BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyak spesies aerobik dan fakultatif-obligat anaerobik dapat hidup pada vagina normal seorang wanita usia reproduktif. Pada kondisi tersebut, spesies anaerob sepuluh kali lebih banyak didapatkan bila dibandingkan dengan spesies aerob. Alasan mengapa bakteri tersebut berkoloni masih belum jelas. Bakteri dapat bersimbiosis dengan inangnya dan membentuk lingkungan mikro yang bervariasi (Dagli et al., 2015; Aldunate et al., 2015).
Beberapa faktor bertanggung jawab terhadap variasi dari flora vagina pada wanita yang aktif secara seksual. Faktor ini menyebabkan beberapa masalah dengan skala luas, mulai dari discharge vagina yang asimptomatik hingga infeksi pelvis yang berat. Vaginosis Bakteri(VB) merupakan masalah yang dianggap sebagai gangguan tersering pada vagina yang menyerang wanita dan dikarakterisasikan sebagai pertumbuhan yang berlebihan dari beberapa bakteri anaerob dan mikroaerofilik dan menurunnya prevalensi Lactobacillus sp karena perubahan morfotipe bakteri vagina (Dagli et al., 2015; Petrova et al., 2015).. Agen penyebab lain dari vaginitis adalah Trikomoniasis, Candidiasis, dan infeksi bakteri lain. Faktor risiko penyebabnya antara lain perilaku yang tidak higienis, perawatan yang tidak tepat selama menstruasi, perilaku berganti ganti pasangan, dan penggunaan kontrasepsi (Thulkar et al., 2010; Donders et al., 2011).
Tabel 1. Dua puluh pola penyakit rawat jalan di poliklinik Obstetri dan Ginekologi RSUP DR Sardjito tahun 2014
Diagnosis Jumlah kunjungan
1 Kanker serviks 2089
2 Kanker ovarium 1592
3 Kanker endometrium 606
4 Kista ovarium 604
5 Kanker endocerviks 406
6 Kista ovarium lainnya 392
7 Mioma uteri 290
8 Endometriosis 226
9 Kista coklat 218
10 Penyakit vagina noninflamasi lainnya 177
11 Penyakit radang serviks uteri 126
12 Prolapse uterovaginal 124
13 Vaginitis akut 124
14 Kanker korpus uteri 120
15 Mola hidatidosa 118
16 Sistokel 111
17 Endometriosis uterus 103
18 Mioma uteri submukosa 97
19 Rektokel 92
20 Seksio sesarea 86
(Sumber: Rekam Medis RSUP DR Sardjito) Dari data diatas vaginitis menempati urutan ke 13 dari 20 besar penyakit di RSUP DR Sardjito dari bulan Januari sampai dengan Desember tahun 2014, sedangkan penyakit vagina noninflamasi menempati urutan ke 10.
Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR), merupakan salah satu metode kontrasepsi yang paling banyak digunakan di dunia. Secara global, 14,3% wanita usia 15-49 tahun yang telah menikah memilih menggunakan AKDR sebagai metode kontrasepsinya walaupun presentase pemakaian AKDR berbeda-beda menurut region dan benua. Kisaran pemakaian AKDR adalah sekitar 1,8% di Oceania hingga 27% di Asia. Secara geografis, 80% pengguna AKDR berasa di Asia, dengan sekitar duapertiga nya (64%) berada di Cina (Buhling et al., 2014).
Di seluruh dunia, wanita pengguna kontrasepsi hanya sekitar 62,7%, dimana negara maju lebih banyak penggunanya (72,4%) dibanding negara berkembang (61,2%). Tetapi pengguna kontrasepsi AKDR lebih banyak pada Negara berkembang (24,7%) dibandingkan Negara maju (12,7%). Tingkat penggunaan AKDR berurutan yaitu Asia (27%), diikuti Eropa (17.1%), Afrika (15.4%), Amerika Latin (9.6%), Amerika Utara (6.1%) dan Oceania 1.8%) (Buhling et al., 2014).
Di Asia, penggunaan AKDR juga mempunyai tingkat variasi yang ekstrim. Dari mulai Cina, Korea Selatan, dan Vietnam yang mempunyai tingkat pemakaian AKDR 41% - 44%, hingga beberapa Negara Asia lain yang hanya mempunyai tingkat penggunaan sekitar kurang dari 2%. Data dari Chinese national surveys yang dihimpun oleh National Population and Family Planning Committee telah memperlihatkan bahwa pada wanita usia 15-49 tahun yang telah menikah, terjadi peningkaan penggunaan AKDR dari 42,1% pada 1988 menjadi 48% pada 2006 (Buhling et al., 2014).
Data diatas tersebut sangat bertolak belakang dengan yang terjadi di Amerika Serikat. Penggunaan AKDR di Amerika Serika sangat sedikit bila dibandingkan dengan penggunaan di beberapa Negara berkembang lainnya. Sekitar setengah dari kehamilan yang terjadi di Amerika Serikat merupakan kehamilan yang tidak diinginkan, dan 48% kehamilan tersebut terjadi pada wanita yang telah memakai kontrasepsi, sedangkan AKDR telah terbukti sebagai metode kontrasepsi yang aman, efektifitas tinggi, dan kontrasepsi jangka lama yang banyak diterima oleh banyakwanita. Beberapa data telah menunjukkan bahwa AKDR 20 kali lebih efektif bila dibandingkan dengan metode kontrasepsi hormonal lain yang lebih populer di Amerika seperti pil (Callegari et al., 2014).
Walaupun AKDR telah dianggap sebagai metode kontrasepsi yang sangat efektif, penggunaanya juga dibatasi oleh beberapa komplikasi yang sering timbul beriringan dengan penggunaannya (Dagli et al., 2015). Pernyataan bahwa AKDR dapat menyebabkan infeksi ginekologi sudah sejak lama diungkapkan, sekitar tahun 1940an. Sejak diperkenalkan dan kemudian secara cepat diadopsi menjadi
bentuk modern pada tahun 1960an, diikuti dengan kepopuleran pada 1970an, memberikan banyak kesempatan untuk meneliti tentang hubungan AKDR dengan infeksi vagina. Meskipun sudah hampir 50 tahun diteliti, hubungan antara keduanya masih belum dapat dijelaskan. Meskipun dengan metode penelitian modern, informasi yang lengkap masih juga belum juga didapatkan (Kaliterna et al., 2011; Hubacher, 2014).
Beberapa penelitian telah menemukan kejadian VB yang lebih tinggi pada pemakaian AKDR dibandingkan dengan pemakaian kontrasepsi lainnya. Pada sebuah studi di Kanada, dari 70 wanita pengguna AKDR, setelah dilakukan tes ditemukan 5 (7%) menderita VB. Hanya 1 dari 5 wanita tersebut yang mempunyai keluhan sehingga akhirnya diterapi dengan metronidazole (Caddy et al., 2014). Hal yang sama juga telah diteliti pada kejadian infeksi lain (Donders et al., 2011).
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: apakah penggunaan AKDR non hormonal meningkatkan kejadian Vaginosis Bakteri, Candidiasis Vulvovagina, maupun Trichomonas Vaginalis?
C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui apakah penggunaan AKDR non hormonal meningkatkan kejadian Vaginosis Bakteri, Candidiasis Vulvovagina, maupun Trichomonas Vaginalis.
D. Manfaat Penelitian
Memberikan informasi tentang tingkat kejadian vaginitis yang dialami oleh pengguna AKDR, baik oleh karena Vaginosis Bakteri, Candidiasis Vulvovagina, maupun Trichomonas Vaginalis.
Peneliti Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil Persamaan dengan peneliti Perbedaan dengan peneliti 1. Thulka et al 2010
Aetiology and risk factors of reccurent vaginitis & its association with various contraceptive metode
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara berbagai metode kontrasepsi dengan vaginitis baik sebelum pemakaian kontrasepsi maupun setelahnya dengan metode kohort
Didapatkan hasil VB paling banyak pada metode ligasi tuba disusul oleh kondom dan copper T dan pil KB kombinasi berturut turut sebanyak 70,3%, 42%, 28,6%. Pil KB kombinasi mencegah terjadi nya VB disisi lain meningkatkan kejadian kandidiasis. Mengetahui bahwa AKDR meningkatkan kejadian VB dan sebaliknya pada kandidiasis Pada penelitian ini peneliti juga meneliti pasien dengan tanpa alat kontrasepsi serta pasien dengan kontrasepsi kondom 2. Donders Et al., 2011
Vaginal flora changes on Pap smears after
insertion of
levonogestrel-releasing intrauterine device
Tujuan penelitian ini membandingkan kejadian vaginitis pada pemakaian LNG-IUS dan Cooper-IUD dengan metode kohort
Didapatkan hasil bahwa VB lebih sering ditemukan pada pemakaian Cooper-IUD dibandingkan LNG-IUS setelah pemakaian 4 tahun, sedangkan pemakaian LNG-IUS meningkatkan kejadian kandidiasis Melihat kejadian vaginitis pada insersi AKDR setelah 1 tahun dengan metode cross sectional Penelitian ini membandingkan kejadian vaginitis sebelum dan sesudah insersi LNG-IUS dan Copper-IUD 3. Dagli et al., 2015 Comparison of cervico-vaginal colonization among sexually active women by intrauterine device use
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kejadian vaginitis pada akseptor AKDR dan yang bukan AKDR dengan metode cross sectional
Didapatkan hasil pada akseptor AKDR dan non AKDR 9,5% dan 5,6% diantara nya menderita CVV, sedangkan pada akseptor AKDR sebanyak 5,1% menderita VB.
Menggunakan swab vagina untuk melihat kuman
Membandingkan antara AKDR dan non AKDR
6 4. Jabuk et al., 2014 Prevalence of aerobic bacterial vaginosis among intrauterine contraceptive device users women in Hilla city
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi VB pada akseptor AKDR di Hilla Iraq dengan metode cross sectional
Didapatkan sebanyak 32% akseptor AKDR yang menderita VB Mengetahui prevalensi VB pada akseptor AKDR Mengetahui prevalensi VB, CVV, dan TV pada akseptor AKDR dan kontrasepsi hormonal 5. Ocak et al., 2007 Effects of intrauterine device and oral contraceptive on vaginal flora and epithelium
Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi mikroorganisme dan gejala yang muncul pada penggunaan kontrasepsi pil, AKDR
Didapatkan 5,45%
pengguna AKDR yang menderita TV dan sedikitnya 2,73% pengguna kontrasepsi hormonal yang menderita TV dengan gejala yang muncul yaitu discharge, erosi, disparenia, pruritus pada vagina
Mengetahui prevalensi VB, CVV dan TV pada akseptor AKDR dan kontrasepsi hormonal
Penelitian ini juga menilai gejala yang yang timbulkan oleh kontrasepsi tersebut 6. Fosch et al., 2013 The influence of different contraceptive methods on vaginal microbiota: Clinical study
Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi mikroorganisme pada penggunaan kontrasepsi pil, AKDR, kondom
Didapatkan 25,7% pasien pengguna AKDR yang mengalami VVC dan 60% diantara nya yang mengalami CVV Mengetahui prevalensi VB, CVV dan TV pada akseptor AKDR dan kontrasepsi hormonal Pasien yang memakai alat kontrasepsi kondom juga diikutkan dalam penelitian