• Tidak ada hasil yang ditemukan

ISLAM RADIKAL (STUDI TENTANG MAJELIS MUJAHIDIN DI KOTA BUKITTINGGI) SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ISLAM RADIKAL (STUDI TENTANG MAJELIS MUJAHIDIN DI KOTA BUKITTINGGI) SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

ISLAM RADIKAL (STUDI TENTANG MAJELIS MUJAHIDIN DI KOTA BUKITTINGGI)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum (SH) Dalam Prodi Hukum Tata Negara Fakultas Syariah

Oleh :

Suci Rahmadani 1315012

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA ISLAM (SIYASAH) FAKULTAS SYARIAH

IAIN BUKITTINGGI 1441 H / 2019 M

(2)

ABSTRAK

Skriripsi ini berjudul “Islam Radikal (Studi Tentang Majelis Mujahidin di Kota Bukittinggi)”. Skripsi ini ditulis oleh Suci Rahmadani, NIM: 1315.012, Program Studi Hukum Tatanegara Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi 1440 H/2019 M. Adapun maksud dari judul ini adalah menjelaskan bagaimana pandangan Majelis Mujahidin Bukittinggi terhadap Islam radikal dan bagaimana strategi Majelis Mujahidin Bukittinggi dalam menegakkan Syariat Islam secara kaffah.

Adapun motivasi penulis dalam membahas judul ini adalah sebagaimana yang diketahui bahwa Majelis Mujahidin Indonesia sering diberitakan sebagai organisasi aliran keras. Kegiatan mereka dalam menegakkan Syariat Islam di kota-kota besar sering terjadi pemberitaan media sebagai tindak radikal. Sebagai salah satu ormas yang cukup berpengaruh, Majelis Mujahidin di Kota Bukittinggi yang keberadaannya sudah cukup lama, jauh dari pemberitaan negatif. Organisasi ini sering terlibat dalam aksi sosial kemasyarakatan. Oleh karena itu penulis akan meneliti bagaimana pandangan Majelis Mujahidin Bukittinggi terhadap Islam radikal dan bagaimana strategi Majelis Mujahidin Bukittinggi dalam menegakkan Syari’at Islam secara kaffah.

Penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan metode kualitatif. Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah observasi dan wawancara. Kemudian, data dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif.

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa Majelis Mujahidin Bukittinggi berpandangan bahwa kata-kata radikal erat kaitannya dengan teroris karena kata- kata radikal seperti pasal karet dalam UU terorisme, terdapat dalam UU Nomor 15 Tahun 2003 yang berbunyi setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan korban yang bersifat masal, dengan cara merampas harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional. Semua aturan dalam menegakkan Syari’at Islam secara kaffah telah diatur dalam AD/ART Majelis Mujahidin Bukittinggi. Selain itu, Majelis Mujahidin Bukittinggi adalah organisasi Islam yang teguh dalam menegakkan Syari’at Islam dan kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan telah menjadi agenda rutin dari organisasi ini. Dari segi pandangan strategi Majelis Mujahidin Bukittinggi dalam menegakkan Syari’at Islam secara kaffah yaitu dengan mencerdaskan umat Islam dengan malakukan kegiatan kajian fiqih 4 mazhab, fiqih muamalah, dan fiqih jihad.

(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur peneliti ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya peneliti bisa menyelesaikan skripsi ini dengan judul

“Islam Radikal (Studi Tentang Majelis Mujahidin di Kota Bukittinggi)”, sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Hukum di Fakultas Syari’ah IAIN Bukittinggi.

Selanjutnya shalawat beserta salam buat Nabi Muhammad SAW uswatun hasanah bagi kita semua. Semoga kita termasuk umat yang mendapat syafaatnya kelak.

Dalam penyelesaian skripsi ini peneliti banyak mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Terutama kepada Ayahnda tercinta Jonnaidi dan Ibunda terkasih Eli Murdani yang telah berjuang lebih dari yang ananda lakukan selama ini. Teruntuk kakak Yulia Roza, Atika Andriani, Aria Wendy dan teruntuk adik Widia Fitriani dan Aguseria Nabila Sari, sosok-sosok yang selalu ada mendampingi dalam perjuangan ini.

Ucapan terimakasih juga ananda ucapkan kepada:

1. Ibu Rektor , Bapak Wakil Rektor, Bapak Dekan Fakultas Syari’ah dan Bapak Wakil Dekan Fakultas Syari’ah, serta Bapak Ketua Program Studi Hukum Tata Negara yang telah memberikan fasilitas kepada penulis dalam menambah ilmu pengetahuan di IAIN Bukittinggi.

(4)

2. Bapak Adlan Sanur Th, M.Ag selaku Pembimbing Akademik.

Terimakasih kepada Bapak yang telah maeluangkan waktu serta memberikan arahan dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Bapak Dr. Helfi, M.Ag selaku Ketua Program Studi Hukum Tatanegara yang telah memberikan arahan dan dukungan kepada penulis selama menempuh perkuliahan di IAIN Bukittinggi.

4. Bapak Dr. Saiful Amin, M. Ag selaku pembimbing I dan Bapak Dahyul Daipon, M.Ag selaku pembimbing II. Terimaksih kepada Bapak atas bimbingan, arahan dan kesabaran serta waktu yang diluangkan untuk membantu terselesaikannya skripsi ini

5. Seluruh anggota Majelis Mujahidin Bukittinggi khususnya Ustad Abu Muhammad yang telah menyumbangkan pikiran dan waktu untuk terselesaikan skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu dosen serta karyawan/i Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi yang telah membekali penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan.

7. Teman-teman yang telah membantu dan memberi arahan dalam pembuatan skripsi.

Semoga bantuan dan bimbingan yang telah Bapak dan Ibu berikan serta semua pihak yang telah berkontribusi dibalas oleh Allah SWT dengan pahala yang berlipat ganda. Aamiin.

(5)

Peneliti menyadari dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu saran dan masukan dari semua pihak sangat peneliti harapkan untuk perbaikan kedepannya.

Semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi peneliti, Majelis Mujahidin Bukittinggi serta Mahasiswa IAIN Bukittinggi khususnya Program Studi Hukum Tata Negara.

Bukittinggi, 23 Oktober 2019 Peneliti

SUCI RAHMADANI NIM: 1315.012

(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i

SURAT PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Batasan Masalah... 8

D. Tujuandan Kegunaan Penelitian ... 8

E. Penjelasan Judul ... 9

F. Metode Penelitian... 10

G. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II ISLAM RADIKAL A. Pengertian Islam Radikal ... 16

B. Sejarah Munculnya Islam Radikal di Indonesia... 21

C. Faktor-faktorMunculnya Gerakan Radikal ... 25

D. Perkembangan Islam Radikal di Indonesia ... 29

E. Upaya-upaya Pemerintah Mengatasi Gerakan Radikal di Indonesia ... 32

BAB III MAJELIS MUJAHIDIN INDONESIA A. Pengertian Majelis Mujahidin Indonesia ... 35

B. Sejarahdan Perkembangan Munculnya Majelis Mujahidin Indonesia ... 38

C. Usaha dan Tujuan Majelis Mujahidin Indonesia ... 43

(7)

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Monografi Kota Bukittinggi ... 48

B. Sejarah dan Perkembangan Majelis Mujahidin Bukittinggi ... 51

C. Usaha-Usaha Majelis Mujahidin Bukittinggi... 53

D. Struktur Majelis Mujahidin Bukittinggi ... 56

E. Pandangan Majelis Mujahidin Bukittinggi tentang Islam Radikal ... 57

F. Strategi Majelis Mujahidin Bukittinggi dalam menegakkan syariat Islam secara kaffah dalam kehidupan umat Islam ... 63

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 70

B. Saran ... 71

DAFTAR KEPUSTAKAAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN-LAMPIRAN

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Semua agama mengajarkan kepada para pemeluknya untuk hidup dalam kedamaian, keselamatan dan kesejahteraan baik di dalam dunia maupun di akhirat. Bahkan agama muncul, baik secara theologis maupun sosiologis adalah guna menyantuni dan menyelamatkan anak manusia; menunjukkan jalan-jalan kedamaian dan keselamatan, menghilangkan ketidakpastian dan mendatangkan ketentraman; mengajarkan kasih sayang diantara sesama manusia, makhluk lain dan lingkungan hidupnya; menyucikan diri dari perbuatan-perbuatan buruk, tercela atau merusak.1

Dalam menyebarkan Islam, Nabi Muhammad SAW sebagaimana dalam sejarahnya, tidak pernah pula melakukan tindakan-tindakan radikal, baik dalam pengertian menghendaki perubahan nilai-nilai secara revolusioner, maupun dalam pengertian menggunakan kekerasan dan pemaksaan agar orang-orang kafir memeluk Islam. Menghadapi kekerasan yang disodorkan orang-orang kafir, bahkan Nabi lebih suka berhijrah, dan kalau pun kemudian mengangkat senjata, itu tak lain dalam kerangka pembelaan diri.2

1Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam Dari Fundamentalis, Modernisme Hingga Postmodernisme, (Jakarta Selatan: PT. Temprint, 1996), hal 182

2Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam Dari Fundamentalis, Modernisme Hingga Postmodernisme,..., hal 183

(9)

Islam sebagai suatu keyakinan diukur dengan sebuah variabel, sejauh mana seorang Muslim percaya kepada Tuhan. Dalam hal ini, hampir semua masyarakat Muslim Indonesia menyatakan bahwa mereka selalu atau setidaknya sering percaya pada Tuhan. Ini menunjukan bahwa keimanan Muslim Indonesia sangat homogen, yakni hampir seluruhnya beriman pada Tuhan. Ini merupakan gejala keagamaan yang elementer dan merefleksikan hal yang elementer pula dari rukun Islam, yakni seseorang dianggap seorang Muslim.

Dalam hal ritual wajib, yakni intensitas menjalankan shalat lima waktu dan puasa pada bulan Ramadhan, yang juga bagian dari rukun Islam, Muslim Indonesia yang tercakup dalam populasi survei ini, juga menunjukan gejala yang homogen. Sebesar (2001: 99 %, 2002: 85,2 %, 2004; 87,7 %) Muslim Indonesia menyatakan selalu atau sangat sering menjalankan shalat lima waktu. Proporsi yang kurang lebih sama juga dapat ditemukan dalam hal intensitas menjalankan puasa di bulan Ramadhan.3

Sementara itu, (2001; 95,5 %, 2002; 94,2 %, 2004; 94,2 %) Muslim Indonesia dalam survei ini menyatakan bahwa mereka selalu atau sangat sering menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan sebagaimana diwajibkan dalam agama Islam. Jadi secara umum dapat dikatakan bahwa Muslim Indonesia cukup intensif dalam menjalankan ibadah puasa.4

3Jamhari, Jajang Jahroni, Gerakan Salafi Radikal di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hal 206

4Jamhari, Jajang Jahroni, Gerakan Salafi Radikal di Indonesia,..., hal 207

(10)

Radikal berasal dari kata radikal yang artinya besar-besaran dan menyeluruh, keras, kokoh, maju dan tajam (dalam berpikir). Biasanya radikalisme didefinisikan sebagai faham politik kenegaraan yang menghendaki adanya perubahan dan perombakan besar sebagai jalan untuk mencapai taraf kemajuan. Dengan pengertian yang semacam ini, radikalisme tidak mesti berkonotasi negatif.5

Munculnya gerakan Islam radikal sebagai bentuk dari gerakan Islam kontemporer di Indonesia, karena mereka merasa sebelumnya tidak pernah diberi ruang, kesempatan, dan perlakuan adil oleh kekuasaan. Ketidakadilan yang diderita umat Islam sepanjang era Soekarno dan Soeharto, tampaknya muncul gerakan Islam radikal sebagai gerakan Islam kontemporer disebabkan karena berbagai peristiwa tanah air yang tidak segera terselesaikan.6

Sejauh menyangkut gerakan Islam radikal di Indonesia kontemporer, Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) disebut sebagai yang terpenting dalam menyuarakan pemberlakuan syariat Islam di Indonesia.7

Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) merupakan aliansi pergerakan umat Islam (tansiq) yang berdasarakan ukhuwwah Islamiyyah, kesamaan aqidah, program dan tujuan perjuangan. Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) dibentuk untuk menjadi wadah dalam memperjuangkan tegaknya syariat Islam

5Saifuddin, jurnal.ubharajaya.ac.id.Radikalisme Islam Mahasiswa,Volume XI, Nomor 1, Juni 2011, hal 18

6Zuli Qodir, Syariah Demokratik, (Yogyakarta; Pustaka Pelajar Offset, 2004), hal 81

7Jamhari, Jajang Jahroni,Gerakan Salafi Radikal di Indonesia,..., hal 47

(11)

bagi seluruh umat Islam dari berbagai suku dan golongan tanpa dibatasi wilayah geografis atau negara.

Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) merumuskan dan mengembangkan program kerja sama di antara umat Islam untuk bersama- sama berjuang demi tegaknya syariat Islam dalam tiga formulasi, yakni kebersamaan dalam misi penegakan syariat Islam (tasiqul fardi), kebersamaan dalam program penegakan Syariat Islam (tansiqul ‘amali), dan kebersamaan dalam satu institusi penegakan syriat Islam (tansiqun nidhami).8

Hasrat mendirikan negara Islam, yang menjadi persyaratan utama bagi tegaknya syariat Islam, yaitu dengan agenda perjuangan utama Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) yang dirumuskan mengacu pada upaya serupa yang tergabung dalam gerakan Negara Islam Indonesia (NII). Selain itu, hal tersebut juga bisa dilihat dari tokoh-tokoh utama Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), yang berasal dari mereka yang pernah mengisi daftar panjang pemerintahan Indonesia Orde Baru untuk orang-orang yang melakukan gerakan melawan negara.

Oleh karena itu, Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) memiliki hubungan langsung dengan gerakan Islam yang mencitakan negara Islam dalam sejarah Indonesia kontemporer. Jadi, dalam beberapa segi penting,

8Jamhari, Jajang Jahroni, Gerakan Salafi Radikal di Indonesia,..., hal 51

(12)

Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) bisa disebut sebagai perwujudan kembali gerakan Islam radikal dalam sejarah Islam Indonesia.9

Jadi kemunculan gerakan Islam radikal di Indonesia disebabkan karena dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal, dalam faktor internal yaitu dalam diri umat Islam sendiri dilihat telah terjadi penyimpangan- penyimpangan norma-norma agama. Kehidupan umat Islam telah terasuki cara-cara hidup sekuler yang bertentangan dengan ajaran Islam. Oleh karena itu mereka berkewajiban untuk mengembalikan umat Islam ke jalan yang lurus, sesuai dengan ajaran al-Qur’an. Akibat dari pemahaman teks agama tersebut, hasilnya mereka berusaha menolak secara radikal konsep-konsep modern, seperti demokrasi, sekularisasi, HAM, dan toleransi sebagai produk Barat.10

Berkaitan dengan faktor eksternal umat Islam, baik datang dari perlakuan rezim Orde Baru atas umat Islam. Gerakan Islam radikal menyatakan hal yang terpenting yaitu sikap represif rezim kekuasaan atas umat Islam, dalam kasus Warsidi, Salman Hafidz, Imron, dengan tuduhan KomJi (Komando Jihad). Dan lemahnya negara dalam penegakan hukum, dalam kasus kerusuhan di Ambon, Poso, Sampit, dan Sambas. Bahkan, dalam kasus ini telah dikemukakan sebelumnya, pemerintahan terkesan lambat dan tidak adil.11

9Jamhari, Jajang Jahroni, Gerakan Salafi Radikal di Indonesia,..., hal 48

10Zuli Qodir, Syariah Demokratik,..., hal 83

11Zuli Qodir, Syariah Demokratik,..., hal 84

(13)

Dalam konteks politik Inggris, pada mulanya Radikalisme menunjukan suatu sikap politik yang berasal dari kayakinan bahwa sejak penyelesaian konstitusional tahun 1689, penggantian materi-materi telah meruntuhkan independensi parlemen terpilih dengan cara penyalahgunaan patronase, penyuapan sistematik dan praktik melawan hukum atau praktik tiran lainnya, dengan akibat seluruh konstitusi Inggiris menjadi sesat. Karena itu tujuan kaum Radikal menegaskan kembali apa yang diyakininya sebagai semangat sejati penyelesaian 1689 atau bahkan kembali ke prinsip demokrasi.12

Majelis Mujahidin Bukittinggi berdiri sejak tahun 2009. Pencetus utama Majelis Mujahidin Bukittinggi oleh Ustad Abu Zaki dan di sahkan di depan bioskop ERI Jl. Pemuda No. 25, Aur Tajungkang Tengah Sawah, Kecamatan Guguk Panjang, Kota Bukittinggi, pada saat itu Majelis Mujahidin Bukittinggi di ketuai oleh Ustad Abu Zaki. Setelah beberapa tahun berjalan Majelis Mujahidin Bukittinggi sempat vakum dan bangkit lagi pada tahun 2016 yang dikoordinator oleh Ustad Abu Muhammad sampai pada saat sekarang ini.

Majelis Mujahidin bukittinggi mempunyai visi dan misi, misi nya yaitu tegaknya syariah Islam secara kaffah dalam kehidupan umat Islam. Sedangkan misi Majelis Mujahidin Bukittinggi yaitu berjuang demi tegaknya Syariah Islam secara menyeluruh (kaffah) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,

12Efriza, Ilmu Politik: Dari Ilmu Politik sampai Sistem Pemeritahan, (Bandung: Alfabeta, 2013), hal 105-106

(14)

sehingga masyarakat memperoleh keberuntungan hidup dunia, dan akhirat serta membawa rahmat bagi rakyat, negara, dan alam semesta.13

Majelis Mujahidin adalah suatu organisasi terbuka (semua orang bebas untuk masuk ke organisasi tersebut). Perjuangan Majelis mujahidin untuk merekrut orang agar masuk ke organisasi tersebut dengan cara memperkenalkan perjuangan dalam organisasi tersebut, menjelaskan kajian- kajian organisasi tersebut, dan dalam organisasi harus berdasarkan ilmu bukan fanatisme.14

Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa Majelis Mujahidin Bukittingi menegakkan syariat Islam secara menyeluruh (kaffah). Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian. Dengan judul Islam Radikal (studi tentang Majelis Mujahidin Di Kota Bukittinggi).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan judul yang penulis bahas, maka yang menjadi rumusan masalah adalah :

1. Bagaimana pandangan Majelis Mujahidin Bukittinggi tentang Islam radikal?

2. Bagaimana strategi Majelis Mujahidin Bukittinggi dalam menegakkan syariat Islam secara kaffah dalam kehidupan umat Islam?

13Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin, Memahami 5 Prinsip dan Karakteristik Majelis mujahidin, hal 13

14Wawancara dengan Ustad Abu Muhammad, pada hari Rabu 1 Mei 2019, jam 15:30 WIB

(15)

C. Batasan Masalah

Dalam permasalahan ini sangat banyak kelompok yang diasumsikan sebagai kelompok Islam radikal, maka dalam penelitian ini penulis hanya meneliti Islam radikal tentang Majelis Mujahidin di Kota Bukittinggi.

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah penulis uraikan. Dan setiap penelitian karya ilmiah tentu mempunyai tujuan, jadi yang menjadi tujuan dari penulis yaitu:

a. Untuk mengetahui pandangan Majelis Mujahidin Bukittinggi tentang Islam radikal.

b. Untuk mengetahui strategi Majelis Mujahidin Bukittinggi dalam menegakkan syariat Islam.

2. Kegunaan Penelitian

Berdasarakan tujuan penelitian diatas, kegunaan penelitian ini dapat dibagi atas dua bagian yaitu kegunaan teoritis dan kegunaan praktis.

Untuk memberikan hasil penelitian yang berguna, serta diharapkan mampu menjadi dasar secara keseluruhan untuk dijadikan pedoman bagi pelaksana secara teoritis maupun praktis, maka penelitian ini sekiranya bermanfaat diantaranya:

(16)

a. Sebagai sumbangan literature pengetahuan, khusus bidang siyasah dalam salah satu bentuk praktek Politik Islam radikal.

b. Sebagai sumbangan pemikiran untuk umat Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang berdasarkan pada syariat Islam.

c. Untuk melengkapi persyaratan agar mendapat gelar Sarjana Hukum (SH) pada Fakultas Syariah, program studi Hukum Tata Negara Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi.

d. Untuk memperdalam pengetahuan penulis sendiri tentang pandangan Majelis Mujahidin Bukittinggi tentang Islam radikal dan strategi Majelis Mujahidin Bukittinggi dalam menegakkan syariat Islam secara kaffah dalam kehidupan umat Islam.

E. Penjelasan Judul

Untuk menghindari kesalahan dalam memahami judul penelitian ini, penulis akan menjelaskan pengertian dari istilah yang terdapat dalam judul peneliti ini :

Islam radikalisme yaitu kelompok yang mempunyai keyakinan ideologis tinggi dan fanatik yang mereka perjuangkan untuk menggantikan tatanan nilai dan sistem yang sedang berlangsung, dalam kegiatannya mereka sering menggunakan aksi yang keras, bahkan tidak menutup kemungkinan

(17)

kasar terhadap kegiatan kelompok lain yang dinilai bertentangan dengan keyakinan mereka.15

Majelis Mujahidin adalah dakwah jihad fi Sabilillah (Da’wah wal Jihad).16

Secara keseluruhan, judul penulis ini diartikan: Islam Radikal (studi tentang Majelis Mujahidin Di Kota Bukittinggi).

F. Metode Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan penulis laksanakan di Kota Bukittinggi.

Sekretariat Majelis Mujahidin di Kota Bukittinggi yang beralamat di Jl.

Soekarno Hatta No 54 A, Kota Bukittinggi, Sumatera Barat.

2. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field reasech), atau riset lapangan yaitu mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang, dan interaksi suatu sosial, individu, kelompok, lembaga dan masyarakat.17

Penelitian ini merupakan penelitian bersifat kualitatif, yaitu digambarkan dengan kata-kata atau kalimat dipisahkan menurut kategori

15Jamhari,Jajang Jahroni,Gerakan Salafi Radikal di Indonesia,..., hal 2

16Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin, Memahami 5 Prinsip dan Karakteristik Majelis mujahidin, hal 16

17Husaini Usman dan Purnomo Setiadi Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta:

Bumi Aksara,2006), cet-6, hal 54

(18)

untuk memperoleh kesimpulan. Metode ini berusaha memahami menafsirkan makana suatu peristiwa interaksi tingkah laku manusia dalam situasi tertentu.18

3. Informan

Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Jadi ia mempunyai banyak pengalaman tentang latar penelitian. Ia berkewajiban secara suka rela menjadi anggota tim peneliti walaupun bersifat informan. Sebagai anggota tim dengan kebaikan dan kesukarelanya, ia dapat memberikan pandangan tentang nilai-nilai, sikap, Agama dan kebudayaan yang menjadi latar penelitian setempat.19

Jadi adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah Ketua Majelis Mujahidin di Kota Bukittinggi.

4. Sumber Data

Sumber data yang penulis gunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung melalui observasi dan wawancara. Sedangkan data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui sumber bacaan, seperti surat-surat pribadi, buku-buku

18Husaini Usman dan Purnomo Setiadi Akbar, Metodologi Penelitian Sosial,..., hal 5

19Lexi J Maleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995), Cet, Ke 5, hal 3

(19)

harian, dokumen-dokumen resmi, catatan biografi dan yang mirip dengan itu.20

Data sekunder adalah data yang mendukung atau sebagai data tambahan bagi data primer. Sebagai data sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku yang di dalamnya berkaitan dengan diantaranya:

Jamhari, Jajang Jahroni: Gerakan Salafi Radikal di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo, 2004. Prof. Dr. Syahrin Harahap, M.A: Upaya Kolektif Mencegah Radikalisme & Terorisme. PT Desindo Putra Mandiri, 2017.

Zuli Qodir: Syariah Demokratik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2004. Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin: Memahami 5 Prinsip dan Karakteristik Majelis Mujahidin. Dan buku-buku yang berkaitan dengan Islam Radikal dan Majelis Mujahidin.

5. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penulisan karya ilmiah ini, penulis mengumpulkan data dengan observasi dan wawancara.

a. Observasi yaitu pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti.21 Dalam hal ini penulis mengadakan pengamatan langsung ke lokasi penelitian di sekretariat Majelis Mujahidin Bukittinggi.

20Nasution, M. A, Metodologi Reasech, (Jakarta: Bumi Aksara 2007), Cet. Ke 9, hal 145

21Husaini Usman dan Purnomo Setiadi Akbar, Metodologi Penelitian Sosial,..., hal 54

(20)

Wawancara yaitu suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapat informasi secara langsung dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan kepada responden yang dilakukan secara lisan.22Dalam hal ini penulis mengadakan wawancara langsung ke lokasi penelitian di sekretariat Majelis Mujahidin Bukittinggi yang beralamat di Jl. Soekarno Hatta No 54 A, Kota Bukittinggi, Sumatera Barat.

6. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Teknik analisa data yang digunakan adalah teknik pengolahan data secara kualitatif, yaitu menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber seperti dari observasi dan wawancara.

Kemudian data-data yang penulis peroleh, penulis olah dengan menggunakan metode yaitu:

1. Metode deduktif

Yaitu suatu metode pembahasan yang bertitik tolak dari keterangan-keterangan dan pengetahuan yang bersifat umum kemudian berdasarkan keterangan dan pengetahuan yang bersifat umum penulis mengarahkan kepada hal-hal yang bersifat khusus.

22P. Joko Subagyo, Metode Penelitian (Dalam Teori dan Praktek), (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hal 39

(21)

2. Metode Komparatif

Yaitu metode mencari pemecahan serta masalah yang memulai analisis terhadap faktor-faktor tertentu yang diharapkan dengan situasi atau fenomena yang diselidiki dan membandingkan suatu faktor dengan faktor yang lainnya.

G. Sistematika Penulisan

Sebagai gambaran ringkas dari pokok pembahasan penelitian ini, bahwasanya bahasa penelitian ini terdiri dari lima bab, dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I merupakan Bab pendahuluan yang menjadi gambaran bagi penulis dalam karya ilmiah, yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, penjelasan judul, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II Merupakan Islam radikal, pada Bab ini, penulis akan membahas tentang Islam radikal, pengertian Islam radikal, sejarah munculnya Islam radikal di Indonesia, faktor-faktor munculnya gerakan radikal, perkembangan Islam radikal di Indonesia, dan upaya-upaya pemerintah mengatasi gerakan radikal di Indonesia.

BAB III Penulis akan membahas Majelis Mujahidin Indonesia yang meliputi, pengertian Majelis Mujahidin Indonesia, Sejarah munculnya Majelis Mujahidin Indonesia, dan perkembangan Majelis Mujahidin Indonesia.

(22)

BAB IV Penulis akan membahas tentang hasil penelitian yang meliputi, monografi Kota Bukittinggi, sejarah Majelis Mujahidin Bukittinggi, perkembangan Majelis Mujahidin Bukittinggi, usaha-usaha Majelis Mujahidin Bukittinggi, struktur Majelis Mujahidin Bukittinggi, pandangan Majelis Mujahidin Bukittinggi tentang Islam Radikal, dan strategi Majelis Mujahidin Bukittinggi dalam menegakkan syariat Islam secara kaffah dalam kehidupan umat Islam.

BAB V Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran-saran

(23)

BAB II ISLAM RADIKAL A. Pengertian Islam Radikal

Islam berasal dari kata “salm” yang berarti damai, “aslama” yang berarti menyerah, “istaslamamustaslimun” yang berarti penyerahan total kepada Allah,

“saliim” yang berarti bersih dan suci, dan “salam” yang berarti selamat dan sejahtera.23

Islam menurut istilah adalah ketundukan seseorang hamba kepada wahyu Illahi yang diturunkan kepada para nabi dan rasul khususnya Muhammad SAW guna dijadikan pedoman hidup dan juga sebagai hukum/ aturan Allah SWT yang dapat membimbing umat manusia ke jalan yang lurus, menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.24

Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia, berarti bahwa manusia sejak lahir secara naluri fitri, telah mempercayai Islam itu secara sadar, ikhlas, dan betul-betul memiliki perasaan yang sangat dalam dan tidak bertentangan dengan hati nurani manusia itu.25

Islam sebagai pembawa misi ketuhanan berusaha menciptakan maslahah, perdamaian, persatuan, keadilan, kesetaraan, dan menumpas semua bentuk

kezhaliman termasuk teror. Terlebih teror yang dilakukan dengan membawa nama agama, mengatasnamakan agama, mengatasnamakan jihad, membela Tuhan dan embel-embel agama lainnya. Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin

23Masykuri Abdillah, Islam Dan Dinamika sosial Politik Di Indonesia, ( Jakarta; PT Gramedia Pustaka Umum, 2011), hal 1

24Masykuri Abdillah, Islam Dan Dinamika sosial Politik Di Indonesia,..., hal 3

25Rohadi Abdul Fatah, Ilmu dan Teknologi Dalam Islam, (Jakarta; PT Rineka Cipta, 1990), hal 13

(24)

melindungi umat manusia secara mutlak, tanpa melihat latar belakang ideologi, etnis dan bangsa. Gagasan tentang perdamaian melalui agama Islam, seperti disampaikan oleh Mohammad Abu Nimer, sebenarnya sebuah gagasan yang hendak menurunkan nilai-nilai kedamaian dalam Islam dalam praktek hidup sehari-hari. Hanya saja semua terletak pada para penganutnya, terutama para pemimpin agama apakah bersedia untuk mengumandangkan perdamaian ataukah akan mengumandangkan perperangan atas nama agama.26

Islam mengantisipasi manusia agar bermental baik, sehingga mendapat keridaan Allah kelak. Mentalitas yang baik tersebut adalah jiwa/hati yang diilhami (inspiratif) oleh ajaran Allah secara murni dan tidak bercampur kemusrikan yang membahayakan keesaan Allah SWT. Islam pada hakikatnya lebih mengarahkan kepada tiga prinsip pokok, yaitu:27

a. Pembinaan akidah atau keimanan kepada Allah Yang Maha Esa, kepada Malaikat-malaikat-Nya, kepada Kitab-kitab Suci-Nya, kepada Rasul-rasul- Nya, kepada Hari Kemudian (hari perhitungan), serta kepada adanya Takdir (Qada dan Qadar-Nya) secara mantap dan terus-menerus. Hal ini membuktikan bahwa Islam benar-benar akan mencetak manusia menjadi manusia muslim sejati, berkepribadian dan berkepercayaan yang kokoh secara fitri, baik jasmani maupun rohani.

b. Peningkatan dan pelaksanaan syariah Islam secara murni dan konsekuen yang meliputi ibadah terdiri atas rukun Islam dan muamalah, yang

26Zuli Qodir, Jurnal Pendidikan Agama, Deradikalisasi Islam dalam Perspektif Pendidikan Agama, Volume II, No 1, Juni 2013, hal 87

27Rohadi Abdul Fatah, Ilmu dan Teknologi Dalam Islam,..., hal 15-16

(25)

meliputi peraturan hidup berkeluarga, bertetangga, bermasyarakat, bernegara, dan berhubungan dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

c. Pembinaan akhlak yang baik (etika, sopan-santun, manusiawi, dan tepa selira).

Meskipun realitasnya demikian, rangkaian panjang dan intens dari kejadian-kejadian yang ditimbulkan oleh radikalisme keagamaan seakan menutup kenyataan lain tentang gambaran Islam. Oleh karena itu sering menjadi sasaran, masyarakat Barat dengan mudah menyamakan Islam dengan kekerasan, anti demokrasi, pluralisme, terorisme, dan sifat-sifat pejoratif lainnya.28

Istilah radikal berasal dari kata radical yang merupakan kata sifat dalam bahasa Inggris.Kata itu sendiri berasal dari bahasa Latin radix yang berarti akar, sehingga radical pada dasarnya berarti mengakar atau hingga ke akar-akarnya.29

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), radikalisme adalah paham atau aliran yang radikal dalam politik, paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial politik dengan cara kekerasan atau drastis, dan sikap ekstrem dalam aliran politik.30

Istilah radikalisme di Indonesia digunakan untuk menjelaskan kelompok- kelompok Islam di Indonesia kontemporer atas paham keagamaan mereka yang

28Tarmizi Taher, Radikalisme Agama, (IAIN Jakarta; Pusat Pengkajian Islam dan Msyarakat, 1998), hal 5

29Syahrin Harahap, Upaya Mencegah Radikalisme & Terorisme,(Siraja; PT Desindo Putra Mandiri, 2017), hal 3

30Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta.

2008), hal 919

(26)

literal (literal religious understanding) dan tindakan-tindakan yang Radikalisme (radical action).31

Menurut Azyumardi Azra, radikalisme merupakan bentuk ekstrem dan revivalisme. Revivalisme merupakan intensifikasi keislaman yang lebih berorientasi ke dalam (inward oriented), dengan artian pengaplikasian dari sebuah kepercayaan hanya diterapkan untuk diri pribadi. Adapun bentuk radikalisme yang cenderung berorientasi keluar (outward oriented), atau kadang dalam penerapan cenderung menggunakan aksi kekerasan lazim disebut fundamentalisme.32

Secara garis besar ada 10 ciri kaum radikalisme yaitu33

1. Tekstualis dan kaku dalam bersikap dan memahami teks-teks suci. Cara memahami teks yang rigid dan tekstualis itu mengakibatkan kesimpulan yang melompat (jumping to conclusion).

2. Ekstrem, fundamentalis, dan eksklusif. Hal ini juga terjadi dalam kehidupan beragama sehingga dikenal adanya fundamentalisme agama.

3. Eksklusif. Kaum radikalisme selalu memandang paham dan caranya sendirilah yang benar. Sementara paham dan cara pandang orang lain dianggap salah dan keliru. Bahkan disebut Kallen, karena kuatnya keyakinan kaum radikalisme terhadap program dan ideologinya, mereka menempatkan semua yang lain dalam posisi salah dan keliru.

31Sefryono, Jurnal.ubharajaya.ac.id. Radikalisme Islam: Pergulatan Ideologi ke Aksi, Vol.

17, No. 1, Mei 2017, hal 211

32Azyumardi Azra, Islam reformasi; Dinamika Intelektual dan Gerakan, (Jakarta; Raja Grafindo Persada, 1999), hal 46

33Syahrin Harahap, Upaya Mencegah Radikalisme & Terorisme,..., hal 22-25

(27)

4. Selalu bersemangat mengoreksi orang lain. Sebagai kelanjutan dari sikapnya yang eksklusif, kaum radikalisme memiliki semangat yang tinggi untuk mengoreksi, menolak, dan bahkan melawan yang lain.

5. Kaum radikalisme membenarkan cara-cara kekerasan dan menakutkan dalam mengoreksi orang lain dan dalam menegakkan serta mengembangkan paham dan ideologinya.

6. Kaum radikalisme memiliki kesetiaan lintas negara. Suatu tindakan yang Radikal di suatu negara bisa dikendalikan dan membalas apa yang dialami kelompoknya di negara lain.

7. Rekonstruksi musuh yang sering tidak jelas. Hal tersebut terjadi karena orang yang tidak sepaham dengan mereka direkonstruksi sebagai musuh.

Sehingga teman sebangsa dan senegara sering dianggap sebagai musuh karena keyakinan, prinsip, pendapatnya, dan latar belakang yang berbeda.

8. Melakukan perang mati-matian terhadap yang dianggap musuh agamanya dan yang melakukan kemungkaran, meskipun tidak secara langsung memusuhi mereka, membunuh, dan mengusirnya sebagai syarat perang agama, dikarenakan adanya rekonstruksi musuh yang tidak jelas tersebut.

9. Kaum radikalisme sangat konsen pada isu-isu penegakan negara Islam (dalam Islam seperti kekhalifahan), karena dianggap berhasil mewujudkan tatanan dunia yang lebih adil dan sejahtera karena menjadikan agama (secara eksplisit) sebagai dasar negara dan hukum.

(28)

10. Kaum radikalisme sangat menekankan tauhidiyyah hakimiyyah dan menghukum orang kafir yang tidak menjadikan agama sebagai dasar hukum bernegara dan bermasyarakat.

Di kalangan radikalisme Muslim dasar yang digunakan dalam hal ini adalah ayat-ayat Al-Qur’an.34

(QS. Al-Maidah [5]: 44)

tΒuρ óΟ©9 Οä3øts†

!$yϑÎ/

tΑt“Ρr&

ª!$#

y7Íׯ≈s9'ρé'sù ãΝèδ

tβρãÏ ≈s3ø9$#

∩⊆⊆∪

“ Siapa saja yang tidak berhukum (memutuskan hukuman) menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang kafir.”

(QS. Al-Maidah [5]: 45)

tΒuρ óΟ©9 Νà6øts†

!$yϑÎ/

tΑt“Ρr&

ª!$#

y7Íׯ≈s9'ρé'sù ãΝèδ

tβθßϑÎ=≈©à9$#

∩⊆∈∪

“ Barang siapa tidak berhukum (memutuskan) perkara menurut apa yang diturunkan allah, maka mereka itu adalah orang-orang zalim.”

(QS. Al-Maidah [5]: 47)

tΒuρ óΟ©9 Νà6øts†

!$yϑÎ/

tΑt“Ρr&

ª!$#

y7Íׯ≈s9'ρé'sù ãΝèδ

šχθà)Å¡≈x ø9$#

∩⊆∠∪

“ Barang siapa tidak berhukum (memutuskan) perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.”

F. Sejarah Munculnya Islam Radikal di Indonesia

Munculnya gerakan keagamaan yang bersifat radikal merupakan fenomena penting yang turut mewarnai citra Islam kontemporer. Masyarakat dunia belum bisa melupakan peristiwa revolusi di Iran pada 1979 yang berhasil menampilkan

34Syahrin Harahap, Upaya Mencegah Radikalisme & Terorisme,..., hal 25

(29)

kalangan mullah ke atas panggung kekuasaan. Dampak dari peristiwa ini sangat mendalam, karena kebanyakan pengamat tidak pernah meramalkan sebelumnya.35

Radikalisme sebagai aliran atau faham, muncul melalui proses pengenalan, penanaman, penghayatan, dan penguatan. Proses inilah yang disebut dengan radikalisasi. Jika radikalisasi berjalan dengan baik maka radikalisme menjadi paham atau isme yang sehingga menjadi radikalisme.36

Di Indonesia, gejala semakin tumbuhnya komitmen umat Islam untuk menjalankan agamanya secara baik merupakan bagian dari potret global kebangkitan agama. Kebangkitan agama di Indonesia sebagian dapat dijelaskan lewat krisis modernitas. Proses materilisasi kehidupan, terpinggirnya spiritualitas dan menonjolnya nilai-nilai rasionalitas yang diakibatkan dari berkembangnya sains dan teknologi yaitu bagian dari penjelasan kebangkitan agama. Hal itu terlihat dari maraknya pengajian-pengajian yang dilakukan oleh kalangan menengah ke atas. Dan juga terlihat kelompok pengajian di masjid-masjid kampus yang kian marak.37

Hal ini dapat dipahami bahwa selama ini mereka merasa umat Islam senantiasa dipinggirkan dalam peraturan politik di Indonesia, padahal umat Islam di Indonesia sebagai umat mayoritas. Kekurangterlibatan Islam dalam peraturan politik Indonesia, oleh mereka, dianggap sebagai sesuatu yang tidak adil, dan harus diubah.Umat Islam harus maju dan tampil kedepan untuk menjadi bagian tak terpisahkan dari politik. Dengan inilah, umat Islam akan dapat duduk

35Tarmizi Taher, Radikalisme Agama,...,hal 1

36Hasni Ahmad, Jurnal.stainponogoro.ac.id. Radikalisme Agama dalam Perspektif Hukum Islam, Vol. XII, No. 3, Juni 2015, hal 593

37Jamhari, Janjang Jahroni, Gerakan Salafi Radikal di Indonesia, (Jakarta; PT Raja Grafindo Persada, 2004), hal 13

(30)

bersandingan dengan umat lain. Inilah argumentasi mengapa umat Islam radikal bersemangat untuk memperjuangkan aspirasi politiknya secara terang-terangan di Indonesia.38

Dalam ketidak puasan tersebut, pada akhir-akhir rezim Soeharto tumbang dan sedikit berubah, kira-kira sejak akhir tahun 1989, Soeharto mulai melirik Islam sebagai teman baiknya. Perilaku politik Soeharto tampak akomodatif terhadap umat Islam, terutama pada pemilu 1992 hampir dilangsungkan. Beberapa indikasi sikap akomodatif Soeharto dengan umat Islam adalah pengesahan UUPA pada tahun 1990, dan berdirinya Bank Syariah/ Bank Muamalat 1991, serta penghapusan undian Porkas/ SDSB pada tahun 1991.39

Tepat pada saat reformasi digulirkan tahun 1998, kelompok Islam radikal inilah yang secara langsung turut dalam mengambil hikmahnya. Mereka secara leluasa bisa berkampanye untuk menegakkan Syariat Islam, membentuk negara Islam, menentang perempuan sebagai presiden, menolak dalil demokrasi tanpa ada rasa takut sekalipun akan dituduh subversive dan dipenjara. Di tengah hiruk pikuknya gerakan Islam radikal, krisis multidimensional yang melanda bangsa ini tidak berakhir. Bahkan tampaknya terus berlanjut mendekati titik nadir. Harapan dan opitinisme dari kaum positivistik, dan idealis tampaknya yang tetap memberikan kekuatan untuk terus bertahan dalam bentuk negara kesatuan.40

Pengalaman tokoh-tokoh Masyumi dalam politik praktis selama masa demokrasi liberal dan demokrasi terpimpin tentu merupakan modal khusus bagi mereka. Sementara eksponen Orde Baru sendiri yaitu orang-orang lebih muda

38Zuly Qodir, Syariah Demokratik, (Yogyakarta; Pustaka Pelajar Offset, 2004), hal 78

39Zuly Qodir, Syariah Demokratik,..., hal 79

40Zuly Qodir, Syariah Demokratik,..., hal 80

(31)

yang masih perlu banyak belajar. Mereka belum memiliki jam terbang yang cukup dalam proses berdemokrasi. Sementara itu, sikap radikalisme dalam arti tidak bersediaan untuk kompromi dengan segala bentuk kediktatoran dan tindakan- tindakan yang tidak demokratis, para teks toko Masyumi merupakan kerikil penarung yang serius bagi orde baru untuk melanggengkan kekuasaannya.41

Kemunculan kelompok keagamaan Islam baru, seperti gerakan Islam radikal ataupun Islam liberal maupun partai-partai politik Islam turut meramaikan potret politik dan sosial Indonesia mendatang. Ramainya partai Islam sebagai asas politik Islam seperti menjadikan Islam sebagai asas politik partai, mengimplementasikan syariat Islam di masyarakat, dan mangangkat kembali isu Piagam Jakarta ke dalam UUD 1945 terutama pemasukan kata “dengan berkewajiban menjalankan syariat Islam bagi para pemeluknya.” Munculnya isu- isu ideologis yang diusung oleh partai Islam ini mewarnai peta perpolitikan Indonesia saat ini.42

Menurut Abdullah Saeed melihat bahwa berbagai faktor telah memunculkan radikalisme dan fundamentalisme. Pertama, respons terhadap kolonialisme Barat terhadap wilayah-wilayah Islam. Kedua, pembatasan dan penguasaan sumber-sumber ekonomi negara Muslim, pembiaran negara-negara Muslim agar tetap lemah, dan pencegahan kekuatan Muslim untuk bangkit melawan hegemoni Barat yang power full, yang hampir putus asa untuk melawannya dengan cara-cara biasa.43

41Muhammad Iqbal, Pemikiran politik Islam: Dari Masa Klasik hingga Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), hal 294

42Jamhari, Jajang Jahroni, Gerakan Salafi Radikal di Indonesia,..., hal 14

43Syahrin Harahap, Upaya Mencegah Radikalisme & Terorisme,...,hal 12

(32)

G. Faktor-Faktor Munculnya Gerakan Radikal

Gerakan radikalisme bukan sebuah gerakan yang muncul begitu saja tetapi memiliki lata belakang yang sekaligus menjadi faktor pendorong munculnya gerakan radikal. Adapun faktor pendorong munculnya gerakan radikalisme di Indonesia adalah44

1. Faktor-faktor sosial-politik. Gejala kekerasan agama lebih tepat dilihat sebagai gejala sosial-politik dari pada gejala keagamaan. Gerakan yang secara salah kiprah oleh Barat disebut sebagai radikalisme Islam itu lebih tepat dilihat akar permasalahannya dari sudut konteks sosial-politik dalam kerangka historisitas manusia. Sebagaimana ungkapan Azyumardi Azra bahwa memburuknya posisi negara-negara Muslim dalam konflik Utara- Selatan menjadi penolong utama munculnya radikalisme.

2. Faktor emosi keagamaan. Harus diakui bahwa salah satu penyebab gerakan Radikalisme adalah faktor sentimen keagamaan, termasuk di dalamnya adalah solidaritas keagamaan untuk kawan yang tertindas oleh kekuatan tertentu. Kelompok-kelompok gerakan yang muncul di tengah masyarakat dengan mengatasnamakan agama secara terang-terangan memperlihatkan emosi kemarahan menolak pemimpin yang dianggap kafir. Propaganda dan demo besar-besaran sebagai wujud kemarahan yang diperlihatkan di depan media serta di berbagaidaerah. Sikap agresif yang dilakukan kelompok yang mengatasnamakan agama sulit di deteksi apakah itu karena murni memperjuangkan agama, teatrikal ketidakberesan

44Ta’lim, Jurnal Studi Pendidikan Islam,Vol.1 No.1 Januari 2018, hal 98-100

(33)

mentalitas dalam beragama, atau hanyalah sebagai kendaraan elit politik tertentu. Emosi keagamaan masyarakat adalah sebagai suatu getaran jiwa yang dapat menggerakkan mereka untuk melakukan aktifitas religi. Bagi kelompok yang memiliki sikap perilaku beragama secara agresif dan memiliki akal budi yang melebur dalam kemarahan dapat melakukan pengrusakan dan membunuh pemimpin yang dianggap kafir.

3. Faktor kultural. Faktor ini juga memiliki andil yang cukup besar yang melatarbelakangi munculnya Radikalisme. Hal ini wajar karena memang secara kultural, sebagaimana diungkapkan oleh Musa Asy’ari bahwa di dalam masyarakat selalu ditemukan usaha untuk melepaskan diri dari jeratan jaring-jaring kebudayaan tertentu yang dianggap tidak sesuai.

Sedangkan yang dimaksud faktor kultural di sini adalah sebagai anti tesa terhadap budaya sekularisme Barat. Sekularisme di Indonesia selalu dikait-kaitkan dengan kapitalisme, liberalisme, atheisme sebagai sebuah paham anti agama. Sekularisme Barat dianggap sebagai paham anti agama karena menentang suatu agama diberi hak istimewa dalam pengambilan kebijakan dalam sebuah negara. Nilai-nilai agama yang diterapkan masyarakat dalam kehidupan harus sama rata dan tidak boleh terlalu diunggulkan terutama dalam pengambilan keputusan negara karena sekularisme menganggap agama sebagai privatisasi individu yang tidak boleh mengalami intervensi dari orang lain. Oleh karena itu, bagi kelompok yang mengatasnamakan agama berusaha melepas dari jeratan kebudayaan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai agam Islam. Melalui

(34)

sebuah organisasi keagamaan beberapa kelompok keagamaan melakukan pemberantasan terhadap budaya sekularisme dengan cara radikal.

4. Faktor ideologis antri westernisme. Westernisme merupakan suatu pemikiran yang membahayakan muslim dalam mengaplikasikan Syariat Islam. Sehingga simbol-simbol Barat harus dihancurkan demi penegakkan Syariat Islam. Ideologi fundamentalisme sebagai ideologi anti westernisme 5. Faktor kebijakan pemerintah. Ketidakmampuan pemerintah di negara-

negara Islam untuk bertindak memperbaiki situasi atas berkembangnya frustasi dankemarahan sebagian umat Islam disebabkan dominasi ideologi, militer maupun ekonomi dari negara-negara besar.

6. Faktor internal umat Islam sendiri. Dalam diri umat umat Islam sendiri dilihat telah terjadi penyimpangan-penyimpangan norma agama.

Kehidupan umat Islam telah terasuki cara hidup sekuler yang bertentangan dengan ajaran Islam. Oleh sebab itu, mereka merasa berkewajiban untuk mengembalikan umat Islam ke jalan yang lurus, sesuai dengan ajaran autentik Al-Quran. Mereka menafsirkan ajaran-ajaran secara literal, formalistik, sehingga merasa harus merujuk pada prilaku Nabi di Makkah dan Madinah. Akibat dari pemahaman teks agama seperti ini, hasilnya mereka berusaha menolak secara radikal konsep-konsep modern, seperti demokrasi, sekularisasi, HAM, dan toleransi sebagai produk Barat.45

7. Faktor eksternal umat Islam, baik datang dari perlakuan rezim Orde baru atas umat Islam atau eksploitasi Barat atas umat Islam. Berkaitan dengan

45Zuly Qodir, Syariah Demokratik,...,hal 83

(35)

hal ini, gerakan Islam radikal atau militan menyatakan hal penting yaitu sikap represif rezim kekuasaan atas umat Islam, seperti pada kasus Warsidi, Salman Hafidz, Imron, dengan tuduhan Komji (Komando Jihad).

Dan lemahnya negara dalam penegakan hukum, seperti kasus-kasus kerusuhan di Ambon, Poso, Sampit, dan Sambas. Bahkan, pemerintahan terkesan lambat dan tidak adil.46

Hal seperti ini terjadi ketika zaman kolonial Belanda dulu. Tetapi, dengan perlakuan kasar seperti itu, Islam akhirnya tampil sebagai kekuatan ideologis, oleh Geprge M.T. Kahin disebut sebagai “ideological weapon”. Gerakan perlawanan atas resistensi yang dilakukan Negara. Gerakan keagamaan menjadi militant melawan apa yang dipandang despotic atas umat Islam lain.47

Sampai pada saat ini belum ada kesepakatan di antara pengamat Islam tentang istilah yang tepat untuk menggambarkan gerakan radikalisme. Istilah yang paling umum adalah “fundamentalisme,” guna menunjukan sikap kalangan Muslim yang menolak tatanan sosial yang ada dan berusaha menerapkan suatu model tatanan tersendiri yang berbasiskan nilai-nilai keagamaan.48

Maraknya gerakan radikal dalam masyarakat Muslim secara langsung memperteguh citra lama tentang Islam bahwa pada dasarnya agama ini bersifat radikal dan intoleran. Kesan ini sulit dibantah, karena gelombang radikalisme Islam telah menjadi bagian penting dari rentetan kekisruhan politik sejak pertengahan abad ini, bahkan pertengan abad-abad sebelumnya, proto-radikalisme Islam juga telah muncul sebagaimana yang ditunjukan oleh gerakan politik-

46Zuly Qodir, Syariah Demokratik,..., hal 84

47Zuly Qodir, Syariah Demokratik,..., hal 85

48Tarmizi Taher, Radikalisme Agama,...,hal 6

(36)

keagamaan yang dipimpin oleh Usman dan Fodio di Afrika, Wahhabiyah di Semenanjung Arab, dan jauh sebelumnya oleh kaum khawarij. Meskipun demikian, sulit pula membenarkan pandangan yang umumnya tersebar dalam media massa Barat bahwa radikalisme adalah ciri inheren Islam. Gerakan radikalisme keagamaan yang menyebar di hampir seluruh negara-negara yang berpenduduk mayoritas Muslim tidak selalu memiliki kaitan antara satu dan lainnya.49

H. Perkembangan Islam Radikal di Indonesia

Perkembangan Islam di Indonesia sangat kaya dengan polarisasi.Sejak zaman pra perkemerdekaan, Islam sudah menunjukkan wajahnya yang beraneka ragam, yang direpresentasikan oleh ormas-ormas Islam. Jika ditarik dari label yang inheren di dalam komunitas Islam, banyak sekali memunculkan nama/label.

Ada Islam tradisional, Islam modernis, Islam abangan, Islam puritan, Islam skripturalis, Islam substansif, Islam liberal, Islam ekstrem, Islam militant, dan lain sebagainya.50

Namun demikian, momentum menarik yang terjadi ketika Orde Baru jatuh dari kekuasaaannya adalah banyaknya bermunculan gerakan Islam garis keras, militant, radikal, dan bahkan fundamentalis. Kemunculan kelompok ini di panggung nasional sebenarnya sudah diawali sejak berubahnya kebijakan negara pada dasawarsa 1980 an dari peminggiran Islam ke akomodasi Islam. Baru di era keterbukaan dan kebebasan politik inilah, pergerakan Islam mulai menunjukkan wataknya yang lama terbenam dalam tekanan rezim Orde Baru.

49Tarmizi Taher, Radikalisme Agama,...,hal 4

50Khamami Harahap, Islam Radikal Pergulatan Ormas-Ormas Islam Garis Besar di Indonesia, (Jakarta Selatan; Teraju, 2002), hal 87

(37)

Semenjak kejatuhan Orde Baru, kelompok Islam radikal menemukan momentumnya untuk melakukan akselerasi politik secara kultural (ormas Islam) dan struktural (partai Islam). Dua gerakan ini menjadi penting ketika rezim baru yang berkuasa memberikan angin segar kebebasan setelah lama dipinggirkan secara politik oleh rezim Orde Baru. Di balik pesta pora demokrasi yang disuguhkan oleh masyarakat Indonesia pascalengsernya Orde Baru, muncul fenomena lain yang tidak disadari sebelumnya. Jika masyarakat lebih tertuju pada maraknya partai-partai Islam maka ini adalah sesuatu yang niscaya. Namun, kita terkagum-kagum dengan fenomena kelanjutannya, yakni maraknya gerakan Islam yang direpresentasikan oleh Islam radikal di Indonesia. Atribut, slogan, dan nama- nama Islam begitu ramai nampak dan diteriakkan sebagai bagian dari pentas kekuatan dan pentas perjuangan.51

Karena itu, trend Islam yang mengemukakan di Indonesia kontemporer sejak lengsernya Orde Baru adalah lahirnya Islam radikal, yang diwakili sejumlah ormas Islam seperti Laskar Jihad (Forum Komunikasi Ahlussunnah Waljamaah), Forum Pembela Islam (FPI), dan Majelis Mujahidin menyusul ormas Islam sebelumnya seperti KIDSI. Karakteristik kelompok ini lebih didasarkan pada corak keberagamannya yang bersifat integralistik antara Islam dan Negara, sehingga kelompok ini lebih mengedepankan corak legal-formal Islam secara

51Khamami Harahap, Islam Radikal Pergulatan Ormas-Ormas Islam Garis Besar di Indonesia,..., hal 88

(38)

total. Isu utama yang diperjuangkan adalah tegaknya syariat Islam di dalam negara Indonesia.52

Pada awal abad ke-20, dalam peningkatan semangat nasionalisme dan deprivasi ekonomi yang kian parah dikalangan pribumi, radikalisme Muslim diambil alih oleh kelompok-kelompok Sarekat Islam (SI) local. Eskatologisme gerakan radikal Muslim kelihatan makin surut pada masa-masa selanjutnya, untuk digantikan ideology politik Islam. Hal inilah yang bisa dilihat dalam gerakan Darul Islam (DI) di beberapa daerah, seperti di Jawa dan Aceh pada masa pasca kemedekaan.

Pada masa Soeharto 1980 an juga dikenal adanya kelompok-kelompok Muslim garis keras, seperti kelompok Imron, Salman Hafidzh, dan Warsidi yang bisa disebut secara keseluruhan oleh aparatur keamanan sebagai “Komando Jihad”. Eskatologisme Islam juga nyaris absen dalam gerakan-gerakan radikal ini.Hal ini disebabkan karena gerakan ini bukanlah gerakan yang melibatkan masa dalam jumlah sangat besar.53

Sejatinya fenomena radikalisme Islam di Indonesia agak terlambat, jika dilihat dari proses kebangkitan Islam di Timur Tengah, khususnya Iran. Seperti banyak dikutip oleh beberapa pengamat Barat, Revolusi Islam Iran 1979 adalah awal kebangkitan Islam.54

52Khamami Harahap, Islam Radikal Pergulatan Ormas-Ormas Islam Garis Besar di Indonesi,..., hal 88

53Khamami Harahap, Islam Radikal Pergulatan Ormas-Ormas Islam Garis Besar di Indonesi,..., hal 90

54Khamami Harahap, Islam Radikal Pergulatan Ormas-Ormas Islam Garis Besar di Indonesi,..., hal 91

(39)

Berkembangnya Islam radikal di negara-negara Islam adalah bukti kemampuan Islam melawan dominasi wacana dan gerakan yang dibawa oleh Barat. Mereka tersadar bahwa Islam di Iran mampu menggulingkan kekuasaan yang tidak aspiratif terhadap Islam sekaligus menggantikan dengan rezim Islam yang menerapkan syariat Islam. Dengan kemenangan Islam Iran adalah awal baru kebangkitan Islam di era kontemporer, yang sudah semakin dituntut dengan sistem modern, seperti demokrasi, HAM, dan kesetaraan gender.55

I. Upaya-Upaya Pemerintah Mengatasi Gerakan Radikal di Indonesia

Di tengah perubahan politik yang begitu dahsyat, Islam radikal menemukan momentumnya untuk menegaskan corak keberagamannya di Indonesia. Tidak seperti rezim sebelumnya, pola perjuangan mereka ditujukan secara jelas tanpa ragu atau takut mendapat tekanan keras dari rezim kekuasaan.

Ini sekaligus dilakukan untuk merebut simpati umat Islam bahwa mereka benar- benar memperjuangkan aspirasi Islam di Indonesia.56

Strategi politik yang ditempuh oleh rezim pemerintah Indonesia sebelum era reformasi ini yakni era orde Baru, selalu mencurigai kelompok-kelompok Islam melalui khutbah, dakwah dan pendidikan. Kecurigaan tersebut sampai batas tertentu telah menciptakan kesadaran permusuhan dan pertentangan dari kelompok-kelompok Islam atau Islam garis keras. Akibat munculnya radikalisasi

55Khamami Harahap, Islam Radikal Pergulatan Ormas-Ormas Islam Garis Besar di Indonesi,..., hal 84

56Khamami zada, Islam Radikal Pergulatan Ormas-Ormas Islam Garis Keras di Indonesia,..., hal 157

(40)

umat, yang imbasnya telah mewujudkan sikap keberagaman yang sangat rigid dan rentan konflik.57

Radikalisme merupakan bibit lahirnya terorisme. Terorisme adalah serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan untuk membangkitkan perasaan terror terhadap sekelompok masyarakat, aksi teroris tidak tunduk pada tatacara perperangan seperti waktu pelaksanaan yang selalu tiba-tiba dan target korban jiwa yang acak serta seringkali merupakan warga sipil.

Radikalisme merupakan suatu sikap yang menginginkan perubahan secara total dan bersifat revolusioner (perubahan dalam bidang sosial dan kebudayaan yang berlangsung dengan cepat dalam kehidupan bermasyarakat) dengan merubah nilai-nilai yang ada secara drastis melalui kekerasan dan aksi-aksi yang ekstrem.

Ada beberapa ciri yang bisa dikenali dari sikap dan paham radikal yaitu:

1. Intoleran (tidak mau menghargai pendapat dan keyakinan orang lain) 2. Fanatik (selalu merasa benar sendiri dan menganggap orang lain salah) 3. Eksklusif (membedakan diri dari umat Islam umumnya)

4. Revolusioner (cenderung menggunakan cara-cara kekerasan untuk mencapai suatu tujuan)

Organisasi radikal dan teroris menunjukkan hubungan cukup dekat, hal tersebut dapat dilihat dari adanya transformasi dari radikal menjadi teroris.

Transformasi secara institusional ini dapat digambarkan melalui kepemimpin Sigit Qordhawi, di mana organisasi yang dipimpinya mengalami perubahan dari yang sebelumnya memfokuskan diri pada gerakan-gerakan anti maksiat, anti

57Edi Susanto, Pendidikan Agama Berbasis Multikultural (Upaya Strategis Menghindari Radikalisme), (IAIN Sunan Ampel Surabaya; STAIN Pemekasan; 2015), hal 784

(41)

kristenisasi, pendukung penegakan syariat Islam menjadi kelompok radikal, setelah memperoleh pengetahuan tentang qital fisabilillah atau perang jihad sebagai amal ibadah.58

Adapun upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengatasi faham radikal di Indonesia dalam hal ini terorisme terlihat dari adanya UU Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang berbunyi setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan korban yang bersifat masal, dengan cara merampas harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional. 59

Dari bunyi pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa rangkaian peristiwa pemboman yang terjadi di wilayah Negara Republik Indonesia telah menimbulkan rasa takut masyarakat secara luas, mengakibatkan hilangnya nyawa serta kerugian harta benda, sehingga menimbulkan pengaruh yang tidak menguntungkan pada kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan hubungan Indonesia dengan dunia internasional.

58Ismail Hasani dan Bonar T.N, Dari Radikalisme Menuju Terorisme, (Jakarta; Pustaka Masyarakat Setara, 2012), hal 188

59Lihat UU No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

(42)

BAB III

MAJELIS MUJAHIDIN A. Pengertian Majelis Mujahidin Indonesia

Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) merupakan aliansi pergerakan umat Islam (tansiq) yang berdasarkan ukhuwwah Islamiyyah, kesamaan aqidah, program dan tujuan perjuangan. Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) dibentuk untuk menjadi wadah dalam memperjuangkan tegaknya syariat Islam bagi seluruh umat Islam dari berbagai suku dan golongan tanpa dibatasi wilayah geografis atau negara. Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) merumuskan dan mengembangkan program kerjasama di antara umat Islam untuk bersama-sama berjuang demi tegaknya syariat Islam dalam tiga formulasi, yakni kebersamaan dalam misi penegakan syariat Islam (tansiqul fardi), kebersamaan dalam program penegakan Syariat Islam (tansiqul ‘amali), dan kebersamaan dalam satu institusi penegakan syariat Islam (tansiqun nidhami).60

Generasi mujahidin adalah generasi Muslim penerus perjuangan Islam, yang mengamalkan, mendakwahkan, dan memperjuangkan tegaknya syari’ah Islam, baik secara individual (sendiri) maupun institusional (bersama-sama).

Sebagai penerus perjuangan penegak syari’ah Islam, maka setiap mujahid bertanggung jawab atas pasang surut dakwah kebenaran, berdiri atau runtuhnya bangunan Islam. Siapapun orangnya yang masih menghembuskan nafas syahadatain, dimanapun mereka berada dan posisi apapun mereka berperanserta,

60Jamhari, Jajang Jahroni, Gerakan Salafi Radikal di Indonesia, (Jakarta; PT Raja Grafindo Persada, 2004), hal 51

(43)

memiliki kewajiban dan kepentingan yang sama untuk menegakkan kebenaran dan meninggikan kalimat Allah Swt di atas kalimat manusia.

Majelis Mujahidin adalah salah satu dari sekian banyak gerakan Islam di Yogyakarta yang memiliki karakteristik perilaku keagamaan dan sikap politik yang berbeda dengan kebanyakan kelompok Islam yang ada. Sikap politik mereka di kesankan ekstrim di satusisi, terkesan militant di sisi lain. Sikap mereka dalam merespon isu-isu politik nasional memang di dasarkan pada pemahaman dan pengamalan ajaran agama yang disandarkan kepada amalan yang dilakukan oleh para salafussaleh.61

Dasar pemikiran pendirian Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) ini erat kaitannya dengan keinginan sebagian umat Islam untuk mendirikan Negara Islam (Daulah Islamiyah atau Islamic State). Kelompok Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) berpendapat bahwa karena Islam itu sesungguhnya adalah Agama dan Negara (din wadaulah), pendirian negara Islam menjadi suatu keniscayaan.

Bahwa sebagian besar faksi yang bergabung dalam Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) ini berasal dari Darul Islam (DI) dari beberapa daerah, yang ingin kembali mencoba membangun kekuatan Islam yang menurut mereka telah tercerai-berai sekian lama. Maka merekapun mengklaim bahwa Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) pada dasarnya merupakan sebuah kelanjutan dari perjuangan pergerakan Darul Islam (DI).62

61Bashori A. Hakim, Aliran, Faham, dan Gerakan Keagamaan di Indonesia, (Jakarta;

CV. Prasasti, 2009), hal 237

62Jamhari, Jajang Jahroni, Gerakan Salafi Radikal di Indonesia,..., hal 49

(44)

Upaya penegakkan syariat Islam itu merupakan tujuan akhir dari pergerakan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI). Bagi Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), penegakan syariat Islam secara formal melalui institusi Negara, merupakan satu-satunya jalan keluar untuk mengatasi kemelut yang dihadapi bangsa Indonesia dalam berbagai bidang. MenurutMajelis Mujahidin Indonesia (MMI), ada dua faktor utama yang menyebabkan krisis multi dimensi membelit Indonesia. Pertama, faktor internal, keroposnya sendi-sendi kehidupan bangsa dan bernegara yang ditandai dengan moral hazard yang akut seperti KKN (korupsi, kolusi, nepotisme) dan konflik elit politik yang berkepanjangan. Kedua, faktor eksternal, yaitu serangan dari petualang valas Yahudi, George Soros, yang tega membantai perekonomian bangsa-bangsa Asia Tenggara melalui permainannya di Bursa Wall Street AS.63

Sejauh menyangkut gerakan Islam radikal di Indonesia kontemporer, Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) bisa disebut sebagai yang terpenting dalam menyuarakan pemberlakuan Syariat Islam di Indonesia. Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) memiliki akar historis yang demikian jelas, yang bisa dilacak pada gerakan pemberontakan Darul Islam (DI) pada era 1950-an. Hasrat mendirikan negara Islam, yang menjadi prasyarat utama bagi tegaknya Syariat Islam, adalah agenda perjuangan utama Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) yang dirumuskan mengacu pada upaya serupa yang telah dilakukan sejumlah tokoh

63Jamhari, Jajang Jahroni, Gerakan Salafi Radikal di Indonesia,..., hal 50

Referensi

Dokumen terkait

Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini meliputi metode pengumpulan data dan metode perancangan basis data.. Secara garis besar sistem pengajaran dan

Produk pembiayaan syariah yang didasarkan atas prinsip bagi hasil adalah sebagai berikut (Karim 2011). Bank umum dari usaha bagi hasil adalah musyarakah.

Di samping itu, pengamatan dan analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran uang (M2) merupakan variabel kunci bagi otoritas moneter untuk menetapkan

untuk satu istilah pada setiap ronde. Guru meniup peluit sebagai tanda waktu untuk satu ronde sudah selesai. Setelah peluit dibunyikan, perwakilan kelompok membacakan hasil

Kisi-kisi penelitian yang dilihat dari aspek ini adalah sejauhmana kondisi penurunan kunjungan wisatawan ke Tana Toraja berdasarkan persepsi pelaku wisata di Tana Toraja

Dana program pelayanan sosial lansia di bantul berasal dari APBN (ASLUT) dan APBD (Homecare dan Pemberdayaan Lansia). Aktor utama yang berperan dalam proses penyaluran pelayanan

Pada hari ini, Senin tanggal Delapan Belas bulan Juni tahun Dua Ribu Dua Belas, sesuai dengan jadwal yang termuat pada website http://lpse.kemendag.go.id, Pokja

Penilaian pada dasarnya adalah langkah-langkah yang dilakukan oleh guru untuk dapat menentukan capaian hasil belajar yang telah dilalui oleh peserta didik selama mengikuti