• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN EFEK SPASIAL BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) MENGGUNAKAN ANALISIS SPASIAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN EFEK SPASIAL BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) MENGGUNAKAN ANALISIS SPASIAL"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN EFEK SPASIAL BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH

(BOS) MENGGUNAKAN ANALISIS SPASIAL

1

Abdul Karim, 2Alfiyah 1

Program Studi Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Muhammadiyah Semarang 2Madrasah Aliyah Negeri Ciledug, Kabupaten Cirebon

Alamat e-mail : abdulkarimcrb@gmail.com

ABSTRAK

Otonomi pendidikan pada intinya, desentralisasi penyelenggaraan pendidikan sebagai konsekuensi pelimpahan sebagian kebijakan dan tanggung jawab dari Kemdikbud pusat kepada Kemdikbud daerah. Makalah ini menggunakan pendekatan spasial, karena diduga setiap wilayah memiliki keterkaitan. Berdasarkan analisis data spasial, makalah ini dikonstruk dari model ekonometrika spasial tentang pendanaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk mengkaji lebih lanjut investasi pemerintah dalam bidang pendidikan khususnya pendidikan di 35 Kabupaten dan Kota Provinsi Jawa Tengah. Melalui kajian ini, dapat diketahui bahwa pendanaan BOS di Provinsi Jawa Tengah memiliki keterkaitan antar wilayah.

Kata Kunci : Analisis spasial, spatial correlation, BOS

PENDAHULUAN

Investasi pendidikan merupakan investasi masa depan, dalam mendukung penyelenggaran otonomi pendidikan diperlukan kepastian ketersediaan anggaran bagi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) di daerah untuk menyelenggarakan pelayanan pendidikan sebaik-baiknya. Otonomi pendidikan pada intinya, desentralisasi penyelenggaraan pendidikan sebagai konsekuensi pelimpahan sebagian kebijakan dan tanggung jawab dari Kemdikbud pusat kepada Kemdikbud daerah[10]. UU Nomor 25 tahun 1999 juncto UU Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah merupakan payung hukum untuk mengatur prosedur transfer keuangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.[6]

Kebijakan yang diharapkan mampu meningkatkan mutu pendidikan adalah

melalui putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-VI I tahun 2008, dimana pemerintah harus menyediakan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Salah satu luaran dari kebijakan tersebut adalah Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dialokasikan pada sekolah tingkat dasar dan menengah pertama.[8]

Pemerataan dana BOS merupakan salah satu masalah yang dihadapi Kemdikbud Provinsi Jawa Tengah, permasalahannya adalah bagaimana cara mengalokasikan dana perimbangan tersebut kepada daerah, karena tidaklah mungkin setiap daerah menerima jumlah yang sama.

Hukum pertama tentang geografi dikemukakan oleh Tobler[9]yang berbunyi: “Everything is related to everything else, but near thing are more related than distant things”. Artinya, kondisi pada salah satu titik atau area berhubungan dengan

(2)

kondisi pada salah satu titik atau area yang berdekatan. Hukum ini yang menjadi landasan bagi kajian sains regional, efek spasial sering terjadi antara satu wilayah dengan wilayah yang lain. Pada data spasial, seringkali pengamatan di suatu lokasi bergantung pada pengamatan di lokasi lain yang berdekatan (neighboring).

Benabou[7]mengkaji pajak dan investasi dalam pendidikan merupakan variabel penting dalam pembangunan pendidikan regional. Zhai Bo[1] menganalisis keseimbangan pendidikan dasar dari aspek regional, urban, sekolah dan populasi.

Dari kajian di atas, permasalahan ketidakseimbangan distribusi pendanaan secara regional disebabkan perbedaan karakteristik kewilayahan.

Spatial Autocorrelation

Spatial autocorrelation adalah korelasi antara variabel dengan dirinya sendiri berdasarkan ruang atau dapat diartikan suatu ukuran kemiripan dari objek di dalam suatu ruang (jarak, waktu dan wilayah)[2]. Jika terdapat pola sistematik di dalam penyebaran sebuah variabel, maka terdapat autokorelasi spasial. Autokorelasi spasial menunjukkan bahwa nilai atribut pada daerah tertentu terkait dengan nilai atribut pada daerah lain yang letaknya berdekatan (bertetangga).

Dependensi spasial menunjukkan bahwa pengamatan di suatu lokasi bergantung pada pengamatan di lokasi lain yang letaknya berdekatan. Pengukuran dependensi spasial bisa menggunakan Moran’s I[2]. Hipotesis yang digunakan adalah :

Ho : = 0 (tidak ada autokorelasi antar lokasi)

H1:  0 (ada autokorelasi antar lokasi) Menurut Lee dan Wong[4]menyarankan persamaan berikut. ) I var( I -I M Mo M  hitung Z (2.6) dimana





         n 1 i 2 i n 1 i n 1 j j i ij n 1 i n 1 j ij M ) ( ) )( ( n I x x x x x x w w

 

1 n 1 I I E M     o 2 2 2 1 2 M ) 1 n )( 1 n ( 2 ) 1 n ( n ) 1 n ( n ) I var( o o S S S S       

   n j i 2 ij ij 1 ( ) 2 1 w w S

   n 1 i 2 oi io 2 (w w ) S



   n 1 i n 1 j ij w So

  n 1 j ij io w w

  n 1 j ji oi w w keterangan : xi = data ke-i ( i = 1, 2, ..., n) xj = data ke-j ( j = 1, 2, ..., n) x = rata-rata data ij

w = elemen matriks bobot spasial var (I) = varians Moran’s I

E(I) = expected value Moran’s I Pengambilan keputusan Ho ditolak jika

2 / 

Z

Zhitung  . Nilai dari indeks I adalah

antara -1 dan 1. Apabila I > Io maka data memiliki autokorelasi positif, jika I < Io maka data memiliki autokorelasi negatif. Selain itu Morans’s I dapat digunakan untuk mengetahui pola pengelompokan dan penyebaran antar lokasi. Menurut Lee dan Wong, identifikasi pola menggunakan kriteria nilai indeks I adalah jika I>I0maka mempunyai pola mengelompok (cluster), jika I=I0, maka berpola menyebar tidak merata (tidak ada autokorelasi), dan I<I0 memiliki pola menyebar.

(3)

Kuadran I (terletak di kanan atas) disebut High-High (HH), menunjukkan daerah yang mempunyai nilai pengamatan tinggi dikelilingi oleh daerah yang mempunyai nilai pengamatan tinggi. Kuadran II (terletak di kiri atas) disebut Low-High (LH), menunjukkan daerah dengan pengamatan rendah tapi dikelilingi daerah dengan nilai pengamatan tinggi. Kuadran III (terletak di kiri bawah) disebut Low-Low (LL), menunjukkan daerah dengan nilai pengamatan rendah dan dikelilingi daerah yang juga mempunyai nilai pengamatan rendah. Kuadran IV (terletak di kanan bawah) disebut High-Low (HL), menunjukkan daerah dengan nilai pengamatan tinggi yang dikelilingi oleh daerah dengan nilai pengamatan rendah[3].

Gambaran Program BOS

Program BOS dilatarbelakangi adanya kebijakan Pemerintah mengurangi subsidi bahan bakar minyak dan telah merelokasikan sebagian besar anggaran yang dirancang untuk mengurangi beban masyarakat miskin akibat dampak dari kenaikan bahan bakar minyak. Ada 4 (empat) sektor alokasi anggaran subsidi bahan baker minyak antara lain untuk :

a. Bidang pendidikan b. Bidang kesehatan

c. Bantuan infrastruktur pedesaan d. Subsidi Langsung Tunai ( SLT) Untuk bidang pendidikan konsep Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM) untuk SD dan SMP yang semula program Bantuan Khusus Murid (BKM) yang langsung diberikan kepada siswa/murid miskin yang telah diseleksi oleh sekolah sesuai alokasi anggaran yang diterima, programtersebut telah diubah menjadi Program Bantuan Opersional Sekolah (BOS) yang diberikan kepada sekolah untuk dikelola sesuai dengan ketentuan. Besarnya dana untuk tiap tiap sekolah

ditetatapkan berdasarkan jumlah murid. Untuk menyamakan persepsi dan kesamaan pemahaman BOS secara singkat kita uraikan terlebih dahulu mengenai definisi Biaya Pendidikan dan terminologi program BOS.

Biaya Satuan Pendidikan (BSP) adalah besarnya biaya yang diperlukan rata-rata tiap siswa tiap tahun, sehingga mampu menunjang proses belajar mengajar sesuai dengan standar pelayanan yang telah ditetapkan. Dari cara penggunaannya, BSP dibedakan menjadi BSP Investasi dan BSP Operasional.

BSP Investasi adalah biaya yang dikeluarkan setiap siswa dalam satu tahun untuk pembiayaan sumberdaya yang tidak habis pakai dalam waktu lebih dari satu tahun, seperti pengadaan tanah, bangunan, buku, alat peraga, media, perabot dan alat kantor.

Sedangkan BSP Operasional adalah biaya yang dikeluarkan setiap siswa dalam satu tahun untuk pembiayaan sumber daya pendidikan yang habis pakai dalam satu tahun atau kurang. BSP Operasional mencakup biaya personil dan biaya non personil. Biaya personil meliputi biaya untuk kesejahteraan (honor Kelebihan Jam Mengajar (KJM) , Guru tidak tetap (GTT), Pegawai tidak tetap (PTT), uang lembur) dan pengembangan profesi guru (Pendidikan dan Latihan Guru, Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS), Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS), Kelompok Kerja Guru (KKG), dan lainlain. Biaya non personil adalah biaya untuk penunjang Kegiatan

Belajar Mengajar (KBM),

evaluasi/penilaian, perawatan/pemeliharaa, daya dan jasa, pembinaan kesiswaan, rumah tangga sekolah dan supervise. Selain dari biaya-biaya tersebut, masih terdapat jenis biaya operasional yang ditanggung oleh peserta didik, misalnya biaya transportasi, konsumsi, seragam, alat

(4)

tulis, kesehatan, rekreasi dan sebagainya. Berdasarkan hasil kajian Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional Bantuan Operasional Sekolah (BOS) mencakup dua komponen yaitu biaya operasional dan biaya non personil, oleh karena biaya satuan yang digunakan adalah rata-rata nasional, maka penggunaan BOS dimungkinkan untuk membiayai beberapa kegiatan lain yang tergolong dalam biaya personil dan biaya investasi.

Namun perlu ditegaskan bahwa prioritas utama BOS adalah untuk biaya operasional non personil bagi sekolah. Oleh karena keterbatasan dana BOS dari pemerintah Pusat, maka biaya untuk investasi sekolah dan kesejahteraan guru harus dibiayai dari sumber lain, dengan prioritas utama dari sumber pemerintah, pemerintah daerah dan selanjutnya dari partisipasi masyarakat yang mampu.

Berdasarkan Buku Panduan pelaksanaan program BOS, tujuan Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) adalah untuk membebaskan biaya pendidikan bagi siswa kurang mampu (miskin) dan meringankan bagis siswa yang lain agar mereka memperoleh layanan pendidikan dasar yang lebih bermutu dalam rangka penuntasan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar sembilan Tahun. Adapun sasaran Program BOS adalah semua lembaga Sekolah setingkat SD, SMP baik negeri maupun Swasta.

METODE PENELITIAN

Sumber Data dan Variabel Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang yang diperoleh dari Kemdikbud Kabupaten dan Kota di Jawa Tengah untuk periode tahun 2013. Pada penelitian ini yang dijadikan unit observasi adalah Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Tengah. Data yang

digunakan adalah nilai BOS untuk 35 Kabupaten dan Kota di Propinsi Jawa Tengah.

Metode Analisis

Tahapan penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu :

1. Tahap penyusunan data awal 2. Desain dan arsitektural pemodelan 3. Pemodelan dan visualisasi

Gambar 2 Tahap penelitian

Tahap penelitian ini digambarkan menjadi bagan yang disajikan pada Gambar 2.

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari pemetaan berdasarkan distribusi pendanaan BOS, dilakukan analisis spatial autocorrelation untuk penentuan keterkaitan antar Kabupaten dan Kota berdasarkan pendistribusian BOS.

HASIL PENELITIAN

Gambar 3 mendeskripsikan distribusi dana BOS pada triwulan I tahun 2013 di Kabupaten dan Kota Provinsi Jawa Tengah, beberapa daerah yang mendapatkan dana BOS terbesar yaitu Kota Semarang, Grobogan, Pemalang dan Klaten yang mendapatkan dana BOS di atas 16 Miliyar. Sedangkan daerah yang mendapat dana BOS terkecil yaitu Kudus dan Kota Salatiga yang mendapat dana di bawah seratus juta.

Makalah ini menghitung global dan lokal indeks Moran’s I untuk menguji hubungan antar wilayah pada pendanaan BOS.

Tahap penyusunan data awal Desain dan arsitektural pemodelan

(5)

Gambar 3. Distribusi dana BOS triwulan I tahun 2013 di Kabupaten dan Kota Jawa

Tengah

Gambar 3 Scatter indeks local Moran’s I pendanaan BOS Provinsi Jawa Tengah

Gambar 3 menunjukkan bahwa global Morans’I lebih besar dari 0, artinya pendanaan BOS di Jawa Tengah memiliki fenomena aglomerasi antar wilayah. Selanjutnya, karakteristik local spatial dari pendanaan BOS Jawa Tengah terbagi kedalam empat kuadran kluster. Pada Moran’s Scatterplot data cendrung mengelompok di kuadran II (Low -High) dan III (Low- Low). Di kuadran II menunjukkan bahwa kabupaten-kota dikuadran tersebut memiliki persentase BOS rendah dikelilingi oleh kabupaten-kota lain yang memiliki persentase tinggi. Sedangkan di kuadran III menunjukkan bahwa kabupaten-kota dikuadran tersebut memiliki persentase BOS rendah dikelilingi oleh kabupaten-kota lain yang memiliki persentase rendah.

KESIMPULAN

Berdasarkan pendekatan spatial econometrics, kami mengkaji efek spasial dari pendanaan BOS di Jawa Tengah. Kami menyimpulkan bahwa adanya spatial autocorrelation membuktikan BOS

di Jawa Tengah memiliki fenomena aglomerasi antar wilayah.

DAFTAR PUSTAKA

[1] B. Zhai, Empirical analysis on balanced development of basic education in China , Education Research, vol. 7, pp. 22-30, 2007. [2] Karim, Abdul. 2012. Pemodelan PDRB

Sektor Industri di Jawa Timur

Menggunakan Pendekatan

Ekonometrika Spasial. Tesis Program Magister Statistika Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

[3] Kartika Yoli.2007. Pola Penyebaran Spasial Demam Berdarah Dengue di Kota Bogor tahun 2005. [Tugas Akhir] Institut Pertanian Bogor

[4] Lee, J. dan Wong, D. W. S. (2001), Statistical Analysis with Arcview GIS, John Wiley and Sons, New York. [5] Luknanto, Joko, 2003, Model

Matematika, Yogyakarta:

Laboratorium Hidraulika.

[6] Peraturan Pemerintah RI. No. 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan pendidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

[7] R. Benabou, Tax and Education Policy in a Heterogeneous Agent Economy: What Levels of Redistribution Maximize Growth and Efficiency? Working Papers, 1999:12-99, C.V. Starr Center for Applied Economics, New York Univ.

[8] Risalah Sidang Perkara Nomor 13/PUU-VI/2008. Jakarta. Mahkamah Konstitusi

[9] Tobler, W.R., 1970. A computer movie simulating urban growth in the Detroit region. Economic Geography 46, 234– 240

[10] UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem pendidikan nasional. Jakarta: Kementrian Pendidikan Nasional.

Gambar

Gambar 1 Moran scatterplot

Referensi

Dokumen terkait

Bab II, merupakan kajian pustaka yang berkaitan dengan penerapan metode bermain peran untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas v yang meliputi a pembelajaran bahasa

1. Mengucapkan materi hiwar tentang ةسردملا يف تاطاشنلا setelah guru dengan tepat. Mendemonstrasikan hiwar tentang ةسردملا يف تاطاشنلا secara

Pengertian anak dan batas umur tentang anak telah diatur dalam Undang- undang sebagai berikut : Pengertian anak menurut pasal 1 ayat 2 Undang - Undang No 4 Tahun 1979

Adapun kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: Terdapat hubungan antara umur dengan kejadian Kecelakaan Kerja pada perawat di Ruang IGD Rumah Sakit

Uraian teori yang disusun bisa dengan kata-kata penulis secara bebas dengan tidak mengurangi makna teori tersebut; dapat juga dalam bentuk kutipan dari tulisan orang lain, yaitu

Informan dalam penelitian ini terdiri atas 10 orang mahasiswa prodi bimbingan dan konseling semester dua yang sedang mengampuh mata kuliah antropologi semester Genap

Pendidikan Islam bertujuan untuk menyempurnakan peserta didik menjadi manusia yang dapat hidup bahagia dunia maupun di akhirat dan untuk dapat menyempurnakan