• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEK SALIVA MANUSIA PADA PROLIFERASI DAN MIGRASI FIBROBLAS JARINGAN KULIT NORMAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFEK SALIVA MANUSIA PADA PROLIFERASI DAN MIGRASI FIBROBLAS JARINGAN KULIT NORMAL"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

EFEK SALIVA MANUSIA PADA PROLIFERASI DAN MIGRASI

FIBROBLAS JARINGAN KULIT NORMAL

Rent Fajarwati, Lutia Utami, Vincentia Theodora IP, Y. Widodo Wirohadidjojo

Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

FK Universitas Gadjah Mada/RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

ABSTRAK

Pada fase proliferasipenyembuhan luka, proliferasi dan migrasi fibroblas berperan penting. Kedua aktivitas tersebut membutuhkan berbagai faktor pertumbuhan. Saliva mengandung komponen protein dengan berbagai macamfungsi biologi yang penting dalam menjaga dan memelihara kesehatan kavum oris, selain itu mengandung berbagai faktor pertumbuhan yang berperan dalam penyembuhan lukapada kulit.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh saliva manusia pada fase proliferasi penyembuhan luka menggunakan model fibroblas kulit normal.

Fibroblas kulit normal manusia dibiakkan sampai turunan keenam, dan dipacu dengan 25% & 50% saliva manusia yang diisolasi dari seorang relawan yang dipuasakan 1 jam, 2 jam dan 6 jam. Proliferasi fibroblas dinilai dengan esaiformasan biru dan migrasi fibroblas dinilai dengan esai goresan. Perbedaan respons diuji dengan Friedman dan post-hoc dengan Wilcoxon pada data yang tidak terdistribusi normal.

Terdapat peningkatan rerata indeks proliferasi fibroblas pada semua kelompok perlakuan saliva (puasa 1 jam 25%, puasa 1 jam 50%, puasa 2 jam 25%, danpuasa 2 jam 50%) bila dibandingkan dengan kelompok kontrol. Peningkatan indeks proliferasi fibroblas secara bermakna (p<0,05) dijumpai pada kelompok yang mendapat perlakuan saliva puasa 1 jam 25%, saliva puasa 1 jam 50%, dan saliva puasa 2 jam 25%. Rerata persentase migrasi fibroblas pada semua kelompok perlakuan saliva puasa (puasa 1 jam 25%, puasa 1 jam 50%, puasa 2 jam 25%, dan puasa 2 jam 50%) bila dibandingkan dengan kelompok kontrol mengalami peningkatan dan bermakna signifikan secara statistik (p<0,05).

Saliva merupakan sumber faktor pertumbuhan yang mampu mempercepat fase proliferasi penyembuhan luka. (MDVI2016:42 /S: 2S -6S)

Kata kunci: saliva, migrasi fibroblas, proliferasi fibroblas, fibroblas kulit manusia, penyembuhan luka.

ABSTRACT

In the proliferation phase of wound healing, proliferation and migration offibroblastsplay important roles. Both of these activities need various growth factors. Human saliva is a biological source of growth factors that play a role in wound healing of skin. The aim of this study is to identify the effect of human saliva in the proliferation phase of wound healing using fibroblasts model of human normal skin.

Cultured normal human skin fibroblasts sixth passage is divided into 7 groups, the control group and the group were treated with 1 hour, 2 hours, and 6 hours fasting saliva, each of which consists of a concentration of 25% and 50%. Fibroblasts proliferation was measured using blue formazan assay, and fibroblasts migration was measured using scratch assay. Comparation of mean index of fibroblasts proliferation and percentage of fibroblasts migration was analyzed with Friedman and post-hoc by Wilcoxon test.

In all group (who was given 25% 1 hour fasting saliva, 50% 1 hour fasting saliva, 25% 2 hours fasting saliva, and 50% 2 hours fasting), the mean proliferation index are increased compared to the control group. The increase of the index of fibroblasts proliferation were significant (p < 0.05) in the group who was given 25% saliva, both after 1 hour and 2 hours fasting. The mean percentage of fibroblasts migration in all group (who was given 25% 1 hour fasting saliva, 50% 1 hour fasting saliva, 25% 2 hours fasting saliva, and 50% 2 hours fasting saliva) compared to the control group were increased and statistically significant.

As a conclusion, saliva is a source of growth factors that can accelerate proliferation phase of wound healing. (MDVI2016:42 /S: 2S-6S)

Keywords: saliva, fibroblasts migration, fibroblasts proliferation, human skin fibroblasts, wound healing.

Korespondensi:

Gedung Radiopoetro Lantai 3, Jl. Farmako, Sekip, Yogyakarta 55281 Telpon/Fax 0274-560700

(2)

3S

PENDAHULUAN

Penyembuhan luka merupakan proses dinamis yang terdiri atas empat fase, yaitu hemostasis, inflamasi, proliferasi dan remodeling. Setiap fase penyembuhan luka akan melibatkan interaksi yang rumit antara sitokin, kemokin dan berbagai faktor pertumbuhan. Faktor pertumbuhan merupakan polipeptida yang mengawali pertumbuhan, diferensiasi dan metabolisme sel, serta mengatur proses perbaikan jaringan. Faktor pertumbuhan terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit, namun berperan besar dalam proses penyembuhan luka.1'2'3 Selain dalam darah, faktor pertumbuhan juga ditemukan pada saliva.4-5

Saliva mengandung berbagai protein dengan fungsi

biologis yang berbeda-beda dalam mempertahankan

kesehatan rongga mulut. Protein tersebut berfungsi untuk

melumasi rongga mulut, membantu remineralisasi

permukaan gigi, mengawali proses pencernaan makanan, proteksi terhadap mikroba, dan mempertahankan integritas mukosa. Fungsi yang disebut terakhir, disebabkan oleh faktor pertumbuhan yang terkandung dalam saliva.6 Saliva telah lama diketahui sebagai sumber faktor pertumbuhan dan berperan dalam proses penyembuhan luka. Hal ini berawal dari pengamatan pada perilaku hewan yang menjilati luka pada tubuhnya sendiri, yang ternyata dapat memicu proses penyembuhan luka.7 Terdapat banyak penelitian in vitro maupun in vivo mengenai saliva tikus dan penyembuhan luka. Saliva merupakan sumber faktor pertumbuhan, antara lain epidermal growth factor (EOF), basic fibroblast growth

factor (bFGF), nerve growth factor (NGF), transforming growth factor alpha and beta (TGF-a TGF-$), dan insulin-like growth factor I and II (IGF-I, IGF-II). Berbagai faktor

pertumbuhan tersebut dapat menstimulasi berbagai sel inflamatorik ke area luka, menginduksi proliferasi keratinosit dan fibroblas, angiogenesis, dan jaringan granulasi.1'8'9 Aplikasi substansi kaya faktor pertumbuhan untuk penyembuhan luka, seperti platelet rich plasma (PRP)10'11 atau platelet rich fibrin (PRP)12'13 telah banyak dilakukan, namun diperlukan prosedur persiapan yang bersifat invasif dan memerlukan metode khusus serta biaya yang tinggi. Saliva diharapkan dapat berperan sebagai alternatif terapi penyembuhan pada luka berdasarkan komponen faktor pertumbuhan yang ada di dalamnya, dengan aplikasi yang mudah dan biaya yang murah. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh saliva manusia pada fase proliferasi penyembuhan luka menggunakan model fibroblas kulit normal, khususnya efek pada proliferasi dan migrasi fibroblas.

METODE

Fibroblas manusia dari preputium anak laki-laki yang sehat (sampel diperoleh dari kulit preputium anak yang disirkumsisi di salah satu klinik swasta di daerah Yogyakarta) dikultur menggunakan teknik eksplantasi sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Fresney.14 Sel

fibroblas tersebut dikultur secara terpisah dalam Dulbecco s

Modified Eagle s Medium (DMEM) Gibco®yang mengandung 4.5 g/L D-glukosa, 2 mmol/L L-glutamine, 2.5 mg/L amfoterisin B, 100 ug/L streptomisin, 100 unit/L penisilin, dan 10% bovine serum. Kultur sel yang dibiakkan sampai tunman keenam digunakan dalam percobaan ini. Fibroblas yang dikultur kemudian dipindahkan ke dalam lempeng sumuran mikro (microwell plate) yang memiliki 96

sumuran, dan masing-masing berisi 104 sel dalam phosphate

buffer saline (PBS). Lempeng sumuran mikro kemudian

dipindahkan dari inkubator dan ditempatkan dalam tudung alir laminer (laminary flow hood). Medium diambil dari setiap sumuran dan dicuci dengan PBS steril dua kali. Dua ratus mikro liter saliva manusia yang diisolasi dari seorang relawan setelah puasa 1 jam, 2 jam, dan 6 jam, dan masing-masing terdiri atas 2 konsentrasi; 25%, dan 50% lalu ditambahkan. Sebagai kontrol digunakan DMEM dan fetal

bovine serum (FBS) 10%. Setelah inkubasi selama 72 jam

pada suhu 37° dan CCh 5%, keluarkan lempeng sumuran mikro dari inkubator. Masing-masing kelompok penelitian dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali.

Pengukuran proliferasi fibroblas mengacu pada

protocol

3-(4,5-dimethylthiazole-2-y\)-2,5-diphenyltetrazolium bromide atau disingkat MTT10 dengan sedikit modifikasi. Pengerjaan medium dilakukan dalam kondisi gelap, medium dari setiap lempeng sumuran disedot dan dibuang, dicuci dengan PBS steril sebanyak 3 kali, kemudian buang. Selanjutnya dimasukkan medium lengkap pertumbuhan fibroblas ke dalam masing-masing sumuran sebanyak 200 n'BSl, ditambahkan 50 n'BSl MTT berkadar 50 mg/ml dalam PBS steril. Firing petri kemudian dibungkus dengan aluminium foil dan diinkubasikan 4-8 jam dalam inkubator 37°C CCh 5%. Setelah inkubasi selesai, semua larutan supernatan (MTT dan medium) dibuang. Selanjutnya ditambahkan 200 ul larutan dimethyl sulfoxide (DMSO) 99% dan 50 ul buffer glisin di atasnya. Warna biru pada setiap sumuran dibaca densitas optiknya dengan spektro-foto-meter panjang gelombang 570 nm.

Migrasi fibroblas diukur dengan metoda Liang dkk.,15 yaitu penyempurnaan metode invitro scratch assay yang

dikembangkan oleh Lampugnani16 dan Yarrow dkk.17Segera

setelah diinkubasi selama 72 jam, PBS diganti dengan 2 ml

medium lengkap pertumbuhan fibroblas, kemudian

dilakukan goresan pada dasar sumuran menggunakan ujung biru pipet mikro, medium disedot dan sumuran dicuci dengan PBS sampai sel yang terlepas terangkat. Pada pencucian terakhir dilakukan rekaman citra biakan dengan kamera moticam. Citra mikroskopis direkam dengan pembesaran 400 kali dan rekaman difokuskan pada garis goresan. Setelah citra mikroskopis dipindahkan dalam format JPEG, pixel ruang kosong dan pixel warna biru (gambaran dari fibroblas)

(3)

dihitung dengan program komputer. Selanjutnya, persentase migrasi ditentukan dengan rumus:

Migrasi=100%-{(pixelkosong/(pixelkosong+pixelbiru)x\QQ%}.

Data penelitian diolah dan disajikan dalam bentuk grafik dan dianalisis secara statistik. Perbedaan rerata indeks proliferasi dan persentase migrasi fibroblas dianalisis dengan uji Friedman karena data-data tidak terdistribusi 3 normal dan dilanjutkan dengan analisis post hoc menggunakan uji Wilcoxon. Perbedaan rerata disebut bermakna apabila p<0,05.

HASIL

Proliferasi fibroblast

Terdapat peningkatan rerata indeks proliferasi fibroblas yang bermakna secara statistik (p<0,05) pada kelompok yang diberi saliva puasa 1 jam konsentrasi 25%, 1 jam

konsentrasi 50% dan 2 jam konsentrasi 25% dibandingkan dengan kontrol. Pada perlakuan saliva puasa 2 jam konsentrasi 50%, 6 jam konsentrasi 25% dan 6 jam konsentrasi 50% rerata indeks proliferasi fibroblas meningkat namun tidak bermakna secara statistik (p>0,05). (Gambar 1).

Perbandingan antar konsentrasi saliva dengan jam puasa yang sama didapatkan hasil bahwa pemberian saliva puasa 1 jam konsentrasi 50% menunjukkan penurunan rerata indeks proliferasi fibroblas secara bermakna (p<0,05) dibandingkan dengan pemberian saliva puasa 1 jam konsentrasi 25%. Demikian juga pada perlakuan saliva puasa 2 jam konsentrasi 50%, juga mengalami penurunan rerata indeks proliferasi fibroblas secara bermakna (p<0,05) dibandingkan dengan saliva puasa 2 jam konsentrasi 25%. Hasil berbeda ditemukan pada perlakuan saliva puasa 6 jam, yaitu pada konsentrasi 50% menunjukkan penurunan rerata indeks proliferasi fibroblas dibandingkan konsentrasi 25% namun secara statistik tidak berbeda bermakna (pX),05). (Gambar 1).

(4)

5S

Migrasi flbroblas

Perbandingan rerata persentase migrasi flbroblas (jumlah flbroblas yang bergerak mendekati garis yang telah digoreskan) pada kelompok perlakuan saliva puasa 1 jam konsentrasi 25%, saliva puasa 1 jam konsentrasi 50%, saliva puasa 2 jam konsentrasi 25%, saliva puasa 2 jam konsentrasi 50%, saliva puasa 6 jam konsentrasi 25% dan saliva puasa 6 jam konsentrasi 50% masing-masing dibandingkan dengan kontrol menunjukkan hasil peningkatan yang signifikan secara statistik (p<0,05).

Perbandingan antar konsentrasi saliva dengan jam

PEMBAHASAN

Penyembuhan luka di rongga mulut mengalami waktu yang lebih singkat bila dibandingkan dengan bagian tubuh yang lain. Salah satu faktor yang terlibat dalam fenomena ini adalah saliva yang berperan dalam penyembuhan luka oral. Saliva menciptakan lingkungan yang lembab, sehingga meningkatkan kelangsungan hidup dan fungsi berbagai sel inflamasi yang sangat penting untuk penyembuhan luka. Selain itu, saliva mengandung protein yang berperan dalam berbagai tahap penyembuhan luka intraoral.18'19

puasa yang sama didapatkan hasil bahwa pemberian saliva puasa 1 jam konsentrasi 50% menunjukkan peningkatan rerata persentase migrasi flbroblas secara tidak bermakna (p>0,05) dibandingkan dengan saliva puasa 1 jam konsentrasi 25%. Pemberian saliva puasa 2 jam 4 konsentrasi 50% menunjukkan peningkatan rerata persentase

migrasi flbroblas secara tidak bermakna (p>0,05)

dibandingkan dengan saliva puasa 2 jam konsentrasi 25%, sedangkan pemberian saliva puasa 6 jam konsentrasi 50% menunjukkan penurunan rerata persentase migrasi flbroblas secara statistik tidak bermakna (p>0,05) dibandingkan dengan saliva puasa 6 jam konsentrasi 25% (Gambar 2).

Abbasian dkk. melakukan penelitian in vivo menggunakan mencit. Sebuah insisi dibuat pada bagian ventral dan dorsal tubuh mencit. Kemudian dilakukan pengamatan dan hasilnya menunjukkan bahwa luka pada sisi ventral lebih cepat sembuh karena mencit dapat menjilati luka tersebut dengan lebih mudah.4 Grossman dkk juga meneliti efek ekstrak saliva tikus pada proliferasi kultur sel kulit sebagai model untuk proses penyembuhan luka. Penelitian tersebut menemukan bahwa setiap kelenjar ludah berefek spesifik pada penyembuhan luka dan kombinasi dari semuanya menunjukkan efek aditif.7 Sialadenektomi dan desalivasi

(5)

selektif pada penelitian dengan hewan menunjukkan bahwa kelenjar submandibula dan sublingua adalah kelenjar yang paling bertanggungjawab dalam penyembuhan pada kulit atau mukosa oral.7-20

Pada penelitian ini, hasil proliferasi fibroblas menunjukkan peningkatan rerata indeks proliferasi fibroblas yang bermakna secara statistik pada kelompok 25% saliva puasa 1 jam, 25% saliva puasa 2 jam dan 50% saliva puasa 1 jam yang dibandingkan dengan kontrol. Pada kelompok 50% saliva puasa 2 jam, 25% saliva puasa 6 jam dan 50% saliva puasa 6 jam menunjukkan hasil peningkatan rerata indeks proliferasi fibroblas yang tidak bermakna secara statistik dibandingkan dengan kelompok kontrol (Gambar 1). Pemberian konsentrasi 50% saliva puasa 1 jam dan 2 jam menunjukkan penurunan rerata indeks proliferasi fibroblast yang bermakna secara statistik dibandingkan dengan kelompok konsentrasi 25% dengan jam puasa yang sama. Hasil perbandingan konsentrasi 50% saliva puasa 6 jam dibandingkan dengan konsentrasi 25% pada jam puasa yang sama juga menunjukkan penurunan rerata indeks proliferasi fibroblas, namun tidak bermakna secara statistik. Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian saliva konsentrasi 25% menimbulkan efek peningkatan proliferasi fibroblas yang lebih baik dibandingkan saliva konsentrasi 50%.

Hasil pada migrasi fibroblas, menunjukkan peningkatan rerata persentase migrasi fibroblas yang bermakna secara statistik pada semua kelompok yang mendapat perlakuan konsentrasi 25% dan 50% saliva puasa 1 jam, 2 jam maupun 6 jam dibandingkan dengan kelompok kontrol. Rerata persentase migrasi fibroblast pada kelompok 50% saliva puasa 1 dan 2 jam dibandingkan dengan kelompok 25% saliva puasa jam yang sama, menunjukkan penurunan yang tidak bermakna secara statistik. Sebaliknya, kelompok 50% saliva puasa 6 jam dibandingkan 25% saliva puasa 6 jam

menunjukkan peningkatan rerata persentase migrasi

fibroblas yang juga tidak bermakna secara statistik (Gambar 2). Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian saliva

meningkatkan migrasi fibroblas, namun besarnya

konsentrasi saliva tidak berpengaruh pada migrasi fibroblas. Efek menguntungkan aplikasi faktor pertumbuhan eksterna pada penyembuhan luka seperti yang telah dibuktikan secara

in vitro, berimplikasi bahwa protein merupakan kunci utama

yang berperan pada penyembuhan luka.21 Sejauh ini, kami belum menemukan literatur mengenai korelasi antara durasi puasa dengan kadar faktor pertumbuhan pada saliva. Jadi, hasil dari penelitian ini dapat menjadi hipotesis untuk penelitian-penelitian di masa mendatang untuk menemukan

jenis faktor pertumbuhan apa dalam saliva yang

bertanggungjawab pada peningkatan proliferasi dan migrasi fibroblas dan hubungannya dengan lama puasa sebelum pengambilan sampel saliva.

Sebagai kesimpulan penelitian ini, saliva merupakan sumber faktor pertumbuhan yang mampu mempercepat fase proliferasi penyembuhan luka (meningkatkan indeks proliferasi dan persentase migrasi fibroblas).

DAFTAR PUSTAKA

1. Singer AJ, Clark RAF. Cutaneous wound healing. NEJM. 1999;341:738-46.

2. Falanga V and Iwamoto S. Mecanism of Wound repair, Wound Healing, and Wound Dressing. Dalam: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, penyunting. Dermatology in General Medicine. Edisi ke-7. New York: McGraw-Hill Book, Co; 2012. p. 2984-92.

3. Diegelmann RF, Evans MC. Wound healing: An overview of acute, fibrotic and delayed healing. Front Biosci. 2004;9:283-9. 4. Abbasian B, Azizi S, Esmaeili A. Effects of rat's licking behavior

on cutaneous wound healing. Iran J Basic Med Sci. 2010;13(1): 242-7.

5. Ishizaki H, Westermark A, Setten G, Pyykko I. Basic fibroblast growth factor (bFGF) in saliva-physiological and clinical implications. Act Otolaryngol. 2000;543:193-5.

6. Oxford GE, Jonsson R, Olofsson J, Zelles T, Humphreyes-Beher MG. Elevated levels of human salivary epidermal growth factor after oral and juxtaoral surgery. J Oral Maxillofac Surg. 1999;57:154-8.

7. Grossman N, Binyamin L, Bodner L. Effect of rat salivary glands effect on the proliferation of cultured skin cells-a wound healing model. Cell Tissue Bank. 2004;5:205-12.

8. Fujisawa K, Miyamoto Y, Nagayama M. Basic fibroblast growth factor and epidermal growth factor reverse impaired ulcer healing of the rabbit oral mucosa. J Oral Pathol Med. 2003;32:358-66. 9. Fabian TK, Fejerdy P. Saliva in Health, Disease, Chemical

Biology of. Wiley Encyclopedia of Chemical Biology. 2007:1-9. 10. Dhillon RS, Schwarz EM, Maloney MD. Platelet-rich plasma

therapy-future or trend?. Arthritis Res &Ther. 2012;14:219. 11. Vijayaraghavan N, Mohapatra DP, Friji MT, Kumar D, Arjun

A, Bibilash BS, dkk. Role of autologous platelet rich plasma (APRP) in wound healing. JSWCR. 2014;7:23-8.

12. Naik B, Karunakar P, Jayadev M, Marshal VR. Role of platelet rich fibrin in wound healing: A critical review. J Conserv Dent. 2013;6:284-93.

13. Chignon SB, Georgiou CA, Fontas E, David S, Dumas P, Ihrai T, dkk. Efficacy of leukocyte and platelet-rich fibrin in wound healing: a randomized controlled clinical trial. Plast Reconstr Surg. 2012;130:819-29.

14. Freshney RI. Culture of animal cells: a manual of basic technique. Edisi ke-4. New York: Willey-Liss; 2000.p.329-44.

15. Liang CC, Park AY, Guan JL. In vitro scratch assay: a convinient and inexpensive method for analysis of cell migration in vitro. Nat Protoc. 2007; 2: 329-33.

16. Lampugnani MG. Cell migration into a wounded area in vitro. Methods Mol Biol. 1999;96:177-82.

17. Yarrow JC, Perlman ZE, Westwood NJ, Mitchinson TJ. A high-throughput cell migration assay using scratch wound healing, a comparation of image-based readout methods. BMC Biotechnol. 2004;4:21.

18. Brand HS, Veerman EC. Saliva and wound healing. Chin J Dent Res. 2013;16:7-12.

19. Almeida PDV, Gregio AMT, Machado MAN, Lima AAS, Azevedo LR. Saliva Composition and function: A comprehensive review. J Contemp Dent Pract. 2008;9:1-10.

20. Bodner L. Effect of parotid, submandibular, and sublingual saliva on wound healing in rats. Comp Biochem Physiol. 1991;100A:887-90.

21. Werner S, Grose R. Regulation of wound healing by growth factors and cytokines. Physiol Rev. 2003;83:835-7.

Gambar

Gambar 1 .Grafik perbandingan rerata indeks proliferasi fibroblas pada berbagai konsentrasi saliva 1, 2 dan 6 jam puasa.

Referensi

Dokumen terkait

Kalau metode yang jelas pastisipasi guru terhadap kondisi belajar di kelas selanjutnya dibicakan dalam forum rapat. 13) Apa tindak lanjut dari pelaksanaan

Dari sudut pandang ini, eksplanasi sejarah yang terkandung pada historiografi juga tidak dapat ditempatkan sebagai representasi dari realitas objektif, tetapi lebih sebagai waeana

Motivasi atau dorongan untuk melaksanakan pekerjaan yang muncul dari dalam diri sendiri lebih berati dibandingkan dengan dorongan muncul dari luas diri sendiri, sebab

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor suhu, kelembaban, intensitas cahaya dan kebisingan terhadap kondisi koleksi buku dan kenyamanan pengunjung perpustakaan. Penelitian

Penjadwalan tenaga kerja dengan menggunakan algoritma Monroe memberikan hasil setiap tenaga kerja mendapat keadilan dalam pemberian hari libur, yaitu 2 hari libur berurutan setelah

Rangkaian Gambar 2.1.c menjelaskan bahwa pada saat switch terbuka maka dioda akan tertutup walaupun pada posisi ini tidak terhubung dengan sumber, pada posisi ini daya

1) Perencanaan: Tahap ini mengembangkan rencana manajemen proyek dan dokumen perencanaan lainnya. Menyediakan dasar untuk mendapatkan sumber daya yang dibutuhkan

Untuk mengetahui keefektivan suatu metode dalam kegiatan pembelajaran perlu diadakan analisa data. Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif