PENENTUAN LIKU KALIBRASI DEBIT (RATING CURVE) PADA MUSIM HUJAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI
(DAS) DELI
SKRIPSI
OLEH : ANDI SETIAWAN
140308033
PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2018
PENENTUAN LIKU KALIBRASI DEBIT (RATING CURVE) PADA MUSIM HUJAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI
(DAS) DELI
SKRIPSI
OLEH : ANDI SETIAWAN
140308033/KETEKNIKAN PERTANIAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat melaksanakan sidang meja hijau penelitian di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
Disetujui Oleh :
Dosen Pembimbing Penelitian
2018
(Dr. Ir. Edi Susanto, M. Si) NIP. 196809051994031004
PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
ANDI SETIAWAN : Penentuan Liku Kalibrasi Debit (Rating Curve) Pada Musim Hujan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli, dibimbing oleh EDI SUSANTO.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan persamaan liku kalibrasi debit di DAS Deli. Liku kalibrasi debit merupakan kurva yang menunjukkan hubungan antara tinggi muka air dan debit sungai sehingga dapat digunakan untuk memprediksi besarnya debit pada sungai tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan mengukur debit air sungai dan mengambil data tinggi muka air menggunakan alat water level logger dengan pengamatan minimal dua kali dalam seminggu. Debit air sungai pada SPAS Doulu memiliki nilai yang bervariasi yaitu 0,75 - 3,29 m3/detik dengan rata-rata 1,06 m3/detik. Pengujian regresi nilai debit dilakukan dengan berbagai jenis model yaitu linier, polinomial, berpangkat, logaritmik, dan eksponensial. Qmodel dengan model polinomial paling mendekati dengan Qobservasi. Polinomial memiliki tingkat korelasi yang sangat kuat dengan nilai koefisien korelasi tertinggi yaitu 0,986 dan nilai RMSE 0,01 maka persamaan rating curve yang dihasilkan diatas dapat digunakan untuk menghitung debit. Persamaan rating curve yang diperoleh adalah Q = 18,97(h)2 – 1,372(h) + 0,190.
Kata kunci: debit, tinggi muka air, liku kalibrasi debit, daerah aliran sungai.
ABSTRACK
ANDI SETIAWAN: Determination of Discharge Rating Curve on Rain Season in Deli Watershed, supervised by EDI SUSANTO.
The purpose of this research was to find the equation of the discharge rating curve in the Deli watershed. Discharge rating curve is a curve that shows the relationship between water level and river flow so that it can be used to predict the amount of discharge in the river. This research was carried out by analyzing river water discharge and taking water level data using a water level logger with a minimum of twice a week. River water discharge in Doulu SPAS has varying values, i.e 0,75 – 3,29 m3 / second with an average of 28.28 m3 / sec. Regression tests for debit values were carried out with several types of models, namely linear, polynomial, rank, logarithmic, and exponential. Qmodel with polynomial model was the closest to Qobservasi. The polynomial had a very strong correlation level with the highest correlation coefficient, which was 0.986 and RMSE 0.01, then the rating curve equation generated above can be used to calculate the discharge. The rating curve equation obtained was Q = 18,97 (h)2
Keywords: discharge, water level, discharge rating curve, watershed.
– 1,372(h) + 0.190.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Balam pada tanggal 30 Oktober 1995 dari Ayah Junaidi dan Ibu Sukani. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.
Tahun 2014 penulis lulus dari MAN Kisaran dan pada tahun yang sama masuk ke Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur SNMPTN.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai pengurus Anggota Ikatan Mahasiswa Keteknikan Pertanian (IMATETA) 2017/2018.
Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan di Pabrik Kelapa Sawit PTPN II Sawit Seberang pada bulan September 2017.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan draft dengan judul
“Penentuan Liku Kalibrasi Debit (Rating Curve) pada Musim Hujan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat melaksanakan seminar hasil penelitian di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua beserta keluarga besar tercinta yang selalu mendukung penulis baik moril maupun materil, Bapak Dr. Ir. Edi Susanto, M.Si selaku komisi pembimbing yang banyak membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan draft dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan pegawai di Program Studi Keteknikan Pertanian, teman-teman TEP 2014, Bapak Ir. Heru Winarto, M.Si selaku kepala BPDAS dan hutan lindung Wampu Ular Sei Ular Sumatera Utara atas bantuan tempat dan peralatan penelitian, Bapak Yahya Sembiring, Bapak Maruli, S.Hut, Bapak Arif Setiawan, S.Hut dan kepada Universitas Sumatera Utara atas bantuannya dalam membantu dana penelitian penulisan TALENTA USU.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun untuk kesempurnaan pada masa yang akan datang.
Medan, Desember 2018
Penulis
DAFTAR ISI
Hal
ABSTRAK ... i
RIWAYAT HIDUP ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA ... 4
Daerah Aliran Sungai ... 4
Tanah Andosol ... 6
Tanah Podsolik ... 7
Tekstur tanah ... 8
Bobot Volume (Bulk density) ... 9
Debit ... 10
Kecepatan Aliran ... 12
Tinggi Muka Air ... 12
Liku Kalibrasi (Rating Curve) ... 13
Kriteria Tingkat Kesalahan ... 15
METODOLOGI PENELITIAN ... 17
Lokasi dan Tempat ... 17
Bahan dan Alat ... 17
Metode Penelitian ... 18
Prosedur Penelitian ... 18
Parameter Penelitian ... 21
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22
Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 22
Debit dan Tinggi Muka Air Sungai ... 27
Liku Kalibrasi (Rating Curve) ... 31
KESIMPULAN DAN SARAN ... 35
Kesimpulan ... 35
Saran ... 35
DAFTAR PUSTAKA ... 33
LAMPIRAN ... 36
DAFTAR GAMBAR
No. Hal.
1. Sub DAS Sei Petani ... 17
2. Peta Penutup Lahan Sub DAS Sei Petani ... 22
3. Peta Tanah ... 24
4. Hubungan Debit dan Curah Hujan ... 29
5. Kurva garis lengkung debit dengan Metode Linier, Berpangkat, Eksponensial, Logaritmik, dan Eksponensial. ... 32
DAFTAR TABEL
No Hal
1. Klasifikasi DAS berdasarkan luas DAS ... 4
2. Kriteria Hubungan antara Dua Variabel ... 15
3. Penutupan Lahan sub DAS Sei Petani ... 23
4. Hasil Analisis Tekstur Tanah ... 24
5. Hasil Analisis Bahan Organik Tanah Andosol dan Podsolik ... 26
6. Hasil Pengukuran Bobot Volume Tanah (Bulk Density) ... 27
7. Data Tinggi Muka Air, Debit, dan Curah Hujan ... 30
8. Perbandingan Perhitungan Debit dengan Model Linier, Eksponensial, Berpangkat, Logaritmik, dan Polinomial. ... 31
9. Perbandingan Persamaan Rating Curve dengan Metode Linier, Berpangkat, Eksponensial, Logaritmik dan Polinomial. ... 33
10. Perbandingan Perhitungan Koefisien Korelasi dan RMSE dengan Model Linier, Berpangkat, Eksponensial, Logaritmik dan Polinomial. ... 33
DAFTAR LAMPIRAN
No Hal
1. Diagram Alir Penelitian ... 36
2. Nilai Bulk Density ... 36
3. Nilai Bahan Organik ... 37
4. Perhitungan Debit Sungai ... 38
5. Perhitungan Model Linier ... 39
6. Perhitungan Model Eksponensial ... 41
7. Perhitungan Model Berpangkat... 43
8. Hasil perhitungan debit dengan model polinomial dan data curah hujan Juli-November. ... 45
9. Perhitungan kesalahan relatif dan RMSE pada debit model berpangkat ... 46
10. Perhitungan kesalahan relatif dan RMSE pada debit model polinomial... 48
11. Perhitungan kesalahan relatif dan RMSE pada debit model linier ... 50
12. Perhitungan kesalahan relatif dan RMSE pada debit model eksponensial ... 52
13. Perhitungan kesalahan relatif dan RMSE pada debit model logaritmik ... 54
14. Dokumentasi Kegiatan Penelitian ... 56
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Daerah Aliran Sungai (catchment area, watershed) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan (Wismarini dkk., 2011).
Debit aliran dapat dijadikan sebuah tolak ukur untuk memonitor dan mengevaluasi neraca air suatu kawasan melalui suatu pendekatan potensi sumber daya air permukaan yang ada. Perhitungan debit air bertujuan untuk mengetahui kapasitas DAS disuatu kawasan untuk melakukam analisis sistem drainase pada saluran drainase primer dan sekunder (Neno dkk., 2016).
Provinsi Sumatera Utara yang memiliki luas lahan 71.680,68 km2, dengan 33 kabupaten dan 436 kecamatan, termasuk kabupaten deli serdang dengan luas lahan 2.241,68 km2
Masalah yang sering ditemui pada DAS adalah Perubahan volume debit air dan tinggi muka air sering terjadi terutama pada saat musim hujan, banyaknya dan luas daerah aliran sungai 47.298,01 Ha. Daerah Aliran Sungai Deli terbentang antara 3° 13' 35,50'' s/d 3° 47' 06,05'' garis Lintang Utara dan meridian 98° 29'22,52'' s/d 98° 42' 51,23'' Bujur Timur. DAS Deli berada pada 3 (tiga) Kabupaten yaitu Kabupaten Karo seluas 1.417,65 Ha (3%), Kabupaten Deli Serdang seluas 29.115,20 Ha (61,56%) dan Kota Medan seluas 16.765,16 Ha (35,45 %) (BPS, 2014).
curah hujan dapat mempengaruhi jumlah volume air yang mengalir dari anak sungai ke sungai utama. Hal ini dapat mengakibatkan volume air bisa kapan saja meningkat, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang hubungan debit air dan tinggi muka air.
Salah satu komponen hidrologi yang sangat penting dalam penyelesaian masalah hidrologi suatu DAS adalah data debit sungai yang akurat. Namun dilain pihak, pencatatan debit sungai yang teratur masih sangat kurang. Untuk mengatasi kekurangan data pengukuran ini, maka debit sungai dapat diperkirakan melalui analisis kesetimbangan air dengan menggunakan berbagai model hidrologi yang ada (Takko, 2013).
Dalam kegiatan analisis hidrologi, kesalahan dalam pemantauan data dasar hidrologi dalam suatu daerah pengaliran sungai akan menghasilkan data yang tidak benar dan mengakibatkan hasil perencanaan dan pengelolaan sumber daya air yang tidak efisien dan efektif (Djafar dkk., 2014).
Kurangnya data debit juga terjadi pada daerah aliran sungai (DAS) Deli, hal ini dikarenakan adanya beberapa faktor seperti faktor waktu pengamatan data yang relatif sedikit, faktor biaya yang mahal, faktor alat yang tidak terkalibrasi dengan baik serta resiko dalam pengambilan data. Oleh karena itu untuk melengkapi data yang tidak tersedia maka dilakukan pengambilan data secara langsung di stasiun pengukuran arus sungai (SPAS) sehingga data tersebut dapat mewakili data debit air pada musim hujan maupun kemarau pada DAS Deli.
Untuk mendapatkan data debit DAS Deli yang akurat dan lengkap maka perlu dilakukan penelitian agar data debit sungai Deli dapat diketahui dan dapat digunakan oleh instansi terkait dalam menanggulangi besarnya debit pada musim
hujan. Salah satu model pendugaan debit sungai adalah liku kalibrasi (Rating Curve) yang merupakan persamaan garis yang menghubungkan tinggi muka air
sungai (m) dengan besanya debit aliran, sehingga dapat diduga melalui ukuran tinggi muka air.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan persamaan liku kalibrasi (rating curve) hubungan antara tinggi muka air sungai dengan debit sungai di daerah aliran sungai (DAS) Deli pada musim hujan.
Manfaat Penelitian
1. Sebagai syarat untuk dapat melaksanakan penelitian di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
2. Digunakan untuk menghitung besarnya debit pada suatu DAS hanya dengan mengetahui data tinggi muka air.
3. Bagi stakeholder dan pengelola DAS Deli, data dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan debit dan tinggi muka air.
TINJAUAN PUSTAKA
Daerah Aliran Sungai
Daerah aliran sungai (DAS) merupakan daerah yang dibatasi punggung- punggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan ditampung oleh punggung gunung tersebut dan akan dialirkan melalui sungai- sungai kecil ke sungai utama (Loebis dkk., 1993). Sungai merupakan aliran air permukaan yang mengalir ke tempat yang lebih rendah, jumlahnya bergantung dari tinggi muka air, luas daerah tangkapan air (catchment area), perkolasi, infiltrasi dan besarnya curah hujan. Pada suatu catchment area terdiri dari sebuah sungai dan anak sungainya yang disebut confluence. Pertemuan antara sungai utama dan anak sungai dapat mempengaruhi morfologi dan hidrolika bagian hulu dan hilir (Trisnawati dan Widodo, 2012).
Menurut Permenhut (2013), DAS dibatasi oleh igir pegunungan yang berfungsi sebagai batas (river divide) dan akhirnya mengalirkan air hujan yang bertemu pada satu outlet. Akibatnya, semakin luas suatu DAS, hasil akhir (water yield) yang diperoleh akan semakin besar, karena hujan yang ditangkap juga
semakin banyak. Berikut klasifikasi DAS Berdasarkan luas DAS:
Tabel 1. Klasifikasi DAS berdasarkan luas DAS
No Luas DAS (Ha) Klasifikasi DAS
1 1.500.000 ke atas DAS Sangat Besar
2 500.000 - < 1.500.000 DAS Besar
3 100.000 - < 500.000 DAS Sedang
4 10.000 - < 100.000 DAS Kecil
5 Kurang dari 10.000 DAS Sangat Kecil
Menurut Susanto dkk., (2017), Bentuk DAS mempengaruhi waktu konsentrasi air hujan yang mengalir ke outlet, semakin bulat bentuk DAS maka waktu konsentrasi yang dibutuhkan semakin singkat sehingga semakin tinggi fluktuasi banjir yang terjadi, sebaliknya semakin lonjong/memanjang bentuk DAS maka semakin lama waktu konsentrasi yang dibutuhkan dan fluktuasi banjir semakin rendah.
Menurut Asdak (2004) mengemukakan bahwa beberapa karakteristik DAS yang mempengaruhi debit aliran antara lain yaitu :
a. Luas DAS. Luas DAS menentukan besarnya daya tampung terhadap masukan hujan. Makin luas DAS makin besar daya tampung, berarti makin besar volume air yang dapat disimpan dan disumbangkan oleh DAS.
b. Kemiringan lereng DAS. Semakin besar kemiringan lereng suatu DAS semakin cepat laju debit dan akan mempercepat respon DAS terhadap curah hujan.
c. Bentuk DAS. Bentuk DAS yang memanjang dan sempit cenderung menurunkan laju limpasan daripada DAS yang berbentuk melebar walaupun luas keseluruhan dari dua bentuk DAS tersebut sama.
d. Jenis tanah. Setiap jenis tanah memiliki kapasitas infiltrasi yang berbeda- beda, sehingga semakin besar kapasitas infiltrasi suatu jenis tanah dengan curah hujan yang singkat maka laju debit akan semakin kecil.
e. Pengaruh vegetasi. Vegetasi dapat memperlambat jalannya air larian dan memperbesar jumlah air yang tertahan di atas permukaan tanah, dengan demikian akan menurunkan laju debit aliran.
Pengukuran tinggi air pada daerah aliran sungai (DAS) merupakan salah satu aspek Meteorologi yang berkaitan dengan hidrologi debit dan banjir. Dalam kaitannya dengan debit sungai, salah satu faktor cuaca yang dapat mempengaruhi besarnya debit pada daerah aliran sungai adalah hujan. Intensitas hujan yang tinggi, serta distribusi hujan dan volume hujan merupakan salah satu penyebab terjadinya kenaikan debit sungai yang besar dan limpasan dari air hujan yang jatuh ke permukaan akan mengalir dan tertampung oleh DAS sehingga akan menghasilkan debit aliran pada DAS (Nababan dan Siregar, 2012).
Pada musim hujan, perubahan penggunaan lahan pada sistem daerah aliran sungai (DAS) akan mempengaruhi kondisi limpasan sehingga terjadi perubahan debit aliran sungai. Pada keadaan ekstrim, distribusi hujan menjadi limpasan berlangsung sangat cepat sehingga menyebabkan limpasan meningkat dengan cepat pula. Pada lahan bervegetasi lebat, air hujan yang jatuh akan tertahan pada vegetasi dan meresap ke dalam tanah melalui vegetasi dan seresah daun di permukaan tanah, sehingga limpasan permukaan yang mengalir kecil. Pada lahan terbuka atau tanpa vegetasi, air hujan yang jatuh sebagian besar menjadi limpasan permukaan yang mengalir menuju sungai, sehingga aliran sungai meningkat dengan cepat (Styowati, 2010).
Tanah Andosol
Andosol adalah tanah yang terdiri atas abu volkan atau terbentuk di dalam bahan abu volkan dan sering mempunyai suatu horizon teratas yang tebal dan berwarna gelap. Fraksi koloid Andosol didominasi oleh mineral allofan, imogilite, dan ferihidrat atau kompleks Al-humus, kandungan bahan organik tinggi, dan tanah bagian bawahnya berwarna coklat sampai coklat kekuningan, tekstur
sedang, porous, pH 4,5 sampai 6,0. Pembentukan Andisol sangat berkaitan erat dengan lima faktor genesa tanah yaitu bahan induk, topografi, iklim, organisme dan waktu. Dalam lima faktor tersebut, bahan induk berupa bahan piroklastik, topografi pegunungan dengan ketinggian lereng lebih besar 600 m (dpl), iklim dengan curah hujan merata sepanjang tahun, vegetasi hutan tropika basah dan waktu pembentukan ribuan tahun (Resman, 2010).
Secara garis besar tanah Andosol yang dijumpai di Indonesia terletak pada daerah dengan bentuk wilayah datar-berombak sampai bergunung. Persebaran tanah Andosol di Indonesia sebagian besar (61,99%) menempati daerah dengan bentuk wilayah bergunung, urutan kedua di daerah berbukit (16,38%) dan yang paling sedikit menempati daerah datar sampai berombak (8,69%). Tanah Andosol dijumpai di Pulau Sumatera mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi, yaitu mulai ketinggian 20 m sampai lebih dari 1.800 m dpl. Andosol Dataran Tinggi di Pulau Sumatera terdapat di Gunung Seulawah Aceh, Dataran tinggi Toba, Dataran Tinggi Tanah Karo (BBSDLP, 2014).
Tanah Podsolik
Sebelum nama podsolik merah-kuning masuk ke Indonesia, tanah ini masuk dalam golongan tanah laterik. Podsolik merah-kuning secara umum masuk dalam ordo ultisol. Tanah Podsolik merah-kuning memiliki ciri seperti pH rendah, kejenuhan Al tinggi, kejenuhan basa rendah serta bahan organik rendah karena proses dekomposisi dan tertimbun dalam lapisan permukaan tipis (horison A) dan dengan sendirinya kadar N pun rendah serta terbatas. Luas total kawasan podsolik merah-kuning di Indonesia sekitar 51 juta hektar, atau kira-kira 27% luas daratannya. Di Sumatera saja luasnya hampir 21 juta hektar atau sekitar 35%
dataran rendah dan 77% lahan atasan Sumatera terdiri atas tanah podsolik merah- kuning (Notohadiprawiro, 2006).
Tanah Podsolik Merah Kuning merupakan tanah yang mempunyai horison B argilik, mempunyai kejenuhan basa < 35% (NH4Oac) sekurang-kurangnya pada beberapa bagian horison B di dalam penampang 125 cm dari permukaan dan tidak mempunyai horison albik yang berbatasan langsung dengan horison argilik atau fragipan (Basuki, 2009).
Tekstur tanah
Tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya tanah. Tekstur tanah merupakan perbandingan antara butir pasir, debu, dan liat. Segitiga tekstur merupakan suatu diagram untuk menentukan kelas-sifat tekstur tanah. Ada 12 kelas tekstur tanah yang dibedakan oleh jumlah persentase ketiga fraksi tanah tersebut. Tanah disusun dari butir-butir tanah dengan berbagai ukuran. Bagian butir tanah yang berukuran lebih dari 2 mm disebut bahan kasar tanah seperti kerikil, koral sampai batu. Bagian butir tanah yang berukuran kurang dari 2 mm disebut bahan halus tanah ( Sugiharyanto dan khotima, 2009).
Menurut Permenhut (2013), Jenis tanah dengan tekstur pasir akan mempunyai tingkat infiltrasi yang lebih tinggi dibanding dengan jenis tanah bertekstur lempung. Dengan demikian jenis tanah dengan tekstur pasir (kasar) akan mempunyai limpasan permukaan yang lebih kecil dari pada jenis tanah dengan tekstur lempung (halus). untuk kondisi ini DAS dominan dengan jenis tanah bertekstur halus lebih mudah terjadi erosi daripada DAS dominan dengan jenis tanah bertekstur kasar.
Bobot Volume (Bulk density)
Kerapatan massa adalah bobot massa tanah kondisi lapangan yang dikering ovenkan persatuan volume. Nilai kerapatan massa tanah berbanding lurus dengan tingkat kekasaran partikel-partikel tanah, makin kasar akan makin berat.
Bulk density merupakan petunjuk kepadatan tanah. Makain padat suatu tanah
maka makin tinggi bulk density, yang berarti makin sulit meneruskan air atau ditembus akar tanaman. Pada umumnya tanah lapisan atas pada tanah mineral mempunyai nilai bulk density yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah dibawahnya. Bulk Density dipengaruhi oleh faktor-faktor tekstur, struktur dan kandungan bahan organik (Mas’ud, 2014).
Menurut Hanafiah (2005), bahwa kandungan bahan organik cukup mempengaruhi nilai butiran tanah karena bahan organik yang sangat ringan sehingga mempengaruhi kepadatan tanah. Tanah yang mengandung bahan organik yang tinggi akan memiliki nilai Bulk density yang rendah, sebaliknya tanah yang mengandung bahan organik yang rendah memiliki nilai Bulk density yang tinggi.
Nilai kerapatan massa tanah berbanding lurus dengan tingkat kekasaran partikel- partikel tanah, makin kasar akan makin berat. Tanah lapisan atas yang bertekstur liat dan berstruktur granular memiliki BI anatara 1,0 – 1.3 g/cm3 , sedangkan yang bertekstur kasar memiliki BI 1,3 – 1,8 g/cm3.
Persentase total ruang pori yang rendah dapat dikaitkan dengan nilai bulk density yang tinggi, tingginya nilai bulk density tersebut menunjukkan semakin berkurangnya persentase total ruang pori (Handayani, 2005).
Debit
Debit adalah jumlah air yang melewati sungai dalam suatu periode waktu tertentu dan dinyatakan dalam satuan m3
Q = A.V………...( 1 )
dimana:
Q= Debit aliran (m /s);
A= Luas penampang vertikal (m);
V= Kecepatanaliran sungai (m/s).
Luas penampang diukur dengan menggunakan meteran dan piskal (tongkat bambu atau kayu) dan kecepatan aliran diukur dengan menggunakan ‘current meter’(Rahayu et al., 2009).
/detik atau liter/detik. Metode yang umum diterapkan untuk menetapkan debit sungai adalah metode profil sungai ('cross section'). Pada metode ini debit merupakan hasil perkalian antara luas penampang vertikal sungai (profil sungai) dengan kecepatan aliran air.
Menurut Nugroho (2015), Debit aliran adalah jumlah air yang mengalir pada suatu titik keluaran (outlet) tertentu dalam satuan volume per waktu. Debit aliran dihasilkan dari data tinggi muka air (TMA) dan data kecepatan arus sungai pada suatu penampang di titik keluaran pada suatu daerah tangkapan air. Pada penelitian ini, TMA dan kecepatan arus diukur di Stasiun Pengamat Arus Sungai (SPAS) yang merupakan bangunan di badan sungai dengan penampang permanen di suatu titik keluaran. TMA diukur dengan menggunakan satu set alat ukur TMA otomatis (Automatic Water Level Recorder). Dari data TMA ini akan dihasilkan data luas penampang basah secara periodik. Untuk mengukur kecepatan arus sungai, alat yang digunakan adalah alat ukur kecepatan arus (current meter).
Debit sungai dapat berubah-ubah tergantung pada dua keadaan, yaitu
pertama adanya curah hujan, dan kedua adanya evapotranspirasi. Debit dapat berubah jika adanya presipitasi (curah hujan) dan terjadinya evapotranspirasi dari badan air, tanah, dan tanaman. Debit sungai tidak pernah konstan namun selalu berubah menurut iklim dan keadaan biofisik DAS. Termasuk sistem penggunaan lahan bagian hulu dan jenis penutupan lahan (Muchtar dan Abdullah, 2007).
Kemampuan pengukuran debit aliran sangat diperlukan untuk mengetahui potensi sumberdaya air di suatu wilayah aliran sungai, mengevaluasi ketersediaan air, dan simulasi pada sistem peringatan dini banjir. Perhitungan besarnya debit air yang mengalir pada saluran sistem open channel lebih komplek dibandingkan saluran tertutup (close channel). Hal ini disebabkan berbagai faktor seperti bahan pembentuk saluran, derajat ketidak teraturan, variasi penampang, besarnya pengaruh penghambat, dan derajat kelokan yang harus diperhitungkan, dan disebut sebagai koefisien manning. Besarnya debit aliran pada sistem open channel akan berdampak langsung pada perubahan level permukaan aliran (Gurum dkk., 2015).
Menurut Tanika (2016), Dengan mengukur debit sungai, maka kondisi hidrologis suatu daerah aliran sungai (DAS) akan dapat diketahui. Informasi yang diperoleh dari pengukuran debit adalah (1) perbedaan debit tertinggi dan terendah, dan (2) perubahan debit harian. Informasi tersebut dapat menggambarkan kemampuan DAS dalam menyangga kejadian hujan deras. DAS yang baik mampu menampung curah hujan di atas rata-rata sekaligus menyediakan air saat kemarau panjang. Pengukuran debit dilakukan dengan memantau tinggi muka air secara harian. Pencatatan muka air dapat melibatkan masyarakat yang tinggal di pinggir sungai dalam suatu wilayah DAS.
Kecepatan Aliran
Aliran pada saluran terbuka merupakan aliran yang mempunyai permukaan bebas yang dipengaruhi oleh tekanan udara bebas. Jenis aliran saluran terbuka berdasarkan kriteria waktu terdiri dari aliran tetap dan aliran tidak tetap.
Berdasarkan kriteria ruang terdiri dari aliran seragam dan aliran tidak seragam.
Berdasarkan perbandingan gaya-gaya inersia dengan kekentalan terdiri dari aliran laminar, aliran turbulen dan aliran transisi (Trisnawati dan Widodo, 2012).
Menurut Lutfi (2014), Kecepatan aliran sungai sangat tidak tetap. Di musim hujan aliran air akan deras dan akan melemah di musim kemarau, tergantung pada bentuk, posisi dan lokasi di sungai dengan arus terderas dapat berada di tengah atau pinggir sungai. kecepatan aliran bagian hulu biasanya akan lebih tinggi dibandingkan dengan kecepatan aliran bagian hilir.
Tinggi Muka Air
Tinggi muka air (stage height, gauge height) sungai adalah elevasi permukaan air (water level) pada suatu penampang melintang sungai terhadap suatu titik tetap yang elevasinya telah diketahui. Tinggi muka air biasanya dinyatakan dalam satuan meter (m) atau sentimeter (cm). Pengukuran tinggi muka air merupakan langkah awal dalam pengumpulan data aliran sungai sebagai data dasar hidrologi. Data tinggi muka air dapat digunakan langsung untuk berbagai keperluan pengelolaan sumberdaya air, misalnya penentuan perubahan kedalaman aliran dari waktu ke waktu untuk keperluan transfortasi air. Bagi keperluan analisa hidrologi, data tinggi muka air digunakan sebagai dasar perhitungan debit (Soewarno, 2013).
Perubahan tinggi muka air pada saluran sungai dipengaruhi oleh besar atau kecilnya nilai limpasan debit air, sebab semakin besar nilai limpasan debit air maka nilai tinggi muka air akan naik. Meningkatnya tinggi muka air di hilir akan diikuti dengan meningkatnya debit aliran melalui pelimpah ambang lebar. Dengan kata lain bahwa perubahan debit aliran pelimpah ambang lebar juga diikuti dengan perubahan tinggi muka air di hilir. Pengukuran tinggi muka air dapat dilakukan dengan menggunakan alat ukur tinngi muka air yaitu papan duga (staff gage).
Hubungan keeratan antara debit air dan tinggi muka air dianalisis menggunakan rumus :
Q = a(h)2-b(h)+c………...( 2 ) Keterangan :
Q = Debit air sungai (m³/detik) h = Tinggi muka air (m)
a, b dan c = Nilai kontanta (Linsley dan Franzini, 1991; Neno et al., 2016).
Liku Kalibrasi (Rating Curve)
Liku kalibrasi (rating curve) adalah hubungan grafis antara tinggi muka air dan debit. Dibuat berdasarkan data pengukuran debit dari berbagai ketinggian muka air, yang mencakup keadaan tinggi muka air rendah sampai tinggi. Jumlah dan sebaran data pengukuran debit yang dapat menggambarkan hubungan antara tinggi muka air dan debit dari muka air terendah sampai tertinggi harus cukup mewakili keadaan sebenarnya kejadian di lapangan (Togatrop dkk., 2016).
Untuk analisis debit aliran digunakan formula yang disebut sebagai kurva lengkung debit (discharge rating curve), yaitu kurva yang menunjukkan hubungan antara tinggi muka air dan debit pada lokasi penampang sungai tertentu.
(Perumal dkk., 2007) menyatakan bahwa penggunaan kurva lengkung debit merupakan pendekatan perhitungan debit aliran yang diakui akurat namun mampu menghemat waktu dan biaya.
Hubungan umum antara laju debit sedimen dan laju debit air pada penampang biasanya dinyatakan rata-rata. Kurva ini disebut dengan kurva rating sedimen. Liku kalibrasi juga dapat berubah berdasarkan sedimen, hal ini disebabkan kecepatan air yang mengalir akan menentukan seberapa besar turbulensi arus dan karenanya terjadi proses pengangkutan (Colby, 1956).
Debit aliran diperoleh dengan mengalirkan luas penampang aliran dan kecepatan aliran. Kedua parameter tersebut dapat diukur pada suatu tampang lintang (stasiun) di sungai. Luas tampang aliran diperoleh dengan mengukur elevasi permukaan air dan dasar sungai. Apabila dasar dan tebing sungai tidak berubah (tidak mengalami erosi dan sedimentasi) pengukuran elevasi dasar sungai dilakukan hanya satu kali. Kemudian dengan mengukur elevasi muka air untuk berbagai kondisi, mulai dari debit kecil sampai debit besar (banjir), dapat dihitung luas tampang untuk berbagai elevasi muka air tersebut. Kecepatan aliran juga dihitung bersama dengan pengukuran elevasi muka air. Dengan demikian dapat dihitung (rating curve), yaitu hubungan antara elevasi muka air dan debit. Dengan telah dibuatnya kurva debit, selanjutnya debit sungai dapat dihitung hanya dengan mengukur elevasi muka air. Penggunaan kurva debit hanya dapat dilakukan apabila sungai tidak dipengaruhi oleh pasang surut (Suleman, 2015).
Menurut Reitan dan Petersen-Overleir (2005), Kurva lengkung debit sangat penting dalam hidrologi permukaan, karena kualitas data debit sangat tergantung pada hubungan debit puncak di stasuin pengukur. Untuk membangun
hubungan ini digunakan metode kurva lengkung debit yang telah diterapkan pada stasiun pengukuran di seluruh dunia.
Kriteria Tingkat Kesalahan
Menurut Fahmi dkk.., (2017), Root Mean Square Error (RMSE) adalah suatu indikator kesalahan yang didasarkan pada total kuadratis dari simpangan antara hasil model dengan hasil observasi, sehingga hasil yang diperoleh semakin akurat. Dalam melakukan interpretasi mengenai kekuatan hubungan antara dua variabel dibuat kriteria dari pengukuran statistik kovarian atau asosiasi antara dua variabel sebagai berikut.
Tabel 2. Kriteria Hubungan antara Dua Variabel
r = 0 Kolerasi antara dua variabel
0 < r ≤ 0,25 Kolerasi sangat lemah 0,25 < r ≤ 0,50 Kolerasi cukup
0,50 < r ≤ 0,75 Kolerasi kuat 0,75 < r ≤ 0,99 Kolerasi sangat kuat
r = 1,00 Kolerasi sempurna
Validasi dapat diterapkan pada berbagai model prakiraan, karena pada dasarnya data yang dipakai dalam proses validasi adalah sama yaitu data real observasi dan hasil prakiraan. Pada korelasi dinyatakan dengan suatu koefisien (dinotasikan dengan r) yang menunjukan hubungan (linear) relatif antara dua variabel. Dalam validasi hasil prakiraan, dua variabel yang dimaksud adalah observasi atau data real (dinotasikan dengan Y) dan hasil prediksi (dinotasikan dengan Ŷ) (Gaol dkk., 2012).
Menurut Fathonah dkk., (2016), Analisis keakuratan hasil peramalan dan pengukuran dilapangan dapat dinyatakan dalam analisa statistik berupa nilai akar dari jumlah rata-rata kuadrat error sebagai berikut :
RMSE =�
∑ (yi-y)n 2 i=1
n ...(3) Keterangan :
yi = nilai observasi y = nilai model n = jumlah data
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan November 2018. Lokasi penelitian terletak pada 3012’30”N – 3015’0”N dan 98029’0”
98032’30”E (Gambar 1) yang merupakan bagian hulu sub DAS Sei Petani (DAS Deli) Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara dan Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Gambar 1. Sub DAS Sei Petani Bahan dan Alat
Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah microsoft office untuk membaca data yang telah terisimpan oleh software, ArcGIS untuk membuat peta, rainfall logger untuk mencatat data curah hujan secara otomatis, stopwatch untuk
menghitung waktu yang digunakan pada kecepatan aliran sungai, meteran untuk menghitung panjang sungai dan water level logger untuk mencatat data tinggi muka secara otomatis, bola pimpong untuk menghitung kecepatan aliran.
Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu data debit sungai untuk membuat persamaan rating curve, data tinggi muka air membuat persamaan rating curve, dan data curah hujan.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode survei lapangan dengan pengamatan langsung di lapangan dan analisa tanah dilakukan di Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Pembuatan kurva lengkung debit (rating curve) merupakan hubungan debit dan tinggi muka air sungai menggunakan logaritmik, linier, power function, eksponensial dan polynomial.
Evaluasi model yang digunakan adalah koefisien determinasi, koefisien kolerasi, dan root mean square error (RMSE).
Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui 4 tahap yaitu penentuan lokasi, pengumpulan data primer dan sekunder, rating curve, dan evaluasi model.
1. Tahap pertama merupakan penentuan lokasi penelitian, lokasi ditetapkan disalah satu Sub Das Deli yaitu Sub DAS Sei Petani SPAS Duolu.
2. Tahap kedua yaitu pengumpulan data penelitian terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer yang diperlukan antara lain berupa data curah hujan, debit, tinggi muka air, dan sifat fisik tanah. Data curah hujan
harian mulai bulan Juli – November 2018 diperoleh dari rainfall logger yang berada di dekat stasiun pengukur arus sungai (SPAS) Doulu. Untuk memperoleh data debit sungai di titik outletnya maka diukur luas penampang basah dan kecepatan aliran sungai dengan metode pelampung, pelampung yang digunakan untuk mengukur kecepatan aliran adalah bahan yang dapat terapung di permukaan air (SNI, 2015) lalu dihitung dengan Persamaan 1. Data tingi muka air diperoleh dari water level logger setiap 30 menit secara otomatis. Masing-masing data tersebut dikumpulkan selama 50 kali pengamatan. Karakteristik fisik dan kimia tanah yang digunakan yaitu tekstur tanah, bahan organik dan kerapatan massa yang dilakukan di Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian. Berikut tata cara pengujian di laboratorium :
a. Mengukur tekstur tanah dengan metode hydrometer dengan cara : - Mengering anginkan sampel tanah dan mengayak dengan ayakan
10 mesh untuk pengujian di laboratorium
- Menimbang 50 g tanah kemudian masukkan ke Erlenmeyer 250 ml - Menambahkan 50 ml larutan Natrium Pyrophospat, dikocok sampai
rata dan dibiarkan semalaman.
- Menggoncang selama 15 menit pada alat penggoncang.
- Memindahkan tanah ke dalam silinder 500 ml dan menambahkan aquadest.
- Mengocok silinder sebanyak 20 kali sebelum pembacaan, bila perlu tambahkan Amyl alkohol untuk menghilangkan buih yang dapat mengganggu pembacaan.
- Memasukkan hydrometer ke dalam silinder dengan hati-hati untuk pembacaan I setelah 40 detik dari pengocokan.
- Setelah 2 jam masukkan lagi hydrometer untuk pembacaan II.
- Menghitung persentase pasir, liat, dan debu.
- Menganalisis dengan menggunakan segitiga USDA.
b. Menganalisis bahan organik dengan metode Walkley &Black dengan cara :
- Mengering anginkan sampel tanah andosol dan podsolik
- Menimbang 0,1 g untuk tanah Andosol dan 0,5 gram untuk tanah Podsolik dan memasukkan sampel tanah kedalam Erlenmeyer 500 ml dicampur dengan 5 ml K2Cr2O7 dan 10 ml H2SO4
- Menambahkan 100 ml air suling dan 5 ml H
lalu digoncang.
3PO4
- Mentitrasikan dengan Fe (NH
85 %, NaF 4 % 2,5 ml, dan 5 tetes diphenylamine, digoncang sampai larutan berwarna biru tua.
4)2 (SO4)2
- Menghitung kadar C-Organik dan persen bahan organiknya. Data primer yang diperlukan yaitu data penutup lahan, data jenis tanah dan data digital elevation mode (DEM) dibuat menggunakan ArcGIS.
dari buret hingga warna berubah menjadi hijau.
3. Tahap ketiga yaitu membuat rating curve dengan menggunakan beberapa model persamaan seperti linier, eksponensial, logaritmik, berpangkat (power function) dan polinomial.
4. Tahap keempat yaitu evaluasi model yang bertujuan untuk mengetahui seberapa baik model persamaan tersebut jika dibandingkan dengan data observasi. Evaluasi model ini menggunakan koefisien determinasi (R2
Parameter Penelitian
), koefisien kolerasi dan root mean square error (RMSE). Perhitungan RMSE menggunakan Persamaan 3.
1. Debit aliran
2. Tinggi muka air sungai 3. Sifat fisika tanah.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian terletak pada 030 12’ 52,81” s/d 030 47’06,11” LU dan 980 29’ 23,32” s/d 980 42’ 49,79” BT yang merupakan SPAS Doulu bagian di Sub DAS Sei Petani (DAS Deli). Luas Sub DAS Sei Petane 1191 Ha sehingga termasuk kedalam kategori DAS sangat kecil (Permenhut, 2013) dengan panjang aliran sungai utama 5,7 km. Adapun jenis tanaman penutupan lahan yang ada di sekitar Sub DAS Sei Petani cukup bervariasi. Sebagian besar penutupan lahan yang ada pada Sub DAS Sei Petani adalah pertanian lahan kering, semak belukar, hutan atau lahan kering skunder dan juga terdapat sedikit tanah terbuka. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Peta Penutup Lahan Sub DAS Sei Petani
Tabel 3. Penutupan Lahan sub DAS Sei Petani
No Penutupan Lahan Luas (ha) Persentase luas (%) 1 Tanah terbuka 39,93 3,35
2 Semak/blukar 269,69 22,63 3 Pertanian lahan kering 162,19 13,61 4 Hutan lahan kering sekunder 719,41 60,39
Pada tabel diatas dapat dilihat luas dan pesentase tutupan lahan seluruhnya pada DAS Sei petani berupa hutan lahan kering sekunder dengan luas 719,41 ha dan persentase 60,39%, pertanian lahan kering dengan luas 162,19 ha dan persentase 13,61% , semak/belukar dengan luas 269,69 ha dan persentase 22,63%
dan tanah terbuka dengan luas 39,93 ha dan persentase 3,35%.
Pada wilayah sekitar SPAS Doulu yang berada di bagian hulu DAS Deli tersebut didominasi oleh dua jenis tanah yaitu andosol dan podsolik. Pada Gambar 5 terlihat jelas bahwa jenis tanah dengan luas terbesar didominasi oleh tanah Andosol dengan luas 1028 ha dan podsolik hanyak 163 Ha. Tanah andosol yang berada disekitar wilayah SPAS Doulu memiliki warna coklat tua dan remah, hal ini dikarenakan Fraksi koloid Andisol didominasi oleh mineral allofan, imogilite, dan ferihidrat atau kompleks Al-humus, kandungan bahan organik tinggi dengan pH 4,5 sampai 6,0 (Resman, 2010),
Tanah andosol tersebut berada didataran tinggi karena terletak di kaki gunung sibayak tepatnya didataran tinggi Tanah Karo. Menurut BBSDLP (2014), Tanah Andosol dijumpai di Pulau Sumatera mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi, yaitu mulai ketinggian 20 m sampai lebih dari 1.800 mdpl.
Andosol Dataran Tinggi di Pulau Sumatera terdapat di Gunung Seulawah Aceh, Dataran tinggi Toba, Dataran Tinggi Tanah Karo.
Gambar 3. Peta Tanah Sub DAS Sei Petani
Berdasarkan hasil analisis tekstur Tabel 4 menunjukkan bahwa tanah andosol dan podsolik yang berada disekitar wilayah SPAS Doulu memiliki tekstur yang berbeda dikarenakan fraksi penyusunnya. Tekstur pasir berlempung untuk tanah andosol dengan kandungan fraksi pasir 79,68%, fraksi debu 11,72%, fraksi liat 8,60% sedangkan tekstur lempung berpasir untuk tanah podsolik memiliki kandungan fraksi pasir 77,68%, fraksi debu 11,28%, fraksi liat 11,04%.
Tabel 4. Hasil Analisis Tekstur Tanah
Tanah
Pasir (%)
Liat (%)
Debu (%) Tekstur
Andosol 79,68 8,60 11,72 Pasir Berlempung
Podsolik 77,68 11,04 11,28 Lempung Berpasir Keterangan : Hasil Analisa Laboratorium
Tekstur tanah sangat menentukan kecepatan infiltrasi dan kemampuan tanah untuk menahan limpasan air permukaan yang terjadi saat hujan. Tanah andosol dan podsolik merupakan tanah yang didominasi fraksi pasir sehingga tingkat infiltrasi tanah ini cukup tinggi sehingga mampu mengurangi limpasan air
pada saat hujan turun. Menurut Permenhut (2013), Jenis tanah dengan tekstur pasir akan mempunyai tingkat infiltrasi yang lebih tinggi dibanding dengan jenis tanah bertekstur lempung. Dengan demikian jenis tanah dengan tekstur pasir (kasar) akan mempunyai limpasan permukaan yang lebih kecil dari pada jenis tanah dengan tekstur lempung (halus). untuk kondisi ini DAS dominan dengan jenis tanah bertekstur halus lebih mudah terjadi erosi daripada DAS dominan dengan jenis tanah bertekstur kasar.
Bahan organik memiliki pengaruh terhadap tekstur tanah dan saling berkaitan terhadap sifat fisik tanah. Bahan organik berperan terhadap penurunan laju erosi dikarenakan bahan organik juga dapat meningkatnya kapasitas infiltrasi air yang akan memperkecil aliran permukaan sehingga erosi dapat berkurang.
Kandungan bahan organik yang terdapat pada Tabel 5 menunjukkan bahwa tanah Andosol dan Podsolik yang berada disekitar wilayah SPAS Doulu memiliki nilai kandungan bahan organik yang berbeda. Tanah Andosol memiliki kandungan bahan organik lebih tinggi dibandingkan bahan organik pada tanah Podsolik yaitu 11,37 %. Menurut Resman (2010), Fraksi koloid Andosol didominasi oleh kandungan bahan organik tinggi, dan tanah bagian bawahnya berwarna coklat sampai coklat kekuningan, porous den memiliki tekstur sedang.
Pada tanah podsolik memiliki kandungan bahan organik lebih rendah dibandingkan tanah andosol yaitu 2,95%. Menurut Notohadiprawiro (2006), Tanah Podsolik merah-kuning memiliki ciri seperti pH rendah, kejenuhan Al tinggi, kejenuhan basa rendah serta bahan organik rendah karena proses dekomposisi dan tertimbun dalam lapisan permukaan tipis (horison A) dan dengan sendirinya kadar N pun rendah serta terbatas dalam lapisan tipis itu.
Tabel 5. Hasil Analisis Bahan Organik Tanah Andosol dan Podsolik
Ulangan
Andosol Podsolik
C-Organik (%)
Bahan Organik (%)
C-Organik (%)
Bahan Organik (%)
I 6,89 11,87 1,77 3,05
II 7,08 12,21 1,77 3,05
II 6,30 10,86 1,65 2,85
Rata-rata 6,6 11,37 1,71 2,95
Keterangan : Hasil Analisa Laboratorium
Kandungan bahan organik memiliki keterkaitan dengan nilai berat volume tanah (bulk density), hal ini dikarenakan kandungan bahan organik cukup mempengaruhi nilai butiran tanah karena bahan organik yang sangat ringan sehingga mempengaruhi kepadatan tanah. Tanah yang mengandung bahan organik yang tinggi akan memiliki nilai bulk density yang rendah, sebaliknya tanah yang mengandung bahan organik yang rendah memiliki nilai bulk density yang tinggi (Hanafiah, 2005).
Kerapatan massa (bulk density) adalah bobot massa tanah kondisi lapangan yang dikering ovenkan persatuan volume. Bulk density merupakan petunjuk kepadatan tanah. Makin padat suatu tanah maka makin tinggi bulk density, yang berarti makin sulit meneruskan air atau ditembus akar tanaman (Mas’ud, 2014).
Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa kandungan bahan organik tanah andosol lebih tinggi dibandingkan kandungan bahan organik tanah podsolik. Pengaruh kandungan bahan organik terhadap bulk density dapat dilihat dari nilai berat volume tanah (Tabel 6) pada tanah andosol lebih rendah yaitu 1,489 g/cm3dan bulk density tanah podsolik lebih tinggi yaitu 2,106 g/cm3 yang merupakan tanah dengan tekstur kasar. Menurut Hanafiah (2005), Nilai kerapatan massa tanah berbanding lurus dengan tingkat kekasaran partikel-partikel tanah, makin kasar
akan makin berat. Tanah lapisan atas yang bertekstur liat dan berstruktur granular memiliki BI anatara 1,0 – 1.3 g/cm3 , sedangkan yang bertekstur kasar memiliki BI 1,3 – 1,8 g/cm3
Tabel 6. Hasil Pengukuran Bobot Volume Tanah (Bulk Density) .
Tanah BTKO (g) Vt (cm3) Bulk Density (gr/cm3)
Andosol 137,308 92,24 1,489
Podsolik 194,207 92,24 2,106
Keterangan : Hasil Analisa Laboratorium Dimana : BTKO = Berat Tanah Kering Oven
Vt = Volume Tanah
Dari besaran nilai Bulk density yang didapat pada tanah andosol dan tanah podsolik, maka dapat diketahui kemampuan tanah dalam menyerap air hujan yang jatuh pada permukaan tanah. Hal ini dikarenakan jika tanah memiliki nilai bulk density yang besar maka tanah tersebut akan memiliki ruang pori yang kecil
sehingga akan sulit menyerap air hujan dan menyebabkan terjadinya aliran permukaan dalam jumlah besar yang akan berpengaruh langsung pada debit sungai. Menurut Handayani (2005), Persentase total ruang pori yang rendah dapat dikaitkan dengan nilai bulk density yang tinggi, tingginya nilai bulk density tersebut menunjukkan semakin berkurangnya persentase total ruang pori.
Debit dan Tinggi Muka Air Sungai
Dalam mencari nilai debit maka diperlukan data primer berupa pengukuran luas penampang basah (A) dan kecepatan aliran (V) serta tinggi muka air sungai. Pada penelitian ini, tinggi muka air dan kecepatan arus diukur di Stasiun Pengamat Arus Sungai (SPAS) yang merupakan bangunan di badan sungai dengan penampang permanen di suatu titik keluaran. Tinggi muka air sungai diukur dengan menggunakan alat ukur tinggi muka air sungai otomatis
(Automatic Water Level Recorder). Dari data tinggi muka air sungai ini akan dihasilkan data luas penampang basah secara periodik (Nugroho, 2015). Dari data tersebut maka akan diperoleh nilai debit air sungai dengan menggunakan persamaan 1.
Data debit pada DAS Deli SPAS Doulu dapat dilihat pada Tabel 7. Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa nilai debit air sungai memiliki nilai yang bervariasi, yaitu dengan debit terendah sebesar 0,75 m3/detik dan debit tertinggi sebesar 3,29 m3/detik dengan rata-rata debit sebesar 1,06 m3
Besaran nilai debit juga dipengaruhi oleh besarnya curah hujan pada waktu tertentu. Menurut BMKG (2018), Pada Prakiraan puncak musim hujan 2018/2019, sebagian besar wilayah Kalimantan dan Sumatera bagian tengah dan utara diprakirakan akan mengalami puncak musim hujan sejak bulan Oktober hingga Desember. Pada periode Januari – April, sebagian besar wilayah Indonesia diprakirakan masih akan memiliki curah hujan dengan kategori menengah, sedangkan pada periode Mei – Juni, curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia berada dalam kategori rendah – menengah kecuali untuk sebagian wilayah Papua Barat dan Papua. Dari data observasi pada bulan Januari tahun 2014 hingga Desember tahun 2017 dapat diketahui bahwa pada bulan Juni jumlah curah hujan sangat sedikit dibandingkan dengan bulan yang lainnya, dikarenakan bulan Juni termasuk bulan puncak musim kemarau di Sumatera Utara, dimana /detik. Variasi debit pada DAS Deli (SPAS Doulu) disebabkan oleh tinggi muka air sungai yang terus mengalami perubahan. Perubahan tinggi muka air pada saluran sungai dipengaruhi oleh besar atau kecilnya nilai limpasan air, sebab semakin besar nilai limpasan air maka nilai tinggi muka air akan naik (Linsley dan Franzini, 1991; Neno et al., 2016).
pada saat bulan Juni posisi matahari berada di Belahan Bumi Utara (BBU) sehingga mengakibatkan tekanan udara di belahan bumi utara lebih rendah dibandingkan tekanan udara di Belahan Bumi Selatan (BBS).
Pada Gambar 4 dapat terlihat bahwa debit air sungai pada SPAS Doulu (DAS Deli) akan mengalami peningkatan ketika curah hujan dengan intensitas yang tinggi dan menurun ketika curah hujan rendah, hal ini terjadi karena pada saat curah hujan tinggi, maka akan terjadi limpasan air permukaan yang besar.
Sebagian air limpasan akan terinfiltrasi, namun air yang tidak terinfiltrasi akan mengalir menuju badan sungai. Menurut Muchtar dan Abdullah (2007), Debit sungai dapat berubah-ubah tergantung pada dua keadaan, yaitu adanya curah hujan dan evapotranspirasi pada badan air, tanah, dan tanaman.
Debit sungai tidak pernah konstan namun selalu berubah menurut iklim dan keadaan biofisik DAS. Dengan mengukur debit sungai, maka kondisi hidrologis suatu daerah aliran sungai (DAS) akan dapat diketahui. Informasi yang diperoleh dari pengukuran debit adalah (1) perbedaan debit tertinggi dan terendah, dan (2) perubahan debit harian. Informasi tersebut dapat menggambarkan kemampuan DAS dalam menyangga kejadian hujan deras. DAS yang baik mampu menampung curah hujan di atas rata-rata sekaligus menyediakan air saat kemarau panjang (Tanika, 2016).
Gambar 4. Hubungan Debit dan Curah Hujan
0 20 40 60 80 100 120 0
2 4 6 8
10 Curah hujan (mm/hari)
Debit(m3/detik)
Debit (m3/s) CH (mm)
Tabel 7. Data Tinggi Muka Air, Debit, dan Curah Hujan
Tanggal Pengamatan Tinggi Muka Air (m)
Debit (m3
Curah Hujan (mm) /s)
02 Juli 2018 0,2149 0,85 2,5
04 Juli 2018 0,2084 0,88 0,0
07 Juli 2018 0,2116 0,83 0,0
10 Juli 2018 0,2149 0,92 0,0
14 Juli 2018 0,2051 0,86 0,0
15 Juli 2018 0,2019 0,82 0,0
17 Juli 2018 0,1889 0,75 0,0
20 Juli 2018 0,1989 0,80 0,0
21 Juli 2018 0,1954 0,80 0,0
23 Juli 2018 0,1824 0,75 0,0
25 Juli 2018 0,1857 0,76 0,0
27 Juli 2018 0,2149 1,11 0,0
31 Juli 2018 0,2034 0,85 0,0
02 Agustus 2018 0,2187 1,03 0,0
04 Agustus 2018 0,2116 0,95 0,0
06 Agustus 2018 0,2018 0,83 0,0
08 Agustus 2018 0,2034 0,85 0,0
09 Agustus 2018 0,1988 0,80 0,0
14 Agustus 2018 0,2018 0,84 0,0
15 Agustus 2018 0,2034 0,86 0,0
20 Agustus 2018 0,2082 0,91 0,0
28 Agustus 2018 0,2065 0,89 0,0
29 Agustus 2018 0,2049 0,87 0,0
04 September 2018 0,2151 0,99 0,0
06 September 2018 0,2116 0,95 0,0
09 September 2018 0,2116 0,95 0,0
16 September 2018 0,2099 0,93 0,0
18 September 2018 0,2034 0,86 0,0
19 September 2018 0,2018 0,84 0,0
19 September 2018 0,2151 0,99 0,0
30 September 2018 0,2284 1,16 5,0
02 Oktober 2018 0,2368 1,25 1,5
06 Oktober 2018 0,2116 1,10 2,0
09 Oktober 2018 0,2473 1,52 25,5
13 Oktober 2018 0,2149 1,05 0,0
15 Oktober 2018 0,2214 1,23 55,0
24 Oktober 2018 0,2149 0,98 0,0
26 Oktober 2018 0,2149 0,97 47,0
28 Oktober 2018 0,2343 1,19 6,5
30 Oktober 2018 0,2278 1,06 0,0
02 Nopember 2018 0,2246 1,05 0,0
07 Nopember 2018 0,2214 1,03 0,0
11 Nopember 2018 0,2116 0,95 0,0
14 Nopember 2018 0,2214 1,03 15,5
14 Nopember 2018 0,3932 3,29 15,5
16 Nopember 2018 0,2927 1,78 39,5
16 Nopember 2018 0,3122 2,16 39,5
20 Nopember 2018 0,2797 1,47 0,5
28 Nopember 2018 0,2376 1,20 0,0
30 Nopember 2018 0,2343 1,16 0,0
Rata-rata 0,2207 1,06 5,1
Liku Kalibrasi (Rating Curve)
Tabel 8. Perbandingan Perhitungan Debit dengan Model Linier, Eksponensial, Berpangkat, Logaritmik, dan Polinomial.
No H (m) Q Qmodel
observasi
Linier Logaritmik Berpangkat Polinomial Eksponensial
1 0,21 0,85 0,991 1,008 0,978 0,981 0,966
2 0,21 0,88 0,914 0,915 0,919 0,920 0,919
3 0,21 0,83 0,952 0,961 0,948 0,950 0,942
4 0,21 0,92 0,991 1,008 0,978 0,981 0,966
5 0,21 0,86 0,875 0,866 0,889 0,889 0,896
6 0,20 0,82 0,837 0,818 0,861 0,860 0,875
7 0,19 0,75 0,684 0,616 0,752 0,746 0,792
8 0,20 0,80 0,802 0,773 0,835 0,833 0,855
9 0,20 0,80 0,761 0,719 0,806 0,802 0,832
10 0,18 0,75 0,607 0,510 0,701 0,691 0,753
11 0,19 0,76 0,646 0,565 0,727 0,719 0,772
12 0,21 1,11 0,991 1,008 0,978 0,981 0,966
13 0,20 0,85 0,854 0,840 0,874 0,873 0,884
14 0,22 1,03 1,036 1,062 1,014 1,018 0,995
15 0,21 0,95 0,951 0,960 0,947 0,949 0,942
16 0,20 0,83 0,836 0,817 0,861 0,859 0,874
17 0,20 0,85 0,854 0,840 0,874 0,873 0,884
18 0,20 0,80 0,801 0,772 0,835 0,833 0,854
19 0,20 0,84 0,836 0,817 0,861 0,859 0,874
20 0,20 0,86 0,854 0,840 0,874 0,873 0,884
21 0,21 0,91 0,911 0,911 0,917 0,918 0,918
22 0,21 0,89 0,892 0,887 0,902 0,903 0,906
23 0,20 0,87 0,873 0,864 0,888 0,888 0,895
24 0,22 0,99 0,993 1,010 0,980 0,983 0,968
25 0,21 0,95 0,951 0,960 0,947 0,949 0,942
26 0,21 0,95 0,951 0,960 0,947 0,949 0,942
27 0,21 0,93 0,931 0,936 0,932 0,933 0,930
28 0,20 0,86 0,854 0,840 0,874 0,873 0,884
29 0,20 0,84 0,836 0,817 0,861 0,859 0,874
30 0,22 0,99 0,993 1,010 0,980 0,983 0,968
31 0,23 1,16 1,150 1,193 1,107 1,113 1,072
32 0,24 1,25 1,249 1,302 1,191 1,198 1,143
33 0,21 1,10 0,952 0,961 0,948 0,950 0,942
34 0,25 1,52 1,373 1,434 1,301 1,309 1,239
35 0,21 1,05 0,991 1,008 0,978 0,981 0,966
36 0,22 1,23 1,067 1,098 1,039 1,044 1,016
37 0,21 0,98 0,991 1,008 0,978 0,981 0,966
38 0,21 0,97 0,991 1,008 0,978 0,981 0,966
39 0,23 1,19 1,219 1,270 1,166 1,173 1,121
40 0,23 1,06 1,143 1,185 1,101 1,107 1,067
41 0,22 1,05 1,105 1,142 1,070 1,075 1,041
42 0,22 1,03 1,067 1,098 1,039 1,044 1,016
43 0,21 0,95 0,952 0,961 0,948 0,950 0,942
44 0,22 1,03 1,067 1,098 1,039 1,044 1,016
45 0,39 3,29 3,093 2,842 3,342 3,282 3,791
46 0,29 1,78 1,908 1,946 1,833 1,837 1,754
47 0,31 2,16 2,138 2,142 2,090 2,087 2,037
48 0,28 1,47 1,755 1,808 1,671 1,678 1,588
49 0,24 1,20 1,258 1,313 1,199 1,207 1,150
50 0,23 1,16 1,219 1,270 1,166 1,173 1,121
Sumber : Hasil Perhitungan
32
Gambar 5. Kurva garis lengkung debit dengan Metode Linier, Berpangkat, Eksponensial, Logaritmik, dan Eksponensial.
Dengan menggunakan nilai parameter tinggi muka air dan debit sungai (Tabel 7) maka dibentuk kurva liku kalibrasi debit (Gambar 5) dengan menggunakan Persamaan 2. Beberapa alternatif persamaan yang dapat digunakan dalam analisis data hidrologi pada DAS Deli diantaranya adalah model regresi linier sederhana, fungsi eksponensial, fungsi logaritma, dan fungsi polinomial.
Dari persamaan tersebut, yang paling baik yaitu polinomial dengan persamaan sebagai berikut: Q = 18,97h2 + 1,372h - 0,190 dengan nilai R2 : 0,972. Dari
Q = 0,186e7,667h R² = 0,932
0,50 1,00 2,00 4,00
0,10 0,20 0,40
Debit(m3/detik)
Tinggi Muka Air (m)
Exponensial
Q = 11,79h - 1,543 R² = 0,961
0,50 1,00 2,00 4,00
0,10 0,20 0,40
Debit (m3/detik)
Tinggi Muka Air (m)
Linier
R² = 0,923
0,50 1,00 2,00
0,10 0,20 0,40
Debit (m3/detik)
Tinggi Muka Air (m)
Q = 3,036ln(h) + 5,676 R² = 0,923
0,50 1,00 2,00 4,00
0,10 0,20 0,40
Debit (m3/s)
Tinggi Muka Air (m)
Logaritmik
Q = 22,31h2,034 R² = 0,950
0,50 1,00 2,00 4,00
0,10 0,20 0,40
Debit (m3/detik)
Tinggi Muka Air (m)
Power Function
Q= 18,97h2+ 1,372h - 0,190 R² = 0,972
0,50 1,00 2,00 4,00
0,10 0,20 0,40
Debit (m3/detik)
Tinggi Muka Air (m)