• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 34/PUU-X/2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 34/PUU-X/2012"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

 

MAHKAMAH KONSTITUSI

REPUBLIK INDONESIA

---

RISALAH SIDANG

PERKARA NOMOR 34/PUU-X/2012

PERIHAL

PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2011

TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG

NOMOR 24 TAHUN 2003

TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR

NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

ACARA

PEMERIKSAAN PENDAHULUAN

(I)

J A K A R T A

(2)

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

--- RISALAH SIDANG

PERKARA NOMOR 34/PUU-X/2012 PERIHAL

Pengujian Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi [Pasal 7A ayat (1)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

PEMOHON

1. Andi Muhammad Asrun 2. M. Jodi Santoso

3. Nurul Anifah

ACARA

Pemeriksaan Pendahuluan (I)

Selasa, 17 April 2012, Pukul 13.45 –14.18 WIB

Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat

SUSUNAN PERSIDANGAN

1) Achmad Sodiki (Ketua)

2) M. Akil Mochtar (Anggota)

3) Muhammad Alim (Anggota)

(3)

Pihak yang Hadir: A. Pemohon:

1. Andi Muhammad Asrun 2. M. Jodi Santoso

(4)

1. KETUA: ACHMAD SODIKI

Sidang Perkara Nomor 34/PUU-X/2012, saya nyatakan dibuka dan terbuka untuk umum.

Baik. Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang. Pemohon, silakan siapa yang hadir pada kesempatan ini?

2. PEMOHON: A. MUHAMMAD ASRUN

Terima kasih, Yang Mulia. Kami hadir selaku Pemohon. Saya sendiri Muhammad Asrun. Dari sebelah kiri saya, Saudara Nurul Anifah dan sebelah kanan, Pak Jodi Santoso. Terima kasih.

3. KETUA: ACHMAD SODIKI

Baik. Ya, sekarang saya beri kesempatan untuk memaparkan pokok-pokok permohonan Saudara. Silakan.

4. PEMOHON: A. MUHAMMAD ASRUN

Terima kasih, Yang Mulia. Kami akan membacakan ringkas-ringkas saja. Pertama soal kewenangan Mahkamah Konstitusi, kami menilai bahwa Mahkamah berwenang menguji permohonan konstitusionalitas Pasal 7A ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 terhadap Undang-Undang Dasar 1945 di Mahkamah.

Kemudian kedua, kami menilai bahwa kami Pemohon memiliki kedudukan hukum dan kepentingan Pemohon, berdasarkan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003, dimana kami adalah perseorangan warga negara dan pembayar pajak.

Lebih dari itu, saya pribadi adalah mantan staf ahli di MK, yang saya menilai saya adalah korban dari ketidakjelasan pengaturan di MK ini. Terkait dengan status staf ahli yang kemudian menghilang dari … dari Mahkamah Konstitusi. Jadi, kami menganggap kami memiliki kewenangan dan karena perseorangan warga negara.

Kemudian, persoalan yang menjadi dasar dari persoalan yang diajukan ini adalah persoalan tidak jelasnya batas usia pensiun panitera itu. Di dalam Pasal 7A ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 hanya menyatakan, “Kepaniteraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 merupakan jabatan fungsional yang menjalankan tugas teknis administrasi

SIDANG DIBUKA PUKUL 13.45WIB

(5)

peradilan Mahkamah Konstitusi.” Bila dikatakan jabatan fungsional, maka dia adalah sama dengan tugas yang diemban oleh kepaniteraan di lingkup peradilan di luar MK, peradilan umum, peradilan agama, dan peradilan tata usaha negara.

Dan pengertian jabatan fungsional dijelaskan di dalam Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974, dimana dikatakan penjelasan Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 menyatakan, “Jabatan fungsional adalah jabatan yang tidak secara tegas disebutkan dalam … yang … tidak tegas disebutkan dalam struktur organisasi, tapi dari sudut fungsinya, diperlukan organisasi seperti peneliti, dokter, pustakawan, dan lain-lain serupa dengan itu.”

Pengertian jabatan fungsional lebih diperjelas lagi dalam Pasal 1 ayat (1) Keppres Nomor 87 Tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil, dimana dikatakan, “Jabatan fungsional pegawai negeri sipil yang selanjutnya dalam keputusan presiden ini disebut jabatan fungsional adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang pegawai negeri sipil dalam suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keadilan dan/atau keterampilan tertentu secara bersifat mandiri.”

Pengertian jabatan fungsional juga disebutkan dalam Pasal 1 angka 1 PP Nomor 16 Tahun 1994, dimana dikatakan, “Jabatan fungsional pegawai negeri sipil yang selanjutnya dalam peraturan Pemerintah ini disebut jabatan fungsional adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang pegawai negeri sipil dalam suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian dan/atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri.”

Sementara itu dalam Penjelasan Umum Undang-Undang 43 Tahun 1999 disebutkan, selain itu undang-undang ini juga menegaskan bahwa menjamin manajemen dan pemilihan karier pegawai negeri sipil, maka jabatan yang ada dalam organisasi pemerintahan, baik jabatan struktural maupun jabatan fungsional, merupakan jabatan karier yang hanya dapat diisi atau diduduki oleh pegawai negeri sipil dan/atau pegawai negeri yang telah beralih status sebagai pegawai negeri sipil.

Menurut Pasal 3 ayat (2) Keppres Nomor 51 Tahun 2004 tentang Sekertariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi. Kepaniteraan punya tugas menyelenggarakan dukungan teknis administrasi yudisial kepada Mahkamah Konstitusi. Dalam menjalankan tugasnya, kepaniteraan menjalankan fungsi koordinasi pelaksanaan teknis administratif yudisial, pembinaan, dan pelaksanaan administrasi perkara, pembinaan pelayanan teknis gagasan pengujian Undang-Undang Dasar … undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, pelayanan teknis kegiatan pengambilan putusan mengenai Sengketa Kewenangan Lembaga Negara yang kewenangan yang diberikan pihak selanjutnya. Dan Panitera dan Panitera Pengganti di Mahkamah adalah jabatan fungsional di lingkungan

(6)

Kepaniteraan Mahkamah yang merupakan aparatur Pemerintah yang di dalam menjalankan tugas dan fungsinya berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Ketua Mahkamah Konstitusi. Mohon dibaca Pasal 1, Pasal 6, Pasal 10 ayat (5) Keppres 51 Tahun 2004.

Beberapa penjelasan tersebut di atas bila dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan terkait kekuasaan kehakiman, memperlihatkan bahwa panitera dan panitera pengganti adalah jabatan fungsional, serta ada pengaturan usia pensiunnya, ini tidak ada dalam Undang-Undang Mahkamah Konstitusi pengaturan usia pensiun.

Pemahaman jabatan fungsional dikaitkan dengan kepentingan perlunya pengaturan usia pensiun panitera pengganti, maka sudah seharusnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 juga mengatur usia pensiun panitera dan panitera pengganti. Oleh karena tidak disebutkan usia pensiun panitera, panitera pengganti, maka Pemohon mana perlu, maka memberi tafsir terhadap Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011.

Usia pensiun bagi panitera, panitera pengganti di lingkungan peradilan umum, peradilan agama, dan peradilan tata usaha negara. Secara eksplisit diatur batasan usia prinsip panitera, panitera pengganti. Ketidakjelasan pengaturan usia pensiun bagi panitera dan panitera pengganti Mahkamah, akan membawa akibat terhadap masa depan karier mereka di Mahkamah. Kita tidak berharap Mahkamah menjadi penjaga hak-hak konstitusional, justru menjadi ladang bagi pembunuhan hak-hak konstitusional tersebut.

Ketidakjelasan masa depan, jelas tidak akan memacu prestasi kerja. Tidak mesti mundur perlombaan pencapaian prestasi kerja yang optimal dan pada akhirnya memacu rasa frustasi seperti fenomena puncak gunung es dan ini sudah mulai dirasakan di kalangan panitera dan panitera pengganti. Hal-hal negatif seperti ini pada gilirannya akan membawa ritme tidak memuaskan dalam pelayanan kepada para pencari keadilan yang datang ke Mahkamah. Disitulah letak kerugian konstitusional yang dialami oleh Para Pemohon.

Pasal 38A Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 menyatakan, “Panitera, wakil panitera-panitera muda dan panitera pengganti peradilan tata usaha negara, diberhentikan dengan hormat, dengan alasan:

a. meninggal dunia,

b. atas permintaan sendiri secara tertulis,

c. sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus,

d. telah berumur 60 (enam puluh) tahun bagi panitera, wakil panitera, panitera muda, dan panitera pengganti pengadilan tata usaha negara; e. telah berumur 62 (enam puluh dua) tahun bagi panitera, wakil panitera,

panitera muda, dan panitera pengganti pengadilan tinggi tata usaha negara, dan/atau

(7)

Pasal 38A Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama, juga memuat umur panitera di sini. Dimana dikatakan pada huruf d, telah berumur 60 tahun bagi panitera, wakil panitera, panitera muda, dan panitera pengganti peradilan agama.

Demikian juga di dalam Pasal 36A Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009, juga disebutkan tentang batasan usia itu.

Bila dilihat dari segi fungsi pekerjaan, maka tidak ada perbedaan antara Panitera dan Panitera Pengganti di Mahkamah dengan panitera pengganti di peradilan umum, peradilan agama, dan peradilan tata usaha negara.

Panitera dan panitera pengganti adalah suatu jabatan fungsional, dimana seharusnya pengaturan usia pensiun juga harus sama atau setidak-tidaknya diatur secara eksplisit, seperti halnya pengaturan di lingkungan peradilan umum, peradilan agama, dan peradilan tata usaha negara.

Akibat ketidakjelasan batas usia pensiun bagi Panitera, Panitera Pengganti di Mahkamah, maka Pasal 23 ayat (1) huruf b Undang-Undang

Nomor 43 Tahun 1999 juncto Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 32

Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil, dipakai sebagai rujukan batasan usia pensiun bagi Panitera Pengganti di Mahkamah. Seperti halnya terjadi pada mantan Panitera Mahkamah Saudara Dr. Zainal Arifin Hoesein, S.H., M.H. Bapak Dr. Fadlil Sumadi terselamatkan kariernya karena beliau kemudian diangkat menjadi Wakil Ketua Peradilan Agama dan mengasuh sebagai Hakim Mahkamah Konstitusi. Kalau dia berada terus di Mahkamah, maka dia tidak akan mencapai usia pensiun yang sama dengan pegawai negeri yang lainnya.

Dengan demikian, bilamana Pasal 7A ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011, tidak ditafsirkan batas usia pensiun Panitera dan Panitera Pengganti Mahkamah, ada seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009, Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, dan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009, maka akan menimbulkan ketidakpastian dalam hal pensiun. Fakta hukum ini jelas menimbulkan kerugian konstitusional bagi Pemohon. Karena bagaimana mungkin pelayanan peradilan akan diberikan maksimal manakala suasana psikologis kebatinan panitera, dan panitera pengganti terganggu akibat ketidakjelasan masa depan, dan panitera pengganti yang masih berkarier di Mahkamah, seperti hal yang terjadi pada saat ini.

Dengan demikian, Mahkamah harus menafsirkan bunyi Pasal 7A ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011. Alasan pengujian undang-undang bahwa karena adanya ketidakjelasan usia prinsip panitera, panitera pengganti yang seharusnya diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011, melahirkan satu ketidakpastian hukum bagi Pemohon yang bertentangan dengan jiwa muatan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

(8)

Bahwa ketentuan pasal … ketentuan dalam Pasal 8 Undang-Undang … Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan sejalan dengan prinsip pengakuan jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Bahwa Pemohon mengalami kerugian konstitusional, akibat tidak diaturnya usia pensiun panitera dan panitera pengganti dalam Pasal 7A ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011. Dimana batas usia pensiun panitera dan panitera penganti pada peradilan agama, dan peradilan umum, dan peradilan tata usaha negara juga diatur dalam undang-undang terkait.

Problematika hukum yang merugikan warga negara tersebut termasuk terhadap diri Pemohon, akan terus berlanjut. Kerugian hak konstitusional Pemohon, merupakan pelanggaran hak-hak, sebagaimana dijamin dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945, yaitu konsep negara hukum diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, kemudian persamaan di muka hukum, dan pemerintahan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, dan hak orang untuk mendapatkan prosedur hukum sebagaimana diatur Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, dan hak orang untuk bebas dari perlakuan diskriminatif, sebagaimana diatur dalam Pasal 28I ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Akhirnya, perkenankan kami Pemohon mengajukan petitum dalam persidangan yang mulia ini bahwa:

1. Mohon kiranya Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya.

2. Memutus dan menyatakan bahwa sepanjang Pasal 7A ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, sepanjang ditafsir sebagai kepaniteraan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 merupakan jabatan fungsional yang menjalankan tugas administratif peradilan Mahkamah Konstitusi, dengan usia pensiun 62 tahun, tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

3. Menyatakan bahwa sepanjang Pasal 7A ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, sepanjang ditafsir sebagai kepaniteraan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7A merupakan jabatan fungsional yang menjalankan tugas teknis administrasi peradilan Mahkamah Konstitusi dengan usia pensiun 62 tahun, mempunyai kekuatan hukum mengikat.

4. Memerintahkan putusan ini dalam ... pemuatan dalam Berita Negara Indonesia.

(9)

Bilamana Mahkamah berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya. Lebih dan kurangnya kami mohon maaf, Yang Mulia. Terima kasih.

5. KETUA: ACHMAD SODIKI

Ya, baiklah. Majelis telah membaca, mendengarkan pokok-pokok permohonan Saudara. Yang pada intinya, Saudara meminta Pasal 7A ya, ayat (1) Undang-Undang ini Nomor 8 Tahun 2011, itu sepanjang ditafsirkan panitera sebagaimana Pasal 7 melalui jabatan fungsional, ya? Yang berjalan teknis peradilan Mahkamah Konstitusi dengan batas usia 62 tahun, ya?

Baiklah, mungkin ada hal-hal yang perlu disampaikan? Saya persilakan, Pak Akil.

6. HAKIM ANGGOTA: M. AKIL MOCHTAR

Ya, baiklah Saudara Pemohon, ya. Pertama soal legal standing ini, supaya ... nah, Saudara menggunakan perorangan warga negara Indonesia take fire-lah dan juga sebagai orang yang pernah bekerja di MK sebagai staf ahli. Tetapi agar lebih menukik lagi, kan saya kira kerugian ... karena ini kan langsung ini kan? Saudara Pemohon langsung kan?

7. PEMOHON: A. MUHAMMAD ASRUN

Betul, Pak.

8. HAKIM ANGGOTA: M. AKIL MOCHTAR

Nah, oleh karena itu ... tiga-tiganya advokat semua?

9. PEMOHON: A. MUHAMMAD ASRUN

Asisten advokat, Pak.

10. HAKIM ANGGOTA: M. AKIL MOCHTAR

Asisten?

11. PEMOHON: A. MUHAMMAD ASRUN

(10)

12. HAKIM ANGGOTA: M. AKIL MOCHTAR

Ya, saya kira dari sisi kesempatan dan usia, mungkin dua itu berpotensi untuk menjadi Panitera di MK, kan begitu. Nah, itu ... kalau Pak Asrun ya enggaklah, sudah lewat kali umurnya, kan gitu. Dan enggak akan mau, kan gitu. Tapi yang dua, masih punya potensi. Nah, itu jadi maksud saya biar ada korelasinya juga soal legal standing itu, gitu lho. Bahwa berpengharapan, kan gitu,kalaupun misalnya diterima lalu menjadi Panitera MK karena dia punya kesempatan, ya berharap bahwa pensiunnya bisa 62 tahun, kan begitu. Itu potensial, kan begitu. Nah, jadi itu satu. Ini kaitannya dengan legal standing. Supaya tidak hanya semata-mata ... take fire itu kan terlalu general, kan gitu, tapi ya spesifiknya itu adalah. Itu satu.

Yang kedua, soal uraian-uraian yang berkaitan dengan … apa namanya ... permohonan Saudara ini kan menguji Pasal 7A. Saya kira harus ... kemudian Saudara merujuk kepada beberapa undang-undang yang secara langsung mengatur juga tentang jabatan fungsional panitera ini. Tetapi secara spesifik, tidak dimuat juga di dalam permohonan Saudara. Ini misalnya Pasal 36A Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 itu tentang Peradilan Umum Perubahan Kedua, ya kan itu menyatakan panitera, panitera ... wakil panitera, panitera muda, panitera pengganti, pengadilan, itu diberhentikan dengan hormat dengan alasan telah berusia 62 tahun.

Kemudian Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 itu tentang Peradilan Agama, itu juga menyebutkan di Pasal 38A-nya, ya, 62 tahun.

Kemudian Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan TUN (Tata Usaha Negara), itu juga menyebutkan batas usia pensiunnya 62 tahun.

Nah, yang ingin saya sampaikan, saya kira harus dimulai dahulu bahwa Mahkamah, ya dan ... Mahkamah Konstitusi maksud saya dan Mahkamah Agung itu kan pelaku kekuasaan kehakiman yang menyelenggarakan peradilan, termasuk teknis ... perangkat teknis di bawahnya seperti panitera. Tetapi ada pembedaan perlakuan, gitu lho, pembedaan perlakuan. Dimana di ruang lingkup peradilan di bawah Mahkamah Agung, termasuk nanti Undang-Undang Mahkamah Agungnya juga bisa dilihat, misalnya di pasal berapa Undang-Undang Mahkamah Agung itu yang walaupun agak sedikit berbeda karena diisyaratkan untuk Panitera Mahkamah Agung itu harus berpengalaman sepuluh tahun di bidang hukum, kemudian anu ... apa namanya ... pernah … apa ... menjadi Hakim, ya? Sebagai hakim pada pengadilan tingkat pertama. Tetapi itu untuk Mahkamah Agung. Tetapi usia pensiunnya, itu tentu berkaitan juga dengan karena dia hakim, tentu ada keterkaitannya dengan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.

Nah, dari tiga undang-undang itu, sebagai implementasi dari pelaksanaan kekuasaan kehakiman yang disebutkan di dalam Pasal 24

(11)

Undang-Undang Dasar itu, oleh sebuah Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi, tetapi penyelenggara teknis peradilan, di antaranya panitera, sama-sama jabatan fungsional, ya toh? Di tiga ruang lingkup peradilan itu setidak-tidaknya plus Mahkamah Agung, itu diatur usia pensiunnya. Di MK tidak diatur, maksud saya bukan di MK, di Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi itu tidak mengatur, hanya dia memberikan kewenangan, selanjutnya diatur dengan Peraturan Presiden atas usul Mahkamah Konstitusi, tetapi susunan organisasi, fungsi, tugas, dan wewenang. Apakah di dalam tata aturan seperti itu mengatur juga tentang usia pensiun?

Nah, di pelaku kekuasaan kehakiman Mahkamah Agung dan peradilan di bawahnya, diatur dalam Undang-Undang tentang Usia Pensiun ini. Di pelaku kekuasaan kehakiman Mahkamah Konstitusi tidak diatur, ini kan diskriminatif dari aspek itu maksud saya.

Nah, ini … sehingga dengan alasan tersebut, ada alasan Saudara meminta, kan kira-kira gitu nih? “Kok berbeda ini pelaku kekuasaan kehakiman?”

Saya kira kita harus mulai dari Pasal 24 itu mengonstruksinya. Laksanakan oleh sebuah Mahkamah Agung, beserta peradilan di bawahnya, dan sebuah Mahkamah Konstitusi. Baru diurut nih, sampailah kepada tugas teknis kepaniteraan, yaitu administrasi peradilannya, lalu mengatur juga tentang usia pensiun dan kaitannya dengan jabatan fungsional, Pak. Karena fungsional itu kan, ya begitulah naik pangkatnya lima tahun sekali, enggak ada … kalau struktrual itu bisa dalam satu pangkat yang sama bisa dua kali naik pangkat, sehingga kecenderungan lebih cepat, lalu juga usia pensiunnya pun bisa relatif lebih pendek memang karena jabatannya cepat tinggi. Karena bisa naik pangkat zig-zag dalam satu masa jabatan. Jadi kecenderungan untuk pangkat lebih tinggi itu, mencapai pangkat yang lebih tinggi dengan sisa umur yang masih tersedia, agak relevan. Kalau fungsional lima tahun, lima tahun, lima tahun, misalnya dia pensiun 50 tahun, ya memang sedikit sekali.

Oleh sebab itu, kan kalau kita melihat jabatan fungsional itu usia pensiunnya panjang dari Undang-Undang Kepegawaian. Mau dosen, mau widyaiswara, mau apa, itu biasanya lebih tinggi usia pensiunnya, lebih … apa … bukan tinggi maksudnya, lebih lamalah dibandingkan dengan jabatan struktural.

Di dalam Undang-Undang Kejaksaan yang saya ingat, jaksa itu kalau dia mau fungsional, dia bisa 62 tahun pensiun. Tapi kalau struktural, itu 60 tahun. Jadi kalau misalnya dia Jaksa Agung Muda, ya kan, Golongan IVE, dia berumur 60 tahun, dia harus pensiun. Tapi kalau dia melepaskan jabatan Jaksa Agung Mudanya, lalu dia jadi jaksa fungsional saja, bisa sampai 62. Itu di dalam Undang-Undang Kejaksaan juga kita ... dulu saya ingat itu masih diatur.

Nah, itu artinya jabatan-jabatan fungsional itu lebih panjang, gitu lho, diberikan. Itu ada pertimbangannya, Pak. Tapi yang jelas, saya ingin

(12)

mengatakan isu tentang diskriminasi perlakuan ... bukan, isu tentang pembedaan pemberberlakuan aturan dalam satu posisi jabatan yang sama, sama-sama panitera, panitera kepala kek, panitera muda kek, panitera pengganti kek, sama-sama pelaku kekuasaan kehakiman, tapi berbeda. Nah, agak rada nyambung sedikitlah, gitu.

Nah, cuma persoalannya ini, kalau Saudara mengambil Pasal 7A, kemudian di dalam … apa namanya ... petitumnya, lalu ... kan ini agak begini ini, Pak, saya baca ya. Agak … agak … saya agak berpikir keras ini

maksudnya apa, gitu? Memutuskan dan menyatakan bahwa sepanjang

Pasal 7A ayat (1)Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011, Perubahan 2004-2003, sepanjang ditafsir sebagai kepaniteraan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, ini kan bunyi kalimatnya, “Merupakan jabatan fungsional yang menjalankan tugas teknis administratif Peradilan MK dengan usia pensiun 62 tahun tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar”.

Bunyi pasal aslinya tidak ada kan? Kepaniteraan sebagaimana ... dalam sekretariat jenderal untuk menentukan pelaksanaan dengan tugas wewenang Mahkamah Konstitusi. Nah, ini apa kita sampai ke situ nanti? Atau Pasal 7A itu dikutip habis, tapi harus konstitusional sepanjang ditafsir, termasuk usia pensiun 62 tahun. Mungkin ya. Tapi itu jalan keluarnya memang agak sulit ini. Atau kalau Saudara tadi yang saya sebutkan pasal-pasal di dalam undang-undang tentang peradilan umum, peradilan agama, Mahkamah Agung, di situ mengatur, bisa juga itu … kalau itu yang dijadikan batu ujinya … eh, bukan batu uji, yang diuji, itu konstitusionalnya sepanjang … termasuk juga Panitera di Mahkamah Konstitusi misalnya, 62 tahun ini ada beberapa pilihan. Tapi kalau Pasal 7 ini, memang ya, agak berat ya.

Itu dari saya, Pak. Mohon maaf agak panjang sedikit, tetapi memang perlu anulah, ada pembedaan itu jelas, gitu. Tapi ya bagaimana klausul jalan keluarnya, nanti kita pikirkan bersamalah.

13. HAKIM KETUA: ACHMAD SODIKI

Silakan, Pak.

14. HAKIM ANGGOTA: MUHAMMAD ALIM

Terima kasih, Pak Ketua.

Saudara Pemohon, itu di dalil Saudara di halaman 6, alinea kedua, itu kan Saudara menyebutkan peradilan umum, peradilan agama, dan peradilan tata usaha negara, oke ya? Ya, di Pasal 6. Tetapi, di halaman 6 juga, Anda memulai dari peradilan tata usaha negara. Mungkin lebih baik begini, disesuaikan dengan di atas. Peradilan Umum itu Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009, oke? Peradilan Agama itu Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, Peradilan Tata Usaha Negara itu Undang-Undang Nomor

(13)

51 Tahun 2009. Jadi, halaman 6 dan halaman 7, biar … biar urut seperti dalil Saudara sini karena memang dia nomornya juga berurut, oke?

Peradilan … lingkungan peradilan umum dulu itu Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009, itu sudah perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata … eh, Peradilan Umum, ya kan?

Nah, kemudian yang urutan kedua, itu Anda mesti mengangkat dulu Undang 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

Jadi … jadi, Peradilan Umum dulu Undang-Undang Nomor 49, peradilan tata usaha … eh, Peradilan Agama, Undang-Undang Nomor 50, baru Peradilan Tata Usaha Negara Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 sebagai Perubahan atas … Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986. Itu susunannya supaya begitu ya? Oke.

15. PEMOHON: A. MUHAMMAD ASRUN

Baik.

16. HAKIM ANGGOTA: MUHAMMAD ALIM

Di sini juga di … yang kedua, Anda menyebut-nyebut PP. Kira–kira PP tidak usahlah. Karena kita kalau … kalau menurut yang punya kewenangan kita, hanya undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar. Mungkin seperti yang disebutkan oleh Yang Mulia tadi Dr. Akil Mochtar bahwa kenapa kok ada pembedaan antara peradilan umum, peradilan agama, dan tata usaha negara, dengan Panitera di Mahkamah Konstitusi? Jadi itu mungkin … mungkin Anda perlihatkan dahulu itu ya.

Kemudian, saya punya tambahan lagi. Ini ada umur 62 tahun seperti yang dikemukakan oleh Yang Mulia tadi Dr. Akil Mochtar. Di Undang-Undang Mahkamah Konstitusi kan enggak menyebutkan usia, justru yang ada menyebutkan usia itu di Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 atau tentang Peradilan Umum, Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama, dan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, kan gitu ya? Di sana justru yang menyebut umur, di sini tidak. Jadi mungkin seperti saran Yang Mulia tadi, barangkali Saudara harus pikirkan bahwa justru itu yang harus dituruti, supaya ini juga diperlakukan sama dengan itu, gitu lho.

Nah, kemudian berikutnya lagi. Mungkin di sini kan Mahkamah Agung, mohon maaf ya. Mahkamah Agung itu hakimnya … eh, panitera penggantinya itu kan memang harus hakim. Jadi seperti panitera pengadilan … eh, astaghfirullahaladzim, Panitera Mahkamah Agung itu Hakim Tinggi yang sekarang ini dijabat oleh Saudara Suroso Ono, S.H., M.H., dan itu memang dia usia 67 tahun karena hakim tinggi itu usia 67 baru pensiun. Di sana … di sana kan hakim, di sini enggak ada hakim yang menjadi panitera dan panitera pengganti.

(14)

Nah, lalu, mungkin juga Saudara harus memikirkan bahwa karena di sini tidak ada yang panitera menjadi panitera hakim, maka dipersamakanlah dengan pengadilan tinggi.

Cuma begini, Saudara Pemohon. Di pengadilan tinggi ada dua kriteria, yang panitera itu 62 tahun, yang panitera pengganti 60 tahun. Masa ya sama panitera dengan panitera pengganti? Mohon maaf ya, mungkin itu bisa dipikirkan juga karena memang itu ada perbedaan antara panitera dan panitera pengganti. Sama juga dengan wakil panitera itu sama, tapi di sini kan kebetulan tidak ada istilah wakil panitera barangkali.

Lalu, kalau panitera dan wakil panitera itu sama dia punya usia pensiun. Kalau di peradilan umum, peradilan agama, dan peradilan tata usaha negara. Jadi, mungkin itu … di sini kan ada … ada … apa … panitera katakanlah panitera kepala dan ada juga panitera pengganti. Jadi, mungkin itu juga harus di … dibedakan.

Nah, jadi mungkin itu yang … yang harus di … ditunjuk barangkali seperti kata Yang Mulia tadi, nasihat dari Yang Mulia Dr. Akil Mochtar. Bahwa justru di sana yang ada usia lho yang di Undang-Undang Nomor 49, Undang-Undang Nomor 50, dan Undang-Undang Nomor 51, sedangkan di sini tidak ada. Maka karena dia ang … kalau anggap … kalau Anda anggap sebagai sama, ya harus diberlakukan juga di sini, kira-kira begitu. Karena di petitum Saudara … mohon maaf, Saudara mengatakan dalam petitum itu supaya dianggap konstitusional, sebagaimana

tercantum dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 juncto

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2001, kan begitu? Padahal di sini seperti yang diterangkan oleh Yang Mulia tadi, kan tidak ada usia di sini. Tidak ada usia panitera pengganti, yang ada usia hakim. Jadi, justru yang di sana yang ditunjuk supaya ini diperlakukan sama kalau menurut Anda, supaya ada perlakuan yang sama di muka hukum.

Saya belum membaca betul Anda punya … apa … ini batu ujinya kan Pasal 1 ayat (3), oke, negara hukum. Kemudian, Pasal 27 ayat (1), saya kira, “Persamaan kedudukan di muka hukum, dan pemerintahan, dan wajib menjunjung hukum dengan … tiada kecualinya.” Ini … ini kurang …

kurang lengkap lho, Saudara, halaman 10. “Segala warga negara

bersamanya di dalam hukum dan pemerintahan,” tidak begitu lho kalimat Pasal 27. “Segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya,” kan gitu? Cobalah dikasih lengkap itu ya! Ya.

Kalau pasal … huruf c itu, Pasal 28D ayat (1), itu di … disalinlah persis. Dan kemudian, untuk baiknya, saran saya, Pak. Kita sebut Undang-Undang Dasar 1945, baru diurut Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28D ayat (2), ini perlakuan yang bersifat diskriminatif. Barangkali ada … ada baiknya dikasih lengkap, ya? Ya.

Jadi, mungkin Saudara harus pikirkan, apakah sama panitera dengan panitera pengganti di sini … yang di sini. Karena di sana dibedakan lho,

(15)

Saudara Pemohon. Di sana yang panitera itu 62, panitera pengadilan tinggi agama … pengadilan tinggi, pengadilan tinggi agama, dan pengadilan tata usaha negara itu 62. Kalau panitera pengganti, hanya 60, baik di pengadilan peradilan umum, di peradilan agama, maupun di peradilan tata usaha negara.

Barangkali, Pak, sudah sementara cukup, Pak.

17. KETUA: ACHMAD SODIKI

Ya, barangkali sudah cukup banyak ya yang disampaikan oleh Yang Mulia Pak Dr. Akil Mochtar dan Dr. Alim. Silakan Saudara menanggapi, Saudara diberi kesempatan untuk kalau mau revisi sampai 14 hari, sampai waktu yang diberikan Saudara. Baik ya? Cukup? Cukup ya?

Dengan demikian, sidang dinyatakan ditutup.

Jakarta, 17 April 2012

Kepala Sub Bagian Pelayanan Risalah, t.t.d.

Paiyo

NIP. 19601210 198502 100 1

SIDANG DITUTUP PUKUL 14.18 WIB KETUK PALU 3X

Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisis data spasial, makalah ini dikonstruk dari model ekonometrika spasial tentang pendanaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk mengkaji lebih lanjut

(1) Atas dasar permohonan wajib pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 atau karena jabatan, Kepala Dinas meminta Kepala Bidang Penagihan Dinas Pendapatan,

Pada Gambar sinyal yang berwarna hijau, menujukkan bahwa 2x(n) mengalami penguatan atau pengalian amplitudo sinyal x[n], hal ini mebuktikab bahwa sinyal x[n] mengalami

[21] Prognosis dari penyakit/damage diisi sesuai dengan prognosis yang dibuat berdasarkan penilaian terhadap jejas atau damage (diagnosis/gambaran klinis pada saat

Servik merupakan bagian uterus dengan bagian khusus, terletak dibawah istimus. Servik memiliki serabut otot polos, namun terutama terdiri atas jaringan kolagen, ditambah

Wang Sutrisno (2000) dengan penelitian yang berjudul pengaruh stock split terhadap likuiditas dan return saham di Bursa Efek Jakarta, menemukan bahwa : (1) Aktivitas

Jungle Style pada umumnya aquascape menggunakan ikan sebagai pelengkap, namun ada kalanya aquascape bisa hanya berisi tanaman saja atau bahkan kadang-kadang batu saja,

Pengembangan masyarakat petani melalui program PIR-BUN ini termasuk dalam upaya penyadaran peran mereka sebagai aktor utama dalam proses pembangunan perkebunan yang juga