• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum adalah kegiatan menyediakan tanah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum adalah kegiatan menyediakan tanah"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Tentang Pengadaan Tanah

Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak untuk kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

14

Pengadaan tanah untuk kepentingan umum wajib diselenggarakan oleh Pemerintah dan tanahnya selanjutnya dimiliki Pemerintah atau Pemerintah Daerah. Dalam hal instansi yang memerlukan pengadaan tanah untuk kepentingan umum adalah BUMN, tanahnya menjadi milikBUMN.

15

Pembangunan untuk kepentingan umum infrastruktur minyak, gas, dan panas bumi wajib diselenggarakan Pemerintah dan dapat bekerja sama dengan BUMN, Badan Usaha Milik Daerah, atau Badan Usaha Swasta.

16

Dalam kasus ini Pertamina sebagai BUMN yang memerlukan tanah dapat melakukan pengadaan tanah melalui prosedur pengadaan tanah untuk kepentingan umum (pembangunan infrastruktur minyak dan gas) bekerja sama dengan Pemerintah.

1. Pengertian Pengadaan Tanah

Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman, dan benda- benda yang yang berkaitan dengan tanah.

Latar Belakang pengadaan tanah adalah meningkatnya pembangunan untuk kepentingan umum yangg memerlukan tanah sehingga pengadaannya perlu dilakukan

14 Pasal 1 angka 2 dan 6 UU 2/2012

15 Pasal 11 UU 2/2012

16 Pasal 12 ayat (1) UU 2/2012

(2)

24

secara cepat dan transparan dengan tetap memperhatikan prinsip penghormatan terhadap hak-hak yang sah atas tanah. Pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan yang diatur dalam Keppres No: 55 tahun 1993 sudah tidak sesuai lagi sebagai landasan hukum dalam melaksanakan pembangunan untuk kepentingan umum.

Adapun persyaratan pengadaan tanah antara lain:

1. Hanya dapat dilakukan apabila berdasarkan rencana tata ruang wilayah yang ditetapkan terlebih dahulu.

2. Apabila belum ditetapkan rencana tata ruang wilayah, didasarkan pada rencana ruang wilayah atau kota yang telah ada.

3. Apabila tanah telah ditetapkan sebagai lokasi pelaksanaan pembangunan berdasarkan surat keputusan penetapan lokasi yang ditetapkan Gubernur/ Walikota / Bupati, maka bagi siapa saja yang akan melakukan pembelian tanah, terlebih dahulu harus memperoleh persetujuan tertulis dari Bupati/ Wali kota atau Gubernur sesuai dengan kewenangannya.

Memberikan pengertian tentang kepentingan umum bukanlah hal yang mudah. Selain karena sangat rentan karena penilaiannya sangat subektif juga terlalu abstrak untuk memahaminya. Sehingga apabila tidak diatur secara tegas akan melahirkan multi tafsir yang pasti akan berimbas pada ketidakpastian hukum dan rawan akan tindakan sewenang-wenang dari pejabat terkait.

Tapi hal ini dijawab dalam Perpres No 36 Tahun 2005 yang kemudian dirampingkan oeh Perpres 65 Tahun 2006 dimana telah ditentukan secara limitatif dan konkret pengertian dari kepentingan umum yaitu :

1. Jalan umum dan jalan tol, rel kereta api (di atas tanah, di ruang atas tanah, ataupun di

ruang bawah tanah), saluran air minum/air bersih, saluran pembuangan air dan

sanitasi;

(3)

25

2. Waduk, bendungan, bendungan irigasi dan bangunan pengairan lainnya;

3. Pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api, dan terminal;

4. Fasilitas keselamatan umum, seperti tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar, dan lain-lain bencana;

5. Tempat pembuangan sampah;

6. Cagar alam dan cagar budaya;

7. Pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik.

2.Dasar Hukum

A. UUPA No.5 Tahun 1960

Didalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa mempunyai fungsi yang amat penting untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur sebagai yang kita cita-citakan.

Dalam pada itu hukum Agraria yang berlaku sekarang ini, yang seharusnya merupakan salah satu alat yang penting untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur tersebut, ternyata bahkan sebaliknya, dalam banyak hal justru merupakan penghambat dari pada tercapainya cita-cita diatas.

17

Berhubung dengan itu maka perlu adanya hukum agraria baru yang nasional, yang akan mengganti hukum yang berlaku sekarang ini, yang tidak lagi bersifat dualisme, yang sederhana dan yang menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia.

17 Tinjauan umum Undang-Undang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960

(4)

26

Hukum agraria yang baru itu harus memberi kemungkinan akan tercapainya fungsi bumi, air dan ruang angkasa sebagai yang dimaksudkan diatas dan harus sesuai pula dengan kepentingan rakyat dan Negara serta memenuhi keperluannya, menurut permintaan zaman dalam segala soal agraria. Lain dari itu hukum agraria nasional harus mewujudkan penjelmaan dari pada azas kerokhanian, Negara dan cita-cita Bangsa, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Perikemanusiaan, Kebangsaan, Kerakyatan dan Keadilan Sosial serta khususnya harus merupakan pelaksanaan dari pada ketentuan dalam pasal 33 Undang-undang Dasar dan Garis-garis besar dari pada haluan Negara yang tercantum didalam Manifesto Politik Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1959 dan ditegaskan didalam Pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1960.

18

Berhubung dengan segala sesuatu itu maka hukum yang baru tersebut sendi-sendi dan ketentuan-ketentuan pokoknya perlu disusun didalam bentuk undang-undang, yang akan merupakan dasar bagi penyusunan peraturan-peraturan lainnya.

Sungguhpun undang-undang itu formil tiada bedanya dengan undang-undang lainnya - yaitu suatu peraturan yang dibuat oleh Pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat tetapi mengingat akan sifatnya sebagai peraturan dasar bagi hukum agraria yang baru, maka yang dimuat didalamnya hanyalah azas-azas serta soal-soal dalam garis besarnya saja dan oleh karenanya disebut Undang-Undang Pokok Agraria.

Adapun pelaksanaannya akan diatur didalam berbagai undang-undang, peraturan- peraturan Pemerintah dan peraturan-perundangan lainnya.

Demikianlah maka pada pokoknya tujuan Undang-undang Pokok Agraria ialah : a. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional, yang akan

merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi Negara dan rakyat, terutama rakyat tani, dalam rangka masyarakat yang adil dan

18 Ibid

(5)

27

makmur.

b. Meletakan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan

c. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hokum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.

19

Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah-air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia.Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasionalHubungan antara bangsa Indonesia dan bumi, air serta ruang angkasa termaksud dalam ayat (2) adalah hubungan yang bersifat abadi.Dalam pengertian bumi, selain permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi dibawahnya serta yang berada dibawah air.Dalam pengertian air termasuk baik perairan pedalaman maupun laut wilayah Indonesia.Yang dimaksud dengan ruang angkasa ialah ruang diatas bumi dan air tersebut pada ayat (4) dan (5).

20

Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk:

1. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;

2. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa,

19 Ibid.

20 Pasal 1 UUPA No.5 Tahun 1960

(6)

28

3. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan

perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut pada ayat (2) digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang merdeka berdaulat, adil dan makmur.Hak menguasai dari Negara tersebut diatas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah Swatantra dan masyarakat- masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah.

21

Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi.

22

Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum. Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada diatasnya, sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut Undang-undang ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang

21 Pasal 2 UUPA No.5 Tahun 1960

22 Pasal 3 UUPA No.5 Tahun 1960

(7)

29

lebih tinggi. Selain hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam ayat (1) ditentukan pula hak-hak atas air dan ruang angkasa.

23

Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undang-undang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.

24

Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.

25

Untuk tidak merugikan kepentingan umum maka pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan.

26

Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 diatur pengambilan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi, air dan ruang angkasa.

27

Hanya warga-negara Indonesia dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa, dalam batas-batas ketentuan pasal 1 dan 2. Tiap-tiap warga-negara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dari hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.

28

Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah pertanian pada azasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-cara pemerasan. Pelaksanaan dari pada ketentuan dalam ayat (1) pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan peraturan perundangan.Pengecualian terhadap azas tersebut pada ayat ( 1 ) pasal ini diatur dalam peraturan perundangan.Hubungan hukum antara orang, termasuk badan hukum, dengan bumi, air dan ruang angkasa serta

23 Pasal 4 UUPA No.5 Tahun 1960 24 Pasal 5 UUPA No.5 Tahun 1960 25 Pasal 6 UUPA No.5 Tahun 1960 26 Pasal 7 UUPA No.5 Tahun 1960 27 Pasal 8 UUPA No.5 Tahun 1960 28 Pasal 9 UUPA No.5 Tahun 1960

(8)

30

wewenang-wewenang yang bersumber pada hubungan hukum itu akan diatur, agar tercapai tujuan yang disebut dalam pasal 2 ayat (3) dan dicegah penguasaan atas kehidupan dan pekerjaan orang lain yang melampaui batas. Perbedaan dalam keadaan masyarakat dan keperluan hukum golongan rakyat dimana perlu dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional diperhatikan, dengan menjamin perlindungan terhadap kepentingan golongan yang ekonomis lemah. Segala usaha bersama.dalam lapangan agraria didasarkan atas kepentingan bersama dalam rangka kepentingan nasional, dalam bentuk koperasi atau bentuk-bentuk gotong-royong lainnya. Negara dapat bersama-sama dengan pihak lain menyelenggarakan usaha bersama dalam lapangan agraria.

29

Pemerintah berusaha agar supaya usaha-usaha dalam lapangan agraria diatur sedemikian rupa, sehingga meninggikan produksi dan kemakmuran rakyat sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ayat (3) serta menjamin bagi setiap warga-negara Indonesia derajat hidup yang sesuai dengan martabat manusia, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya. Pemerintah mencegah adanya usaha-usaha dalam lapangan agraria dari organisasi-organisasi dan perseorangan yang bersifat monopoli swasta. Usaha-usaha Pemerintah dalam lapangan agraria yang bersifat monopoli hanya dapat diselenggarakan dengan Undang-undang. Pemerintah berusaha untuk memajukan kepastian dan jaminan sosial, termasuk bidang perburuhan, dalam usaha-usaha dilapangan agraria. Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 2 ayat (2) dan (3) , pasal 9 ayat (2) serta pasal 10 ayat (1) dan (2) Pemerintah dalam rangka sosialisme Indonesia, membuat suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya:

a. untuk keperluan Negara,

29 Pasal 10,11 dan 12 UUPA No.5 Tahun 1960

(9)

31

b. untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya, sesuai dengan dasar

Ketuhanan Yang Maha Esa;

c. untuk keperluan pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial, kebudayaan dan lain- lain kesejahteraan;

d. untuk keperluan memperkembangkan produksi pertanian, peternakan dan perikanan serta sejalan dengan itu;

e. untuk keperluan memperkembangkan industri, transmigrasi dan pertambangan.

Berdasarkan rencana umum tersebut pada ayat (1) dan mengingat peraturan-peraturan yang bersangkutan, Pemerintah Daerah mengatur persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air serta ruang angkasa untuk daerahnya, sesuai dengan keadaan daerah masing- masing. Peraturan Pemerintah Daerah yang dimaksud dalam ayat (2) pasal ini berlaku setelah mendapat pengesahan, mengenai Daerah Tingkat I dari Presiden, Daerah Tingkat II dari, Gubernur/Kepala Daerah yang bersangkutan dan Daerah Tingkat III dari Bupati/Walikota/Kepala Daerah yang bersangkutan. Memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiap-tiap orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu, dengan memperhatikan pihak yang ekonomis lemah.

30

B. UU No.20 Tahun 1961

Dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 20 tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-hak Tanah dan/atauBenda-benda yang ada di atasnya (“UU No.20/1961”), Presiden dalam keadaan yang memaksa setelah mendengar Menteri Agraria, Menteri Kehakiman dan Menteri yang bersangkutan dapat mencabut hak-hak atas tanah dan/atau benda-benda yang ada diatasnya. Pencabutan hak-hak atas tanah dan benda-benda yang berada

30 Pasal 13,14 dan 15 UUPA No.5 Tahun 1960

(10)

32

diatasnya dapat dilakukan apabila tanah dan/atau benda-benda yang berada diatasnya dibutuhkan untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan Bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, demikian pula untuk kepentingan pembangunan.

Dalam pasal 2 UU No.20/1961, permintaan pencabutan hak-hak atas tanah dan/atau benda-benda yang berada diatasnya diajukan oleh pihak yang berkepentingan kepada Presiden dengan perantaraan Menteri Agraria (sekarang Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia), melalui Kepala Inspeksi Agraria(sekarang Kantor wilayah BPN Provinsi) disertai dengan:

1.rencana peruntukannya dan alasan-alasannya

2.keterangan mengenai nama yang berhak, beserta letak, luas, dan macam hak dari tanah yang akan dicabut haknya

3.rencana penampungan orang-orang yang haknya akan dicabut.

Proses pencabutan hak-hak atas tanah:

1.Setelah menerima pengajuan permintaan pencabutan hak atas tanah,Kantor wilayah BPN Provinsi meminta pertimbangan kepada Kepala Daerah untuk memberikan pertimbangan mengenai permintaan pencabutan hak atas tanah. Selain itu,Kantor wilayah BPN Provinsi juga meminta pertimbangan kepada panitia penaksir untuk menaksiran biaya ganti rugi.

2.Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 bulan, Kepala Derah harus sudah

menyampaikan pertimbangannya dan panitia penaksir sudah harus menyampaikan

taksiran besar ganti kerugian kepada Kantor wilayah BPN Provinsi. Setelah mendapat

pertimbangan dan tafsiran ganti kerugian Kantor wilayah BPN Provinsi

menyampaikan permintaan pencabutan hak atas tanah kepada Kepala Badan

Pertanahan Nasional Republik Indonesia.

(11)

33

3.Apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan Kepala Daerah dan panitia peaksir belum menyampaikan pertimbangannya, maka Kantor wilayah BPN Provinsi dapat menyampaikan permintaan pencabutan hak atas tanah kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia tanpa menunggu pertimbangan Kepala Daerah dan panitia penaksir.

4.Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia mengajukan permintaan pencabutan hak atas tanah tersebut kepada Presiden disertai dengan pertimbangan Menteri Kehakiman dan Menteri yang bersangkutan. Pengajuan pencabutan hak atas tanah harus segera dilaksanakan untuk mendapatkan keputusan Presiden mengenai pencabutan hak atas tanah.

C. UU No.12 Tahun 2012

Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah perlu menyelenggarakan pembangunan.

Salah satu upaya pembangunan dalam kerangka pembangunan nasional yang diselenggarakan Pemerintah adalah pembangunan untuk Kepentingan Umum.

Pembangunan untuk Kepentingan Umum tersebut memerlukan tanah yang pengadaannya dilaksanakan dengan mengedepankan prinsip yang terkandung di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan hukum tanah nasional, antara lain prinsip kemanusiaan, keadilan, kemanfaatan, kepastian, keterbukaan, kesepakatan, keikutsertaan, kesejahteraan, keberlanjutan, dan keselarasan sesuai dengan nilai-nilai berbangsa dan bernegara.

Hukum tanah nasional mengakui dan menghormati hak masyarakat atas tanah dan

benda yang berkaitan dengan tanah, serta memberikan wewenang yang bersifat publik

kepada negara berupa kewenangan untuk mengadakan pengaturan, membuat

(12)

34

kebijakan, mengadakan pengelolaan, serta menyelenggarakan dan mengadakan pengawasan yang tertuang dalam pokok-pokok Pengadaan Tanah sebagai berikut:

1. Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin tersedianya tanah untuk Kepentingan Umum dan pendanaannya.

2. Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum diselenggarakan sesuai dengan:

a. Rencana Tata Ruang Wilayah;

b. Rencana Pembangunan Nasional/Daerah;

c. Rencana Strategis; dan

d. Rencana Kerja setiap Instansi yang memerlukan tanah.

3. Pengadaan Tanah diselenggarakan melalui perencanaan dengan melibatkan semua pemangku dan pengampu kepentingan.

4. Penyelenggaraan Pengadaan Tanah memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pembangunan dan kepentingan masyarakat.

5. Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum dilaksanakan dengan pemberian Ganti Kerugian yang layak dan adil.

D.Perpres No.71 Tahun 2012

Dengan pertimbangan dalam rangka percepatan dan efektivitas penyelenggaraan

pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, Presiden Joko Widodo

(Jokowi) pada tanggal 28 Desember 2015 telah menandatangani Peraturan Presiden

Nomor 148 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 71

Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk

Kepentingan Umum. Dalam Perpres ini ditegaskan, Gubernur melaksanakan tahapan

kegiatan Persiapan Pengadaan Tanah setelah menerima dokumen perencanaan

Pengadaan Tanah dari Instansi yang memerlukan tanah. Dalam melaksanakan tahapan

(13)

35

kegiatan sebagaimana dimaksud, gubernur membentuk Tim Persiapan dalam waktu paling lama 2 (dua) hari kerja (sebelumnya 10 hari kerja) sejak dokumen perencanaan Pengadaan Tanah diterima secara resmi oleh Gubernur. “Tim Persiapan sebagaimana dimaksud melaksanakan pemberitahuan rencana pembangunan kepada masyarakat pada lokasi rencana pembangunan. Pemberitahuan rencana pembangunan sebagaimana dimaksud dilaksanakan dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja (sebelumnya 20 hari kerja) sejak dibentuknya Tim Persiapan,” bunyi Pasal 11 ayat (1,2) Perpres tersebut.

Pemberitahuan rencana pembangunan sebagaimana dimaksud yang ditandatangani oleh Ketua Tim Persiapan memuat informasi mengenai: a. maksud dan tujuan rencana pembangunan; b. letak tanah dan luas tanah yang dibutuhkan; c. tahapan rencana Pengadaan Tanah; d. perkiraan jangka waktu pelaksanaan Pengadaan Tanah; e.

perkiraan jangka waktu pelaksanaan Pembangunan; dan f. informasi lainnya yang

dianggap perlu. Surat Pemberitahuan rencana pembangunan itu disampaikan kepada

masyarakat pada rencana lokasi pembangunan melalui lurah/kepala desa atau nama lain

dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja (sebelumnya 20 hari kerja) sejak

ditandatanganinya surat pemberitahuan. Bukti penyampaian pemberitahuan melalui

surat sebagaimana dimaksud, menurut Perpres Nomor 148 Tahun 2015 ini, dibuat

dalam bentuk tanda terima dari perangkat kelurahan/desa atau nama lain. Adapun

penanganan keberatan oleh gubernur dilakukan paling lama 3 (tiga) hari kerja

(sebelumnya 14 hari kerja) sejak diterimanya keberatan. Sementara penetapan lokasi

pembangunan dilakukan oleh gubernur dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja

(sebelumya tidak ada batas waktu) sejak kesepakatan sebagaimana dimaksud, atau sejak

ditolaknya keberatan dari Pihak yang Keberatan. “Apabila jangka waktu sebagaimana

dimaksud telah habis dan penetapan lokasi belum diterbitkan, maka penetapan lokasi

dianggap telah disetujui,” bunyi Pasal 41 ayat (2) Perpres tersebut. Pengumuman Lokasi

(14)

36

Menurut Perpres ini, Pengumuman Penetapan Lokasi pembangunan sebagaimana dimaksud, dilakukan dengan cara: a. ditempatkan di kantor kelurahan/desa atau nama lain, kantor kecamatan, dan/atau kantor kabupaten/kota dan di lokasi pembangunan; dan b. diumumkan melalui media cetak dan/atau media elektronik. “Pengumuman Penetapan Lokasi pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan paling lambat 2 (dua) hari kerja (sebelumnya 3 hari kerja) sejak dikeluarkan Penetapan Lokasi pembangunan,” bunyi Pasal 46 ayat (2) Perpres ini. Pengumuman Penetapan Lokasi pembangunan sebagaimana dimaksud, menurut Perpres ini, dilakukan selama 7 (tujuh) hari kerja (sebelumnya 14 hari kerja). Perpres ini juga menegaskan, gubernur dapat mendelegasikan kewenangan pelaksanaan persiapan Pengadaan Tanah bagi pembangunan untuk Kepentingan Umum kepada bupati/wali kota berdasarkan pertimbangan efisiensi, efektivitas, kondisi geografis, sumber daya manusia, dan pertimbangan lainnya, dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja (sebelumnya tidak ada batas waktu) sejak diterimanya dokumen Perencanaaan Pengadaan Tanah. Dalam hal Gubernur mendelegasikan kewenangan kepada bupati/wali kota sebagaimana dimaksud, bupati/wali kota membentuk Tim Persiapan dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja (sebelumnya tidak ada batas waktu) sejak diterimanya pendelegasian.

Menurut Perpres ini, Pelaksanaan Pengadaan Tanah diselenggarakan oleh Menteri, dan

dilaksanakan oleh Kepala Kantor Wilayah BPN selaku Ketua Pelaksana Pengadaan

Tanah. Adapun penetapan Pelaksana Pengadaan Tanah dilakukan dalam waktu paling

lama 2 (dua) hari kerja (sebelumnya tidak ada batas waktu) sejak diterimanya

pengajuan Pelaksanaan Pengadaan Tanah. Ganti Kerugian Terkait Ganti Kerugian

dalam bentuk uang dalam pengadaan tanah, menurut Perpres Nomor 148 Tahun 2015

ini, dilakukan oleh Instansi yang memerlukan tanah berdasarkan validasi dari Ketua

Pelaksana Pengadaan Tanah atau pejabat yang ditunjuk. “Validasi dari Ketua Pelaksana

(15)

37

Pengadaan Tanah atau pejabat yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dilaksanakan dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja (sebelumnya tidak ada batas waktu) sejak berita acara kesepakatan bentuk Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud,” bunyi Pasal 76 ayat (2a) Perpres tersebut. Pemberian Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud, menurut Perpres ini, dilakukan dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja (sebelumnya tidak ada batas waktu) sejak penetapan bentuk Ganti Kerugian oleh Pelaksana Pengadaan Tanah. Perpres ini juga menegaskan, pengadaan tanah bagi pembangunan yang dilaksanakan oleh badan usaha swasta, dilakukan langsung dengan cara jual beli, tukar-menukar, atau cara lain yang disepakati oleh pihak yang berhak dengan badan usaha swasta. “Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal II ayat (4) Peraturan Presiden Nomor 148 Tahun 2015 yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada tanggal 28 Desember 2015 .

E.Peraturan Kepala BPN No.3 Tahun 2007

Landasan hukum pelaksanaan pengadaan tanah di Kabupaten Malang yaitu

Peraturan Kepala BPN No.3 Tahun 2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan

Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi

Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum sebagaimana telah

diubah dengan Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2006. Namun sebagai dasar

penetapan ganti rugi tanah dan/atau bangunan dan/atau tanaman diatasnya

mengacu pada Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No.1 Tahun

1994 tentang Ketentuan Pelaksanaan Keppres No.55 Tahun 1993 tentang

Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk

KepentinganUmum.

(16)

38

3. Prosedur Pelaksanaan Pengadaan Tanah

Berdasarkan penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum, instansi yang memerlukan tanah mengajukan pelaksanaan pengadaan tanah kepada Lembaga Pertanahan. Setelah penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum dilakukan, pihak yang berhak hanya dapat mengalihkan hak atas tanahnya kepada instansi yang memerlukan tanah melalui Lembaga Pertanahan. Beralihnya hak dilakukan dengan memberikan ganti kerugian yang nilainya ditetapkan saat nilai pengumuman penetapan lokasi.

31

Perlu diketahui bahwa pelaksanaan pengadaan tanah bagi kepentingan umum ini meliputi:

32

A.Pembentukan panitia pengadaan tanah

Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006, dibentuk Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota dengan Keputusan Bupati/Walikota atau Gubernur untuk wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Keanggotaan Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota paling banyak 9 (sembilan orang) dengan susunan sebagai berikut:

1. Sekretaris Daerah sebagai Ketua merangkap Anggota;

2. Pejabat dari unsur perangkat daerah setingkat eselon II sebagai Wakil Ketua merangkap Anggota;

3. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota atau pejabat yang ditunjuksebagai Sekretaris merangkap Anggota; dan

31 Pasal 27 ayat (1),(3) dan (4) UU 2/2012

32 Pasal 27 ayat (2) UU 2/2012

(17)

39

4. Kepala Dinas/Kantor/Badan di Kabupate/Kota yang terkait denganpelaksanaan

pengadaan tanah atau pejabat yang ditunjuk sebagai Anggota.

Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertugas :

1. memberikan penjelasan atau penyuluhan kepada masyarakat;

2. mengadakan penelitian dan inventarisasi atas bidang tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah, yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan;

3. mengadakan penelitian mengenai status hukum bidang tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan dan dokumen yang mendukungnya;

4. mengumumkan hasil penelitian dan inventarisasi sebagaimana dimaksud pada huruf b dan hurufc;

5. menerima hasil penilaian harga tanah dan/atau bangunan dan/atau tanaman dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah dari Lembaga atau Tim Penilai Harga Tanah dan pejabat yang bertanggung jawab menilai bangunan dan/atau tanaman dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah;

6. mengadakan musyawarah dengan para pemilik dan instansi pemerintah yang memerlukan tanah dalam rangka menetapkan bentuk dan/atau besarnya ganti rugi;

7. menetapkan besarnya ganti rugi atas tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan;

8. menyaksikan pelaksanaan penyerahan ganti rugi kepada para pemilik;

9. membuat berita acara pelepasan atau penyerahan hak;

10. mengadministrasikan dan mendokumentasikan semua berkas pengadaan tanah

dan menyerahkan kepada instansi pemerintah yang memerlukan tanah dan

Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota; dan

(18)

40

11. .menyampaikan permasalahan disertai pertimbangan penyelesaian pengadaan tanah kepada Bupati/Walikota atau Gubernur untuk wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta apabila musyawarah tidak tercapai kesepakatan untuk pengambilan keputusan.

12. Sekretariat Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota berkedudukan di Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.

Dalam hal tanah yang diperlukan bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum, terletak di 2 (dua) kabupaten/kota atau lebih dalam 1 (satu) provinsi, dibentuk Panitia Pengadaan Tanah Provinsi dengan Keputusan Gubernur.

Keanggotaan Panitia Pengadaan Tanah Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling banyak 9 (sembilan) orang dengan susunan sebagai berikut : .

1. Sekretaris Daerah sebagai Ketua merangkap Anggota;

2. Pejabat daerah di Provinsi yang ditunjuk setingkat eselon II sebagai Wakil Ketua merangkap Anggota;

3. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi atau pejabat yang ditunjuk sebagai Sekretaris merangkap Anggota; dan

4. Kepala Dinas/Kantor/Badan di Provinsi yang terkait dengan pelaksanaan pengadaan tanah atau pejabat yang ditunjuk sebagai Anggota.

Panitia Pengadaan Tanah Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),bertugas:

1. memberikan pengarahan, petunjuk dan pembinaan bagi pelaksanaan pengadaan tanah di kabupaten/kota;

2. b.mengkoordinasikan dan memaduserasikan pelaksanaan pengadaan tanah di

kabupaten/kota;

(19)

41

3. memberikan pertimbangan kepada Gubernur untuk pengambilan keputusan penyelesaian bentuk dan/atau besarnya ganti rugi yang diajukan oleh Bupati/Walikota; dan

4. melakukan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan pengadaan tanah di kabupaten/kota.

Sekretariat Panitia Pengadaan Tanah Provinsi berkedudukan di Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi.

Dalam hal tanah yang diperlukan bagi pelaksanaan pembangunan terletak di 2 (dua) provinsi atau lebih, dibentuk Panitia Pengadaan Tanah Nasional dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri.Keanggotaan Panitia Pengadaan Tanah Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling banyak 9 (sembilan) orang dengan susunan sebagai berikut :

1. Sekretaris Jenderal pada Departemen Dalam Negeri sebagai Ketua merangkap Anggota;

2. Pejabat eselon I pada Departemen Pekerjaan Umum sebagai Wakil Ketua merangkap Anggota;

3. Pejabat eselon I pada Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia yang ditunjuk sebagai Sekretaris merangkap Anggota:

4. Direktur Jenderal/ Asisten Menteri/Deputi pada instansi yang terkait dengan pelaksanaan pengadaan tanah sebagai Anggota;

5. Gubernur yang bersangkutan atau pejabat yang ditunjuk setingkat eselon II sebagai Anggota; dan

6. Bupati/Walikota yang bersangkutan atau pejabat yang ditunjuk setingkat eselon II sebagai Anggota.

Panitia Pengadaan Tanah Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (I), bertugas:

(20)

42

1. memberikan pengarahan, petunjuk dan pembinaan bagi pelaksanaan

pengadaan tanah di provinsi dan/atau di kabupaten/kota;

2. mengkoordinasikan dan memaduserasikan pelaksanaan pengadaan tanah di provinsi dan/atau di kabupaten/kota;

3. menentukan dan/atau menetapkan Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota untuk melaksanakan tugas pengadaan tanah di kabupaten/kota masing-masing:

4. memberikan pertimbangan kepada Menteri Dalam Negeri dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia untuk pengambilan keputusan penyelesaian bentuk dan/atau besarnya ganti rugi yang diajukan oleh Bupati/Walikota atau Gubernur: dan

5. melakukan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan pengadaan tanah di provinsi dan/atau di kabupaten/kota.

Sekretariat Panitia Pengadaan Tanah Nasional berkedudukan di Kantor Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia di Jakarta.

Untuk keperluan pengadaan tanah bagi satu kesatuan pembangunan untuk kepentingan umum dalam 1 (satu) tahun anggaran atau lebih (multi years), cukup dibentuk dan dilaksanakan oleh 1 (satu) Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota.Dalam hal di wilayah kabupaten/kota dilaksanakan lebih dari 1 (satu) jenis kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum dalam I (satu) tahun anggaran, Bupati/Walikota atau Gubernur untuk wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta membentuk 1 (satu) atau lebih Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota.

Pengadaan tanah di kabupaten/kota atau di 2 (dua) atau lebih kabupaten/kota dalam 1

(satu) provinsi atau di lebih dari 1 (satu) provinsi dilaksanakan oleh panitia

pengadaan tanah sesuai dengan tugas dan lingkup wilayahnya, dengan

memperhatikan Pasal 15 ayat (3) dan Pasal 16 ayat (3).

(21)

43

B.Penyuluhan

Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota bersama instansi pemerintah yang memerlukan tanah melaksanakan penyuluhan untuk menjelaskan manfaat, maksud dan tujuan pembangunan kepada masyarakat serta dalam rangka memperoleh kesediaan dari para pemilik.Penyuluhan dilaksanakan di tempat yang ditentukan dalam surat undangan yang dibuat oleh Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota, dan dalam pelaksanaannya dipandu Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota.

Dalam hal penyuluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):

1. diterima oleh masyarakat, dilanjutkan dengan kegiatan pengadaan tanah;

2. tidak diterima oleh masyarakat, Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota melakukan penyuluhan kembali.

Dalam hal penyuluhan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b

1. tetap tidak diterima oleh 75% (tujuh puluh lima persen) dari para pemilik tanah, sedangkan lokasinya dapat dipindahkan, instansi pemerintah yang memerlukan tanah mengajukan alternatif lokasi lain;

2. tetap tidak diterima oleh masyarakat, sedangkan lokasinya tidak dapat dipindahkan ke lokasi lain sebagaimana kriteria yang dimaksud dalam Pasal 39, maka Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota mengusulkan kepada Bupati/Walikota atau Gubernur untuk wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta untuk menggunakan ketentuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-hak Atas Tanah Dan Benda-benda Yang Ada Di Atasnya.

Hasil pelaksanaan penyuluhan dituangkan dalam Berita Acara hasil Penyuluhan.

C.Identifikasi dan Inventarisasi

(22)

44

Dalam hal rencana pembangunan diterima masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) huruf a, maka Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota melakukan identifikasi dan inventarisasi atas penguasaan, penggunaan dan pemilikan tanah dan/atau bangunan dan/atau tanaman dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah.

Identifikasi dan inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi kegiatan :

1. penunjukan batas;

2. pengukuran bidang tanah dan/atau bangunan;

3. pemetaan bidang tanah dan/atau bangunan dan keliling batas bidang tanah;

4. penetapan batas-batas bidang tanah dan/atau bangunan;

5. pendataan penggunaan dan pemanfaatan tanah;

6. pendataan status tanah dan/atau bangunan;

7. pendataan penguasaan dan pemilikan tanah dan/atau bangunan dan/atau tanaman;

8. pendataan bukti-bukti penguasaan dan pemilikan tanah dan/atau bangunan dan/atau tanaman; dan

9. lainnya yang dianggap perlu.

Dalam hal obyek yang diidentifikasi dan diinventarisasi tidak dapat dilakukan

dengan efektif oleh Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota, maka dapat dibentuk

satuan-satuan tugas guna membantu tugas Panitia Pengadaan Tanah

Kabupaten/Kota.Satuan-satuan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk

dan ditetapkan oleh Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota.Hasil pelaksanaan

identifikasi dan inventarisasi yang di lakukan oleh satuansatuan tugas sebagaimana

(23)

45

dimaksud pada ayat (l) merupakan tanggung jawab Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota.

Dalam hal identifikasi dan inventarisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) dilakukan oleh satuan-satuan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1), maka pemilihan satuan tugas didasarkan atas kesesuaian antara keahlian anggota satuan tugas dengan tugas yang akan dilaksanakan.

Hasil pelaksanaan identifikasi dan inventarisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf b dan huruf c dituangkan dalam bentuk Peta Bidang Tanah.Hasil pelaksanaan identifikasi dan inventarisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf e sampai dengan huruf h dituangkan dalam bentuk Daftar yang memuat:

1. Nama Pemegang Hak Atas Tanah;

2. Status Tanah dan dokumennya;

3. Luas Tanah;

4. Pemilikan dan/atau Penguasaan Tanah dan/atau bangunan dan/atau bendabenda 5. lain yang berkaitan dengan tanah;

6. Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah;

7.Pembebanan Hak Atas Tanah; dan 8.Keterangan lainnya.

Peta Bidang Tanah dan Daftar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat, oleh

Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota diumumkan di Kantor Desa/Kelurahan,

Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota, melalui website selama 7 (tujuh) hari, dan/atau

melalui mass media paling sedikit 2 (dua) kali penerbitan guna memberikan

kesempatan bagi pihak yang berkepentingan untuk mengajukan keberatan.Dalam

(24)

46

hal terdapat keberatan, Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota meneliti dan menilai keberatan tersebut, dan apabila:

1. keberatannya dapat dipertanggungjawabkan, maka Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota melakukan perubahan/ koreksi sebagaimana mestinya;

2. keberatannya tidak dapat dipertanggungjawabkan, maka Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota melanjutkan proses pengadaan tanah.

Apabila keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mengenai sengketa kepemilikan, dan atau penguasaan/ penggunaan atas tanah dan/atau bangunan dan/atau tanaman dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah, Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota mengupayakan penyelesaian melalui musyawarah.Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak menghasilkan penyelesaian, Panitia Pengadaan Tanah Kabupeten/Kota menyarankan kepada para pihak untuk menyelesaikan melalui lembaga peradilan, dan mencatan sengketa atau perkara tersebut di dalam Peta Bidang Tanah dan Daftar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).Setelah sengketa atau perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dicatat, Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota melanjutkan proses pengadaan tanah.

Setelah jangka waktu pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3) berakhir, Peta dan Daftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dan ayat (2) disahkan oleh seluruh anggota Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota, dengan diketahui oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota, Kepala Desa/Lurah dan Camat, dan/atau pejabat yang terkait dengan bangunan dan/atau tanaman.

D.Penunjukan lembaga/Tim penilai harga tanah

(25)

47

Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota menunjuk Lembaga Penilai Harga Tanah yang telah ditetapkan oleh Bupati/Walikota atau Gubernur untuk wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta untuk menilai harga tanah.Lembaga Penilai Harga Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (I), adalah lembaga yang sudah mendapat lisensi dari Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.

Dalam hal di kabupaten/kota atau di sekitar kabupaten/kota yang bersangkutan belum terdapat Lembaga Penilai Harga Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Bupati/Walikota atau Gubernur untuk wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta membentuk Tim Penilai Harga Tanah.Keanggotaan Tim Penilai Harga Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (I) terdiri dari :

1. unsur instansi yang membidangi bangunan dan/atau tanaman;

2. unsur instansi pemerintah pusat yang membidangi Pertanahan Nasional;

3. unsur instansi Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan;

4. Ahli atau orang yang berpengalaman sebagai penilai harga tanah;

5. Akademisi yang mampu menilai harga tanah dan/atau bangunan dan/atau tanaman dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah

Keanggotaan Tim Penilai Harga Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila diperlukan dapat ditambah unsur Lembaga Swadaya Masyarakat.

E.Penilaian

Penilaian harga tanah yang terkena pembangunan untuk kepentingan umum dilakukan oleh Lembaga Penilai Harga Tanah atau Tim Penilai Harga Tanah.

Penilaian harga tanah dilakukan oleh Tim Penilai Harga Tanah, dalam hal tidak

terdapat Lembaga Penilai Harga Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat

(1).Tim Penilai Harga Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan

(26)

48

penilaian harga tanah berdasarkan pada Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) atau nilai nyata/sebenarnya dengan memperhatikan NJOP tahun berjalan, dan dapat berpedoman pada variabel-variabel sebagai berikut :

1. lokasi dan letak tanah;

2. status tanah;

3. peruntukan tanah;

4. kesesuaian penggunaan tanah dengan rencana tata ruang wilayah atau perencanaan ruang wilayah atau kota yang telah ada;

5. sarana dan prasarana yang tersedia; dan

6. faktor lainnya yang mempengaruhi harga tanah.

Penilaian harga bangunan dan/atau tanaman dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah dilakukan oleh Kepala Dinas/Kantor/Badan di Kabupaten/Kota yang membidangi bangunan dan/atau tanaman dan/atau bendabenda lain yang berkaitan dengan tanah, dengan berpedoman pada standar harga yang telah ditetapkan peraturan perundang-undangan. Hasil penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dan Pasal 29 diserahkan kepada Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota, untuk dipergunakan sebagai dasar musyawarah antara instansi pemerintah yang memerlukan tanah dengan para memilik.

F.Musyawarah

Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota menetapkan tempat dan tanggal musyawarah dengan mengundang instansi pemerintah yang memerlukan tanah dan para pemilik untuk musyawarah mengenai :

1. rencana pembangunan untuk kepentingan Umum di lokasi tersebut; dan

2. bentuk dan/atau besarnya ganti rugi.

(27)

49

Undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib telah diterima instansi pemerintah yang memerlukan tanah dan para pemilik paling lambat 3 (tiga) hari sebelum tanggal pelaksanaan musyawarah. Musyawarah bentuk dan/atau besarnya ganti rugi berpedoman pada :

1. kesepakatan para pihak;

2. hasil penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30; dan 3. tenggat waktu penyelesaian proyek pembangunan.

Musyawarah pada asasnya dilaksanakan secara langsung dan bersama-sama antara instansi pemerintah yang memerlukan tanah dengan para pemilik yang sudah terdaftar dalam Peta dan Daftar yang telah disahkan sebagaimana dimaksud daIam Pasal 24. Musyawarah dipimpin oleh Ketua Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota.Jika Ketua Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berhalangan, maka musyawarah dipimpin oleh Wakil Ketua.

(4) Dalam hal tanah, dan/atau bangunan, dan/atau tanaman dan/atau bendabenda lain yang berkaitan dengan tanah yang diperlukan bagi pembangunan :

1. menjadi obyek sengketa di pengadilan maka musyawarah dilakukan dengan para pihak yang bersengketa;

2. merupakan hak bersama, musyawarah dilakukan dengan seluruh pemegang hak;

3. merupakan harta benda wakaf, musyawarah dilakukan dengan pihak sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan tentang wakaf.

Dalam hal jumlah pemilik tidak memungkinkan terselenggaranya musyawarah

secara langsung, bersama-sama dan efektif, musyawarah dapat dilaksanakan secara

bertahap. Dalam hal musyawarah secara langsung dan bersama-sama sebagaimana

(28)

50

dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) atau secara bertahap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemilik tidak dapat hadir, dapat mewakilkan kepada orang lain dengan surat kuasa notariil atau dibawah tangan yang diketahui oleh Kepala Desa/Lurah atau yang setingkat dengan itu dan Camat.Penerima kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), atas nama pemberi kuasa berwenang mengambil keputusan untuk mengajukan usul, pendapat, keinginan, dan menerima atau menolak bentuk dan/atau besarnya ganti rugi, jika dicantumkan secara tegas dalam Surat Kuasa dimaksud.Untuk melindungi para pemilik, seorang penerima kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya dapat menerima kuasa dari 1 (satu) orang pemilik.

Musyawarah rencana pembangunan untuk kepentingan umum di lokasi tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf a dianggap telah tercapai kesepakatan, apabila paling sedikit 75% (tujuh puluh lima persen), dari:

1. luas tanah yang diperlukan untuk pembangunan telah diperoleh, atau 2. jumlah pemilik telah menyetujui bentuk dan/atau besarnya ganti rugi.

Dalam hal musyawarah rencana pembangunan untuk kepentingan umum di lokasi tersebut jumlahnya kurang clari 75% (tujuh puluh lima persen), maka Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota mengusulkan kepada instansi pemerintah yang memerlukan tanah untuk memindahkan ke lokasi lain.Dalam hal lokasi pembangunan tidak dapat dipindahkan ke lokasi lain sebagaimana kriteria yang dimaksud dalam Pasal 39, maka Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota melanjutkan kegiatan pengadaan tanah.

Pemilik tanah yang belum bersepakat mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti rugi,

dan jumlahnya 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah pemilik/luas tanah, Panitia

Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota mengupayakan musyawarah kembali sampai

tercapai kesepakatan bentuk dan/atau besarnya ganti rugi .

(29)

51

Musyawarah untuk menetapkan bentuk dan/atau besarnya ganti rugi dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 120 (seratus dua puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal undangan musyawarah pertama terhadap lokasi pembangunan yang tidak dapat dialihkan yang kriterianya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39.Apabila lokasi pembangunan tidak dapat dipindahkan secara teknis tata ruang, rencana pembangunan telah diperoleh persetujuan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) huruf a dan kesepakatan lokasi pembangunan telah tercapai 75% (tujuh puluh lima persen) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, serta jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat(1) berakhir, maka instansi pemerintah yang memerlukan tanah menyerahkan ganti rugi kepada pemilik dan dibuatkan Berita Acara Penyerahan Ganti Rugi atau Berita Acara Penawaran Penyerahan Ganti Rugi.Apabila pemilik tetap menolak penyerahan ganti rugi atau tidak menerima penawaran penyerahan ganti rugi, maka setelah melewati 120 (seratus dua puluh) hari Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota membuat Berita Acara Penyerahan Ganti Rugi.Jika pemilik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tetap menolak, maka berdasarkan Berita Acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3),Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota memerintahkan agar instansi pemerintah yang memerlukan tanah menitipkan uang ganti rugi ke pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi lokasi tanah bagi pelaksanaan pembangunan.

Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota membuat Berita Acara Hasil Pelaksanaan

Musyawarah Lokasi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dan Penetapan

Bentuk dan/atau Besarnya Ganti Rugi yang ditandatangani oleh seluruh anggota

Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota, instansi pemerintah yang memerlukan

tanah dan para pemilik.

(30)

52

G.Lokasi Pembangunan yang tidak dapat dipindahkan

Lokasi pembangunan untuk kepentingan umum tidak dapat dipindahkan secara teknis tata ruang ke tempat atau lokasi lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (4) huruf b, Pasal 35 ayat (2) dan Pasal 37 ayat (I), apabila:

1. berdasarkan aspek historis, klimatologis, geografis, geologis dan topografis tidak ada di lokasi lain;

2. dipindahkan ke lokasi lain memerlukan pengorbanan, kerugian, dan biaya yang lebih atau sangat besar;

3. rencana pembangunan tersebut sangat diperlukan dan lokasi tersebut merupakan lokasi terbaik dibandingkan lokasi lain atau tidak tersedia lagi lokasi yang lain; dan/atau

4. tidak di lokasi tersebut dapat menimbulkan bencana yang mengancam keamanan dan keselamatan masyarakat yang lebih luas.

H.Keputusan panitia pengadaan tanah Kab./Kota

Berdasarkan Berita Acara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) dan

ayat (3) serta Pasal 38, Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota menerbitkan

keputusan mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti rugi dan Daftar Nominatif

Pembayaran Ganti Rugi. Daftar Nominatif harus memuat nama pemilik, hak yang

dilepaskan atau diserahkan, luas tanah/bangunan, jumlah tanaman, bentuk dan/atau

besarnya ganti rugi yang diterima, bentuk dan besarnya ganti rugi yang dititipkan,

tanda tangan pemilik dan Pimpinan Proyek dari instansi pemerintah yang

memerlukan tanah, serta Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota sebagai

saksi.Keputusan sebagaimana dimaksud pad a ayat (1), oleh Panitia Pengadaan

Tanah Kabupaten/Kota disampaikan kepada instansi pemerintah yang memerlukan

(31)

53

tanah, dengan tembusan disampaikan kepada Bupati/Walikota atau Gubernur untuk wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.Dalam hal tanah yang diperlukan bagi pelaksanaan pembangunan merupakan tanah instansi pemerintah, keputusan penetapan bentuk dan/atau besarnya ganti rugi dilakukan berdasarkan tata cara yang diatur dalam peraturan perundangan-undangan tentang perbendaharaan negara.

Pemilik yang keberatan terhadap keputusan penetapan bentuk dan/atau besarnya

ganti rugi yang diterbitkan Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1), dapat mengajukan keberatan kepada

Bupati/Walikota atau Gubernur atau Menteri Dalam Negeri sesuai kewenangannya

disertai dengan penjelasan mengenai sebab-sebab dan alas an keberatannya dalam

waktu paling lama 14 (empat belas) hari.Bupati/Walikota sesuai kewenangannya

memberikan putusan penyelesaian atas keberatan pemilik sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari. Gubernur sesuai

kewenangannya memberikan putusan penyelesaian atas keberatan pemilik

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal pengadaan tanah bagi pelaksanaan

pembangunan untuk kepentingan umum di Wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota

Jakarta atau pengadaan tanah di 2 (dua) atau lebih kabupaten/kota dalam 1 (satu)

provinsi dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari. Menteri Dalam Negeri sesuai

kewenangannya memberikan putusan penyelesaian atas keberatan pemilik

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal pengadaan tanah guna pelaksanaan

pembangunan untuk kepentingan umum di 2 (dua) atau lebih provinsi dalam waktu

paling lama 30 (tiga puluh) hari.Bupati/Walikota atau Gubernur atau Menteri Dalam

Negeri sesuai kewenangannya sebelum memberikan putusan penyelesaian bentuk

(32)

54

dan/atau besarnya ganti rugi dapat meminta pertimbangan atau pendapat/keinginan dari:

1. pemilik yang mengajukan keberatan atau kuasanya;

2. Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota; dan/atau 3. Instansi pemerintah yang memerlukan tanah.

Keputusan Bupati/Walikota atau Gubernur atau Menteri Dalam Negeri yang mengukuhkan atau mengubah bentuk dan/atau besarnya ganti rugi disampaikan kepada pemilik yang mengajukan keberatan, instansi pemerintah yang memerlukan tanah, dan Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota. Keputusan Bupati/Walikota atau Gubernur atau Menteri Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (6) berlaku sebagai dasar pembayaran ganti rugi bagi pemilik yang mengajukan keberatan.

Apabila upaya penyelesaian yang ditempuh Bupati/Walikota atau Gubernur atau Menteri Dalam Negeri tetap tidak diterima oleh pemilik dan lokasi pembangunan yang bersangkutan tidak dapat dipindahkan, maka Bupati/Walikota atau Gubernur atau Menteri Dalam Negeri sesuai kewenangan mengajukan usul penyelesaian dengan cara pencabutan hak atas tanah berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-hak Atas Tanah Dan Benda-benda Yang Ada Di Atasnya.

I.Pembayaran Ganti Rugi

yang berhak atas ganti rugi adalah:

1. pemegang hak atas tanah atau yang berhak sesuai dengan peraturan perundang-undangan; atau

2. nazhir bagi harta benda wakaf.

(33)

55

Dalam hal tanah hak pakai atau hak guna bangunan di atas tanah hak milik atau di atas tanah hak pengelolaan, yang berhak atas ganti rugi adalah pemegang hak milik atau pemegang hak pengelolaan.Ganti rugi atas bangunan dan/atau tanaman dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah di atas tanah hak pakai atau tanah hak guna bangunan yang diberikan di atas tanah hak milik atau tanah hak pengelolaan diberikan kepada pemilik bangunan dan/atau tanaman dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah.

Berdasarkan keputusan mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) atau Pasal 41 ayat (6) dan ayat (7), Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota memerintahkan kepada instansi yang memerlukan tanah untuk melakukan pembayaran ganti rugi kepada yang berhak atas ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 dalam jangka waktu:

1. paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal keputusan tersebut ditetapkan apabila bentuk ganti rugi berupa uang; atau

2. yang disepakati pemilik dengan instansi pemerintah yang memerlukan tanah apabila ganti rugi dalam bentuk selain uang.

Dalam hal ganti rugi diberikan dalam bentuk uang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota mengundang para pihak yang berhak atas ganti rugi untuk menerima ganti rugi sesuai dengan yang telah disepakati, pada waktu dan tempat yang ditentukan.Undangan untuk menerima ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus sudah diterima yang berhak paling lambat 3 (tiga) hari sebelum tanggal pembayaran ganti rugi.

Ganti rugi dalam bentuk selain uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1)

huruf b diberikan dalam bentuk:

(34)

56

1. tanah dan/atau bangunan pengganti atau pemukiman kembali, sesuai yangdikehendaki pemilik dan disepakati instansi pemerintah yang memerlukan tanah;

2. tanah dan/atau bangunan dan/atau fasilitas lainnya dengan nilai paling kurang sama dengan harta benda wakaf yang dilepaskan, bagi harta benda wakaf;

3. recognisi berupa pembangunan fasilitas umum atau bentuk lain yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakant setempat, untuk tanah ulayat; atau

4. sesuai keputusan pejabat yang berwenang, untuk tanah Instansi Pemerintah atau Pemerintah Daerah.

Ganti rugi dalam bentuk uang, dibayarkan secara langsung oleh instansi pemerintah yang memerlukan tanah kepada yang berhak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, disaksikan oleh Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota.Dalam hal yang berhak atas ganti rugi dikuasakan kepada orang lain, surat kuasa untuk menerima ganti rugi harus dibuat dalam bentuk notariil dan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi atau bagi daerah yang terpencil surat kuasa dibuat secara tertulis dan diketahui oleh Kepala Desa/Lurah atau yang setingkat dengan itu dan Camat.Untuk melindungi kepentingan yang berhak atas ganti rugi, seorang penerima kuasa hanya dapat menerima kuasa dari 1 (satu) orang yang berhak atas ganti rugi.

Setelah menerima undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2), pihak

yang berhak atas ganti rugi tidak hadir, Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota

mengundang kembali pihak tersebut untuk menerima pembayaran ganti rugi pada

waktu yang ditetapkan.Apabila pihak yang berhak atas ganti rugi setelah diundang

secara patut dan telah 3 (tiga) kali diundang yang bersangkutan tetap tidak hadir,

dianggap tidak berkeberatan atas ganti rugi yang telah disepakati.Apabila

ketidakhadiran pihak yang berhak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disebabkan

(35)

57

sakit, bencana alam, atau keadaan yang memaksa lainnya maka instansi pemerintah yang memerlukan tanah bersama Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota menyerahkan ganti rugi secara langsung di tempat pemilik itu berada.

J.Penitipan Ganti Rugi

Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota memerintahkan kepada instansi pemerintah yang memerlukan tanah untuk menitipkan ganti rugi uang ke pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi letak tanah bagi pelaksanaan pembangunan dalam hal:

1. yang berhak atas ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) tidak diketahui keberadaannya;

2. tanah, bangunan, tanaman dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah, sedang menjadi obyek perkara di pengadilan dan belum memperoleh putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap;

3. masih dipersengketakan kepemilikannya dan belum ada kesepakatan penyelesaian dari para pihak; dan

4. tanah, bangunan, tanaman dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah, sedang diletakkan sita oleh pihak yang berwenang.

Untuk dapat menitipkan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Pasal 37 ayat (4), instansi pemerintah yang memerlukan tanah mengajukan permohonan penetapan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi letak tanah bagi pelaksanaan pembangunan.Permohonan penetapan penitipan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dengan melampirkan:

1. nama yang berhak atas ganti rugi yang ganti ruginya dititipkan;

(36)

58

2. undangan penerimaan pembayaran ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 44 ayat (2); dan 3. surat-surat :

a) Berita Acara Penyerahan Ganti Rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) atau ayat (3);

b) Berita Acara Hasil Pelaksanaan Musyawarah Lokasi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dan Penetapan Bentuk dan/atau Besarnya Ganti Rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38;

c) Keputusan Bupati/Walikota atau Gubernur atau Menteri Dalam Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (7);

d) Keterangan dan alasan hukum penitipan ganti rugi; dan

e) Surat-surat lain yang berhubungan dengan penitipan ganti rugi.

K.Pelepasan Hak

Bersamaan dengan pembayaran dan penerimaan ganti rugi dalam bentuk uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) huruf a:

1. instansi pemerintah yang memerlukan tanah membuat tanda terima pembayaran ganti rugi;

2. yang berhak atas ganti rugi membuat surat pernyataan pelepasan/penyerahan hak atas tanah atau penyerahan tanah dan/atau bangunan dan/atau tanaman dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah;

3. Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota membuat Berita Acara Pembayaran

Ganti Rugi dan Pelepasan Hak Atas Tanah atau Penyerahan Tanah

(37)

59

Dalam hal ganti rugi dalam bentuk selain uang. maka apabila yang berhak atas ganti rugi telah menandatangani kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) huruf b dan Pasal 45, dilanjutkan dengan penandatanganan surat pernyataan pelepasan/penyerahan hak atas tanah atau penyerahan tanah dan/atau bangunan dan atau tanaman dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah untuk kepentingan instansi pemerintah yang memerlukan tanah. Dalam hal tanah yang diperlukan bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum merupakan harta benda wakaf maka pelepasan/penyerahan untuk kepentingan instansi pemerintah yang memerlukan tanah baru dapat dilakukan setelah mendapat ijin tertulis dari Pejabat atau Lembaga yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan tentang wakaf.

Pada saat pembuatan surat pernyataan pelepasan/penyerahan hak atas tanah atau penyerahan tanah, yang berhak atas ganti rugi wajib menyerahkan dokumen asli kepada Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota, berupa :

1. sertipikat hak atas tanah dan/atau dokumen asli pemilikan dan penguasaan tanah;

2. akta-akta perbuatan hukum lainnya yang berkaitan dengan tanah yang bersangkutan;

3. akta-akta lain yang berhubungan dengan tanah yang bersangkutan; dan

4. Surat Pernyataan yang diketahui oleh Kepala Desa/Lurah setempat atau yang setingkat dengan itu yang menyatakan bahwa tanah tersebut pada huruf a benar kepunyaan yang bersangkutan.

Jika dokumen asli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ada atau hilang, pihak yang berhak atas ganti rugi wajib melampirkan:

1. Surat Keterangan dari kepolisian setempat; dan/atau

(38)

60

2. Berita Acara Sumpah yang dibuat dihadapan Kepala Kantor Pertanahan

Kabupaten/Kota bagi tanah yang sudah terdaftar; dan/atau

3. Surat Pernyataan yang menyatakan bahwa tanah tersebut adalah kepunyaannya dan tidak dalam keadaan sengketa yang diketahui oleh Kepala Desa/Lurah setempat atau yang setingkat dengan itu.

Yang berhak atas ganti rugi bertanggung jawab atas segala kerugian dan tuntutan hukum terhadap kebenaran dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).

Berdasarkan surat pernyataan pelepasan/penyerahan hak atas tanah atau penyerahan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, Pasal 50 dan/atau Penetapan Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 :

1. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota mencatat hapusnya hak atas tanah yang dilepaskan atau diserahkan pada buku tanah, sertipikat, dan daftar umum pendaftaran tanah lainnya;

2. dalam hal tanah yang diserahkan belum bersertipikat, pada asli surat-surat tanah yang bersangkutan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dicatat bahwa hak atas tanah tersebut telah diserahkan atau dilepaskan, untuk dicatat pada Daftar Tanah;

3. dalam hal tanah yang diserahkan belum bersertipikat, pada buku-buku administrasi di Desa yang bersangkutan dicatat dan dicoret oleh Kepala Desa/Lurah dengan menyebutkan; “hak atas tanah yang bersangkutan telah diserahkan kepada Pemerintah/ Pemerintah Daerah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk kepentingan umum".

L.Biaya

(39)

61

Biaya pengadaan tanah dibebankan kepada instansi pemerintah yang memerlukan tanah, yang terdiri dari biaya :

1. pengukuran dan pemetaan tanah;

2. pemberian ganti rugi kepada pemilik;

3. Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota, Provinsi, dan/atau Nasional;

4. Lembaga Penilai Harga Tanah/Tim Penilai Harga Tanah;

5. Pengurusan hak atas tanah sampai dengan penerbitan sertipikat;

6. penitipan ganti rugi apabila diperlukan;

7. pemisahan dari sisa bagian tanah pemilik;

8. dalam rangka pembinaan, koordinasi, konsultasi, evaluasi, supervisi, dan penyelesaian masalah; dan

9. lainnya yang diperlukan dalam menunjang pelaksanaan tugas Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota, Provinsi, dan/atau Nasional.

Besaran biaya Panitia Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7A Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2005.

B. Pengertian Ganti Kerugian

Apa yang menyebabkan sehingga muncul ganti rugi ? adalah tidak lain buntut dari pada

Wanprestasi. Menurut Nieuwenhuis,kerugian adalah berkurangnya harta kekayaan pihak

Referensi

Dokumen terkait

Penyebaran industri mutiara ini semakin meluas hampir keseluruh wilayah Indonesia, tidak hanya terbatas pada daerah yang merupakan habitat asli kerang mutiara tersebut, tetapi

a) Sesuai dengan studi mahasiswa, maka mahasiswa sangat diharapkan sekali bahwa bidang kerja dan penempatan mahasiswa selama kegiatan PKL di PT. MOLINDO INTI GAS adalah kegiatan

Penelitian dengan teknik observasi atau pengamatan dilakukan secara langsung di lapangan tepatnya di lokasi habitat bertelur burung Mamoa (Eulipoa wallecei) yang berada

melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh Kepala Bidang Pencegahan, Kesiapsiagaan dan Kedaruratan sesuai dengan bidang tugasnyak.

Penempatan dana pada instrumen Tier 2 pada Bank lain - 57 Jumlah faktor pengurang (regulatory adjusment ) Modal Pelengkap - 58 Jumlah Modal Pelengkap (Tier 2)

Pelayanan dasar sendiri merupakan pelayanan publik untuk memenuhi kebutuhan dasar warga negara yang meliputi pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum dan tata ruang, perumahan

Sebaik apapun penyampaian implementor kepada kelompok sasaran, jika tidak ditunjang dengan sumber daya yang memadai maka implementasi tidak akan berjalan

Hal ini nyata dari laporan ketiga Injil ini bahwa Yesus tidak hanya melaksanakan misi- Nya atau memberitakan Kerajaan Allah kepada bangsa-Nya sendiri, yaitu bangsa Israel tetapi