• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERDAMAIAN DAN KEHARMONISAN EKONOMI ISLAM DI ERA MULTIKULTURALISME. Muhammad Farid Institut Agama Islam Syarifuddin Lumajang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERDAMAIAN DAN KEHARMONISAN EKONOMI ISLAM DI ERA MULTIKULTURALISME. Muhammad Farid Institut Agama Islam Syarifuddin Lumajang"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

207 V0l.06 N0. 02 November 2019: 207-222

Jurnal Eksyar (Jurnal Ekonomi Syariah)

http://ejournal.staim-tulungagung.ac.id/index.php/Eksyar

vol.06 No. 02 November 2019: 207-222 e-ISSN 2407-3709 p-ISSN2355-438x

PERDAMAIAN DAN KEHARMONISAN EKONOMI ISLAM DI

ERA MULTIKULTURALISME

Muhammad Farid

Institut Agama Islam Syarifuddin Lumajang

much.farid99@gmail.com

Abstrak: Sebenarnya hubungan agama dengan pembangunan ekonomi buk anlah sebuah hubungan kuasalitas, namun hubungan timbal balik . Agama merupak an salah satu faktor yang mendorong pertumbuhan ekonomi, perubahan struktur ekonomi dan k emajuan masyarakat. Di pihak lain, Islam buk anlah konsep k ehidupan yang bersifat statis, stagnan dan tidak bisa mengikuti perk embangan dan perubahan zaman, namun prinsip k ehidupan yang terdapat dalam Islam merupak an sebuah tatanan yang bersifat dinamis dan mampu bergerak untuk mengik uti dinamik a k ehidupan. Islam ak an berinterak si secara integratif dengan perubahan yang ada, dan selanjutnya ak an mampu memberik an alternatif huk um dan aturan dasar yang harus diperhatik an oleh manusia.

Kajian ekonomi pada abad ini (the age of reason) tidak hanya bertolak dari asas k apitalisme dan asas marxisme, melaink an bertolak juga pada pemik iran ilmu ek onomi yang tidak hanya lebih terandalk an dalam menjaga k eselamatan seluruh manusia dan alam semest a, melaink an mampu menciptak an perdamaian, k eharmonisan dan k eadilan sosial di tengah -tengah masyarak at yang multikulturalisme. Ek onomi yang memilik i nilai -nilai k ebenaran yang logis, k ebaikan yang etis, dan k eindahan yang estetis. Ek onomi yang secara historis-empiris telah terbuk tik an k eunggulannya di bumi ini tidak bebas atau tidak dapat membebask an diri dari pengadilan nilai, yaitu nilai yang bersumber dari agama (value commited) dialah ek onomi syariah.

Mengingat multikultura lis me juga merupakan tantangan utama yang dihadapi dalam

pembangunan ekonomi lebih ba ik, yang tidak sedikit me munculkan perilaku -perilaku rad ika lisme, eksklusivis me, intoleransi dan bahkan “fundamentalisme” dalam masyarakat. Maka, diharapkan

dengan adanya ekonomi islam yang memilik i nilai k ebaik an yang etis disinyalir mampu me mbawa ek onomi k e pada k ondisi yang damai dan harmonis.

Kata kunci: ekonomi syariah, multikulturalisme, perdamaian, keharmonisan, keadilan

Pendahuluan

Ekonomi Islam yang hanya menjadi wacana untuk kesejahteraan masyarakat negara non muslim memang benar adanya. Ekonomi islam hanya akan menjadi diskursus ilmu yang selalu diwacanakan tanpa ada realisasi serta pengaplikasian secara utuh dalam suatu negara meskipun ekonomi islam diangap sebagai satu-satunya sistem ekonomi yang ampuh menjadi solusi perekonomian di suatu negara.

Dalam pandangan Islam, kebijakan ekonomi berarti suatu sistem pengaturan yang sanggup mengembangkan kehidupan ekonomi menuju masyarakat yang harmonis dan serasi. Kebijaksanaan ekonomi dalam Islam harus mensejahterakan kehidupan masyarakat melalui perangkat-perangkat mekanisme yang lengkap dan dapat dibedakan dari perekonomian sistem lainnya yang sudah kita kenal di dunia pada saat sekarang ini yakni kapitalisme dan sosialisme. Masing-masing sistem ekonomi tersebut bersaing untuk

(2)

207 V0l.06 N0. 02 November 2019: 207-222

berusaha menguasai perekonomian dunia dan merupakan rujukan dalam penyelesaian masalah ekonomi.

Sebenarnya, Islam pun telah menawarkan dan merealisasikan konsep sistem pemeliharaan dan pengaturan urusan rakyat, cara pemenuhan kebutuhan pokok bagi warga masyakat, cara penanganan kemiskinan, perwujudan kesejahteraan hidup, dan lain sebagainya. Islam tidak berangkat dari keprihatinan sosial yang bersifat nisbi dan kondisional atau berpijak diatas dasar nilai-nilai sosial dan kemanusiaan semata. Ekonomi Islam sebagai sebuah aturan (nizam) yang dapat memecahkan problematika kehidupan manusia, yang bertitik tolak dari pandangan dasar tentang manusia dan kehidupan ini (aqidah).

Di dalam ekonomi Islam, pelaksanaan perekonomian sewajarnya dilandasi oleh rasa persaudaraan (ukhuwah), saling mencintai (mahabbah), bahu-membahu (takaful) dan saling tolong-menolong (ta’awun), baik antara si kaya dan si miskin maupun antara penguasa dan rakyat. Lagipula, Islam tidak mentolerir terjadinya kesenjangan mencolok antara kaum the have dengan kalangan the have not. Sehingga jika landasan tersebut benar-benar diterapkan oleh setiap pelaksana ekonomi, bukan tidak mungkin perekonomian yang damai dan harmonis akan dicapai dengan mudah.

Jadi, jika di kemudian hari atau telah terjadi adanya suatu kelompok yang tiba-tiba membawa panji-panji Islam tetapi mengobarkan kebencian sehingga memicu kekerasan bernuansa agama dalam masyarakat itu sangat melenceng jauh dari ajaran islam yang anti kekerasan karena Islam itu sangat moderat dan cinta damai. Maka dari itulah Islam yang sesungguhnya akan mampu tumbuh dan berkembang seiring dengan proses kebudayaan dalam masyarakat.

Ekonomi islam, memerlukan instrumen pelaksana berupa sumber daya insani yang menjunjung tinggi prinsip keadilan, menegakkan amar-ma'ruf dan nahi-munkar, serta memiliki rasa toleransi tinggi, cinta damai dan keserasian demi terealisasinya sistem ekonomi islam yang utuh.

Seperti halnya sistem perekonomian Indonesia saat ini, melihat kenyataan seperti banyaknya pengangguran, kaum pemodal semakin berkuasa, yang miskin semakin miskin, eksploitasi besar-besaran terhadap sumber daya alam, kesenjangan sosial, dan seterusnya. Kemudian bila ditelisik, ternyata sistem perekonomi Indonesia hampir mirip dengan sistem perekonomian kapitalis. Di Indonesia dapat dihitung dengan jari, para konglomerat yang menguasai perekonomian. Hanya segelintir orang yang menguasai perekonomin di Indonesia. Kondisi ini terjadi sebagai konsekuensi kita menganut ekonomi kapitalis, walaupun pemerintah tidak secara gamblang menyatakannya. Namun pada prakteknya, sistem ekonomi liberal atau kapitalis inilah yang sebenarnya dijalankan di Indonesia. Maka berangkat dari kenyataan itu, sudah saatnya ekonom-ekonom kita mencoba merajut ulang sistem ekonomi yang akan dijalankan di Indonesia ke depan, agar rakyat Indonesia ditempatkan sebagai rakyat yang berhak merasakan kesejahteraan dengan nyata. Saatnya kita untuk menganut sistem ekonomi mandiri yang berkeadilan sesuai dengan situasi dan kondisi Indonesia, tidak menerapkan secara mentah-mentah dan membabi buta sistem ekonomi yang berasal dari negara asing yang jelas-jelas telah menyengsarakan rakyat Indonesia.

Jika kita berbicara tentang akhlak dalam ekonomi Islam, maka tampak secara jelas di hadapan kita empat nilai utama, yaitu: rubbaniyyah (ketuhanan), akhlak, kemanusian, dan pertengahan. Nilai-nilai ini memancarkan keunikan dalam ekonomi Islam yang tidak dimiliki oleh sistem ekonomi manapun di dunia. Nilai-nilai tersebut merupakan karakteristik syariat Islam yang kaffah, sempurna dalam segala dimensinya. Atas dasar karakteristik itu ekonomi Islam jelas berbeda dengan sistem ekonomi konvensional karena ia adalah sebuah sistem ekonomi alamiah, ekonomi humanistis, ekonomi moralistis, dan ekonomi moderat. Makna dan nilai-nilai pokok yang empat ini mempunyai dampak terhadap seluruh aspek ekonomi, baik dalam masalah produksi,

(3)

207 V0l.06 N0. 02 November 2019: 207-222

konsumsi, sirkulasi maupun distribusi. Semua itu terpola oleh nilai-nilai tersebut, karena jika tidak, niscaya keislaman itu hanya sekedar simbol tanpa makna.1

Pembahasan

A. Definisi Ekonomi Islam

Islam adalah sistem kehidupan (way of life). Islam menyediakan berbagai perangkat aturan yang lengkap bagi kehidupan manusia, termasuk dalam bidang ekonomi. Banyak beragam pendapat yang mengutarakan definisi tentang ekonomi Islam. Muhammad Abduh al Arabi memaknai ekonomi Islam merupakan sekumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang disimpulkan dari al-Qur’an dan Hadits dan merupakan bangunan perekonomian yang didirikan atas landasan dasar-dasar tersebut dengan lingkungan dan masanya.2

Secara definitif, ekonomi Islam didefinisikan sebagai:

“Islamic economics aims the study of the human falah (well-being) achieved by organizing the resourches of the earth on the basic of cooperation and participation”.

Definisi yang diajukan M. Akram Khan ini merefer pada kajian tentang kebahagiaan manusia (dunia dan akhirat) yang akan dicapai dengan menggunakan sumber daya alam.3

M. Umer Chapra mendefinisikan ekonomi syari’âh dengan:

“Islamic economics was defined as that branch of knowledge which helps realize human well-being through an allocation and distribution of scarce resources that is in confirmity with Islamic teaching without unduly curbing individual freedom or creating continued macro economic and ecological imbalances”. 4

Jadi, menurut Chapra, ekonomi syari’âh adalah sebentuk pengetahuan yang membantu upaya realisasi kebahagiaan manusia melalui alokasi dan distribusi sumber daya yang terbatas dalam koridor ajaran Islam tanpa memberikan kebebasan individu atau tanpa prilaku makro ekonomi yang berkesinambungan dan tanpa ketidakseimbangan lingkungan.5 Pemikiran Chapra tentang ekonomi Islam yang mengaitkan kesejahteraan dengan maqasyid merupakan loncatan besar dalam sebuah wacana pemikiran, sehingga perlu diapresiasi. Apalagi pemikiran tersebut lahir dari seorang tokoh ekonomi yang banyak belajar dari Barat, sedangkan istilah maqasyid selama ini lebih dekat dengan kajian hukum Islam. Kaitannya dengan hal tersebut, maka kajian terhadap pemikiran Chapra tentang ekonomi Islam dan pengembangannya perlu dilakukan dengan memberi ruang yang cukup, sehingga diperoleh makna dan siginifikansinya dalam membangun sistem ekonomi yang berkeadilan dan berwawasan ekologis sesuai tujuan syariat.

Kursyid Ahmad memberikan definisi ekonomi syari’âh, sebagai:

“is a systematic effort to thy to understand the economic’s problem and man’s behaviour in relation to that problem from an Islamic perspective”. Dengan demikian, menurut Kursyid Ahmad, ekonomi syari’âh adalah sebuah usaha sistematis

1 Muhammad Djakfar, Agama, Etika, dan Ekonomi, (Malang: UIN Press, 2007), 26-27

2 Ahmad Muhammad al-’Assal dan Fathi Ahmad Abdul Karim, Sistem, Prinsip, dan Tujuan

Ek onomi Islam, Terj. Imam Saefudin, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), 17

3

Muhammad Akra m Khan, Ajaran Nabi Muhammad Saw tentang Ek onomi , terj. Rifyal Ka ’bah MA, (Ja karta: PT. Bank Mua malat Indonesia dan Institute of Policy Studies Isla mabad, 1997), Hlm. 3-4.

4

M. Umer Chapra, What is Islamic Economics?, (Jeddah, Saudi Arabia: IRTI – IDB, 1996), 33

5

(4)

207 V0l.06 N0. 02 November 2019: 207-222

untuk memahami masalah-masalah ekonomi dan tingkah laku manusia secara relasional dalam perspektif Islam.6

Sementara itu, melengkapi beberapa definisi sebelumnya, MA. Mannan menjelaskan:

“Islamic economics is a social science which studies the economics problems of a people imbued with the values of Islam”.

Terangnya, ekonomi syari’âh merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi masyarakat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam.

Ekonomi syari’âh, yang dituju bukan hanya individu sebagai sosial,melainkan manusia dengan bakat religius manusia. Ini beda dengan ekonomi modern yang hanya menuju pada manusia sebagai makhluq sosial. Demikian halnya dalam cara menyelesaikan masalah ekonomi: jika ekonomi syari’âh dikendalikan oleh nilai-nilai dasar Islam, maka ekonomi modern sangat dikuasai oleh kepentingan diri individu.7

M. Abdul Mannan memberikan definisi ilmu ekonomi Islam sebagai ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi kerakyatan yang diilhami oleh nilai-nilai dan ajaran Islam. 8 Syed Nawab Husein Naqvi juga menegaskan ide sentral yang membatasi ilmu ekonomi Islam dan yang menempatkannya berbeda dengan ilmu ekonomi positif adalah nilai-nilai etik/agama secara eksplisit dimasukkan dalam frame work analisis ekonomi secara terpadu. Oleh karena itu, ilmu ekonomi Islam merupakan upaya validitas ide filosofis (normatif) yang diaplikasikan dan dipadukan dengan klaim validitas objektif (empiris).9

Dari pengertian ekonomi Islam di atas, dapat dijelaskan bahwa kajian dan pembahasan ekonomi Islam berdimensi kerakyatan dengan sistem yang dibangun merupakan representasi dari ajaran dan nilai-nilai Islam. Adapun kepentingan atau tujuan dari sistem ekonomi Islam merupakan suatu bentuk “ijtihad” dari penerjemahan ajaran agama (maqâshid syari’ah) pada wilayah normatif agar dapat dipraktikkan menjadi sistem yang aplikatif pada wilayah sosial (kerakyatan). Aplikasi ajaran agama dalam bidang ekonomi Islam paling banyak pada lembaga perbankkan yang telah berkembang cukup signifikan dalam 3 tahun terakhir dengan indikator market share terhadap perbankan konvensional telah mencapai 1,8 % dan BI mempunyai target 5 % pada tahun 2010.

Ekonomi syari’âh adalah sistem ekonomi yang berdasar pada al-Qur’an dan al-Hadits yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia di dunia maupun di akhirat. Pada aras pemenuhan kebutuhan manusia, ekonomi syari’âh sejatinya sama dengan ekonomi konvensional. Bedanya, ekonomi syari’âh tidak hanya mendasarkan kebutuhan manusia di dunia, namun juga di akhirat. Dimensi dunia akhirat inilah yang membedakan dengan ekonomi konvensional.

Sistem ekonomi Islam bersumber dari sekumpulan hukum yang disyari’atkan oleh Allah yang ditujukan untuk menyelesaikan berbagai problem kehidupan, terutama dalam bidang ekonomi, dan mengatur atau mengorganisir hubungan manusia dengan harta benda, memelihara dan menafkahkannya. Tujuan sistem ekonomi ini adalah untuk menciptakan kemakmuran dan keadilan dalam kehidupan manusia, merealisasikan kesejahteraan mereka, dan menghapus kesenjangan dalam

6 Ibid,3 7

MN Ha risudin, Ek onomi Shariah Dan Ketidak adilan Kapitalisme Global, ISLAMICA, Vo l. 5, No. 2, Maret 2011, 235-236

8

M. Abdul Mannan, Ekonomi Islam, Teori, dan Prak tik , Terj. Nastangin, (Yogyaka rta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1997), 19.

9

Syed Na wab Haedar Naqvi, Menggagas Ilmu Ek onomi Islam, Terj. M. Saiful Ana m dan M . Ufuqul Mubin, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003),19.

(5)

207 V0l.06 N0. 02 November 2019: 207-222

masyarakat Islam melalui pendistribusian kekayaan secara berkesinambungan, mengingat adanya kesenjangan itu sebagai hasil proses sosial dan ekonomi yang penting.

Pemikiran ekonomi Islam dilandasi oleh beberapa asas, antara antara lain:10 1. Hakekat kepemilikan harta adalah milik Allah, sesuai dengan firman-Nya dalam

QS An-Nur:33: “Dan berikanlah kepada mereka .rebagian harta Allah yang dikaruniakan kepadamu.”

2. Kelompok diberikan hak penguasaan dalam harta Allah, sesuai dengan firman-Nya dalam QS Al-Hadid:7: “Dan nafkahkanlah sebahagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya.” Asas ini memberikan pengertian bahwa kepemilikan manusia terhadap suatu harta benda tidak lain merupakan hasil usaha mereka dan kemudian membelanjakannra sebagai duta pemilik esensi semua jenis harta yaitu Allah SWT.

3. Membatasi kepemilikan dan penggunaan harta dengan cara-cara legal. Dalam Islarn, harta hanya diakui sebagai milik jika sumber dan penggunaannya legal. 4. Harta yang tidak dipergunakan untuk memenuhi hak Allah dan hak hamba

menjadi harta simpanan yang dapat membahayakan kepentingan umum serta dapat menghambat laju pertumbuhan ekonomi masyarakat. Firman Allah dalam QS. Al-Taubah:34: “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, bahwa mereka akan mendapatkan siksa yang amat pedih.”

5. Rotasi harta kekayaan merupakan persoalan yang diperhatikan oleh Islam agar tidak hanya berputar pada orang-orang kaya saja. Firman Allah dalam QS. Al-Hasyr:7: “Agar harta itu tidak hanya berkutut pada orang kaya di untara kamu.”. Ayat ini merupakan pondasi prinsip keberimbangan (qaidah al-tawazun al-mali) dalam masyarakat Islam.

B. Bentuk Perdamaian dan Keharmonisan dalam Multikulturalisme

Multikulturalisme adalah kesediaan menerima kelompok lain secara sama sebagai kesatuan, tanpa mempedulikan perbedaan budaya, etnik, jender, bahasa, ataupun agama. Multikulturalisme merupakan tantangan utama yang dihadapi oleh agama-agama di dunia sekarang ini, mengingat setiap agama sesungguhnya muncul dari lingkungan keagamaan dan kebudayaan yang plural. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang sangat prularis dan bahkan multikulturalis sebab negeri ini terdiri atas berbagai etnis, bahasa, agama, budaya, kultur dan lain sebagainya. Keragaman kultur tersebut dirumuskan dalam bentuk semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” yang artinya sekalipun berbeda-beda tetapi tetap satu.

Masyarakat yang multikulturalis sudah pasti memiliki budaya, aspirasi dan perbedaan-perbedaan yang beraneka ragam, namun mereka tetap sama, tidak ada yang merasa paling hebat atau paling kuat dari yang lain. Mereka juga memiliki hak dan kewajiban yang sama baik dalam bidang social, ekonomi maupun politik. Namun akibat dari perbedaan-perbedaan tersebut, tidak menutup kemungkinan atau bahkan sering menimbulkan pro dan kontra di antara sesama mereka, yang pada dapat menimbulkan terjadinya konflik baik antar etnis maupun antar agama. Diantara factor pemicu konflik dalam multikulturalisme adalah perbedaan agama, sebab agama adalah merupakan sesuatu yang paling asasi dalam diri seseorang dan paling mudah menimbulkan gejolak emosional. Sejarah mencatat bahwa konflik-konflik yang terjadi di Indonesia pada dasarnya bukanlah disebabkan oleh agama saja, melainkan disebabkan oleh faktor-faktor sosial, ekonomi dan politik, namun

10

Al-Kailani, Ibrahim Zaid et.al, Dirasat fi al-Fik ri al-‘Arabi al-Islami, (Amman: Dar al-Fikr, 1995), 194-195

(6)

207 V0l.06 N0. 02 November 2019: 207-222

agama dijadikan sebagai simbol bahkan sebagai motor penggerak untuk terjadinya konflik antar ummat beragama.

Sebagai sebuah ajaran luhur tentu agama menjadi dasar yang kuat bagi kaum agamawan pada umumnya untuk membuat kondisi agar tidak carut-marut. Dalam hal ini, tafsir agama diharapkan bukan semata-mata mendasarkan pada teks, tetapi juga konteks agar maksud teks bisa ditangkap sesuai makna zaman. Perdebatan antara aliran ta`aqqully yang mendasarkan pada kekuatan rasio/akal dan aliran ta`abbudy yang menyandarkan pada aspek teks telah diwakili oleh dua aliran besar, yaitu Mu`tazilah dan Asy`ariyah, bisa menjadi pelajaran masa lalu yang amat menarik.

Multikulturalisme sangat penting dan menarik untuk diulas lebih detail karena dilatarbelakangi oleh pemikiran bahwa :

1. Perlunya sosialisasi bahwa pada dasarnya semua agama datang untuk mengajarkan dan menyebarkan damai dan perdamaian dalam kehidupan ummat manusia.

2. Wacana agama yang toleran dan inklusif merupakan bagian tak terpisahkan dari ajaran agama itu sendiri, sebab multi kultur, semangat toleransi dan inklusivisme adalah hukum Tuhan atau Sunnatullah yang tidak bisa diubah, dihalang-halangi dan ditutup-tutupi.

3. Adanya kesenjangan yang jauh antara cita-cita ideal agama-agama dan realitas empirik kehidupan ummat beragama di tengah masyarakat.

4. Semakin menguatnya kecenderungan eksklusivisme dan intoleransi di sebagian ummat beragama yang pada gilirannya memicu terjadinya konflik dan permusuhan yang berlabel agama.

5. Perlu dicari upaya-upaya untuk mengatasi masalah-masalah yang berkaitan dengan kerukunan dan perdamaian antar ummat beragama.

Multikulturalisme merupakan salah satu ajaran Tuhan yang sangat berguna dan bermanfaat bagi ummat manusia dalam rangka untuk mencapai kehidupan yang damai di muka bumi, hanya saja prinsip-prinsip multikulturalisme itu sering tercemari oleh perilaku-perilaku radikalisme, eksklusivisme, intoleransi dan bahkan “fundamentalisme”. Hal ini dapat diatasi apabila kita bisa menjadikan iman dan taqwa berfungsi dalam kehidupan yang nyata bagi bangsa dan negara.

Untuk mengatasi hal tersebut, umat Islam mempunyai dua dimensi hubungan yang harus selalu dipelihara dan dilaksanakan, yakni hubungan vertikal dengan Allah Swt melalui shalat dan ibadah-ibadah lainnya, dan hubungan horizontal dengan sesama manusia di masyarakat dalam bentuk perbuatan baik. Berbuat baik kepada sesama tanpa membeda-bedakan status, suku, bangsa, dan agama merupakan anjuran agama karena sesungguhnya hal inilah yang akan menciptakan persatuan, perdamaian, dan keharmonisan social yang mutlak.Menjaga keharmonisan, keseimbangan, equilibrium antara intensitas hubungan vertikal dan hubungan horizontal ini merupakan keniscayaan bagi umat Islam. Orientasi hubungan vertikal disimbolkan oleh pencarian keselamatan dan kebaikan hidup di akhirat. Sedangkan hubungan horizontal diorientasikan pada perolehan kebaikan dan keselamatan hidup di dunia.

Hubungan horizontal, interaksi antar¬sesama manusia, akan berjalan harmonis jika dilandasi keyakinan bahwa semua manusia adalah bersaudara, terlepas dari adanya perbedaan suku, bangsa, dan agama. Ajaran Islam sendiri tidak menentang konsep persaudaraan universal ini, bahkan meneguhkan konsep persaudaraan universal ini demi terciptakan kehidupan yang damai dan harmonis.

Bila iman dan taqwa itu telah berfungsi dalam kehidupan kita masing-masing dan agama telah berfungsi dalam kehidupan masyarakat , berbangsa dan bernegara, maka perilaku-perilaku radikalisme, ekseklusivisme, intoleransi dan “fundamentalisme” akan terhindar dari diri ummat beragama dan kita akan menjalani hidup yang demokratis yang penuh dengan kebersamaan dan persaudaraan. Dengan demikian

(7)

207 V0l.06 N0. 02 November 2019: 207-222

akan tercipta keharmonisan hidup berbangsa dan bernegara dan terhindar dari konflik-konflik yang bernuansa agama.

Paling tidak ada beberapa ajaran Islam yang berorientasi kepada pembentukan perdamaian di tengah umat manusia, sehingga mereka dapat hidup sejahtera dan harmonis meskipun di dalam perekonomian diantaranya :

1. Larangan Melakukan Kedzaliman.

Islam sebagai agama yang membawa misi perdamaian dengan tegas mengharamkan kepada umat manusia melakukan kedzaliman, kapan dan di mana saja. Firman Allah : Dan barangsiapa di antara kamu yang berbuat zalim, niscaya Kami rasakan kepadanya azab yang besar.11

Di samping itu rasulullah bersabda : “Wahai umatku sesungguhnya telah aku haramkan bagi diriku perbuatan dzalim dan aku juga mengharamkannya diantara kalian maka janganlah berbuat dzalim”12

Kedzaliman adalah sumber petaka yang dapat merusak stabilitas perdamaian dunia. Penindasan, penyiksaan, pengerusakan, pengusiran, imperialisme modern yang kerap terjadi pada negara-negara Muslim saat ini membuahkan reaksi global melawan tindakan bejat itu dengan berbagai macam cara, hingga perdamaian semakin sulit terwujud. Maka selayaknya setiap insan sadar bahwa kedzaliman adalah biang kemunduran. Dengan demikian jika menghendaki kehidupan yang damai maka tindakan kedzaliman harus dijauhi.

2. Adanya Persamaan Derajat

Persamaan derajat di antara manusia merupakan salah satu hal yang ditekankan dalam Islam. Tidak ada perbedaan antara satu gologan dengan golongan lain, semua memiliki hak dan kewajiban yang sama. Kaya, miskin, pejabat, pegawai, perbedaan kulit, etnis dan bahasa bukanlah alasan untuk mengistimewakan kelompok atas kelompok lainnya. Allah berfirman : Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.13

Raulullah bersabda : Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk kalian ataupun kepada harta kalian, tetapi Allah melihat kepada ha ti dan perbuatan kalian”14

Jadi yang membedakan derajat seseorang atas yang lainnya hanyalah ketakwaan. Yang paling bertakwa dialah yang paling mulia.

Dengan adanya persamaan derajat itu, maka semakin meminimalisir timbulnya benih-benih kebencian dan permus uhan di antara manusia, sehingga semuanya dapat hidup rukun dan damai.

3. Menjunjung Tinggi Keadilan

Islam sangat menekankan perdamaian dalam kehidupan sosial di tengah masyarakat, keadilan harus diterapkan bagi siapa saja walau dengan musuh sekalipun. Karena dengan ditegakkannya keadilan, maka tidak ada seorang pun yang merasa dikecewakan dan didiskriminasikan sehingga dapat meredam rasa permusuhan, dengan demikian konflik tidak akan terjadi.

Allah berfirman dalam Al- Qur’an : "Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku

11

Al-Furqân [25]: 19

12

Diriwayatkan oleh Ahmad Fî Al Musnad: Jilid 5 hal 190

13

Al-Hujurât [49]: 13

14

(8)

207 V0l.06 N0. 02 November 2019: 207-222

adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan".15 Ayat ini adalah indikasi kuat bahwa risalah nabi Muhammad Saw sangat mulia karena ajarannya itu dapat menyelamatkan manusia dari kebinasaan yang disebabkan oleh hawa nafsu dan bisikan syetan.16

Pada masa kejayaan Islam dimana penguasa memperhatikan kehidupan dan kesejahteraan masyarakat dengan penegakan prinsip keadilan ditegakkan, tauhid sosial juga dipraktikkan melalui kepedulian terhadap kaum papa dan lemah. Jaminan dan solidaritas sosial yang dibangun dari prinsip Islam yakni mengoptimalkan peran dan fungsi zakat mampu menjembatani kesenjangan si kaya dan si miskin.

4. Memberikan Kebebasan

Islam menjunjung tinggi kebebasan, terbukti dengan tidak adanya paksaan bagi siapa saja dalam beragama, setiap orang bebas menentukan pilihannya. Dalam berfirman Allah: "Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya".17

Dalam Islam, manusia sebagai entitas mandiri bebas melakukan sesuatu dengan syarat tidak mengganggu kebebasan orang lain dan kebebasannya akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Inilah yang melandasi prins ip kebebasan (Freedom of Act). Dengan prinsip ini, pemerintah yang ideal harus senantiasa menjaga mekanisme perekonomian dengan sangat ketat. Hal ini disebabkan Freedom of Act akan membentuk mekanisme pasar dalam desain perekonomian.

Dengan adanya kebebasaan itu maka setiap orang puas untuk menentukan pilihannya, tidak ada yang merasa terkekang hingga berujung pada munculnya kebencian. Dengan kebebasan ini, jalan menuju kehidupan damai semakin terbuka lebar. Dalam hal ini, Indonesia memiliki hukum yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia.

5. Menyeru Hidup Rukun dan Saling Tolong Menolong.

Islam juga menyeru kepada umat manusia untuk hidup rukun saling tolong menolong dalam melakukan perbuatan mulia dan mengajak mereka untuk saling bahu membahu menumpas kedzaliman di muka bumi ini, dengan harapan kehidupan yang damai dan sejahtera dapat terwujud. Allah berfirman : "Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah k amu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya".18

Hidup rukun dan saling tolong menolong akan menjadikan kehidupan dalam bermasyarakat menjadi lebih damai dan harmonis. Sebuah peristiwa yang menggubah hati siapa saja yang menyaksikannya telah terjadi di Indonesia, Malaysia dan Thailand di tahun ini, adanya ratusan hingga ribuan pengungsi warga Rohingya, Bangladesh benar-benar membuktikan betapa betapa besar rasa kepedulian, rasa simpatik, dan tolong menolong antar sesame atas nama Kemanusiaan. Yang patut dikagumi adalah rasa kepedulian hingga persaudaraan yang luar biasa yang ditunjukkan warga Indonesia bahkan beberapa negara di penjuru dunia pada para pengungsi Rohingya. Jika saja hal ini bisa berlanjut dan

15

16

Ruslan Abdul Ghofur Noor, Kebijak an Distribusi Ek onomi Islam Dalam Membangun

KeadilanEk onomi Indonesia, Islamica, Vol. 6, No. 2, Maret 2012, h. 318.

17

QS Yûnus [10]: 99

18

(9)

207 V0l.06 N0. 02 November 2019: 207-222

tersebar di seluruh penjuru dunia, dapat dipastikan dunia akan mencapai sebuah kedamaian dan keharmonisan.

6. Menganjurkan Toleransi

Islam menganjurkan kepada umatnya saling toleransi atas segala perbedaan yang ada, dalam rangka mencegah terjadinya pertikaian yang dapat merugikan semua pihak. Dalam firman-Nya : "Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba -tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah -olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar". 19

Anjuran islam dalam bersikap toleran juga ditujukan bagi seluruh manusia, sekalipun pada masyarakat non muslim. Dengan adanya sikap toleransi yang tinggi antar masyarakat dalam melakukan kegiatan sosial, ekonomi dan politik disinyalir mampu meningkatkan rasa saling menghargai yang pada akhirnya dapat mewuudkan masyarakat yang damai dan harmonis.

7. Meningkatkan Solidaritas Sosial

Solidaritas sosial juga ditekankan oleh agama mulia ini untuk ditanamkan kepada setiap individu dalam masyarakat, agar dapat memposisikan manusia pada tempatnya serta dapat mengentaskan kefakiran, kebodohan dan kehidupan yang tidak menentu. Maka Islam mewajibkan kepada orang yang mampu untuk menyisihkan hartanya guna diberikan kepada mereka yang membutuhkan. Allah berfirman : "Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)".20 Dalam surat lain Allah berfirman : "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendo’alah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketemtraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui".21

Maha Suci Allah yang telah mewajibkan zakat bagi hambanya yang mampu guna meringankan beban orang-orang miskin. Firman-Nya : "Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para Mu’allaf yang dibujuk hatinya untuk (memerdekaan) budak, orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Biajaksana".22 Dengan adanya kewajiban membayar zakat tersebut, maka menunjukkan bahwa ajaran Islam membentuk kehidupan sejahtera bagi masyarakat. Dengan adanya kehidupan sejahtera itu mencerminkan bahwa perdamaian sudah terwujud.

Aksi terorisme yang kerap terjadi di belahan dunia telah menciptakan ketakutan yang menghantui setiap orang, semuanya hidup dalam kecemasan, saling mencurigai bahkan menuduh dan menuding atas aksi tersebut. Islam sebagai agama cinta kasih yang menjunjung tinggi perdamaian sangat mengutuk aksi terorisme itu. Oleh karenanya sangat naif sekali jika Islam “didakwa” sebagai sumber tindakan biadab tersebut yang telah banyak menelan korban jiwa. Perlu diingat bahwa perdamaian adalah suatu anugerah yang harus dipertahankan oleh setiap muslim.

19 QS Fushshilat [41]: 34-35 20 QS Al-Ma’ârij [70]: 24-25 21 QS Al-Taubah [9]: 103 22 QS Al-Baqarah [2]: 256

(10)

207 V0l.06 N0. 02 November 2019: 207-222

C. Perdamaian dalam Ekonomi Islam

Tanpa diduga, dalam dua tahun berturut-turut nobel perdamaian tidak lagi dianugerahkan untuk para tokoh perdamaian dan atau anti perang. Nobel perdamaian tidak lagi dimaknai sempit, terlepas dari banyaknya kontroversi. Eep S. Fatah menganalisa dua momentum di atas sebagai tamparan bagi para pegiat “perdamaian”. Dalam analisisnya, perdamaian saat ini tidak dapat ditumpas dari hilirnya akibat (konflik, perang, negosiasi, perdamaian), akan tetapi harus dari hulunya sebab (hal ihwal yang berpotensi mencederai perdamaian).

Fakta di atas mengisyaratkan bahwa dunia dalam hal ini paling tidak komite nobel perdamaian telah mulai serius berorientasi pada masalah yang lebih substansial dan fundamen yang menjadi pemicu persoalan hidup dan kehidupan manusia. Perdamaian tidak dimaknai lagi dengan gencatan senjata, atau ditandatanganinya kesepakatan damai, lebih dari itu, perdamaian harus hadir dengan keselarasan, kesejahteraan, keberlangsungan hidup, serta kenyamanan hidup yang dirasakan manusia di bumi. Untuk menunjang pada capaian akhir dari hidup itu sendiri, yakni kesejahteraan hidup dan turunannya, dalam perspektif Marshall yang dikutip Juhaya S Pradja, bahwa ada dua hal substansial yang akan “menguasai” dunia, yakni aspek teologis atau keyakinan atau agama, dan faktor ekonomi yang memiliki daya tekan yang lebih kuat.23

Jika Margaret Thatcher pernah mengatakan” There Is No Alternatif” (TINA) maka kita pun sebenarnya bisa pula mengatakan “There Is Many Alternatif” (TIMA). Ekonomi Islam adalah salah satu alternatif atas ketimpangan sistem kapitalisme global. Dengan mendasarkan pada prinsip-prinsip Islam yang universal, maka ekonomi Islam akan mampu menjadikan wajah pasar yang damai dan serasi. Secara etimologi, ekonomi Islam terdiri dari dua suku kata, yakni ekonomi dan Islam. Kata ekonomi dapat diartikan sebagai segala usaha manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna mencapai kemakmuran hidupnya; pengaturan rumah tangga. Sedangkan term Islam berarti: damai, tenteram; agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, dengan kitab suci AlQur’an.24

Secara mudah ekonomi Islam dapat diartikan sebagai segala usaha manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna mencapai kemakmuran hidupnya yang dilakukan dengan cara yang teratur, berdasarkan pandangan Islam. Ekonomi Islam dibangun di atas landasan yang kokoh yang merupakan warisan yang tak ternilai sebagai wasiat utama bagi umat Islam yang tidak mungkin manusia akan tersesat selamanya selama berpegang kepada dua wasiat itu yaitu AlQur’an dan Sunnah Rasul. Mengenai pemahaman tentang Ekonomi Islam, setidaknya ada tiga penafsiran tentang istilah Ekonomi Islam.25

Pertama, yang dimaksud adalah “ilmu ekonomi” yang berdasarkan nilai-nilai atau ajaran Islam. Kalau ini yang dimaksud, maka akan timbul kesan bahwa ajaran Islam itu mempunyai pengertian yang tersendiri mengenai apa itu ekonomi. Dalam hal ini, ada beberapa definisi mengenai ekonomi islam yang disampaikan oleh para pakar. Menurut Muhammad Abdul Mannan, Ekonomi Islam merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalahmasalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilainilai Islam. Menurut M.M. Metwally, Ekonomi Islam adalah ilmu yang mempelajari perilaku muslim (yang beriman) dalam suatu masyarakat Islam yang mengikuti al Quran, Hadis, Ijma dan Qiyas. Umar Chapra mendefinisikan Ekonomi Islam sebagai suatu cabang pengetahuan yang membantu merealisasikan

23

Juhaya S Pradja dalam Perk ambangan Pemik iran Ek onomi Syariah , Makalah pada Seminar dan Lokakarya Ekonomi Syariah, 2004

24

Pius Partanto dkk, Kamus Ilmiah Populer ( Surabaya: Arkola, 1994)

25

(11)

207 V0l.06 N0. 02 November 2019: 207-222

kesejahteraan manusia melalui suatu alokasi dan distribusi sumbersumber daya langka yang seirama dengan maqashid (tujuantujuan syariah), tanpa mengekang kebebasan individu, menciptakan ketidak seimbangan makro ekonomi dan ekologi yang berkepanjangan, atau melemahkan solidaritas keluarga dan sosial serta jaringan moral masyarakat.

Penafsiran kedua, ekonomi Islam dipandang sebagai “sistem ekonomi" (Islam). Sistem menyangkut pengaturan, yaitu pengaturan kegiatan ekonomi dalam suatu masyarakat atau negara berdasarkan suatu cara metode tertentu. Misalnya, bank Islam dapat disebut sebagai unit (terbatas) dari beroperasinya suatu sistem ekonomi Islam, bisa dalam ruang lingkup makro atau mikro. Bank Islam disebut unit sistem ekonomi Islam, khususnya doktrin larangan riba.

Dan ketiga, ekonomi Islam itu berarti perekonomian umat Islam atau perekonomian di dunia Is lam, maka kita akan mendapat sedikit penjelasan dan gambaran dalam sejarah umat umat Islam baik pada masa Nabi sampai sekarang. Hal ini bisa kita temukan, misalnya, bagaimana keadaan perekonomian umat Islam di Arab Saudi, Mesir, Irak, Iran, Indonesia, dan sebagainya, atau juga perekonomian umat Islam di negara nonIslam seperti Amerika, Cina, Perancis, dan sebagainya. Kosa kata ekonomi merupakan kosa kata yang baru, dalam arti tidak dikenal pada masa awal Islam.

Pada masa ini hanya mengenal istilah muamalah dalam arti luas, hubungan antar manusia secara umum: ekonomi, rumah tangga dan lain-lain. Istilah "iqtishad"yang diartikan atau disepadankan dengan "ekonomi" merupakan kosa kata yang baru. Sehingga kita tidak menemukan pada literature keislaman klasik. Istilah iqtishad muncul dari perkembangan pemikiran Muhammad Iqbal, yaitu salah seorang tokoh pembaruan Islam dari India. Pada tahun 1902 Iqbal menerbitkan buku yang berjudul "'Ilm al-Iqtishad" (ilmu ekonomi). Pemikiran tentang ekonomi Islam sebagai kajian teoritis baru mulai ramai dibicarakan pada awal dasawarsa 1970an, walaupun pembahasan yang bersifat fikih sudah tampak sebelumnya sebagai bagian dari pemikiran hukum Islam. Kerangka teori sistem ekonomi Islam dibangun di atas landasan nilainilai dasar Ketuhanan (Tauhid) dimana internalisasi nilainilai Ketuhanan mampu memberikan dorongan yang kuat untuk mewujudkan nilainilai tersebut dalam tataran social kemanusiaan.

Aspek-aspek kebutuhan dasar terhadap aktualisasi kemanusiaan dalam perfektif internasilasasi nilai tauhidi merupakan transformasi nilai yang dalam istilah, disebut obyetivikasi. Obyektifikasi merupakan penerjemahan nilainilai ke dalam kategori-kategori objektif.26 Sehingga nilai dasar tauhid akan mendasari segala aktifitas dan prilaku ummat islam, termasuk dalam aspek ekonomi. Ekonomi Islam mempunyai tujuan yang sama dengan tujuan Islam, yakni mencapai kebahagiaan di dunia dan akherat, melalui tata kehidupan yang baik dan terhormat. Tujuan tersebut dirumuskan dalam term falah (kemenangan). Dalam hal ini, falah di dunia mencakup 3 hal, yakni kelangsungan hidup, kebebasan keinginan serta kekuatan dan kehormatan. Sedangkan falah di akherat terdiri dari kelangsungan hidup yang abadi, kesejahteraan abadi, kemuliaan abadi dan pengetahuan abadi.27

Di sini, tujuan jangka panjang (akherat) dan jangka pendek (dunia) menjadi orientasi yang selalu melekat pada kegiatan ekonomi. Konsep ekonomi Islam mampu mengentas kehidupan manusia dari ancaman pertarungan, perpecahan akibat persaingan, kegelisahan dan kesirnaan akibat kerakusan, dan ancaman-ancaman keselamatan, keamanan serta ketentraman hidup manusia, kepada kehidupan yang damai dan sejahtera.

26

Kuntowijoyo, Paradigma Islam : Interpretasi untuk Ak si (Bandung: Mizan, 1991), 65

27

(12)

207 V0l.06 N0. 02 November 2019: 207-222

D. Keadilan Sosial dalam Ekonomi Islam

Manusia telah diciptakan untuk menangani bumi ini bagi mencapai kemakmuran dan kebahagiaannya dengan tidak boleh mengambil tindakan yang lain kecuali untuk menegakkan keadilan. Islam menghendaki supaya keadilan itu dapat dicapai dalam segala aspek hidup, termasuk kehakiman, politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Dengan demikian, hendaknya manusia memandang sesuatu yang merupakan kebutuhan itu, merupakan hal yang diperlukan untuk menyempurnakan pengabdiannya kepada Allah SWT.

Islam memerintahkan umatnya untuk berbuat adil dengan semua orang, memerintah mereka berbuat adil dengan orang yang mereka cintai dan orang yang mereka benci, ia menginginkan mereka adil secara mutlak hanya karena Allah, bukan karena sesuatu yang lain, standarnya tidak dipengaruhi oleh kecintaan dan kebencian. Rasa cinta tidak mendorong umat Islam yang bertakwa meninggalkan kebenaran dan condong kepada kebatilan karena orang yang mereka cintai, dan kebencian tidak menghalangi mereka melihat kebenaran dan memperhatikannya karena orang yang mereka benci. banyak ayat al-Qur'an yang menjelaskan manhaj Islam yang lurus dalam masalah keadilan kepada semua manusia, orang yang kita cintai, dan orang yang kita benci, dalam setiap situasi dan kondisi. Allah swt berfirman dalam berbuat adil pada orang yang kita cintai:"Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi Karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu". (QS. An Nisaa': 135)

Allah juga berfirman dalam berbuat adil terhadap orang-orang yang kita benci: "Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena adil itu lebih dekat kepada takwa." (QS. Al Maidah: 8) berbuat adillah karena Allah, bukan karena orang yang disaksikan untuknya atau atasnya, bukan untuk kepentingan seseorang atau suatu kelompok, atau terpengaruh kepada situasi dan kondisi yang meliputi persoalan kesaksian atau putusan, menjauhkan diri dari kecenderungan, hawa nafsu atau kepentingan.

Bahkan islam juga menyuruh adil dalam berbicara, walaupun perkataan ini membuat keluarga kita marah, seperti tercantum dalam firman Allah SWT: "Dan apabila kamu berkata, Maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu)". (QS. al An'am: 152)

Islam menyuruh adil dalam kesaksian jika kita diminta untuk bersaksi, walaupun kesaksian ini menyulitkan kita atau menyulitkan orang yang disaksikan, karena ia adalah kesaksian karena Allah, sebagaimana firman Allah SWT: "Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu Karena Allah".(QS. ath Thalaq: 2). Dan dalam firman-Nya yang lain "Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi dengan adil". (QS. al Maidah: 8)

Islam menyuruh adil dalam memutuskan hukum, Allah berfirman: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil."(QS. an Nisaa': 58)

Sungguh Islam merupakan agama yang sangat menjunjung tinggi keadilan, melarang adanya kedzaliman agar tercipta suatu tatanan masyarakat yang damai dan sejahtera. Dalam ekonomi Islam, Keadilan menjadi salah satu prinsip yang harus dipegang teguh,prinsip yang harus trealisasikan secara utuh dan prinsip yang benar-benar harus ditegakkan. Dalam perspektif Islam, bahwasanya kebijakan ekonomi

(13)

207 V0l.06 N0. 02 November 2019: 207-222

berarti suatu sistem pengaturan yang sanggup mengembangkan kehidupan ekonomi masyarakat yang wajar dan adil.28

Ekonomi Islam dianggap sebagai sebuah aturan yang dapat memecahkan segala problematika kehidupan manusia, baik di bidang social, politik maupun ekonomi. Keadilan adalah pilar terpenting dalam ekonomi Islam. Penegakan keadilan telah ditekankan oleh al-Qur’an sebagai misi utama para Nabi yang diutus Allah. termasuk penegakan keadilan ekonomi dan penghapusan kesenjangan pendapatan.

Allah yang menurunkan Islam sebagai sistem kehidupan bagi seluruh umat manusia, menekankan pentingnya penegakan keadilan dalam setiap sektor, baik ekonomi, politik maupun sosial. Komitmen al-Qur’an tentang penegakan keadilan sangat jelas. Hal itu terlihat dari penyebutan kata keadilan di dalam al-Qur’an mencapai lebih dari seribu kali, yang berarti kata urutan ketiga yang banyak disebut al-Qur’an setelah kata Allah dan ‘Ilm. Bahkan, Ali Syariati menyebutkan, dua pertiga ayat-ayat al-Qur'an berisi tentang keharusan menegakkan keadilan dan membenci kezhaliman, dengan ungkapan kata zhulm, itsm, dhalal, dan lain-lain.29 Karena itu, tujuan keadilan sosio ekonomi dan pemerataan pendapatan/kesejahteraan, dianggap sebagai bagian tak terpisahkan dari filsafat moral Islam. Begitulah, penekanan Islam pada penegakan keadilan sosio ekonomi.

Maka, sungguh sebuah kekeliruan jika kapitalis maupun sosialis yang mengklaim dengan menyatakan, “Hanya ideologi kami yang berbicara dan bertindak tegas dalam masalah keadilan. Setidaknya hanya kamilah yang mempunyai komitmen kuat tentang nilai-nilai keadilan”. Itulah klaim yang dilontarkan berbagai komponen masyarakat dunia dalam kerangka memperlihatkan keunggulan ideologi atau kepercayaan yang mereka anut. Hanya saja kegiatan perbankan dan keuangan syari’ah ini masih belum sepenuhnya terlepas dari pengaruh sistem ekonomi konvensional yang telah bercokol cukup lama di negeri ini. Oleh karena itu diperlukan kemauan dan tekad kuat untuk memurnikan kegiatan ekonomi Islam dari unsure-unsur yang bertentangan dan berlawanan dengan prinsip ajaran Islam (al-Qur’an dan Hadits).

Harus kita bedakan bahwa konsep kapitalis tentang keadilan sosio ekonomi dan pemerataan pendapatan, tidak didasarkan pada komitmen spiritual dan persaudaraan (ukhuwah) sesama manusia. Komitmen penegakan keadilan sosio ekonomi lebih merupakan akibat dari tekanan kelompok. Karenanya, system kapitalisme terutama yang berkaitan dengan uang dan perbankan, tidak dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan keadilan sosio ekonomi yang berdasarkan nilai spritual dan persaudaraan yang universal. Sehingga, tidak aneh, apabila uang masyarakat yang ditarik oleh bank konvensional dominan hanya digunakan oleh para pengusaha besar (konglomerat). Lembaga perbankan tidak dinikmati oleh rakyat kecil yang menjadi mayoritas penduduk sebuah negara. Fenomena ini semakin jelas terjadi di Indonesia. Akibatnya yang kaya semakin kaya dan miskin makin miskin. Ketidakadilan pun semakin lebar.

Bahkan Al-Qur’an secara eksplisit menekankan pentingnya keadilan dan persaudaraan antar sesama. Menurut M. Umer Chapra, sebuah masyarakat Islam yang ideal mesti mengaktualisasikan keduanya secara bersamaan, karena keduanya merupakan dua sisi yang sama yang tak bisa dipisahkan. Dengan demikian, kedua tujuan ini terintegrasi sangat kuat ke dalam ajaran Islam sehingga realisasinya menjadi komitmen spritual (ibadah) bagi masyarakat Islam.

Islam memiliki sebuah komitmen yang besar pada persaudaraan dan keadilan agar berdampak positif pada perdamaian dan keharmonisan social, menuntut agar

28

Muhammad Baqir Shadr, Ek onomi Islam : Khayalan atau Kenyataan? , Yayasan Muthahhari

29

(14)

207 V0l.06 N0. 02 November 2019: 207-222

semua sumber daya dimafaatkan untuk mewujudkan maqashid syari’ah, yakni pemenuhan kebutuhan hidup manusia, terutama kebutuhan dasar (primer), seperti sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan. Persaudaraan dan keadilan juga menuntut agar sumberdaya didistribusikan secara adil kepada seluruh rakyat melalui kebijakan yang adil dan instrumen zakat, infaq, shadakah, pajak, kharaj, jizyah, cukai ekspor-impor dan sebagainya.

Tauhid yang menjadi fondasi utama ekonomi Islam, mempunyai hubungan kuat dengan konsep keadilan sosio-ekonomi dan persaudaraan. Ekonomi Tauhid yang mengajarkan bahwa Allah sebagai pemilik mutlak dan manusia hanyalah sebagai pemegang amanah, mempunyai konsekuensi, bahwa di dalam harta yang dimiliki setiap individu terdapat hak-hak orang lain yang harus dikeluarkan sesuai dengan perintah Allah, berupa zakat, infaq dan sedekah dan cara-cara lain untuk melaksanakan pendistribusian pendapatan yang sesuai dengan konsep persaudaraan umat manusia. Sistem keuangan dan perbankan serta kebijakan moneter, misalnya, dirancang semuanya secara organis dan terkait satu sama lain untuk memberikan sumbangan yang positif bagi pengurangan ketidakadilan dalam ekonomi dalam bentuk pengucuran pembiayaan (kredit) bagi masyarakat dan memberikan pinjaman lunak bagi masyarakat ekonomi lemah melalui produk qardhul hasan. Al-Quran dengan tegas mengatakan, “Supaya harta itu tidak beredar di kalangan orang kaya saja di antara kamu” (QS. 59:7), “Di antara harta mereka terdapat hak fakir miskin, baik peminta-minta maupun yang orang miskin malu memintaminta” (QS. 70:24).

Karena itu, Islam menekankan keseimbangan antara petumbuhan dan pemerataan. Pertumbuhan an sich bukan menjadi tujuan utama, kecuali dibarengi dengan pemerataan. Dalam konsep Islam, pertumbuhan dan pemerataan merupakan dua sisi dari sebuah entitas yang tak terpisahkan, karena itu keduanya tak boleh dipisahkan. Dalam perspektif ekonomi Islam, proporsi pemerataan yang betul-betul sama rata, sebagaimana dalam sosialisme, bukanlah keadilan, malah justru dipandang sebagai ketidakadilan. Sebab Islam menghargai prestasi, etos kerja dan kemampuan seseorang dibanding orang yang malas.

Dasar dari sikap yang koperatif ini tidak terlepas dari prinsip Islam yang menilai perbedaan pendapatan sebagai sebuah sunnatullah. Landasannya, antara lain bahwa etos kerja dan kemampuan seseorang harus dihargai dibanding seorang pemalas atau yang tidak mampu berusaha.

Konsep keadilan sosio-ekonomi yang diajarkan Islam menginginkan adanya pemerataan pendapatan secara proporsional. Dalam tataran ini, dapat pula dikatakan bahwa ekonomi Islam adalah ekonomi yang dilandaskan pada kebersamaan. Karena itu tidak aneh, jika anggapan yang menyatakan bahwa prinsip keadilan sosio-ekonomi Islam mempunyai kemiripan dengan system sosialisme. Bahkan pernah ada pendapat yang menyatakan bahwa system sosialisme itu jika ditambahkan dan dimasukkan unsur-unsur Islam ke dalamnya, maka ia menjadi islami.

Dengan demikian, pendapat dan pandangan yang menyatakan kemiripan sistem keadilan sosio Islam dengan sosialisme tidak sepenuhnya benar, malah lebih banyak kekeliruannya. Prinsip ekonomi sosialisme, yang menolak kepemilikan individu dan menginginkan pemerataan pendapatan, jelas berbeda dengan prinsip ekonomi Islam. Sosialisme sama sekali tidak mengakui hak milik individu.

Reaksi marxisme dibungkus secara politis revolusioner dalam paham komunis yang intinya mengajarkan bahwa seluruh unit ekonomi dikuasakan kepada negara yang selanjutnya didistribusikan kepada seluruh masyarakat secara merata. Hal ini didasarkan semangat pertentangan terhadap kepemilikan individu. Sedangkan dalam ekonomi Islam, penegakan keadilan sosio-ekonomi dilandasi oleh rasa persaudaraan (ukhuwah), saling mencintai (mahabbah), bahumembahu (takaful) dan saling tolong-menolong (ta’awun), baik antara si kaya dan si miskin maupun antara penguasa dan

(15)

207 V0l.06 N0. 02 November 2019: 207-222

rakyat. Pada dasarnya ekonomi Islam yang merupakan sistem ekonomi syari’âh itu berdiri tegak pada azas-azas kebersamaan dan keadilan dalam mencapai tujuan.

DAFTAR PUSTAKA

Djakfar, Muhammad. Agama, Etik a, dan Ek onomi, Malang: UIN Press, 2007

Ahmad Muhammad al-’Assal dan Fathi Ahmad Abdul Karim, Sistem, Prinsip, dan Tujuan

Ek onomi Islam, Terj. Imam Saefudin, (Bandung: Pustaka Setia, 1999)

Muhammad Akram Khan, Ajaran Nabi Muhammad Saw tentang Ek onomi, terj. Rifyal Ka’bah MA, (Jakarta: PT. Bank Muamalat Indonesia dan Institute of Policy Studies Islamabad, 1997) M. Umer Chapra, What is Islamic Economics?, (Jeddah, Saudi Arabia: IRTI – IDB, 1996) Nurul Huda et.al, Ek onomi Mak ro Islam: Pendek atan Teoritis. (Kencana: Jakarta, 2008)

MN Harisudin, Ek onomi Shariah Dan Ketidak adilan Kapitalisme Global , ISLAMICA, Vol. 5, No. 2, Maret 2011

M. Abdul Mannan, Ek onomi Islam, Teori, dan Prak tik , Terj. Nastangin, (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1997).

Syed Nawab Haedar Naqvi, Menggagas Ilmu Ek onomi Islam, Terj. M. Saiful Anam dan M. Ufuqul Mubin, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003)

Al-Kailani, Ibrahim Zaid et.al, Dirasat fi al-Fik ri al-‘Arabi al-Islami, (Amman: Dar al-Fikr, 1995), Diriwayatkan oleh Ahmad Fî Al Musnad: Jilid 5

Ruslan Abdul Ghofur Noor, Kebijak an Distribusi Ek onomi Islam Dalam Membangun KeadilanEk onomi Indonesia, Islamica, Vol. 6, No. 2, Maret 2012.

Juhaya S Pradja dalam Perk ambangan Pemik iran Ek onomi Syariah , Makalah pada Seminar dan Lokakarya Ekonomi Syariah, 2004

Pius Partanto dkk, Kamus Ilmiah Populer ( Surabaya: Arkola, 1994)

Dawam Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial-Ek onomi (Jakarta: LSAF, 1999) Kuntowijoyo, Paradigma Islam : Interpretasi untuk Ak si (Bandung: Mizan, 1991) Anita Rahmawati, Ek onomi Mak ro Islam (Kudus: STAIN Kudus, 2009)

Muhammad Baqir Shadr, Ek onomi Islam : Khayalan atau Kenyataan? , Yayasan Muthahhari Majid Kahduri, The Islamic Conception of Justice, (1984).

Referensi

Dokumen terkait

Dengan pertimbangan kedalaman laut Selat Bali sekitar 50 m dan arus yang relatif deras, maka untuk mendukung turbin bawah air dan peralatan lainnnya, dibutuhkan

Kesimpulannya adalah Kuesioner yang digunakan untuk menganalisis pengaruh iklan obat flu di televisi terhadap perilaku swamedikasi pada masyarakat Kecamtan Karang

Produk Domestik Bruto adalah jumlah nilai seluruh barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu negara dalam periode tertentu atau satu tahun termasuk barang dan jasa yang diproduksi

Sedangkan dalam teori ekonomi konvensional, permintaan adalah sejumlah barang yang akan dibeli atau yang diminta pada tingkat harga tertentu dalam waktu

Air hujan dipercaya mampu mengangkat segala kotoran yang terdapat pada kulit tubuh manusia jauh lebih baik dari pada air biasa, air hujan sangat steril dari

Daya guna teoritis Daya guna teoritis (theoretical effectiveness) (theoretical effectiveness), yaitu kemampuan suatu cara , yaitu kemampuan suatu cara kontrasepsi untuk

Dalam teori dijelaskan bahwa tempat atau distribusi merupakan semua kegiatan yang dilakukan perusahaan dengan tujuan membuat produk yang dibutuhkan dan diinginkan

Jadi dapat ditarik kesimpulan terhadap strategi Majelis Mujahidin dalam menegakkan syari’ah Islam secara kaffah yaitu Islam mengajarkan keadilan, perdamaian,