan ada juga yang diambil dari majalah. SMS yang diterima umumnya adalah yang serius.

Contoh SMS lucu yang pernah dikirim ketemannya:

- Anda berminat? Dengan Gj Rp.5.000.000,-/Minggu? Lamaran dapat di Tujukan ke PT. PERTAMINA. Asl Anda sanggup meniup drum dan tengker penyok kembali seperti semula. Warning! lamaran ini tertutup bg anda yg menderita wasir. Dilarang

- Di malam yang sunyi,di suasana yang sepi dan tak terasa rintik hujan pun turun entah kenapa hanya kau yang ingin kutemui, tuk mengatakan "GENTENG RUMAH LO BOCOR"

Informan 092 berpendapat sama, yaitu selalu menggunakan telepon seluler setiap hari. Paling sering kalau lagi mengaktifkan sering membaca SMS yang belum dihapus. Hampir setiap hari telepon seluler digunakan walaupun hanya melihat-lihat menu yang tersedia. Selain itu hampir setiap hari fasilitas seperti MP3 dan kamera juga digunakan. Kalau menelepon termasuk sering rata-rata sehari lima sampai enam kali dan menerima telepon lebih dari lima kali.

(25)

Kalau lagi banyak pulsa hampir tidak terhitung lagi banyaknya mengirim SMS. Tapi rata-rata delapan sampai sepuluh kali sehari. Kalau menerima rata-rata tiga sampai empat kali sehari. Artinya SMS yang dikirim sifatnya bukan pertanyaan jadi tidak perlu dibalas. SMS lucu adalah yang paling sering diterima maupun yang kirim kepada pacar dan teman. Games agak jarang digunakan kalau lagi bosan dan ada waktu luang saja. Tapi kalau kamera hampir setiap saat ada kesempatan dan di manapun dalam satu hari rata-rata menggunakan kamera delapan sampai sepuluh kali. Apabila ada hasil yang bagus langsung dicetak.

Informan 100 setiap hari juga menggunakan telepon seluler, seperti dikatakannya berikut:

”Setiap hari pasti saya menggunakan ponsel, walaupun hanya sekedar

miscall teman atau pacar”.

Biasanya menelepon dalam sehari paling banyak dua kali sehari kalau ditelepon sekitar tiga kali sehari. Untuk SMS, biasanya sehari mengirim sepuluh kali sedangkan menerima sekitar tiga belas kali sehari. Untuk pacar biasanya yang dikirim adalah SMS serius, sebaliknya dengan teman-teman. Games biasanya dua kali tiap hari. Sedangkan MP3 hampir setiap ada waktu luang mendengarkan lagu.

Informan 034 mengaku, jarang membawa telepon seluler ke sekolah. Walaupun begitu, sepulang sekolah ia pasti bermain dengan telepon selulernya. Biasanya yang paling sering adalah bermain games yang tersedia.

”Udah dua bulan punya ponsel, saya tidak pernah lho mencoba nelpon lewat. Karena biaya telepon itu kan mahal. Saya menghubungi seseorang secara langsung saja kalau ada yang inging disampaikan. Begitu juga telepon yang masuk, kadang ada kadang juga tidak”.

Ia mengaku dalam sehari terkadang ada yang menelepon namun ada juga yang tidak pernah. Kalau di miscall sangat sering, biasanya pada malam hari. Mengirim SMS tergantung pulsa. Kalau ada pulsa sekitar 5 kali paling banyak sehari. Begitu juga menerima SMS balasan sekitar 5 sampai 6 kali sehari. SMS yang diterima dari teman pada umumnya bersifat lucu. Sedangkan yang dikirim/diterima dari pacar bersifat serius.

Faktor sibuk, banyak tugas dan lupa menjadi alasan informan 059 tidak menggunakan telepon seluler dalam sehari. Hal ini disebabkan karena informan memang jarang membawa telepon selulernya kesekolah atau dalam aktifitas lain. Kalau sedang aktif telepon selulernya, kadang dalam satu hari menelepon hanya satu kali saja. Itu pun kalau sudah sangat mendesak sekali untuk dihubungi.

(26)

Begitu juga menerima telepon termasuk jarang juga, biasanya satu sampai dua kali saja sehari, kadang malah tidak ada sama sekali. Namun, mengirim SMS agak sering dibandingkan menelepon karena murah dan praktis. Kalau mengirim/membalas SMS tergantung persediaan pulsa. Mengirim rata-rata empat kali sehari dan menerima SMS sebanyak lima kali sehari. Informan 059 paling sering menerima SMS lucu dari teman-teman, setelah itu SMS tadi dikirim lagi kepada teman-teman yang lain. Fitur lain seperti games, juga tidak setiap hari digunakan karena tergantung kesibukan dan persediaan baterai. Rata-rata dalam seminggu hanya satu kali saja dibuka.

Siapa Dihubungi/Menghubungi

Informan 100 mengatakan bahwa yang paling sering dihubungi/menghubungi dalah pacar dan orang tua. Seperti yang diungkapkan

berikut:

”Yang paling sering menghubungi atau dihubungi adalah pacar. Orang tua juga sering apalagi kalau saya pulang agak lama, hanya ingin tahu keberadaan saya saja. Kalau pacar, karena kami beda sekolah jadinya sering menelepon atau ditelepon”.

Sama dengan di atas, Informan 034 mengakui yang sering dihubungi dan menghubungi adalah pacar melalui SMS. Karena pacarnya berada di luar daerah. Begitu juga informan 092, yang sering menghubungi adalah pacar, teman sekolah dan orang tua. Kalau pacar memang sudah komitmen mereka untuk selalu menghubungi/dihubungi. ”Biasanya dengan pacar cuma say hello aja udah cukup”, katanya.

Sedangkan informan 059 sering menghubungi kakak sepupu karena kuliah di provinsi lain (Padang). Sementara itu, informan 071 hampir sama dengan informan lain, pacar yang sering menghubungi, begitu juga sebaliknya. Selebihnya yang sering menghubungi adalah temannya. Begitu juga informan 003, informan 024 dan informan 074, yang sering menghubungi adalah pacar, begitu juga sebaliknya.

Apa Yang Dibicarakan Dan Lamanya

Informan 059 mengatakan yang sering dibicarakan adalah tentang mode

fashion yang sedang berkembang, tentang sekolah dan tentang pacar. Kalau

(27)

”Kalau saya dan pacar biasanya nayain kabar, kegiatan yang sedang dilakukan, pelajaran sekolah, kadang janjian ketemu. Memang seperti itu komitmen saya sama pacar”.

Waktu yang digunakan informan 003 untuk berkomunikasi tersebut paling lama 30 menit (dihubungi/menghubungi). Yang paling sering dibicarakan oleh informan 024 dengan pacarnya adalah tentang hubungan mereka, janji ketemu. Seperti yang diungkapkannya berikut:

”Karena hubungan saya dengan pacar tidak disetujui orang tua jadi untuk bertemu langsung dan berbicara lama dengan pacarnya jarang sekali sehingga ponsel menjadi perantara hubungan kami. Waktu yang biasa kami gunakan ketika nelpon sekitar 10 menit paling lama”.

Tidak jauh berbeda, informan 074 juga biasanya membicarakan hal-hal umum seperti lagu terbaru, film terbaru. Waktu yang dibutuhkan paling lama satu jam itupun dilakukan dari jam 23.00 karena tarifnya murah dan sesama operator. Tapi kalau siang hari paling lama dua puluh menit saja.

Informan 092 mengakui yang paling utama menanyakan kabar dan jadwal bertemu. Kalau menghubungi/dihubungi disiang hari biasanya cuma 30 menit, kalau malam hari mulai dari jam 23.00 biasanya satu sampai dua jam karena murah dan tergantung juga persediaan pulsa dan baterai. Apalagi antara dia dan pacarnya satu operator. Berikut pengalaman yang diungkapkannya:

”Saya paling sering menelepon atau menerima telpon pada malam hari di atas pukul 23.00. Karena harganya sangat murah. Apalagi saya dan pacar sesama kartu AS. Tinggal sekarang baterai yang harus dipersiapkan kalau sudah ada janji menelpon, karena sering lama nelponnya satu sampai 2 jam”.

Informan 100 mengatakan kalau pacar lebih sering urusan pribadi karena jarang bertemu /sekolah yang berbeda. Sebenarnya telepon digunakan untuk menanyakan kabar saja dan menanyakan yang umum-umum seperti sedang melakukan aktifitas apa serta mendengarkan lagu untuk pacarnya. Seperti yang diceritakan informan 100:

”Sering juga kalau lagi kangen pacar, saya menelopnnya dan mendengarkan sebuah lagu untuknya. Jadi ponsel saya dekatkan dengan tape yang sedang dihidupkan lagu kesukaan pacar saya. Sekarang dia lagi suka lagunya Samsons, kenangan terindah”.

Kalau mau bicara panjang biasanya informan 100 bertemu langsung dengan pacar atau siapapun yang akan dihubungi karena jarak yang ditempuh tidak jauh. Kalaupun nelepon biasanya cuma sepuluh menit. Sama dengan di atas, informan 071 juga biasanya menanyakan hal-hal yang umum sama

(28)

pacarnya. Paling lama kalau malam hari menghubungi satu jam, kalau siang hari hanya lima menit. Sedangkan kalau dihubungi pacar paling lama tiga puluh menit pada malam hari. Informan 034 biasanya membicarakan tentang pekerjaan dan nanya kabar (melalui SMS) karena pacarnya bekerja di daerah lain.

Tempat Telepon Seluler Sering Digunakan

Hampir semua informan menyatakan bahwa telepon seluler mereka gunakan di mana saja, di sekolah maupun usai sekolah. Seperti informan 074 mengatakan:

”Kalau di sekolah ponsel digetarkan saja biar tidak ketahuan guru. Tapi kalau jam istirahat, ponsel diaktifkan nadanya (ada nada). Kalau di luar sekolah selalu dihidupkan nadanya agar terdengar ketika sedang dalam perjalanan atau sedang menjalani aktifitas tertentu. Karena khawatir kalau ada kepentingan mendadak atau ada yang mau menelepon sehingga telepon seluler selalu dibawa kemana-mana”.

Begitu juga Informan 092, telepon selulernya selalu dibawa kemana pun ia pergi. Karena banyak bantuan yang bisa didapat dengan adanya telepon seluler.

”Kemana pun keluar rumah yang diingat selain dompet ya ponsel ini. Saya merasa lebih nyaman keluar rumah kalau membawa telepon seluler.

Informan 071 juga memiliki jawaban yang sama, telepon seluler digunakan pada saat di sekolah dan usai sekolah. Setiap aktifitas yang dijalankan selalu membawa telepon seluler. Baginya, telepon seluler sudah seperti sahabat sendiri yang bisa menemani kemana-mana, bisa menghibur dan banyak memberikan bantuan. Namun kalau baterai kosong, biasanya telepon seluler ditinggal dirumah. Begitu juga dengan informan 100 dan informan 034, mereka merasa tidak nyaman kalau telepon seluler tidak dibawa kemana pun ia pergi. Di sekolah maupun usai sekolah selalu digunakan. Hanya saja waktu di sekolah, telepon seluler diatur dengan nada dering getar saja, karena peraturan sekolah yang melarang membawa telepon seluler. Informan 003 lain lagi, telepon seluler lebih sering digunakan usai sekolah saja. Informan 003 mengungkapkan:

”Kalau di sekolah sering menganggu konsentrasi belajar. Apalagi sekolah melarang membawa telepon seluler. Artinya, ponsel tidak selalu saya bawa kemanapun saya pergi, hanya usai sekolah yang sering digunakan. Jika ponsel digunakan usai sekolah bisa dijadikan alat penambah gaya”.

Kalau informan 024 sudah mempunyai pengalaman ditangkap oleh guru telepon selulernya ketika berbunyi waktu pelajaran berlangsung. Sehingga untuk

(29)

mengambilnya kembali harus orang tua yang datang ke sekolah. Hal itu lah yang membuat ia tidak pernah lagi membawa telepon selulernya kesekolah. Namun, untuk kegiatan di luar sekolah telepon seluler selalu dibawa. Seperti itu juga informan 059, ia mengaku sering menggunakan telepon seluler dirumah. Di sekolah jarang sekali dibawa. Apalagi sekarang ia sudah kelas 3 banyak menuntut konsentrasi belajar di kelas dan ia merasa kurang nyaman membawa telepon seluler di sekolah karena peraturan sekolah tersebut. Kalau dulu saat kelas 1 dan kelas 2 hampir selalu membawa telepon seluler.

Fasilitas Yang Sering Digunakan

Secara umum, semua responden lebih sering menggunakan fasilitas telepon seluler seperti telepon, SMS dan games serta memanfaatkan NSP (Nada Sambung Pribadi). Hal ini karena fasilitas tersebut merupakan fasilitas dasar yang secara umum terdapat pada sebuah telepon seluler. Namun ada juga yang sering menggunakan kamera dan MP3, karena memang tersedia pada telepon selulernya. SMS merupakan fasilitas yang yang ada pada telepon seluler sebagai sarana komunikasi yang murah. Seperti informan 071 dan informan 024, telepon, SMS dan games merupakan fasilitas yang paling sering digunakan karena mempunyai kegunaan masing-masing. Tiap minggu mengmenggantikan nada panggil dan menambah kapasitas games pada telepon selulernya. Seperti diungkapkan informan 024 berikut:

”Saya paling suka main games yang ada diponsel saya, sering sekali saya meng up-date games baru yang saya beli di counter ponsel. Sehingga dalam seminggu ada saja games yang baru. Kadang tukaran sama teman. Sifatnya menghibur dan yang pasti tidak menghabiskan pulsa saya”.

Kalau informan 100, MP3 adalah fasilitas yang paling sering digunakan karena hampir setiap ada lagu terbaru dimasukkan dalam telepon selulernya. Selain itu, memang kesukaan informan juga mendengarkan lagu-lagu baru. Fitur lain yang gunakan adalah kamera. Dengan fasilitas ini, informan lebih leluasa mengkombinasikan teknik fotografi seperti menyatukan dua foto lalu dicetak. Begitu juga dengan informan 034 dan informan 059, telepon adalah fasilitas yang paling jarang digunakan, sebaliknya, SMS dan games merupakan fasilitas yang paling sering digunakan melalui telepon selulernya. SMS menurutnya lebih bisa menghemat pulsa karena murah, cepat sampai pada penerima. Sedangkan

Referensi

Dokumen terkait

Saya tidak tahu apakah di dalam kamus besar Bahasa Indonesia ada kata yang bisa mengungkapkan rasa sakit, rasa terhina, rasa pahit, dan rasa terlecehkan yang dialami seorang wanita

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ukuran perusahaan, leverage , jenis industri, umur perusahaan terhadap pengungkapan modal intelektual dan dampaknya

• Pesan disampaikan atau dibawa mll suatu media. atau saluran baik secara langsung maupun tidak

Dan saran untuk UNNES Diharapkan untuk meningkatkan koordinasi pihak- pihak yang terkait dalam penyelenggaraan PPL, dan diharapkan selalu memantau perkembangan mahasiswa

[r]

Manggulu komersil hanya menggunakan pisang kering dan kacang tanah sebagai bahan baku, sedangkan produk berbasis manggulu pada percobaan ini ditambahkan kacang tunggak,

Hurlock (1976) menambahkan bahwa artinya individu tersebut memiliki percaya diri dan lebih memusatkan perhatian kepada keberhasilan akan kemampuan dirinya

Formulasi nira aren dan ekstrak jahe merah memberikan pengaruh tidak nyata terhadap kadar air minuman jahe merah instan yang dihasilkan, tetapi mem- berikan pengaruh nyata