• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL ALAT BANTU PENGAMBILAN KEPUTUSAN METODE DEMOLISI PADA PROYEK KONSTRUKSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MODEL ALAT BANTU PENGAMBILAN KEPUTUSAN METODE DEMOLISI PADA PROYEK KONSTRUKSI"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL ALAT BANTU PENGAMBILAN KEPUTUSAN METODE

DEMOLISI PADA PROYEK KONSTRUKSI

Lathiful Wafiq1) dan Tri Joko Wahyu Adi 2)

Program Studi Magister Manajemen Teknologi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Jl. Cokroaminoto 12A, Surabaya, 60264, Indonesia

e-mail 1): wafiq.lathiful@yahoo.com

ABSTRAK

Untuk dapat tetap melaksanakan proyek konstruksi di lokasi yang sudah berdiri sebuah bangunan, maka dilakukan pembongkaran atau demolisi. Dengan lokasi proyek dan kondisi bangunan yang berbeda, pelaksanaan demolisi akan berbeda pula. Penelitian ini bertujuan untuk membuat model sebagai alat bantu pengambilan keputusan pemilihan metode demolisi yang tepat untuk tipe proyek tertentu. Perbandingan berpasangan menggunakan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) disusun untuk mengukur hubungan antar-kriteria yang bertentangan yaitu ketersediaan sumber daya, resiko dan dampak, sisa material, waktu serta biaya yang disimulasikan ke dalam delapan tipe proyek demolisi berdasarkan lokasi, kompleksitas dan kandungan bangunan. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah model pemilihan metode demolisi yang paling tepat untuk tipe proyek tertentu. Dalam kondisi normal metode top-down manual dinilai paling tepat untuk diterapkan di tipe proyek dengan struktur sederhana, tidak terpengaruh jarak bangunan maupun kandungan di dalamnya. Untuk struktur kompleks dengan lokasi padat paling tepat bila diterapkan metode top-down mesin karena tidak banyak membutuhkan ruang pergerakan serta tidak terpengaruh kandungan bangunan. Untuk proyek berstruktur kompleks dan mengandung B3 namun lokasi renggang, paling tepat digunakan alat berat karena masih terdapat cukup ruang pergerakan selama proses pembongkaran. Sedangkan pada lokasi renggang, struktur bangunan kompleks dan tidak mengandung B3, pilihan paling tepat adalah menggunakan peledak.

Kata Kunci: Pembongkaran, Metode Demolisi, Pengambilan keputusan, AHP.

PENDAHULUAN

Pelaksanaan proyek konstruksi umumnya dilaksanakan pada lahan kosong namun tidak menutup kemungkinan pada lokasi yang sudah berdiri suatu bangunan di atasnya. Untuk dapat melaksanakan proyek konstruksi di lokasi yang terdapat bangunan, dilakukan pembongkaran atau demolisi baik sebagian maupun seluruh bagian bangunan yang sudah ada. Dalam Demolition Work Code of Practice (2015), pekerjaan demolisi berarti menghancurkan atau membongkar struktur atau bagian dari struktur yang bebannya terintegrasi dengan struktur yang lain, namun tidak termasuk:

a. Pembongkaran bekisting, perancah, scaffolding atau struktur lain yang digunakan untuk memberi dukungan, akses atau penahan selama pekerjaan konstruksi, atau

b. Pembongkaran sumber listrik, tiang lampu atau telekomunikasi.

Pembongkaran atau demolisi dilakukan untuk berbagai macam jenis bangunan yang memiliki tujuan dan dampak yang beragam pula. Seperti dalam penelitian Islami (2014), bahwa bangunan Pasar Turi Tahap III yang terbakar habis pada 2012 akan dibongkar dan

(2)

dibangun kembali menjadi Pasar Modern karena berdasarkan hasil survei struktur menunjukkan bahwa bangunan lama sudah tidak layak dipakai.

Belum ada aturan baku yang memayungi pelaksanaan pekerjaan pembongkaran atau demolisi di Indonesia, namun hal tersebut tetap dilaksanakan dengan berbagai alasan. Secara umum, bangunan gedung dapat dibongkar apabila:

a. tidak laik fungsi dan tidak dapat diperbaiki;

b. dapat menimbulkan bahaya dalam pemanfaatan bangunan dan/atau lingkungannya; c. tidak memiliki izin mendirikan bangunan (UU bangunan Gedung, 2002).

Setiap bangunan yang akan dibongkar umumnya unik bila baik dilihat dari lokasi, struktur utama maupun fungsinya dan akan berpengaruh terhadap pemilihan metode demolisi. Untuk dapat memperoleh metode yang paling sesuai, perlu dilakukan penelitian mengenai model pengambilan keputusan dalam pemilihan metode demolisi dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria terkait dengan kondisi proyek. Sehingga tujuan dari penelitian ini adalah membuat model pengambilan keputusan pemilihan metode demolisi yang paling efektif sesuai dengan jenis bangunan dan kondisi lokasi atau karakteristik proyek yang berbeda-beda.

Berdasarkan fungsinya bangunan gedung terdiri dari bangunan hunian, keagamaan, usaha, sosial dan budaya, serta bangunan khusus (UU Bangunan Gedung, 2002). Bangunan gedung juga diklasifikasikan berdasarkan tingkat kompleksitas, tingkat permanensi, tingkat resiko kebakaran, zonasi gempa, lokasi, ketinggian, dan kepemilikan (PP Bangunan Gedung, 2005). Sedangkan menurut Mulyono (2000), gedung bertingkat dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu rendah (<10 m), menengah (<20 m) dan tinggi (>20 m).

Pembongkaran bangunan dapat dilaksanakan dengan dua macam cara berdasarkan jenis bahan atau alat yang digunakan, yaitu dengan bahan peledak dan non peledak. Pembongkaran bangunan secara umum dipengaruhi oleh beberapa faktor utama yaitu kondisi lapangan, tipe struktur, usia dan ketinggian bangunan yang akan dibongkar (Islami, 2014). Dalam penelitian Arham (2003), pekerjaan demolisi perlu mempertimbangkan karakteristik struktur, kondisi lokasi, pengalaman sebelumnya, sisa material, serta waktu dan biaya. Sedangkan menurut Coelho (2009), pemilihan metode demolisi lebih dipengaruhi biaya instalasi lokasi, operasi alat, transportasi sisa material, upah, serta nilai sisa material.

Pengelompokkan metode pembongkaran diperoleh dari studi terhadap Demolititon Work Code of Practice (2015) standar Australia dan Code of Practice for Demolition of Building (2004) standar Hongkong, yaitu:

1. Top-down secara manual

Pada metode ini proses pembongkaran mengutamakan tenaga manusia dalam mengoperasikan peralatan tangan antara lain palu godam, jack hammer atau hand breaker. 2. Top-down menggunakan mesin

Penggunaan mesin dengan beberapa ujung yang dapat diganti sesuai dengan kebutuhan pembongkaran sebagai alat bantu dalam membongkar bangunan. Metode ini menggunakan mesin/alat berat yang diangkat oleh mobile crane ataupun tower crane ke bagian paling atas bangunan.

(3)

3. Peralatan mekanikal

Secara umum prinsip penggunaan mesin/peralatan berat dalam metode ini adalah pengoperasiannya dari tanah dengan jarak aman tertentu antara mesin dan bangunan yang akan dibongkar serta memanfaatkan penggunaan lengan ayun yang panjang sebagai alat bantu pembongkaran.

Gambar 2. Metode Penggunaan Peralatan Mekanikal 4. Bahan peledak

Metode ini memanfaatkan beban sendiri bangunan untuk meruntuhkan keseluruhan bangunan. Dengan menggunakan bahan peledak ataupun bahan kimia, dilakukan pengurangan kekuatan pada struktur utama bangunan di bagian bawah sehingga menjatuhkan bagian atas bangunan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksploratif dikarenakan adanya keterbatasan informasi mengenai situasi yang dihadapi dan isu penelitian sejenis yang diselesaikan di masa lalu terkait faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan dalam memilih metode pembongkaran.

Urutan dalam penelitian digambarkan dalam alur berikut ini:

Gambar 3. Diagram Alir Penelitian Metode Pengumpulan Data

Sebagai sebuah studi eksploratif, data primer diambil dari survei pendahuluan terhadap beberapa praktisi dengan data yang diperoleh berupa pendapat dan pengalaman dalam pelaksanaan pembongkaran. Selain itu, pada saat pelaksanaan penelitian juga dilakukan penyebaran kuisioner kepada para project manager dan praktisi yang berpengalaman atau yang dianggap memahami pekerjaan demolisi yang hasilnya akan diolah lebih lanjut. Sedangkan data sekunder diperoleh dari studi literatur berbagai sumber untuk mengumpulkan dasar teori dan pemahaman umum serta variabel-variabel penelitian terdahulu.

(4)

Dari beberapa penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa pemilihan metode demolisi dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, maka dilakukan pengelompokkan ulang terhadap faktor-faktor utama atau kriteria yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan pemilihan metode demolisi yaitu:

1. Sumber daya (SD) meliputi ketersediaan peralatan dan tenaga ahli;

2. Resiko dan dampak (RD) meliputi K3, kebisingan, debu, getaran, dan proteksi bangunan; 3. Sisa material (SM) meliputi material untuk didaur ulang ataupun dibuang;

4. Waktu (W) meliputi persiapan, pelaksanaan, dan pembersihan;

5. Biaya (B) meliputi transportasi alat, upah pekerja, dan pembuangan limbah.

Survei Pendahuluan

Survei pendahuluan dilakukan terhadap para praktisi untuk memperoleh gambaran umum terhadap pelaksanaan pembongkaran bangunan di Surabaya ataupun pengalaman melakukan pembongkaran bagunan di lokasi lain. Survei pendahuluan dilakukan dengan wawancara langsung tentang data gedung yang dibongkar, metode pelaksanaan yang dipilih, serta alat yang digunakan pada pekerjaan tersebut.

Penyebaran Kuisioner

Kuisioner berisi pertanyaan umum terkait kriteria-kriteria yang mempengaruhi pemilihan metode pembongkaran dengan skala pengukuran berdasarkan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) yang dikembangkan oleh Saaty (1994).

Metode AHP merupakan kerangka pengambilan keputusan secara efektif terhadap persoalan yang kompleks dengan membagi persoalan ke dalam bagian-bagian, menata variabel ke dalam susunan hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subyektif untuk mendapatkan variabel yang memiliki prioritas paling tinggi (Rusli, 2013). Berikut adalah susunan hirarki yang dimaksud:

Gambar 4. Susunan Hirarki Pemilihan Metode Demolisi

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah para pelaku konstruksi yang memiliki pengalaman atau memahami pelaksanaan pembongkaran. Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara acak (stratified random sampling) dengan populasi yang dikategorikan ke dalam strata yang sama dalam hal jabatan ataupun pengalaman sehingga diharapkan sampel dapat mewakili populasi para pakar konstruksi yang ada pada perusahaan konstruksi di Surabaya.

(5)

Dengan susunan hirarki di atas, para responden diminta untuk memberikan penilaian pada delapan karakteristik proyek demolisi yang dikelompokkan berdasarkan jarak dengan

bangunan lain, kompleksitas struktur bangunan, serta jenis bahan yang terkandung di dalamnya. Berikut delapan karakteristik proyek tersebut:

Tabel 1. Karakteristik Proyek Demolisi

Tipe Lokasi/Jarak Kompleksitas Struktur Karakteristik Kandungan

A Renggang Sederhana Non B3

B Padat Sederhana Non B3

C Renggang Sederhana Mengandung B3

D Padat Sederhana Mengandung B3

E Renggang Kompleks Non B3

F Padat Kompleks Non B3

G Renggang Kompleks Mengandung B3

H Padat Kompleks Mengandung B3

Proyek demolisi dapat digolongkan berlokasi renggang jika jarak dengan bangunan lain lebih dari setengah tinggi bangunan yang akan dibongkar, begitupun sebaliknya. Sedangkan bangunan yang akan dibongkar dapat disebut sederhana jika merupakan bangunan low-rise building atau maksimal terdiri dari tiga lantai (<10 m), dan juga sebaliknya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Seluruh responden memberikan penilaian perbandingan tingkat kepentingan kriteria pada urutan hirarki kedua terhadap goal atau tujuan yang ingin dicapai dan antar-alternatif pada urutan hirarki ketiga terhadap masing-masing kriteria. Seluruh penilaian disimulasikan terhadap delapan jenis atau tipe proyek yang telah dikelompokkan berdasarkan

jarak dengan bangunan lain, kompleksitas struktur bangunan, serta jenis bahan yang

terkandung di dalamnya. Jawaban yang diperoleh akan bervariasi tergantung dengan tingkat

pemahaman para responden, yang kemudian akan dirata-ratakan.

Hasil analisis data primer yang dihitung secara manual menggunakan metode perbandingan berpasangan Analytic Hierarchy Process (AHP), kemudian dirangkum ke dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 2. Tabulasi Peringkat Metode Demolisi

Tipe Proyek Peringkat Metode (Bobot)

1 2 3 4 A Renggang Sederhana Non-B3 Top-down Manual (0.40) Mekanikal (0.30) Top-down Mesin (0.20) Peledak (0.10) B Padat Sederhana Non-B3 Top-down Manual (0.49) Mekanikal (0.22) Top-down Mesin (0.20) Peledak (0.08) C Renggang Sederhana Mengandung B3 Top-down Manual (0.39) Mekanikal (0.29) Top-down Mesin (0.22) Peledak (0.10) D Padat Sederhana Mengandung B3 Top-down Manual (0.46) Mekanikal (0.25) Top-down Mesin (0.20) Peledak (0.09)

(6)

Tipe Proyek Peringkat Metode (Bobot) 1 2 3 4 E Renggang Kompleks Non-B3 Peledak (0.39) Mekanikal (0.26) Top-down Mesin (0.25) Top-down Manual (0.10) F Padat Kompleks Non-B3 Top-down Mesin (0.40) Mekanikal (0.29) Top-down Manual (0.20) Peledak (0.10) G Renggang Kompleks Mengandung B3 Mekanikal (0.34) Top-down Mesin (0.32) Peledak (0.22) Top-down Manual (0.12) H Padat Kompleks Mengandung B3 Top-down Mesin (0.38) Mekanikal (0.29) Top-down Manual (0.20) Peledak (0.13)

Hasil pengolahan data di atas mencerminkan kecenderungan pemilihan metode demolisi menurut sejumlah sampel yang mewakili populasi para pakar atau pelaku konstruksi di Surabaya. Kolom peringkat menggambarkan urutan metode yang dalam kondisi normal paling tepat untuk diterapkan pada setiap tipe proyek, hingga yang tidak direkomendasikan.

Diskusi dan Pembahasan

Untuk mendapatkan informasi tambahan, maka dilakukan pembahasan dengan salah satu responden terhadap hasil pengolahan data sebagaimana tercantum dalam Tabel 2. Responden yang kemudian pada sesi ini dianggap sebagai Narasumber, diminta untuk memberikan tanggapan mengenai keputusan metode demolisi di masing-masing tipe proyek.

Proyek tipe A : metode top-down manual tepat untuk diterapkan karena jenis bangunan yang sederhana tidak memerlukan peralatan atau teknologi tertentu, namun tetap efektif dalam pelaksanaannya. Kemudian pada urutan selanjutnya adalah penggunaan peralatan mekanikal, sedangkan top-down mesin dan peledak sangat tidak direkomendasikan.

Proyek tipe B : metode top-down manual sangat tepat untuk diterapkan karena selain bangunan yang sederhana, kondisi lokasi yang padat memberi sedikit kemungkinan penerapan metode mekanikal. Sedangkan top-down menggunakan mesin dan penggunaan bahan peledak sangat tidak direkomendasikan.

Proyek tipe C : penggunaan perlengkapan pengaman bagi pekerja demolisi membutuhkan biaya yang murah dan dengan tipe bangunan yang sederhana masih tepat bila demolisi dilakukan secara manual. Penggunaan peralatan mekanikal masih mungkin untuk diterapkan karena lokasi yang renggang. Sedangkan top-down mesin dan bahan peledak tidak direkomendasikan.

Proyek tipe D : sama dengan proyek tipe C, namun bila menggunakan peralatan mekanikal harus dipastikan lokasi dapat dijangkau meskipun menggunakan alat berat yang berukuran kecil.

Proyek tipe E : penggunaan bahan peledak membuat proses demolisi menjadi cepat. Namun ketersediaan sumber daya menjadi pertimbangan utama karena akan berpengaruh dengan biaya. Metode top-down mesin dan mekanikal dapat diterapkan, sedangkan manual tidak direkomendasikan.

Proyek tipe F : top-down mesin menjadi pilihan utama karena tidak membutuhkan banyak ruang, cukup menempatkan mesin di atas bangunan dengan

(7)

diangkat oleh crane. Metode mekanikal masih mungkin diterapkan karena terdapat berbagai perangkat yang dipasang di ujung alat sesuai dengan ruang pergerakannya. Sedangkan manual dan peledak tidak direkomendasikan.

Proyek tipe G : dalam kondisi ini metode mekanikal atau alat berat lebih tepat diterapkan kemudian top-down mesin. Namun bila diyakini cukup jauh jarak dengan bangunan lain atau tempat orang beraktivitas maka dapat digunakan bahan peledak. Sedangkan metode manual tidak direkomendasikan karena butuh waktu yang sangat lama.

Proyek tipe H : sama dengan proyek tipe F di mana top-down mesin menjadi pilihan pertama karena tidak membutuhkan banyak ruang gerak, kemudian penggunaan peralatan mekanikal karena ujungnya yang dapat diganti sesuai dengan ruang pergerakan. Sedangkan manual dan peledak tidak direkomendasikan.

Studi Kasus

Untuk menguji kesesuaian pemilihan metode demolisi, maka diambil satu lokasi proyek salah satu responden dan terdapat pekerjaan pembongkaran. Metode yang telah dilaksanakan oleh proyek nantinya akan dibandingkan dengan metode yang diperoleh melalui perhitungan matematis berdasarkan pendapat para responden untuk mendapatkan kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Lokasi studi kasus tergolong dalam tipe proyek A yaitu lokasi renggang, bangunan sederhana dan tidak mengandung B3. Bila dikaitkan dengan hasil perhitungan dengan metode AHP, maka metode yang paling efektif untuk tipe proyek ini adalah top-down manual. Namun pada prakteknya bangunan tersebut dibongkar menggunakan excavator atau alat berat oleh pemborong. Beberapa alasan perusahaan terkait pembongkaran adalah:

1. perlu waktu yang cepat dalam land clearing;

2. perusahaan tidak memiliki koneksi pembuangan bekas bongkaran;

3. dengan menyerahkan kepada pihak lain, perusahaan dapat lebih fokus pada persiapan pelaksanaan konstruksi selanjutnya;

4. karena termasuk pekerjaan sederhana, maka akan lebih mudah jika diserahkan kepada pemborong bongkaran.

Untuk memperkuat alasan pembongkaran menggunakan alat berat atau mekanikal, dibuat sebuah perhitungan perbandingan biaya pembongkaran dikaitkan dengan waktu berdasarkan produktivitas kerja yang sudah diperkirakan sebelumnya. Produktivitas kerja dan volume pekerjaan diambil berdasarkan hasil wawancara dengan Narasumber yang kemudian dipakai sebagai acuan dalam perhitungan biaya, sedangkan biaya sewa peralatan menggunakan acuan HSPK kota Surabaya tahun 2015.

Berikut ini perbandingan perhitungan biaya dan waktu pembongkaran rumah tinggal 2 lantai tipe 150/250 dengan metode top-down manual dan mekanikal:

Tabel 3. Perbandingan Biaya dan Waktu Pembongkaran

Metode Biaya Waktu

Top-down manual Rp. 14.003.438,- 14,38 hari

Mekanikal Excavator (alat berat) Rp. 22.345.375,- 6,88 hari

Penggunaan alat berat meskipun biayanya lebih mahal daripada manual, namun dapat mengakomodir kebutuhan pemberi kerja dalam hal ini kontraktor yang menginginkan

(8)

pembongkaran dalam waktu singkat. Sedangkan metode manual biayanya jauh lebih murah tapi membutuhkan waktu lebih lama.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil perhitungan melalui metode Analytic Hierarchy Process (AHP), dalam kondisi normal diperoleh urutan metode pembongkaran yang bervariasi sesuai dengan tipe proyek terkait dari yang paling efektif dan efisien hingga yang tidak direkomendasikan. 2. Metode top-down manual menjadi pilihan utama pada proyek tipe A, B, C, dan D karena

jenis bangunan yang sederhana tidak memerlukan peralatan berat sebagai alat bantunya. Proyek tipe E paling tepat dibognkar dengan bahan peledak. Karena dengan bangunan kompleks di lokasi yang renggang dan tidak mengandung B3, meledakkan struktur utama bagian bawah membuat proses pembongkaran lebih cepat dan mudah. Untuk bangunan dengan struktur kompleks seperti pada proyek tipe F dan H didominasi oleh metode top-down menggunakan mesin, karena lokasi yang padat perlu peralatan yang sedikit membutuhkan ruang gerak. Proyek tipe G meski strukturnya kompleks dan mengandung B3, namun lokasi yang renggang memudahkan pergerakan alat mekanikal selama pembongkaran.

Saran

Saran setelah dilakukan penelitian ini adalah diharapkan ke depan dapat dilakukan penelitian serupa namun dengan menggunakan metode analisis kuantitatif. Seluruh kriteria yang memiliki pengaruh dalam pelaksanaan pembongkaran bangunan dikonversikan ke dalam nilai uang atau biaya, sehingga dengan standar ukur yang sama akan diperoleh metode pembongkaran yang paling efisien namun tidak mengabaikan faktor-faktor yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Arham. 2003. Intellegent Selection of Demolition Techniques. Loughborough University. United Kingdom. Hal. 64-71.

Australian Government. 2015. Demolition Work Code of Practice. Safe Work Australia. New South Wales.

Coelho, Andre dan Jorge de Brito. 2009. Economic analysis of conventional versus selective demolition – A case study. Elsevier. Amsterdam. Hal. 3-11.

Hongkong Government. 2004. Code of Practice for Demolition of Buildings. Building Department. Hongkong.

Islami, M.W. 2014. Analisa Metode dan Biaya Pembongkaran Bangunan Pasar Turi Tahap-III Surabaya. ITS. Surabaya. Hal. 2-16.

Mulyono. 2000. Petunjuk Standarisasi Desain Gedung Bertingkat. Ganeca Exact. Bandung. Republik Indonesia. 2002. Undang-Undang Republik Indonesia No. 28 Tahun 2002 tentang

Bangunan Gedung. Sekretariat Negara. Jakarta. Hal. 2-5.

Republik Indonesia. 2005. Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2005 tentang Bangunan Gedung. Sekretariat Negara. Jakarta. Hal. 8-14.

Rusli, Akhmad. 2013. Pemilihan Kontraktor Perbaikan Rotor di Pembangkit Listrik PT. XYZ dengan Menggunakan Metode Analytic Hierarchy Process dan Goal Programming. ITS. Surabaya. Hal. 16-32.

Gambar

Gambar 1. Metode Top-down Menggunakan Mesin
Gambar 2. Metode Penggunaan Peralatan Mekanikal
Gambar 4.  Susunan Hirarki Pemilihan Metode Demolisi
Tabel 2. Tabulasi Peringkat Metode Demolisi  Tipe Proyek  Peringkat Metode (Bobot)
+2

Referensi

Dokumen terkait