• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESADARAN MASYARAKAT TERHADAP PERATURAN LALU LINTAS (STUDI PELANGGARAN LALU LINTAS DI APILL SIMPANG EMPAT NGORESAN)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KESADARAN MASYARAKAT TERHADAP PERATURAN LALU LINTAS (STUDI PELANGGARAN LALU LINTAS DI APILL SIMPANG EMPAT NGORESAN)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Siti Aminah

Universitas Sebelas Maret

Abstrak:

Menurut UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pasal 287 ayat (1) telah disebutkan bahwa pelanggar APILL akan dipidana kurungan paling lama 2 bulan dan denda paling banyak lima ratus ribu rupiah, namun APILL Simpang Empat Ngoresan malah dianggap tidak ada oleh pengguna jalan. Artikel ini bertujuan untuk mengetahui kesadaran masyarakat terhadap peraturan lalu lintas dengan studi kasus pelanggaran lalu lintas yang terjadi di APILL Simpang Empat Ngoresan, Surakarta. Metode yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan analisis deskriptif. Analisis data menggunakan data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification. Hasil penelitian ini adalah kesadaran hukum masyarakat rendah karena tidak adanya penegak hukum dan kurangnya fasilitas yang mendukung tertib hukum masyarakat.

Kata Kunci: kesadaran hukum, pelanggaran lalu lintas, APILL Simpang Empat Ngoresan

Abstract:

According to Traffic Laws and Road Transport article 287 paragraph (1) has been mentioned that the traffic light offenders will be convicted at least 2 months and amercement of five hundred thousand of rupiah, however in traffic light Simpang Empat Ngoresan is not considered by road users. This article aims is to knowing about public awareness of traffic rules with case studies the traffic violation in traffic light Simpang Empat Ngoresan, Surakarta. Method used is qualitative approach and descriptive analysis. Data analysis use data reduction, data display, and conclusion drawing/verification . the result of this research is public legal awareness is low because of the absence of law enforcement and lack of facilities that support the legal laws of community.

Key words: legal awareness, traffic violations, traffic light Simpang Empat Ngoresan.

(2)

A. Latar Belakang Masalah

Menurut pasal 1 ayat (3)

Undang-undang Dasar Negara Republik

Indonesa Tahun 1945 menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Hal ini berarti bahwa segala sesuatu yang menjadi kepentingan dan hajat hidup orang banyak diatur dalam peraturan hukum Indonesia, tidak terkecuali dengan peraturan lalu lintas. Undang-undang lalu lintas dalam peraturan perundang-undangan diatur dalam UU No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, undang-undang ini dibuat mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan umum sebagaimana di amanatkan oleh UUD 1945. Selain itu,

undang-undang lalu lintas dan

angkutan jalan juga bermaksud untuk mewujud kan keamanan, keselamatan ketertiban dan kelancaran berlalu lintas dan angkutan jalan dalam rangka men dukung pembangunan ekonomi dan pengembangan wilayah. Terciptanya ketertiban dan kelancaran di jalan raya merupakan salah satu tujuan dari hukum (Mulyadi, 2015).

Berbicara mengenai lalu lintas dan angkutan jalan tidak terbebas dari prasarana lalu lintas khususnya Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL) yaitu perangkat elektronik yang menggu nakan isyarat lampu yang dapat di lengkapi dengan isyarat bunyi untuk mengatur Lalu Lintas orang dan/atau kendaraan di persimpangan atau pada ruas jalan, keberadaan alat pemberi isyarat lalu lintas ini berfungsi untuk memberikan perintah atau larangan yang wajib dipatuhi oleh setiap orang yang mengemudiakan kendaraan ber motor. Sebagaimana diatur dalam pasa 287 ayat (2)

Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan jalan ditegaskan bahwa “Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar aturan perintah atau larangan yang dinyatakan dengan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf c dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah)”. Patuh atau tidaknya seseorang terhadap suatu peraturan sangat berkaitan kesadaran hukumnya yang dipengaruhi beberapa indikator yaitu pengetahuan menganai hukum; pemahaman terha dap hukum; sikap terhadap hukum; dan perilaku hukum (Hasibuan, 2014). Pendapat lain mengungkapkan bahwa kesadaran hukum adalah keadaan dimana tidak terdapat benturan-bentu ran hidup dalam masyarakat masyara kat dalam keadaan seimbang, selaras dan serasi. Kesadaran hukum diterima secara kesadaran bukan diterima seba gai paksaan, walaupun ada penge kangan dari luar diri manusia dan masyarakat sendiri dalam bentuk perun dangan, peraturan dan ketentuan (Widjaja, 1984).

Berdasarkan Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, isyarat pada lampu lalu lintas sudah sewajarnya ditaati para pengguna jalan. Jika warna merah menyala, maka pengguna jalan wajib berhenti hingga warna hijau pada lampu lalu lintas menyala (Ginanjar Saputra: Solopos.com, 2019). Tingkat kedisiplinan warga yang rendah dalam berlalu lintas juga menyebabkan tinggi nya jumlah kecelakaan lalu lintas (Sugiyanto, 2015). Nastiti (2017) dalam jurnalnya juga mengatakan bahwa pelanggaran rambu lalu lintas menjadi penyebab sebagian besar terja

(3)

dinya kecelakaan, baik melanggar secara sengaja, ketidaktahuan maupun tidak adanya kesadaran terhadap arti aturan yang berlaku. Meski begitu, tak semua pengguna jalan patuh terhadap isyarat pada lampu lalu lintas, seperti yang terjadi di simpang empat Ngores an, terletak tepat di belakang salah satu universitas di Surakarta yang dianggap tidak ada oleh pengguna jalan. Seperti yang diberitakan dalam Solo

pos.com pada 16 Februari 2019 lalu

mengatakan bahwa pengendara motor dan mobil yang melewati ruas jalan tersebut mengabaikan lampu lalu lintas. Hanya beberapa kendaraan saja yang berhenti saat APILL berwarna merah, bahkan menurut salah satu mahasiswa kampus setempat yang ditemui Solo

pos.com mengatakan bahwa APILL

Ngoresan memang dianggap tidak ada oleh pengendara, bahkan jika ada pengendara yang mencoba tertib lalu lintas justru terkesan salah. Ia juga mengatakan bahwa jika berhenti di persimpangan Ngoresan malah takut ditabrak dari belakang dan di-bully oleh pengendara lain yang melintas.

Fenomena banyaknya tindakan

pelanggaran yang terjadi di APILL

Simpang Empat Ngoresan yang

demikian berkaitan dengan tingkat kesadaran hukum yang dimiliki oleh masyarakat sekitar. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk meng etahui tentang bagaimana kesadaran masyarakat terkait peraturan lalu lintas dalam pelanggaran terhadap APILL Simpang Empat Ngoresan.

B. Metode Penelitian

Penulis menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Lokasi penelitian adalah Simpang Empat Ngoresan. Sumber data yang digunakan adalah wawancara dengan

pengendara jalan; masyarakat sekitar; dan polisi lalu lintas daerah terkait, observasi dilakukan di lokasi APILL Simpang Empat Ngoresan dan doku men yang relevan. Metode analisis data menggunakan data reduction, data

display, dan conclusion drawing/verifi cation (Milles and Huberman; 1984).

Gambar 1. Bagan Analisis data Miles dan Huberman

Sumber : Sugiyono, 2017

C. Hasil dan Pembahasan

Setiap peraturan yang dibuat ditujukan bukan untuk “memaksa” melainkan untuk menciptakan tatanan kehidupan yang terarah, teratur serta menjamin hak-hak dari setiap orang yang menjadi subjek dari hukum tersebut (Yuliadi, 2015). Hukum meru pakan alat pengawasan sosial yang berlaku baik untuk pribadi maupun masyarakat. Ketaatan terhadap peratur an hukum yang berlaku bukan hanya melindungi diri mereka sendiri dari hukum, namun sebagai wujud peng hormatan terhadap hak orang lain dalam mendapatkan jaminan perlin dungan keamanan serta kenyamanan dalam berlalu lintas. Apabila kesadaran hukum dari dalam diri sendiri sudah terwujud, maka akan muncul kebaha giaan dalam masyarakat sebagaimana tercantum dalam tujuan pembuatan UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yakni untuk memberikan ketertiban pada masya-rakat dalam berlalu lintas.

(4)

mencerminkan ketertiban hukum warga negara dalam suatu bangsa. Bentham dalam teori utilitarian (Kansil, 1986) mengemukakakn bahwa kebahagiaan terbesar akan didapatkan seseorang bila berada dalam suautu kondisi yang tertib dan patuh terhadap aturan yang berlaku. Hal ini sama seperti yang dikemukakan 2 narasumber dari maha siswa kampus setempat, ia mengatakan bahwa senang jika saat ini sudah banyak pengendara yang memilih berhenti saat lampu merah menyala, meskipun tidak sedikit juga yang tetap menerobos saat lampu merah menyala,

“sekarang sudah banyak yang berhenti kalau lampu merahnya nyala, tapi kadang ya banyak juga yang mene robos, saya kadang ya menerobos kalau depan saya tidak berhenti”(RR,

Mahasiswa). Perilaku pengendara yang demikian berkaitan dengan faktor interpersonal, yakni seseorang mematu hi atau tidak mematuhi hukum untuk memelihara hubungan baik dengan pihak lain dan untuk menyenangkan pihak lain tadi (Soekanto, 1990). Hal ini karena terkadang saat ada pengen dara jalan yang akan menaati lampu merah namun banyak yang menerobos maka ia akan ikut untuk menerobos agar tidak di-bully, dimaki oleh pengen dara lain, atau bahkan menimbulkan kecelakaan seperti yang dikemukakan oleh RAS (Mahasiswa) “saya lebih

senang jika banyak yang berhenti saat lampu merah menyala daripada mene robos, takut ada kecelakaan”. Karena

berdasarkan wawancara dengan masya rakat yang setiap hari berada di perlin tasan APILL Ngoresan mengatakan bahwa di APILL Ngoresan memang pernah ada kecelaka an namun tidak besar dan tidak pernah dilaporkan kepada pihak kepolisian, hal ini dikarenakan pengendara jalan dari arah

barat dan arah Ngoresan yang tidak mematuhi APILL tersebut, namun kecelakaan yang terjadi juga tidak besar dan tidak menyebabkan kehilang an nyawa atau kerusakan berat pada kendaraan. Dalam hal ini, terkadang pengendara jalan mematuhi lalu lintas juga karena perhitungan untung rugi, artinya jika dia patuh pada hukum, maka keuntungannya lebih banyak daripada kalau dia melanggar hukum (Soekanto, 1988). RAS (mahasiswa) memilih untuk menaati hukum karena mendapat lebih banyak keuntungan yakni tidak celaka pada saat itu.

Mengingat pelanggaran lalu lintas merupakan salah satu tindakan yang harus diselesaikan oleh pihak penegak hukum, dalam hal ini adalah wewenang kepolisian sebagaimana tercantum da lam UU No. 22 tahun 2009 pasal 260 ayat (1) huruf (e) “melakukan peninda kan terhadap tindak pidana pelanggaran atau kejahatan lalu lintas menurut ketentuan peraturan perundang-undang an” penulis mewawancarai salah satu polisi lalu lintas daerah setempat. Berdasarkan wawancara dengan polisi lalu lintas Surakarta, narasumber mengatakan bahwa setiap pelanggaran yang terjadi terhadap APILL meru pakan tanggungjawab kepolisian na mun bukan berarti semua APILL harus dijaga oleh pihak kepolisian. Nara-sumber mengungkap kan ”ya semua

APILL memang tanggungjawab polisi, tapi kalau semua APILL dijaga ya polisinya habis”. Padahal seperti yang

dikatakan Soerjono Soekanto (1990) bahwa faktor yang mempengaruhi masyarakat mematuhi hukum karena adanya rasa takut pada sanksi yang akan dijatuhkan apabila hukum tersebut dilanggar. Apabila tidak ada pengawa san dari penegak hukum, maka di anggap tidak ada hukum (Soekanto,

(5)

1990) hal demikian mengakibatkan para pe-ngendara jalan dengan leluasa mene-robos lampu merah di Simpang Empat Ngoresan.

Menurut Roucek (Wignjosoebroto, 2013) hukum itu pada hakikatnya adalah suatu perangkat instrumen yang di tangan institusi kekuasaan akan difungsikan guna mengontrol perilaku warga dalam kehidupan mereka sehari-hari. Seberapa ketat atau longgarnya kontrol itu, tidaklah mengurangi kon sep para teoretisi sosial bahwa pada dasar nya hukum itu adalah instrumen kontrol. Sebagai instrumen kontrol, hukum ditengarai oleh sifatnya yang formal dan politis, tanpa peduli apakah warga itu suka dan rela atau tidak untuk menaatinya. Berkenyataan seper ti itu, hukum akan dilaksanakan dan di tegakkan dengan ancaman sanksi terhadap siapapun yang diduga tidak akan mau menaatinya.

Berfungsi sebagai alat kontrol, hukum itu (dan juga sanksinya) akan merupakan suatu variabel yang ber korelasi erat dengan variabel struktur organisasi negara yang berfungsi se-bagai pengada dan penegak hukum. Sanksi yang berfungsi sentral sebagai sarana kontrol akan terealisasi secara pasti untuk menjamin ditaatinya hukum apabila ia memang ditunjang oleh hadirnya suatu organisasi penegak hukum yang kuat dan siap bergerak (Wignjosoebroto, 2013). Hal ini menyambung pada pernyataan salah satu narasumber (DN, Mahasiswa) yang mengemukakan: “kalau lampu

merah saya tidak berhenti, toh tidak ada polisi, tidak akan ditilang”. Sanksi

akan kurang menentu apabila kinerja aparat penegak hukum terbilang buruk. Maka, tak pelak lagi, setiap usaha untuk mengefektifkan sanksi dalam rangka menegakkan undang-undang

tertentu harus didahului oleh upaya “menyehat kan” organisasi penegaknya (Talcott Parsons, dalam Peter Worsley, 1970: 452).

Selain itu di setiap APILL yang dipasang memiliki karakteristik ter sendiri, sedangkan APILL Ngoresan merupakan salah satu APILL yang tidak perlu penjagaan karena merupa kan jalan kecil dan tidak rawan terha dap kecelaka an besar. Untuk itu, pihak kepolisian tidak melakukan penjagaan di daerah APILL Ngoresan. Patroli ketertiban lalu lintas juga belum pernah dilaksanakan di APILL Ngoresan, hal ini menyambung pada pernyataan nara sumber dari masyarakat bahwa me mang belum pernah ada pihak kepoli sian lalu lintas Surakarta yang melaku kan patroli ketertiban di APILL Ngore san “belum pernah ada polisi ke sini,

tidak ada patroli dari kepolisian”.

Padahal salah satu penegak hukum lalu lintas adalah polisi (polisi lalu lintas, polantas) (Soekanto, 1990). Masyara kat mengartikan hukum sebagai petu gas, sehingga baik buruknya hukum senan tiasa tergantung pada pola peri laku nyata petugas yang menegakkan hukum (Soekanto, 1990). Padahal peranan penegak hukum dalam hal ini polisi dapat meningkatkan kesadaran

hukum masyarakat (Kuncorowati,

2009).

Penelitian terdahulu mengenai ke-hadiran penegak hukum dalam mas-yarakat adalah yang dilakukan oleh Klavert (2007) dengan judul “Kedisip linan Berlalu-lintas Mengemudi Ang kutan Kota di Kota Semarang Ditinjau dari Perspesi terhadap Penegak an Hukum Lalu Lintas”, dalam penelitian ini menyatakan bahwa ada keterkaitan antara disiplin berlalu-lintas denga persepsi penegakan hukum dalam berlalu lintas. Hal ini maksudnya,

(6)

persepsi penegakan hukum yang pasti dapat merubah kedisplinan dalam berlalu-lintas pada masyarakat. Sehing ga dengan tegas dan sigapnya para penegak hukum dalam menindak para

pengguna jalan yang melanggar

peraturan lalu lintas akan membuat masyarakat menjadi disiplin dalam berlalu lintas, kemudian menjadi suatu perilaku dan kebiaaan yang pada akhirnya memunculkan kebudayaan yang taat dalam berlalu lintas. (Sadono, 2016). Kehadiran penegak hukum dalam masyarakat dalam penegakan hukum akan menumbuhkan kesadaran dan memunculkan budaya hukum pada masyarakat, proses yang demikian akan mempengaruhi efektivitas hukum itu sendiri, seperti yang dikemukakan Soerjono Soekanto (Salman, 2008) yakni efektivitas hukum ditentukan oleh 5 faktor yaitu: (1) Hukumnya; (2) Penegak hukumnya; (3) Fasilitasnya; (4) Kesadaran hukum masyarakat; (5) Budaya hukumnya.

Fenomena kurangnya kesadaran hukum di Simpang Empat Ngoresan bukan semata karena masyarakat atau pun penegak hukum, hal ini juga di karenakan fasilitas atau sarana pendu kung agar terjadi tertib hukum (Salman, 2008). Karena berdasarkan wawancara yang dilakukan penulis dengan polisi lalu lintas, ia mengatakan bahwa APILL Simpang Empat Ngoresan ternyata bukan berada dibawah kontrol Polantas Surakarta namun dibawah kontrol Dishub Surakarta, sementara itu berdasarkan UU No. 22 tahun 2009 mengatakan bahwa kebe-radaan Dinas Perhubungan yang berada di jalan hanya sebagai pemberi informasi dan fasilitasi kepada polisi yang bertindak di jalan untuk melakukan penindakan atas pelanggaran lalu lintas yang terjadi. Dinas Perhubungan hanya bertugas

untuk melakukan upaya pen yediaan sarana dan prasarana penegakan lalu lintas (rambu-rambu lalu lintas, traffic

light, marka jalan) sedangkan yang

berhak melakukan penindakan atas pelanggaran lalu lintas tersebut adalah kepolisian. Oleh karena itu, tidak pernah ada penindakan dari pihak kepo lisian terkait pelanggaran terhadap APILL Ngoresan selama ini, hal ini juga dikarenakan belum adanya CCTV untuk memantau aktivitas pengguna jalan di APILL Ngoresan. Ke depannya, Dinas Perhubungan Kota Surakarta segara memasang kamera pengawas/ CCTV di Simpang Empat Ngoresan sebagai langkah pengamanan, karena CCTV Dishub langsung terkoneksi dengan ruang kontrol APILL yang dapat diintervensi. Selain itu, kamera juga dilengkapi dengan pengeras suara sehingga apabila dibutuhkan perugas dapat langsung memberikan imbauan dari ruang kontrol. Selanjutnya untuk penindakan pelanggaran APILL Ngo resan, Dishub Kota Surakarta akan menyerahkannya kepada Satlantas Pol resta Surakarta (Ichsan Kholif Rahman, solopos.com).

Wacana pemasangan CCTV ini tidak lain merupakan upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terkait tertib hukum. Berbicara menge-nai kesadaran masyarakat, Ari Wibowo sebagai Kepala Bidang Lalu Lintas Dishub Kota Solo mengemukakan bah wa seharusnya masyarakat memang harus tertib terhadap peraturan lalu lintas, bukan karena adanya wacana pemasangan kamera CCTV. Hal ini dapat dimulai dari diri sendiri dengan meningkatkan kesadaran hukum me-lalui pengetahuian mengenai hukum, pemahaman terhadap hukum, sikap terhadap hukum, dan perilaku hukum (Soekanto, 1990). Menurut Savigny

(7)

(Rahardjo 2002) mengatakan bahwa kepatuhan itu muncul sebagai dorongan keharusan dari dalam diri seseorang, derajat kepatuhan tertinggi adalah apabila ketaatan itu timbul, oleh karena hukum yang berlaku adalah sesuai dengan nilai-nilai yang dianutnya, sehingga menimbulkan perilaku yang taat akan aturan berlalu lintas. Karena penegakan hukum yang efektif tidak akan mungin terlaksana tanpa bantuan warga masyarakat secara aktif. Bantuan atau peran serta bantuan masyarakat tersebut juga mempunyai peranan yang sangat penting dalam efektifitas perun dang-undangan lalu lintas dan angkutan jalan raya.

D. Kesimpulan

Pelanggaran terhadap APILL di Simpang Empat Ngoresan merupakan salah satu rendahnya kesadaran hukum masyarakat, hal ini disebabkan karena faktor interpersonal (Soekanto, 1990). Pengendara menerobos lampu merah karena untuk memelihara hubungan baik dengan pihak lain dan untuk menyenangkan pihak lain tadi, dalam hal ini adalah pengendara jalan lain; perhitungan untung rugi (Soekanto, 1988). Pengendara menerobos lalu lintas karena takut jika terjadi kece-lakaan, dalam hal ini ditabrak dari arah belakang; tidak adanya penegak hukum. Apabila tidak ada pengawasan dari penegak hukum maka dianggap tidak ada hukum (Soekanto, 1990); tidak adanya fasilitas atau sarana pendukung agar terjadi tertib hukum (Salman, 2008). APILL Simpang Empat Ngo-resan tidak dilengkapi CCTV yang menghubungkan dengan DisHub Kota Surakarta dan Polresta Surakarta.

E. Daftar Pustaka Buku

Hasibuan, Jimmy Pranata, dkk. 2014.

Peran Sekolah dalam Meningkat kan Kesadaran Hukum Berlalu Lintas Siswa SMA Negeri 3 Cirebon. Semarang : Unnes Civic

Education Journal.

Kansil, C.S.T. 1986. Pengatar Ilmu

Hukum dan Tata Hukum Indonesia.

Jakarta: Balai Pustaka.

Kuncorowati ,Puji Wulandari. 2009.

Menurunnya Tingkat Kesadaran Hukum Masyarakat Indonesia.

Yogyakarta: Jurnal Civics, Vol.6, No.1, Juni.

Milles dan Huberman. 1992. Analisis

data Kualitatif. Jakarta: Univer

sitas Indonesia Press.

Mulyadi, Maria Fransisca, dkk. 2015.

Ketaatan Pengemudi dan Penum pang diJalan Tol terhadap Peratu ran Pelarangan Berhenti di Jembatan Tol Padalarang. Jurnal

Problematika Hukum, Vol.1, No. 1, Agustus.

Nastiti, Fadilah Andy. 2017. Hubungan

antara Kepemilikan SIM C dan Keikutsertaan dalam Tes Pembua tan SIM dengan Pengetahuan Berkendara dan Kecelakaan Lalu Lintas di Kabupaten Sidoarjo. The

Indonesian Journal of Public Health, Vol. 12, No.2, Desember. Rahardjo, Satjipto. 2002. Sosiologi

Hukum Perkembangan Metode dan Pilihan Masalah. Yogyakarta:

UMS Press.

Sadono, Soni. 2016. Budaya Tertib

Berlalu Lintas “Kajian Fenomeno logis Atas Masyarakat Pengendara Sepeda Motor di Kota Bandung”.

Yogyakarta: Jurnal Channel, Vol. 4, No.1, April.

(8)

Salman, Otje. 2008. Beberapa Aspek Sosiologi Hukum. Bandung: PT. ALUMNI.

Soekanto, Soerjono. 1988. Efektivitas

Hukum dan Peranan Sanksi.

Bandung: Karya CV.

Soekanto, Soerjono. 1990. Polisi dan

Lalu Lintas. Bandung: Mandar

Maju.

Sugiyono. 2017. Metode Penelitian

Pendidikan : Pendekatan Kuan titatif, Kualitatif dan R&D.

Bandung: Alfabeta.

Wignjosoebroto, Soetandyo. 2013.

Hukum dalam Masyarakat.

Yogyakarta: Graha Ilmu.

Widjaja, AW. 1984. Kesadaran Hukum

Manusia dan Masyarakat Panca sila.Jakarta: CV. Era Swasta).

Worsley, Peter. 1970. Modern Socio

logy: Introductory Readings.

Harmondsworth: Penguin Books. Yuliadi, Witono Hidayat. 2015.

Undang-Undang Lalu Lintas dan Aplikasinya. Jakarta Timur: Dunia Cerdas.

Artikel Jurnal

Sugiyanto, Gito dan Santi, Mina Yumei. 2015. Karakteristik Kecelaka

an Lalu Lintas dan Pendidikan Keselamatan Berlalulintas Sejak Usia Dini: Studi Kasus di Kabupaten Purbalingga.

Jurnal Ilmiah Semester Tekni ka, Vol. 18, No. 1, Mei.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Repu blik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Internet

Ginanjar Saputra. 2019. Kisah Unik

Bangjo Belakang Kampus UNS Solo: Merah Berhenti Malah Dimaki. https://soloraya.solopos.

com/read/20190218/489/972468/ kisah-unik-bangjo-belakang-uns- solo-merah-berhenti-malah-dimaki, diakses 26 Maret 2019, 13:26

Rahman, Ichsan Kholif. 2019. Bangjo

Belakang Kampus UNS Solo Dianggap Tak Ada, Kenapa?.

https://soloraya.solopos.com/read /20190216/489/972257/bangjo- belakang-kampus-uns-solo-dianggap-tak-ada-kenapa, diakses 26 Maret 2019, 13:49

Gambar

Gambar 1. Bagan Analisis data  Miles dan Huberman

Referensi

Dokumen terkait

Pada suhu yang lebih tinggi, asam lemak bebas yang menimbulkan bau dalam minyak akan lebih mudah menguap, sehingga komponen tersebut diangkut bersama-sama uap panas dan terpisah

kewenangan untuk mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya sendiri, dalam melaksanakan fungsi menciptakan kesejahteraan sosial dan peningkatan mutu hidup masyarakat,

Program tersebut akan dijadikan pedoman bagi tenaga pendidik maupun peserta didik dalam pelaksanaan proses pembelajaran agar dapat mencapai cita-cita yang diharapkan sesuai

Sampel sedimen yang diambil merupakan sedimen yang mengendap dan terkontaminasi minyak bumi, sehingga bakteri anaerob dapat tumbuh dengan oksigen yang lebih rendah

As a consequence of our convergence reult Theorem 2, we are able to extend the description of the excursion measure of the process reflected at its minimum (see Proposition 15, p.

Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh informasi yang menunjukan bahwa mutu layanan akademik Program Studi yang diberikan kepada mahasiswa di Sekolah

Analisis ini memberikan gambaran bahwa semakin dalam batubara, maka akan semakin buruk permeabilitasnya, kandungan gas akan baik bila bukaan lebar, menerus, dan tidak terisi

penulis merasa dengan keagungan Alquran sebagai kitab suci yang mulia dan merupakan mu’jizat terbesar bagi Nabi Muhammad saw., dalam ayat ini terkandung beberapa nilai-nilai