BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada setiap manusia yang
ada di bumi. Manusia sendiri membutuhkan tanah dari lahir hingga meninggal
dunia, baik sebagai tempat tinggal, tempat bekerja dan hidup, tempat dari mana
mereka berasal dan akan kemana pula mereka akan pergi.1
Pentingnya tanah tersebut menimbulkan banyak persoalan sendiri
dikalangan masyarakat. Menyadari pentingnya nilai dan arti tanah, maka di dalam
konsistusi ditetapkan suatu landasan yang bernilai mengenai tanah ini. Dalam
Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
dikatakan bahwa “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat”. Kesadaran akan istimewanya tanah ini, terungkap juga dalam
Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Didalam Pasal 2 ayat (2) UUPA menjelaskan
bahwa kewenangan negara adalah:
Dalam sejarah
manusia, tanah merupakan faktor yang paling utama dalam menentukan produksi
setiap fase peradaban. Tanah tidak hanya memiliki nilai ekonomis tinggi, tetapi
juga memiliki nilai filosofis, politik, sosial, ekologis, dan kultural, sehingga tidak
dapat dipungkiri bahwa tanah merupakan nilai asset yang cukup besar bagi
pemiliknya.
1
1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan
tanah atau pemeliharaanya.
2. Menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat dipunyai atas bagian
(bagian dari) bumi, air dan ruang angkas itu.
3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan
ruang angkasa, segala sesuatunya dengan tujuan untuk mencapai
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dalam masyarakat adil dan
makmur.2
Namun, dalam rangka meningkatkan kualitas hidup manusia (mewujudkan
kesejahteraan rakyat), maka pembangunan merupakan sebuah kepentingan yang
perlu dilakukan. Untuk melaksanakan pembangunan, pemerintah memerlukan
tanah sebagai tempat kegiatan proyek yang akan dibangun. Namun fakta
menunjukan, pemerintah tidak mampu memenuhi penyediaan tanah untuk
memenuhi semua kebutuhan pembangunan sehingga banyak proyek
pembangunan yang dilakukan harus menggambil tanah rakyat.3
Kebutuhan tanah dalam rangka pembangunan merupakan permasalahan
yang cukup kompleks bagi pemerintah dan masyarakat sendiri. Sebab untuk
mewujudkan pembangunan demi meningkatkan kesejahteraan rakyat yang adil
dan makmur, pembangunan adalah solusinya. Namun dengan meningkatnya
jumlah penduduk di Indonesia membuktikan bahwa akan semakin berkurangnya
2
Ibid, hal. 234 3
tanah demi pembangunan, karena tanah tidak mungkin bertambah sedangkan
penduduk pasti akan meningkat. Pertumbuhan penduduk yang cukup pesat ini
yang menjadi dorongan bagi pemerintah dalam melakukan penyediaan fasilitas
umum yang dapat dimanfaatkan dari setiap kalangan masyarakat. Mulai dari
pembangunan jalan/transportasi, fasilitas pendidikan, peribadatan, sarana
olahraga, fasilitas komunikasi, keselamatan umum.4
Namun dalam melakukan pembangunan tadi kendala yang terbesar adalah
memperoleh tanah untuk memfasilitasi pelaksanaanya. Pelebaran jalan atau
pembangunan sarana dan prasarana tambahan tentu akan memerlukan banyak
tanah, dan untuk memperolehnya pasti harus dilakukan pengadaaan tanah-tanah
masyarakat sekitar. Sesuai dengan Pasal 6 UUPA “Semua hak atas tanah
mempunyai fungsi sosial”, ini mengartikan bahwa hak atas tanah apapun yang ada
pada seseorang tidaklah dapat dibenarkan, bahwa tanahnya itu akan dipergunakan
(atau tidak dipergunakan) semata-mata untuk kepentingan pribadinya, apalagi
kalah hal itu menimbulkan kerugiaan bagi mayarakat. Penggunaan tanah harus
disesuaikan dengan keadaannya dan sifat dari pada haknya, hingga bermanfaat
baik bagi kesejahteraan dan kebahagiaan yang mempunyai maupun bermanfaat Dalam hal pembangunan
jalan, keadaaan ini perlu diperhatikan mengingat padatnya jumlah penduduk pasti
menjadikan penggunanan jalan raya yang semakin padat. Kepadataan ini tentu
akan meningkatkan tingkat kemacetan yang tinggi. Maka dari itu pelebaran jalan
dan pembangunan yang dilakukan dengan alasan demi kepentingan umum
dianggap menjadi solusi yang menjanjikan bagi pemerintah.
4
pula bagi masyarakat dan Negara.5
Dalam hal pelakasanaan pembangunan tersebut ataupun pelebaran jalan
tadi, penerapan fungsi sosial menjadi pedoman untuk dapat melakukan
pengambilan tanah-tanah penduduk demi kepentingan pembangunan, dan
dimanfaatkan bagi kepentingan sosial. Hanya saja, kesualitan lain yang harus
dialami pemerintah adalah tidak maunya masyarakat sekitar memberikan
tanah-tanah mereka untuk pembangunan. Alasan utama yang sering didengar
dilapangan adalah tidak seimbangnya ganti rugi yang diterima masyarakat dari
pemerintah atas pengambilan tanah mereka demi pembangunan tadi. Masalah ini
menjadi komponen yang paling sensitif dalam proses pengadaan tanah.
Pembahasan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi akan menjadi bahasan yang
memerlukan banyak proses yang berlarut-larut dan sulit mendapat titik temu bagi
para pihak.
Dalam Perpres No. 65 Tahun 2006 jo Pepres
No. 36 Tahun 2005 menentukan bahwa pengadaan tanah dilakukan dengan
mendasarkan prinsip penghormatan pada hak atas tanah. Prinsip penghormatan ini
dilakukan dengan memberikan pengaturan pada bentuk dan besar ganti rugi.
Dengan demikian, pemberian ganti rugi pada pengadaan tanah sebagai suatu hal
yang harus ada, pengadaan tanah tanpa pemberian ganti rugi sama halnya
melakukan “confiscation”
6
Pada dasarnya pengambilan tanah-tanah penduduk demi kepentingan
pembangunan atau penyelenggaraan kepentingan umum dapat dilakukan dengan 3
(tiga) cara yaitu:
5
Penjelasan Umum Undang-Undang Pokok Agraria Bagian II no.4 6
1. Pelepasan dan penyerahan hak atas tanah (pembebasan tanah)
2. Pencabutan hak atas tanah
3. Perolehan tanah secara langsung (jual-beli, tukar-menukar atau cara
lain yang disepakati).7
Maka dengan keadaan tersebut, penting adanya perlindungan bagi
pemegang hak atas tanah yang tanahnya diambil demi pengadaan tanah. Bentuk
perlindungan ini adalah dengan memperjelas bagaimana sebenarnya prosedural
pengadaan tanah demi pembangunan, sistem ganti rugi tanah masyarakat yang
dipakai dalam pembangunan dan bentuk perlindungan yang diberikan pemerintah
dari penetapan peraturan perundang-undangan yang dtentukan tidak memihak
hanya salah satu pihak, melainkan atntara kedua belah pihak. Agar terciptanya
keseimbangan hukum tanpa memandang kebutuhan sosialnya. Sebab dalam UUD
ditetapkan bahwa setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama
sehingga ini membuktikan bahwa antara pemberi tanah dan penerima tanah
mendapatkan mafaat yang sama pula
B. Rumusan Permasalahan
Dengan paparan latar belakang yang jelas dan tegas dalam skripsi berjudul
“Perlindungan Hukum Terhadap Masyarakat Atas Pengadaan Tanah Yang
Dilakukan Demi Kepentingan Umum” maka rumusan masalah yang dapat ditarik
oleh penulis yaitu:
1. Bagaimana Sistem Pengaturan Pengadaan Tanah yang dilakukan demi
Kepentingan Umum?
7
2. Bagaimana Sistem Pengaturan Pencabutan Hak Atas Tanah Demi
Pembangunan ?
3. Bagaimana Perlindungan Hukum Terhadap Masyarakat Atas
Pengadaan Tanah Yang Dilakukan Demi Kepentingan Umum?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah memberikan pandangan yang layak dan
sesuai dalam hal:
1. Untuk mengetahui kedudukan hukum pengadaan tanah di dalam
pembangunan.
2. Untuk mempelajari sistem pengaturan pencabutan hak atas tanah
masyarakat demi pembagunan.
3. Untuk dapat mengetahui dan mempelajari perlindungan hukum apa
yang dapat diberikan pemerintah bagi masyarakat yang tanahnya
diambil demi pembangunan yang bersifat sosial.
Disamping mempunyai tujuan penelitian juga mempunyai manfaat dari
segi kegunaan teoritis dan kegunaan praktis, yaitu:
1. Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
dalam rangka perkembangan ilmu hukum umumnya, perkembangan
Hukum Agraria dan Khususnya mengenai Penerapan Fungsi Sosial
Tanah dalam Pembangunan berdasarkan Undang-Undang No.5 Tahun
1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
a. Sebagai sumbangan dan acuan bagi pemerintah dalam
memberikan ganti rugi yang layak bagi masyarakat yang tanahnya
di ambil demi pembangunan dan demi diterapkannya fungsi sosial
dalam UUPA
b. Sebagai masukan kepada masyarakat dalam memahami dan
mengerti akan sistem dan tata cara dilaksankanya penggadaan
tanah demi pembangunan.
D. Keaslian Penulisan
Dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang
diperoleh penulis, maka penulis menuangkanya dalam sebuah skripasi yang
berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Masyarakat Atas Pengadaan Tanah
Yang Dilakukan Demi Kepentingan Umum’’
Adapunjudul skripsi yang menyangkut dengan skripsi saya ini yaitu yang
berjudul Analisis Yuridis Terhadap Sengketa Ganti Rugi atas Bangunan Hak
Milik yang Terkena Dampak Pembebasan Lahan Untuk Kepentingan Umum
(studi kasus pada Pembebasan Jalan Pasar 8 Sp.Pos Medan), yang didalamnya
mengkaji sistem ganti rugi yang diberikan oleh pemerintah bagi masyarakat yang
merasa terkena dampak atas pembebasan lahan bangunan hak milik demi
kepentingan umum. Selain itu judul yang berhubungan dengan judul ini adalah
Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan Proyek Jalan Lingkar dan
Medan Metropolitan Urban Development Project di Pemerintahan Kota Medan.
Didalam skripsi ini, yang dibahas adalah sistem pengadaan tanahnya, bagi
Project. Tentu hal ini cukup jauh berbada, karena tinjauan lapangan kami berbeda
dengan studi lapangang diatas, selain itu judul dari keduanya membahas lebih ini
tetang Pengadahan Tanah, demi kepentinagan umum,
Sedangkan dalam skripsi ini hal yang dituangkan adalah tinjauan hukum
mengenai penerapan fungsi sosial dalam pembangunan. Melihat banyaknya
pembangunan yang dilakukan pemerintah demi memberikan fasilitas kepada
masyarakat, maka diperlukannya suatu penggadaan tanah masyarakat yang
dilandaskan asas fungsi sosial dalam UUPA. Namun, penerapan fungsi sosial ini
harusnya dilaksanakan dengan melihat manfaat dan kegunaan yang praktis bagi
masyarakat sekitar. Penerapan ganti rugi haruslah seimbang dan sesuai, proses
dan tata cara pengambilan tanah masyarakat haruslah terarah dan terstruktur.
Sehingga tidak menimbulkan sebuah konflik dikemudian hari dan masyarakat
sendiri tidak mengalamai kerugian yang fatal dari akibat pengambilan tanah yang
dilakukan pemerintah.
Dengan demikian, jika dilihat dari permasalahan serta tujuan yang hendak
dicapai oleh penulis skripsi ini, maka dapat disimpulkan bahwa apa yang ada di
dalam skripsi ini adalah murni dari karya si penulis dan bukan hasil jiplakan dari
skripsi orang lain, dan dimana diperoleh melalui hasil pemikiran para pakar dan
praktisi, refrensi, buku-buku, makalah-makalah dan bahan-bahan seminar, serta
media cetak berupa koran-koran, media elektronik seperti internet serta bantuan
dari berbagai pihak. Melihat skripsi yang saya ambil adalah tinjaun lapangan,
maka terdapat data-data yang diperoleh secara kongkret dari sumber-sumber
pada asas-asas keilmuan yang jujur, rasional dan terbuka, semua ini adalah
merupakan implikasi dari proses penemuan kebenaran ilmiah, sehingga hasil
penulisan ini dapat dipertanggungjawabkan kebenaran secara ilmiah.
E. Tinjauan Pustaka
Masalah keagrarian pada umumnya dan masalah pertanahan pada
khususnya adalah merupakan suatu permasalahan yang cukup rumit. Mengingat
ini menyangkut berbagai aspek kehidupan baik bersifat sosial, ekonomi, politik,
psikologi dan lain sebagainya. Sehingga dalam penyelesaian masalah ini bukan
hanya khusus memperlihatkan aspek yuridisnya saja, namun harus
memperhatikan aspek kehidupan lainnya agar penyelesaian persoalan tersebut
tidak berkembang menjadi suatu kesalahan yang mengganggu stabilitas
masyarakat8
Dalam sistem pengadaan tanah untuk kepentingan umum semuanya
mengacu pada Pasal 2 UUPA tentang hak menguasai negara dan Pasal 6 UUPA
tentang fungsi sosial dari tanah serta Pasal 18 UUPA. Dalam Pasal 18 UUPA
menegaskan bahwa “Untuk kepentingan umum termasuk kepentingan bangsa dan
Negara serta kepentingan bersama rakyat, hak-hak tanah dapat dicabut dengan
memberikan ganti rugi yang layak dan menurut cara yang diatur dengan
Undang-Undang.” Paal ini merupaka jaminan bagi rakta mengenai hak-haknya atas tanah.
Pencabutan hak dimunginkan, tetapi dengan syarat-syarat, misalnya disertai
pemebrian ganti-rugi yang layak.
8
Kedudukan Pasal 6 UUPA, menunjukan bahwa pentingnya kebersamaan
didalam tatanan kehidupan masyarakat Indonesia, bukan hanya hak milik namun
juga seluruh hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Namun adanya pasal di
dalam KUHPerdata, terutama Pasal 570 menyatakan bahwa hak milik (hak
eigendom) sifatnya mutlak, ini sangat bertentangan dengan prinsip fungsi sosial.
Didalam penjelasan umum UUPA II Angka (4) dikatakan bahwa Pasal 6
mengartikan:
“Hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang tidaklah dapat
dibenarkan, bahwa tanahnya itu akan dipergunakan (atau tidak dipergunakan)
semata-mata untuk kepentingan pribadinya, apalagi hal itu menimbulkan kerugian
bagi masyarakat. Penggunaan tanah harus sesuai dengan keadaanya dan sifat dari
pada haknya hingga bermanfaat bagi kesejahteraan dan kebahagiaan yang
mempunyai, maupun bermanfaat pula bagi masyarakat dan negara”. Maka ini
mengartikan bahwa hak-hak atas tanah mempunyai 2 fungsi, yaitu selain
berfungsi untuk kepentingan yang mempunyai hak tapi harus juga berfungsi untuk
masyarakat.9
Fungsi sosial Hak Atas Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
UUPA mengandung beberapa prinsip keutamaan antara lain:10
1. Merupakan suatu pernyataan penting mengenai Hak-Hak Atas Tanah
yang merumuskan secara singkat sifat kebersamaan atau
9
Chadidjah Dalimunthe, Politik Hukum Agraria Nasional Terhadap Hak-hak Atas Tanah, (Medan, Yayasan Pencerahan Mandailing, 2008), hal.60
10
kemasyrakatan Hak-Hak Atas Tanah menurut konsepsi Hukum Tanah
Nasional.
2. Tanah seseorang tidak hanya mempunyai fungsi bagi yang punya hak
itu saja, tetapi juga bagi Bangsa Indonesia. Sebagai konsenuensinya,
dalam mempergunakan tanah yang bersangkutan tidak hanya
kepentingan individu saja yang dijadikan pedoman, tetapi juga
kepentingan masayarakat.
3. Fungsi sosial Hak Atas Tanah mewajibkan pemegang hak untuk
mempergunakan tanah yang bersangkutan sesuai dengan keadaanya,
artinya keadaan tanahnya, sifatnya dan tujuan pemberian haknya. Hal
tersebut dimaksudkan agar tanah harus dipelihara dengan baik dan
dijaga kualitas kesuburan serta kondisi tanah sehingga dapat dinikmati
tidak hanya pemilik atas tanah saja tetapi juga masyarakat lainnya.
Oleh karena itu kewajiban memelihara tanah tidak hanya dibebankan
kepada pemiliknya/pemegang Hak Atas Tanah yang bersangkutan
melainkan juga beban setiap orang, badan hukum/instansi yang
mempunyai suatu hubungan dengan tanah.
Dalam proses pembebasan Tanah yang sering dilakukan pemerintah dalam
rangka memenuhi fasilitas bagi masyarakat umum, penerapan Pasal 6 ini
cenderung sering dipergunakan. Manakalah, ketika pembebasan tanah mulai
dilakukan, sampai menggambil tanah masyaraka, asas fungsi sosial yang menjadi
acuan pokok agar masyarakat mau melakukan pembebasan tanah mereka bagi
Fungsi sosial untuk pemanfaatan tanah harus lebih mengutamakan
kepentingan umum dari pada kepentingan pribadi atau golongan, dengan maksud
mengutamakan kepentingan umum termasuk tidak menelantarkan kepentingan
pribadi atau golongan. Prinsip ini yang sering dipakai oleh pemerintah dalam
mengawali pembebasan tanah. Namun dalam pelaksanaan pembebasan tanah
khususnya pembebasan tanah untuk pembangunan kepentingan umum ternyata
banyak mengalami perbedaan dalam penentuan ganti rugi.11
Menurut Pasal 1 Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang
Penggadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum,
pengadaan tanah adalah setiap kegiatan yang melepaskan atau menyerahkan tanah
bagunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah.
Dalam Pasal 1 tersebut jelas dinyatakan bahwa untuk memperoleh tanah
dengan memberikan ganti rugi kepada yang memilki tanah, ini merupakan bukti
penghormatan atas hak-hak yang telah dimiliki para pemilik hak atas tanah.
Mengingat tanah adalah mempunyai fungsi sosial serta digunakan dan
dimanfaatkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, maka pengelolaan dan
penggunaan tanah harus dikendalikan oleh pemerintah. Ini berarti bahwa dalam
pengaadaan tanah, di satu pihak harus diingat adanya fungsi sosial dari tanah,
namun dipihak lain kepentingan pihak yang telah memiliki hubungan hukum
dengan tanah tersebut harus tetap dihormati12
Dalam proses ganti rugi yang akan dilakukan pemerintah bagi masyakat
yang akan diambil tanahnya dilakukan dengan cara musyawarah dan mufakat
11
Mudakir Iskandar Syah, Pembebasan Tanah Untuk Pembangunan Kepentingan Umum, (Jakarta: Jala Permata Aksara, 2010), hal.70
12
antara pemilik tanah dengan pemerintah. Menurut Pasal 1 ayat (10) Peraturan
Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan
Pembangunan untuk Kepentingan Umum, menyebutkan bahwa proses
musyawarah adalah kegiatan yang mengandung proses saling mendengar, saling
memberi dan saling menerima pendapat, serta keinginan untuk mencapai
kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan masalah lain yang
berkaitan dengan kegiatan pengadaan tanah atas dasar sukarela dan kesetaraan
anatara pihak yang mempunyai tanahm bagunanm tanaman dan benda-benda lain
yang berkaitan dengan tanah dengan pihak yang memerlukan tanah.
F. Metode Penelitian
Untuk mendapatkan data yang valid dan akurat penelitian harus
dilakukan secara sistematis dan teratur, sehingga metode yang dipakai
sangatlah menentukan. Metode penelitian yaitu urutan-urutan bagaimana
penelitian itu dilakukan.13
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1) Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian studi pustaka dengan
pertimbangan bahwa titik tolak penelitian analisis terhadap peraturan
perundang-undangan mengenai Pengadaan Tanah dan Mengenai Pokok Hukun Agraria
dalam hukum nasional Indonesia sendiri. Maka tipe penelitian yang digunakan
13
adalah penelitian studi pustaka, yakni penelitian yang difokuskan untuk mengkaji
penerapan kaidah-kaidah dalam hukum positif mengenai Perlindungan Hukum
Terhadap Masyarakat Atas Pengadaan Tanah Yang Dilakukan Demi Kepentingan
Umum
Hal ini ditempuh dengan melakukan penelitian kepustakaan (library
research), atau biasa dikenal dengan sebutan studi kepustakaan, walaupun
penelitian yang dimaksud tidak lepas pula dari sumber lain selain sumber
kepustakaan, yakni penelitian terhadap bahan media massa ataupun dari internet.
Penulis juga menggunakan metode pendekatan yuridis, dengan mempelajari
ketentuan hukum yang berlaku serta apa yang terjadi di kenyataan hidup dalam
masyarakat.
2) Bahan Penelitian
Materi dalam skripsi ini diambil dari data seperti berikut:
a. Bahan hukum primer, yaitu : Berbagai dokumen
peraturan perundang-undangan yang tertulis yang
berkaitan dengan pengadaan tanah dan mengenai
poko-pokok hukum agrarian yang tertuang dalam berbagai
bentuk peraturaan.
b. Bahan hukum Sekunder, yaitu:Bahan-bahan yang
memiliki hubungan dengan bahan hukum primer dan
dapat digunakan untuk menganalisis dan memahami
dapat menjadi sumber informasi mengenai pengadaan
tanah dan hukum agraria , seperti hasil seminar atau
makalah-makalah dari para pakar hukum, Koran,
Majalah, serta sumber-sumber lain yakni internet yang
memiliki kaitan erat dengan permaslahan yang dibahas.
c. Bahan Hukum Tertier, yaitu : Mencakup kamus bahasa
untuk pembenahan tata Bahasa Indonesia dan juga
sebagai alat bantu pengalih bahasa beberapa istilah
asing.
3. Teknik Pengumpulan Data
Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dikumpulkan dengan
melakukan penelitian kepustakaan atau yang lebih dikenal dengan studi
kepustakaan. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara mengumpulkan data
yang terdapat dalam buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, majalah,
surat kabar, hasil seminar, dan sumber-sumber lain yang terkait dengan masalah
yang dibahas dalam skripsi ini.
4.Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelusuran kepustakaan, dianalisis dengan
deskriptif kualitatif. Metode deskriptif yaitu menggambarkan secara
menyeluruh tentang apa yang menjadi pokok permasalahan. Kualitatif yaitu
metode analisa data yang mengelompokan dan menyeleksi data yang
teori yang diperoleh dari penelitian kepustakaan sehingga diperoleh jawaban
atas permasalahan yang diajukan.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari Lima Bab yang msing-masing
bab memiliki sub-babnya tersendiri, yang secara garis besarnya dapat
diuraikan sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan
Dalam bab ini diuraikan secara umum mengenai keadaan-keadaan
yang berhubungan dengan objek penelitian secara latar belakang
pemilihan judul, rumusan masalah, kegunaan penelitian, keaslian
penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika
penulisan.
BAB II Tinjauan Mengenai Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan
Umum
Bab ini menguraikan pengaturan mengenai pengadaan tanah,
menjelaskan mengenai aspek kepentingan umum dan pengaturan
mengenai pembebasan tanah dan pelepasan hak atas tanah
BAB III Tinjauan Terhadap Pencabutan Hak Atas Tanah Demi
Pembangunan
Dalam bab ini menguraikan mengenai syarat pencabutan hak atas
tanah, unsur-unsur pencabutan hak atas tanah dan prosedur
BAB IV Perlindungan Hukum Terhadap Masyarakat Atas Pengadaan
Tanah Yang Dilakukan Demi Kepentingan Umum
Didalam bab ini mencari tahu mengenai Prosedural Pengambilan
Tanah Demi Pembanguan, Kompensasi Dalam Pengadaan Tanah
dan Sistem Ganti Rugi atas Tanah Masyarakat yang dipakai dalam
pembangunan.
BAB V Kesimpulan dan Saran
Bab terakhir ini berisikan kesimpulan yang diambil oleh penulis
terhadap bab-bab sebelumnya yang telah diambil oleh penulis
terhadap bab-bab sebelumnya yang telah penulis uraikan dan yang
ditutup dengan mencoba memberikan saran-saran yang penulis